Professional Documents
Culture Documents
Referat Konjungtivitis Vernal
Referat Konjungtivitis Vernal
“KONJUNGTIVITIS VERNAL”
Pembimbing :
dr. Wahid Heru Widodo, Sp. M
Disusun Oleh :
Dita Yulianti G4A017045
Hesti Tri Yuliani G4A017047
i
HALAMAN PENGESAHAN
REFERAT
“KONJUNGTIVITIS VERNAL”
Disusun oleh :
Dita Yulianti G4A017045
Hesti Tri Yuliani G4A017047
Telah disetujui,
pada tanggal: Juli 2018
Mengetahui,
Dokter Pembimbing,
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan Referat yang
berjudul “Konjungtivitis Vernal”. Penulisan presentasi kasus ini merupakan salah
satu syarat untuk mengikuti ujian Kepaniteraan Klinik di bagian Ilmu Kesehatan
Mata RSUD Prof. dr. Margono Soekarjo Purwokerto. Penulis berharap referat ini
dapat bermanfaat untuk kepentingan pelayanan kesehatan, pendidikan, penelitian
dan dapat dipergunakan dengan sebaik-baiknya oleh berbagai pihak yang
berkepentingan. Terima kasih penulis ucapkan kepada dr. Wahid Heru Widodo,
Sp. M selaku dosen pembimbing yang telah memberikan saran dan motivasi
dalam penyusunan referat ini.
Penulis sadar bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan
presentasi kasus ini. Oleh karena itu, segala masukan yang bersifat membangun
sangat diharapkan.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... ii
KATA PENGANTAR ................................................................................... iii
DAFTAR ISI .................................................................................................. iv
I. PENDAHULUAN................................................................................. 1
II. PEMBAHASAN
A. Anatomi Mata dan Palpebrae ........................................................... 3
B. Konjungtivitis Vernal........................................................................ 4
1. Definisi........................................................................................ 4
2. Epidemiologi ............................................................................... 5
3. Etiologi dan Faktor Risiko........................................................... 5
4. Patofisiologi................................................................................. 6
5. Klasifikasi.................................................................................... 7
6. Manifestasi Klinis ....................................................................... 8
7. Diagnosis Banding ...................................................................... 13
8. Penegakan Diagnosis................................................................... 17
9. Tata Laksana................................................................................ 18
10. Komplikasi................................................................................... 21
11. Prognosis Konjungtivitis Vernal.................................................. 21
III. KESIMPULAN...................................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 23
iv
I. PENDAHULUAN
1
dimanifestasikan dengan adanya papilla rasaksa / coble stone pada tarsus/limbus
(keratokonjungtivitis vernal) (Alemayehu, 2019).
Berdasarkan studi keratokonjungtivitis vernal sering di jumpai pada
Negara Jepang, Thailand, India, dan Singapore. Usia tersering yang didapati pada
kasus ini adalah usia 10 tahun, dimana kondisi ini sangat mempengaruhi aktivitas
normal di sekolah. Lebih dari 1/3 anak dengan keratokonjungtivitis vernal bolos
sekolah lebih dari 1 hari/bulan dan sekitar 23% pasien memiliki gejala yang
presisten dan lebih dari 60% pasien mengalami kekambuhan (De Smedt, 2012).
Pengaruh iklim, paparan sinar matahari, jenis kelamin laki-laki, status ekonomi,
paparan debu dan angin, atopi yang mendasarinya, asap minyak tanah / kayu, dan
kontak hewan yang dekat diidentifikasi faktor-faktor terkait keratokonjungtivitis
vernalis (Hayilu, 2016). Opsi manajemen yang memungkinkan dari
keratokonjungtivitis vernalis termasuk dari intervensi yang mendukung hingga
intervensi medis berdasarkan tingkat keparahannya sangat penting untuk
meningkatkan kualitas hidup dan produktivitas pasien (Alemayehu, 2019).
