You are on page 1of 7

PENDAMPINGAN PEMBUATAN FILTRASI AIR DARI LIMBAH BIJI KELOR

(MORINGGA OLEIFERA) DAN CANGKANG KERANG DAN PENERAPAN PHBS


PONDOK PESANTREN DARUSSALAM SENGKUBANG
Muhammad Jamalludin1, Aprillia Krisnawaty2, Selviana3
123
Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Pontinak
*Korespondensi Penulis : selviana@unmuhpnk.ac.id
ABSTRAK
Latar Belakang : Air sungai memiliki kadar besi (Fe) yang tinggi dan pH yang rendah sehingga dapat
menyebabkan korosif pada pipa dan besi yang dapat menyebabkan bau bahkan dapat menyebabkan
hemokromatosis.
Tujuan : Untuk mengetahui efektifitas pengolahan menggunakan biji kelor dan cangkang kerang pada proses
filtrasi air. Meningkatkan kesehatan santri di Pondok Pesantren Darussalam melalui Pendampingan pembuatan
media filtrasi pengolahan air dengan media Biji Kelor dan Cangkang Kerang dan Penerapan Perilaku Hidup Bersih
dan Sehat.
Metode : Metode yang digunakan adalah metode partisipatif dari santri dan pengelola pesantren, penelitian ini
dilaksanakan selama 4 bulan melalui proses koagulasi dan filtrasi pada air serta Penerapan Perilaku Hidup Bersih
dan Sehat.
Hasil : Hasil pengolahan menunjukkan nilai kadar besi (Fe) pada saat air belum dilakukan pengolahan 5,56 mg/l
menjadi 0,12 mg/l dengan efektifitas penurunan 97,7%. Ph pada air sebelum dilakukan pengolahan 5,7 menjadi 6,8
dengan efektifitas 93,19%.
Kesimpulan : Olahan air yang menggunakan koagulan biji kelor dan filtrasi pasir silica, arang aktif dan cangkang
kerang dapat menghasilkan air bersih yang layak pakai sesuai dengan standar mutu PERMENKES RI No.
416/Menkes/Per/IX/1990 tentang syarat-syarat dan pengawasan kualitas air dengan standar kadar besi (Fe) 1,0 mg/l
dan pH 6,5-9,0.
Kata Kunci : Biji Kelor, Cangkang Kerang, Filtasi, Kadar Besi (Fe), PH
ABSTRACT
Background : River water has high iron (Fe) levels and low pH so that it can cause corrosiveness in pipes and iron
that can cause odors and can even cause hemochromatosis.
Purpose : To determine the effectiveness of processing using moringa seeds and shells in the water filtration
process. Improving the health of students at the Darussalam Islamic Boarding School through the Assistance of
making water treatment filtration media with Moringa Seed and Shell Media and the Implementation of Clean and
Healthy Living Behavior.
Method : The method used is a participatory method from students and Islamic boarding school managers, this
research was carried out for 4 months through the process of coagulation and filtration in water as well as the
Implementation of Clean and Healthy Living Behavior.
Result : The processing results show the value of iron (Fe) when the water has not been treated 5.56 mg/l to 0.12
mg/l with an effectiveness decrease of 97.7%. Ph in water before treatment 5.7 becomes 6.8 with an effectiveness of
93.19%.
Conclusion : Water preparations that use moringa seed coagulants and silica sand filtration, activated charcoal and
shells can produce clean water that is suitable for use in accordance with the quality standards of PERMENKES RI
No. 416/Menkes/Per/IX/1990 regarding water quality requirements and supervision with iron content standards (Fe)
of 1.0 mg/l and pH 6.5-9.0.
Keywords : Moringga Oleifera, Shell Shells, Filtation, Iron Content (Fe), PH
PENDAHULUAN
Air merupakan sumber bagi kehidupan. Bumi sering dikatakan sebagai planet biru,
karena air menutupi 3⁄4 permukaan bumi. Akan tetapi, masyarakat sering mengalami kesulitan
mendapatkan air bersih, terutama saat musim kemarau disaat air mulai berubah warna atau
berbau. Namun, demikian masyarakat harus selalu optimis meskipun air sumur atau air lainnya
mulai menjadi keruh, kotor ataupun berbau. Air dapat mempengaruhi kelangsungan hidup
manusia. Bagi manusia kebutuhan akan air sangat mutlak karena sebenarnya zat pembentuk
tubuh manusia terdiri dari air yang jumlahnya 60% - 70% dari bagian tubuh, oleh karena itu
manusia tidak dapat hidup tanpa air (Asmadi, 2011). Hampir semua kegiatan yang dilakukan
manusia membutuhkan air. Kuantitas dan kualitas air yang sesuai dengan kebutuhan manusia
merupakan faktor penting yang menentukan adanya bahan – bahan lain yang terkandung dalam
air, terutama senyawa – senyawa sintetik baik dalam bentuk organik maupun anorganik juga
adanya mikroorganisme (Achmad R, 2004).
Jika air memiliki kadar besi (Fe) yang tinggi dapat menyebabkan korosif pada pipa dan
