You are on page 1of 7

Maternitas

Nama : Sr.M.Marsella Marbun

Nim : 032020021

Tanggal 08 oktober 2021

Mecegah perdarahan pada kala IV

Pendarahan postpartum adalah kehilangan darah antara 500 ml atau lebih selama bersalin ataupun masa nifas. Pendarahan post
partum pada 24 jam pertama menyebabkan kematian sebesar 45%, 68%-73% dalam satu minggu setelah bayi lahir, dan 82%-88% dalam
dua minggu setelah bayi lahir . Penyebab pendarahan postpartum yaitu 4T (Tonus, Tissu, Trauma, dan Trombin). Penyebab lain pendarahan
post partum antara lain oleh plasenta previa, inversio uteri, ruptur uteri, kehamilan ektopi, abortus, dan laserasi jalan lahir (Prawirohardjo,
2010).

Perdarahan yang terjadi sebelum dan selama plasenta lahir lebih dikenal sebagai perdarahan kala III dan perdarahan setelah
plasenta lahir sebagai perdarahan kala IV, dan sering disebut sebagai immediate postpartum bleeding.

Faktor lain penyebb pendarahan:

Pertama : atonia Uteri Atonia uteri adalah ketidakmampuan uterus khususnya miometrium untuk berkontraksi setelah plasenta
lahir. Perdarahan postpartum secara fisiologis dikontrol oleh kontraksi serat- serat miometrium terutama yang berada di sekitar pembuluh
darah yang mensuplai darah pada tempat perlengketan plasenta. Kegagalan kontraksi dan retraksi dari serat miometrium dapat menyebabkan
perdarahan yang cepat dan parah serta syok 9 hipovolemik. Kontraksi miometrium yang lemah dapat diakibatkan oleh kelelahan karena
persalinan lama atau persalinan yang terlalu cepat, terutama jika dirangsang.

Kedua, yaitu karena Laserasi jalan .lahir Pada umumnya robekan jalan lahir terjadi pada persalinan dengan trauma. Pertolongan
persalinan yang semakin manipulatif dan traumatik akan memudahkan robekan jalan lahir dan karena itu dihindarkan memimpin persalinan
pada saat pembukaan serviks belum lengkap. Robekan jalan lahir biasanya akibat episiotomi, robekan spontan perineum, trauma forsep atau
vakum ekstraksi, atau karena versi ekstraksi.

Ketiga, yaitu karena retensio plasenta. Retensio plasenta adalah plasenta belum lahir hingga atau melebihi waktu 30 menit setelah
bayi lahir. Hal ini disebabkan karena plasenta belum lepas dari dinding uterus atau plasenta sudah lepas tetapi belum dilahirkan. Retensio
plasenta merupakan etiologi tersering kedua dari perdarahan postpartum (20% - 30% kasus). Kejadian ini harus didiagnosis secara dini
karena retensio plasenta sering dikaitkan dengan atonia uteri untuk diagnosis utama sehingga dapat membuat kesalahan diagnosis. Pada
retensio 11 plasenta, resiko untuk mengalami PPP 6 kali lipat pada persalinan normal.

Penanganan Pendarahan:

Perdarahan yang terjadi pada saat pasca salin dan setelah kala IV.Penanganan perdarahan dapat dilakukan :

1. Transfuse darah minimal 2 kolf untuk mengevaluasi atau koreksi hipovolemi.

Cara melakukan tampon menurut Ristanto 2013 sebagai berikut : Metode ini dikembangkan di Bangladesh oleh seorang Ginekologist,
Prof. Sayeba Achter.

a. Pada awalnya kondom diikatkan dalam sebuah kateter, sehingga metode ini dahulunya disebut metode kondom kateter. Sekarang
kondom diikatkan langsung dalam ujung selang infus, sehingga cara ini sekarang dikenal dengan metode tampon kondom.
Fungsi utama metode ini adalah mengembangkan uterus dari dalam dengan mengembangkan kondom yang diisi air, sehingga
kondom menekan pembuluh darah yang terbuka.
Indikasi utama adalah perdarahan karena atoni uterius, yang gagal dikelola dengan cara medikamentosa, sementara uterus masih harus
dipertahankan. Sebagai persiapan harus dipastikan bahwa tidak terdapat robekan jalan lahir maupun ruptur uterus, dan tidak terdapat sisa
jaringan plasenta.