2
II. PEMBAHASAN
3
Gambar 2.2 Struktur Konjungtiva
B. Konjungtivitis Vernal
1. Definisi
Konjungtivitis alergi adalah peradangan pada konjungtiva
(disebabkan oleh reaksi hipersensitif tipe I) karena respon imun terhadap
allergen, Sedangkan keratoconjunctivitis vernal (VKC) adalah peradangan
bilateral kronis dari konjungtiva / kornea yang dimanifestasikan oleh
adanya papila raksasa / batu bulat di tarsus / limbus (Alemayehu, 2019).
Berdasarkan literatur lain, Keratoconjunctivitis Vernal
didefinisikan sebagai adanya papila tarsal dan atau limbal berdiameter
lebih dari 1 mm dengan sensasi gatal dan setidaknya satu dari gejala
fotofobia, lendir lengket, kemerahan, robek dan sensasi benda asing dalam
6 bulan terakhir. Palpebral Vernal Keratoconjunctivitis didefinisikan
sebagai kehadiran papila> 1 mm pada konjungtiva tarsal tanpa keterlibatan
limbal dengan sensasi gatal dan setidaknya salah satu dari fotofobia, lendir
lengket, kemerahan, robek dan sensasi benda asing dalam 6 bulan terakhir.
Sedangkan limbal keratokonjungtivitis vernal didefinisikan sebagaii
kondisi dimana terjadi penebalan, pelebaran, kekeruhan, titik-titik Horner-
Trantas pada konjungtiva/kornea yang disertai salah satu gejala berikut
dalam 6 bulan terakhir: fotofobia, lendir lengket, kemerahan, sobek dan
sensasi benda asing (Hayilu, 2016).
4
2. Epidemiologi
Prevalensi Konjungtivitis Vernalis lebih tinggi di daerah tropis
seperti Afrika, India, Mediteranian, Amerika Tengah dan Selatan, serta
Timur Tengah. Konjungtivitis Vernalis lebih banyak terdapat pada kulit
berwarna dibandingkan kulit putih. Penyakit ini lebih banyak didapatkan
pada laki-laki dengan perbandingan 3 : 1. Sebagian besar pasien berusia
antara 3-25 tahun (Khurana, 2007).
5
penyakit alergi non ocular dan riwayat alergi non ocular pada keluarga
juga merupakan factor risiko dari VKC. Studi penelitian-kontrol yang
dilakukan di Rwanda menunjukkan bahwa pada VKC parah, paparan debu
adalah faktor risiko utama. Dipercayai bahwa hal ini disebabkan oleh
reaktivitas konjungtiva yang lebih cepat ketika rangsangan nonspesifik
datang bersamaan dengan mukosa konjungtiva, meskipun mekanisme-
isme untuk ini tidak dipahami (Haliyu, 2016).
4. Patogenesis
Konjungtivitis alergi sederhana (akut, musiman, dan abadi) adalah
reaksi hipersensitivitas yang dimediasi imunoglobulin E (IgE) (tipe I) dan
degranulasi sel mast yang terjadi akibat kontak langsung dengan alergen
ke permukaan okular. Dengan demikian, ada fase langsung dan tertunda
dari reaksi yang dimediasi oleh modulator inflamasi yang berbeda.
Mekanisme pasti yang terlibat dalam keratoconjunctivitis vernal tidak
dipahami dengan baik, tetapi ada kemungkinan bahwa ada
hipersensitivitas termediasi IgE serta keterlibatan sel T dalam reaksi
(Gambar 2.2). Keratokonjungtivitis atopik tampaknya merupakan
kombinasi dari tipe IV dan hipersensitifitas tipe I terhadap paparan
alergen okular. Konjungtivitis papiler raksasa terjadi sekunder akibat
iritasi / cedera mekanis langsung dan respons imun selanjutnya (tipe I dan
tipe IV). Benda asing dapat dilapisi dengan alergen yang berbeda atau
cedera jaringan epitel dan memungkinkan paparan alergen yang lebih
dalam dan memicu respons imunologis.
