KIN Lengkap - Gafitri Diani - 21131143

You might also like

You are on page 1of 192

Analisis Asuhan Keperawatan Pada Tn.

R Dengan Gangguan Persepsi Sensori:


Halusinasi Pendengaran Di Ruangan Wisma Cendrawasih RSJ
Prof. H.B. Sa’anin Padang Dan Evidence Based Practice
Terapi Psikoreligius: Membaca Al Fatihah
Untuk Menurunkan Frekuensi
Halusinasi

KARYA ILMIAH NERS

GAFITRI DIANI, S.Kep


21131143

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKes MERCUBAKTIJAYA PADANG
2022
Analisis Asuhan Keperawatan Pada Tn.R Dengan Gangguan Persepsi Sensori:
Halusinasi Pendengaran Di Ruangan Wisma Cendrawasih RSJ
Prof. H.B. Sa’anin Padang Dan Evidence Based Practice
Terapi Psikoreligius: Membaca Al Fatihah
Untuk Menurunkan Frekuensi
Halusinasi

KARYA ILMIAH NERS


Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ners (Ns)

GAFITRI DIANI, S.Kep


21131143

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKes MERCUBAKTIJAYA PADANG
2022
i
ii
iii
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa


atas rahmat dan karunia yang dilimpahkan-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan Karya Ilmiah Ners yang berjudul“Analisis Asuhan Keperawatan
Pada Tn.R Dengan Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi Pendengaran Di
Ruangan Wisma Cendrawasih RSJ Prof. H.B. Sa’anin Padang Dan Evidence
Based Practice Terapi Psikoreligius: Membaca Al Fatihah Untuk
Menurunkan Frekuensi Halusinasi”
Dalam penulisan karya ilmiah ners ini penulis telah berusahan semaksimal
mungkin dengan mencurahkan segenap kemampuan, waktu dan tenaga untuk
menyelesaikannya. Namun demikian penulis menyadari karya ilmiah ners ini masih
jauh dari kesempurnaan, hal ini disebabkan oleh keterbatasan kemampuan dan
pengalaman penulis. Untuk itu diharapkan adanya kritikan dan saran yang bersifat
membangun dari pembaca demi kesempurnaan karya ilmiah ners ini.
Dalam menyelesaikan karya ilmiah ners ini penulis banyak mendapat
masukan, bantuan, dukungan, bimbingan dan arahan dari berbagai pihak, untuk itu
dengan segela kerendahan hati dan penuh penghargaan penulis ini mengucapkan
terima kasih yang tidak terhingga kepada :
1. Ibu Ns. Rizka Ausrianti, M.Kep selaku pembimbing yang telah
mengarahkan dan memberi masukan dengan penuh ketekunan dan perhatian
sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Ilmiah Ners ini.
2. Ibu Drg. Ernovia, M.Kes sebagai Direktur RSJ Prof. H.B. Sa’anin Padang
yang telah mengizinkan penulis melaksanakan peminatan di RSJ Prof. H.B.
Sa’anin Padang.
3. Ibu Ns. Lenni Sastra, S.Kep., M.S sebagai Ketua Program Studi S1
Keperawatan STIKes MERCUBAKTIJAYA Padang.
4. Ibu Ises Reni, SKp, M.Kep selaku Ketua STIKes MERCUBAKTIJAYA
Padang.
5. Bapak Jazmarizal SKp. MARS selaku Ketua Yayasan STIKes
MERCUBAKTIJAYA Padang.

iv
6. Bapak dan Ibu staf dosen dan administrasi STIKes MERCUBAKTIJAYA
Padang yang telah banyak memberikan ilmu untuk bekal penulis dan
membantu dalam kelancaran pembuatan Karya Ilmiah Ners ini
7. Yang teristimewa ungkapan terima kasih yang sebesar-besarnya dan rasa
hormat yang tak terhingga penulis sampaikan kepada kedua orang tua, adik
dan keluarga yang telah memberikan kasih sayang, motivasi, semangat dan
do’a yang tulus kepada penulis dalam menuntut ilmu.
8. Teman-teman seperjuangan mahasiswa/i Prodi S1 Keperawatan Profesi,
Ners 2021/2022 STIKes MERCUBAKTIJAYA Padang, terima kasih atas
bantuan dan partisipasi dari berbagai pihak semoga mendapat balasan yang
berlipat ganda.
Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ners ini jauh dari
kesempurnaan, dengan kesungguhan dan kerja keras penulis berupaya
memberikan hasil yang semaksimal mungkin demi tercapainya
kesempurnaan. Tanggapan, kritikan dan saran akan sangat berarti bagi
penulis dan mencapai kesempurnaan karya ilmiah ners ini. Semoga karya
ilmiah ners ini dapat diterima dan bermanfaat bagi kita semua, dapat
dilanjutkan pada tahap penelitian

Padang, Agustus 2021

Penulis

v
Karya Ilmiah Ners (KIN), Juli 2022

Nama : Gafitri Diani, S.Kep


NIM : 21131143

Analisis Asuhan Keperawatan Pada Tn.R Dengan Gangguan Persepsi


Sensori: Halusinasi Pendengaran Di Ruangan Wisma Cendrawasih RSJ Prof.
H.B. Sa’anin Padang Dan Evidence Based Practice Terapi Psikoreligius:
Membaca Al Fatihah Untuk Menurunkan Frekuensi Halusinasi.

