You are on page 1of 24

PHARMACY, Vol.09 No.

02 Agustus 2012 ISSN 1693-3591

POLA TERAPI PADA PASIEN KANKER NASOFARING DI RSUD Prof. Dr. MARGONO
SOEKARJO

Laeli Mustajabah, Didik Setiawan, Sudarso

Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Puwokerto, Jl. Raya Dukuhwaluh,


PO BOX 202, Purwokerto 53182

ABSTRAK

Penanggulangan kanker nasofaring sampai saat ini menjadi suatu masalah, gejala
yang tidak spesifik dan letak nasofaring yang tersembunyi mengakibatkan
keterlambatan dalam diagnosa yang akan mempengaruhi keberhasilan terapi dan
prognosis yang buruk. Keberhasilan terapi yang tinggi dan kelangsungan hidup jangka
panjang hanya terjadi pada kanker stadium awal dibandingkan stadium akhir.
Memberikan gambaran pola terapi pada pasien kanker nasofaring di RSUD Prof. Dr.
Margono Soekarjo (RSMS). Mendapatkan gambaran jenis obat kanker yang digunakan
pada pasien kanker nasofaring di RSMS. Jenis penelitian ini adalah penelitian
observasional dengan rancangan penelitian adalah cross sectional deskriptif dan metode
pengambilan data secara retrospektif melalui rekam medik pasien. Sampel penelitian
199 pasien dengan perbandingan laki-laki dan perempuan 2,6:1, rata-rata umur pasien
kanker nasofaring adalah 49,06±1,49 tahun (kisaran : 5-82th). Pasien datang ke RSMS
kebanyakan sudah stadium lanjut (III dan IV) (30,1%). Sebanyak 143(71,6%) pasien
mendapat terapi kanker dan 56(28,1%) pasien tidak mendapatkan terapi kanker. Terapi
yang digunakan pada setiap stadium berbeda. Terdapat 3 jenis terapi yang digunakan di
RSMS yaitu radioterapi 89(62,2%), kemoterapi 33(23,1%) dan kemoradiasi 21(14,7%).
Golongan obat kanker yang digunakan adalah golongan alkilator, taxan, antibiotik dan
alkaloid vinka. Diketahui banyak pasien yang memiliki kelengkapan jumlah siklus dan
penyinaran yang rendah. Penyakit penyerta yang paling banyak adalah anemia
11(22,5%) dan golongan obat lain yang paling banyak digunakan adalah golongan
analgetik 107(74,6%). Berdasarkan stadium kanker radioterapi adalah terapi yang paling
banyak digunakan. Obat yang paling banyak digunakan pada kemoradiasi dan
kemoterapi adalah cisplatin.

Kata kunci: kanker nasofaring, pola terapi.

ABSTRACK

Nasopharyngeal cancer prevention until now become a problem, because early


symptoms are not spesific and hidden location of nasopharyngeal cause a delay to
diagnosis that will affect therapeutic efficacy and poor prognisis. High therapeutic
efficacy and long term survival only achieved for patient who have early stage than
advanced stage. This research purpose to provide overview a treatment pattern of
nasopharyngeal cancer patients in Prof. Dr. Margono Soekarjo hospital (RSMS) and
provide overview of cancer drugs types used in patient with nasopharyngeal cancer in
RSMS. The research is observational research with descriptive cross sectional research

94
PHARMACY, Vol.09 No. 02 Agustus 2012 ISSN 1693-3591

design and retrospective methods of data collection through the medical records of
patients. The total study population was 199 patients with a ratio of male and female
was 2,6:1, the average age of nasopharyngeal cancer patients was 49.06 ± 1,49 years
old (range: 5-82th). Patients come to RSMS have advanced stage (III and IV) (30,1%).
143(71,6) patients received cancer therapy and 56(28,1%) patients without cancer
therapy. Therapy used in each stage is different. Three types of therapy used in RSMS.
There are radiotherapy 89(62,2%), chemotherapy 33(23,1%) and chemoradiation
21(14,7%). Class of cancer drugs used are alkilator, taxan, antibiotics and alkaloids vinca.
The most of patient have low in completed chemotherapy cycle and number of
radiotherapy. Patients with comorbidities most anemic 11(22,5%) patients and the drug
classes most widely used analgesic 107(74,6%). Based on cancer stage, radiotherapy is
more widely used. The most widely used drugs in chemotherapy and chemoradiation is
cisplatin.

Keywords: nasopharyngeal cancer, the pattern of treatment.

Pendahuluan suatu masalah hal ini karena letak


Kanker nasofaring adalah tumor nasofaring yang tersembunyi dan tidak
ganas pada bagian telinga hidung ada gejala yang spesifik yang dijumpai
tenggorokan (THT). Kanker nasofaring pada penderita kanker nasofaring
banyak mendapat perhatian karena sehingga banyak kasus yang terlambat
angka kematiannya yang relatif tinggi. didiagnosa. Sampai saat ini belum ada
Pada tahun 2000-2008 terjadi metode penyaring yang paling efektif
peningkatan angka kematian akibat untuk deteksi dini kanker nasofaring
kanker nasofaring dari 38.000 kasus (Susworo, 2004). Keterlambatan
kematian menjadi 51.600 kasus diagnosa akan mempengaruhi
kematian (Parkin et al., 2002; Jemal et keberhasilan terapi dimana lebih dari
al., 2011). Pada tahun 2002 di Indonesia 80% keberhasilan terapi terjadi pada
ditemukan 836 kasus baru kanker stadium awal (stadium I-II) dan bila
nasofaring (Aziz, 2009). Di RS. Dr. Kariadi penderita didiagnosa pada stadium
Semarang dari tahun 2001-2005 lanjut (stadium III-IV), angka
ditemukan 112 kasus kanker nasofaring keberhasilannya kurang dari 40% (Kwong
(Wiliyanto, 2006) dan di Yogyakarta et al., 2004).
prevalensinya mencapai 5,7 kasus per Pengobatan kanker nasofaring
100.000 populasi (Soewito et al., 2010). menggunakan radiasi masih terbatas
Penanggulangan kanker pada daerah kepala dan leher. Respon
nasofaring sampai saat ini masih menjadi radioterapi akan berkurang dengan

95
PHARMACY, Vol.09 No. 02 Agustus 2012 ISSN 1693-3591

meningkatnya stadium kanker (Brady et Metode Penelitian


al.,2010). Respon radioterapi yang baik Jenis dan Rancangan penelitian
dengan kemampuan hidup jangka Jenis penelitian ini adalah penelitian
panjang hanya dicapai untuk pasien yang observasional dengan menggunakan
memiliki tumor primer dengan metode penelitian deskriptif yang
kelangsungan hidup 10 tahun 67-71% mempunyai tujuan untuk memberikan
bebas penyakit namun untuk stadium gambaran pola terapi pada penderita
ahir terjadi tingkat kekambuhan yang kanker nasofaring di RSUD Prof. Dr.
tinggi (63,8%) (Wildeman et al., 2009). Margono Soekarjo. Rancangan penelitian
Walaupun kanker nasofaring yang digunakan adalah cross sectional
radiosensitif namun kelangsungan deskriptif, pengambilan data
hidupnya kecil, pemberian radioterapi menggunakan pendekatan retrospektif
saja pada pasien stadium IV hanya melalui rekam medik pasien
memberikan kelangsungan hidup 28- (Notoatmojdo, 2010).
35% (Marzaini et al., 2009). Pengobatan Definisi variabel operasional
radiasi pada daerah kepala dan leher Tempat penelitian adalah Rumah Sakit
khususnya bagian nasofaring Umum Daerah (RSUD) Prof. Dr. Margono
mengakibatkan efek samping mukositis Soekarjo.
yaitu nyeri telan, mulut kering dan Pasien adalah pasien yang didiagnosa
hilangnya cita rasa (Susworo, 2004). kanker nasofaring yang menjalani
Penggunaan carboplatin perawatan di RSUD Prof. Dr. Margono
kombinasi radiasi serta terapi adjuvant Soekarjo.
carboplatin dengan 5-flourourasil Pola terapi kanker nasofaring meliputi
menunjukkan peningkatan kelangsungan pembedahan, radioterapi, kemoterapi,
hidup pasien 89,7% selama 3 tahun kemoradiasi.
(Dechamphunkul et al., 2011). Kombinasi Data terapi pembedahan diperoleh dari
paclitaxel dan carboplatin merupakan kartu rekam medik pasien, hasilnya
rejimen terapi yang perlu dianalisis secara deskriptif dan disajikan
dipertimbangkan karena memiliki dalam bentuk prosentase berdasarkan
toleransi yang baik (Tan et al., 1999). stadium kanker.
Data radioterapi diperoleh dari kartu
rekam medik pasien, hasilnya dianalisis