6
Gambar 2.3. Reaksi Hipersensitivitas tipe 1
5. Manifestasi Klinis
Gejala pada konjungtivitis vernal meliputi gatal pada mata,
kemerahan, bengkak, dan keluarnya cairan. Gatal dapat terjadi sangat
hebat sehingga pasien sering menggaruk mata dengan ujung kuku. Pasien
sering mengalami fotofobia dan terkadang sangat parah sehingga sangat
menganggu aktivitas. Tanda yang paling khas adalah papila raksasa di
konjungtiva tarsal atas (Gambar 2.3). Pembengkakan yang terjadi biasa
disebut Cobble stone. Kuarang lebih 10-20 cobble stone ditemukan pada
konjungtiva tarsal, dan mereka dapat dilihat dengan mudah dengan
'membalik' kelopak mata atas (La Rosa et. al., 2013).
7
Pada papila raksasa secara histologi dipenuhi dengan sel-sel
inflamasi dan edema. Neutrofil, sel plasma, sel mononuklear, dan eosinofil
banyak ditemukan. Ada juga banyak aktivitas sel mast dalam papila
raksasa. Sel mast juga dapat ditemukan di epitel konjungtiva, lokasi di
mana mereka biasanya tidak ada. Air mata pasien VKC mengandung IgE
dan mediator sel mast tingkat tinggi (Friedlaender ,2009). Histamin,
leukotrien, prostaglandin, dan kinase dapat ditemukan pada air mata pasien
VKC. Pada kondisi ini lama kelamaan dapat terjadi Keratitis punctate,
yang dikenal sebagai keratitis epithelialis vernalis dari El Tobgy, dapat
dimulai di kornea sentral. Titik-titik dapat bergabung untuk membentuk
opacity syncytial. Ini sering menyebabkan plak keputihan atau keabu-
abuan di bawah epitel (Gambar 2.4). Plak vernal ini dapat mengganggu
penglihatan dan menyebabkan jaringan parut sentral kornea. Plak dapat
diangkat dengan keratektomi superfisial, tetapi jarang teratasi tanpa
intervensi bedah. Secara histologis, plak terdiri dari sel musin dan epitel
(La Ros, 2013).
Selain itu gambaran khas pada VKC juga dapat ditemukan Titik-
titik Tranta terdiri dari gumpalan eosinofil nekrotik, neutrofil, dan sel
epitel. Titik-titik mewakili koleksi eosinofil yang hampir murni (Gambar
2.5). Sel-sel ini berkumpul dalam crypts, yang dibentuk oleh invaginasi di
persimpangan kornea dan konjungtiva. Titik-titik Trantas cenderung
muncul ketika VKC aktif, dan menghilang ketika gejala mereda (La Rosa,
2013).
8
6. Klasifikasi. Tipe dan Grading
Konjuntivitis vernalis merupakan salah satu tipe dari konjungtivitis
alergi. Berdasarkan tingkat keparahannya konjungtivitis alergi dibagi
menjadi tiga yaitu sebagai berikut (Tabel 2.1).
Tabel 2.1 Klasifikasi Konjungtivitis Alergi
9
Biasanya pasien datang dengan keluhan mata terasa gatal yang hebat,
kemerahan, discharge putih dan fotofobia. Terdapat 3 tipe VKC secara
klinis, yaitu tipe limbal atau bulbar, tipe palpebral, dan campuran
(Gambar, 2.6). Bentuk limbal sering kali ditemukan pada orang kulit
gelap, sedangkan pada orang Asia bentuk campuran lebih sering
disbanding bentuk lainnya (Kansakar, 2011; De Smedt, 2013,
Rathi,2017).