Alat dan bahan yang harus disiapkan adalah kondom, selang infus (atau lebih baik selang transfusi), larutan NaCL, tiang infus, dan
jegul (kain kasa yang digulung menjadi bulat dengan diameter kurang lebih 6 cm). Pemasangan tampon kondom bisa bersifat permanen,
yakni bila benar-benar perdarahan behenti. Dengan demikian tujuan untuk mengkonservasi uterus dapat tercapai. Pemasangan bisa bersifat
sementara, sebagai persiapan sebelum dirujuk, selama dalam rujukan atau menunggu persiapan operasi. Dalam situasi darurat di mana
uterotonika tidak tersedia, maka penggunaan tampon kondom sangat dianjurkan, meskipun evidence nya rendah dan kualitas kekuatan
rekomendasinya juga lemah.

2. Inisiasi Menyusu Dini (IMD)

yaitu bayi mulai menyusu sendiri segera setelah lahir. Dengan meletakkan bayi baru lahir tengkurap di dada ibu dalam waktu minimal
1 jam hingga menimbulkan kontak kulit ibu dan kulit bayi sampai dapat menyusu sendiri, hentakan kepala bayi ke dada ibu, sentuhan tangan
bayi di putting susu dan sekitarnya, emutan dan jilatan bayi pada putting ibu merangsang pengeluaran hormon oksitosin, dimana hormon
oksitosin membantu uterus berkontraksi sehingga membantu mempercepat pelepasan dan pengeluaran ari-ari (placenta) dan menurunkan
resiko pendarahan pasca persalinan serta mempercepat kembalinya uterus ke bentuk semula hormon oksitosin juga merangsang produksi
hormon lain yang membuat ibu menjadi lebih rileks, lebih mencintai bayinya, meningkatkan ambang nyeri, dan perasaan sangat bahagia.
(Sondakh, 2013).

Umu Qonitun, Fitri Novitasari,2018. STUDI PERSALINAN KALA IV PADA IBU BERSALIN YANG MELAKUKAN INISIASI
MENYUSU DINI (IMD) DI RUANG MINA RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH TUBAN, Vol 11 No 1.

Sholaikhah Sulistyoningtyas, Fitnaningsih Endang Cahyawati,2020. KARAKTERISTIK DAN PENANGANAN PERDARAHAN PADA IBU
POSTPARTUM.Volume 12 No 1, Hal 141 – 146.

3. Menggunakan Bantalan pasir

yaitu dengan memberikan penekanan pada bagian atas fundus uteri menggunakan beban dengan menggunakan bantalan pasir atau dengan
menggunakan kain panjang yang diikatkan untuk mencegah naiknya uterus ke atas sehingga dapat mencegah terperangkapnya darah di
dalam kavum uteri. Bantalan pasir atau sand bag merupakan alat yang dapat digunakan sebagai bagian dari rangkaian pencegahan atonia
uteri pada pasien perdarahan yang diakibatkan oleh his yang lemah setelah plasenta lahir. Pada dasarnya bantalan pasir ini memiliki prinsip
kerja yang sama dengan Kompresi Bimanual Eksterna (KBE) yaitu dengan memberikan penekanan pada bagian atas fundus uteri. Alat ini
dibuat untuk mengembalikan kembali langkah-langkah yang pernah sukses dilakukan tenaga kesehatan terdahulu terutama bidan dan dokter
kandungan dalam menangani kasus perdarahan yang diakibatkan oleh atonia uteri. Sand bag mudah digunakan karena hanya dengan
meletakkan alat tersebut di bagian cephalad fundus uteri ibu agar fundus uteri tertekan sehingga bisa memicu adanya kontraksi. Bantalan
pasir dibuat dengan menggunakan plastik tebal yang berisi pasir kering seberat 500 gram dan dibalut menggunakan kain yang menutupi
seluruh bagian plastik. Beban pasir 500 gram cukup untuk memberikan tahanan terhadap fundus uteri agar fundus uteri tidak naik ke atas.
Bantalan pasir memiliki sambungan berbentuk sabuk dengan bahan yang elastis agar beban yang disimpan di cephalad fundus uteri ibu
dapat tertekan. Sabuk bisa dikencangkan menggunakan kancing yang ada dibagian belakang, alat ini juga dilengkapi dengan sensor yang
dapat mengukur kuatnya kontraksi uterus, sehingga pemeriksa akan mendapatkan hasil yang akurat. Bantalan pasir murah karena bisa dibuat
sendiri. Selain mempunyai kelebihan bantalan pasir ini, memiliki kelemahan di antaranya adalah sensor sering mengalami error apabila alat
terlalu banyak terguncang.

