You are on page 1of 7

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang paling besar

untuk menunjang kegiatan perekonomian pemerintah dan sebagai penyedia

fasilitas umum bagi masyarakat, sehingga diharapkan pajak dapat meningkatkan

kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Zain (2005) dalam Shinta (2017)

menjelaskan bahwa pajak merupakan iuran yang sifatnya memaksa sehingga

dalam memenuhi kewajiban pajaknya dapat memberatkan wajib pajak yang

bersangkutan. Perusahaan sebagai salah satu wajib pajak mempunyai kewajiban

untuk membayar pajak yang besarnya dihitung dari laba bersih yang

diperolehnya. Semakin besar pajak yang dibayarkan perusahaan, maka

pendapatan negara semakin banyak. Berikut adalah data penerimaan pajak tahun

2014 sampai 2016:

Tabel 1.1

Presentase Realisasi Penerimaan Pajak

(dalam triliun rupiah)


Persentase Realisasi Penerimaan Pajak
Tahun 2014 2015 2016
Target 1.072,37 1.294,26 1.355,20
Realisasi 981,83 1.060,83 1.105,81
Capaian 91,56% 81,96% 81,60%
Sumber: Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pajak 2016

Berdasarkan tabel di atas, faktanya bahwa penerimaan pajak di Indonesia

masih belum mampu dicapai dengan maksimal. Pada tahun 2014 target

1
penerimaan pajak sebesar Rp. 1.072,37 triliun, namun realisasi penerimaan pajak

hanya sebesar Rp. 981,83 triliun, dengan persentase yang diperoleh sebesar

91,56% dari target yang telah ditetapkan. Pada tahun 2015 target penerimaan

pajak sebesar Rp. 1.294,26 triliun, namun realisasi penerimaan pajak hanya

sebesar Rp. 1.060,83 triliun, dengan persentase yang diperoleh sebesar 81,96%

dari target yang telah ditetapkan. Pada tahun 2016 target penerimaan pajak

sebesar Rp. 1.355,20 triliun, namun realisasi penerimaan pajak hanya sebesar Rp.

1.105,81 triliun, dengan persentase yang diperoleh sebesar 81,60% dari target

yang telah ditetapkan. Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa persentase realisasi

penerimaan pajak dari tahun 2014 sampai 2016 mengalami penurunan setiap

tahunnya. Belum mampunya pemerintah merealisasi penerimaan pajak secara

maksimal menimbulkan pertanyaan apakah dari sisi wajib pajak terdapat beberapa

tindakan penghindaran pajak, penggelapan pajak, ataukah memang pemungutan

yang dilakukan belum mampu berjalan secara maksimal. Penerimaan pajak harus

mencapai tingkat yang maksimal karena hasil penerimaan pajak nantinya akan

digunakan untuk pembiayaan belanja negara (Adisamartha dan Noviari, 2015).

Tujuan pemerintah untuk memaksimalkan penerimaan sektor pajak

bertentangan dengan tujuan dari perusahaan sebagai wajib pajak, di mana

perusahaan berusaha untuk mengefisiensikan beban pajaknya sehingga

memperoleh keuntungan yang lebih besar untuk mensejahterakan pemilik dan

melanjutkan kelangsungan hidup perusahaannya (Yoehana, 2013). Manggoting

(1999) dalam Nugraha (2015) menyatakan bahwa pajak dianggap sebagai biaya

bagi perusahaan, sehingga perlu adanya usaha atau strategi untuk meminimalkan

2
biaya yang dikeluarkan untuk membayar pajak atau biasanya disebut tax

planning. Tax planning bertujuan untuk meminimalkan biaya pajak dan

memperoleh laba yang maksimal. Dengan demikian pajak merupakan faktor

penting dalam pengambilan keputusan. Keputusan manajerial yang menginginkan

untuk meminimalkan beban pajak perusahaan dilakukan dengan tindakan agresif

pajak (Lanis dan Richardson, 2012 dalam Nugraha, 2015). Selanjutnya dalam

pembuatan dan pelaksanaan tax planning maka perusahaan akan didorong untuk

melakukan tindakan yang cenderung agresif terhadap pajak, yang kemudian akan

menuntun pada tindakan agresivitas pajak (tax aggressiveness).

Agresivitas pajak merupakan salah satu strategi perusahaan untuk

mengifisiensikan beban pajak yang terhutang. Perusahaan tetap melakukan

kewajibannya untuk membayar pajak, namun perusahaan menggunakan strategi

agresivitas pajak untuk meminimalisasi beban pajak yang dikeluarkan dan

imbasnya terhadap negara adalah berkurangnya penerimaan dana dari sektor

pajak. Menurut Darussalam (2014) dalam Kuriah dan Asyik (2016) mengartikan

agresivitas pajak sebagai perencanaan pajak yang dibuat untuk mengifisiensikan

beban pajak melalui transaksi yang tidak mempunyai tujuan bisnis. Dalam

melakukan tindakan agresivitas pajak (tax aggressiveness) yang dilakukan oleh

perusahaan.

