You are on page 1of 11

PENDAHULUAN

Konjungtivitis merupakan kondisi inflamasi atau infeksi pada konjungtiva yang


ditandai dengan dilatasi pembuluh darah konjungtiva sehingga terjadi hiperemia dan edema
pada konjungtiva (Azari, 2013). Konjungtivitis dapat disebabkan karena infeksi ataupun non
infeksi. Konjungtivitis yang disebabkan oleh mikro-organisme (terutama virus dan kuman
atau campuran keduanya) ditularkan melalui kontak dan udara (Vaughan, 2010). Terdapat
beberapa bentuk konjungtivitis tertentu yang terjadi pada kelompok usia tertentu. Pada anak,
sering terjadi keratokonjungtivitis vernal, sedangkan keratokonjungtivitis atopik dan alergika
sering terjadi pada dewasa muda (Azari, 2013). Sekitar 1-3% pengguna kontak lensa terkena
konjungtivitis dengan papiler coblestone. Konjungtivitis infeksius mengenai perempuan dan
laki-laki dengan insidens yang sama. Namun, konjungtivitis sicca lebih sering terjadi pada
perempuan. Sebaliknya, keratokonjungtivitis vernal dan konjungtivitis akibat kimia dan
mekanik lebih sering terjadi pada pria ( Erwin, 2012).
Beberapa dekade terakhir diagnosis penyakit alergi telah meningkat dan
konjungtivitis alergi telah muncul sebagai masalah yang signifikan, yang dapat menyebabkan
penyakit permukaan mata yang parah yang awalnya ditandai dengan keluhan gatal, berair dan
kemerahan. Ini dapat mengakibatkan penurunan kualitas hidup, karena pasien dengan gejala
berat, jika dibiarkan tidak diobati atau diperlakukan dengan buruk, dapat menurunkan
kualitas hidup seseorang (Rathi, 2017).
Berdasarkan keparahannya konjungtivitis alergi yang sering dikenal adalah seasonal
conjungtivitis (SAC), Parennial conjungtivitis (PAC), Vernal keratoconjungtivitis (VKC),
dan Atopic Keratokonjungtivitis (AKC) (Rathi, 2017). Konjungtivitis vernal merupakan salah
satu konjungtivitis yang sering ditemui di negara-negara tropis, yang salah satunya adalah
negara-negara di Asia. Konjungtivitis vernal merupakan peradangan pada konjungtiva yang
disebabakan oleh reaksi hipersensitivitas tipe 1 karena respon imun terhadap allergen.
Konjungtivitis vernal ini sering dijumpai bersamaan dengan keratitis yang ditandai dengan
peradangan bilateral kronik dari konjungtiva atau kornea yang dimanifestasikan dengan
adanya papilla rasaksa / coble stone pada tarsus/limbus (keratokonjungtivitis vernal)
(Alemayehu, 2019).
Berdasarkan studi keratokonjungtivitis vernal sering di jumpai pada Negara Jepang,
Thailand, India, dan Singapore. Usia tersering yang didapati pada kasus ini adalah usia 10
tahun, dimana kondisi ini sangat mempengaruhi aktivitas normal di sekolah. Lebih dari 1/3
anak dengan keratokonjungtivitis vernal bolos sekolah lebih dari 1 hari/bulan dan sekitar 23%
pasien memiliki gejala yang presisten dan lebih dari 60% pasien mengalami kekambuhan (De
Smedt, 2012). Pengaruh iklim, paparan sinar matahari, jenis kelamin laki-laki, status
ekonomi, paparan debu dan angin, atopi yang mendasarinya, asap minyak tanah / kayu, dan
kontak hewan yang dekat diidentifikasi faktor-faktor terkait keratokonjungtivitis vernalis
(Hayilu, 2016). Opsi manajemen yang memungkinkan dari keratokonjungtivitis vernalis
termasuk dari intervensi yang mendukung hingga intervensi medis berdasarkan tingkat
keparahannya sangat penting untuk meningkatkan kualitas hidup dan produktivitas pasien
(Alemayehu, 2019).
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Konjungtivitis alergi adalah peradangan pada konjungtiva (disebabkan oleh
reaksi hipersensitif tipe I) karena respon imun terhadap allergen, Sedangkan
keratoconjunctivitis vernal (VKC) adalah peradangan bilateral kronis dari konjungtiva
/ kornea yang dimanifestasikan oleh adanya papila raksasa / batu bulat di tarsus /
limbus (Alemayehu, 2019).
Berdasarkan literatur lain, Keratoconjunctivitis Vernal didefinisikan sebagai
adanya papila tarsal dan atau limbal berdiameter lebih dari 1 mm dengan sensasi gatal
dan setidaknya satu dari gejala fotofobia, lendir lengket, kemerahan, robek dan
sensasi benda asing dalam 6 bulan terakhir. Palpebral Vernal Keratoconjunctivitis
didefinisikan sebagai kehadiran papila> 1 mm pada konjungtiva tarsal tanpa
keterlibatan limbal dengan sensasi gatal dan setidaknya salah satu dari fotofobia,
lendir lengket, kemerahan, robek dan sensasi benda asing dalam 6 bulan terakhir.
Sedangkan limbal keratokonjungtivitis vernal didefinisikan sebagaii kondisi dimana
terjadi penebalan, pelebaran, kekeruhan, titik-titik Horner-Trantas pada
konjungtiva/kornea yang disertai salah satu gejala berikut dalam 6 bulan terakhir:
fotofobia, lendir lengket, kemerahan, sobek dan sensasi benda asing (Hayilu, 2016).

