You are on page 1of 22

LAPORAN KASUS

RSUD Dr. SOESELO SLAWI

PASIEN DENGAN FRAKTUR TIBIA 1/3 DISTAL


SINISTRA FRAGMENTED TERTUTUP NON
KOMPLIKATA

Diajukan guna melengkapi tugas Kepaniteraan Komprehensif


Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro

Oleh :
WIM KHAIRU TAQWIM
NIM : G6A099187

Pembimbing : Dr. WAHYU ROSHARJANTO, Sp. BO

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO


SEMARANG

1
2005

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Patah tulang bukan hanya persoalan terputusnya kontinuitas tulang dan


bagaimana mengatasinya, akan tetapi harus ditinjau secara keseluruhan dan harus diatasi
secara simultan. Harus dilihat apa yang terjadi secara menyeluruh, bagaimana/ jenis
penyebabnya, apakah ada kerusakan kulit, pembuluh darah, syaraf, dan harus
diperhatikan lokasi kejadian, waktu terjadinya agar dalam mengambil tindakan dapat
dihasilkan sesuatu yang optimal.
Tujuan umum penanganan fraktur adalah tulang sembuh dalam posisi
sedemikian rupa sehingga fungsi dan kosmetik tidak cacat, dan penderita dapat berobat
jalan sehingga penderita dapat kembali ke pekerjaan serta hobinya seawal mungkin.
Penanganan fraktur dapat secara tertutup yang disebut juga secara konservatif
atau secara terbuka disebut juga secara radikal. Secara tertutup dilakukan reposisi dengan
manipulasi diikuti pemasangan fiksator luar, yaitu plaster/ gips, traksi atau fiksator skelet
eksterna. Secara terbuka dilakukan operasi untuk reposisi dan memesang fiksator interna,
yaitu plate dan screws, wire, K-wire, pin atau nail.1
Tulang bukan saja merupakan kerangka penguat tubuh, akan tetapi tulang juga
merupakan bagian untuk susunan sendi dan disamping itu pada tulang melekat origo dan
insertio dari otot-otot. Dengan demikian maka tulang dan kerangka merupakan segi yang
sangat penting di dalam bidang orthopaedie.2
Dalam dunia modern sekarang ini dimana mobilitas individu semakin tinggi
ditambah majunya industri dan teknologi, semakin banyak terjadi kecelakaan lalu lintas
atau kecelakaan kerja yang dapat menimbulkan cedera traumatik pada tulang, otot atau
sendi sehingga menyebabkan fraktur, dislokasi atau kelainan-kelainan lain. Oleh karena
tingginya angka kejadian fraktur ini, maka diperlukan suatu upaya penatalaksanaan yang
baik dan benar sehingga dapat sembuh secara optimal, baik secara kosmetik dan tidak
menimbulkan kecacatan.

3
B. TUJUAN
Dokter umum mampu mendiagnosis dan memberikan penatalaksanaan yang
baik dan benar sehingga dapat menghindari komplikasi dan kecacatan akibat pengelolaan
fraktur yang salah.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. MEKANISME TRAUMA
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan/ atau
tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa. Trauma yang menyebabkan
tulang patah dapat berupa trauma langsung, misalnya benturan pada lengan bawah yang
menyebabkan patah tulang radius dan ulna, dan dapat berupa trauma tidak langsung,
misalnya jatuh bertumpu pada tangan yang menyebabkan tulang klavikula atau radius
distal patah.
Akibat trauma pada tulang tergantung pada jenis trauma, kekuatan dan arahnya.
Trauma tajam yang langsung atau trauma tumpul yang kuat dapat menyebabkan tulang
patah dengan luka terbuka sampai ke tulang yang disebut patah tulang terbuka. Patah
tulang di dekat sendi atau mengenai sendi dapat menyebabkan patah tulang disertai
luksasi sendi yang disebut fraktur dislokasi.3