4. Kompresi Bimanual Eksterna (KBE) yaitu dengan memberikan penekanan pada bagian atas fundus uteri.

Puji Handayani , Hidayat Wijayanegara , Suryani Soepardan , Roni Rowawi , Ma’mun Sutisna , Adjat Soejati Rasyad,2019. Efektivitas
Penggunaan Bantalan Pasir (Sand Bag) Terhadap Pencegahan Kejadian Atonia Uteri Pada Ibu Bersalin Kala IV di RSUD Abdul Wahab
Sjahranie Samarinda Tahun 2019.
Menjahit luka episiotomi (perineorafi)

Pengertian episiotomi Prinsip tindakan episiotomi adalah pencegahan kerusakan yang lebih pada jaringan lunak akibat daya
regang yang melebihi kapasitas adaptasi atau elastisitas jaringan tersebut. Oleh sebab itu, pertimbangan untuk melakukan episiotomi harus
mengacu pada penelitian klinik yang tepat dan teknik paling sesuai dengan kondisi yang sedang dihadapi. Dengan demikian tidak dianjurkan
untuk melakukan prosedur untuk episiotomi secara rutin dengan mengacu pada pengalaman dan bukti-bukti ilmiah yang dikemukakan oleh
beberapa pakar dan klinisi, ternyata tidak terdapat bukti bermakna tentang manfaat episiotomi rutin (Pujiastuti Retna Dewi, 2012:)

Pendapat selanjutnya yaitu, episiotomi adalah suatu insisi bedah yang dilakukan pada perineum untuk memudahkan pelahiran
bagian presentase janin. Meskipun dahulu dilakukan secara rutin, kajian sistematik terhadap bukti-bukti memastikan bahwa praktik ini harus
dibatasi sesuai kebutuhan klinis (Baston Hellen.dkk, 2012: 118). Praktek episiotomi rutin telah mengakibatkan tingkat episiotomi tinggi
yang disertai komplikasi. Seperti komplikasi perdarahan, peyembuhan luka berkepanjangan, dan infeksi. (Nyengidiki Tammy, dkk, 2008).

Proses menjahit luka episiotomi

a) Atur posisi ibu menjadi posisi litotomi dan arahkan cahaya lampu sorot pada daerah yang benar. b) Keluarkan sisa dari dalam lumen
vagina, bersihkan daerah vulva dan perineum.

c) Kenakan sarung tangan yang bersih/DTT. Bila diperlukan pasanglah tampon atau kassa ke dalam vagina untuk mencegah darah mengalir
ke daerah yang akan dijahit.

d) Letakkan handuk atau kain bersih dibawah bokong ibu.

e) Uji efektifitas anestesi local yang diberikan sebelum episiotomi masih bekerja (sentuhan ujung jarum pada kulit tepi luka). Jika terasa
sakit, tambahkan anestesi local sebelum penjahitan dilakukan. f) Atur posisi penolong sehingga dapat bekerja dengan leluasa dan aman dari
cemaran.

g) Telusuri daerah luka menggunakan jari tangan dan tentukan secara jelas batas luka. Lakukan jahitan pertama kira-kira 1 cm diatas ujung
luka didalam vagina, ikat dan potong salah satu ujung dari benang dengan menyisakan benang dengan menyisakan benang kurang lebih 0,5
cm.

h) Jahitlah mukosa vagina dengan menggunakan jahitan jelujur dengan jerat kebawah sampai lingkaran sisa hymen.

i) Kemudian tusukkan jarum menembus mukosa vagina didepan hymen dan keluarkan pada sisi dalam luka perineum. Periksa jarak tempat
keluarnya jarum diperineum dengan batas atas irisan episiotomi.

j) Lakukan jahitan jelujur dengan jerat pada lapisan subkutisa dan otot sampai ke ujung luar luka (pastikan setiap jahitan pada kedua sisi
memiliki ukuran yang sama dan lapisan otot tertutup dengan baik).

k) Setelah mencapai ujung luka, baliklah arah jarum ke lumen vagina dan mulailah merapatkan kulit perineum dengan jahitan subkutikuler.

l) Bila telah mencapai lingkaran hymen, tembuskan jarum ke liar mukosa vagina pada sisi yang berlawanan dari tusukan terakhir
subkutikuler.

m) Tahan benang (sepanjang 2 cm) dengan klem, kemudian tusukkan kembali jarum pada mukosa vagina dengan jarak 2 mm dari tempat
keluarnya benang dan silangkan ke sis berlawanan hingga menembus mukosa pada sisi berlawanan.

n) Ikat benang yang dikeluarkan dengan pada klem dengan simpul kunci.
o) Lakukan control jahitan dengan pemeriksaan colok (lakukan tindakakn yang sesuai bila diperlukan).

p) Tutup jahitan luka episiotomi dengan kassa yang dibubuhi cairan antiseptik.