96
PHARMACY, Vol.09 No. 02 Agustus 2012 ISSN 1693-3591

secara deskriptif dan disajikan dalam Penyakit penyerta adalah penyakit lain
bentuk prosentase berdasarkan stadium yang diderita pasien selain penyakit
kanker. kanker nasofaring, data penyakit
Kemoterapi adalah terapi dengan penyerta diperoleh dari kartu rekam
menggunakan jenis obat-obat medik pasien, hasilnya dianalisis secara
sitostatika. Data diperoleh dari kartu deskriptif dan disajikan dalam bentuk
rekam medik pasien, hasilnya dianalisis prosentase berdasarkan jumlah penyakit
secara deskriptif dan disajikan dalam penyerta yang diderita pasien kanker
bentuk prosentase berdasarkan stadium nasofaring.
kanker. Stadium kanker adalah stadium pada
Kemoradiasi adalah terapi kombinasi pasien kanker nasofaring yang diperoleh
antara pemakaian kemoterapi dengan dari kartu rekam medik dan hasilnya
radioterapi. Data diperoleh dari kartu disajikan dalam bentuk prosentase
rekam medik pasien, hasilnya dianalisis menurut stadium American Joint
secara deskriptif dan disajikan dalam Commitee on Cancer (AJCC) sevent
bentuk prosentase berdasarkan stadium edition.
kanker. Obat lain adalah golongan obat yang
Data rekam medik adalah catatan diberikan pada pasien kanker nasofaring
tentang identitas pasien, penegakkan selain obat sitostatika. Data obat lain
diagnosa, diagnosa utama, penyakit diperoleh dari kartu rekam medik pasien
penyerta, stadium kanker, jenis terapi, ketika pasien menjalani terapi kanker
obat lain dan status pulang pasien nasofaring di RSUD Prof. Dr. Margono
kanker nasofaring di RSUD Prof. Dr. Soekarjo, hasilnya dianalisis secara
Margono Soekarjo. deskriptif dan disajikan dalam bentuk
Identitas pasien adalah meliputi nomer prosentase jumlah obat menurut
rekam medik, umur dan jenis kelamin golongan obat berdasarkan efek
pasien kanker nasofaring. terapinya.
Penegakkan diagnosa diperoleh dari Status pulang pasien adalah keadaan
pemeriksaan penunjang yang dilakukan pulang pasien ketika pasien kanker
untuk mendukung diagnosa penyakit nasofaring keluar dari RSUD Prof. Dr.
pasien kanker nasofaring. Margono Soekarjo.

97
PHARMACY, Vol.09 No. 02 Agustus 2012 ISSN 1693-3591

Alat dan Bahan data di bagian Rekam Medik RSUD Prof.


Kartu peminjaman yang digunakan untuk Dr. Margono Soekarjo yang diawali
meminjam kartu rekam medik selama dengan observasi laporan secara
penelitian di RSUD Prof. Dr. Margono retrospektif menggunakan rekam medik
Soekarjo. Kartu peminjaman ini pasien kanker nasofaring. Data rekam
diperoleh dari bagian rekam medik RSUD medik yang diambil dari bulan Januari
Prof. Dr. Margono Soekarjo. 2008- Desember 2011. Kasus yang dipilih
Bahan yang digunakan untuk penelitian adalah kasus kanker nasofaring yang
adalah : memenuhi kriteria inklusi. Dari rekam
a. Kartu rekam medik pasien kanker medik kemudian data dicatat pada
nasofaring yang ada di RSUD Prof. lembar pengumpulan data. Data yang
Dr. Margono Soekarjo diambil meliputi nomer rekam medik,
b. Pasien kanker nasofaring di RSUD nama, umur, penegakkan diagnosa,
Prof. Dr. Margono Soekarjo sesuai diagnosa utama, penyakit penyerta, jenis
dengan kriteria inklusi, yaitu : terapi yang diberikan (pembedahan,
Tersedia rekam medis dan Pasien radioterapi, kemoterapi, kemoradiasi),
yang didiagnosa menderita kanker status pulang pasien, obat kemo dan
nasofaring obat lain yang digunakan.
Jalannya Penelitian Untuk mengetahui jumlah sampel
Tahap persiapan yang akan diteliti digunakan rumus:
Tahapan ini dilakukan dengan (Zα)²PQ
pembuatan proposal pengajuan d²
Keterangan:
penelitian, kemudian proposal ini Zα = Derivat baku alpha
digunakan untuk mendapat ijin P = Proporsi kategori
Q = 1-P
penelitian di RSUD Prof. Dr. Margono d = Presisi (Dahlan, 2005)
Soekarjo di kantor Bidang Pendidikan
Berdasarkan penelitian sebelumnya
dan Pelatihan RSUD Prof. Dr. Margono
tingkat kejadian kanker nasofaring
Soekarjo dan dilanjutkan ijin ke bagian
sebesar 16% (The burden of cancer in
Rekam Medik.
Asia). Tingkat kepercayaan 95% sehingga
Tahap pelaksanaan
nilai Zα=1,96 dengan nilai presisi (d)
Setelah mendapat ijin penelitian
sebesar 5%. Dengan demikian besar
selanjutnya dilakukan tahap penelusuran

98
PHARMACY, Vol.09 No. 02 Agustus 2012 ISSN 1693-3591

sampel yang dibutuhkan adalah 207 pasien kanker nasofaring dengan


pasien. penyakit penyerta serta prosentase
Analisis Data golongan obat lain yang digunakan
Data berupa nomer rekam medik, pasien kanker nasofaring.
nama, umur, penegakkan diagnosa, Pembahasan
diagnosa utama, penyakit penyerta, jenis Rekam medik pasien yang
terapi yang diberikan (pembedahan, didiagnosa kanker nasofaring yang
radioterapi, kemoterapi, kemoradiasi), memenuhi kriteria inklusi diambil data
status pulang pasien, obat kemo dan yang meliputi data yang diambil meliputi
golongan obat lain yang digunakan di nomer rekam medik, umur pasien,
analisis secara deskriptif non analitik, diagnosa utama, penyakit penyerta,
analisis deskriptif menggunakan SPSS penegakkan diagnosa, jenis terapi, obat
16.0 sehingga didapatkan jumlah kanker, obat lain dan status pulang
prosentase karakteristik pasien (umur, pasien. Dari proses pengambilan data
stadium kanker, histopatologi kanker), diperoleh pasien yang masuk dalam
prosentase terapi yang digunakan pada populasi penelitian sebanyak 199 pasien
pasien kanker nasofaring berdasarkan dengan diagnosa kanker nasofaring.
stadium, prosentase status pulang
pasien kanker nasofaring dan prosentase

Tabel 1. Karakteristik Pasien Kanker Nasofaring di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo
Variabel Jumlah pasien (%)
Umur Mean±SD (49,06 ±1,49)
 Range: 5- 82 th 199(100)
Jenis Kelamin (N=199)
 Laki-laki 144(72,4)
 Perempuan 55(27,6)
Hispatologi (N=199)
 karsinoma sel skuamosa (WHO tipe 1) 3(1,5)
 karsinoma tanpa keratinisasi (WHO tipe 2) 1(0,5)
 karsinoma tanpa deferensiasi (WHO tipe 3) 101(50,8)
 Tidak tersedia informasi 94(47,2)
Stadium (N=199)
 I 3(1,5)
 II 8(4,0)
 III 20(10,1)
 IV 37(18,6)
 Tidak tersedia informasi 131(65,8)