B. PATAH TULANG TERBUKA


Disini ada hubungan langsung antara tempat fraktur dengan udara terbuka. Bila
fraktur disebabkan oleh kekerasan langsung dari luar, maka kulit, kotoran dari jalan,
pakaian atau benda asing lain dapat masuk ke dalam luka.4
Tabel 1. Derajat patah tulang terbuka
Derajat Luka Fraktur
I Laserasi < 2 cm Sederhana, dislokasi fragmen minimal
II Laserasi > 2 cm, kontusi otot Dislokasi fragmen jelas
disekitarnya
III Luka lebar, rusak hebat atau Kominutif, segmental, fragmen tulang
hilangnya jaringan di sekitarnya ada yang hilang.3

Usaha untuk menghilangkan infeksi yang terjadi atau mungkin terjadi, haruslah
dilakukan dengan cermat untuk mencegah hilangnya anggota badan atau bahkan untuk

5
mencegah kematian. Fraktur terbuka adalah kasus yang membutuhkan pembedahan
secepat mungkin. Penderita harus dinilai secara keseluruhan dan luka-luka lain yang
terjadi bersama fraktur itu (misalnya trauma kepala yang parah, trauma pada organ-organ
abdomen atau thorax, juga perdarahan interna) mungkin harus secara relatif mendapat
prioritas. Tindakan untuk mengurangi rasa nyeri dan resusitasi yang memadai sangat
perlu dilakukan sebelum dikerjakan pembedahan. Shock hipovolemik harus
ditanggulangi. Berikan pula toxoid anti-tetanus profilaksi.
Tindakan pertolongan pertama yang lain sedikit sekali, yaitu pembidaian anggota
badan yang terluka dan daerah fraktur ditutupi dengan kain steril (bukan diperban/
dibalut). Torniquet tidak pernah digunakan untuk menghentikan perdarahan, karena
penekanan setempat luka sudah mencukupi.4
Debridement dilakukan pada tulang yang telah terinfeksi. Debridement adalah
insisi yang dilakukan untuk mengeluarkan pus yang timbul dari luka yang terinfeksi, juga
jaringan nekrotik, benda asing. Dengan demikian tujuan dilakukan debridement adalah:

Deteksi dan eksisi jaringan nekrotik

Deteksi dan pembuangan benda asing, terutama benda asing organik

Reduksi terhadap kontaminasi bakteriil

Penyediaan jaringan yang hidup dan mampu melawan kontaminasi
bakteri primer1
Semakin luas luka pada jenis fraktur terbuka ini dan semakin lambat pelaksanaan
debridement luka, maka semakin besar risiko terjadi sepsis, dan kebutuhan akan drainase
yang lebih bebas serta immobilisasi menjadi lebih besar pula. Penggunaan antibiotik
memang telah menurunkan insiden osteomyelitis akibat fraktur terbuka. Meski demikian,
fraktur terbuka masih merupakan salah satu sebab utama terjadinya osteomyelitis yang
menyebabkan pembedahan yang lama dan berulang-ulang, tidak terjadinya penyembuhan
fraktur (non-union). Penyakit ini juga mengakibatkan hilangnya banyak jam kerja dan
menimbulkan kebutuhan akan ”bone graft” pada saat-saat selanjutnya, bahkan kadang-
kadang mengakibatkan dilakukan amputasi4.
Fraktur terbuka (compound fractures) merupakan indikasi dilakukan tindakan
pembedahan. Indikasi lain:

6

Fraktur yang tidak dapat direposisi secara memuaskan dengan cara-cara
lain. Misalnya pada fraktur patella dan olecranon dimana fragmen-
fragmen tulang terpisah cukup jauh, pada fraktur intra articuler yang
mengalami pendesakan.

Fraktur dengan komplikasi perlukaan pada syaraf, pembuluh darah, atau
alat-alat dalam.

