You are on page 1of 48

Prinsip-prinsip Manajemen Fraktur Metacarpal dan Phalangeal: Tinjauan

Konsep Rehabilitasi

Pasien dengan fraktur tangan yang umum cenderung datang ke berbagai macam

praktik ortopedi rawat jalan. Rehabilitasi fraktur pada tangan bertujuan untuk (1)

menjaga stabilitas patah tulang untuk penyembuhan tulang, (2) mengenalkan

mobilisasi jaringan lunak untuk integritas jaringan lunak, dan (3) remodel bekas

luka pembatas dari cedera atau pembedahan. Penting untuk mengenali hubungan

erat ketiga jaringan ini (tulang, jaringan lunak, dan bekas luka) saat merawat patah

tulang tangan. Terminologi fraktur jelas mendefinisikan jenis fraktur, lokasi, dan

strategi manajemen untuk patah tangan. Istilah-istilah ini ditinjau, dengan

penekanan pada definisi operasional mereka, karena berkaitan dengan jalannya

terapi. Perkembangan protokol gerak bergantung pada jenis penyembuhan fraktur,

baik primer maupun sekunder, yang pada gilirannya ditentukan oleh metode

fiksasi fraktur. Metode fiksasi tertutup dan tebuka saat ini untuk fraktur

metakarpal dan phalangeal ditujukan untuk setiap lokasi fraktur. Masalah jaringan

lunak potensial yang sering dikaitkan dengan setiap jenis fraktur dijelaskan,

dengan metode pencegahan splinting dan pengobatan. Sebuah tinjauan literatur

yang komprehensif disediakan untuk membandingkan bukti praktik dalam

mengelola berbagai pola fraktur yang terkait dengan fraktur metacarpal dan

phalangeal, mengikuti teknik fiksasi terbuka dan tertutup. Penekanan ditempatkan

pada posisi tangan awal untuk melindungi reduksi fraktur, olahraga untuk

mempertahankan atau mendapatkan kembali pergerakan sendi, dan latihan

tendon-gliding yang spesifik untuk mencegah adhesi yang membatasi, yang


kesemuanya diperlukan untuk memastikan kembalinya fungsi pasca fraktur. J

Orthop Sports Phys Ther 2004; 34: 781-799. 

Kata kunci: penyembuhan tulang, tangan, jari-jari

Cedera pada struktur padat tangan seringkali melibatkan kerusakan pada beberapa

jaringan. Di daerah terbatas ini, semua jaringan tetangga dapat mengelami trauma

dan konsekuensinya. Adalah suatu kesalahan untuk mempertimbangkan

penyembuhan frakturtanpa penyembuhan jaringan lunak, karena hasil yang

berhasil memerlukan kembalinya integritas fungsional terhadap kedua

jaringan. Jaringan lunak yang biasanya terlibat dengan fraktur meliputikartilago

(dengan fraktur intra-artikular), kapsul sendi, ligamen, fasia, dan serabut dorsal

yang membungkus. Terkadang, pada kasus polifrauma yang parah, tendon dan

saraf yang berdekatan dengan fraktur juga terluka. Setelah fraktur terbuka atau

prosedur reduksi terbuka, luka dibuat harus disembuhkan dengan jaringan parut,

yaitu jaringan lain yang akanmeremodel dan dipertimbangkan saat

rehabilitasi. Hal ini juga diakui bahwa jaringan lunak jaringan parut

mempengaruhi fungsi tangan lebih dari penyembuhan fraktur, dan kekakuan sendi

adalah komplikasi yang paling sering dari fraktur.50.

Program terapi yang optimal menangani ketiga komponen ini (tulang, jaringan

lunak, dan penyembuhan bekas luka) dalam kombinasi. 

Pada 1970-an, terapi untuk fraktur tangan ditunda 6 sampai 8 minggu saat tangan

diimobilisasi. Sendi yang kaku, tendon yang melekat, atrofi otot, bekas luka, dan

nyeri merupakan fokus intervensi kita. Hasil prosedur pembedahan korektif,


seperti kapsulektomi untuk pelepasan sendi dan tenolisis untuk mengembalikan

tendon gliding, merupakan hal yang buruk untuk pasien dengan fraktur.16,43,101,113

Sendi dengan kekakuan dan permukaan artikular yang tidak normal, karena teknik

reduksi yang terbatas pada tulang kecil, dapat mengalami fusi (arthrodesis) atau

penggantian sendi (artroplasti). Studi terbaru tentang fraktur yang memerlukan

kombinasi capsulectomy dan tenolysis menunjukkan bahwa hasil masih buruk,

terutama untuk mengembalikan fungsi tendon aktif.25,64,74,86 Tambahan dalam

dilema ini bahwa 24% digit yang memerlukan prosedur pelepasan ini tidak

mengalami cedera, batas digit yang termasuk dalam imobilisasi,Lanz 64

menyatakan bahwa '' Kerusakan kemampuan meluncur jaringan (sekitar digit yang

fraktur) hampir tidak dapat diperbaiki. '' Peningkatan pemahaman tentang

penyembuhan frakturbiologi, pengambilan keputusan yang lebih baik dalam

manajemen fraktur awal, kemajuan teknis dalam desain implan, peningkatan

keterampilan bedah dengan memperhatikan struktur gliding, dan mobilisasi

terkontrol awal telah berkontribusi untuk mengurangi kejadian komplikasi yang

pernah kita hadapi. 

Tujuan makalah ini adalah untuk meninjau konsep manajemen saat ini

untuk fraktur metakarpal dan phalangeal, dengan penekanan khusus pada masalah

potensial yang perlu ditangani dalam perjalanan rehabilitasi. Tantangan bagi tim

kesehatan adalah merancang protokol intervensi yang mengenali kebutuhan untuk

mempertahankan stabilitas fraktur untuk penyembuhan tulang yang maksimal,

sekaligus juga mengenalkan protokol gerak cepat dan terkontrol untuk menjaga

integritas jaringan lunak dan memudahkan pemodelan ulang luka. Makalah ini


didasarkan pada tinjauan menyeluruh terhadap literatur dan prinsip praktik saat

ini. Informasi tersebut disajikan dalam konteks gambaran penyembuhan fraktur,

diikuti oleh panduan untuk mengelola jenis fraktur yang umum terjadi di tangan. 

PRINSIP-PRINSIP MANAJEMEN FRAKTUR

Apakah Fraktur Stabil? 

Pencarian dalam manajemen fraktur adalah untuk mencapai stabilitas

fraktur. Fraktur yang stabil akan sembuh; fraktur yang tidak stabil bisa

mengakibatkan malnutrisi, infeksi, pseudoarthrosis, atau nonunion. Stabilitas

fraktur dicapai saat fraktur mempertahankan reduksi dan tidak bergeser secara

spontan ataupun degan adanya gerakan.39 Jika fraktur tersebut tidak terdistorsi

kontur normal tulang dan ujung fraktur akan mengalai aproksimasi, ini disebut

nondisplaced. Sebuah tulang yang telah kehilangan kontur anatominya yang

normal karena pemisahan ujung fraktur disebut displaced. Ujung-ujung fraktur

yang mengalami displaced harus dipertemukan kembali agar penyembuhan terjadi

dan untuk mencegah deformitas. Metode yang digunakan untuk membawa tatanan

anatomis dan penataan kembali terhadap tulang yang mengalami fraktur disebut

reduksi. Reduksi dapat dicapai dengan teknik manual tertutup, dengan fiksasi

perkutan, atau dengan metode bedah terbuka. 

Fraktur yang stabil akan mempertahankan posisi mereka saat istirahat dan

tidak akan kehilangan aproksimasi dari ujung fraktur dengan ketegangan otot

yang melekat atau ketika protokol gerak terkontrol diinisiasi. Beberapa tipe

fraktur diketahui memiliki stabilitas intrinsik, seperti nondisplaced transverse, dan


konfigurasi oblique pendek.Fraktur ini tidak memerlukan intervensi lebih lanjut

selain imobilisasi protektif untuk memungkinkan dimulainya

penyembuhan. Fraktur yang stabil secara intrinsik biasanya diobati dengan

metode pendukung konservatif dan tertutup selama 2 sampai 3 minggu, kemudian

didukung dengan splint yang dapat dilepas untuk inisiasi gerakan terkontrol. 

Fraktur yang selaras tapi dapat menjadi misalignment dengan postur atau

ketegangan tertentu disebut berpotensi tidak stabil. Fraktur yang berpotensi tidak

stabil meliputi fraktur oblik, avulsi, dan comminuted. Fraktur ini seringkali dapat

dikelola dengan imobilisasi pelindung yang mempertahankan reduksi atau

membatasi gerak ke arah ketidakstabilan. Saat fraktur coalescence terjadi,

imobilisasi dapat dimodifikasi untuk memungkinkan peningkatan inkremental

dalam range of motion (ROM). Sebagai alternatif, fraktur yang berpotensi tidak

stabil dapat didukung dengan pemasangan perangkat keras coaptive seperti teknik

K-wires, pin, atau wire yang melindungi dari pergeseran. Perangkat ini bisa

disisipkan secara perkutan (reduksi tertutup) atau melalui paparan bedah (open

reduction). Bentuk perangkat keras dapat menyejajarkan, namun tidak

mengendalikan tekanan rotasi, juga tidak memberi kekuatan internal pada

fraktur. Oleh karena itu perangkat coaptive memerlukan dukungan eksternal lebih

jauh untuk menghilangkan tekanan deformasi yang tidak diinginkan karena

penyembuhan fraktur. 

Fraktur yang tidak stabil tidak akan mempertahankan reduksi, karena

perpindahan terulang dapat terjadi meski dilakukan imobilisasi. Contoh fraktur

yang tidak stabil termasuk longitudinal, spiral, condylar dan fraktur yang tidak
dapat direduksi, dan fraktur dengan fragmen artikular lebih besar dari 30% atau

ketidakselarasan lebih besar dari 2 mm.39 Stabilitas fraktur ini hanya dapat

diyakinkan dengan dukungan yang diberikan oleh perangkat fiksasi. Semua

implan fiksasi mempromosikan reduksi, namun ada juga yang menambahkan

kekuatan internal melintasi garis fraktur. Implan yang lebih kaku, seperti sekrup,

plate, dorsal band, dan teknik 90-90wiring , memungkinkan gerakan langsung dan

hanya memerlukan dukungan eksternal sederhana untuk perawatan luka. Namun,

implan coaptive seperti pin, K-wires, intramedullary rods, staples, dan interoseous

wiring, memerlukan dukungan eksternal yang lebih kaku seperti yang telah dicatat

sebelumnya.4,65

Apakah Fraktur mengalami penyembuhan? 