besi, menyebabkan bau bahkan dapat menyebabkan hemokromatosis adalah penyakit karena
tidak dapat mengadsorpsi kadar besi (Fe) (peavy et al., 1985 dalam Effendi, 2003). Sedangkan
apabila nilai pH pada air rendah maka akan menurunnya kualitas perairan yang pada akhirnya
berdampak terhadap kehidupan biota di dalamnya. Air disungai juga sangat bermanfaat bagi
kehidupan manusia yang dimanfaatkan untuk dikonsumsi maupun untuk memenuhi kebutuhan
hidup sehari- hari. Maka itu perlu mengukur pH pada air sungai jika air sungai memiliki jumlah
pH yang tidak normal maka kita tidak dapat memakai air sungai tersebut untuk dikonsumsi
karena dikhawatirkan dapat mengakibatkan keracunan (T. Susana, JTL Vol. 5 No. 2 Des. 2009,
33-39).
Tanaman Kelor termasuk family Moringaceace, merupakan suatu genus tunggal dan
family pohon semak belukar yang dibudidayakan di seluruh daerah tropis dan dimanfaatkan
untuk kepentingan. Kelor juga dapat dimanfaatkan sebagai koagulan (Amdani K, 2004). Biji
kelor memiliki kandungan protein cukup tinggi sekitar 2,5 gram. Protein berasal dari protos atau
proteus yang berarti pertama atau utama. Protein tersusun lebih dari ratusan asam amino yang
berkaitan satu sama lain membentuk ikatan peptida. Asam amino merupakan bagian dari struktur
protein dan banyak menentukan sifatnya yang penting. Asam amino dalam larutan netral, selalu
membentuk ion dwi kutub atau juga disebut ion zwitter (Amdani K, 2004). Biji kelor banyak
mengandung protein. Hidayat (2008) menyatakan bahwa protein dalam biji kelor berperan
sebagai koagulan partikel-partikel penyebab kekeruhan. Protein tersebut adalah polielektronik
kationik. Polielektrolit membantu koagulasi dengan menetralkan muatan-muatan partikel koloid,
tetapi polielektrolit bermuatan sama sebagaimana koloid dapat juga digunakan sebagai koagulan
dengan menjembatani antar partikel.
Derajat keasaman (pH) air yang lebih kecil dari 6,5 atau pH asam meningkatkan
korosifitas pada benda - benda logam, menimbulkan rasa tidak enak dan dapat menyebabkan
beberapa bahan kimia menjadi racun yang mengganggu kesehatan (Sutrisno, 2000). Hasil
penelitian yang dilakukan oleh Sitti Munfiah, dkk (2013) menunjukkan derajat pH 6,05- 6,81.
Derajat pH air sungai 6,69-7,13. Baku mutu pH air bersih adalah 6,5 - 9,0 dan air minum adalah
6,5 - 8,5. Kandungan bahan - bahan kimia yang ada di dalam air berpengaruh terhadap
kesesuaian penggunaan air. Secara umum karakteristik kimiawi air meliputi pH, alkalinitas,
kation dan anion terlarut dan kesadahan pH menyatakan intensitas kemasaman atau alkalinitas
dari suatu cairan encer, dan mewakili konsentrasi hidrogen ionnya. pH merupakan parameter
penting dalam analisis kualitas air karena pengaruhnya terhadap proses - proses biologis dan
kimia di dalamnya. Air yang diperuntukkan sebagai air minum sebaiknya memiliki pH netral
(+7) karena nilai pH berhubungan dengan efektifitas klorinasi. pH pada prinsipnya dapat
mengontrol keseimbangan proporsi kandungan antara karbon dioksida, karbonat dan bikarbonat
(Gabriel, JF, 2001).
Adapun mitra pada penelitian ini yaitu Pondok Pesantren Darussalam Sengkubang,
mereka mengungkapkan bahwa banyak permasalahan yang dihadapi oleh mitra tersebut, antara
lain yaitu seperti penyakit kulit seperti scabies, dermatitis, maupun penyakit diare sering dialami
oleh santri. Hal ini salah satunya sangat berhubungan dengan air bersih yang digunakan santri
untuk kebutuhan sehari-hari seperti untuk MCK (mandi, cuci, kakus) berasal dari sumur yang
secara kualitas kurang baik, karena memiliki kekeruhan, pH dan kadar besi (Fe) yang tinggi.
Selain itu, santri memiliki kebiasaan kurang menerapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
(PHBS). Hal ini dapat terjadi karena pengetahuan santri yang rendah terhadap informasi tentang
kesehatan lingkungan dan PHBS.
Berdasarkan latar belakang tersebut, melalui kerja sama mitra Pondok Pesantren
Darussalam ini diharapkan dapat memberikan solusi mengenai permasalahan air bersih selama
ini yang belum teratasi dan banyak menimbulkan dampak kesehatan seperti munculnya berbagai
penyakit akibat kekurangan air bersih. Dalam pelaksanaan pengabdian akan diintroduksikan
kepada santri yaitu Teknologi Tepat Guna melalui kegiatan Pendampingan Pembuatan Filtrasi
Air Dari Limbah Biji Kelor (Moringga oleifera) dan Cangkang Kerang dan Penerapan PHBS
Pondok Pesantren Darussalam Sengkubang.