Bila tidak dikehendaki immobilisasi yang lama

Penyambungan tulang patah yang gagal (non union), yang telah menetap

Fraktur patologis4

C. FRAKTUR METATARSAL
Kurang lebih 10% dari semua fraktur terjadi pada 26 tulang kaki. Tulang-tulang
tersebut terdiri dari 2 tulang di kaki sebelah belakang (calcaneus, talus), 5 tulang di
tengah (navicular, cuboid, 3 cuneiformis), dan 19 tulang di depan (5 metatarsal, 14
phalang).5
Fraktur metatarsal berkisar dari luka yang paling ringan sampai yang berat. Hal
ini tergantung pada bentuk luka dan jumlah displace dari fraktur. Suatu saat fraktur
tersebut dapat terjadi di sebagian daerah kaki dengan aliran darah yang jelek. Hal ini
membuat penyembuhan fraktur lebih sulit. Seringnya fraktur semacam ini membutuhkan
pembedahan6.
Fraktur metatarsal paling sering disebabkan karena terkilir atau trauma langsung
(misalnya dorsum kaki tertimpa benda berat atau terlindas oleh roda kendaraan). Kadang
fraktur metatarsal dapat tidak diketahui karena gejalanya dapat mirip dengan pergelangan
kaki yang terkilir. Fraktur ini didiagnosis berdasarkan riwayat terluka di kaki yang diikuti
dengan nyeri dan pembengkaan. Dari pemeriksaan fisik:
 Perhatikan adanya pembengkaan, memar, deformitas dan luka terbuka
pada kaki yang terkena
 Raba nadi, capillary refill, nyeri tekan, ketidakstabilan, dan krepitasi.
 Tes range of motion dan fungsi sendi. Range of motion dari kaki terhadap
pergelangan kaki adalah plantar fleksi 45, dorso fleksi 20, inversi 30,
eversi 20, internal rotasi 20, eksternal rotasi 10.

7
 Perhatikan pemeriksaan neurologik kaki, baik fungsi motorik maupun
sensorik
Foto rontgen membantu untuk mengkonfirmasi adanya fraktur, CT scan atau MRI akhir-
akhir ini dibutuhkan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya luka-luka lain3,6.
Pengobatan yang harus dilakukan adalah mengembalikan fragmen metatarsal
tersebut pada posisi semula sebab fraktur yang terdepresi akan menyebabkan nyeri yang
berkepanjangan. Pembalutan dengan bahan elastik harus dihindarkan karena hal ini akan
mengganggu sirkulasi. Penatalaksanaan sesegera mungkin adalah dengan mengangkat
kaki dan menggunakan tongkat penyangga. Penatalaksanaan non operatif dapat dengan
gips. Menopang berat badan pada kaki yang cedera yang digips tidak diperbolehkan
sedikitnya selama empat minggu. Sesudah itu dilanjutkan pemasangan gips untuk
berjalan selama empat minggu berikutnya. Untuk penatalaksanaan operatif, pembedahan
diperlukan fraktur metatarsal yang terjadi di daerah kaki dengan sediaan darah yang
sedikit atau pada kasus dimana tulang keluar dari tempatnya. Kadang fiksasi dengan
kawat Kirscher dilakukan untuk mempertahankan stabilitas, terutama pada fraktur yang
multipel. K-wire (Kirscher wire) mempunyai keuntungan:

Alat yang sedehana

Sudah tersedia dan murah harganya

Mudah disesuaikan dengan berbagai kebutuhan

Dapat digunakan untuk daerah epifisis

Hanya dibutuhkan peralatan sederhana untuk memasangnya1,3,6
Komplikasi akut yang paling berbahaya adalah sindrom kompartemen. Sindrom
ini berhubungan langsung dengan fraktur tulang kaki bagian tengah sebagai hasil dari
mekanisme pendesakan. Yang termasuk tanda-tanda klinisnya adalah pembengkaan
(awal) dan neurovascular compromise (lambat). Adanya kecurigaan, membutuhkan
konsultasi ahli orthopedi segera; penatalaksanaannya adalah fasciotomi ketika diagnosis
ditegakkan. Komplikasi kronis yang dapat terjadi adalah:
 arthritis
 infeksi
 non union atau ketidakstabilan
 gangguan gaya berjalan.

8
Prognosis pada umumnya baik bila dilakukan penatalaksaan dengan baik. Edukasi
pada pasien adalah menjelaskan cara berjalan yang benar agar tidak menopang beban
tubuh pada kaki yang sakit6.