ABSTRAK
Menurut World Health Organization (WHO, 2017) prevelensi penduduk
mengalami gangguan jiwa mencapai 450 juta jiwa termasuk skizofrenia. Di
Indonesia, prevelensi penduduk yang mengalami gangguan jiwa mencapai (7.0%)
dari 265 juta penduduk, dimana prevelensi pasien gangguan jiwa yang mengalami
Halusinasi sebanyak 282.654 jiwa (Kemenkes, 2019). Untuk wilayah Sumatera
Barat, prevelensi pasien gangguan jiwa yang mengalami Halusinasi tahun 2016
sebanyak 11.995 orang, tahun 2017 meningkat menjadi 45.481 orang dan
mengalamipeningkatan di tahun 2018 sebanyak 50.605 orang (Riskesdas, 2018).
Pasien halusinasi menimbulkan dampak yang sangat berbahaya, yaitu kehilangan
kontrol diri yang dapat merugikan diri sendiri, maupun orang lain. Tujuan:
menganalisis pasien halusinasi dengan Evidence Based Practice Terapi
Psikoreligius: Membaca Al Fatihah Untuk Menurunkan Frekuensi Halusinasi.
Terapi psikoreligius: membaca Al Fatihah akan membuat keseimbangan antara
kerja dari kedua sistem saraf otonom sehingga mempengaruhi kondisi tubuh.
Sistem kimia tubuh akan diperbaiki sehingga tekanan darah akan menurun,
pernafasan jadi lebih tenang dan teratur, metabolisme menurun, memperlambat
denyut jantung, denyut nadi, dan mempengaruhi aktivitas otak seperti mengalihkan
perhatian dari rasa takut, cemas, tegang. Terapi psikoreligius: membaca Al Fatihah
diberikan pada klien halusinasi dilakukan selama 3 hari sebanyak 2 kali dengan
tempo yang lambat. Prosedur dilakukan untuk asuhan keperawatan dimulai dari
pengkajian, menetapkan diuagnosa keperawatan, intervensi dan implementasi.
Hasil penulisan dapat dijadikan sebagai salah satu intervensi keperawatan dalam
menurunkan frekuensi halusinasi. Peneliti menyarankan kepada pelayanan
kesehatan agar menerapkan Terapi Psikoreligius: Membaca Al Fatihah diruangan
sebagai intervensi dalam menurunkan frekuensi halusinasi pasien dengan
menjalankan SP 1 yaitu menghardik dan terapi Psikoreligius: Membaca Al Fatihah.

Kata Kunci : Halusinasi, Terapi Psikoreligius, Al Fatihah

Scientific Work of Ners (KIN), July 2022


vi
Nama : Gafitri Diani, S.Kep
NIM : 211311143

Analysis of Nursing Care for Mr. R with Sensory Perception Disorders:


Auditory Hallucinations in the Room of Wisma Cendrawasih RSJ H.B.
Sa'anin Padang And Evidence Based Practice Psychoreligious Therapy:
Reading Al Fatihah To Reduce Hallucinations Frequency.

ABSTRACT
According to the World Health Organization (WHO, 2017) the prevalence
of the population experiencing mental disorders reaches 450 million people,
including schizophrenia. In Indonesia, the prevalence of people with mental
disorders reaches (7.0%) of the 265 million population, where the prevalence of
mental disorders patients who experience hallucinations is 282,654 people
(Ministry of Health, 2019). For the West Sumatra region, the prevalence of mental
disorders patients experiencing hallucinations in 2016 was 11,995 people, in 2017
it increased to 45,481 people and increased in 2018 as many as 50,605 people
(Riskesdas, 2018). Patients with hallucinations have a very dangerous impact,
namely loss of self-control that can harm themselves and others. Objective: to
analyze patients with hallucinations with Evidence Based Practice Psychoreligious
Therapy: Reading Al Fatihah to Reduce Hallucinations Frequency. Psychoreligious
therapy: reading Al Fatihah will make a balance between the work of the two
autonomic nervous systems so that it affects the condition of the body. The body's
chemical system will be improved so that blood pressure will decrease, breathing
becomes calmer and more regular, metabolism decreases, slows heart rate, pulse
rate, and affects brain activity such as diverting attention from fear, anxiety, tension.
Psychoreligious therapy: reading Al Fatihah given to hallucinating clients is carried
out for 3 days 2 times with a slow tempo. Procedures are carried out for nursing
care starting from assessment, establishing a nursing diagnosis, intervention and
implementation. The results of writing can be used as one of the nursing
interventions in reducing the frequency of hallucinations. Researchers suggest to
health services to apply Psychoreligious Therapy: Reading Al Fatihah in the room
as an intervention in reducing the frequency of patient hallucinations by running SP
1, namely rebuking and Psychoreligious therapy: Reading Al Fatihah.

Keywords: Hallucinations, Psychoreligious Therapy, Al Fatihah

DAFTAR ISI
vii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS Error! Bookmark not defined.
HALAMAN PERSETUJUAN ........................... Error! Bookmark not defined.
HALAMAN PENGESAHAN ............................ Error! Bookmark not defined.
KATA PENGANTAR ....................................................................................... iv
ABSTRAK......................................................................................................... vi
ABSTRACT ..................................................................................................... vii
DAFTAR ISI .................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL ............................................................................................. ix
DAFTAR SKEMA ............................................................................................. x
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1
A. Latar Belakang .......................................................................................... 1
B. Rumusan masalah...................................................................................... 6
C. Tujuan ....................................................................................................... 7
D. Manfaat ..................................................................................................... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 9
A. Konsep Dasar Teoritis ............................................................................... 9
1. Pengertian Halusinasi............................................................................. 9
2. Rentang Respon ................................................................................... 10
3. Faktor Penyebab .................................................................................. 12
4. Proses Terjadinya Halusinasi ............................................................... 14
5. Tahap – tahap Halusinasi ..................................................................... 15
6. Jenis Halusinasi ................................................................................... 17
7. Tanda dan Gejala ................................................................................. 18
8. Mekanisme Koping .............................................................................. 18
9. Pohon Masalah .................................................................................... 20
10. Prinsip Tindakan Keperawatan............................................................. 21
11. Penatalaksanaan ................................................................................... 21
B. Asuhan Keperawatan Teoritis .................................................................. 28
1. Pengkajian ........................................................................................... 29
2. Daftar Masalah keperawatan ................................................................ 38
3. Pohon Masalah .................................................................................... 38
4. Daftar Diagnosa keperawatan .............................................................. 38

