Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1. Identifikasi proaktif dan pengelolaan potensi risiko utama yang dapat mengancam
pencapaian sasaran mutu pelayanan rumah sakit.
2. Reaktf atau responsive terhadap kerugian akibat dari keluhan, klaim, dan insiden , serta
respon terhadap laporan atau audit internal dan eksternal.
a) Identifikasi risiko
b) Analisa risiko
c) Evaluasi risiko
d) Pengendalian risiko / mengelola risiko
e) Mencatat risiko (risk register)
B. Tujuan Panduan
1. Memberikan panduan sistim manajemen risiko yang baku dan berlaku di rumah sakit
2. Memastikan sistim manajemen risiko berjalan dengan baik agar proses identifikasi,
analisa, dan pengelolaan risiko ini dapat memberikan menfaat bagi keselamatan pasien dan
peningkatan mutu rumah sakit secara keseluruhan
3. Membangun sistim monitoring dan komunikasi serta konsultasi yang efektif demi
tercapainya tujuan di atas dan penerapan yang berkesinambungan
1
C. Batasan Operasional
1. Risiko : peluang /probabilitas timbulnya insiden (menurut WHO), yang akan berdampak
merugikan bagi pencapaian sasaran-sasaran keselamatan pasien dan menurunkan mutu
pelayanan.
2. Manajemen risiko rumah sakit : merupakan upaya pengidentifikasi dan mengelompokan
risiko (grading) dan mengendalikan / mengelola risiko tersebut baik secara proaktif risiko
yang mungkin terjadi maupun reaktif terhadap insiden yang sudah terjadi agar
memberikan dampak negative seminimal mungkin bagi keselamatan pasien dan mutu
rumah sakit.
3. Insiden keselamatan pasien (IKP) : setiap kejadian yang tidak disengaja dan kondisi yang
mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cidera pada pasien. IKP terdiri dari
Kejadian Tidak Diharapkan (KTD), Kejadian nyaris cedera (KNC), kejadian tidak cidera
(KTC), dan kejadian Potensial cedera (KPC).
4. Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) : adalah insiden yang mengakibatkan cidera pada
pasien
5. Kejadian Nyaris Cidera (KNC) : adalah insiden yang berpotensi menimbulkan cidera pada
pasien tapi yang belum terpapar ke pasien sehingga tidak ada cidera pada pasien.
6. Kejadian Tidak Cidera (KTC) : adalah insiden yang berpotensi mengakibatkan cidera
pada pasien dan sudah terpapar ke pasien, tapi ternyata tidak menimbulkan cidera.
7. Kejadian Potensi Cidera (KPC) : adalah kondisi yang sangat berpotensial untuk
menimbulkan cidera, tapi belum terjadi.
8. Kejadian Sentinel : adalah suatu kejadian yang tidak diharapkan dan telah mengakibatkan
kematian atau cidera fisik/ psikologis serius, atau kecacatan pada pasien. Termasuk
didalam kejadian sentinel antara lain : kematian yang tidak dapat di antisipasi dan tidak
berhubungan dengan penyebab alami dari penyakit pasien atau kondisi medis dasar pasien,
bunuh diri, kehilangan permanen dari sebagian besar fungsi tubuh yang tidak berhubungan
dengan penyakit dasar pasien, pembedahan yang salah lokasi/ salah prosedur/ salah pasien,
penculikann bayi atau bayi yang dibawa pulang oleh orang tua yang salah
9. Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien : adalah suatu sistim untuk mendokumentasikan
laporan insiden keselamatan pasien, menganalisa dan mengantisipasi / mengelola
mengendalikan insiden secara berkesinambungan.
10. Risiko Sisa : adalah sisa risiko tingkat terendah yang dapat dicapai setelah upaya
pengendalian/ tindakan dilakukan.
2
11. Penilaian Risiko : adalah upaya identifikasi dari risiko yang telah terjadi atau berpotensi
terjadi dalam pelayanan di rumah sakit dengan mempertimbangkan klasifikasi dan derajat
(grading) kerugian yang mungkin terjadi sebagai akibat dari terpapar risiko tersebut.