99
PHARMACY, Vol.09 No. 02 Agustus 2012 ISSN 1693-3591

Pada tabel 1, usia rata-rata pasien perempuan terutama di daerah


kanker nasofaring adalah 49,06 ±1,49 pedesaan, sehingga lebih sering terpapar
tahun, umur termuda adalah 5 tahun polusi, faktor pekerjaan, perokok pasif
dan tertua adalah 82 tahun. Jumlah serta stres yang mengakibatkan
pasien terbanyak dengan umur 51-60 penekanan kekebalan tubuh dan dapat
(32,2%), hasil ini sama dengan penelitian memicu reaktivitas Epstein Barr Virus
Sharma et al (2011) di India yaitu pasien (EBV). Pengguna rokok juga dapat
terbanyak dengan umur 51-60 (30,2%) meningkatkan 2-6 kali resiko kanker
namun berbeda dengan penelitian nasofaring (Vaughan et al., 1996).
Adham et al. (2012) di Indonesia pasien Berdasarkan gambaran
kanker nasofaring terbanyak pada umur histopatologinya, karsinoma nasofaring
41-50 (32,4%). Distribusi umur kanker dibagi menjadi 3 tipe yaitu karsinoma sel
nasofaring disetiap daerah sangat skuamosa (WHO tipe 1), karsinoma
bervariasi hal ini disebabkan perbedaan tanpa keratinisasi (WHO tipe 2) dan
daerah insiden. Di daerah insiden tinggi karsinoma tanpa deferensiasi (WHO tipe
kejadian kanker nasofaring meningkat 3). Pada penelitian ini sebanyak 50,8%
jelas setelah umur 30 tahun (Brady et al., pasien dengan WHO tipe 3 dan 0,5%
2010). WHO tipe 2. Adham et al. (2012) dalam
Dari 199 pasien lebih dari 70% penelitiannya di Indonesia menemukan
pasien berjenis kelamin laki-laki. 85,0% kasus kanker nasofaring dengan
Menurut Parkin et al. (2002) laki-laki karsinoma tanpa deferensiasi dan 2,3%
lebih sering terkena kanker nasofaring kasus dengan karsinoma sel skuamosa.
daripada perempuan dengan Perbedaan presentase ini mungkin
perbandingan rasio laki-laki dan karena adanya perbedaan daerah
perempuan adalah 2,3:1. Perbandingan penelitian dan jumlah sampel yang
ini hampir sama dengan hasil penelitian digunakan dalam penelitian. Dari 199
ini yaitu perbandingan laki-laki dan populasi sampel penelitian ini lebih dari
perempuan 2,6 : 1. Menurut Abdulamir 40% sampel tidak tersedia informasi
et al. (2008) dominasi laki-laki dari pada sehingga tidak bisa dimasukan dalam
perempuan dikaitkan dengan faktor klasifikasi tersebut, ketidaktersediaan
penyebab kanker dimana aktivitas pria informasi ini dikarenakan pasien tidak
lebih banyak diluar ruangan dari pada melakukan pemeriksaan patologi

100
PHARMACY, Vol.09 No. 02 Agustus 2012 ISSN 1693-3591

anatomi sehingga tidak ada hasil data rekam medik serta tidak ada data
gambaran histopatologi. laboratorium untuk mengetahui stadium
Stadium kanker menurut kanker pasien tersebut padahal menurut
American Joint Committee on Cancer Soewito et al (2010) diagnosa awal
(AJCC) sevent edition (2009) berdasarkan sangat penting karena keberhasilan
ukuran dan kedalaman (T), penyebaran pengobatan sangat bergantung pada
getah limfa (N) dan ada tidaknya tingkat keparahan penyakit. Menurut
metastase (M). Pasien datang ke RSMS Ludwig et al (2005) stadium berdasarkan
kebanyakan sudah stadium lanjut (III dan sistem Tumor, Node, Metastase (TNM)
IV), sebanyak 10,1% pasien didiagnosa mempunyai fungsi penting yaitu
stadium III dan paling banyak pasien digunakan sebagai dasar untuk pilihan
didiagnosa kanker nasofaring stadium pengobatan awal, prediksi kelangsungan
IV(18,6%). Berdasarkan penelitian hidup, klasifikasi pasien dalam uji klinis,
Yurnadi et al. (2010) di Rumah Sakit menyediakan data yang akurat untuk
Cipto Mangunkusumo (RSCM) pasien penyedia kesehatan, dan memberikan
datang berobat mengidap kanker hasil yang sama dalam laporan. Untuk itu
nasofaring stadium lanjut. Sering terjadi selain pemeriksaan fisik (anamnesis),
keterlambatan dalam mendiagnosa penegakkan diagnosa dengan cara
penyakit kanker nasofaring. Menurut biopsi, CT scan, pemeriksaan patologi
Susworo (2004) keterlambatan diagnosa anatomi dan penegakkan diagnosa
ini dikarenakan tidak ada gejala yang lainnya sangat penting untuk dilakukan
spesifik yang dijumpai pada pasien pasien kanker nasofaring guna
kanker nasofaring, terlebih lagi pada mengetahui diagnosa awal kanker.
stadium dini. Selain gejala yang timbul, untuk
Dari hasil penelitian ini terdapat mengetahui diagnosa pasien kanker
65,8% pasien tidak tersedia informasi nasofaring sangat penting adanya
tentang stadium kanker dan 47,2% pemeriksaan penunjang dalam
pasien tidak tersedia informasi tentang penegakan diagnosa. Penegakkan
histopatologi, maksud dari tidak tersedia diagnosa kanker nasofaring yang
informasi adalah pasien hanya dilakukan oleh pasien kanker nasofaring
didiagnosa kanker nasofaring dan tidak yang melakukan terapi di RSMS dapat
ditemukan keterangan stadium kanker di dilihat pada Tabel 2.

101
PHARMACY, Vol.09 No. 02 Agustus 2012 ISSN 1693-3591

Tabel 2. Penegakkan diagnosa kanker nasofaring


Jenis Pemeriksaan Jumlah pasien (%)
Biopsi 148(74,4)
Patologi anatomi 105(52,8)
CT scan 72(36,8)

Penegakkan diagnosa pasien 1999). CT scan juga merupakan metode


kanker nasofaring di RSMS selain yang bisa diandalkan untuk menilai
menggunakan pemeriksaan fisik sejauh mana penyebaran kanker
(anamnesis) juga menggunakan nasofaring, karena CT scan dapat
pemeriksaan biopsi, Computed memberikan penilaian tidak hanya
Themography Scan (CT scan) dan daerah tumor di satu lokasi tetapi juga
pemeriksaan patologi anatomi. Dari 199 memungkinkan penilaian penyebaran
pasien sebanyak 148 pasien atau 74,4% daerah kanker seperti di daerah
pasien melakukan pemeriksaan biopsi parafaring dan retrofaring (Hoe, 1989).
dan pasien yang melakukan pemeriksaan Di RSMS tidak tersedia standar terapi
patologi anatomi sebanyak 52,8% untuk pengobatan kanker nasofaring,
pasien, hasil patologi anatomi ini untuk sehingga terjadi kesulitan mencari data
mengetahui histopatologi sel kanker pembanding untuk jenis terapi yang
nasofaring. Biopsi dapat mendeteksi digunakan pada pasien kanker
kanker nasofaring dengan sensitivitas nasofaring di RSMS.
dan spesifitas yang tinggi (Cathryn et al.,
Tabel 3. Jenis Terapi Kanker
Stadium Jumlah
Variabel I II III IV TTI* (%)
Terapi
 Pasien dengan terapi 3(1,5) 6(3,0) 15(7,5) 28(14,1) 91(45,7) 143(71,6)
 Tanpa terapi - 2(3,6) 5(8,9) 9(16,1) 40(71,4) 56(28,1)
Total 199(100)
Jenis Terapi N=143
 Radioterapi 2(1,4) 4(2,8) 7(4,9) 17(11,9) 59(41,3) 89(62,2)
 Kemoterapi - 1(0,5) 3(2,1) 6(4,2) 23(16,1) 33(23,1)
 Kemoradiasi 1(0,7) 1(0,7) 5(3,5) 5(3,5) 9(6,3) 21(14,7)
Total 143(100)
Guideline NCCN Head and Neck Cancer
 Stadium I = Radioterapi
 Stadium II – III= kemoradiasi atau kemoterapi
 Stadium IV = Kemoradiasi atau kemoterapi kombinasi berdasar platinum
*TTI =Tidak Tersedia Informasi

102
PHARMACY, Vol.09 No. 02 Agustus 2012 ISSN 1693-3591

Pada penelitian ini terdapat pasien nasofaring karena lokasi tumor yang
tanpa terapi sebanyak 28,1%. Tanpa melekat erat pada mukosa dasar
terapi disini maksudnya adalah pasien tengkorak sehingga tumor sulit
tidak mendapatkan jenis terapi kanker dijangkau menggunakan terapi
(pembedahan, radioterapi, kemoterapi, pembedahan.
kemoradiasi) hal ini disebabkan pasien Pada stadium I hanya 1,4%
hanya melakukan pemeriksaan awal dan pasien yang menggunakan radioterapi.
tidak kembali lagi ke RSMS karena di Penggunaan radioterapi pada stadium I
data rekam medik tidak tersedia lagi lebih sedikit dibandingkan pada stadium
data yang menyebutkan bahwa pasien II 2,8%, stadium III 4,9% dan stadium IV
tersebut melakukan terapi kembali. 11,9%. Penggunaan radioterapi
Berdasarkan penelitian Rajhi, et al. ditunjukan pada kanker primer di daerah
(2009) di Saudi Arabia terdapat 88,6% nasofaring dan ruang parafaringeal serta
pasien yang menunda terapi. Hasil ini pada daerah aliran getah bening leher
jauh berbeda dengan hasil penelitian atas dan bawah serta klavikula (Susworo,
karena menurut Rajhi, et al. (2009) 2004). Menurut guideline NCCN Head
penundaan terapi ini disebabkan and Neck Cancer (2011) untuk stadium I
beberapa faktor yaitu kondisi tumor direkomendasikan menggunakan
yang masih jinak, kurangnya kesadaran radioterapi saja.
pasien, diagnosa jaringan, keseluruhan Penelitian sebelumnya Chua, et
proses pengobatan yang lama dan al. (2003) yang melaporkan penggunaan
penggunaan obat alternatif. radioterapi pada stadium I memiliki
Dari 199 sampel penelitian lebih respon lebih baik dibandingkan dengan
dari 70% pasien mendapatkan terapi stadium II yaitu kelangsungan hidup
kanker. Jenis terapi yang digunakan pada stadium I sebesar 98% dan ketahanan
pasien kanker nasofaring meliputi hidup sebesar 98% sedangkan stadium II
radioterapi, kemoterapi, kemoradiasi hanya 60% dan 64%. Pemberian
dan pembedahan. Pada tabel 6 tidak ada radioterapi pada stadium IV lebih banyak
data pasien yang mendapatkan terapi dibandingkan dengan stadium I, II dan
pembedahan, menurut Susworo (2004) stadium III. Didalam guideline NCCN
penatalaksanaan pembedahan tidak Head and Neck Cancer untuk penderita
mempunyai peranan pada kanker kanker nasofaring dengan stadium II dan