(Pudiastuti Ratna dewi, 2012: 5).

MANAJEMEN ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU POST PARTUM NY “S” DENGAN EPISIOTOMI DI RSUD SYEKH YUSUF
GOWA TAHUN 2017.

Melakukan perawatan perineal


Perawatan perineal adalah perawatanpada daerah tertutup pada bayi. perawatan pada daerah yang tertutup popok sangat penting
dilakukan. Perawatan perineal merupakan salah satu upaya untuk menjegah terjadinya diaper rash. Perawatan perineal atau perawatan
pada daerah yang tertutup popok pentingdilakukan, karena perawatan perineal dapat mencegah tumbuhnya jamur candida yang
merupakan salah satu penyebab terjadinya ruam popok (diaper rash).
1. Langkah Perawatan Perineal
Langkah-langkah yang harus diperhatikan dalam perawatan perineal pada bayi adalah sebagai berikut :
1) Ganti popok usai mengompol. Diaper rash bisa terjadi karena popok yang basah. Segera ganti popoknya begitu ia
kencing. Jika menggunakan disposable diapers, sering-seringlah memeriksanya. Jangan sampai membiarkan
genangan air seni atau tinja didalam diapers.Sebaiknya ganti diapers 3-4 jam sekali, kecuali jika ia buang air besar
harus segera diganti.
2) Kulit senantiasa kering. Usahakan kulit bayi dalam keadaan kering. Jika ia baru mengompol, segera basuh
dengan air menggunakan waslap. Keringkan dengan kain yang lembut atau dengan cara menepuk-nepuknya. Bila
perlu olesi salep kulit atau krim di daerah lipatan leher, ketiak, paha dan pantat. Tidak perlu menambahkan bedak
karena tidak cocok untuk menangani ruam popok. Salep kulit atau krim ini bisa mengurangi rasa gatal dan
merah-merah yang timbul. Sebaiknya, beli berdasarkan resep dokter atau produk yang sudah dianjurkan dokter.
3) Pakai sabun khusus.Gunakan sabun khusus yang tidak menimbulkan iritasi pada kulit. Hindari pemakaian sabun pada
daerah yang terkena peradangan.
4) Longgarkan popok. Jangan mengikat popo terlalu kuat.Hindari juga penggunaan popokatau celana yang terbuat dari
plastik, karet, nilon atau bahan lain yangtidak menyerap cairan.
5) Beri udara bebas. Sesekali biarkan daerah alat kelamin terkena udara bebas. Untuk beberapa saat lamanya (biasanya
setelah mandi), biarkan si kecil tanpa celana.

Eka Novita Sari,2018.JENIS POPOK DAN PERAWATAN PERINEALPADA BAYI 0-12 BULAN. Vol 02 No 04.

Memberikan Edukasi Kesehatan

Kebersihan diri ibu membantu mengurangi sumber infeksi dan meningkatkan perasaan nyaman pada ibu. Anjurkan ibu untuk menjaga
kebersihan diri dengan cara mandi yang teratur minimal 2 kali sehari, mengganti pakaian dan alas tempat tidur serta lingkungan dimana ibu
tinggal.

Ibu harus tetap bersih, segar dan wangi. Merawat perineum dengan baik dengan menggunakan antiseptik (PK / Denthol) dan selalu diingat
bahwa membersihkan perineum dari arah depan ke belakang. Jaga kebersihan diri secara keseluruhan untuk menghindari infeksi, baik pada
luka jahitan maupun kulit.

a. Pakaian

Sebaiknya pakaian agak longgar di daerah dada sehingga payudara tidak tertekan dan kering. Demikian juga dengan pakaian dalam, agar
tidak terjadi iritasi (lecet) pada daerah sekitarnya akibat lochea.

b. Kebersihan Rambut
Setelah bayi lahir, ibu mungkin akan mengalami kerontokan rambut akibat gangguan perubahan hormon sehingga keadaannya menjadi lebih
tipis dibandingkan keadaan normal. Jumlah kerontokan berbeda-beda antara wanita satu dengan yang lain. Cucilah rambut dengan
conditioner yang cukup, lalu menggunakan sisir yang lembut. Hindari penggunaan pengering rambut.