viii
5. Intervensi ............................................................................................. 41
6. Implementasi ....................................................................................... 57
7. Evaluasi ............................................................................................... 57
8. Dokumentasi........................................................................................ 58
C. Aplikasi Evidance Based Practice Tentang Terapi Psikoreligius: Membaca
Al Fatihah Untuk Menurunkan Frekuensi Halusinasi. ..................................... 59
1. Evidance Based yang Terkait ............................................................... 59
2. Manfaat Terapi Psikoreligius: Membaca Al Fatihah ............................. 60
3. Proses Psikoreligius : Membaca Al Fatihah Terhadap Halusinasi ......... 61
4. Penatalaksanaan Terapi Psikoreligius: Membaca Al Fatihah ................ 61
BAB III LAPORAN KASUS ........................................................................... 63
A. Rangkuman Kasus Kelolaan .................................................................... 63
B. Pengkajian............................................................................................... 65
C. Analisa Data............................................................................................ 79
D. Daftar Masalah ........................................................................................ 83
D. Pohon Masalah ........................................................................................ 83
E. Diagnosa Keperawatan ............................................................................ 84
F. Intervensi ................................................................................................ 85
BAB IV PEMBAHASAN ............................................................................... 119
A. Profil Lahan Praktek.............................................................................. 119
B. Analisis Masalah Keperawatan Dengan Konsep Terkait Peminatan ....... 119
1. Pengkajian ......................................................................................... 119
2. Diagnosa Keperawatan ...................................................................... 123
3. Intervensi Keperawatan...................................................................... 125
BAB V PENUTUP ......................................................................................... 129
A. Kesimpulan ........................................................................................... 129
B. Saran ..................................................................................................... 130
DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR TABEL
ix
Tabel 2.1 Jenis-Jenis Halusinasi
Tabel 2.2 Rencana Tindakan Keperawatan Teoritis

Tabel 3.1 Analisa Data Kasus


Tabel 3.2 Diagnosa Keperawatan
Tabel 3.3 Rencana Tindakan Keperawatan Kasus

DAFTAR SKEMA

x
Skema 2.1 Rentang Respon

Skema 2.2 Pohon Masalah Teoritis


Skema 2.3 Genogram Teoritis
Skema 3.1 Genogram Kasus
Skema 3.2 Pohon Masalah Kasus

DAFTAR LAMPIRAN

xi
Lampiran 1 : Ganchart

Lampiran 2 : Analisa EBN


Lampiran 3 : Daftar Riwayat Hidup

xii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Kesehatan jiwa merupakan bagian yang integral dari kesehatan.


Kesehatan jiwa bukan sekedar terbebas dari gangguan jiwa, akan tetapi
merupakan suatu hal yang di butuhkan oleh semua orang. Kesehatan jiwa
adalah perasaan sehat dan bahagia serta mampu mengatasi tantangan hidup,
dapat menerima orang lain sebagai mana adanya. Serta mempunyai sikap
positif terhadap diri sendiri dan orang lain (Herdiyanto, 2019).
Ciri ciri individu yang memiliki sehat jiwa meliputi bersikap positif
terhadap diri sendiri, mampu tumbuh kembang dan mencapai aktualisasi
diri, mampu mengatasi stress dan perubahan pada dirinya, bertanggung
jawab atas keputusan dan tindakan yang di ambil, mempunyai persepsi yang
realistis dan menghargai perasaan dan sikap orang lain dan mampu
menyesuaikan diri dengan lingkungan dan kompentesi sosial tanpa
mengalami gangguan jiwa (Keliat dkk, 2014).
Gangguan jiwa merupakan kegagalan individu dalam
kemampuannya mengatasi keadaan sosial, rendahnya harga diri, rendahnya
tingkat kompetensi, dan sistem pendukung yang berinteraksi dimana
individu berada pada tingkat stress yang tinggi (Mahmuda dkk, 2018).
Gangguan jiwa berat yaitu bentuk gangguan dalam fungsi alam pikiran
berupa disorganisasi (kekacauan) dalam isi pikiran yang ditandai oleh gejala
gangguan pemahaman (delusi waham), gangguan persepsi berupa
halusinasi atau ilusi, serta dijumpai daya nilai realitas yang terganggu yang
ditunjukkan dengan perilaku aneh (bizzare) (Dwi dkk, 2021).
Skizofrenia yaitu salah satu gangguan jiwa berat. Gangguan jiwa
berat yaitu gangguan jiwa yang ditandai dengan terganggunya kemampuan
menilai realitas atau tilikan (insight) yang buruk. Gangguan jiwa berat juga
disertai dengan gejala seperti halusinasi, ilusi, waham, gangguan