103
PHARMACY, Vol.09 No. 02 Agustus 2012 ISSN 1693-3591

IV direkomendasikan penggunaan selama 5 tahun sebesar 72,3% daripada


radioterapi bersamaan dengan penggunaan radioterapi saja yang hanya
kemoterapi, walaupun kanker nasofaring meningkatkan 54,2% kelangsungan
radiosensitif namun kelangsungan hidup selama 5 tahun. Pada penelitian
hidupnya kecil, pemberian radioterapi ini terdapat penggunaan kemoradiasi
saja pada pasien stadium IV hanya pada stadium I, ketidaktersediaan
memberikan kelangsungan hidup 28- standar terapi di RSMS menyebabkan
35% (Marzaini, et al., 2009). kesulitan untuk mendapatkan data
Pada penelitian ini pasien pembanding penggunaan kemoradiasi
dengan stadium II-IV yang mendapatkan pada stadium I.
kemoradiasi sebanyak 14,0% dan Pemberian kemoterapi pada
penggunaan jenis terapi kemoterapi pasien kanker nasofaring pada stadium I-
pada stadium II-IV hanya 6,8%. IV sebanyak 6,8%. Kemoterapi bertindak
Rekomendasi dari guideline NCCN untuk sebagai radiosensitizer untuk
pasien kanker nasofaring dengan menurunkan metastase jauh (Mould, et
stadium II-IV yaitu menggunakan terapi al., 2002). Pada tabel 4 dapat dilihat
kemo bersamaan dengan radioterapi. bahwa sebanyak 33,4% pasien
Kombinasi pengobatan kanker menggunakan cisplatin untuk
radioterapi dengan kemoterapi kemoterapi dan 57,1% untuk
digunakan untuk meningkatkan kemoradiasi.
kepekaan jaringan tumor terhadap Menurut Chan, et al. (1998)
radiasi serta membunuh sel-sel kanker pemberian cisplatin sebagai agen kemo
yang sudah berada diluar jaringan tunggal dapat memberikan respon
radioterapi (Susworo, 2004). Pada secara keseluruhan sebesar 28% pada
penelitian Wee, et al. (2005) pasien kanker. Penggunaan cisplatin
penggunaan kemo bersama radioterapi dengan kombinasi radioterapi pada 124
pada stadium III dapat meningkatkan pasien kanker nasofaring mempunyai
pengendalian laju metastase jauh pada respon kelangsungan hidup selama 4
kanker nasofaring, dan pada penelitian tahun sebesar 34% (Marcial, et al.,
Lin, et al. (2003) penggunaan 1990). Cisplatin bertanggung jawab
kemoradiasi pada stadium III dapat sebagai antitumor dengan menghambat
meningkatkan kelangsungan hidup traskripsi dan replikasi DNA, perubahan

104
PHARMACY, Vol.09 No. 02 Agustus 2012 ISSN 1693-3591

dalam pembentukan DNA akan memicu and Neck Cancer (2010)


proses sitotoksik yang menyebabkan merekomendasikan penggunaan
kematian sel kanker (Cepeda, et al., kemoterapi kombinasi platinum untuk
2007). stadium IV. Penelitian Kong, et al. (2008)
Sebanyak 12,2% pasien kanker menyatakan bahwa kombinasi
menggunakan 5 Florourasil (5-FU), doksetaksel dengan golongan platinum
menurut Chan, et al. (1998) 5-FU untuk yang diikuti dengan radioterapi memiliki
pemakaian kemoterapi tunggal pada tingkat kelangsungan hidup selama 5
pasien kanker nasofaring memberikan tahun sebesar 78,8% dan penggunaan 5-
respon secara keseluruhan sebesar 15%. FU kombinasi platinum memiliki tingkat
5-FU bekerja di dalam tubuh dengan kelangsungan hidup selama 5 tahun
cara diubah menjadi 5-flouro-2- sebesar 47,1%. Menurut Fountzilas, et al
deoksiuridin 5’monofosfat (5dUMP) yang (2009) penggunaan cisplatin kombinasi
menghambat timedilat sintetase dengan doksetaksel yang diikuti radioterapi
akibat hambatan sintesis DNA dan 5-FU memliki respon peningkatan
juga diubah menjadi flourouridin kelangsungan hidup selama 24,4 bulan.
monofosfat (FUMP) yang langsung Penggunaan kombinasi siklofosfamid+
mengganggu sintesis RNA (Nafrialdi, et doksorubisin+vinkristin pada kemoterapi
al., 2007). Penggunaan doksetaksel 3% dan kemoradiasi 9,5%. Penelitian
sebagai agen kemoterapi tunggal Rossi, et al. (1988) penggunaan antara
sebanyak 6,1%, digunakan dengan kemoterapi dan kemoradiasi kombinasi
kombinasi cisplatin 3% dan 3% siklofosfamid+doksorubisin+vinkristin
dikombinasika dengan epirubisin. tidak menunjukan perbedaan yang
Doksetaksel adalah golongan taksan, signifikan antara kedua kelompok dalam
obat ini berfungsi sebagai racun spindel hal kelangsungan hidup bebas
yang akan menyebabkan terhentinya kekambuhan dan kelangsungan hidup
proses mitosis dan pembelahan sel secara keseluruhan selama 4 tahun.
kanker (Nafrialdi, et al., 2007). Penggunaan obat kemo kombinasi
Pada penelitian ini cisplatin adalah paling banyak menggunakan kombinasi
obat sitostatika yang sering cisplatin+doxorubisin+siklofosfamid,
dikombinasikan dengan satu atau lebih pada kemoterapi sebanyak 24,3% pasien
obat sitostatika lainnya. NCCN Head dan kemoradiasi 19,0% pasien.

105
PHARMACY, Vol.09 No. 02 Agustus 2012 ISSN 1693-3591

Tabel 4. Jumlah Penyinaran, Siklus dan Obat Kanker


Stadium Jumlah
Variabel I II III IV TTI* (%)
Jumlah Radioterapi (N=89)
 ≤ 34 1(1,1) 3(3,8) 6(6,7) 17(19,1) 50(56,2) 77(86,5)
 ≥35 - 1(1,1) 1(1,1) - 10(11,2) 12(13,5)
Total 89(100)
Obat Kemoterapi (N=33)
 Cisplatin - 1(3,0) 2(6,1) 1(3,0) 7(21,3) 11(33,4)
 5-FU - - - 1(3,0) 3(9,2) 4(12,2)
 Doksetaksel - - - 2(6,1) - 2(6,1)
 Epirubisin - - - - 1(3,0) 1(3,0)
 Cisplatin+dakarbasin - - - - 1(3,0) 1(3,0)
 Cisplatin+doksorubisin - - - - 1(3,0) 1(3,0)
 Cisplatin+doksetaksel - - - - 1(3,0) 1(3,0)
 Cisplatin+5-FU - - - - 1(3,0) 1(3,0)
 Doksetaksel+epirubisin - - - - 1(3,0) 1(3,0)
 Cisplatin+etoposid+vinkris - - - - 1(3,0) 1(3,0)
tin - - 1(3,0) 1(3,0) 6(18,3) 8(24,3)
 Cisplatin+doxorubisin+sikl - - - - 1(3,0) 1(3,0)
ofosfamid
 Siklofosfamid+doksorubisi
n+vinkristin
Total 33(100)
Jumlah siklus kemoterapi
(N=33) - 1(3,0) 2(6,1) 4(12,1) 16(48,5) 23(69,7)
 ≤5 - - 1(3,0) 1(3,0) 8(24,2) 10((30,3)
 ≥6
Total 33(100)
Obat kemoradiasi(N=21)
 Cisplatin 1(4,8) - 2(9,5) 5(23,8) 4(19,0) 12(57,1)
 5-FU - 1(4,8) - - 1(4,8)
 Cisplatin+doksorubisin - 1(4,8) - - - 1(4,8)
 Cisplatin+siklofosfamid - - 1(4,8) - - 1(4,8)
 Cisplatin+dox+siklofosf. - - - - 4(19,0) 4(19,0)
 Siklofosfamid+dox+vinkr. - - 1(4,8) - 1(4,8) 2(9,5)
Total 21(100)
Jumlah siklus (N=21) -
 ≤5 1(4,8) 1(4,8) 2(9,5) 3(14,3) 4(19,1) 10(47,6)
 ≥6 - - 3(14,3) 2(9,5) 5(23,8) 11(52,4)
Total 21(100)
Jumlah penyinaran (N=21)
 ≤ 34 - - 5(23,8) 5(23,8) 9(42,9) 19(90,4)
 ≥35 1(4,8) 1(4,8) - - - 2(9,6)
Total 21(100)
NCCN Head and Neck Cancer
 Jumlah penyinaran 35x
*TTI =Tidak Tersedia Informasi