Beberapa faktor yang dapat menyebabkan perusahaan melakukan

agresivitas pajak diantaranya adalah inventory intensity (intensitas persediaan) dan

financial distress (kesulitan keuangan). Tingginya tingkat persediaan dalam

perusahaan akan menimbulkan tambahan beban bagi perusahaan (Adisamartha

3
dan Noviari, 2015). Beberapa pemborosan yang ditimbulkan akibat tingginya

tingkat persediaan meliputi biaya bahan, biaya tenaga kerja, biaya produksi, biaya

penyimpanan, biaya administrasi dan umum, dan biaya penjualan. Biaya-biaya

tersebut nantinya akan mengurangi tingkat laba bersih perusahaan dan mengurang

beban pajak.

Brondolo (2009) dalam Putri dan Chariri (2017) berpendapat bahwa

Financial distress (kesulitan keuangan) yang dialami perusahaan akibat

menurunnya kondisi ekonomi dan keuangan perusahaan yang mengakibatkan

meningkatnya resiko kebangkrutan, dapat meningkatkan potensi perusahaan

melakukan kecurangan dalam membayar pajak agar perusahaan dapat tetap

berdiri. Pada saat perusahaan mengalami kondisi kesulitan keuangan (financial

distress) maka tindakan yang dapat diambil oleh pihak perusahaan adalah dengan

meminimalkan beban pajak melalui agresivitas pajak. Faktanya bahwa apabila

suatu perusahaan sedang mengalami potensi kebangkrutan yang cukup besar,

maka perusahaan akan terdorong untuk melakukan tindakan agresivitas pajak,

terlepas dari resiko akan diaudit oleh otoritas pajak.

Penelitian sebelumnya yang membahas hubungan antara inventory intensity

dan financial distress terhadap agresivitas pajak seperti penelitian yang dilakukan

oleh Adisamartha dan Noviari (2015) serta Luke dan Zulaikha (2016) menyatakan

bahwa inventory intensity berpengaruh terhadap agresivitas pajak, sedangkan

menurut Latifah (2018), Yani (2018) dan Savitri (2017) menyatakan bahwa

inventory itensity tidak berpengaruh terhadap agresivitas pajak.

4
Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Saputri (2017) dan Yunanto (2017)

yang menyatakan bahwa financial distress berpengaruh terhadap agresivitas

pajak, sedangkan menurut penelitian Nugroho dan Firmansyah (2017)

menyatakan bahwa financial distress tidak berpengaruh terhadap agresivitas

pajak.

Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis ingin meneliti lebih lanjut

mengenai “Pengaruh Inventory Intensity dan Financial Distress Terhadap

Agresivitas Pajak pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek

Indonesia (BEI) Tahun 2014-2016”.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka rumusan masalah yang

ditetapkan dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah inventory intensity berpengaruh terhadap agresivitas pajak?

2. Apakah financial distress berpengaruh terhadap agresivitas pajak?

3. Apakah inventory intensity dan financial distress berpengaruh terhadap

agresivitas pajak?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui pengaruh inventory intensity terhadap agresivitas pajak.

2. Untuk mengetahui pengaruh financial distress terhadap agresivitas pajak.

3. Untuk mengetahui pengaruh inventory intensity dan financial distress

terhadap agresivitas pajak.

5
1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak.

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini antara lain:

1.4.1 Manfaat Teoritis

1. Sebagai pengembangan teori dalam menghadapi permasalahan perpajakan

di indonesia.

2. Menambah pemahaman mengenai pengaruh variabel independen terhadap

variabel dependen.

3. Sebagai acuan untuk penelitian serupa di masa yang akan datang.

1.4.2 Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan dapat dijadikan

acuan oleh beberapa pihak terkait dengan keputusan atau kebijakan yang akan di

ambil. Penelitian ini dapat memberikan pandangan bagi perusahaan mengenai

tindakan agresivitas pajak agar terhindar dari tindakan tersebut dan tidak terkena

sanksi perpajakan.

1.5 Sistematika Penulisan

Untuk memperoleh gambaran singkat, penelitian ini di bagi menjadi lima

bab yang secara garis besarnya bab demi bab di susun secara berurutan yaitu:

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini menguraikan tentang latar belakang penelitian,

rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan

sistematika penulisan.

6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab ini berisi mengenai landasan teori yang diperlukan

dalam menunjang penelitian, hasil penelitian terdahulu, kerangka

konseptual, serta pengembangan hipotesis.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Dalam bab ini membahas mengenai jenis penelitian, lokasi

penelitian, variabel dan pengukuran penelitian, populasi dan

sampel peneltian, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis

data.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini berisi mengenai gambaran umum objek penelitian,

deskripsi sampel, pengujian dan hasil analisis data, serta

pembahasan mengenai hasil analisis data yang telah diperoleh.

BAB V PENUTUP

Dalam bab ini berisi kesimpulan, keterbatasan penelitian, dan

saran-saran yang diberikan untuk penelitian selanjutnya.

You might also like