Pilihan implant Penyembuhan Tulang Primer mendorong jalannya penyembuhan

fraktur. Implan dipasang melalui open reduction internal fixation (ORIF) yang

memberikan stabilitas absolut dan kompresi frakturyang memungkinkan

penyembuhan tulang primer untuk terjadi. Penyembuhan tulang primer adalah

penyembuhan tulang-ke-tulang secara langsung tanpa kalus eksternal. Kompresi

di seluruh garis fraktur menghilangkan hematoma yang mengisi ruang, sehingga

mengurangi celah fraktur. Kompresi dikombinasikan dengan fiksasi kaku, yang

menghilangkan semua kecuali mikromotion, menyediakan lingkungan yang sesuai

untuk osteoklascutting cone untuk membentuk dan melewati garis fraktur. Cutting

cone ini memiliki sel-sel osteoklas yang maju ke depan, dengan tindakan

osteoblastik, meninggalkan jejak kosong di belakang (kanal haversian)yang


dipenuhi osteon (satu unit dasar tulang).75 Untuk tinjauan mendalam tentang

penyembuhan fraktur, lihat LaStayo dkk.64

Salah satu keuntungan penyembuhan primer melalui fiksasi internal yang

kaku adalah reduksi anatomis yang tepat. Hal ini terutama penting pada fraktur

artikular dimana penyimpangan sendi dapat menyebabkan masalah sendi

degeneratif. Karena kebutuhan akan kalus perifer untuk menopang ujung tulang

dihindari (pengganti implan logam untuk kalus), demikian juga dihindari masalah

potensial menempelnya jaringan terhadap kalus selama imobilisasi. Setelah

pembalutan bedah dilepas, biasanya dalam 3 sampai 5 hari, ada akses penuh ke

tangan untuk tindakan kontrol luka atau edema. Inisiasi gerak awal diijinkan

karena implan ini memberikan dukungan internal yang cukup untuk

memungkinkan gerakan tanpa membahayakan alignment fraktur.65 Pada kasus

polifrauma, program mobilisasi jaringan lunak untuk tendon yang diperbaiki dapat

dimulai segera tanpa takut menggeser fraktur. 

Kerugian dari penyembuhan primer adalah bahwa hal itu hanya dapat

terjadi dengan stabilisasi mekanis yang diberikan melalui operasi; akibatnya, ada

2 luka yang harus disembuhkan: luka fraktur dan insisi jaringan lunak. Tanpa

inisiasi gerakan awal pasca-ORIF, ada potensi yang lebih besar untuk

menempelnya jaringan lunak. Meskipun tulang baru terbentuk lebih cepat dalam

penyembuhan primer, tulang ini tidak kuat.75 Tulang yang baru dibentuk ini

(lemah) akan mendapatkan kekuatan tarikan karena mengalami remodeling

berdasarkan tekanan lingkungan dan menjadi tulang lamelar (kuat). Penyembuhan

tulang oleh manajemen konservatif tertutup dan yang ditangani dengan metode
reduksi terbuka mencapai tingkat kekuatan tarik yang sama dalam 12 minggu. Ini

menyiratkan bahwa penyembuhan primer tidak cepat sembuh, sehingga program

penguatan harus ditunda sampai fase remodeling dimulai pada 6 sampai 8

minggu.

Penyembuhan tulang sekunder.Fraktur yang diobati dengan dukungan

eksternal atau implan coaptive, yang mengurangi fraktur namun tidak

memberikan kompresi, harus bergantung pada pembentukan kalus untuk

menjembatani celah fraktur. Karena pembentukan tulang tidak akan terjadi di

lingkungan gerak, kalus adalah fiksasi biologis sementara yang terbentuk di

daerah dengan gerakan dan fungsi untuk mengurangi gerakan ini saat matang dan

mengeras (kalus lembut menjadi kalus keras).7 Kalus kemudian menyerupai lem

alami yang menahan ujung fraktur bersamaan. Saat kalus mendapatkan kekakuan,

fragmen fraktur menjadi lebih stabil. 42 Gerakan berlebihan dan tidak terbatas

dapat mengatasi dukungan rapuh yang diberikan oleh kalus lembut, yang

menyebabkan hilangnya reduksi dan kemungkinan menyebabkan nonunion.104

Dengan penyembuhan sekunder, latihan ROM ditunda atau dibatasi selama 3

minggu pertama, atau sampai kalus telah mencapai kekuatan tarik yang cukup

untuk mentoleransi gerakan terkontrol. Kalus yang cukup 'kaku secara klinis' pada

3 minggu untuk memungkinkan gerakan tidak cukup kuat untuk menahan beban

fungsional.53 Setelah 3 minggu, kalus lembut berubah menjadi kalus

fibrokartilatasi yang lebih keras, maka melalui proses mineralisasi, tulang sejati

akan terbentuk. Goodship42 meringkas rangkaian diferensiasi jaringan ikat ini

sebagai satu kesatuan dimana, 'Seluruh spektrum jaringan ikat terlihat dari darah
ke tulang melalui hematoma, jaringan granulasi, jaringan fibrosa, fibrokartilago,

karilago hyalin, woven dan akhirnya tulang lamellar.''

Keuntungan utama penyembuhan tulang sekunder adalah adanya

gangguan jaringan lunak minimal. Ini sama dengan remodeling bekas luka yang

lebih sedikit. Lengan periosteal, bila utuh, menutupi tulang yang menambahkan

lapisan pendukung fraktur internal lainnya dan merupakan sumber suplai darah

yang penting untuk tulang. Pengelolaan fraktur noninvasif tidak merusak jaringan

ini, seperti halnya metode fiksasi terbuka yang mungkin memerlukan stripping

periosteal untuk pemasangan implan. 

Salah satu kelemahan penyembuhan sekunder adalah diperlukannya

imobilisasi terlindungi dalam jangka waktu yang relatif lama, di mana jaringan

lunak dapat berkontraksi atau melekat pada kalus. Seringkali, inisiasi gerakan

pada minggu ke 3 sampai 4 masih terbatas pada kisaran aman yang didiktekan

oleh potensi ketidakstabilan fraktur. Imobilisasi berkepanjangan menyebabkan

atrofi jaringan lunak, osteoporosis, penipisan kartilago artikular, kekakuan sendi

yang parah, dan kadang-kadang nyeri.52

Apakah Reduksi Tertutup atau Terbuka Dibutuhkan? 

Sebagian besar fraktur metacarpal dan phalangeal dapat diobati tanpa

operasi, dengan menggunakan metode tertutup yang menekankan pelurusan dan

gerakan terlindungi dini (Gambar 1).69 Imobilisasi fraktur harus memberikan

penyembuhan yang memadai, menghilangkan rasa sakit, perlindungan dari

pergeseran atau cedera ulang, dan restorasi fungsi tangan.45 Semua program
splinting mengenali kebutuhan untuk memposisikan sendi metacarpophalangeal

(MP) pada fleksi untuk menghindari kontraktur ekstensi. Sendi MP ibu jari tidak

disingkirkan dari aturan ini dan banyak jempol kaku disebabkan oleh imobilisasi

spica ibu jari yang mengalami hiperekstensi. Sendi interphalangeal (IP) secara

rutin beristirahat dengan ekstensi penuh, kecuali fraktur pelat volar. Data yang

tidak dipublikasikan oleh Greer45 menyatakan bahwa prinsip berikut (REDUCE)

untuk plaster cast efektif atau splinting termoplastik harus digabungkan dalam

semua desain: (1) reduksi fraktur dipertahankan, (2) menghilangkan kontraktur

melalui penentuan posisi, (3) jangan meng imobilisasi fraktur lebih dari 3 minggu,

(4) sendi yang tidak terlibat tidak boleh dilakukan splint dalam fraktur yang stabil,

(5) kerutan pada kulit tidak boleh terhambat oleh splint, dan (6) tendon gliding

aktif awal dianjurkan. 

Fraktur yang tidak dapat direduksi dengan manipulasi tertutup (atau

kegagalan mempertahankan reduksi), fraktur terbuka, dan fraktur artikular

displaced adalah kandidat untuk prosedur fiksasi operasi. Pemasangan perangkat

fiksasi tidak selalu memerlukan insisi bedah. Reduksi tertutup dengan fiksasi

eksternal atau reduksi tertutup dengan fiksasi internal meliputi pemasangan

pinperkutan, K-wire, dan fixator eksternal dengan panduan C-arm

radiologis. Reduksi terbuka yang terbatas dan fiksasi internal menggunakan insisi

kecil untuk memasukkan sekrup atau fiksasi intermedula. Metode open reduction

internalfixation (ORIF) memerlukan paparan bedah fraktur untuk pemasanganK-

wire, pelat, sekrup, dan pemasangan wire osseus. Perangkat keras yang digunakan

dalam fiksasi fraktur terbagi dalam 2 kategori: (1) perangkat coaptive yang
menahan ujung fraktur bersamaan tanpa kompresi (penyembuhan kalus

sekunder); dan (2) fiksasibentuk kaku yang membuat imobilisasi dan menekan

fraktur (penyembuhan primer). Freeland39 menyatakan bahwa, “. . . Pilihan implan

kurang penting daripada mencapai ambang stabilisasi yang memungkinkan

penyembuhan fraktur bersamaan dengan rehabilitasi awal.”

GAMBAR 1.Kestabilan fraktur dicapai dengan metode reduksi tertutup (cast,

splint, brace, external fixator) atau dengan fiksasicoaptive (pin, K-wire,

intramedulla rods) memerlukan bentuk dukungan eksternal untuk

mempromosikan pembentukan kalus selama tahap penyembuhan inflamasi dan

perbaikan. Seiring kemajuan penyembuhan, intervensi terapi berlanjut dari

pencegahan edema, hingga mobilisasi yang dilindungi dengan tendon gliding dari

sendi yang non-imobilisasi, dan untuk mempercepat mobilisasi jaringan lunak

yang terkendali untuk tendon gliding aktif. Range of motionpasif untuk

mendapatkan kembali mobilitas sendi penuh, dan program penguatan, ditunda

sampai fase remodeling awal dan akhir, saat kalus keras berubah menjadi

tulang.Stabilitas fraktur dicapai dengan metode reduksi terbuka (sekrup, wire,

pelat) masih memerlukan pelindung,dukungan splint pasca operasi; namun, gerak

aktif penuh bisa dan harus ditekankan lebih awal. Karena implan berfungsi

sebagai pengganti kalus keras, gerak pasif bisa dimulai saat fase

perbaikan. Programpenguatan ditunda sampai fase remodeling untuk memastikan

penggabungan fraktur dengan implan telah terjadi. 

Coaptive Fixation: Fixator Eksternal, Intramedullary rods, K-wire, Pins,

Interoseus Wiring.Jabaley57 menyatakan bahwa fiksasi harus dilakukan degan


cukup baik untuk membiarkan gerakan, tapi jangan berlebihan, mengingat tulang

kecil di tangan tidak menahan beban. Hal ini memperingatkan bahwa implan

coaptive yang dipasang dengan baik yang memungkinkan latihan ROM tanpa

beban mungkin tidak cukup untuk melindungi fraktur terhadap resistensi (gerak

dengan beban). Satu minggu setelah operasi, splint yang bisa dilepas dipasang di

posisi 'siap rehabilitasi' fungsional, ditempat jahitan/pin, dan untuk melakukan

latihan ROM aktif (AROM).39 Gerak penuh mungkin tidak dapat dilakukan. di

semua sendi karena kendala dari perangkat keras. Kontroversi memang ada

mengenai inisiasi gerak dengan fiksasi coaptive. Insidensi infeksi, pergeseran

fraktur, nonunion, dan nyeri telah dikutip sebagai alasan untuk menunda gerak

sampai fixators dikeluarkan.9,54 Kemajuan materi osteosintesis diyakini

memberikan stabilitas yang cukup untuk memungkinkan latihan ROM yang

terkontrol dan terlindungi dengan jenis fiksasi ini. 8,32,44,78 Weiss109 menyelidiki

inisiasi gerakan pada 1, 2, 3, dan 4 minggu untuk individu dengan fraktur phalanx

proksimal (P1) dengan fiksasi K-wire. Hasil menunjukkan tidak ada perbedaan

ROM saat gerakan dimulai antara 1 sampai 21 hari. Namun, ketika gerakan

tertunda lebih dari 21 hari, ada penurunan mobilitas yang signifikan. 