10
plasma dan eosinafil akan semakin meningkat sehingga terbentuk
tonjolan-tonjolan jaringan di daerah tarsus dengan disertai
pembentukan pembuluh darah baru kapiler ditengahnya (Vaughn,
1989).
b) Tipe Limbal
Terjadi perubahan yang serupa sebagaimana yang terjadi pada tipe
palpebral. Pada bentuk limbal ini terjadi hipertrofi limbal yang
membentuk jaringan hiperplastik gelatine. Hipertrofi limbus ini
disertai bintik-bintik yang sedikit menonjol, keputihan, yang dikenal
sebagai Horner-Trantas dots yang merupakan degenerasi epithel
kornea, atau eosinafil dengan bagian epithel limbus kornea (Wade,
2012).
11
Gambar 2.8 Horner Trantas dots pada Konjungtivitis vernal Tipe
Limbal
12
- Disertai keluarnya secret berupa mucus pada
permukaan mata dan papil
- Didapatkan Horner –Trantas dots
- Sering disertai komplikasi pada kornea
Grade 5 - Didapatkan reaksi papil
(Evolution) - Didapatkan komplikasi pada kornea
- Didapatkan fibrosis konjungtiva pada bagian superior
tarsal konjungtiva atau pada fornix
4. Atopic Conjunctivitis
Akut conjunctivitis merupakan penyakit peradangan bilateral
pada permukaan mata dan kelopak mata yang dapat terjadi sepanjang
hidup. Pasien dengan AKC biasanya memiliki lesi pada kulit dan
memiliki riwayat atopi. Pada konjungtiva akan terbentuk papilla atau
trantas dots. Pada pasien ini dapat bterjadi pembentukkan katarak.
Berikut table yang membedakan antara conjunctivitis vernal dan atopik
(Tabel 2.2).
5. Giant papillary conjunctivitis
Kondisi ini dapat terjadi karena penggunaan kontak lensa
sehingga terjadi trauma padatarsal konjungtiva atas dan membentuk
papilla rasaksa (giant papillary). Reaksi alergi toksik juga dapat terjadi
pada penggunaan obat obatan seperti neomisin, atropine, epineprin
atau bahan pengawet seperti thiomer-sol.
6. Contact hypersensitivity reactions
Gejala yang muncul pada kondisi ini tergantung pada
keparahan reaksi masing masing individu dan bagian kontak. Beberpa
gejala yang mungkin dialami pasien diantaranya kemerahan, kemosis,
reaksi folikel dan kadang-kadang gagal jantung. Keterlibatan kornea
bisa dalam bentuk keratitis superfisplunctata, pseudodendrit atau
infiltrat stroma keabu-abuan.
Tabel 2.2. Perbedaan antara VKC dan AKC
13
7. Diagnosis Banding
Konjungtivitis vernalis termasuk dalam kelainan pada bola mata
yang menyebabkan gejala mata merah tanpa penurunan visus. Secara garis
besar konjungtivitis dibagi menjadi konjungtivitis bakteri, konjungtivitis
Clamydia, konjungtivitis viral, dan konjungtivitis alergi (yang terbagi
menjadi konjungtivitis atopi, konjungtivitid simple, konjungtivitis vernal,
dan konjungtivitis seasonal / musiman “hay fever”) (Dhiman, 2010).