B. Klasifikasi
Konjuntivitis vernalis merupakan salah satu tipe dari konjungtivitis alergi.
Berdasarkan tingkat keparahannya konjungtivitis alergi dibagi menjadi tiga yaitu
sebagai berikut (Tabel 2.1).

Tabel 2.1 Klasifikasi Konjungtivitis Alergi

1. Seasonal Allegic Conjunctivitis


Seasonal allegic conjungtivitis merupakan konjungtivitis alergi yang sering
dijumpai, yang dapat terjadi pada semua usia dan terjadi pada musim tertentu, seperti
saat bulan Mei dan Juni saat musim gugur dan pollen tersebar. Gejala yang muncul
berupa gatal yang diikuti dengan mata berair dan sensasi terbakar, serta dapat diikuti
oleh gejala bersin bersin dan hidung berair (So, 2016).
2. Perennial Conjunctivitis
PAC memiliki tanda-tanda dan gejala yang mirip dengan SAC dan seperti
namanya kojungtivitis ini dapat terjadi sepanjang tahun. PAC disebabkan alergi
terhadap bulu binatang, tungau dan bulu. Frekuensi kejadian meningkat seiring
bertambahnya usia. Para pasien mengalami gatal-gatal, kemerahan dan
pembengkakan konjungtiva. Keterlibatan kornea dalam SAC dan PAC jarang terjadi
(Kansakar, 2011).
3. Vernal Keratoconjunctivitis
Vernal keratokonjunctivitis merupakan konjungtivitis yang terjadi karena
pengaruh iklim hangat dan terutama terjadi pada laki-laki usia muda (8-12 tahun).
Kondisi ini terjadi bilateral dan dapat memburuk dengan adanya paparan angina,
debu, dan sinar matahari. Pasien dengan VKC sering kali memiliki riwayat asma dan
eksim. Biasanya pasien dating dengan keluhan mata terasa gatal yang hebat,
kemerahan, discharge putih dan fotofobia. Terdapat 3 tipe VKC secara klinis, yaitu
tipe limbal atau bulbar, tipe palpebral, dan campuran (Gambar, 2.1). Bentuk limbal
sering kali ditemukan pada orang kulit gelap, sedangkan pada orang Asia bentuk
campuran lebih sering disbanding bentuk lainnya (Kansakar, 2011; De Smedt, 2013,
Rathi,2017).