106
PHARMACY, Vol.09 No. 02 Agustus 2012 ISSN 1693-3591

Doksorubisin adalah antibiotik nasofaring mendapatkan radioterapi ≤


sitostatika yang bekerja dengan cara 34 kali. Pasien yang melakukan
berinterkalasi (penyisipan) dengan DNA, radioterapi lengkap hanya 13,5% pasien.
sehingga akan mengganggu fungsi DNA Berdasarkan prinsip terapi radioterapi
template dan untai DNA akan putus. menurut guideline National
Siklofosfamid bersifat non spesifik Comperhensive Cancer Network (NCCN)
terhadap siklus sel.Siklofosfamid sering Head and Neck Cancer dan protokol
dikombinasikan dengan obat antikanker pengobatan kanker nasofaring oleh
lain, obat ini bekerja dengan cara Stevenson, et al. (2011) pemberian
berikatan kovalen dengan 2 gugus asam radioterapi ini dilakukan selama 7
nukleat pada rantai yang berbeda minggu setiap senin- jum’at, berarti
membentuk cross linking sehingga penggunaan radioterapi sebanyak 35 kali
terjadi kerusakan DNA (Nafrialdi, et al., dan berdasarkan rekomendasi guideline
2007). Menurut Chan, et al (1998) NCCN Head and Neck Cancer
penggunaan kemoterapi kombinasi penggunaan kemoradiasi yaitu
menunjukan tingkat respon yang lebih radioterapi dilakukan selama 7 minggu
tinggi dibandingkan kemoterapi tunggal. dengan cisplatin yang diberikan 3
Dasar pemberian dua atau lebih minggu.
antikanker ialah untuk mendapatkan Jumlah siklus kemoterapi yang
sinergisme tanpa menambah toksisitas, diberikan kepada pasien kanker
untuk mencapai hasil yang baik terapi nasofaring pada penelitian ≥6 siklus
kombinasi harus mempunyai syarat yaitu sebanyak 30,3% dan 69,7% pasien
masing-masing obat harus berbeda, mendapatkan kemoterapi ≤5 siklus.
sehingga bisa diberikan dengan dosis Menurut protokol pengobatan kanker
maksimum yang masih dapat diterima nasofaring oleh Stevenson, et al. (2011)
pasien, dan masing-masing obat harus penggunaan kemoterapi dilakukan 4-6
diberikan pada siklus sel, dimana siklus. Menurut Mould, et al. (2002) saat
obatnya paling efektif (Nafrialdi, et al., ini jumlah optimum siklus kemoterapi
2007). tidak diketahui, banyaknya jumlah siklus
Jumlah pemberian radioterapi kemoterapi yang diberikan pada pasien
pada pasien kanker nasofaring di RSMS dipengaruhi beberapa faktor, antara lain
bervariasi 86,5% pasien kanker adanya metastase jauh dan stadium

107
PHARMACY, Vol.09 No. 02 Agustus 2012 ISSN 1693-3591

kanker yang akan berpengaruh pada mendapatkan terapi yaitu 29,6% pasien
kepekaan sel kanker terhadap menggunakan radioterapi, 11,6% pasien
kemoterapi dan radioterapi. menggunakan kemoterapi dan 4,5%
Banyaknya pemberian jumlah pasien menggunakan kemoradiasi.
radioterapi dan kemoterapi yang tidak Ketidaktersediaan informasi tentang
lengkap menurut penelitian Chen, et al. stadium ini berkaitan dengan ketelitian
(2000) terhadap 276 pasien yang dalam penulisan stadium pada catatan
memutuskan menghentikan jalannya medis. Berdasarkan penelitian Brierley,
pengobatan di sebuah rumah sakit, et al. (2002) di Princess Margaret
alasan terbanyak kenapa pasien Hospital setelah dilakukan pemeriksaan
memutuskan pengobatan disebabkan catatan medis pasien kanker kepala dan
karena pasien tidak bisa menanggung leher oleh komite audit hanya 52% yang
efek samping dari terapi radiasi akut dan teliti dalam penulisan stadium Tumor,
takut terhadap kemungkinan komplikasi Node, Metastase (TNM) kanker pada
akibat pengobatan, alasan lainnya catatan medis pasien, menurut tim
adalah pasien ragu terhadap diagnosa auditor ketidaktelitian ini disebabkan
atau memiliki persepsi bahwa beberapa faktor yaitu pedoman
pengobatan yang diberikan tidak efektif Internasional Union Against Cancer
mengingat tingkat keparahan penyakit, (UICC) atau American Joint Committee
penggunaan resep tradisional, masalah on Cancer (AJCC) sulit untuk ditafsirkan
sosial ekonomi dan berdasarkan dan kurangnya ketrampilan yang
pertimbangan pasien mencari dibutuhkan untuk mencatat stadium
pengobatan di rumah sakit lain. yang akurat.
Ketersediaan informasi stadium Status Pulang Pasien
pada setiap pasien penting diketahui, Data status kepulangan pasien
karena berkaitan dengan keputusan diperoleh dari data keadaan pulang
pemilihan obat, penulisan stadium yang pasien pada saat terahir pasien
salah bisa berpotensi menyebabkan melakukan terapi dan pemeriksaan di
pengobatan yang salah (Brierley, et al., RSMS. Sebanyak 55,3% pasien pada data
2002), namun pada penelitian ini rekam medik tidak ditemukan
menemukan pasien yang Tidak Tersedia keterangan keadaan pulang dan 36,7%
Informasi (TTI) mengenai stadium pasien dinyatakan membaik. Keadaan

108
PHARMACY, Vol.09 No. 02 Agustus 2012 ISSN 1693-3591

pulang tanpa keterangan ini paling kesulitan dalam bernafas. Wee, et


banyak pada pasien tanpa terapi, karena al.,(2005) dalam penelitiannya yang
pasien tanpa terapi tidak melakukan melibatkan 221 pasien kanker
perawatan lanjutan setelah didiagnosa nasofaring, 68 pasien yang mendapatkan
kanker nasofaring. Pasien pulang dengan terapi kemoterapi dan radioterapi
keadaan membaik paling banyak pada meninggal dunia dikarenakan
pasien yang menggunakan radioterapi. penyebaran koagulasi intravaskular,
Pada tabel 5 terdapat 2,0% pasien pneumonia, neutropenia sepsis, luka
meninggal dunia. Berdasarkan data yang disebabkan penyebaran kanker,
rekam medik kematian pasien dan keganasan pada paru-paru.
disebabkan adanya pendarahan dan

Tabel 5. Status Pulang Pasien


Jenis Terapi (N=199) Jumlah
Keadaan Pulang radioterapi kemoterapi kemoradiasi tanpa Pasien
terapi (%)
 Meninggal 2(1,0) - - 2(1,0) 4(2,0)
 Membaik 32(16,1) 17(8,5) 11(5,5) 13(6,5) 73(36,7)
 Memburuk 1(0,5) - - - 1(0,5)
 Seperti semula 5(2,5) 2(1,0) - 4(2,0 11(5,5)
 Tanpa keterangan 49(24,6) 14(7,0) 10(5,0) 37(18,6) 110(55,3)
Total 199(100)
*TTI= Tidak Tersedia Informasi