12. Penilai Risiko : adalah anggota dari staf (manajer atau yang lain) yang telah menghadiri
pelatihan penilaian risiko. Hal ini adalah tanggungjawab manajemen untuk memastikan
bahwa tiap unit kerja memiliki paling sedikit satu penilai risiko yang terlatih.
13. Internal : merujuk kepada aktivitas atau dokumen di dalam rumah sakit.
14. Eksternal : merujuk kepada aktivitas atau dokumen yang bukan berasal dari rumah sakit.
Identifikasi bahaya merupakan tahapan yang penting. Beberapa tehnik identifikasi bahaya
seperti observasi/ survey, inspeksi, pemantauan, audit, kuesioner, data statistic, konsultasi
dengan pekerja, fault tee analysis, walk through survey.
Penilaian resiko merupakan acuan agar penilaian yang dilakukan seobjektif mungkin
berdasarkan data yang ada. Penilaian mencakup : informasi tentang suatu aktivitas,data
material safety date sheet / MSDS, data statistic kecelakaan / penyakit akibat kerja, hasil studi
atau survey, studi banding pada industry sejenis, penilaian dari pihak spesialis/ tenaga ahli.
Analisa resiko adalah kegiatan analisa suatu risiko dengan cara menentukan besarnya
kemungkinan / probality dan tingkat keparahan (severity) dari akibat atau konsekuensi suatu
resiko. Analisa ini dilakukan untuk membuata prioritas pengendalian risiko.
3
BAB II
RUANG LINGKUP
Panduan mencakup seluruh manajemen risiko di area pelayanan RSCH , termasuk seluruh
area pekerjaan, unit kerja dan area klinis. Manajemen resiko merupakan tanggungjawab semua
komponen di rumah sakit. Tujuan manajemen risiko untuk identifikasi dan pengendalian risiko
strategis dan operasional tidak akan tercapai apabila semua perangkat yang ada di rumah sakit
tidak berkerjasama dan berpartisipasi pada pelaksanaannya.
Dalam rangka mencapai tujuan untuk mengidentifikasi dan mengendalikan resiko, RSCH
mengatur kewenangan dan tanggung jawab manajemen rumah sakit :
a) Level rumah sakit oelh tim (sub komite) mutu dan manajemen resiko dari komite mutu
dan keselamatan pasein rumah sakit.
b) Level unit kerja / bagian dalam rumah sakit oleh kepala instalasi atau kepala bagian dari
masing-masing unit kerja
4
e. Mengambil alih tanggung jawab pengelolaan dan pengendalian insiden keselamatan pasien
sesuai grading resiko
2. Tanggung jawab komite mutu dan keselamatan pasien
a. Meninjau daftar risiko rumah sakit dan membri rekomendasi untuk menurunkan skor
risiko
b. Meninjau risiko-risiko ekstrim, tindakan, pengendalian, dan menyoroti area-area utama
kepada masing-masing kepala unit kerja terkait.
3. Tim manajemen resiko
a. Membuat dan meninjau strategi dan kebijakan manajemen resiko
b. Penyediaan pelatihan penilaian risiko
c. Memantau daftar risiko per unit kerja untuk setiap perubahan bagian yang tidak lengkap,
dengan perhatian pada tingkat risiko dan jadwal waktu
d. Memberi saran kepada penilai risiko,kepala unit kerja dan pihak eksekutif perihal
manajemen risiko
e. Memelihara dan membina daftar penilai risiko yang aktif
f. Menanggapi permintaan audit internal dan eksternal berkaitan dengan manajemen resiko
g. Menanggapi permintaan pihak eksternak untuk informasi berkaitan proses risiko
4. Tanggung jawab penilai risiko
Penilai risiko harus dipilih oleh kepala unit kerja untuk memastikan bahwa penilai resiko yang
dipilih mempunyai ketrampilan kerja, pengetahuan dan pengalaman yang memadai untuk
memenuhi perannya. Staf yang berminat pada peran sebagai penilai risiko harus mendiskusikan
peran tersebut dan mendapat persetujuan dari kepala unit kerja.