Pada 4 sampai 6 minggu, K-wire dan pin dilepas, splint disesuaikan agar

sesuai dan dipakai untuk perlindungan fraktur lanjutan selama 2 minggu

lagi. Latihan AROM dilakukan setiap jam untuk mendapatkan kembali mobilitas

penuh. Callus dianggap “kaku secara klinis”' cukup untuk gerakan aktif bebas

namun tidak cukup stabil untuk menahan beban fungsional, yang terjadi setelah 6

sampai 8 minggu.53Splint statis dinamis atau serial dapat dimulai setelah 6 sampai
8 minggu untuk mengatasi kontraksi jaringan lunak. Latihan penguatan dini

dengan resistensi ringan dapat dimulai pada 8 minggu, namun pengembalian yang

tidak terbatas terhadap olahraga dan pekerjaan berat ditunda sampai setelah 10

minggu, karena remodeling kalus menjadi tulang lamelar dengan kekuatan patah

yang meningkat tidak terjadi sampai tahap penyembuhan tulang selanjutnya.

Fiksasi Kaku: Pelat, Sekrup, Tension Band Wiring, 90-90 Wiring.Reduksi

terbuka dengan bentuk fiksasi kaku memberikan fiksasi definitif, menjamin

kompresi untuk stabilitas, dan memungkinkan gerakan awal untuk pemulihan

fungsi yang baik.69 AROM penuh adalah tujuan awal untuk mengurangi

edema. Dynamic splints dapat digunakan pada 2 minggu untuk peregangan

jaringan lunak, karena stabilitas yang diberikan oleh fiksasi kaku. Pengecualian

adalah dorongan ekstensi dengan teknik tension band wiring, karena permukaan

dorsalwirng pada metakarpal menekan fraktur dengan fleksi namun akan

menyebabkan gapping pada fraktur dengan dorongan ekstensi. Latihan penguatan

dini dengan ketahanan ringan dapat dimulai pada 6 minggu, namun olahragayang

tidak terbatas dan kerja berat ditunda sampai setelah 10 minggu, serupa dengan

penyembuhan sekunder, untuk memastikan kekuatan fraktur yang memadai telah

terjadi. 

Adalah penting bahwa terapis yang mengelola fraktur tangan memahami

peran dan maksud dari berbagai bentuk fiksasi fraktur saat mereka menentukan

jalannya rehabilitasi. Idealnya terapis dapat memiliki akses ke radiografi dan

laporan operasi/IGD mengenai tatalaksana medis dari fraktur tersebut. Dengan

tidak adanya lingkungan ideal ini, minimal 2 fakta harus dilengkapi dengan
rujukan terapi: tanggal fraktur dan metode fiksasi. Tanggal fraktur memulai

jadwal penyembuhan tulang, dan metode fiksasi (mendikte jenis penyembuhan)

mempengaruhi tingkat di mana gerak dapat diperkenalkan kembali. Tujuan terapi

tangan adalah mengenalkan kembali mobilisasi dini yang aman sambil

mempertahankan stabilitas fraktur.91

Apakah Edema Dalam kendali? 

Edema setelah cedera umum terjadi pada semua fraktur. Edukasi pasien

untuk pengendalian edema merupakan komponen penting dari kunjungan terapi

awal. Rest, ice, compression, and elevation (“RICE”) ditekankan untuk

pengendalian edema.Edema kurang ditoleransi dalam digiti karena adanya ruang

yang terbatas. Sendi yan mengalami distensi diprediksi berpindah ke posisi yang

memungkinkan perluasan kapsul sendi dan ligamen sendi terbesar. 35 Edema

memabuat tangan ke fleksi pergelangan tangan, ekstensi sendi MP, fleksi sendi IP,

dan adduksi ibu jari: dropped claw hand. '' Fungsional splinting berusaha untuk

menempatkan tangan dalam posisi istirahat yang akan menghindari postur yang

cacat ini. Es dapat dengan mudah diberikan dengan menggunakan kantong besar

yang berisi kacang polong beku (1 kantong dioleskan secara volar dan 1 dorsal)

dan penmberian es efektif bahkan di atas splint atau cast. Coban (berukuran 1 inci

[2,5 cm] untuk jari dan 2 inci [5 cm] untuk tangan) adalah perban elastis yang

memberikan kompresi efektif. Eccles33 menunjukkan bahwa reduksi terbaikdalam

pembengkakan diperoleh dengan tangan yang didukung dalam posisi elevasi

dalam semalam. 
Mobilisasi dini untuk mendorong venous return melalui kontraksi otot

dianjurkan dilakukan pada fraktur yang stabil. Menyuruh pasien untuk melakukan

adduksi jari-jari dengan erat dan mempertahankan tegangan tersebut sambil

memfleksikan sendi MP dapat meningkatkan otot intrinsik yang memompa dan

mencapai posisi sendi yang diinginkan dari fleksi MP dan ekstensi IP secara

penuh. Double buddy straps, diterapkan proksimal dan distal terhadap sendi IP

proksimal (PIP), berfungsi untuk melindungi alignment fraktur dan mendorong

mobilitas digiti yang cedera. Pasien juga diinstruksikan latihan ROM bahu dan

sikudengan posisi elevasi untuk memudahkan pemompaan otot proksimal. 

Apakah terjadi Tendon gliding? 

AROM dimulai sesegera mungkin, berdasarkan metode fiksasi, untuk

mencegah adhesi osseus ke tendon, ligamen, kapsul, atau kulit.82 Latihan tendon-

gliding yang paling penting untuk dimulai pertama kali adalah untuk fleksor

digitorum profundus (FDP), Fleksor digitorum superfisialis (FDS), ekstensor

digitorum communis dan sentral slip untuk mencegah perlengketan tendon

terhadap kalusfraktur.15

Untuk meyakinkan ekstensortendon glide di atas tulang metakarpal yang

fraktur, ekstensi MP dilakukan pada postur “hook fist” (Gambar 2A ). Untuk

mendapatkan ekstensor hood glide di atas fraktur proksimal phalanx (P1),

dilakukanposisi plus intrinsik, difasilitasi dengan secara manual menghalangi

sendi MP menjadi fleksi (Gambar 2B). Micks71 menunjukkan bahwa sentralslip

bertanggung jawab untuk memulai ekstensi dari posisi sendi PIP yang
fleksisepenuhnya, sedangkan lateral band (interossei dan lumbricals) mencapai

ekstensi PIP terminal penuh. Jika ekstensi PIP penuh kurang dicapai, peregangan

pergelangan tangan dapat membantu dengan menambahkan tindakan tenodesis

pasif (peregangan mekanisme ekstensor). 

Selctive gliding tendon fleksor dicapai dengan memilih posisi yang

membedakan gerakan antara FDP dan FDS untuk mencapai glide yang

maksimal. Wehbe106,107 menggunakan tag logam pada tendon untuk menunjukkan

bahwa FDP harus mengalami glide dalam 60 mm, dibandingkan dengan 49 mm

FDS glide, untuk mencapai fisting penuh. Penelitian ini menunjukkan bahwa

untuk fraktur P1 dan fraktur tengah (P2), tendon fleksor perlu mencapai glide

diferensial maksimal untuk mencegah adhesi restriktif dengan hilangnya

gerakan. FDP tendon gliding dilakukan dengan cara memblok sendi PIP secara

manual sehingga memungkinkan daya fleksor penuh diarahkan ke sendi distal

(Gambar 2C). Untuk mempromosikan FDP fleksor tendon glide selektif melewati

tendon superfisialis, postur '' claw fist '' dari ekstensi MP dengan PIP dan fleksi

maksimal sendi distal intepalanges atau distal interphalangeal joint (DIP) harus

dicapai (Gambar 2D). Latihan FDS tendon blockingmemerlukan inhibisi tendon

FDP pada jari yang sama, yang juga berkontribusi terhadap fleksi sendi

PIP. Penghambatan profundus ini dicapai dengan membatasi gerak DIP secara

manual pada digiti yang tidak fraktur dengan fleksi PIP yang diusahakan pada

digiti yang fraktur (Gambar 2E). Karena tendon FDP menyatu menjadi 1 tendon

multistrand yang masuk ke dalam perut otot, menghalangi satu ekskursitendon

secara efektif menghalangi semua yang lain.14 Satu-satunya motor yang sekarang
bebas untuk glide dan melakukan fleksi sendi PIP adalah tendon FDS.  '' sublimis

fist '' (Gambar 2F) memaksimalkan FDStendon glide melewati tendon FDP

dengan fleksi MP dan PIP yang penuh dan sendi DIP diekstensikan. Fisting

penuh, fleksi kesemua 3 sendi secara bersamaan, mendorong full gliding dari

semua tendon fleksor dengan FDP tendon gliding melewati tendon FDS.105

PRINSIP UNTUK TATALAKSANA FRAKTUR METACARPAL

Tulang metakarpal memiliki stabilitas intrinsik yang diberikan secara proksimal

oleh ligamen interoseus yang kuat yang mengikatnya ke tulang karpal, dan secara

distal oleh ligamen metakarpal transversal yang menghubungkan semua caput

metakarpal. Ligamen ini berfungsi untuk menambatkan dan menyandarkan kedua

ujung metakarpal, mencegah perpindahan berlebihandengan cedera. Hal ini

terutama berlaku untuk fraktur metacarpal tengah dan cincin metacarpal karena

mereka memiliki dukungan tambahan pada metacarpalintak yang

berdekatan. Fraktur pada pinggir digiti indeks, cenderung lebih tidak stabil karena

kehilangan pilar metakarpal yang intak. Metakarpal ibu jari, berada

padaposisirotasi 47° menjauhi jari yang lain, adalah yang paling mobile dan

paling tidak stabil jika mengalami fraktur. 100

GAMBAR 2. Latihan tendon glide: (A) claw postureuntuk mencapai tendon glide

ekstensor digitorum communis (EDC) di atas tulang metakarpal; (B) postur

intrinsik plus untuk mencapai slip sentral/lateral band meluncur di atas phalanx

proksimal (P1); (C) latihan blockingflexor digitorum profundus (FDP) untuk

meluncurkan tendon FDP di atas P1; (D) hookfist posture untuk mempromosikan


selective FDP tendon-glide; (E) latihan blockingfleksor digitorum sublimis (FDS)

untuk meluncurkan tendon FDS di atas phalanx tengah; (F) postur sublimis fist

untuk mempromosikan selective FDStendon-glide.

Fraktur metaspalal mewakili 35% fraktur tangan. Karena suplai darahnya

yang baik, fraktur ini sembuh dengan cepat dengan restorasi osseus dalam 6

minggu. Fraktur tulang ini dijelaskan pada 4 lokasi yang berbeda: basis, poros,

leher, dan kepala. Masalah jaringan lunak yang paling penting dengan fraktur

metakarpal adalah mempertahankan fleksi sendi MP dan mempertahankan EDC

glide. Tabel 1 mencantumkan masalah potensial yang dapat terjadi dan strategi

untuk intervensi terapeutik. 