Penyakit Penyerta berdampak pada kelangsungan hidup


Hasil penelitian menunjukan dari pasien. Meningkatnya frekuensi
199 sampel pasien kanker nasofaring keparahan penyakit penyerta maka
terdapat 60 kasus penyakit penyerta, kelangsungan hidup pasien akan
keterangan penyakit penyerta ini mengalami penurunan.
diperoleh dari kartu rekam medik pasien Pada tabel 6 pasien yang
kanker nasofaring. Satu pasien dapat mengalami anemia sebanyak 21,7%,
memiliki lebih dari satu jenis penyakit tingginya pasien yang mengalami anemia
penyerta. Penyakit penyerta yang ini mungkin disebabkan tingginya
diderita pasien kanker menurut pemakain cisplatin pada terapi pasien
penelitian Tanvetyanon, et al. (2009) kanker di RSMS karena menurut

109
PHARMACY, Vol.09 No. 02 Agustus 2012 ISSN 1693-3591

Kurnianda et al (2008) anemia adalah dapat meningkatkan prevalensi anemia.


salah satu efek samping yang paling Pemeriksaan Hb penting dilakukan untuk
sering dialami oleh pasien kanker pada mengetahui keadaan pasien, kadar
pasien yang menjalani kemoterapi hemoglobin merupakan prediktor
menggunakan cisplatin, pemeriksaan terkuat dari anemia. Menurut Gao, et al.
hemoglobin (Hb) pada pasien setelah (2010) perubahan Hb selama radioterapi
diterapi menggunakan cisplatin terjadi menjadi faktor prognosis yang dapat
penurunan nilai Hb dan tiap siklus mempengaruhi tingkat kesembuhan.
pemberian kemoterapi dengan cisplatin

Tabel 6. Penyakit Penyerta


Stadium Jumlah
Penyakit penyerta I II III IV TTI (%)
 Anemia 1(1,7) 1(1,7) - 2(3,3) 9(15,0) 13(21,7)
 Limfadenopati - 1(1,7) 1(1,7) 1(1,7) 6(10,0) 9(15,0)
 tumor colli/leher - - 1(1,7) 1(1,7) 3(5,0) 5(8,3)
 hipertensi - 1(1,7) - 1(1,7) 2(3,3) 4(6,7)
 tuberkulosis - - - - 3(5,0) 3(5,0)
 chepalgia cronik - - 1(1,7) - 2(3,3) 3(5,0)
 kanker epidermoid - - 1(1,7) 1(1,7) 1(1,7) 3(5,0)
 multiple cranial nerve - - - 1(1,7) 1(1,7) 2(3,3)
 non hodgin limfoma - - 1(1,7) - 1(1,7) 2(3,3)
 perdarahan - - 1(1,7) 1(1,7) 2(3,3)
 kanker hidung - - - 1(1,7) 1(1,7) 2(3,3)
 peradangan paru - - - - 1(1,7) 1(1,7)
 stomatitis - - - - 1(1,7) 1(1,7)
 faringitis - - - - 1(1,7) 1(1,7)
 benjolan axilla - - 1(1,7) - - 1(1,7)
 efusi pleura duplek - - - - 1(1,7) 1(1,7)
 kanker laring - - 1(1,7) - - 1(1,7)
 dispepsia - - - 1(1,7) 1(1,7)
 dermatitis - - - 1(1,7) - 1(1,7)
 diabetes mellitus - - 1(1,7) - - 1(1,7)
 depresi - - - - 1(1,7) 1(1,7)
 kanker orbita - - 1(1,7) - - 1(1,7)
 maag - - - 1(1,7) - 1(1,7)
Total 60(100)

Dalam penelitiannya Lin, et al. toksisitas akut pada penderita kanker


(2003), penggunaan kemoradiasi dan nasofaring berupa anemia, mukositis,
radioterapi dapat menimbulkan reaksi kulit, rasa mual, trombositopenia,

110
PHARMACY, Vol.09 No. 02 Agustus 2012 ISSN 1693-3591

dan penurunan berat badan. Chan, et al. memiliki kanker epidermoid, kanker
(2002) dalam penelitiannya laring, kanker orbita, kanker hidung dan
mendapatkan 100% pasien mual atau benjolan pada axilla (ketiak). Adanya
muntah dengan grade 0-2 karena keganasan pada organ tubuh lain
penggunaan radioterapi dan 87,9% mungkin sel kanker sudah mengalami
pasien mual atau muntah karena metastase. Pada penelitian Tanvetyanon
penggunaan kemoterapi. et al (2009) mendapatkan penyakit
Sebanyak 15.0% pasien kanker penyerta pada pasien kanker seperti
dengan limfadenopati. Ho (2012) dalam penyakit pada sistem kardiovaskular
penelitian meta analisis menemukan 41%, penyakit pada sistem saluran
kanker nasofaring dengan limfadenopati pernafasan 15%, penyakit pada sistem
sebanyak 85% dan daerah yang sering endokrin 11%, dan maligna 11%.
terlibat adalah di retrofaring, parafaring Golongan Obat Lain
dan kelenjar getah bening karena Pada tabel 7 dapat dilihat data
letaknya yang berdekatan. Perbedaan golongan obat lain yang digunakan
hasil ini dikarenakan perbedaan jumlah selama terapi kanker dari awal masuk
sampel dan tempat penelitian. Pasien RSMS sampai terakhir pengobatan. Obat
dengan tumor colli sebanyak 8,3% dan lain yang dimaksudkan adalah obat yang
pasien dengan chepalgia sebanyak 3%. digunakan selain obat sitostatika dan
Chepalgia adalah kondisi rasa sakit di digolongkan berdasarkan efek terapinya.
kepala dan salah satu gejala yang sering Satu pasien kanker nasofaring bisa
timbul pada pasien kanker nasofaring mendapatkan lebih dari satu jenis
(Brady, et al., 2010). Hasil penelitian ini golongan obat. Penggunaan obat lain ini
berbeda dengan penelitian Rajhi, et al. berkaitan erat dengan penyakit utama
(2009) di Saudi Arabia mendapatkan 307 dan penyakit penyerta pasien kanker
pasien sebanyak 61,6% dengan gejala nasofaring.
massa dileher dan 35,8% mengalami
sakit kepala. Tabel 7. Golongan obat lain
Pada penelitian ini didapatkan Golongan Obat Jumlah
pasien (%)
6,7% pasien mengalami hipertensi, 5,0%
Analgetik 152(76,4)
pasien tuberkolosis, diabetes milletus Antibiotik 140(70,4)
Suplemen dan 84(42,2)
1,7% pasien dan terdapat pasien yang vitamin

111
PHARMACY, Vol.09 No. 02 Agustus 2012 ISSN 1693-3591

Antitukak 71(35,7) terkena infeksi yang disebabkan jamur


Antiemetik 33(16,6)
Hemostatik 29(14,6) atau bakteri pada mukosa lidah serta
Kortikosteroid 22(11,1) palatum, ini diakibatkan efek samping
Antihipertensi 15(7,5)
Ekspektoran 10(5,0) radioterapi yang mengenai kelenjar
Dekongestan 7(3,5)
Antianseitas 4(2,0)
parotis sehingga terjadi disfungsi berupa
Antiepilepsi 4(2,0) penurunan air saliva yang diikuti dengan
Antialergi 3(1,5)
Antituberkolosis 3(1,5) kekeringan pada mukosa mulut
Antitusif 2(1,0)
(xerostomia) sehingga mengakibatkan
Antidiare 2(1,0)
Antiseptik 2(1,0) karies gigi akan lebih mudah terjadi.
Antidiabetik 1(0,5)
Antijamur 1(0,5) Penggunaan antitukak pada pasien
kanker nasofaring sebanyak 35,7% dan
Obat yang paling banyak hemostatik 14,6%. Penggunaan obat
digunakan adalah golongan analgetik antitukak dan hemostatik pada pasien
76,4% dan 70,4% golongan antibiotik. kanker nasofaring berkaitan dengan
Analgetik berfungsi untuk mengurangi toksisitas dan efek samping yang sering
rasa nyeri, menurut Jost et al (2010) ditimbulkan akibat pengobatan
lebih dari 80% nyeri pasien kanker antikanker dan penyakit penyerta yang
dengan metastatis disebabkan oleh diderita pasien. Toksisitas dan efek
infiltrasi tumor langsung dan 20% nyeri samping ini dikarenakan antikanker
disebabkan oleh efek operasi, umumnya bekerja pada sel yang sedang
radioterapi dan kemoterapi. aktif, maka efek sampingnya juga
Penggunaan antibiotik dan terutama mengenai jaringan dengan
antijamur diperlukan untuk perawatan proliferasi tinggi yaitu sistem
pasien kanker nasofaring karena hemopoetik dan gastrointestinal
menurut Susworo (2004) radiasi pada (Nafrialdi et al., 2007). Penelitian
daerah kepala dan leher khususnya Tanvetyanon, et al. (2009) menemukan
bagian nasofaring akan toksisitas gastrointestinal pada 39,8%
mengikutsertakan mukosa mulut dan setelah mendapatkan terapi kanker.
kelenjar parotis sehingga mengakibatkan Sebanyak 33 (16,6%) pasien
efek samping mukositis yaitu nyeri telan, menggunakan golongan antiemetik, hal
mulut kering dan hilangnya cita rasa, ini berkaitan dengan efek samping dari
pasien kanker nasofaring juga rentan radioterapi dan kemoterapi yang