a. Menghadiri pelatihan penilai risiko dan pemutakhiran yang diselenggarakan oleh tim tim
manajemen resiko
b. Menilai risiko di area kerja mereka menggunakan form penilaian resiko, mengidentifikasi
seuruh risiko yang pentign terlebih dahulu dan memastikan bahwa kepala unit kerja
mengambil perhatian terhadap resiko tersebut.
c. Memastikan bahwa mereka menyimpan dokumen penilaian resiko yang asli dan
memberikan satu Salinan kepada kepala unit kerja untuk disimpan dalam arsip
d. Menunjukkan bukti penilaian dan rencana tindakan yang lengkap dengan jadwal waktu
penyelesaian.
e. Jika penilai resiko memandang bahwa penilaian risiko mereka tidak memperoleh perhatian
yang memadai,mereka haruas menghubungi komite mutu dan keselamatan pasien untuk
meminta nasehat.
5
f. Menilai risiko di area kerja mereka menggunakan form penilaian risiko, mengidentifikasi
seluruh risiko yang penting terlebih dahulu dan memastikan bahwa kepala unit kerja
mengambil perhatian terhadap risiko tersebut.
a. Mengelola seluruh risko di tempat kerja mereka. Kepala unit kerja boleh mendelegasikan
tugas melakukan penilaian risiko kepada anggota tim yang telah menghadiri pelatihan
penilaian risiko untuk penilai.
b. Kepala unit kerja bertanggung jawab untuk :
1. Pelaksanaan strategi dan kebijakan manajemen risiko di area tanggung jawab mereka
2. Mengelola daftar risiko unit kerja masing masing. Hal ini termasuk mengumpulkan,
meninjau dan memutakhirkan data.
3. Menunjuk penilai resiko untuk area kerja mereka, memastikan bahwa mereka
diijinkan untuk menghadiri pelatihan penilai resiko dan pemutakhiran
4. Memastikan bahwa penilai risiko mempunyai alokasi waktu yang memadai untuk
melakukan penilaian risiko
5. Melakukan validasi seluruh penilaaian resiko yang dilakukan, dan melakukan tindakan
untuk mengurangi risiko yang teridentifikasi sampai pada tingkat terendah yang
mungkin dicapai.
6. Melengkapai form penilaian risiko (meninjau / menyetejui memringkatkan
matriks:menyatakan tindakan apa yang diperlukan/diambil untuk menurunkan risiko
sampai pada tingkat terendah yang mungkin dicapai).
7. Jadwal wakut untuk memulai/menigkatkan langkah pengendalian. (pada tingkat berapa
risiko sisa tertinggal setelah pelaksanaan tindakan/ peningkatan langkah pengendalian :
apakah risikok perlu dimasukkan kedalam daftar risiko unit kerja / rumah sakit)
8. Penyediaan informasi yang sesuai dan memadai, pealtihan dan supervise bagi staf
untuk mendukun penurunan risiko. (hal ini mencakup bahwa seluruh staf menghadiri
training wajib yang terkait).
9. Memelihara catatan penilaian risiko yang dilaksanakan dan untuk mencatat
perkembangan dan kinerja dibandingkan tindakan perbaikan yang direncanakan.
10. Kepala unit kerja harus mengingatkan tim manajemen risiko jika penilai risiko
meninggalkan/ tidak lagi memenuhi perannya sehingga tim manajemen risiko
mempunyai tanggung jawab untuk pemutakhiran data penilai risiko organisasi.
11. Berkoordinasi dengan unit kerja lain dalam rumah sakit.
6
12. Dalam keadaan dimana rencana untuk mengelola risiko berada di luar kewenangan
kepala unit kerja atau dimana ada implikasi sumber daya yang besar, risiko akan
diprioritaskan oleh direktur rumah sakit.