Tabel 2.3. Diagnosis Banding Konjungtivitis
Virus Bakteri Klamidia Alergi
Gatal minimal minimal minimal Hebat
Hiperemi umum umum umum Umum
Air mata banyak sedang sedang Sedang
Eksudasi Minimal banyak banyak Minimal
Adenopati Sering jarang Pada -
preaurikuler konjungtivitis
inkusi
Kerokan monosit PMN PMN, sel Eosinofil
eksudat plasma, inklusi
Sakit kadang kadang Tak pernah Tak pernah
tenggorokan,
demam
14
Pengobatan Sulfonamide, Antihistamin,
gentamicin kortikosteroid
0,3%,
kloramfenikol
0,5%
15
Gambar 2.9. Gambaran Likenifikasi Periorbita pada Konjungtivitis Atopik
d. Giant Papillary Conjunctivitis: Gejala-gejala yang konsisten dengan
konjungtivitis alergi sederhana seringkali menyebabkan gatal semakin
parah dan keluarnya lendir yang tebal. Pasien biasanya mengeluhkan
nyeri yang memburuk dan penglihatan kabur dengan meningkatnya
rasa benda asing (lensa kontak, jahitan). Pemeriksaan mengungkapkan
temuan yang konsisten dengan konjungtivitis alergi sederhana serta
papila raksasa yang menutupi konjungtiva tarsal.
16
pemakaian lensa kontak maupun setelah lama pemakaian (Ventocilla,
2010).
Walaupun secara prinsip konjungtivitis vernal sangat berbeda
dengan trakoma, namun seringkali gejalanya membingungkan dengan
penyakit tersebut. Trakhom ditandai dengan banyaknya serabut-serabut
sejati yang terpusat, sedangkan pada konjungtivitis vernal jarang tampak
serabut sejati. Pada trakhom, eosinofil tidak tampak pada kikisan
konjungtiva maupun pada jaringan, sedangkan pada konjungtivitis vernal,
eosinofil memenuhi jaringan. Trakhom meninggalkan parut-parut pada
tarsal, sedangkan konjungtivitis vernal tidak, kecuali bila terlambat
ditangani (Ventocilla, 2010).
Gambaran Lesi Nodul lebar datar dalam Penonjolan merah Pada kasus dini, kelainan
susunan muda pucat tersusun papula kecil
cobble stone teratur seperti atau bercak merah bertabur
pada konjungtiva tarsal deretan beads an dengan bintik putih-
atas dan bawah yang kuning (folikel trakoma).
diselimuti lapisan susu Pada konjungtiva tarsal
(kasus lanjut) granula
(menyerupai butir sagu) da
n parut,terutama
konjungtiva tarsal atas.
Ukuran dan Penonjolan besar tipe Penonjolan kecil Penonjolan besar lesi
lokasi lesi tarsus atau palpebra; terutama konjungtiva konjungtiva tarsal atas dan
tarsal bawah dan lipatan retrotarsal kornea-
forniks bawah tarsusti panus
dak terlibat
Tipe sekresi Bergetah, bertali,seperti Mukoid atau purulen Kotoran air berbusa atau
susu “frothy” pada stadium
lanjut.
17
8. Penegakan Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, hasil pemeriksaan
mata, dan hasil laboratorium.
a) Anamnesis
Gejala kilnis utama adalah mata merah, mata terasa gatal yang
terus menerus pada mata, mata sering berair, rasa terbakar atau seperti
ada benda asing di mata. Gejala lainnya adalah fotofobia dan sekret
mata berbentuk mukus seperti benang tebal berwarna hijau atau kuning
tua (Widyastuti & Siregar, 2004).
b) Pemeriksaan Fisik
Hasil pemeriksaan fisik mata pada konjungtiva tarsalis superior
dapat dijumpai gambaran papil cobblestone yang menyerupai
gambaran mozaik atau hipertrofi papil. Pemeriksaan fisik mata pada
limbus dijumpai satu atau lebih papil berwarna putih yang disebut
sebagai trantas dots, yaitu terdiri dari tumpukan sel-sel eosinophil
(Widyastuti & Siregar, 2004).