Gambar 2.1. Tipe Keratokonjungtivitis Vernalis (Rathi, 2017).

4. Atopic Conjunctivitis
Akut conjunctivitis merupakan penyakit peradangan bilateral pada permukaan
mata dan kelopak mata yang dapat terjadi sepanjang hidup. Pasien dengan AKC
biasanya memiliki lesi pada kulit dan memiliki riwayat atopi. Pada konjungtiva akan
terbentuk papilla atau trantas dots. Pada pasien ini dapat bterjadi pembentukkan
katarak. Berikut table yang membedakan antara conjunctivitis vernal dan atopik
(Tabel 2.2).
5. Giant papillary conjunctivitis
Kondisi ini dapat terjadi karena penggunaan kontak lensa sehingga terjadi
trauma padatarsal konjungtiva atas dan membentuk papilla rasaksa (giant papillary).
Reaksi alergi toksik juga dapat terjadi pada penggunaan obat obatan seperti neomisin,
atropine, epineprin atau bahan pengawet seperti thiomer-sol.
6. Contact hypersensitivity reactions
Gejala yang muncul pada kondisi ini tergantung pada keparahan reaksi masing
masing individu dan bagian kontak. Beberpa gejala yang mungkin dialami pasien
diantaranya kemerahan, kemosis, reaksi folikel dan kadang-kadang gagal jantung.
Keterlibatan kornea bisa dalam bentuk keratitis superfisplunctata, pseudodendrit atau
infiltrat stroma keabu-abuan.

Tabel 2.2. Perbedaan antara VKC dan AKC


C. Anatomi
Konjungtiva merupakan selaput tipis dan transparan yang melapisi bagian belakang
sklera dan bagian dalam kelopak mata. Konjungtiva dibagi tiga bagian yaitu
konjungtiva palpebra, konjungtiva bulbar dan forniks (Gambar 2.1).

Gambar 2.1. Anatomi palpebral (Azari, 2013).


Konjungtiva palpebra melapisi bagian dalam palpebra, dibagi lagi menjadi tiga
bagian yaitu marginal, tarsal dan orbital. Bagian marginal terletak di tepi palpebra
hingga 2mm ke dalam palpebra, bagian tarsal melekat di tarsal plate, sedangkan
bagian orbital terletak di antara konjungtiva tarsal dan forniks. Pada konjungtiva
palpebra terdapat kelenjar henle dan sel goblet yang memproduksi musin.
Konjungtiva bulbar melapisi bagian anterior bola mata dan dipisahkan dengan
sklera anterior oleh jaringan episklera. Konjungtiva yang berbatasan dengan
kornea disebut limbal conjunctiva. Pada konjungtiva bulbar terdapat kelenjar manz dan sel
goblet. Konjungtiva forniks merupakan penghubung konjungtiva palpebra dengan
konjungtiva bulbar. Daerah tersebut memiliki kelenjar lakrimal aksesoris yaitu
kelenjar krause dan wolfring yang menghasilkan komponen akuos air mata (Cantor,
2014; Nari, 2017).
Gambar 2.2 Struktur Konjungtiva

D. Etiologi dan Faktor risiko


1. Etiologi
Berdasarkan penjelasan oleh Baab dan Kinzer (2018) etiologi konjungtivitis vernal
dan konjungtivitis alergi lainnya sebagai berikut :
a. Simple allergic conjunctivitis: Sebagian besar kasus sekunder akibat paparan
alergen sederhana pada permukaan okular.
b. Vernal keratoconjunctivitis : Etiologi yang tepat tidak dipahami dengan baik
tetapi beberapa kombinasi dari iklim dan allergen dapat menjadi penyebab dari
kondisi ini.
c. Keratoconjunctivitis atopik: Etiologi tidak jelas tetapi tampaknya merupakan
kombinasi dari paparan alergen, dermatitis atopik (lebih dari 90% kasus) dan
kecenderungan genetik.
d. Giant Papillary Conjunctivitis: Pajanan alergen dan respons selanjutnya
sekunder terhadap benda asing okuler yang menyimpan alergen pada
permukaannya atau melukai struktur mata yang memfasilitasi infiltrasi alergen.
Ini dapat dilihat dengan banyak benda asing mata yang berbeda (mis., Lensa
kontak, prostesis, lem sianoakrilat, jahitan).