9
BAB III
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS
Nama : Tn A Y
Umur : 60 tahun
Jenis kelamin : Laki- laki
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Tidak Bekerja
Alamat : Kedawon RT 07/ RW 08 Larangan Brebes
Agama : Islam
No CM : 184201
Masuk RS : 4 Juni 2005

No. Masalah aktif Tanggal No. Masalah pasif Tanggal


1. Fraktur tibia 1/3 distal 7-06-2005 1. Fraktur fibula 1/3 7-06-2005
fragmented, proksimal,
displaced, tertutup, displaced,
non komplikata tertutup, non
komplikata

B. ANAMNESIS (Autoanamnesis dengan penderita pada tanggal 7-06-2005)

Keluhan utama
Nyeri pada kaki kanan dengan luka terbuka

Riwayat penyakit sekarang


Kurang lebih setengah jam sebelum masuk rumah sakit penderita mengalami
kecelakaan saat berjalan. Saat itu gelap, tiba-tiba dari arah depan melaju sepeda
motor dengan kecepatan tinggi yang dikendarai 2 orang mabuk. Penderita tertabrak
dan terpental, kaki kanan terkena ”gir” sepeda motor. Penderita pingsan selama + 2
menit, mual (-), muntah (-) , sakit kepala (+), setelah sadar penderita mengeluh sakit
pada kaki kanannya terus-menerus seperti ditusuk-tusuk terutama saat mencoba

10
untuk digerakkan, kemudian penderita langsung dibawa ke RS Dr Soeselo oleh
penolong.

Riwayat penyakit dahulu


* Riwayat bengkak di daerah yang patah dengan luka tidak sembuh-sembuh
disangkal.
* Riwayat sering patah tulang sejak kecil disangkal.
* Riwayat nyeri tulang disertai gangguan gerak disangkal.
* Riwayat benjolan di daerah yang patah disangkal.

Riwayat penyakit keluarga


* Ibu penderita tidak pernah melahirkan anak yang lahir meninggal dengan tulang
patah-patah.
* Penderita tidak mempunyai anggota keluarga yang sering patah tulang
* Tidak ada anggota keluarga yang menderita tumor.

Riwayat sosial ekonomi


Penderita seorang petani, istri penderita seorang ibu rumah tangga. Penderita
mempunyai dua orang anak yang belum mandiri. Biaya pengobatan ditanggung
keluarga.
Kesan : Sosial ekonomi cukup

C. PEMERIKSAAN FISIK (25-06- 2004)


Status generalis
Keadaan Umum : tampak kesakitan, lemah, kesadaran kompos mentis
GCS = 15
E4 = dapat membuka mata spontan
M6 = dapat melakukan gerakan sesuai perintah
V5 = menjawab sesuai pertanyaan (disorientasi)
Tanda Vital : T :110/80 mmHg
N : 88x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup

11
RR : 20x/menit, reguler
t : 37 oC axiller
BB : 50 kg
Kepala : mesosefal
Mata : conjungtiva palpebra anemis -/-, pupil isokor  3 mm/3mm
conjungtiva bleeding -/-, Reflex cahaya +/+
Telinga : discharge -/-
Hidung : nafas cuping hidung -/-
discharge -/-
Mulut : sianosis - ,bibir kering (–)
Leher : simetris , deviasi trakea (-)
pembesaran nnll (-)
nyeri tekan vertebra cervikalis (-)
hematom regio cervikalis (-)
Thorax : simetris, retraksi (-)
Cor I : ictus cordis tidak tampak
Pa : ictus cordis teraba di SIC V 2 cm medial LMCS
tidak melebar tidak kuat angkat.
Pe : batas atas : SIC II linea parasternalis kiri
kanan : linea parasternalis kanan
kiri : 2 cm medial linea midclavicularis kiri
Au : suara jantung I-II murni bising (-) gallop (-)
Pulmo I : simetris, statis, dinamis
Pa : stem fremitus ka = ki
Pe : sonor seluruh lapangan paru
Au : suara dasar vesikuler , suara tambahan (-)
Abdomen I : datar, venektasi (-)
A : bising usus (+) normal
Pe : timpani, pekak sisi (+) normal, pekak alih (-)
Pa : supel, nyeri tekan (-) , hepar dan lien tidak teraba