13. Memastikan bahwa penilaian risiko divalidasi ulang pada jangka waktu yang sesuai
atau mengikuti perubahan keadaan. Frekuensi peninjauan akan bervariasi mengikuti
tingkat sisa risiko.
7
BAB III
TATA LAKSANA
8
A. Identifikasi Risiko dan penilaian risiko (risk assessment)
Dalam hal ini, risiko dapat dibedakan menjadi risiko potensial (dengan pendekatan pro-aktif) dan
insiden yang sudah terjadi (dengan pendekatan reaktif / responsif).
a. Risiko potensial dapat diidentifikasi dari berbagai macam sumber, misalnya:
b. Informasi internal (rapat bagian / koordinasi, audit, incident report, klaim, komplain)
c. Informasi eksternal (pedoman dari pemerintah, organisasi profesi, lembaga penelitian)
d. Pemeriksaan atau audit eksternal
NO. AREA
9
Akses Pasien:
1 1. Proses pemulangan pasien lama
2. Pasien pulang paksa
3. Kegagalan merujuk pasien
Kecelakaan:
2 1. Tersengat listrik
2. Terpapar dengan bahan berbahaya
3. Tertimpa benda jatuh
Asesmen dan Terapi
3 1. Kesalahan identifikasi pasien
2. Reaksi transfusi darah
3. Kesalahan pelabelan spesimen laboratorium
4 Masalah administrasi keuangan pasien
1. Kesalahan estimasi biaya
2. Pengenaan tagihan yang sama 2 x
3. Kesalahan input data tagihan
4. Perbedaan tarif dan tagihan
5 Kejadian Infeksi
1. Kegagalan / kontaminasi alat medis
2. Infeksi luka operasi
6 Rekam medik
1. Kegagalan memperoleh informed consent
2. Kesalahan pelabelan rekam medik
3. Kebocoran informasi rekam medik
4. Ketidaklengkapan catatan dalam rekam medik
7 Obat
1. Penulisan resep yang tidak baik
2. Riwayat alergi obat tidak teridentifikasi
3. Kesalahan dosis obat
4. Obat rusak / expired
8 5. Kesalahan identifikasi pasien dalam pemberian obat
Keamanan
1. Pencurian
2. Pasien hilang
10
1. Tingkat peluang / frekwensi kejadian (likelihood)
2. Tingkat dampak yang dapat / sudah ditimbulkan (consequence)
Identifikasi risiko juga dapat dikategorikan berdasarkan dampak sesuai dengan jenis-jenis insiden
keselamatan pasien sebagaimana dicontohkan dalam table berikut :
11
B. Analisis Risiko
Analisa dilakukan dengan menentukan score risiko atau insiden tersebut untuk menentukan
prioritas penanganan dan level manajemen yang harus bertanggung jawab untuk mengelola /
mengendalikan risiko / insiden tersebut termasuk dalam kategori biru / hijau / kuning / merah.
12
Hal ini akan menentukan evaluasi dan tatalaksana selanjutnya. Untuk risiko / insiden dengan
kategori biru dan hijau maka evaluasi cukup dengan investigasi sederhana sedangkan untuk
kategori kuning dan merah perlu dilakukan evaluasi lebih mendalam dengan metode RCA (root
cause analysis – reaktif / responsive atau HFMEA (healthcare failure mode effect – proaktif )
C. Evaluasi Resiko
1. Risiko atau insiden yang sudah dianalisis akan dievaluasi lebih lanjut sesuai skor dan
grading yang didapat dalam analisis.
SKOR RISIKO = DAMPAK X PELUANG
2. Pemeringkatan memerlukan keterampilan dan pengetahuan yang sesuai dan meliputi
proses berikut :
a. Menilai secara objektif beratnya / dampak / akibat dan menentukan suatu skor
b. Menilai secara obyektif kemungkinan / peluang / frekuensi suatu peristiwa
terjadi dan menentukan suatu skor
c. Mengalikan dua parameter untuk memberi skor risiko
3. Penilaian resiko akan dilaksanakan dalam dua tahap :
a. Tahap pertama akan diselesaikan oleh penilai risiko yang terlatih, yang
akan mengidentifikasi bahaya, efek yang mungkin terjadi dan pemeringkatan
risiko.
b. Tahap kedua dari penilaian akan dilakukan oleh Kepala Unit Kerja yang akan
melakukan verifikasi tahap pertama dan membuat suatu rencana tindakan untuk
mengatasi risiko.