2. Faktor Risiko
Studi yang dilakukan di Uganda menyatakan bahwa sinar ultraviolet dan nagin
memiliki peran yang penting dalam peningkatan paparan allergen dalam debu dan
serbuk sari. Anak-anak secara umum berisiko karena lebih suka menghabiskan
waktu diluar rumah. Pada penelitian didapatkan juga variasi musim dimana
kejadian VKCmeningkat pada musim kemarau dan panas. Penggunan minyak
tanah/kayu bakar untuk memasak, paparan debu, anak anak dengan penyakit alergi
non ocular dan riwayat alergi non ocular pada keluarga juga merupakan factor
risiko dari VKC. Studi penelitian-kontrol yang dilakukan di Rwanda menunjukkan
bahwa pada VKC parah, paparan debu adalah faktor risiko utama. Dipercayai
bahwa hal ini disebabkan oleh reaktivitas konjungtiva yang lebih cepat ketika
rangsangan nonspesifik datang bersamaan dengan mukosa konjungtiva, meskipun
mekanisme-isme untuk ini tidak dipahami (Haliyu, 2016).
E. Patogenesis
Konjungtivitis alergi sederhana (akut, musiman, dan abadi) adalah reaksi
hipersensitivitas yang dimediasi imunoglobulin E (IgE) (tipe I) dan degranulasi sel
mast yang terjadi akibat kontak langsung dengan alergen ke permukaan okular.
Dengan demikian, ada fase langsung dan tertunda dari reaksi yang dimediasi oleh
modulator inflamasi yang berbeda. Mekanisme pasti yang terlibat dalam
keratoconjunctivitis vernal tidak dipahami dengan baik, tetapi ada kemungkinan
bahwa ada hipersensitivitas termediasi IgE serta keterlibatan sel T dalam reaksi
(Gambar 2.2). Keratokonjungtivitis atopik tampaknya merupakan kombinasi dari tipe
IV dan hipersensitifitas tipe I terhadap paparan alergen okular. Konjungtivitis papiler
raksasa terjadi sekunder akibat iritasi / cedera mekanis langsung dan respons imun
selanjutnya (tipe I dan tipe IV). Benda asing dapat dilapisi dengan alergen yang
berbeda atau cedera jaringan epitel dan memungkinkan paparan alergen yang lebih
dalam dan memicu respons imunologis.

Gambar 2.2 Reaksi Hipersensitivitas tipe 1

F. Manifestasi klinis
Gejala pada konjungtivitis vernal meliputi gatal pada mata, kemerahan, bengkak, dan
keluarnya cairan. Gatal dapat terjadi sangat hebat sehingga pasien sering menggaruk
mata dengan ujung kuku. Pasien sering mengalami fotofobia dan terkadang sangat
parah sehingga sangat menganggu aktivitas. Tanda yang paling khas adalah papila
raksasa di konjungtiva tarsal atas (Gambar 2.3). Pembengkakan yang terjadi biasa
disebut Cobble stone. Kuarang lebih 10-20 cobble stone ditemukan pada konjungtiva
tarsal, dan mereka dapat dilihat dengan mudah dengan 'membalik' kelopak mata atas
(La Rosa et. al., 2013).