12
Ekstremitas : superior inferior
Oedem +/- +/-
Sianosis -/- -/-
Akral dingin -/- -/-

Status lokalis :
- Regio manus dextra
I : tampak luka robek dengan ukuran 7x0,2x0,1cm dan 0,2x0,1x0,1cm, darah
(+), dasar lemak, oedem (+)
Pa : Nyeri tekan (+), perabaan hangat (-), sensibilitas (+) N, krepitasi (-)
- Regio pedis dextra
I : tampak luka robek dengan ukuran 15x1x0,5cm, darah (+), kotor, sebagian
dasar otot, sebagian dasar tulang, deformitas (+), tampak bengkak (+),
edema (+), hematom (+).
Pa : Nyeri tekan (+), perabaan hangat, sensibilitas (+) N, krepitasi (+), pulsasi
arteri tibialis posterior (+) kuat
Movement kaki kanan : Gerak pasif terganggu  sakit  motorik 4
Gerak aktif terganggu sakit.
ROM kaki kanan : gerak terbatas karena sakit  pasien menolak

Hasil laboratorium
Pemeriksaan darah rutin (26-06-2004)
Hb : 13,0 gr/dl
Ht : 39,0 %
Leukosit : 11.000/mm3
Eritrosit : 5,09 juta /mm3
Trombosit : 220.000/mm3
MCV : 77 femtoliter
MCH : 25,5 picogram
MCHC : 33,3 gr/dl
CT : 4 detik
BT : 1,5 detik

13
Pemeriksaan kimia darah
GDS : 99 mg/dl
Ureum : 46,2 mg/dl
Creatinin :0,90 mg/dl
Cholesterol :159,1 mg/dl
Bilirubin total : 1,4 mg/dl
Total Protein : 7,2 mg/dl
Albumin : 4,4 mg/dl
SGPT : 36 U/L
SGOT :37 U/L

X-foto pedis dextra (25-06-2004)


Tampak fraktur os metatarsal II-V

D. RESUME
Seorang laki-laki ,30 tahun datang dengan keluhan nyeri kaki kanan dengan luka
terbuka. Kurang lebih setengah jam sebelum masuk rumah sakit penderita
mengalami kecelakaan saat berjalan. Saat itu gelap, tiba-tiba dari arah depan melaju
sepeda motor dengan kecepatan tinggi yang dikendarai 2 orang mabuk. Penderita
tertabrak dan terpental, kaki kanan terkena ”gir” sepeda motor. Penderita pingsan
selama + 2 menit, mual (-), muntah (-) , sakit kepala (+), setelah sadar penderita
mengeluh sakit pada kaki kanannya terus-menerus seperti ditusuk-tusuk terutama
saat mencoba untuk digerakkan, kemudian penderita langsung dibawa ke RS Dr
Soeselo oleh penolong.

Status generalis
Keadaan Umum : tampak kesakitan, lemah, kesadaran kompos mentis
GCS = E4M6V5 (15)
Tanda Vital :T : 110/80 mmHg
N : 88 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
RR : 20x/menit, reguler

14
t : 37 oC axiller
Kepala : mesosefal, dalam batas normal
Mata : dalam batas normal
Telinga , Hidung : dalam batas normal
Leher : dalam batas normal
Thorax : dalam batas normal
Cor : dalam batas normal
Pulmo : dalam batas normal
Abdomen : dalam batas normal
Ekstremitas : superior inferior
Oedem +/- +/-
Sianosis -/- -/-
Akral dingin -/- -/-

Status lokalis :
- Regio manus dextra
I : tampak luka robek dengan ukuran 7x0,2x0,1cm dan 0,2x0,1x0,1cm, darah
(+), dasar lemak, oedem (+)
Pa : Nyeri tekan (+), perabaan hangat (-), sensibilitas (+) N, krepitasi (-)
- Regio pedis dextra
I : tampak luka robek dengan ukuran 15x1x0,5cm, darah (+), kotor, sebagian
dasar otot, sebagian dasar tulang, deformitas (+), tampak bengkak (+),
edema (+), hematom (+).
Pa : Nyeri tekan (+), perabaan hangat, sensibilitas (+) N, krepitasi (+), pulsasi
arteri tibialis posterior (+) kuat
Movement kaki kanan : Gerak pasif terganggu  sakit  motorik 4
Gerak aktif terganggu sakit.
ROM kaki kanan : gerak terbatas karena sakit  pasien menolak