112
PHARMACY, Vol.09 No. 02 Agustus 2012 ISSN 1693-3591

dilakukan selama terapi. Pemakaian obat 2. Waktu peminjaman rekam medik


sitostatika dapat mengakibatkan terbatas, batas jumlah pelayanan
kerusakan membran mukosa sehingga peminjaman 10 dokumen per hari
menyebabkan nyeri pada mulut, diare selama 2 jam (dalam satu kasus)
dan stimulasi zona pemicu kemotaksis sehingga waktu yang dibutuhkan
menimbulkan mual dan muntah (Davey, untuk mencatat 10 dokumen rekam
2006). Chan, et al. (2002) dalam medik dalam 1hari sangat singkat.
penelitiannya mendapatkan 100% pasien 3. Banyak data rekam medik yang
mual/muntah dengan grade 0-2 karena penulisan kurang lengkap tentang
penggunaan radioterapi dan 87,9% informasi stadium pasien sehingga
pasien mual dan muntah karena banyak pasien yang tidak dapat
penggunaan kemoterapi. digolongkan perstadium.
Sebanyak 42,2% pasien
mendapatkan suplemen dan vitamin. Kesimpulan
Suplemen dan vitamin ini penting karena Berdasarkan penelitian pola terapi
penggunaan kemoterapi dan radioterapi pada pasien kanker nasofaring di RSUD
sering kali menimbulkan efek samping Prof. Dr. Margono Soekarjo dapat
yaitu anemia, menurut penelitian Chan, disimpulkan bahwa berdasarkan stadium
et al. (2002) dari 176 sampel 100% kanker radioterapi adalah terapi yang
pasien mengalami anemia dengan grade paling banyak digunakan. Obat yang
0-2 karena penggunaan radioterapi dan paling banyak digunakan pada
99,4% pasien anemia karena kemoradiasi dan kemoterapi adalah
menggunakan kemoterapi. cisplatin.
Keterbatasan Penelitian
1. Bagian rekam medik RSUD Prof. Dr. Daftar Pustaka
Margono Soekarjo membatasi dalam [NCCN] National Comperhensive Cancer
Network,2011,Head and Neck
pengambilan kartu rekam medik
Cancer. Clinical Practice
pasien sehingga sampel yang dapat Guidlines in Oncology.596-690
Abdulamir, A.S., Hafidz, R.R.,
diambil hanya 199 sampel
Abdulmuhaemen, N.,
seharusnya sampel yang diambil Abubakar, F., Abbas, K.A.,
2008, The distinctive profile of
berdasarkan perhitungan sebanyak
risk factors of nasopharyngeal
207 sampel. carcinoma in comparison with

113
PHARMACY, Vol.09 No. 02 Agustus 2012 ISSN 1693-3591

other head and neck cancer K., et al, 1999. Nasopharyngeal


types, BMC Public Health.8:400 Brush Biopsies and Detection
Adham, M., Kurniawn, A.N., Muhtadi, of Nasopharyngeal Cancer in a
A.I., Roezin, Averdi., H.B., High Risk Population, J Natl
Gondhowiardjo, S., et al., 2012, Cancer Inst.91:796-800
Nasopharyngeal Carcinoma in Cepeda, V., Fuertes, M.A., Alonso, C.,
Indonesia: Epidemiologi, Castilla, J., Quevedo, C.,
Incidence, Sign, and Symptoms Perez,J.M., 2007, Biochemical
at Presentation, Chin J Cancer. Mechanisms of Cisplatin
31:185-196 Cytotoxity. Anticancer Agents
Aziz, M.F, 2009, Ginecologycal Cancer in Med Chem. 7:3-18
Indonesia, J. Gynecol Oncol.1:8- Chan, A.T., Gregoire, V., Lefabvre, J.L.,
10 Licitra, L., 2010, Clinical
Bartsch, H., Ohoshima, H., Pignatelli, B., Practice Guideline
Calmels, S., 1992, Nasopharingeal Cancer: EHNS-
Endogenously Formed N- ESMO-ESTRO Clinical Practice
nitroso Compunds and Guideline for Diagnosis,
Nitrosating agent in Human Treatment and Follow Up,
Cancer Etiology Annals of Oncology.21:v187-
Pharmacogenetics.2:272-7 v189
Bolvilken, B., Flaten T.P., Zheng, C., 1997, Chan, A.T.C., Teo, P.M.L., Ngan, R.K.,
Relations between Leung, T.W., Lau, W.H., Zee, B.,
Nasopharingeal Carcinoma and et al., 2002, Concurrent
Magnesium ad other Alkaline Chemoterapy-Radiotherapy
Eart Element in Soils in China, Compared with Radiotherapy
Med Hypothesese.48(1):21-25 Alone in Loceregionally
Brady, L.W., Heilmann, H .P., Mous, M., Advanced Nasopharyngeal
Nieder, C., 2010, Carcinoma: Progression-Free
Nasopharyngeal cancer Survival Analysis of Phase III
Multidiciplinary Management; Randomized Trial, J Clin Oncol.
Editor. Jiade J.Lu.Jay, 20:2038-2044
Sscoper.anne W.M Lee. London Chan, A.T.C., Teo, P.N.L., Leung, T.W.T.,
New York: Springer Heidel Berg Johnson, P.J., 1998, The Role of
Dordrecht Chemotherapy in the
Brierley, J.D., Calton, P.A., O’Sullivan, B., Management of
Dancey, J.E., Dawling, A.J., Irish, Nasopharyngeal Cancer,
J.C., et al, 2002. Accuracy of Cancer. 82:1003-12
Recorder Tumor, Node, and Chang, E.T., Adami, H.O., 2006, The
Metastasis Stage in a Enigmatic Epidemiology of
Comperhensive Cancer Center. Nasopharyngeal Carcinoma,
J Clin Oncol.20:413-419 Cancer Epidemiology
Burkey, B.B., Ossoff., Robert, H., 1993, Biomarkers prev.15: 1765-1777
Endoscopy of Nasopharyngeal Chen, Y., Tsang, N.M., Tseng, C.K., Lin,
Cancer, Diagn Ther S.Y., 2000, Causes of
Endosc.1:63-68 Interruption of Radiotherapy in
Cathryn, E.T., Liavaag, G., Jeremy, L., Nasopharyngeal Carcinoma
Freeman., Jonatan, K.D.P., Roy,

114
PHARMACY, Vol.09 No. 02 Agustus 2012 ISSN 1693-3591

Patient in Taiwan, Jpn J Clin Serologi IgA Karakter KNF


Oncol.30:230-234 EBNA+VCA p-18 pada
Chua, D.T.T., Sham, J.S.T., Kwong, Penderita Keluhan Kronis
D.L.W., Au, G.K.H., 2003, Kepala Leher.1-10
Treatment Outcome after Ho, F.C.H., Tham, I.W.K., Earnest, A., Lee,
Radiotherapy Alone for Patient K.M., Lu, J.J., 2012, Pattern of
with Stage I-II Nasopharyngeal Regional Lymph Node
Carcinoma, Cancer. 98:74-80 Metastasis of Nasopharyngeal
Dahlan, S., 2005, Besar Sampel Dalam Carcinoma : A Meta-analysis of
Penelitia Kedokteran dan Clinical Evidence, BMC
Kesehatan, Jakarta, Arkans Center.12:98
Davey, P., 2006, At a Glance Medicine, Hoe, J., 1989, CT of Nasopharyngeal
Jakarta, Gelora Aksara Pratama Carcinoma: Significance of
Dechamphunkul, T., Pruegsanusak, K., Widening of the Preoccipital
Sangthawan, D., Soft Tissue on Axial Scan. AJR.
Sunpaweravong, P., 2011, 153:867-872
Concurent Chemoradiotherapy Jemal, A., Bray, F., Melissa, M., Ferlay,
with Carpoplatin Followed by J.M.E., Ward, E., Forma,D., et
Carboplatin and 5-Flourouracil al, 2011, Global Cancer
in Locally Advanced Statistic, CA Cancer J
Nasopharyngeal carcinoma, Cun.61:69-90
Head Neck Oncol.3:30 Jost, L., Roila, F., 2010, Management of
Dorland, W.A., Newman., 2002, Kamus Cancer Pain:ESMO Clinical
Kedokteran Dorland. Edisi 29, Practice Guideline. Ann Oncol.
Jakarta, EGC 5: 257-260
Fountzilas, G., Bamias, A., Fountzila, A.K., King, A.D., Vlantis, A.C., Tsang, R.Y.Y.,
Karayannopoulou, G., Bobos, Gary, T.M.K., 2006, Magnetic
M., Athanasiou, E., et al,2009, Resonance Imaging for The
Induction Chemotherapy with Detection of Nasopharingeal
Docetaxel and Cisplatin Carcinoma, Am J Neuroradiol.
Followed by Concomitant 27:1288-1291
Chemoradiotherapy in atient Kong, I.S., Yang, Y.S., Choi, D.I., Kwon,
with Inoperable Non- S.H., Hong, K.H, 2008, The
nasopharyngeal Carcinoma of Effect of Induction
the Head and Neck. Anticancer Chemotherapy Using Docetaxel
Research.29:529-538 and Platinum in Treatment
Gao, J., Hu, J.Y., Xia, F.F., Tao, Y.L., Li, G., Methods of Nasopharyngeal
2010, Continous fall in Carcinoma, Korean J
hemoglobin level is a poor Otorhinolaryngol-Head Neck
prognostic factor in patient Surg. 51: 58-63
with nasopharyngeal Kurnianda, J., Wiyadi, N., Wulaningsih,
carcinoma treated with W., 2008, Risk of anemia in
radiotherapy. Chin J head and neck cancer patient
Cancer.29:561-566 undergoing chemotherapy with
Herdini, C., Hutajulu, S., Indrasari, S.R., high-dose cisplatin, Med J
Hariwiyan, B., Fachiro, J., Indones. 17:248-54
Mubarika, S., et al, 2011. Uji