18
c) Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan berupa kerokan
konjungtiva untuk mempelajari gambaran sitologi. Pada pemeriksaan
laboratorium didapatkan kadar IgG serum, IgE serum dan air mata,
kadar histamin serum dan air mata meningkat serta adanya IgE
spesifik. Pemeriksaan mikroskopik dari scraping konjungtiva
ditemukan tanda patognomonik konjungtivitis vernal bila dijumpai >
2 sel eosinofil dengan pembesaran lensa objektif 40x. Gambaran
histopatologik jaringan konjungtiva pada konjungtivitis vernal
dijumpai sel eosinofil, sel mast dan sel basofil. Selain itu, gambaran
histologik jaringan konjungtiva juga didapatkan perubahan pada
mikrovaskular dari sel endotel serta ditemukannya deposit jaringan
fibrosis, infiltrasi sel limfosit dan netrofil (Widyastuti & Siregar, 2004;
Ilyas et al, 2010).
9. Tata Laksana
Konjungtivitis vernal merupakan salah satu penyakit self-limiting
diseases (sembuh sendiri) namun medikasi yang dipakai terhadap gejala
hanya memberikan hasil jangka pendek karena dapat berbahaya jika
dipakai untuk jangka panjang. Berikut merupakan penatalaksaan
konjungtivitis vernal (Taddio, 2011; Stefano et al, 2009; Ilyas et al, 2015):
a. Medikamentosa
1. Terapi topikal
a) Steroid topikal prednisolone fosfat 1%
Steroid topikal prednisolon fosfat 1% diberikan pada
konjungtivitis vernal yang berat sebanyak 6-8 kali sehari.
Selanjutnya, Dosis akan direduksi ke dosis terendah yang
dibutuhkan oleh pasien tersebut. Pada kasus sampai dengan ke
ulkus kornes, pengobatan dapat diberikan kombinasi antibiotik
dan steroid yang sudah terbukti sangat efektif.
b) Irigasi saline steril dan mukolitik
19
Irigasi saline steril dan mukolitik seperti asetil sistein
10%–20% tetes mata dapat untuk menghilangkan sekresi
mukus. Dosisnya tergantung pada kuantitas eksudat serta
beratnya gejala. Dalam hal ini, larutan dengan konsentrasi 10%
lebih dapat ditoleransi daripada larutan 20%. Larutan alkalin
seperti sodium karbonat monohidrat 1-2% dapat membantu
melarutkan atau mengencerkan musin, tetapi tidak efektif
sepenuhnya.
c) Stabilisator sel mast
Stabilitator sel mast seperti sodium kromolin 4% dan
lodoksamid 0,l% merupakan agen profilaktik yang baik untuk
kasus konjungtivitis vernal yang sedang sampai berat.
Pengobatan dapat diberikan 4 kali sehari untuk mencegah
degranulasi sel mast.
2. Terapi Sistemik
Terapi sistemik diberikan untuk konjungtivitis dengan
gejala yang lebih parah.
a) Steroid sistemik
Steroid sistemik biasanya digunakaan berupa prednisolon
asetat, prednisolon fosfat atau deksamethason fosfat yang
diberikan sebanyak 2–3 tablet,4 kali sehari, selama 1–2
minggu.
b) Antihistamin
Antihistamin baik lokal maupun sistemik dapat
dipertimbangkan sebagai pilihan lain karena kemampuannya
untuk mengurangi rasa gatal yang dialami pasien.
20
Gambar 6. Tingkatan Tatalaksanan Konjungtivitis Vernal. Sumber: Meyer, 2006.
b. Non medikamentosa
1. Terapi pembedahan
Berbagai terapi pembedahan seperti krioterapi dan
diatermi pada papil raksasa konjungtiva tarsal kini sudah
ditinggalkan karena banyaknya efek samping yang terjadi dan
terbukti tidak efektif.