METODE
Pondok Pesantren Darussalam Sengkubang adalah salah satu pesantren yang terdapat di
Jalan Raya Desa Sengkubang Kecamatan Mempawah Hilir, Kabupaten Mempawah, Kalimantan
Barat, dengan jumlah santri sebanyak 230 santri. Penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan
dengan mengedepankan metode partisipatif dari santri dan pengelola pesantren. Teknologi yang
akan diterapkan dibuat sebagai percontohan dimaksudkan agar aplikasi teknologi dan program
tersebut dirasakan secara nyata, mudah ditiru, dan dilaksanakan serta diimplementasikan, baik
oleh pihak Pesantren maupun pada masyarakat luas. Metode partisipatif dimaksudkan untuk
perlibatan secara aktif mitra dalam pelaksanaan penerapan Inovasi Teknologi, sehingga mitra
dapat membuat dan mengaplikasikan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut dalam kehidupan
sehari-hari guna meningkatkan derajat kesehatan di Pondok Pesantren Darussalam.

HASIL

PEMBAHASAN
1. Kadar Besi (Fe) Air Sungai Sebelum dan Sesudah Pengolahan
Besi (Fe) merupakan salah satu unsur pokok alamiah dalam kerak bumi. Keberadaan nesi
(Fe) dalam air tanah biasanya berhubungan dengan pelarutan bantuan dan mineral terutama
oksida, sulfida karbonat dan silkat yang mengandung logam – logam tersebut. Pada air
permukaan keberadaan besi (Fe) dapat berupa partikel tersuspensi atau partikel terlarut di dalam
air. Unsur besi (Fe) ini masuk dengan limbah industri logam atau akibat operasi tambang batu
bara. Besi (Fe) merupakan unsur kimia yang dapat mempengaruhi kualitas air. Kadar besi (Fe)
yang terlalu tinggi di dalam air dapat menyebabkan air berubah warna dan berbau, walaupun besi
(Fe) diperlukan oleh tubuh, tetapi jika terserap dalam dosis yang berlebihan dapat menyebabkan
kerusakan pada dinding usus, kerusakan pada otak hingga keracunan bahkan dapat menyebabkan
kematian jika terus menerus terserap besi (Fe) secara berlebihan. Maka dari itu upaya penurunan
kadar besi (Fe) pada air sungai di Desa Sejegi dapat dilakukan dengan proses koagulasi – filtrasi,
koagulasi yang dilakukan dengan penambahan koagulan serbuk biji kelor dan filtrasi sederhana
yang terdiri dari pasir silika, arang aktif dan cangkang kerang ini dapat menurunkan kadar besi
(Fe) yang terlarut di dalam air sungai.
Sebelum di beri perlakuan hasil pengukuran laboratorium menunjukkan bahwa hasil dari
kadar besi (Fe) yang terlarut di dalam air sungai di Desa Sejegi pada saat air surut sebelum di
beri perlakuan adalah rata – rata 5,66 mg/L. Hasil kadar besi (Fe) pada saat pasang sebelum
pengolahan rata – rata 6,31 mg/L. Kadar besi (Fe) lebih tinggi pada saat air pasang dari pada air
surut disebabkan pada saat pasang seluruh air mengalir dan menjadi satu pada badan air sehingga
air buangan limbah rumah tangga dan industri di sekitar sungai yang memungkinkan
mengandung pencemar menjadi satu dengan air baku yaitu air sungai di Desa Sengkubang (Data
Primer, 2018).
Setelah dilakukan pengolahan air menggunakan proses koagulasi – filtrasi air sungai,
kadar besi (Fe) pada air sungai tersebut mengalami penurunan yang cukup signifikan dengan
hasil rata – rata 0,12 pada saat surut dengan rata – rata efektifitas 97,7 % sedangkan rata – rata
pada saat pasang setelah pengolahan didapatkan nilai 0,17 dengan rata – rata efektifitas 97,6 %.
Baku mutu air bersih untuk kadar besi (Fe) berdasarkan Permenkes RI
No.416/Menkes/Per/IX/1990, kadar besi (Fe) maksimum adalah 1,0 mg/L. Dari hasil penelitian
yang telah dilakukan menunjukkan bahwa hasil dari air sungai di Desa Sejegi telah layak
dikatakan sebagai air bersih dikarenakan nilai kadar besi (Fe) sudah di bawah nilai maksimal
yang diperbolehkan dalam Permenkes RI No.416/Menkes/Per/IX/1990.
Penelitian Ridwan (2005) yang berjudul Kombinasi Media Filter untuk Menurunkan
Kadar Besi (Fe) menunjukan hasil rata – rata kadar besi (Fe) setelah pengolahan adalah 0,08
mg/l dengan kontrol sebesar 1,08 mg/l. Efektifitas penurunannya adalah sebesar 92,59%.
Penelitian yang di lakukan Nuniek Sismiarty (2014) yang berjudul Uji Efektifitas Kinerja