Fraktur basis Metakarpal

Fraktur basis adalah fraktur intra-artikular yang disebabkan oleh gaya

tinggi yang mengganggu ligamen karpal yang kaku (indeks dan tengah), atau gaya

yang melewati fleksibilitas normal metakarpal ulnaris (cincin dan kecil). 41Insersi

fleksor dan ekstensorpergelangan tangan pada basis metakarpal bisa menjadi gaya

deformasi. Ini adalah luka jarang terjadi yang berhubungan dengan kecelakaan

yang mengakibatkan pola dislokasi fraktur. Kejadian yang paling sering terjadi

adalah pada artikulasio metakarpalal-hamate kelima, yang seringkali tidak stabil

karena adanya tarikan dari ekstensor karpi ulnaris, fleksor karpi ulnaris, dan

abduktor digiti minimi yang insersi ke basis metakarpal. 12 Fraktur di lokasi ini

membatasi penurunan normal ulnaris metakarpal, menyebabkan kelemahan

pegangan. Cabang motorik saraf ulnaris yang dalam, yang lewat di bawah hook of
hamate, juga rentan terhadap cedera pada fraktur ini.76Frakturmetakarpal indeks

dan tengah juga tidak stabil karena insersi ekstensor karpi radialis longus dan

fleksor karpi radialis pada metacarpalkedua dan ekstensor carpi radialis brevis

pada metakarpal ketiga. 

Reduksi tertutup dengan casting pergelangan tangan selama 4 sampai 6

minggu diindikasikan untuk fraktur nondisplaced atau minimal displaced. Bora12

melaporkan 'kekuatan dan aktivitas pegangan yang memuaskan pada 18 pasien

yang diobati dengan metode ini. Fraktur displaced mewakili dislokasi sendi

carpometacarpal yang terkait yang dapat menyebabkan inkongruien sendi,

penyakit sendi degeneratif dan kolaps carpal yang akhirnya berlanjut. 41 ORIF

diperlukan untuk mengembalikan aproksimasi sendi, mencegah rasa sakit, dan

menjamin kembalinya kekuatan pegangan. Pasca operasi, cast dikenakan selama 4

sampai 6 minggu untuk melindungi luka ini di pergelangan tangan.Imobilisasi

berkepanjangan ini diperlukan untuk melindungi penyembuhan frakturdari

kekuatan deformasi dari insersi tendon pergelangan tangan.70 Selama waktu ini

jari-jari bebas dan didorong untuk bergerak. Begitu terdapat tanda-tanda

klinispenyembuhan, splint pelindungpergelangan tangan digunakan selama 3

sampai 4 minggu saat rehabilitasi pergelangan tangan dimulai.

Tabel 1.Permasalahan potensial pada fraktur metacarpal dan strategi intervensi

terapeutik

Permasalahan potensial Pencegahan dan Penatalaksanaan

Edema dorsal tangan Kompresi Perban Coban, es, elevasi,


stimulasi voltase-tinggi

Kontraktur kulit bagian dorsal yang TopiGel Silikon, Pemanasan dan

mencegah genggaman penuh peregangan simultan dalam posisi

tangan terbungkus dalam posisi

mengepal/menggenggam; pemijatan

friksional/gesekan
Kontraksi sendi MP dalam posisi
Tahap awal: posisikan sendi MP pada
ekstensi posisi fleksi 700 dengan splint protektif

Tahap lanjut: Gunakan splint dinamis atau

statis progresif pada sendi MP


Perlekatan/adhesi tendon EDC pada Tahap awal: ajarkan latihan tendon gliding

fraktur dengan fleksi sendi MP terbatas EDC untuk mencegah perlekatan/adhesi;

pasang splint pada sendi IP dalam posisi

ekstensi selama latihan untuk memusatkan

kekuatan fleksi pada sendi MP

Tahap lanjut: gunakan splint dinamis fleksi

MP; NMES dari EDC dengan siklus on

>off

Tahap awal: ajarkan peregangan intrinsik

Kontraktur otot intrinsik sekunder (intrinsic minus position)

akibat pembengkakan dan imobilisasi Tahap lanjut: Splint statis progresif pada

intrinsic minus position

Program desensitasi; iontoforesis

Iritasi nervus sensorik radius/ulna dengan lidokain

dorsal Istirahatkan tendon yang terlibat;


Penurunan ketegangan tendon ekstensor hubungi dokter jika nyeri dengan

pada tonjolan dorsal atau AROM tetap bertahan

plate/lempengbesar Ringan: buddy tapping/pemasangan plester


Bentuk jari tumpang tindih dengan fraktur pada jari yang tumpang tindih

posisi fleksi Berat: deformitas malrotasi yang

memerlukan ORIF

Pemendekan metacarpal; tidak

menimbulkan masalah fungsional


Tidak adanya ujung/kepala MP
Pemendekan metacarpal dengan redundansi

pada panjang ekstensor; splint dalam


Tidak adanya ujung/kepala MP dan keadaan ekstensi di malam hari; penguatan

hambatan ekstensi sendi MP abduksi/adduksi intrinsik; NMES intrinsik

dengan siklus off >on

Fraktur leher tangan dengan angulasi ke

arah volar; minor: sarung tangan

dengan busa lunak; mayor: perlu


Tidak adanya ujung/kepala MP dengan
reduksi angulasi
tonjolan volar dan nyeri mengenggam

Singkatan: AROM, active range of motion; EDC, extensor digitorum communis;

MP, metakarpophalangeal; IP, interphalangeal; NMES, neuromuscular electrical

stimulation.

Fraktur Shaft/Corpus Metakarpal


Fraktur shaftmerupakan fraktur ekstra artikular yang disebabkan oleh

jatuh, pukulan, atauhentakan yang biasanya mengalami angulasi ke arah dorsal

dan mungkin mempunyai komponen pemendekan dan / atau rotasi. Mereka

digambarkan dengan konfigurasi fraktur seperti fraktur transverse, oblique, atau

spiral. Ketegangan otot intrinsik, yang timbul dari metakarpal proksimal volar

melalui penyisipan tulang pada phalang proksimal, akan menyebabkan kedua

ujung tulang metakarpal melengkung satu sama lain, mendorong ujung patahan ke

bagian belakang (dikenal sebagai presentasi apeks dorsal). Tegangan pada fleksor

jari ekstrinsik panjang berkontribusi pada deformitas.Fraktur metakarpal dengan

angulasi apeks dorsal menyebabkan tulang metakarpal memendek, menyebabkan

efek kerusakan pada mekanisme ekstensor dengan mengubah hubungan antara

regangan dengan panjang otot yang normal.Untuk setiap kenaikan 2 mm

pemendekan tulang terdapat jed/hambatan ekstensor sebesar 7° yang sesuai pada

sendi MP. Kemampuan fisiologis untuk menghiperekstensikan sendi MP akan

mengatasi kehilangan ekstensor ini untuk meminimalkan pemendekan tulang;

Tetapi deformitas ini menyebabkan penonjolan dorsal yang terlibat dalam

penurunan ketegangan tendon ekstensor.

Fraktur shaft metakarpal transverse non-displaced dengan angsulasi dorsal

apeks dapat ditatalaksana tertutup dengan sarung tangan,buddy tapping, gips

tangan pendek, splint benang ulnaris / radial panjang, atau splint buatan tangan

yang menggabungkan 3 titik tekanan reduksi ( 1 titik di bagian dorsal fraktur dan

2 titik divolar, proksimal dan distal fraktur, yang memberikan tekanan

balik/counterpressure). Visualisasi C-arm dari fraktur dengan splintakan


menjamin perbaikan pada angulasi setelah 1 minggu. Sorenson menemukan

komplians yang buruk serta kerusakan kulit dengan penggunaansplint prefabrikasi

iika dibandingkan dengan gips ulnar. Konradsen, menggunakan gips fiberglass,

dan Jones, menggunakan bahan termoplastik, membuat gips custom, penyangga

buatan tangan berbasis fraktur dengan teknik reduksi 3 titik. Kedua penelitian ini

membandingkan penyangga fungsional ini, yang memungkinkan gerakan

pergelangan dan jari tangan, dengan gips plester ulnar. Bersama-sama, kedua

penelitian ini mendukung keunggulan penyangga fungsional dengan peningkatan

gerakan yang membaik, penurunan rasa sakit, kemampuan untuk memberikan

kekuatan reduksi korektif, mengurangi jeda/hambatan ekstensor, dan menurunkan

angka kebutuhan akan terapi post fraktur. Teknik terbaik saat ini untuk

menatalaksana fraktur shaft metakarpal transverse non-displaced dengan angulasi

yaitu gipscustom-made atau splint yang menggabungkan fiksasi tekanan di 3 titik

yang dibangun di dalam splimt dan memungkinkan terjadinya gerakan sendi aktif

bebas (Gambar 3).

GAMBAR 3. (A) frakturshaft metakarpal yang ditatalaksana dengan fiksasi

tekanan 3-titik yang dibuat di dalam splint; (B) diikat untuk menerapkan tekanan

korektif pada frakturangulasi apeks dorsal.

Fraktur yang berpotensi tidak stabil membutuhkan penyangga

tambahan.Penggunaan Splint ulnar atau radial yang menyebabkan imobilisasi baik

metakarpal yang cedera maupun metakarpal stabil yang berdekatan, termasuk

sendi pergelangan tangan, MP, dan PIP telah menjadi acuan (Gambar 4A-B).

Feehan mengusulkan konsep ''reduksi splint serial '', di mana splint secara
bertahap didilepaskan saat penyembuhan fraktur berlangsung, memungkinkan

latihan gerak terkontrol untuk dilakukan (Gambar 4C-D).

Beberapa fraktur metakarpal mungkin mengharuskan semua jari

dimasukkan ke dalam gips (Gambar 5A). Ashkenaze menggambarkan splint yang

dipasang melingkupi poros pergelangan tangan dan metakarpal dengan penyangga

dorsal yang mengarah ke sendi PIP, dengan penyangga volar yang berujung pada

lipatan palmar distal untuk memungkinkan gerak bebas sendi MP dan IP. Fleksi

MP sebesar tujuh puluh derajat dapat mereduksi fleksor intrinsik dan ekstrinsik

yang mempengaruhi angulasi dorsal.Sendi IP bebas bergerak sepanjang hari

namun harus diberipenyangga ekstensi pada malam hari untuk mencegah

kontraksi fleksi (Gambar 5B).Buddy strapping dari jari yang terluka ke jari

berdekatan yang tidak terluka, terutama pada fraktur oblique, sangat protektif

terhadap malrotasi dan memudahkan gerakan pada tahap awal. Hall dilaporkan

menggunakan jenis imobilisasi clam digger ini di lebih dari 1000 fraktur, yang

dimodifikasi menjadi plester pada pasien yang tidak patuh.Strategi manajemen

praktik terbaik ini menjamin perlindungan stabilitas fraktur, mempertahankan

postur tangan yang benar, dan menjaga pergerakan dalam rehabilitasi fraktur

awal.