115
PHARMACY, Vol.09 No. 02 Agustus 2012 ISSN 1693-3591

Kwong, D.L.W., Sham, J.S.T., Au, G.K.H., Nafrialdi., Sulistia, G., editor, 2007,
Chua, D.T.T., Kwong, P.W.K., Farmakologi dan Terapi. Edisi
Cheng, A.C.K., 2004, 5. Jakarta: Bagian Farmakologi
Concurrent and Adjuvant FK IU
Chemotherapy for Notoatmodjo, S., 2010, Metodelogi
Nasopharyngeal Carcinoma: a Penelitian Kesehatan Edisi
Factorial Study. J Clin revisi, Jakarta, Rineka Cipta
Oncol.14:26643-53 Parkin, D.M., Whelan, S.L., Ferlay, J.,
Lin, J.C., Jan, J.S., Hsu, C.Y., Liang, W.M., Teppo, L., Thomas, D.B., 2002,
Jiang, R.S., Wang, W.Y., 2003, Cancer Incidence In Five
Phase III Study of Concurrent Continents. IARC Sci Publ.8:155
Chemoradiotherapy Versus Rajhi, N.A., Sebaie, Y.E., Khafaga, Y.,
Radiotherapy Alone for Alzahrani, A., Mohamed, G.,
Advanced Nasopharyngeal Amro, A.A., 2009,
Carcinoma: Postive Effect on Nasopharyngeal carcinoma in
Overall and Progression-Free Saudi Arabia: Clinical
Survival, J Clin Oncol.21:631- Presentation and Diagnostic
637 Delay, East Mediterr Health J.
Ludwig, J.A., Weinstein, J.N., 2005, 15:1301-1307
Biomarkers in Cancer Staging, Rossi, A., Molinasari, R., Boracchi, P.,
Prognososis and Treated Vencchio, M.D., Marubini, E.,
Selection, Nature. 5:845-856 Nava, M., et al.,1988, Adjuvant
Marcial, V.A., Pajak, T.F., Mohiuddin, Chemotherapy with Vincristine,
M.,Cooper, J.S., Al-Sharraf, Cyclophosphamide, and
M.,Mowry, P.A., et al., 1990., Doxorubicin after Radiotherapy
Commitant Cisplatin in Local Regional
Chemotherapy and Nasopharyngeal Cancer: Result
Radiotherapy in advanced of a 4 year Multicenter
Mucosal Squamous Cell Randomized Study. JCO.6:
Carcinoma of the Head and 1401-1410
Neck, Cancer.66:1861-6 Sharma, T.D., Sigh, T.T., Laishram, R.S.,
Marzaini, D.S., Tobing, D.L., Kresno, S.B., Sharma, L.D.C., Sunita, A.K.,
Gondhowiardjo, S., 2009, The Imchen, L.T., 2011,
Accuracy of Plasma EBV-DNA Nasopharyngeal Carcinoma –a
Quantification Using LMP2 as Clinico- Phatological Study in a
Primer to Detect Distance Regional Cancer Centre of
Metastasis After Radiation of Northeastern India, Asian
Nasopharyngeal Cancer in Pasific J Cancer Prev. 12:1583-
“Dharmais” National Cancer 1587
Center, Indonesian Jurnal of Siregar, C.J.P., 2003, Farmasi Rumah
Cancer.3:47-51 Sakit: Teori dan Penerapan,
Mould, R.F., Tai, H.P., 2002, Jakarta, buku kedokteran EGC
Nasopharyngeal Carcinoma: Soewito, M., Kadir, A., Savitri, E., Bahar,
Treatments and Outcomes in B., 2010, Respons antibodi IgA
The 20th Century, Br J terhadap epstein-Barr (EBV)
Radiol.75:307-339 pada keluarga penderita
Kanker Nasofaring.1-11

116
PHARMACY, Vol.09 No. 02 Agustus 2012 ISSN 1693-3591

Stevenson, M., Harris, J.M.D., 2011, Concurrent


Nasopharyngeal Cancer Chemoradiotherapy Followed
Treatment Protocols. by Adjuvant Chemotherapy in
Medscape Reference.1-5 Patient with American Joint
Susworo, R., 2004., Kanker Nasofaring Commitee on
epidemiologi dan Pengobatan Cancer/International Union
Mutahir, CDK.144:16-8 Againt Cancer Stage III and IV
Tan, E.H., Khoo, K.S., Fong, K.W., Lee, Nashoparyngeal Cancer of the
K.S., Lee, K.M., Chua, E.T., et Endemic Variety, J Clin
al.1999. Phase II Trial of a Oncol.23:6730-6738
Paclitaxel and Carboplatin Wildeman, M.A.M., Heike, J.N., Baris, K.,
Combination and asian Patient Bing, I.T., 2009, Photodinamic
with Metastatic Therapy in The Therapy for
Nasopharingeal Carcinoma. recurrent/Persistent
Ann Oncol.10:235-237 Nashoparyngeal Cancer, BMC
Tanvetyanon, T., Pandya, T., McCaffrey, .1:40
J., Zhu, W., Boulware, D., Wiliyanto, O., 2006, Insidensi Kanker
DeConti, Trotti, A., 2009, Kepala Leher Berdasarkan
Prognostic Factor for Survival Diagnosis Patologi Anatomi di
After Salvage Reirradiation of RS Dr Kariadi Semarang
Head and Neck Cancer, J Clin periode 1 Januari 2011-31
Oncol. 27: 1983-1991 Desember 2005, Artikel
Vaughan, T.L., Shapiro, J.A., Burd, R.D., Penelitian [terhubung berkala].
Swanson, G.M., Berwick, M., Eprint.undip.ac.id/20998/1/On
Lynch, C.F., et al.1996. ggo.pdf [7 November 2011]
Nashoparyngeal Cancer in a Yang, X.R., Diehl, S., Preiffer, R., Chen,
Low Risk Population : Defining C.J., Hsu, W.L.Dosemeci, M., et
Risk Factors by Histological al.,2005, Evaluation of Risk
Type. Cancer Epidemiol factors for Nasopharingeal
Biomarkers Prev.5:587-93 Carcinoma in High-risk
Vaughan, T.L., Stewart, A.P., Tesch,Key., Nasopharyngeal Carcinoma
L, Charles, F., Swanson, G.M., Families in Taiwan, Cancer
Lyon, J.L., Berwick,Marianne., Epidemiol Cancer Prev.14:5-900
2000, Occupational Expossure Yurnadi., Suryandari, D.A., Soeharso, P.,
to Formaldehyd dust and Moeloek, N., Susworo, R.,
nasopharyngeal 2010, Pola Distribus Alotip Gen
Carcinoma,Occup Environ Polymeric Immunoglobulin
Med.57:376-387 Receptor (PIGR) pada Penderita
Wee, J., Tan, E.H., Tai, B.C., Leong, S.S., Karsioma Nasofaring (KNF) di
Tan, T., Chua, E.T., et al., 2005, Indonesia, Maj Kedokt Indon.
Randomized Trial of 60:489-495
Radiotherapy Versus

117

You might also like