c. Kebersihan Kulit

Setelah persalinan, ekstra cairan tubuh yang dibutuhkan saat hamil akan dikeluarkan kembali melalui air seni dan keringat untuk
menghilangkan pembengkakan pada wajah, kaki, betis, dan tangan ibu. Oleh karena itu, dalam minggu pertama setelah melahirkan, ibu akan
merasakan jumlah keringat yang lebih banyak dari biasanya. Usahakan mandi lebih sering dan jaga agar kulit tetap kering.

d. Kebersihan Vulva dan sekitarnya

Membersihkan daerah kelamin dengan cara membersihkan daerah sekitar vulva terlebih dahulu, dari depan ke belakang, baru
kemudian membersihkan daerah sekitar anus. Bersihkan vulva setiap kali buang air kecil atau besar.
Sarankan ibu untuk mengganti pembalut / kain pembalut, setidaknya dua kali sehari. Kain dapat digunakan ulang jika telah
dicuci dengan baik dan dikeringkan di bawah matahari atau disetrika.
Sarankan ibu untuk mencuci tangan dengan sabun dan air sebelum dan sesudah membersihkan daerah kelaminnya.
Jika ibu mempunyai luka episiotomi atau laserasi, sarankan kepada ibu untuk menghindari menyentuh luka, cebok dengan air
dingin atau cuci menggunakan sabun.

Personal Hygiene Pada Ibu Nifas Post SC (Pasca Operasi Bedah Cesar)

Setiap minggu kasa harus dibuka


Bersihkan jika keluar darah dan langsung ganti kasa
Jaga luka agar tidak lembab
Menjaga Kebersihan diri dan lingkungan
Gunakan bahan plastik atau pembalut yang kedap air (Opset)

Akibat Kurang atau Tidak Menjaga Personal Hygiene :

Ibu Mudah Sakit


Ibu terlihat kotor / kurang bersih
Bayi ibu sakit
Ibu kurang percaya diri
Ibu mengalami infeksi

Melakukan konseling keluarga

A. PENGERTIAN KONSELING KELUARGA

Sebelum mengartikan tentang konseling keluarga, maka terlebih dahulu kita definisikan tentang apa yang dimaksud dengan keluarga?.
Keluarga adalah satuan terkecil yang ada dalam masyarakat yang terdiri dari: ayah, ibu dan anak. Dalam hal ini ada tiga bentuk keluarga
yaitu: Nuclear Family, Extended Family dan Blended Family ( Namora,2011).

Nuclear family atau yang seringkali disebut dengan keluarga inti yaitu terdiri dari ayah, ibu dan anak. Extended Family atau sering
disebut dengan keluarga besar yang terdiri dari: ayah, ibu, anak, nenek, kakek, paman atau bibi. Sedangkan Blended Family atau sering
disebut dengan keluarga Trah/bani (Jawa) yaitu terdiri dari keluarga inti ditambah dengan anak dari pernikahan suami atau istri sebelumnya.
Klien adalah bagian dari salah satu bentuk keluarga tersebut, oleh karena itulah konseling keluarga memandang perlu memahami
permasalahan klien secara keseluruhan dengan cara melibatkan anggota keluarganya.
Menurut Golden dan Sherwood ( dalam Latipun, 2001) konseling keluarga adalah metode yang dirancang dan difokuskan pada
masalah-masalah keluarga dalam usaha untuk membantu memecahkan masalah pribadi klien. Masalah ini pada dasarnya bersifat pribadi
karena dialami oleh klien sendiri. Akan tetapi, konselor menganggap permasalahan yang dialami klien tidak semata disebabkan oleh klien
sendiri melainkan dipengaruhi oleh system yang terdapat dalam keluarga klien sehingga keluarga diharapkan ikut serta dalam menggali dan
menyelesaikan masalah klien.

Berbeda halnya dengan Crane ( dalam Latipun, 2001) yang mendefinisikan konseling keluarga sebagai proses pelatihan yang
difokuskan kepada orang tua klien selaku orang yang paling berpengaruh menetapkan system dalam keluarga. Hal ini dilakukan bukan
untuk mengubah kepribadian atau karakter anggota keluarga yang terlibat akan tetapi mengubah system keluarga melalui pengubahan
perilaku orang tua. Apabila perilaku orang tua berubah maka akan mempengaruhi anggota-anggota dalam keluarga tersebut, sehingga
maksud dari iraian tersebut orang tualah yang perlu mendapat bantuan dalam menentukan arah prilaku anggota keluarganya. Konseling
keluarga memandang keluarga sebagai kelompok tunggal yang tidak dapat terpisahkan sehingga diperlukan sebagai satu kesatuan.