GAMBAR 4. (A) Splint radial untuk fraktur jari telunjuk atau metakarpalmedia;

(B) splint ulnar untuk fraktur jari manisatau metakarpal kecil; (C) reduksi splint

serial untuk memudahkan gerakan saat penyembuhan fraktur terjadi; (D) rentang

gerak pasif dalam splint.


Fraktur metakarpal spiral dan oblique dapat menyebabkan pemendekan

dan putaran. Efek buruk dari malrotasi ini akan terlihat saat pasien mencoba untuk

mengepalkan tangan. Posisi metakarpal yang memutarakan menyebabkan

tumpang tindih jari-jari dan menyebabkan hilangnya tonjolan metakarpal normal

dari tulang yang terlibat. Setelah pemasangan ORIF, splint tangan berbentuk

melingkar digunakan untuk melindungi area metakarpal dari trauma langsung;

tidak ada gerakan sendi yang dibatasi dengan penggunaan splint ini.Kuntscher

melaporkan bahwa 105 kasus fraktur pasca operasi yang ditatalaksana dengan

jenis penyangga fraktur fungsional ini menunjukkan penurunan jumlah kunjungan

terapi tangan dengan kembalinya fungsi tangan secara lebih dini yang bebas nyeri.

GAMBAR 5. (A) Gipspada fraktur metakarpal multipel yang memungkinkan

fleksi jari aktif lebih dini; (B) komponen penahan volar tambahan untuk

mempertahankan sendi interphalangeal dalam posisi ekstensi penuh.

Fraktur Leher/Neck Metakarpal

Fraktur leher/neck adalah fraktur metakarpal yang paling sering terjadi,

juga dikenal sebagai fraktur petarung atau petinju.Dampak tinju tertutup yang

memukul benda dapat menyebabkan fraktur metakarpal pada titik terlemahnya,

yaitu bagian leher ekstra-artikular. Dengan cedera tinju / gigitan, kontak tinju

dengan mulut orang lain bisa mengakibatkan penetrasi gigi ke sendi MP. Setiap

laserasi kulit pada tingkat sendi MP dengan fraktur tinju / gigitan harus dicurigai

adanya infeksi.

Trauma menyebabkan kepala/ujung metakarpal bergeser dengan disertai

angulasi volar.Perdebatan terus berlanjut terkait kebutuhan untuk mengurangi dan


mengimobilisasi fraktur ini.Namun, fraktur angulasi leher metakarpal yang

sembuh dengan pergeseran volar di atas 30° menempatkan otot intrinsik dalam

posisi yang memendek, yang mengurangi kapasitas ekskursi otot.Kehilangan

panjang otot ini membatasi kemampuan untuk memulai fleksi pada sendi MP.

Komplikasi lain dari fraktur leher yang kurang baik yaitunyeri menggenggam

pada tonjolan kepala metakarpal di telapak tangan, dan kompensasi berupa

hiperekstensi phalang proksimal pada sendi MP meringankan nyeri. Angulasi

yang masih ditoleransi yaitu kurang dari 15 ° pada jari telunjuk danmetakarpal

media, sedangkan pada jari manis dan metakarpal kecil masih dapat berfungsi jika

angulasikurang dari 30°. Jika sudut reduksi ini tidak dapat dipertahankan dengan

penyangga eksternal, maka tatalaksana pembedahan sangat dianjurkan.

Ketika kepala/ujung metakarpal yang fleksi ke arah volardireduksi

kembali dalam posisi yang tepat sejajar dengan shaft, penting untuk menahan

sendi MP dalam posisi fleksi lebih dari 70°, karena ligamen kolateralakan

membantu mempertahankan posisi kepala metakarpal. Clam digger tradisional

atau splint intrinsik dapat digunakan untuk: (1) menjaga pergelangan tangan

dalam posisi sedikit ekstensi; (2) memegang sendi MP pada posisi fleksi oleh

komponen blok dorsal yang membentang menuju sendi PIP; (3) membatasi sisi

volar splint di area MP, sehingga pembatsan gerak MP dan fleksi PIP penuh.

Fraktur leher juga telah ditatalaksana menggunakansplint buatan tangan yang

menggabungkan 3 titik tekanan dan harus mencakup daerah volar di atas bagian

palmar kepala/ujung metakarpal untuk memberikan tekanan dorsal yang benar.

Jones menginstruksikan pasien untuk secara bertahap mengencangkan tali saat


edema mereda, dan menemukan bahwa penerapan tekanan bertahap ini dapat

mengurangi fraktur sama efektifnya dengan menggunakan manipulasi anestesi.

Disarankan agar reduksi fraktur dilakukan dengan menggunakan splintberbasis-

tangan yang mampu menahan fleksi MP dengancara blok/pembatasan dorsal.Jika

reduksi tidak memadai atau berpotensi tidak stabil, splint 3 titik harus digunakan.

Reduksi tertutup perkutan dengan menggunakan K-wire direkomendasikan

untuk mempertahankan reduksi pada fraktur leher yang tidak stabil.Satu minggu

setelah operasi, balutan bedah dilepaskan dansplint imobilisasi dipasang untuk

melindungi fiksasi koaptif ini pada saat itu.Pasien diinstruksikan untuk melakukan

latihan ROM protektif.Setelah minggu ke-4 hingga 6 K-wire dilepas dan pasien

kemudian harus kembali melatih AROM penuh.

Fraktur Kepala Metakarpal

Fraktur kepala metakarpal adalah fraktur intra-artikular yang disebabkan

oleh beban aksial yang tinggi yang dapat melibatkan avulsi ligamen kolateral,

termasuk fragmen fraktur, fraktur 1 atau kedua kondilus, atau hancurnya

permukaan sendi menjadi banyak fragmen kecil.

Ligamen kolateral kemudian mengalami fraktur avulsi yang dimana jika

hal ini tidak terdeteksi akan menyebabkan terjadinya nyeri kronik dan ketidak

stabilan sendi. Jika potongan fraktur tersebut adalah suatu bentuk yang

nondisplace (tidak mengalami pergeseran), maka cedera yang terjadi dapat

diterapi dengan splint (bidai) protektif/ pelindung yang dapat menopang fleksi

sendi MP pada sudut 500 hingga 700selama 4 sampai 6 minggu. Fraktur yang

mngalami pergeseran (displace) akan membutuhkan tatalaksana berupa ORIF


dengan fiksasi yang memungkinkan adanya proteksi/ perlindungan terhadap

pergerakan yang lebih dini.

Pergeseran fraktur sebesar 1 hingga 2 mm pada permukaan sendi artikuler

akan lebih mudah untuk ditoleransi pada ekstremitas atas daripada yang berada di

ekstremitas bawah yang bertugas menopang berat tubuh; bagaimanapun, ORIF

diindikasikan untuk fraktur yang melibatkan lebih dari 20% dari permukaan

artikular untuk mencegah perubahan erosi sendi dan untu memungkinkan AROM

dalam 3 minggu post fraktur.

Fraktur kominutif yang tdak membiarkan diri mereka untuk dapat difiksasi

secara operatif, karena banyaknya potongan-potongan kecil yang terlibat, dapat

diterapi dengan imobilisasi tertutup dalam sebuah bidai gutter radial/ ulna dengan

sendi MP dalam posisi fleksi hingga 700. Bagaimanapun, fraktur kominutif yang

mengalami kehilangan beberapa bagian dari panjang tulang akan lebih baik

diterapi dengan alat fiksasi ekterna atau piringan jembatan (bridging) yang

mampu menjaga panjang tulang. Imobilisasi dapat diperpendek menjadi 2 hingga

3 minggu, karena keuntungan dari pergerakan dini dari perbaikan kartilago

artikular. Salter mengingatkan bahwa reduksi yang terbaik dari fraktur mungkin

tetap masih akan menunjukkan hasil yang kurang baik karena cedera lanjutan dari

kartilogo dengan keterbatasannya dalam kapasitas regenerasi. Beliau secara

defenitif bekerja pada fraktur intraartikular yang menunjukkan bahwa pergerakan

pasif yang berkelanjutan dapat dimulai dalam minggu pertama post operasi yang

distimulasikan pada keduanya baik dalam penyembuhan tulang maupun kartilago.


Prinsip Untuk Tatatalaksana Fraktur Phalangeal

Fraktur phalang lebih cenderung tidak stabil daripada fraktur metacarpal

karena kurangnya otot pendukung instrinsik yang mereka mliki dan secara

berkebalikan dipengaruhi oleh tegangan dalam tendon jari panjang. Fraktur

phalang memberikan respon yang lebih tidak bermakna terhadap imobilisasi

daripada fraktur metacarpal, dengan 84% prediksi pergerakan kembali,

dibandingkan dengan 96% pergerakan yang dapat kembali dalam fraktur

metacarpal. Jika imobilisasi dilanjutkan lebih lama daripada 4 minggu, maka

pergerakan akan menjadi menurun hingga 66%. Dalam 19% fraktur digiti, jari

tetangga yang tidak mengalami fraktur juga akan kehilangan kemampuan

geraknya. Hasil klinis fungsional dalam fraktur-fraktur tersebut tidaklah terlalu

terlihat sebagai fraktur yang bergantung pada lokasi fraktur; sebalikna, hasil yang

tidak memuaskan seringkali berhubungan dengan fraktur terbuka, fraktur

kominutif, dan berhubungan dengan cedera jaringan lunak.Tabel 2 mengurutkan

masalah-masalah yang potensial dan dapat muncul bersamaan dengan fraktur

phlang serta strategi yang dapat dilakukan sebagai intervensi terapeutik.

Tabel 2.Masalah potensial dengan fraktur palanges dan strategi untuk intervensi

terapeutiknya.

Masalah Potensial Pencegahan dan Tatalaksana


Ketidak mampuan fleksi MP PIP sirkumferensial dan ekstensi bidai DIP
untuk mengkonsenterasikan kekuatan
fleksor pada sendi MP; NMES untuk
interosseus
Ketidak mampuan ekstensi PIP Latihan blokade slip sentral; selama hari
blokade ekstensi bidai MP untuk
mengkonsenterasikan kekuatan ekstensor pada
sendi PIP; pada waktu malam hari ekstensi PIP
bidai gutter ; NMES hingga EDC dan interoseus
dengan pengaturan dua siaran.
Ketidak mampuan fleksi PIP Latihan glide isolasi tendon FDP; selama hari
blokade fleksi bidai MP untuk
mengkonsenteraskan kekuatan fleksor pada
sendi PIP; pada waktu malam hari sarung
tangan fleksi; NMES hingga DES
Ketidak mampuan ekstensi DIP Rangkum bidai ekstensi pada malam hari;
NMES hingga interoseus
Ketidak mampuan fleksi DIP Latihan glide isolasi tendon FDP ; blokade bidai
fleksi PIP untuk mengkonsenteraskan kekuatan
fleksor pada sendi DIP; peregangan keketatan
ORL; NMES hingga FDP
Instablitas lateral pada sendi Buddy strap atau bidai finger hinged yang
manapun mencegah stress lateral

Impending deformitas boutonniere Fleksi aktif dini dari DIP untuk menjaga
panjang dari ikatan lateral
Impending deformitas swan neck Glide tendon FDS pada sendi PIP dan glide
tendon ekstensor terminal pada sendi DIP
Deformitas pseudo claw Bidai untuk menahan sendi MP pada posisi
fleksi dengan ekstensi glide penuh sendi PIP
Nyeri Rangkuman bidai yang melindungi hingga
proses penyembuhan selesai diprioritaskan;
adanya edema, program desensitisasi.
Singkatan: DIP, Interphalanges Distal; EDC, ekstensor digitorum komunis; FDP,

fleksor digitorum profunda; FDS, fleksor digitorum superfisialis; MP,

Metakarpophalangeal; NMES, stimulasi kelistrikan neuromuscular/


ineuromucular electrical stimulation ; ORL, ligamen retinakular oblik; PIP,

Interphalangeal proksimal.