13
c.
Dari contoh terdahulu pada instalasi rawat inap, dapat dibuat evaluasi sebagai berikut :
14
D. Kelola Risiko
Setelah analisis dan evaluasi selesai dilakukan, maka tahap selanjutnya adalah pengelolaan
risiko atau insiden dengan target menghilangkan atau menekan risiko hingga ke level
terendah (risiko sisa) dan meminimalisir dampak atau kerugian yang timbul dari insiden yang
sudah terjadi.
15
D. 1. Investigasi Sederhana
Dalam pengelolaan risiko / IKP yang masuk dalam kategori biru atau hijau, maka tindak
lanjut evaluasi dan penyelesaiannya dilakukan dengan investigasi sederhana, melalui
tahapan :
16
LEMBAR KERJA INVESTIGASI SEDERHANA
untuk Bands Risiko BIRU / HIJAU
17
Manager / Kepala Bagian / Kepala Unit
Nama : ________________________ Tanggal mulai Investigasi : ____________________
Didalam menganalisa penyebab masalah, jangan berhenti hanya pada penyebab langsung
namun harus terus menggali hingga kepada akar masalah sehingga penyelesaian yang
direkomendasikan nantinya bukanlah penyelesaian simptomatik semata melainkan benar-
benar penyelesaian etiologi yang dapat mencegah berulangnya insiden yang sama di
kemudian hari.
18
Contoh kasus :
Pasien setelah menjalani fisioterapi pemanasan dengan alat mengalami luka bakar derajat I.
petugas fisioterapinya adalah Tenaga baru yang baru bekerja 1 bulan.
1. Identifikasi insiden dan mengumpulkan data informasi (observasi, wawancara, telaah
RM)
2. Membuat laporan insiden keselamatan pasien dan kronologi kejadian (lampiran 1)
3. Nilai dampak = 3 , karena cidera sedang
4. Nilai probabilitas = 2, karena kejadiannya jarang terjadi (2-5 tahun sekali)
5. Skor risiko = 3x2 =6
6. Kategori risiko moderate dengan warna band hijau
7. Maka dilakukan investigasi sederhana
19
menjalani kredensial
dan orientasi secara
berkala mengikuti
diklat penyegaran
20
1. Identifikasi insiden : RCA digunakan untuk mengaanalisa dan mengevaluasi pada
derajat kuning dan merah
2. Tentukan tim investigator yang mewakili berbagai komponen :
a. Subkomite keselamatan pasien
b. Subkomite mutu dan manajemen risiko
c. Bidang keperawatan dan perwakilan kepala ruang
d. Perwakilan kepala instalasi /bagian
e. Perwakilan klinis
f. Personil lain yang dinilai perlu ( missal dari komponen K3, PPI, administrasi
keuangan, kepegawaian, farmasi, logisktik dll sesusai IKP yang terjadi)
Dalam hal insiden sentinel maka tim investigator harus terdiri dari :
1. Expert insiden dan analis expert external (misal yang tidak berlatar belakang medis)
2. Senior manajemen expert ( direktur medis)
21
3. Senior clinical expert (misal konsultan senior).
4. Orang yang mengetahui unit kerja / bagian yang terkait dengan baik namun tidak
terlibat langsung dalam insiden tersebut.
Tim dibentuk oleh komite mutu dan keselamatan pasien yang akan bertanggung jawab
kepada direksi RSCH. Tim diberi tenggang waktu kerja sesuai grading untuk memberikan
laporan kepada ketua komite mutu dan keselamatan pasien.