Instalasi Pengolahan Lengkap Air Gambut Dalam Menurunkan Kadar Besi (Fe) Dan Warna di
Parit Sungai Raya Dalam. Hasil rata – rata efektifitas penelitian yang dilakukan oleh peneliti
dengan menggunakan instalasi pengolahan air gambut adalah 96%. Penelitian ini sejalan dengan
penelitian yang telah dilakukan dalam penelitian ini karena memiliki efektifitas di atas 90%.
2. Kadar pH Air Sungai Sebelum dan Sesudah Pengolahan
Air sungai di Desa Sengkubang memiliki pH basa, dimana pH tersebut pada angka 5
yang berarti < 6, pada umumnya pH air sungai haruslah dalam keadaan netral pada angka kisaran
6 – 9. Penyebab pH rendah adalah sebagai berikut yaitu proses dekomposisi pada bahan dasar
sungai, sinar matahari, suhu air, konsentrasi gas – gas dalam air sungai dan fotosintesis. pH air
sungai yang rendah dapat menyebabkan dampak pada air sungai seperti ikan yang mudah
terserang penyakit, metabolisme ikan yang terganggu, masuknya logam besi pada air sungai dan
pertumbuhan ikan yang tidak berkembang dengan baik. Rendahnya nilai pH pada air
mengidentifikasikan menurunnya kualitas perairan yang pada akhirnya berdampak terhadap
kehidupan biota air di dalamnya.
Hasil pengukuran laboratorium menunjukkan bahwa hasil dari kadar pH yang terlarut di
dalam air sungai di Desa Sengkubang pada saat air surut sebelum di beri perlakuan adalah rata –
rata 5,7. Hasil kadar pH pada saat pasang sebelum pengolahan rata – rata 6,26. Kadar pH air
lebih tinggi pada saat air pasang dari pada air surut disebabkan pada saat pasang seluruh air
mengalir dan menjadi satu pada badan air sehingga air buangan limbah rumah tangga dan
industri di sekitar sungai yang memungkinkan mengandung pencemar menjadi satu dengan air
baku yaitu air sungai di Desa Sejegi (Data Primer, 2018).
Setelah dilakukan pengolahan air menggunakan proses koagulasi – filtrasi air sungai,
kadar pH pada air sungai tersebut mengalami penetralan yang cukup signifikan dengan hasil rata
– rata pada saat surut 6,8 dengan rata – rata efektifitas 93,19 % sedangkan rata – rata pada saat
pasang setelah pengolahan didapatkan nilai 6,8 dengan rata – rata efektifitas 93,10 %.
Berdasarkan hasil uji ini dapat dilihat ada perubahan yang signifikan pada penetralan kadar pH
antara air pada saat surut dan air pada saat pasang setelah dilakukan pengolahan dengan metode
koagulasi – filtrasi.
Baku mutu air bersih untuk kadar pH berdasarkan Permenkes RI
No.416/Menkes/Per/IX/1990, kadar pH kisaran pada angka 6 – 9. Dari hasil penelitian yang telah
dilakukan menunjukkan bahwa hasil dari air sungai di Desa Sengkubang telah layak dikatakan
sebagai air bersih dikarenakan nilai kadar pH sudah di di dalam angka yang diperbolehkan dalam
Permenkes RI No.416/Menkes/Per/IX/1990. Derajat keasaman atau pH merupakan parameter
kimia yang menunjukkan konsentrasi ion hidrogen pada perairan. Konsentrasi ion hidrogen
tersebut dapat mempengaruhi reaksi kimia yang terjadi di lingkungan perairan. Larutan dengan
harga pH rendah dinamakan asam, sedangkan yang harga pH - nya tinggi dinamakan basa.
Rentang skala pH dari 0 (asam kuat) sampai 14 (basa kuat) dengan 7 adalah harga tengah
mewakili air murni (netral). Secara kualitatif pH dapat diperkirakan dengan kertas Lakmus
(Litmus) atau suatu indikator (kertas indikator pH) atau pH meter. pH adalah tingkatan asam
basa suatu larutan yang diukur dengan skala 0 - 14. Tinggi rendahnya pH air sangat dipengaruhi
oleh kandungan mineral lai yang terdapat dalam air. Nilai pH air yang normal adalah sekitar
netral, yaitu pH = 7, sedangkan pH air yang terpolusi, seperti air buangan nilai pHnya berbeda -
beda tergantung dan jenis buangannya. Air di bawah 6,5 itu disebut asam sedangkan di atas 8,5
itu disebut basa. pH tubuh manusia adalah 7, banyak ahli mengatakan bahwa tubuh yang
beralkali dapat mencegah berbagai macam penyakit degeneratif, termasuk sel - sel kanker, yang
dapat terbentuk mudah di dalam tubuh yang bersifat asam. Berdasarkan Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia No.492/MENKES/PER/IV/2010, air dikatakan bersih apabila pH
= 6,5 - 8,5.