Fraktur Dasar Phalang I Proksimal

Fraktur pada dasar intraartikular karena adanya sebuah gaya abduksi dari

cedera akibat olah raga atau jatuh pada tangan yang mengalami tegangan berlebih.

Patahan artikular tersebut membutuhkan reduksi yang akurat untuk

mengembalikan kinematika sendi hingga seperti normal. Setelah reduksi, stablitas

dari posisi fraktur dapat dipelihara dengan penatalaksanaan konervatif karena

tekanan di dalam kapsula sendi intak yang mengelilinginya, kompleks ligamen

kolateral, tendon inter osseus, dan piringan volar dari fraktur dalam rentang

proksimal antara 6 hingga 9 mm dari sendi. Memposisikan sendi MP dalam posisi

fleksi 700memberikan hasil dalam keseimbangan tekanan dari struktur kapsular

tersebut. Sendi PIP dan DIP, berpasangan hingga kesebuah digit yang berdekatan,

mereka akan memungkinkan terjadinya sebuah pergerakan awal yang aktif. Posisi

instrinsik plus dari rancangan bidai juga menyebabkan aponeurosis ekstensor

yang menjadi menegang dan ditarik kearah distal meliputi dasar dari P1, hal ini

menyebabkan terjadinya kompresi dari fraktur. Setelah 2 hingga 3 minggu, atau 3

hingga 4 minggu, tergantung pada formasi/ bentukan kalus, bidai yang digunakan

dapat kemudian dilepaskan untuk melindungi ROM pada sendi MP.

Gambar 6.(A) Alat imobilisasi bidai pada sendi pergelangan tangan dan distal

yang digunakan selama sesi latihan untuk menimbulkan suatu fleksi pada sendi
metakarpopalangeal (MP); (B) Fleksi sendi MP yang terisolasi selama latihan

dengan menggunakan blokade bidai ganda.

Pergeseran dasar fraktur tidak dapat dikurangi dengan hanya

memposisikan sendi MP saja seperti yang seringkali dilakukan pada ligamen

kolateral, berkaitan dengan potongan fraktur, yang mengalami avulse. Tinjauan

dari Shewring, dari 33 fraktur dasar yang mengalami pergeseran ditumakan

sebuah tingkat non union yang cukup tinggi dengan penatalaksanaan konsevatif

akibat adanya pergeseran/ displacement dari fraktur seperti pada peregangan

ligamen kolateral dengan fleksi pada sendi MP. Fraktur avulsi tersebut seringkali

muncul pada ligamen kolateral ulnar dari indeks ibu jari dan ligamen kolateral

radial pada jari manis dan kelingking. Teknik yang digunakan untuk memfiksasi

fraktur yang bergeser tersebut terasuk di dalamnya balutan tegangan kawat/

tension band wiring menggunakan teknik figure of eight. Kawat intraoseus

dengan penambahan dukungan K-wire, atau fiksasi sekrup. Seperti pada kekakuan

sendi MP disertai dengan hilangnya fleksi adalah komplikasi jaringan lunak post

operasi tersering dari fraktur dasar P1, bidai protektif harus diistirahatkan pada

sendi MP dalam posisi fleksi. Ketika latihan/ pergerakan aktif dimulai untuk

mendpatkan fleksi MP penuh, penggunaan dari bidai akan menahan sendi

pergelangan tangan, PIP dan DIP untuk imobilisasi selama latihan, dengan

memfasilitasi semua kekuatan fleksor langsung melewati sendi MP (Gambar 6A-

B). Gerakan Pasif Berkelanjutan (Continuous Passive Motion/ CPM) yang diikuti

dengan ORIF dengan fiksasi yang rigid/ kaku diindikasikan untuk menjaga
mobilitas sendi, mengurangi udem dan menstimulasi penyembuhan dari kartilago

artikuler.

Fraktur Badan (Shaft) P1

Fraktur yang terjadi dalam zona fleksor digiti II, disebut dengan “no man’s

fracture”dimana saat ini untuk prognosis terburuknya dalam mencapai kembali

mobilitas penuh. Sembilan puluh persen dari permukaan tulang yang ditutupi

dengan struktur gliding- tendon sentral secara dorsal, ikatan lateral secara bilateral

dan tendon FDP secara volar- yang dapat dengan mudah menjadi suatu kalus

fraktur. Fraktur pada badan/ shaft membutuhkan reduksi yang akurat yang dapat

memungkinkan jaringan lunak tersebut untuk menggelinding/ glide secara

normal.

Fraktur yang tidak bergeser membutuhkan perlindungan, tetapi bukan

sebuah imobilisasi penu. Inklusi dari sebuah digiti tetangga yang tidak mengalami

cedera dalam bidai dan buddy strapping memudahkan terjadinya AROM yang

dini. Oxford merekomendasikan sebuah bidai sirkumferensial digiti tunggal untuk

fraktur stabil, dimana hal ini akan memungkinkan terbentuknya pemanjangan

dukungan lateral pada sendi PIP untuk fraktur shaft distal atau volar dan

imobilisasi dorsal dari sendi MP untuk frakur shaft proksimal. Rancangan ini

dapat dilakukan untuk pergerakan sendi PIP yang bebas dan aktif.

Pergeseran fraktur P1 akan muncul dengan angulasi dari apeks palmar.

Angulasi ini terjadi karena gaya dari volar pada dasar dari fraktur P1 oleh insersi

interoseus, sementara ekspansi ekstensor akan mendorong potongan distal secara


dorsal. Freeland merekomendasikan bahwa “teknik yang paling tidak

mengganggu dapar digunakan untuk menyebabkan adanya sebuah ambang dari

kekuatan yang secara reliabel dapat menahan fraktur dengan aman… dan secara

simultan dapat menyebabkan terjadinya rehabilitasi dini”. Metode dari fiksasi

untuk pergeseran, fraktur yang tidak stabil termasuk insersi transkutaneus tertutup

dari K-wireatau batangan secara intermedular, sekrup mini perkutaneus, fiksasi

internal terbuka dengan sekrup mini, piringan mini, dan alat fiksasi eksternal mini.

Permasalahan utama yang paling sering muncul pada tingkatan ini dimulai

dengan sebuah hambatan pada ekstensor di sendi PIP, dimana hal ini akan

berkembang menjadi sebuah kontraktur fleksi sendi tetap. Skenario kasus terburuk

akan terjadi ketika pergerakan yang minimal pada sendi PIP menghasilkan sebuah

posisi fleksi tetap pad sendi, dimana hal ini akan dikompensasi pada sendi MP

dengan ekstensi maksimal untuk membuang jari yang mengalami fleksi dari

palmar. Sebuah postur pseudo claw hand akan terbentuk. Pencegahan untuk

deformitas ini bergantung kepada kemampuan sendi PIP untuk ekstensi pada

waktu istirahat dan glide awal tendon disepanjang semua permukaan tulang.

Mulanya, sebuah bidai dibuat, dimana bidai ini akan menjaga fleksi pada sendi

MP, dengan sebuah ekspansi kap dorsal hingga dengan aman menjaga sendi PIP

ke dalam posisi ekstensi penuh diwaktu istirahat (Gambar 5). Bagian volar dari

bidai akan berhenti pada lipatan palmar distal. Dalam beberapa jam ikatan distal

akan dibuka untuk memungkinkan gliding awal tendon, menekankan terjadinya

slip sentral, ikatan lateral FDS dan FDP tendon, masing-masingnya. Fleksi penuh

sendi PIP tidak dipedulikan hingga pasien mampu secara aktif mengekstensikan
sendi PIP hingga 00.Burkhalter mengingatkan kita bahwa hal ini jauh lebih mudah

untuk mencapai fleksi daripada ekstensi pada sendi ini.

Kemudian, selanjutnya sebuah bidai yang berfungsi sebagai blokade dapat

digunakan untuk melawan terjadinya postur pseudo-boutonniere yang muncul

lebih sedikit daripada gliding tendon optimal (Gambar 7A-B). bidai akan

mengimobilisasi sendi MP dalam bentuk fleksi, menjaganya melawan

hiperekstensi MP, semetara itu ia juga memberikan semua tendon fleksor dan

ekstensor tenaga secara langsung pada sendi PIP. Latihan resistensi ringan untuk

fleksi sendi PIP dan ekstensi sendi PIP difasilitasi ketika dilakukan dalam bentuk

bidai.

Gambar 7.(A) deformitaspseudo-boutonnierre pada jari manis diikuti dengan

fraktur phalang proksimal. (B) Bidai yang terblok akan menyebabkan tendon

fleksor dan ekstensor gliding (menggelinding/ bergeser) pada sendi

interphalangeal proksimal (PIP).

Fraktur Kondilar P1

2 kondlus pada bagian kepala dari phalanges proksimal, dengan intimasi

konveks-konkaf mereka yang sesuai pada dasar phalanges media, memungkinkan

stabilitas terhadap sebuah sendi yang bergantung pada berapa banyaknya

pendukung jaringan lunak. Jenis dari cedera jaringan yang disebabkan dengan

sebuah deviasi gaya lateral bergantung kepada tingkat bebannya: stress yang

diaplikasikan dengan tingkat beban yang rendah menyebabkan cedera ligamen

kolateral, sementara sebuah tingkat beban yang lebih tinggi dapat menyebabkan
sebuah fraktur avulse kolateral atau sebuah unikondilar (1 sisi) atau bikondilar (2

sisi) konfigurasi fraktur pada kepala P1. Sebuah gaya bola terhadap digiti yang

jauh dari garis senter dari kepala sering kali mengalami fraktur kondilus melalui

bagian tengah tangan. Hal ini biasa terjadi pada cedera olah raga yang umum dan

sering kali salah diagnosis sebagai suatu “jammed finger” yaitu bila atlet dapat

menggerakkan jarinya dengan baik. Keberlanjutan tanpa menggunakan penopang

dari tangan dapat mengubah sebuah fraktur sederhana yang tidak bergeser

menjadi sebuah fraktur angulasi dengan inkongruenitas sendi yang sangat

nyeri.Fraktur tersebut secara potensial sangat tidak stabil dan sangat baik bila

diterapi dengan ORIF untuk memastikan kesejajaran sendi yang baik tercapai.

Permasalahan ORIF pada level ini yaitu mengenai akses ke kepala P1

langsung di bawah slip ekstensor media. Penulis telah menyarankanberbagai

lokasi insisi: insisi yang memisahkan tendon ekstensor secara longitudinal, insisi

antara tendon lateral dan tendon sentral, eksisisisipan tendon sentral sehingga

terbentuk lipatan,atau insisi midaksial lateral.Komplikasi paling sering yang

mengikuti fraktur P1 adalah hilangnyaekstensi sendi PIP penuh, pendekatan

lateral yang menghilangkan trauma langsung pada tendon sentral lebih menarik.