Maksudnya adalah apabila terdapat salah satu anggota keluarga yang memiliki masalah maka hal ini dianggap sebagai symptom dari
sakitnya keluarga, karena kondisi emosi salah satu anggota keluarga akan mempengaruhi seluruh anggota lainnya. Anggota keluarga yang
mengembangkan simptom ini disebut sebagai “ identified patient” yang merupakan product dan kontributor dari gangguan interpersonal
keluarga.

1. PROSES KONSELING KELUARGA

Proses konseling keluarga berbeda dengan konseling individual karena ditentukan oleh berbagai faktor seperti jumlah kliennya (anggota
keluarga) lebih dari seorang. Relasi antar anggota keluarga amat beragam dan bersifat emosional, dan konselor harus melibatkan diri
(partisipan penuh) dalam dinamika konseling keluarga. Berdasarkan kenyataan, ada lima jenis relasi atau hubungan dalam konseling
keluarga yaitu:

1. Relasi seorang konselor dengan klien


2. Relasi satu klien dengan klien lainnya
3. Relasi konselor dengan sebagaimana kelompoks
4. Relasi konselor dengan keseluruhan anggota keluarga dan
5. Relasi antar sebagaimana kelompok  dengan sebagaimana kelompok anggota lain, misalnya ibu memihak anak laki-laki dan ayah
memihak anak perempuan.

TEKNIK KONSELING KELUARGA DALAM PENDEKATAN SISTEM


Menurut Sofyan S. Wilis ada beberapa teknik konseling pernikahan, yaitu:

1. Sculpting (mematung) yaitu suatu yang mengizinkan salah satu pasangan yang menyatakan kepada pasangan lain. Klien diberi
izin menyatakan isi hati dan persepsinya tanpa rasa cemas. Pasangan yang mematung tidak memberikan respon apa-apa selama
pasangan lain menyatakan perasaannya secara verbal.
2. Role Playing (bermain peran) yaitu suatu teknik yang memberikan peran tertentu kepada salah satu pasangan. Misalnya pasangan
perempuan memainkan peran sebagai istri dan pasangan lainnya sebagai suami, kemudian arahkan untuk menjalani suatu
kehidupan pasangan yang harmonis.
3. 3. Silence (diam) konselor hanya diam kemudian memberikan layanan informasi kepada klien apa yang akan mereka hadapi
ketika menjadi pasangan suami istri.
4. Confrontation ialah suatu teknik yang digunakan konselor untuk mempertentangkan pendapat-pendapat anggota keluarga yang
terungkap dalam wawancara konseling pernikahan.
5. Teaching Via Question ialah suatu teknik mengajar anggota dengan cara bertanya.
6. Listening (mendengarkan) teknik ini digunakan agar pembicaraan klien didengarkan oleh konselor dengan penuh perhatian
sehingga ia merasa dihargai.
7. Focusing yaitu upaya konselor untuk memfokuskan materi pembicaraan agar tidak menyimpang.
8. Summary (menyimpulkan) dalam suatu fase konseling, kemungkinan konselor akan menyimpulkan sementara hasil pembicaraan,
tujuannya agar konseling bisa berlanjut secara progresif.
9. Clarification (menjernihkan) yaitu usaha konselor untuk memperjelas atau menjernihkan suatu pernyataan yang terkesan samar-
samar.
10. Reflection yaitu cara konselor untuk merefleksikan perasaan yang dinyatakan klien, baik yang berbentuk kata-kata atau ekspresi
wajahnya.
11. Eksplorasi yaitu penjelajahan yang dihadapkan kepada klien untuk mendapatkan informasi lebih mengenai hal-hal yang belum
siap dihadapi klien dalam menempuh jenjang pernikahan.
12. Memimpin yaitu konselor menggunakan teknik ini untuk melihat bagaimana kemampuan klien dalam menata dan mengatur
keadaan yang akan dilalui dalam mengarungi bahtera rumah tangga serta bertanggung jawab dalam berbagai hal.
13. Memfokuskan yaitu konselor menggunakan teknik ini agar klien focus dan yakin untuk menjalankan pernikahan.

You might also like