Gambar 2.3 Giant papilare

Pada papila raksasa secara histologi dipenuhi dengan sel-sel inflamasi dan edema.
Neutrofil, sel plasma, sel mononuklear, dan eosinofil banyak ditemukan. Ada juga banyak
aktivitas sel mast dalam papila raksasa. Sel mast juga dapat ditemukan di epitel konjungtiva,
lokasi di mana mereka biasanya tidak ada. Air mata pasien VKC mengandung IgE dan
mediator sel mast tingkat tinggi (Friedlaender ,2009). Histamin, leukotrien, prostaglandin,
dan kinase dapat ditemukan pada air mata pasien VKC. Pada kondisi ini lama kelamaan dapat
terjadi Keratitis punctate, yang dikenal sebagai keratitis epithelialis vernalis dari El Tobgy,
dapat dimulai di kornea sentral. Titik-titik dapat bergabung untuk membentuk opacity
syncytial. Ini sering menyebabkan plak keputihan atau keabu-abuan di bawah epitel (Gambar
2.4). Plak vernal ini dapat mengganggu penglihatan dan menyebabkan jaringan parut sentral
kornea. Plak dapat diangkat dengan keratektomi superfisial, tetapi jarang teratasi tanpa
intervensi bedah. Secara histologis, plak terdiri dari sel musin dan epitel (La Ros, 2013).
Selain itu gambaran khas pada VKC juga dapat ditemukan Titik-titik Tranta terdiri
dari gumpalan eosinofil nekrotik, neutrofil, dan sel epitel. Titik-titik mewakili koleksi
eosinofil yang hampir murni (Gambar 2.5). Sel-sel ini berkumpul dalam crypts, yang
dibentuk oleh invaginasi di persimpangan kornea dan konjungtiva. Titik-titik Trantas
cenderung muncul ketika VKC aktif, dan menghilang ketika gejala mereda (La Rosa, 2013).
Gambar 2.3. Corneal Plaque

Gambar 2.4. Trantas dots

Menurut Baab dan Kinzer (2018) erdapat gejala khas lain yang dapat membedakan
Antara konjungtivitis vernal dengan konjungtivitis alergi lainnya sebagai berikut ;
a. Konjungtivitis Alergi Sederhana: discharge yang jernih dan berair biasanya
bilateral dan mengeras pada pagi hari. Nyeri dan penurunan ketajaman visual
tidak umum dilaporkan pada konjungtivitis alergi sederhana dan harus meminta
penyedia untuk mempertimbangkan diagnosis lain. Edema dan kemosis kelopak
mata tidak jarang terjadi.
b. Keratoconjunctivitis Vernal: Gejala biasanya paling parah pada musim semi dan
meliputi keluarnya lendir yang kental, nyeri, fotofobia, dan penglihatan kabur.
Pasien juga akan sering mengeluhkan sensasi benda asing. Pada pemeriksaan,
bisul kornea dan infiltrat konjungtiva kadang-kadang dapat ditemukan. Papila
raksasa pada konjungtiva tarsal secara universal terlihat pada pemeriksaan.
c. Keratoconjunctivitis atopik: Gejala biasanya menetap dan termasuk rasa sakit,
penglihatan kabur, fotofobia, dan sensasi benda asing. Pemeriksaan
mengungkapkan temuan yang mirip dengan konjungtivitis alergi sederhana
dengan penambahan perubahan inflamasi kronis pada permukaan okular (jaringan
parut kornea dan neovaskularisasi) dan berbagai perubahan pada kelopak mata
dan kulit peri-orbital yang berkisar dari atopi ringan hingga likenifikasi (Gambar
2.5).

Gambar 2.5. Konjungtivitis atopik


d. Giant Papillary Conjunctivitis: Gejala-gejala yang konsisten dengan konjungtivitis
alergi sederhana seringkali menyebabkan gatal semakin parah dan keluarnya
lendir yang tebal. Pasien biasanya mengeluhkan nyeri yang memburuk dan
penglihatan kabur dengan meningkatnya rasa benda asing (lensa kontak, jahitan).
Pemeriksaan mengungkapkan temuan yang konsisten dengan konjungtivitis alergi
sederhana serta papila raksasa yang menutupi konjungtiva tarsal.
Gambar 2.6. Gian Papilary Conjungtivitis

You might also like