Laboratorium : dalam batas normal

15
X-foto pedis dextra
Tampak fraktur os metatarsal II-V

E. DAFTAR ABNORMALITAS
1. Fraktur terbuka metatarsal II-V dextra grade II
2. Vulnus Lacerasi regio manus dextra

F. DIAGNOSIS
1. Fraktur terbuka metatarsal II-V dextra grade II
2. Vulnus Lacerasi regio manus dextra

G. INITIAL PLAN
1. Fraktur terbuka metatarsal II-V dextra grade II
Ass: komplikasi fraktur
Dx : S :-
O : X foto pedis dextra post op, darah rutin (Hb, diff count, LED I-II, leuko).
Tx : Wound toilet, hecting
Infus RL 20 tts/mnt
Injeksi ceftriaxon 1 gr iv
Injeksi ketoprofen 100 mg iv
Injeksi ATS 1500 U im
Injeksi asam tranexamat 500 mg iv
Debridement, reposisi, fixasi ,imobilisasi, rehabilitasi
Mx : Keadaan umum ,kesadaran, tanda vital, tanda-tanda komplikasi fraktur, X- foto
pedis dextra post operatif.
Ex : Menjelaskan kepada penderita dan keluarga bahwa penderita mengalami patah
tulang kaki dengan luka terbuka sehingga harus dilakukan operasi segera agar
dapat berfungsi kembali serta menjelaskan kemungkinan komplikasi yang
dapat terjadi dan usaha penanganannya

16
2. Vulnus Lacerasi regio manus dextra
Ass : -
Dx : S :-
O :-
Tx : Wound toilet, hecting
Mx : Keadaan umum ,kesadaran, tanda vital
Ex : Menjelaskan kepada penderita dan keluarga agar luka jangan terkena air dan
kotoran, serta menjelaskan kemungkinan komplikasi yang dapat terjadi dan
usaha penanganannya.

17
BAB IV
PEMBAHASAN

Seorang laki-laki umur 30 tahun datang setelah kecelakaan lalu lintas. Dari
ananmnesis didapatkan adanya riwayat trauma yaitu jatuh akibat tertabrak sepeda motor
dengan kecepatan cukup tinggi, kaki kanan terkena “gir” sepeda motor, nyeri dengan luka
terbuka, bengkak. Dari pemeriksaan fisik didapatkan adanya luka robek, oedema,
hematom, deformitas, perabaan hangat dan krepitasi. Sedangkan dari hasil X-foto pedis
dextra terdapat gambaran fraktur metatarsal II-V. Dari hasi anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan laboratorium serta pemeriksaan penunjang maka diagnosis fraktur terbuka
metatarsal II-V dapat ditegakkan dan menurut klasifikasi derajat patah tulang terbuka
termasuk dalam grade II.
Pada pemeriksaan selanjutnya tidak ditemukan adanya komplikasi dan dilakukan
debridement. Pada pertimbangan selanjutnya karena merupakan fraktur terbuka serta
garis fraktur yang kurang bagus maka dilakukan reposisi secara terbuka dan fixasi interna
menggunakan K-wire. Hal ini dilakukan karena fraktur terbuka merupakan indikasi
tindakan pembedahan. Apabila tidak dilakukan debridement dan dilakukan
penatalaksanaan secara non operatif maka akan meningkatkan risiko terjadi sepsis,
penyatuannya akan kurang baik (mal union) atau bahkan tidak terjadi penyatuan (non
union), selain itu penyembuhannya lama dan secara kosmetik juga kurang bagus.
Penggunaan obat-obatan untuk mencegah infeksi serta bersifat simtomatis
misalnya antibiotik, analgetik dan obat-obatan antiinflamasi non steroid juga perlu
diberikan pada pasien ini untuk memperoleh hasil yang optimal. Hal ini perlu
dipertimbangkan untuk menghindari komplikasi post operatif misalnya infeksi yang akan
memperlambat proses penyembuhan.
Untuk memperoleh hasil penyambungan tulang yang bagus, perlu dilakukan
adaptasi dan rehabilitasi pada daerah yang fraktur. Misalnya dengan melakukan latihan
yang bebannya disesuaikan dengan tingkatan peyembuhan fraktur itu sendiri.