Namun, Horton menemukan bahwa meskipun sayatan lateral digunakan untuk

menempatkan sekrup, kelompok ORIF dalam studinya memiliki ekstensi sendi

PIP 3 kali lebih besar (27°), dibandingkan dengan kelompok yang ditatalaksana

dengan reduksi tertutup (8°). Hal ini mungkin sebagian dijelaskan oleh peran slip

sentral dan pita lateral dalam mencapai ekstensi sendi PIP penuh. Terdapat
kemungkinan bahwa adhesi/perlekatan di kedua sistem akan mempengaruhi

ekstensi sendi PIP.

Nyeri dan pembengkakan di sendi PIP pasca operasi merupakan hambatan

untuk dilakukan rehabilitasi. Pembengkakan akanmenarik sendi ke posisi fleksi

yang dari waktu ke waktu akan berkembang menjadi kontraktur. Splinting harus

mengistirahatkan sendi PIP dengan posisi ekstensi penuh, dengan melakukan

AROM short-arc setiap jam.Sangat penting bahwa tujuan gerakan pasien ialah

untuk mencapai pelepasan proksimal pada mekanisme ekstensor, dan dengan

demikian terjadi ekstensi 0° untuk mencegah adanya jeda ekstensor.Penggunaan

gerak pasif kontinyu (CPM) mengikuti fiksasi internal yang kaku dari fraktur ini

bermanfaat dalam regenerasi tulang rawan artikular hialin, reduksi edema,

pencegahan adhesi dan kekakuan sendi, dan tidak menimbulkan rasa sakit.Tendon

sentral yang diinsisi dan diperbaiki dapat juga ditatalaksana dengan menggunakan

pedoman gerakan short-arc, karena adanya kontinuitas tendon ekstensor secara

longitudinal.Kendali fleksi sendi PIP harus dibatasi selama 3 minggu untuk

mencegah pemisahan jahitan tendon.

Fraktur Basis Phalang Media (P2)

Fraktur intra-artikular ini disebabkan oleh hiperekstensi, hiperfleksi, atau

deviasi lateral paksa pada jari yang teregang, seperti yang terjadi pada cedera

dalam permainan basket dan bola voli, atau terjatuh dengan posisi tangan

teregang. Hiperekstensi atau cedera hiperfleksi seringkali cukup parah

sehinggamenyebabkan dislokasi sendi PIP dengan kerusakan jaringan lunak yang

terkait dengan volarplate atau slip sentral masing-masing, biasanya disebut fraktur
avulsi. Dengan trauma tekan yang parah, fraktur kominutif pada permukaan

articular dapat terjadi, menyebabkan depresi fragmen ke dalam poros tulang, yang

disebut fraktur pilon. Pilon berasal dari bahasa Latin ''pounder,'' yang

menunjukkan gaya yang dibutuhkan untuk menciptakan kelainan bentuk ini.

Fraktur avulsiPalmar Platejuga dikenal sebagai dislokasi fraktur dorsal,

fraktur ini diakibatkan oleh cedera hiperekstensi dimana perlekatan distal

volarplate, pada pangkal P2, ruptur bersamaan dengan bagian permukaan artikular

dari volar phalang media. Tanpa tekanan normal yang diberikan oleh volarplate

yang utuh, ketegangan dari ekstensor jari pada ikatan distal menyebabkan fraktur

basis yang berdislokasi ke arah dorsal.Persentase permukaan artikular yang

terlibat dan persentase dislokasi sendi menentukan tingkat keparahan fraktur

ini.Tekanan dan gerakan aktif segera dilakukan untuk mengurangi keparahan

fraktur. Fraktur sedang dengan tingkat keparahan (yang melibatkan permukaan

artikular 20% sampai 40%) ditatalaksana denganblocksplinting ekstensi selama

lebih dari 6 minggu. Fraktur ini berisiko mengalami pergeseran dengan ekstensi

penuh. Sebuah block splint dorsal dapat mencegah sendi memanjang hingga 30 °

sampai 40 °, namun memungkinkan fleksi sendi penuh (Gambar 8). Pedoman ini

memungkinkan kompresi fraktur dengan fleksi, sementara menghindari

pemisahan fraktur dengan ekstensi.Saat penyembuhan fraktur terjadi kemudian,

block splint kemudian dilepas secara perlahan/bertahap setiap minggu, sehingga

memungkinkan ektensi sendi bertahap.Biasanya terdapat sedikitkontraktur

padafleksi pada akhir penggunaan splint minggu 6 sampai 8, yang dapat dikurangi

dengan menggunakan splint ekstensi dinamis.Fraktur dengan lebih dari 40%


keterlibatan permukaan sendi biasanya tidak tetap dan menyebabkan gerakan yang

terbatas dan oleh karena itu ditatalaksana dengan ORIF.

Fraktur avulsi slip sentral, juga dikenal sebagai 'dislokasi fraktur dorsal'

atau fraktur boutonniere, termasuk fraktur dari fragmen di dasar dorsal P2 yang

menempel pada tendon ekstensor sentral. Fraktur ini cukup jarang dan perawatan

tergantung pada kemampuan untuk mengembalikan subluksasi volar P2 kembali

ke fragmen yang teravulsi.Fraktur direduksi dengan imobilisasi pada bagian

ekstensor sendi PIP secara keseluruhan selama 4 sampai 6 minggu, dan pasien

diinstruksikan untuk melakukan latihan fleksi sendi DIP aktif untuk

mempertahankan gliding dan panjang pita lateral dan ligamentum retinakular

oblique (Gambar 9). Fleksi pada sendi DIP akan mencegah munculnya kelainan

bentuk posterior boutonniere. Reduksi tertutup, bagaimanapun, seringkali sulit

dilakukan karena keterbatasan jaringan lunak, yang mengharuskan tatalaksana

ORIF dengan pin, sekrup, atau tension band wiring.Pemakaian splint basis

protektif yang dapat dilepas digunakan untuk mempertahankan sendi PIP dalam

posisi ekstensi penuh dan dapat dilepaskan untuk latihan ROM pasif. Pin dilepas

pada 2 sampai 3 minggu, pada saat itu, ROM aktif dapat mulai dilakukan terhadap

jaringan lunak. Dengan fiksasi sekrup, gerakan aktif bisa dimulai segera dengan

penggunaan splint yang sama untuk mencegah fleksi pada sendi PIP.

GAMBAR 8. Fraktur avulsi volarplate yang ditatalaksana dengan splintblok

ekstensi yang membatasi ekstensi penuh pada sendi proksimal interphalangeal

(PIP); Tingkat pembatasan gerak ditentukan oleh pergeseran fraktur dengan


ekstensi. Tali distal (tidak ditunjukkan) dilepas untuk memungkinkan fleksi dan

ekstensi aktif sendi PIP dan sendi interphalangeal distal (DIP).

GAMBAR 9.Gips fraktur avulsi slip sentral yang mempertahankan ekstensi sendi

interphalangeal proksimal penuh sambil membiarkan fleksi sendi interphalangeal

distal aktif untuk mempertahankan panjang ligamen lateral oblique dan pita

lateral.

GAMBAR 10.Splint traksi dinamis untuk fraktur pilon kominutif.Jari digerakkan

secara pasif sepanjang busur beberapa kali per hari untuk merangsang regenerasi

tulang rawan artikular dan remodelling permukaan sendi.Ketegangan pita karet

(rubber band) diukur untuk memastikan kekuatan ligamentotaxis distraktif

sebesar 300 g.

Fraktur Pilon kompresi berat dapat menyebabkan kepala phalang

proksimal menekan pangkal P2, sehingga menyebabkan banyak fragmen fraktur

kecil yang hancur.Permukaan artikular distal sendi PIP juga hancur.ORIF

digunakan untuk mengangkat fragmen articular yang tertekan ke arah sentral dan

mempertahankan panjangnya dengan cangkok/graft tulang atau fiksator

eksternal.Pilihan lainnya adalah dengan menggunakan kombinasi traksi dan gerak

untuk membuat sendi baru melalui penggunaan splint traksi yang dinamis

(Gambar 10).Metode yang terakhir ini menggunakan splint radial atau ulnar yang

dapat menghalangi sendi MP dalam posisi fleksi.Traksirubber band yang

melingkar diikatkan untuk memaparkan K-wire yang melewati phalang media

kearah distal fraktur.Ketegangan diukur dengan alat pengukur Halston untuk

memastikan bahwa kekuatan distraktif yang memadai sebesar 300 gtelah


diberikan. Gaya distraktif menggunakan konsep yang disebut ''ligamentotaxis,'' di

mana kapsul jaringan lunak yang mengelilingi fraktur (periosteum utuh, ligament

kolateral, kapsul sendi) ditempatkan di bawah tarikan longitudinal, menyebabkan

jaringan lunak ini menyempit dan memampatkan fraktur. Pada siang hari,

komponen traksi dinamis digerakkan sepanjang bentuk melingkar untuk mencapai

gerakan PIP pasif, yang bermanfaat untuk penyembuhan tulang rawan

artikular.Splint dipakai secara terus menerus selama 6 sampai 8 minggu (hanya

dilepaskan sebentar untuk tujuan penggantian) untuk mencegah perpindahan

fraktur. Kearney melaporkan bahwa pada follow-up selama 9 tahun pada pasien

yang ditatalaksana dengan traksi dinamis dania menemukan bahwa semua

persendian bebas dari rasa sakit dan tidak menunjukkan gejala, mereka

mempertahankan splint pada sudut 87° dari gerak sendi PIP, dan ruang sendi juga

dipertahankan, yang menunjukkan ketebalan tulang rawan yang baik.Penggunaan

traksi dinamis untuk fraktur pilon menunjukkan hasil yang sama baiknya

dibandingkan dengan ORIF dan dengan komplikasi yang lebih sedikit.

Fraktur Shaft/Corpus

Fraktur di lokasi ini jarang terjadi, sebagian disebabkan oleh pendek dan

lebarnya poros yang lebih kuat di bagian ini dibandingkan di tulang proksimal.

Jalan dari bagian lateral, yang secara spiral dari posisi lateral mereka di sendi PIP

dan menjadi bagian dorsal di atas distal phalang ini, menjadikan bagian ini rawan

frakur jika terjadi fraktur kalus dengan metode tertutup, atau menjadi tertusuk

dengan pin dan sekrup dengan metode terbuka.Pin yang ditempatkan secara

longitudinal di kanal medula bertujuan untuk mencegah kerusakan jaringan lunak


ini.Terbatasnya pita lateral akan mengakibatkan hilangnya ekstensi DIPterminal.

