You are on page 1of 3

BAB VI

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

6.1. Kesimpulan

a. Pendapatan daerah Kabupaten Lombok Utara terbilang kecil dibandingkan dengan


pendapatan daerah lain di Provinsi NTB. Selain itu jumlah dan tren
pertumbuhannya tidak stabil karena terpengaruh Gempa Bumi tahun 2018 dan
Pandemi Covid-19. Kedua bencana ini cukup dalam menggerus pendapatan daerah
pada tahun anggaran 2018, 2020 dan 2021. Minimnya pendapatan daerah
disebabkan terbatasnya penerimaan pendapatan daerah dari PAD yang juga
terdampak Gempa Bumi dan Pandemi Covid-19. Meskipun demikian trend PAD
pada tahun 2021 meningkat karena bertambahnya penerimaan PAD dari Lain-lain
PAD yang sah. Selain itu, kapasitas Fiskal juga kurang menggembirakan karena
masih dibawah 50 persen. bahkan pada tahun 2019 kapasitas fiskal daerah hanya
23,2 persen.
b. Kontribusi sektor perikanan terhadap PAD dalam kurun waktu lima tahun terakhir
tidak terlalu menggembirakan karena rata-rata hanya mencapai 0,02 persen dari
total PAD. Sementara itu Kemandirian Keuangan Daerah (KKD) dalam kurun
waktu lima tahun terakhir terus menurun dan baru naik pada tahun 2021. Rata-
rata rasio KKD baru mencapai 13,97 persen.
c. Trend pertumbuhan belanja daerah selama 2018-2021 juga cenderung tidak stabil.
Dalam hal mana pada 2018 pertumbuhan belanja minus 1,19 persen. Lalu pada
tahun 2019 tumbuh sebesar 21,75 persen. Pada tahun 2020 kembali turun drastis
minus 20,04 persen. pada tahun 2021 belanja daerah kembali tumbuh positif
menjadi 5, 29 persen. Nominal belanja modal selama lima tahun terakhir rata-rata
adalah sebesar Rp 221,75 miliar. Dengan kata lain rasionya rata-rata mencapai 23,5
persen dari total belanja daerah. Sedangkan rasio belanja operasi terhadap total
belanja daerah mencapai 51,5 persen. dengan kata lain belanja operasi
menghabiskan lebih dari setengah total belanja daerah.. Secara nominal, rata-rata
belanja sektor kelautan dan perikanan dialokasikan sebesar Rp 7,96 miliar.
Kemampuan daerah untuk membiayai program prioritasnya rata-rata hanya Rp.
400,58 miliar atau 42,9 persen. Sementara itu, ruang fiskal daerah selama lima
tahun terakhir cenderung menurun kecuali di tahun anggaran 2021.
d. Sebagian besar PDRB dikontribusikan oleh sektor pertanian, kehutanan dan
perikanan rasio rata-rata mencapai 34,96 persen dari total PDRB rata-rata.
Kontribusi sektor kelautan dan perikanan terhadap PRDB rata-rata sebesar Rp.
147,79 miliar atau 3,16 persen dari rata-rata PDRB yang mencapai Rp. 4,44 triliun
dalam lima tahun terakhir. Kontribusi sektor perikanan dalam PDRB direncanakan
terus mengalami peningkatan dari semula pada tahun 2016 hanya Rp 116,78 miliar
atau 2,94 persen pada tahun 2021 direncanakan naik menjadi Rp 183,18 miliar
atau 3,63 persen.