1
proses pikir, kemampuan berpikir, serta tingkah laku aneh seperti
agresivitas atau katatonik (Mardiati dkk, 2019). Skizofrenia merupakan
gangguan psikotik yang ditandai gangguan utama dalam pikiran, dimana
pemikiran tidak saling berhubungan secara logis, sehingga terjadinya
kekeliruan persepsi dan perhatian, afek yang datar, tidak sesuai dan berbagai
gangguan aktifitas motorik yang aneh. Skizofrenia ditandai dengan distorsi
dalam pemikiran, persepsi, emosi, bahasa, kesadaran diri dan pengalaman
umum termasuk mendengar suara-suara atau yang disebut dengan
halusinasi (WHO, 2016) (Mardiati dkk, 2019).
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan sensori persepsi yang
dialami oleh pasien gangguan jiwa, klien merasakan sensasi berupa suara,
penglihatan, pengecapan, perabaan, atau penghiduan tanpa stimulus nyata
(Keliat, 2014). Halusinasi pendengaran paling sering terjadi ketika klien
mendengar suara-suara, halusinasi ini sudah melebur dan pasien merasa
sangat ketakutan, panik dan tidak bisa membedakan antara khayalan dan
kenyataan yang dialaminya. Halusinasi pendengaran paling sering terjadi
ketika klien mendengar suara- suara, suara tersebut dianggap terpisah dari
pikiran klien sendiri. Isi suara- suara tersebut mengancam dan menghina,
sering kali suara tersebut memerintah klien untuk melakukan tindakan yang
akan melukai klien atau orang lain (Titania, 2020).
Menurut World Health Organization (WHO, 2019), memperkirakan
terdapat sekitar 450 juta orang di dunia terkena skizofrenia dengan
halusinasi. Di Indonesia prevelensi pasien gangguan jiwa yang mengalami
Halusinasi sebanyak 282.654 jiwa (Kemenkes, 2019). Berdasarkan data dari
Riskesdas (2018), untuk wilayah Sumatera Barat menunjukkan prevalensi
pasien gangguan jiwa yang mengalami Halusinasi tahun 2016 sebanyak
11.995 orang, tahun 2017 meningkat menjadi 45.481 orang dan mengalami
peningkatan di tahun 2018 sebanyak 50.605 orang.
Berdasarkan data yang didapat dari RS Jiwa. Prof. HB. Saanin
Padang didapatkan data pasien gangguan jiwa pada pada tahun 2019
didapatkan data pasien yang mengalami gangguan jiwa khususnya
2
skizofrenia sebanyak 2432 orang dan meningkat di tahun 2020 sebanyak
2460 orang. Untuk data gangguan jiwa di tahun 2020 terdiri dari perilaku
kekerasan sebanyak 1.872 orang, halusinasi sebanyak 1.823 orang, waham
sebanyak 278 orang, HDR sebanyak 456 orang, isolasi social sebanyak 265
orang dan RBD sebanyak 69 orang. Dan pada tahun 2021 terdapat sebanyak
2013 orang.Dari data diatas menunjukkan bahwa data penderita perilaku
kekerasan lebih banyak dari penderita lainnya (Rekam Medik, RSJ Prof.
H.B. Sa’anin Padang, 2021).
Dari buku laporan komunikasi ruangan dan wawancara yang
dilakukan pada tanggal 5 April 2022 terhadap 22 orang pasien diruangan
Wisma Cendrawasih RSJ Prof. H.B. Sa’anin Padang didapatkan 8 orang
(36,3%) yang mengalami halusinasi, 6 orang (27,2%) yang mengalami
resiko perilaku kekerasan, 7 orang (31,8%) yang mengalami harga diri
rendah, dan 1 orang (4,5%) yang mengalami waham. Dari 8 orang pasien
yang mengalami halusinasi, penulis menganalisis satu orang pasien yaitu
Tn.R yang sudah lebih kurang 2 tahun mengalami gangguan jiwa dan sudah
dirawat di RSJ sebanyak 3 kali (RSJ Prof. H.B Sa’anin, 2022). Pada data
yang didapat selama di RSJ Tn. R sudah melakukan cara mengontrol
hausinasi dengan SP1 cara menghardik, SP2 dengan meminum obat, SP3
dengan bercakap-cakap, dan kemudian dengan cara kegiatan sehari-hari,
dan data yang diperoleh oleh Tn. R yaitu Tn. R masih mendengar suara-
suara yang mengancamnya.
Pasien halusinasi menimbulkan dampak yang sangat berbahaya,
yaitu kehilangan kontrol diri yang dapat merugikan diri sendiri, maupun
orang lain seperti melukai diri sendiri dan orang lain, adanya gangguan
orientasi realita, gangguan interpersonal menarik diri, gangguan
komunikasi verbal dan nonverbal, dalam situasi ini pasien dapat melakukan
bunuh diri, membunuh orang lain dan merusak lingkungan. Klien dengan
halusinasi akan mengalami disorientasi waktu dan terkadang tempat,
bahkan kondisi disorientasi yang paling ekstrem akan terjadi
depersonalisasi pada dirinya. Intervensi pada pasien halusinasi sangat
3
penting karena dapat membantu pasien untuk meningkatkan kesadaran
gejala-gejala halusinasi, sehingga ia dapat membedakan antara dunia
psikosis dan dunia nyata (Mahmuda dkk, 2018).
Untuk meminimalkan dampak yang ditimbulkan dibutuhkan peran
perawat yang optimal dan cermat untuk melakukan pendekatan dan
membantu klien mencegah masalah yang dihadapinya dengan memberikan
penatalaksanaan untuk mengatasi halusinasi. Peran perawat sebagai
edukator yang memberikan pendidikan kesehatan kepada keluarga dengan
masalah halusinasi dan peran perawat sebagai care provider yaitu sumber
pelayanan kesehatan yang melakukan asuhan keperawatan dengan
mengaplikasikan strategi pelaksanaan halusinasi kepada pasien dan
keluarga. Strategi pelaksanaan adalah penerapan standar asuhan
keperawatan yang diterapkan pada pasien yang bertujuan untuk mengurangi
masalah keperawatan jiwa yang ditangani. Strategi pelaksanaan pada pasien
halusinasi mencakup kegiatan mengenal halusinasi, mengajarkan pasien
cara menghardik, mengajarkan cara minum obat, bercakap-cakap dan
melakukan aktivitas terjadwal dan memberikan terapi aktivitas untuk
mengontrol halusinasi pendengaran (Akemat dan Keliat, 2014).
Selain itu dalam upaya mengoptimalkan dampak yang ditimbulkan
pada gangguan halusinasi pendengaran dibutuhkan peran perawat yang
optimal dan cermat untuk melakukan pendekatan dan membantu klien
mencegah masalah dihadapinya dengan memberikan penatalaksanaan untuk
mengatasi halusinasi. Penatalaksanaan yang diberikan antara lain meliputi
medis yaitu dengan memberikan obat-obatan medis, sedangkan
penatalaksanaan keperawatan atau terapi genaris yaitu dengan memberikan
terapi modalitas (Rinjani dkk, 2021).
Terapi modalitas merupakan terapi utama dalam keperawatan jiwa
karena bertujuan untuk mengembangkan pola gaya atau kepribadian secara
bertahap. Macam-macam terapi modalitas yaitu terapi lingkungan, terapi
keluarga, terapi biologis, terapi kognitif, terapi kelompok, terapi prilaku dan
terapi bermain. Terapi kognitif yaitu memfokuskan pada pikiran, asumsi
4
dan kepercayaan, dimana terapi psikoreligius termasuk terapi kognitif.
Beberapa jenis terapi psikoreligius pada pasien skizofrenia yang mengalami
halusinasi diantaranya yaitu menggunakan dzikir dalam mengontrol
halusinasi, terapi menggunakan alqur’an dan membaca al-fatihah.
Psychoreligious therapy merupakan bentuk psikoterapi yang
menggabungkan intervensi kesehatan jiwa secara modern dengan aspek
agama dengan tujuan agar pasien dapat mengatasi masalahnya dengan cara
meningkatkan mekanisme koping. Agama dan spiritualitas mempunyai
peran penting dalam kehidupan, termasuk pasien skizofrenia dengan
halusinasi (Rinjani dkk, 2021).
Salah satu terapi modalitas yang dapat digunakan untuk mengurangi
gejala halusinasi adalah dengan melakukan terapi psikoreligius: membaca
Al Fatihah. Terapi psikoreligius: membaca Al Fatihah adalah surah yang
paling mudah dan paling ringan untuk pengobatan yang apabila dilakukan
secara baik maka akan terlihat dampak yang menakjubkan dalam
kesembuhan. Terapi psikoreligius: membaca Al Fatihah dengan cara
mengaktifkan kerja system saraf parasimpatik dan menekan kerja system
saraf simpatik. Hal ini akan membuat keseimbangan antara kerja dari kedua
system saraf otonom tersebut sehingga mempengaruhi kondisi tubuh.
Sistem kimia tubuh akan diperbaiki sehingga tekanan darah akan menurun,
pernafasan jadi lebih tenang dan teratur, metabolisme menurun,
memperlambat denyut jantung, denyut nadi, dan mempengaruhi aktivitas
otak seperti mengalihkan perhatian dari rasa takut, cemas, tegang.
Kemudian pengaruh terapi psikoreligius didapatkan bahwa membaca Al
Fatihah dapat menurunkan halusinasi pada pasien skizofrenia. Al Fatihah
dapat pula dirasakan manfaatnya ketika didengarkan (Mahmuda dkk, 2018).
Berdasarkan hasil penelitian Mardiati dkk (2019) yang dilakukan di
RSJ Tampan menunjukkan adanya penurunan nilai median pretest dan
posttest setelah diberikan terapi psikoreligius: membaca Al fatihah yaitu
dari 38,00 menjadi 17,00, sehingga dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh

5
terapi psikoreligius: membaca Al Fatihah terhadap skor halusinasi pasien
skizofrenia dengan p-value (0,019) < α (0,05).
Sedangkan dari hasil penelitian Mahmuda dkk (2018) yang
dilakukan di RSJ Riau menunjukan dari hasil statistik didapatkan p-value
(0,652) > (α = 0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan
yang signifikan antara membaca dan mendengarkan Surah Al-Fatihah
terhadap skor halusinasi. Oleh karena itu intervensi membaca dan
mendengarkan surah Al Fatihah dapat dilakukan karena keduanya dapat
menurunkan skor halusinasi.
Sedangkan penelitian Devita dkk (2019) yang dilakukan dilakukan
metode telaah literatur didapatkan selisih rata-rata frekuensi halusinasi
pendengaran pasien skizofrenia sebelum dan sesudah diberikan terapi Al-
Qur’an adalah 2,04. Hasil uji paired sample t-test didapatkan p value 0,000,
maka dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh terapi Al-Qur’an terhadap
penurunan frekuensi halusinasi pendengaran pasien skizofrenia. Dan sejalan
dengan penelitian yang dilakukan Mardiati (2017) juga mendapatkan hasil
tentang pengaruh terapi psikoreligius didapatkan bahwa membaca Al
Fatihah dapat menurunkan skor halusinasi pada pasien skizofrenia. Surah
Al Fatihah dapat pula dirasakan manfaatnya ketika didengarkan.
Berdasarkan latar belakang di atas penulis mengambil terapi
spikoreligius: membaca Al Fatihah karena maka penulis tertarik untuk
menganalisis kasus tentang gangguan persepsi sensori: Halusinasi
Pendengaran dengan judul: “Analisis Asuhan Keperawatan Pada Tn.R
Dengan Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi Pendengaran Di
Ruangan Wisma Cendrawasih RSJ Prof. H.B. Sa’anin Padang Dan
Evidence Based Practice Terapi Psikoreligius: Membaca Al Fatihah
Untuk Menurunkan Frekuensi Halusinasi”.

B. Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang di atas penulis dapat merumuskan masalah


“Bagaimanakah Analisis Asuhan Keperawatan Pada Tn.R Dengan

6
Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi Pendengaran Di Ruangan Wisma
Cendrawasih RSJ Prof. H.B. Sa’anin Padang Dan Evidence Based Practice
Terapi Psikoreligius: Membaca Al Fatihah Untuk Menurunkan Frekuensi
Halusinasi”.

C. Tujuan

1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu melakukan Analisis Asuhan Keperawatan pada Tn.R
dengan gangguan persepsi sensori: Halusinasi Pendengaran di ruangan
Wisma Cendrawasih RSJ Prof. H.B.Sa’anin Padang.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian keperawatan pada Tn.R dengan
Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi pendengaran di ruangan Wisma
Cendrawasih RSJ Prof. H.B.Sa’anin Padang.
b. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada Tn.R dengan
Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi pendengaran di ruangan Wisma
Cendrawasih RSJ Prof. H.B.Sa’anin Padang.
c. Mampu membuat rencana tindakan keperawatan (Intervensi)
Keperawatan pada Tn.R dengan Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi
pendengaran di ruangan Wisma Cendrawasih RSJ Prof. H.B.Sa’anin
Padang.
d. Mampu menganalisis evidence based terapi Psikoreligius: membaca Al
Fatihah pada Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi.

D. Manfaat

1. Manfaat Teoritis

7
Karya ilmiah ini sebagai bahan pengembangan pengetahuan dalam
keilmuan keperawatan jiwa khususnya tentang gangguan persepsi
sensori: Halusinasi Pendengaran.
2. Manfaat Praktis
a) Bagi penulis
Karya ilmiah ini dapat mengembangkan pengetahuan dan
pengalaman di bidang keperawatan jiwa terutama dalam melakukan
asuhan keperawatan dengan masalah gangguan persepsi sensori:
Halusinasi pendengaran serta mengaplikasikan materi yang didapat
saat di bangku perkuliahan.
b) Bagi Institusi Pendidikan
Karya ilmiah ini dapat menjadi data masukan dan sebagai sumber
informasi bagi mahasiswa/i STIKes MERCUBAKTIJAYA
PADANG dalam menganalisa strategi pelaksanaan asuhan
keperawatan pada pasien gangguan persepsi sensori: Halusinasi
Pendengaran.
c) Bagi Instansi Kesehatan
Memberikan masukan bagi tenaga pelaksana keperawatan di istansi
dengan menerapkan asuhan keperawatan pada klien dengan
Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi Pendengaran.

8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Teoritis

1. Pengertian Halusinasi
Halusinasi dapat didefenisikan sebagai suatu gejala gangguan jiwa
pada individu yang ditandai dengan perubahan sensori persepsi
merasakan sensasi palsu berupa panglihatan, pengecapan, perabaan,
penghiduan, atau pendengaran (Keliat dan Akemat, 2014). Menurut
Pambayung (2015) halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia
dalam membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan
eksternal (dunia luar). Halusinasi adalah persepsi atau tanggapan dari
pancaindera tanpa adanya rangsangan (stimulus) eksternal (Stuart &
Laraia, 2013). Halusinasi merupakan gangguan persepsi dimana pasien
mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi.
Halusinasi adalah persepsi sensori yang salah atau persepsi
eksternal yang tidak realita atau tidak ada. Gejala yang muncul pada
pasien halusinasi adalah sering mendengar suara-suara dari luar baik
jelas ataupun tidak jelas. Gejala tersebut sangat khas dalam
penampilannya dan merupakan satu gangguan yang sangat kompleks
ditemukan (Videbeck, 2008). Halusinasi pendengaran adalah gangguan
stimulus dimana pasien mendengar suara-suara terutama suara-suara
orang, biasanya pasien mendengar suara orang yang dipikirkannya dan
memerintah untuk melakukan sesuatu (Prabowo, 2014).
Berdasarkan dari beberapa pengertian dari halusinasi di atas,
penulis dapat menyimpulkan bahwa halusinasi adalah suatu persepsi
klien terhadap stimulus dari luar tanpa objek yang nyata. Sedangkan
halusinasi pendengaran adalah dimana klien mendengar suara, terutama
suara-suara yang seperti membicarakan apa yang sedang

9
dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu hal yang
kemudian direalisasikan oleh klien dengan tindakan.

2. Rentang Respon
Respon prilaku klien dapat di identifikasi sepanjang rentang
respon yang berhubungan dengan fungsi neurobiologi. Prilaku yang
dapat diamati dan mungkin menunjukan adanya halusinasi disajikan
dalam tabel berikut:
Skema 2.1
Respon Adaptif Respon Maladaptif

1. Waham
1. Distorasi Fikiran
1. Pikiran Logis 2. Halusinasi
2. Ilusi
2. Persepsi Akut 3. Emosi tidak
3. Emosi </>
3. Emosi Konsisten Terkontrol
4. Perilaku tidak
4. Perilaku Sesuai 4. Perilaku
biasa
5. Hubungan Sosial Kekerasan
5. Menarik diri
5. Isolasi Sosial

(Stuart GW, 2013)


a. Respon Adaptif
1) Pikiran logis
Pendapat atau pertimbangan yang dapat diterima akal
2) Persepsi Akurat
3) Mampu mengidentifikasi dan menginterpretasikan stimulus
berdasarkan informasi yang diterima melalui pancaindera
(pendengaran, penglihatan, penghidu, pengecapan, dan
perabaan).
4) Emosi Konsisten dengan pengalaman
Kemantapan perasaan jiwa dengan peristiwa yang pernah
dialami.