2. Edukasi
Pasien yang mempunyai riwayat konjungtivitis vernal
seharusnya bisa mengenali alergen atau agen-agen pencetus
timbulnya gejala, sehingga kita bisa memberitahu pasien untuk
menghindari bahkan mengeleminasinya supaya tidak terjadi
konjungtivitis vernal yang terus berulang. Hal tersebut bisa
dilakukan dengan cara (Khurana, 2007):
a) Membiasakan hidup bersih dengan cara rajin membersihkan
lingkungan sekitar supaya terhindar dari debu dan tungau.
b) Tidak memelihara binatang yang bisa memicu timbulnya
konjungtivitis vernal.
c) Menghindari makanan yang memicu konjungtivitis vernal.
d) Menghindari tindakan menggosok mata dengan tangan karena
dapat merangsang pembebasan mekanis dari mediator sel mast.
e) Pemakaian mesin pendingin rungan berfilter.
21
f) Menghindari daerah berangin kencang yang biasanya juga
membawa serbuk sari.
g) Menggunakan kacamata berpenutup total untuk mengurangi
kontak dengan alergen di udara terbuka.
10. Komplikasi
Konjungtivitis vernal dapat menimbulkan keratitis epitel atau ulkus
kornea superfisial sentral atau parasentral yang dapat diikuti dengan
pembentukan jaringan sikatriks yang ringan. Penyakit ini juga dapat
menyebabkan penglihatan menurun. Kadang-kadang didapatkan panus
yang tidak menutupi seluruh permukaan kornea (Salvatore, 2013).
11. Prognosis
Penyakit ini termasuk self-limiting disease dengan prognosis baik.
Apabila proses konjungtivitis tidak dapat teratasi maka prognosisnya
menjadi buruk (Widyastuti & Siregar, 2004).
22
IV. RINGKASAN
23
DAFTAR PUSTAKA
Baab S, Kinzer EE. Allergic Conjunctivitis. [Updated 2018 Nov 18]. In:
StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2019 Jan-.
Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK448118/
Cantor LB, Rapuano CJ, Cioffi GA. 2014. External disease and cornea. Italia:
American Academy of Ophtalmology.
De Smedt SK, Nkurikiye J, Fonteyne YS, Tuft SJ, Gilbert CE, et al. 2012. Vernal
keratoconjunctivitis in school children in Rwanda. Ophthalmology 119:
1766–1772. https://doi.org/10.1016/j.ophtha.2012.03. 041 PMID: 22683059
Dhiman KS, Sharma G, Singh S. 2010. A clinical study to assess the efficacy of
Triyushnadi Anjana in Kapajha Abish vernal keratoconjunctivitis. An
International Quarterly Journal of Research in Ayuverda. 31(4) : 466 – 472
Friedlaender MH. 2011. Ocular allergy. Curr Opin Allergy Clin Immunol. 2011
Oct; 11(5):477-82.
Ilyas, Sidarta., et al. 2015. Ilmu Penyakit Mata Edisi Kelima. Jakarta: badan
Penerbit FK UI
24
Katelaris CH. Ocular allergy in the Asia Pacic region. Asia Pacific allergy. 2011
Oct;1(3):108-14.12 Ukponmwan CU. Vernal keratoconjunctivitis in
Nigerians: 109 consecutive cases. Tropical doctor. 2003 Oct;33(4):242-5.
La Rosa, M., Lionetti, E., Reibaldi, M., Russo, A., Longo, A., Leonardi, S., …
Reibaldi, A. 2013. Allergic conjunctivitis: a comprehensive review of the
literature. Italian journal of pediatrics, 39, 18. doi:10.1186/1824-7288-39-18
O’Brien TP, Jeng BH, McDonald M, Raizman MB. 2009. Acute conjunctivitis:
truth andmisconceptions. Curr Med Res Opin.; 25(8):1953–1961. [PubMed:
19552618]
Vaughan, A. 2010. Oftalmologi Umum Edisi 17. Jakarta: EGC. 5. Lang GK.
2000. Lang New Delhi: New Age Publishers.
Wade PD, Iwuora AN, Lopez L. 2012. Allergic Conjunctivitis at Sheikh Zayed
Regional Eye Care Center Gambia. J Ophtalmic Vis Res. 7(1) : 24 – 28
25