0
e. Alokasi belanja sektor kelautan dan perikanan kurang menggembirakan, terutama
dalam dua tahun terakhir yang terus menurun. Rata-rata rasio belanja ini hanya
0,84 persen dalam total belanja daerah selama lima tahun terakhir. Alokasi belanja
terbesar dialokasikan pada tahun anggaran 2019 dengan jumlah mencapai Rp.
11,98 miliar atau 1,10 persen dari total belanja daerah. Sedangkan belanja sektor
kelautan dan perikanan paling kecil dialokasikan pada perubahan APBD tahun
anggaran 2021 sebesar Rp. 5,46 miliar atau hanya 0,60 persen dari total belanja
daerah. Selain itu, nominal dan rasionya terhadap total belanja daerah rata-rata
kurang dari satu persen (0,8 persen).
f. Sebagian besar anggaran diorientasikan pada program yang berkaitan dengan
pengelolaan perikanan tangkap. Program ini mendapat alokasi anggaran rata rata
sebesar Rp. 3,81 miliar atau 48,11 persen dari belanja urusan kelautan dan
perikanan. Berdasarkan kelompok penerimanya, nelayan kecil menjadi penerima
manfaat anggaran terbesar. Rata-rata anggaran untuk nelayan kecil dialokasikan
sebesar Rp 3,8 miliar lebih atau 46,7 persen dari belanja urusan kelautan dan
perikanan.
g. Pada belanja sektor kelautan dan perikanan sebagin besar strategi belanjanya
tersedot untuk peningkatan produksi nelayan dengan rata-rata sebesar Rp. 3,3
miliar. Sebagian besar kegiatannya adalah berupa pengembangan sarana dan
prasarana produksi perikanan tangkap dengan rata-rata belanja mencapai Rp. 2,8
miliar.
h. Data yang tersedia hanya data tahun 2017 dan 2018 dalam hal mana produksi
perikanan tangkap tahun 2017 mencapai 6.061,15 Ton, 2018 sebanyak 6.522 ton
dan tahun 2019 sebanyak 7.755 Ton. Rata-rata mengaku pendapatan nelayan dari
hasil tangkapan dan usaha lainnya rata-rata mencapai 1 - 3 juta perbulan.
Pendapatan ini termasuk diluar pendapatan dari hasil menangkap ikan. Belum ada
program dan anggaran yang spesifik berkaitan dengan fasilitasi akses permodalan
nelayan kecil/ tradisional. Jikapun ada hanya dalam bentuk fasilitasi pengurusan
kartu KUSUKA yang alokasi anggarannya sangat terbatas.
i. Jumlah nelayan di Kabupaten Lombok Utara pada 2020 melonjak 35 persen pada
tahun 2020 jika dibandingkan dengan tahun 2019 yang nelayannya berjumlah
3.078 orang. Karena lonjakan jumlah nelayan sebanyak 35 persen tersebut jumlah
nelayan pada tahun 2020 berjumlah 4.738 orang atau bertambah sebanyak 1.660
orang dari tahun sebelumnya. Dari hasil wawancara dengan sejumlah nelayan di
Malaka, lonjakan ini terjadi karena sejak pandemi Covid-19 melanda, Lombok Utara
dan membuat sektor pariwisata terpuruk. Sehingga pekerja sektor pariwisata
banyak yang di rumahkan dan sebagian lagi alih profesi sebagai nelayan
j. Kebutuhan BBM sangat tinggi namun sebagian besar tidak bersubsidi. Nelayan
terpaksa membeli BBM di SPBU. Dengan memperhitungkan jumlah nelayan di
Kabupaten Lombok Utara berdasarkan data Kementrian Kelautan dan Perikanan
tahun 2020 yang mencapai 4.738 orang maka diproyeksikan kebutuhan BBM
seluruh nelayan di Lombok Utara setiap tahunnya tidak kurang dari 2.046.816 liter.
k. Masalah utama yang dihadapi nelayan saat terkait akses BBM Bersubsidi adalah
terletak pada pelayanan administasi, keterbatasan kuota BBM Bersubsidi dan jarak
serta ketiadaan stasiun pengisian bahan bakar subsidi yang dekat dengan nelayan.

6.2. Rekomendasi

1
1. Perlunya peningkatan alokasi anggaran untuk sektor kelautan dan perikanan
khususnya untuk memenuhi kebutuhan dan pelayanan bagi nelayan kecil
2. Perlunya peningkatan pelayanan bagi nelayan kecil untuk akses BBM bersubsidi
dan penambahan kuota yang dapat meminimalisir beban biaya operasional nelayan
dalam rangka meningkatkan kesejahteraannya
3. Peningkatan pemberdayaan untuk perempuan pesisir dalam hal pengolahan dan
pemasaran hasil tangkapan/perikanan yuang lebih inovatif dan member nilai
tambah bagi produk perikanan khususnya perikanan tangkap
4. Perlu adanya pembangunan stasiun pengisian bahan bakar minyak bersubsidi di
lokasi yang dekat dengan pemukiman nelayan
5. Perlu adanya tempat pemasaran hasil tangkapan (TPI) agar mempermudah
pemasaran hasil tangkapan/perikanan
6. Perlu adanya kebijakan yang menjamin akses, perlindungan dan pemberdayaan
bagi nelayan kecil agar terpenuhi hak-hak dasarnya dan kesejahteraannya.

You might also like