KESIMPULAN DAN SARAN


KESIMPULAN
1. Kadar besi (Fe) air sungai di Desa Sejegi sebelum proses pengolahan pada saat air surut rata –
rata 5,56 mg/L dan pada saat pasang rata – rata 6,31 mg/L.
2. Kadar pH air sungai di Desa Sejegi sebelum proses pengolahan pada saat air surut rata – rata
5,7 dan sebelum pengolahan pada saat air pasang rata – rata 6,2.
3. Ada perbedaan yang bermakna antara penurunan kadar besi (Fe) dan pH sesudah dilakukan
penambahan koagulan biji kelor dan filtrasi (Pasir silika, Arang Aktif, Cangkang Kerang).
SARAN
1. Bagi peneliti selanjutnya, sebaiknya dilakukan pengukuran pada setiap tahapan – tahapan
olahan, yaitu dari setelah proses netralisasi, koagulasi, flokulasi, sedimentasi, filtrasi dengan
maksud untuk mengetahui seberapa besar penurunan – penurunan kadar parameter yang akan di
uji pada setiap tahapan – tahapannya sampai diperoleh air bersih yang layak pakai.
2. Bagi masyarakat, apabila ingin menggunakan air sungai untuk kebutuhan sehari – hari
sebaiknya dilakukan pengolahan secara sederhana dengan penambahan koagulan alami seperti
serbuk biji kelor terlebih dahulu untuk menjadi air bersih yang layak pakai sehingga terhindar
dari berbagai penyakit.
DAFTAR PUSTAKA

You might also like