18
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Pada prinsipnya penatalaksanaan fraktur tulang adalah hampir sama pada semua
jenis tulang yaitu, reposisi, imobilisasi dan fixasi baik itu dilakukan secara non operatif
maupun melalui operatif. Namun teknik yang diambil pada masing-masing fraktur
berbeda. Misalnya saja pada pengelolaan fraktur metatarsal ini, tiap pasien akan
diperlakukan berbeda tergantung dari ada tidaknya hubungan dengan dunia luar, letak
garis fraktur, dan garis frakturnya.
Pada pasien ini telah dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik serta penunjang
berupa X-foto pedis dextra AP dan lateral, laboratorium darah lengkap dan kimia darah
untuk menegakkan diagnosis fraktur terbuka metatarsal II-V dextra grade II. Pada pasien
ini telah dilakukan pengelolaan sesuai dengan referensi. Karena termasuk fraktur terbuka
dan garis frakturnya kurang bagus maka dilakukan debridement, reposisi dan fixasi
secara operatif.

B. Saran
Rumah Sakit
 Ada sebagian masyarakat yang menolak dilakukan penanganan medis sesuai
dengan referensi yang ada, sehingga penyembuhan yang terjadi menjadi
kurang baik. Oleh karena itu diperlukan penjelasan singkat namun tepat
sasaran sehingga masyarakat bersedia menyetujui rencana pengelolaan yang
akan dilakukan.
Masyarakat
 Diharapkan dapat lebih mengerti dan kooperatif dengan penatalaksanaan yang
akan dilakukan guna memperoleh penyembuhan yang baik dan
mengembalikan fungsi tulang yang fraktur seoptimal mungkin.

19
PERJALANAN PENYAKIT
Tgl Subyktf Obyektif Assest Terapi
25/06/04 Nyeri kaki Keadaan Umum : sadar Fraktur - WT, HT
kanan terbuka
Tanda Vital : - Inf RL 20tts/mnt
dengan metatarsal
luka - Tensi : 110/ 80 mmHg II-V - Inj ceftriaxon 1gr
terbuka, - Nadi : 88 x/ mnt reguler, isi dextra gr - Inj ketoprofen 100
nyeri dan tegangan cukup. II mg
kepala. VL regio
- Pernafasan : 20 x/ mnt manus - Inj as. Tranexamat
dextra 500 mg
- Suhu : 37 C (axiler)
0

- Inj ATS 1500 U


PF: Tanda-tanda fraktur
terbuka metatarsal (+) dextra, Program :
luka robek regio manus dextra
- Pengawasan
X-foto: fraktur metatarsal II-V keadaan umum dan
tanda vital
- debridement, fixasi
interna dg K-wire

26/06/04 Nyeri kaki tetap Tetap, post - Inf RL 20 tts/mnt


kanan debrideme
Lab: dbn - Inj ceftriaxon
nt, 2x1gr
adaptasi
K-wire - Inj ketoprofen
2x100 mg
- Inj gentamycin
2x80 mg
Program :
-Pengawasan
keadaan umum dan
tanda vital
27/06/04 tetap Tetap  tetap tetap

28/06/04 tetap tetap  tetap Tetap

29/06/04 tetap tetap  tetap Tetap

30/06/04 tetap tetap  tetap Tetap

01/06/04 tetap tetap  tetap Tetap

20
02/06/04 Tetap Tetap  tetap tetap
pulang paksa

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Mangunsudirdjo RS. Fraktur, penyembuhan, penanganan dan komplikasi. Buku I,


edisi I. Semarang. 1989; 46-92
2. Soeharso R. Pengantar ilmu bedah orthopaedi. Cetakan III. Yayasan Essentia
Medica. Yogyakarta. 1993; 71
3. Sjamsuhidajat R, Wim De Jong, Buku Ajar Ilmu Bedah, ed revisi, EGC, Jakarta,
1997: 1138-1188
4. Bloch B. Fraktur dan dislokasi. Edisi I, cetakan III. Yayasan Essentia Medica.
Yogyakarta. 1978; 19-28
5. Silbergleit R. Fractures, foot. http://www.emedicine.com/emerg/topic195.htm
6. Metatarsal fractures. http://www.emedx.com/emedx/diagnosis_information/foot-
angkle_disorder/metatarsal_fractures_outline.htm

22

You might also like