10
5) Perilaku Sesuai
Prilaku individu berupa tindakan nyata dalam menyelesaikan
masalah masih dapat diterima oleh norma-norma sosial dan
budaya umum yang berlaku.
6) Hubungan Sosial
Hubungan seseorang dengan orang lain dalam pergaulan
ditengah-tengah masyarakat.
b. Respon Transisi
1) Distorasi Fikiran
Kegagalan dalam mengabstrakkan dan mengambil keputusan.
2) Ilusi
Persepsi atau respon yang salah terhadap stimulus sensori.
3) Reaksi emosional berlebihan atau kurang
Emosi yang di ekspresikan dengan sikap yang tidak sesuai.
4) Perilaku ganjil atau tidak lazim
Prilaku aneh yang tidak enak, membingungkan, kesukaran
mengelola dan tidak kenal orang lain.
5) Menarik diri
Prilaku menghindar dari orang lain
c. Respon Maladaptif
1) Waham
Keyakinan yang salah secara kokoh dipertahankan walaupun
tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan realita
sosial.
2) Halusinasi
Persepsi yang salah tanpa adanya ransangan.
3) Ketidakmampuan mengalami emosi
Ketidakmampuan atau menurunnya kemampuan untuk
mengalami kesenangan, keba hagiaan, keakraban, dan
kedekatan.

11
4) Ketidakteraturan
Ketidakselarasan antara prilaku dan gerakan yang ditimbulkan.
5) Isolasi Sosial
Suatu keadaan kesepian yang dialami oleh seseorang karena
orang lain menyatakan sikap yang negatif dan mengancam
(Stuart GW, 2013)

3. Faktor Penyebab

Faktor predisposisi klien halusinasi menurut (Oktiviani, 2020) :


a. Faktor predisposisi
1) Faktor Biologis
a) Faktor perkembangan
Perkembangan pasien yang terganggu misalnya kurangnya
mengontrol emosi dan keharmonisan keluarga menyebabkan
pasien tidak mampu mandiri sejak kecil, mudah frustasi
hilang percaya diri.
b) Faktor genetik
Hasil studi menunjukkan bahwa faktor keluarga
menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh pada
penyakit ini
2) Faktor psikologis
Tipe kepribadian yang lemah tidak bertanggung jawab akan
mudah terjerumus pada penyalah gunaan zat adaptif. Pasien
lebih memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata
3) Faktor sosial budaya
Seseorang merasa tidak terima dilingkungan sejak bayi akan
membekas diingatannya sampai dewasa dan ia akan merasa
disingkirkan, kesepian dan tidak percaya pada lingkungannya.

12
b. Faktor presipitasi
1) Dimensi fisik
Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti
kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam
hingga delirium dan kesulitan untuk tidur dalam waktu yang
lama
2) Dimensi emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak
dapat diatasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi. Isi dari
halusinasi dapat berubah perintah memaksa dan menakutkan.
Pasien tidak sanggup lagi menentang perintah tersebut sehingga
dengan kondisi tersebut.
3) Dimensi intelektual
Dalam dimensi intelektual ini merangsang bahwa individu
dengan halusinasi kan memperlihatkan adanya penurunan fungsi
ego. Pada awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri
untuk melawan impuls yang menekan, namun merupakan suatu
hal yang menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil
seluruh perhatian pasien.
4) Dimensi social
Pasien menganggap bahwa hidup bersosialisasi di alam nyata
sangat membahayakan. Pasien asik dengan halusinasinya,
seolah-olah ia merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan
akan interaksi sosial, kontrol diri dan harga diri yang tidak di
dapatkan dalam dunia nyata.
5) Dimensi spiritual
Klien mulai dengan kemampuan hidup, rutinitas tidak
bermakna, hilangnya aktivitas ibadah dan jarang berupanya
secara spiritual untuk menyucikan diri. Ia sering memaki takdir
tetapi lemah dalam upaya menjemput rejeki, menyalahkan

13
lingkungan dan orang lain yang menyebabkan takdirnya
memburuk.

4. Proses Terjadinya Halusinasi


Halusinasi terbagi atas beberapa fase (Oktiviani, 2020):

a. Fase Pertama / Sleep disorder

Pada fase ini Klien merasa banyak masalah, ingin menghindar


dari lingkungan, takut diketahui orang lain bahwa dirinya
banyak masalah. Masalah makin terasa sulit karna berbagai
stressor terakumulasi, misalnya kekasih hamil, terlibat narkoba,
dikhianati kekasih, masalah dikampus, drop out, dst. Masalah
terasa menekan karena terakumulasi sedangkan support sistem
kurang dan persepsi terhadap masalah sangat buruk. Sulit tidur
berlangsung trus-menerus sehingga terbiasa menghayal. Klien
menganggap lamunanlamunan awal tersebut sebagai pemecah
masalah
b. Fase Kedua / Comforting