Fraktur midshaft dapat mengalami angulasi baik secara dorsal atau volar, sehingga

terjadi pemendekan poros phalangmedia. Pemendekan ini akan menyebabkan

ketidakseimbangan rasio panjang tulang tendon ekstensor, yang mengakibatkan

hilangnya ekstensor sendi DIPterminal. Kehilangan ekstensor sendi DIP penuh,

karena perlekatan atau redundansi bagian pita lateral, menyebabkan deformitas

leher angsa klasik pada fleksi DIP dengan tekanan ekstensor berlebihan secara

langsung pada saat hiperekstensi sendi PIP. Cannon menyarankan imobilisasi

selama 3 minggu dengan metode tertutup atau fiksasi K-wire, karena mekanisme

kerja tendon FDS dapat menggantikan fraktur ini karena

penyisipan/penempatannya pada shaft P2. Jari dipasang splint pada posisi

fungsional fleksi sendi MP dengan sendi PIP dan DIP ekstensi penuh.Untuk

fraktur panjang oblique atau spiral, penggunaan ORIF atau sekrupperkutan

memberikan stabilitas yang cukup yang memungkinkan AROM dilakukan dalam

waktu 1 minggu.Penekanan dilakukan pada tendon glide FDS di sendi PIP dan

pada ekstensi terminal di sendi DIP, berlawanan dengan deformitas leher angsa

(swan-neck deformity).

Fraktur Leher P2

Fraktur leher atau subkapital lebih sering terjadi pada anak kecil yang jarinya

terhimpit pintu atau jendela elektrik. Pada fraktur ini biasanya terjadi pergeseran

dan bersifat tidak stabil, sehingga memerlukan terapi ORIF. Stern 93

mengungkapkan dalam studinya mengenai komplikasi bahwa fraktur memerlukan

K-wires tetap dipasang dalam durasi lebih lama yakni selama 4 hingga 6 minggu.
Terapi post operatif didasarkan pada stabilitas fiksasi. Kekakuan pada sendi DIP,

dengan hilangnya fleksi aktif, dan gangguan ekstensor merupakan komplikasi

utama. Pemasangan splint protektif pada sendi DIP dalam posisi ekstensi penuh,

dan tendon gliding pada FDP direkomendasikan.

Fraktur Phalanx Distal

Bagian distal jari yang terekspos merupakan bagian yang sangat rentan cedera,

dimana fraktur pada P3 terjadi pada 50% kasus fraktur tangan. 18 Penyebab fraktur

antara lain himpitan pada bagian distal, seperti pada saat jari terhimpit pintu yang

tertutup atau di mesin, pukulan pada jari bagian ekstensi, dan fraktur avulsi pada

artikulasi volar dan dorsal yang berkaitan dengan kegiatan olahraga.

Fraktur Basis P3

Fraktur avulsi pada artikulasi merupakan cedera tertutup yang terjadi akibat

tendon yang berkontraksi secara aktif tertekan secara paksa ke arah

berlawanan.Dapat terjadi ruptur tendon saja, atau disertai avulsi pada artikulasi

dengan beragam ukuran. Dua tipe fraktur avulsi yang sering terjadi pada bagian

ini antara lain fraktur “jersey” dan fraktur “baseball”.

Fraktur Avulsi Volar Jersey.Fraktur ini dinamai setelah terjadi cedera pada

pemain sepakbola dimana salah seorang pemain memegang kaos dari lawannya

dan tertarik paksa, menyebabkan tendon FDP, dan tulang, teravulsi dari basis

volar P3.Hilangnya fleksi aktif dari sendi terminal memerlukan terapi segera,

karena pemendekan otot tendon FDP dapat terjadi tanpa terdeteksi.Dengan

bagian-bagian kecil, tendon (dengan bagian fraktur yang melekat) dapat

dilekatkan kembali dengan tindakan bedah menggunakan teknik pull-out wire


suture di bagian dorsal.Dorsal blocking splint dibuat kemudian dilakukan

protokol gerakan tendon Durand.19 Pecahan fraktur yang besar memerlukan

support tambahan berupa K-wires untuk memastikan terbentuknya permukaan

sendi yang sesuai.84 Modifikasi program Durand dilakukan untuk membatasi fleksi

sendi DIP hingga wire dilepaskan.

Fraktur Avulsi Dorsal. Fraktur ini, dikenal dengan nama “fraktur mallet” atau

“fraktur baseball”, merupakan fraktur yang sering terjadi pada kegiatan olahraga

yang sering menggunakan tangan dengan posisi jari yang ekstensi menjadi fleksi

atau hiperekstensi secara paksa.65 Tendon ekstensor terminal teravulsi dari basis

dorsal P3, dengan beragam ukuran tulang yang fraktur melekat. Jika bagian yang

mengalami fraktur kurang dari sepertiga permukaan artikulasi, maka fraktur

tersebut dapat diatasi dengan splint tertutup pada sendi DIP dalam posisi ekstensi

selama 6 minggu (Gambar 11). Penggunaan bivalve splint yang dilapisi dengan

coban wrap menghindari terjadinya pembengkakan. Pemasangan splint diteruskan

pada malam hari dan selama beraktivitas berat hingga 2-4 minggu. Jika tampak

gangguan ekstensor pada sendi DIP, pemasangan splint juga dilakukan pada siang

hari.

Gambar 11.Bivalve splint protektor pada ujung jari untuk mempertahankan


ekstensi sendi distal interphalangeal (DIP) dan mengakomodasi pembengkakan
pada fraktur mallet.

Bagian fraktur yang lebih dari sepertiga permukaan artikulasi dapat diatasi dengan

tindakan bedah menggunakan beragam teknik wiring.10,27,28,99,108 Analisis Damron27

mengenai metode fiksasi tersebut menyebutkan bahwa tidak ada satupun metode

fiksasi yang dapat memberikan stabilitas yang cukup hingga jari dapat segera
digerakkan. Semua sendi harus diimobilisasikan selama minimum 6 minggu,

bersama dengan metode konservatif. Komplikasi akibat terapi bedah pada fraktur

mallet dilaporkan pada sebanyak 53% kasus yakni infeksi, inkongruensi sendi,

deformitas kuku jari, dan gangguan ekstensor; sebaliknya 45% komplikasi terjadi

akibat terapi tertutup.94 Dari temuan ini Wehbe106 menyarankan bahwa fraktur

mallet harus diterapi dengan metode konservatif tertutup.

Setelah imobilisasi dalam posisi ekstensi terus menerus selama 6 minggu, pasien

diajarkan untuk melakukan gerakan fleksi dan ekstensi secara bergantian pada

sendi PIP dan DIP. Blocked flexion exercise pada sendi DIP tidak dilakukan

karena dapat menyebabkan tarikan pada ligamen retinakular oblik (ORL). Karena

komplikasi utama fraktur mallet adalah gangguan pada ekstensor sendi DIP, ORL

yang baik diperlukan untuk membantu sendi DIP berekstensi secara pasif saat

sendi PIP berekstensi secara aktif.19

Fraktur Shaft P3

Trauma pada bagian ini, proksimal dari nail bed, biasanya menyebabkan luka

terbuka yang memerlukan splint eksternal atau K-wire dan pemasangan spling

selama 3 minggu.Tatalaksana luka, pengukuran edema dan pergerakan pada sendi

MP dan PIP dilakukan setelah minggu pertama.ROM aktif pada sendi DIP dapat

dimulai setelah 3 minggu jika terbentuk konsolidasi kalus.Hilangnya fleksi penuh

sendi DIP biasanya terjadi akibat kontraktur jaringan lunak pada struktur sendi

dan skar kulit dorsal.Melapisi digiti dengan coban pada posisi intrinsik minus lalu

memasukkannya ke dalam parafin dapat memberikan terapi panas dan tarikan,


yang terbukti dapat memberikan efek terbaik dalam memperpanjang jaringan

lunak.49 Hal ini diikuti oleh blocking exercise pada tendon glide FDP.

Fraktur Tuft P3

Terapi fraktur pada ujung jari (tuft), meskipun retak/comminuted fracture, cukup

sederhana.Kompresi di sekitar ujung jari dapat mengurangi nyeri akibat

perdarahan dan pembengkakan.Splint protektif yang tipis pada sendi PIP dipasang

selama 2-3 minggu.Penyatuan jaringan fibrosa untuk berosifikasi terjadi secara

lambat hingga beberapa bulan26; namun, gerakan jari dapat dilakukan pada sendi

DIP dengan mengurangi panjang splint dan menggerakan jari. Aspek lain dalam

terapi fraktur ini adalah cedera pada nail bed yang dapat terjadi dan memerlukan

jahitan. Penggantian balutan luka tidak boleh mengganggu nail bed yang sedang

dalam masa penyembuhan, dengan cara membasahi ujung jari dengan saline steril

dan hidrogen peroksida.19

Bagian pulpa jari dipersarafi oleh sensory end organ yang berespon nyeri

terhadap cedera pertama, kerusakan nail bed, dan pembengkakan serta timbul

hipersensitivitas terhadap sentuhan. Penggunaan TopiGel sleeve setelah

penyembuhan nail bed komplit dapat membantu memperbaiki skar dan

meredakan nyeri. Desensitisasi meliputi vibrasi, putty press, dan toleransi tekstur

bermanfaat untuk mengembalikan fungsi normal ujung jari.

Biasanya pola fraktur yang menunjukkan pergeseran signifikan dari 2 fragmen

fraktur memerlukan ORIF dengan fiksasi K-wire selama 3 minggu. 2Splint

protektif dan supportif pada sendi DIP dan PIP menyebabkan proses inflamasi
membaik. Splint harus dijaga agar tidak bergesekan dengan pin yang terekspos

karena iritasi berlebihan dapat menyebabkan infeksi di sepanjang pin.

SIMPULAN

Keunikan dari anatomi tangan adalah dimana jaringan lunak tersebar multidireksi

hanya beberapa milimeter dari struktur rangka.Sehingga tidak mungkin

menganggap cedera rangka sebagai trauma pada jaringan tulang saja. Trauma dan

fraktur displasi dapat merusak jaringan lunak sekitarnya serta menyatukan kedua

struktur dengan kalus dan skar pada proses penyembuhannya. Rehabilitasi yang

sukses pada fraktur tangan melingkupi pemeliharaan stabilitas fraktur, mobilisasi

jaringan lunak, dan remodel skar restriktif.

Review literatur menunjukkan kekurangan pada studi mengenai rehabilitasi

fraktur. Hingga saat ini terapis tidak mengobati fraktur, melainkan mengobati

komplikasi sekunder pada jaringan lunak akibat imobilisasi

berkepanjangan.Komplikasi ini merupakan pencetus pengembangan program

controlled-motion selama fase penyembuhan fraktur.Dengan sedikit studi

prospektif atau kontrol untuk menuntun kita, strategi terbaik dalam rehabilitasi

fraktur biasanya didapatkan dari pengalaman terapi yang gagal.

Anatomi dan biologi penyembuhan tulang membantu dalam mengarahkan posisi

dan durasi imobilisasi, inisiasi protokol gerakan, dan latihan kekuatan untuk

mencapai fungsi optimal.Arah dan pengembangan penyembuhan tulang berkaitan

dengan metode fiksasi tulang yang dipilih. Baik metode operatif dan non operatif

pada terapi fraktur memiliki tujuan yang sama untuk memastikan tulang sembuh

pada arah yang sesuai dan dapat mobilisasi dengan baik. Lee 66 meringkas konsep
ini sebagai berikut: “Hasil dari fraktur yang terjadi dipengaruhi oleh pemilihan

terapi serta tipe dan durasi imobilisasi.” Artikel ini menggambarkan pemilihan

terapi fraktur, posisi imobilisasi, protokol gerakan dini, dan strategi intervensi

untuk komplikasi yang unik sesuai dengan lokasi fraktur pada metakarpal dan

phalanx tangan.

You might also like