Dokumentasi semua bukti yang berkaitan dena insiden harus dikumpulkan sesegara mungkin:
22
9. Lakukan interview dengan semua orang yang terlibat
10. Informasi mengenai kondisi yang mempengaruhi terjadinya insiden (missal :
pergnatia jaga, ketersediaan petugas terlatih, kecukupan tenaga, dll
23
6. Analisa informasi
1. Tehnik 5 whys (atau tehnik why-why)
Bertanya secara berlapis dengan tujuan menemukan akar penyebab masalah, dengan
mengidentifikasi gejala, penyebab langsung, faktor contributor, dan akhirnya akar
masalah. Dengan tehnik ini investigator tidak boleh berhenti bertanya walaupun sudah
menemukan penyebab langsung sebelum menemukan akar penyebab masalah.
2. Analisis perubahan
Digunakan bila dicurigai adanya perubahan praktek daripada prosedur yang
seharusnya. Contoh : kasus area operasi
24
3. Analisis Barrier
Contoh dari kasus diatas :
4. Analisis Fishbone
25
D.3. HFMEA (Healthcare Failure Mode Effect Analysis)
Di dalam upaya mengurangi kemungkinan terjadinya suatu insiden, metode HFMEA
digunakanuntuk mengidentifikasi modus kegagalan (kegagalan proses) yang berpotensi
terjadi kemudianmengidentifikasi dampak yang mungkin timbul diikuti analisis akar masalah,
sebelum melakukanredisain proses untuk meminimalisir risiko modus kegagalan /
dampaknya kepada pasien. HFMEA merupakan proses pro-aktif untuk emperbaiki kinerja
dengan mencegah potensikegagalan sebelum terjadi sehingga akhirnya eningkatkan
keselamatan pasien. (F = failure, yaitusaat sistim tidak bekerja sesuai yang diharapkan; M =
mode, yaitu cara / perilaku yang dapatmenimbulkan kegagalan tersebut; E = effect, yaitu
dampak / konsekuensi dari modus kegagalantadi; A = analysis, yaitu upaya investigasi
terhadap proses secara detail).
Pada prinsipnya langkah-langkah untuk menjalankan HFMEA meliputi:
26
5. Implementasi dan monitoring hasil dari redisain proses tersebut (ACTION & OUTCOME
MEASURE)
Langkah 1. IDENTIFIKASI PROSES BERISIKO TINGGI
Proses yang dimaksud dapat merupakan proses yang baru dan belum dilakukan
(misalnyapembelian alat baru, pemakaian rekam medik elektronik, redisain kamar bedah),
proses yangsudah berjalan, berisiko tinggi walaupun belum menimbulkan insiden (misalnya
pemeriksaan dilaboratorium), proses klinik (misalnya proses pelayanan kateterisasi jantung),
atau proses nonmedik (pembayaran tagihan pasien asuransi). Dalam menentukan proses yang
hendak dianalisisdengan HFMEA, kumpulan proses yang ada digrading untuk menentukan
skor risikonya
(sebagaimana dalam prosedur RCA, risk assessment).
27
Lankah 3. GAMBARKAN ALUR PROSES
Gambarkan seluruh tahapan dalam alur proses beserta dengan sub-proses dari masing-masing
tahapan proses:
28
Kemudian uraikan modus kegagalan (dalam sub proses) dari masing-masing tahapan dalam
alurproses tersebut.
29
Langkah 4. HAZARD ANALYSIS
30
Failure Mode (Kegagalan Proses) yang dipilih dijabarkan lebih lanjut dan lebih detail dalam
tabelberikut:
31
32
33
34
Bila dari analisa Pohon Keputusan berakhir pada STOP, maka tidak perlu lagi
meneruskanpencarian akar masalah untuk hazard ini karena berarti hazard tersebut tidak
prioritas. Sedangkanhazard yang berakhir pada titik hijau sebagaimana gambar di atas, perlu
ditindaklanjuti sebagailangkah ke-5.
35
BAB IV
PELAPORAN
Mekanisme Pelaporan
Pengelola Resiko
36