Klien mengalami emosi yang berlanjut seperti adanya perasaan


cemas, kesepian, perasaan berdosa, ketakutan, dan mencoba
memusatkan pemikiran pada timbulnya kecemasan. Ia
beranggapan bahwa pengalaman pikiran dan sensorinya dapat
dia kontrol bila kecemasannya diatur, dalam tahap ini ada
kecenderungan klien merasa nyaman dengan halusinasinya.
c. Fase Ketiga / Condemning

Pengalaman sensori klien menjadi sering datang dan mengalami


bias. Klien mulai merasa tidak mampu lagi mengontrolnya dan
mulai berupaya menjaga jarak antara dirinya dengan objek yang
dipersepsikan klien mulai menarik diri dari orang lain, dengan
intensitas waktu yang lama.
d. Fase Keempat / Controlling Severe Level of Anxiety
14
Klien mencoba melawan suara-suara atau sensori abnormal
yang datang. Klien dapat merasakan kesepian bila halusinasinya
berakhir. Dari sinilah dimulai fase gangguan psikotik.
e. Fase ke lima / Conquering Panic Level of Anxiety
Pengalaman sensorinya terganggu. Klien mulai terasa terancam
dengan datangnya suara-suara terutama bila klien tidak dapat
menuruti ancaman atau perintah yang ia dengar dari halusinasinya.
Halusinasi dapat berlangsung selama minimal empat jam atau
seharian bila klien tidak mendapatkan komunikasi terapeutik.
Terjadi gangguan psikotik berat.

5. Tahap – tahap Halusinasi


Halusinasi berkembang dalam empat tahap menurut Stuart dan
Sundeen, yaitu :
1) Tahap I (Non-spikotik)
Pada tahap ini halusinasi mampu memerikan rasa nyaman pada
klien dengan tingkat orientasi sedang. Secara umum pada tahap ini
halusinasi merupakan hal yang menyenangkan bagi klien.
Karakteristik :
a. Mengalami kecemasan, kesepian, rasa bersalah dan ketakutan
b. Mencoba focus pada pikiran yang dapat menghilangkan
kecemasan
c. Pikiran dan pengalaman sensorik masih dalam control kesadaran
dengan prilaku yang muncul :
a) Tersenyum atau tertawa sendiri
b) Menggerakan bibir tanpa suara
c) Pergerakan mata yang cepat
d) Respon verbal lambat, diam dan berkonsentrasi

2) Tahap II (Non-Psikotik)
Pada tahap ini biasanya klien bersikap menyalahkan dan mengalami
15
tingkat kecemasan berat dengan secara umum halusinasi yang ada dapat
menimbulkan antisipasi.
Karakteristik :
a. Pengalaman sensori menakutkan atau merasa dilecehkan oleh
pengalaman tersebut
b. Mulai merasa kehilangan control
c. Menarik diri dari orang lain
Prilaku yang muncul :
a) Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan dan
tekanan darah
b) Perhatian terhadap lingkungan menurun
c) Konsentrasi terhadap pengalaman sensori pun menurun
d) Kehilangan kemampuan dalam membedakan antara
halusinasi dan realita
3) Tahap III (Psikotik)
Klien biasanya tidak dapat mengontrol dirinya sendiri dengan tingkat
kecemasan berat, dan halusinasi tidak dapat ditolak lagi.
Karakteristik :
a. Klien menyerah dan menerima pengalaman sensorinya
b. Isi halusinasi menjadi atraktif
c. Klien menjadi kesepian bila pengalaman sensori berakhir.
d. Prilaku yang muncul :
a) Klien menuruti perintah halusinasi
b) Sulit berhubungan dengan orang lain
c) Perhatian terhadap lingkungan sedikit atau sesaat
d) Tidak mampu mengikuti perintah yang nyata
e) Klien tanpak tremor dan berkeringat

4) Tahap IV (Psikotik)
Klien sudah sangat dikuasai oleh halusinasi dan biasanya klien terlihat
16
panik.
Prilaku yang muncul :
a. Resiko tinggi menciderai
b. Agitasi / kataton
c. Tidak mampu merespon rangsangan yang ada ( Fitriani, 2011)

6. Jenis Halusinasi
Tabel 2.1
No Jenis Data Objektif Data Subjektif
Halusinasi
1 Halusinasi a. Bicara atau tertawa a. Mendengar suara-
pendengaran sendiri suara atau
b. Marah-marah tanpa kegaduhan
sebab b. Mendengar suara-
c. Mengarahkan suara yang
telinga kearah mengajak bercakap-
tertentu cakap
d. Menutup telinga c. Mendengar suara
yang menyuruh
untuk melakukan
sesuatu yang
berbahaya
2 Halusinasi a. Menunjuk-nunjuk a. Melihat bayangan,
penglihatan kearah tertentu sinar, bentuk
b. Ketakutan pada geometris, bentuk
sesuatu yang tidak kartun, melihat hantu
jelas atau monster
3 Halusinasi a. Mencium seperti a. Membaui bauan
penciuman sedang membaui seperti bau darah,
bebauan tertentu urine, feses, dan
b. Menutup hidung kadang-kadang bau
itu menyenangkan
4 Halusinasi a. Sering meludah a. Merasa rasa seperti
pengecapan b. Muntah darah, urine, atau
feses
5 Halusinasi a. Menggaruk-garuk a. Mengatakan ada
perabaan permukaan kulit serangga
dipermukaan kulit
b. Merasa seperti
tersengat listrik

17
7. Tanda dan Gejala
Seorang yang mengalami halusinasi akan menunjukkan beberapa
perubahan dalam berbagai segi fisik, emosi, intelektual, sosial, dan
spiritual (Trimelia, 2011).
a) Segi fisik
Seseorang yang mengalami halusinasi dalam menggunakan
pakaian tidak sesuai, minsalnya memakai sweater disaat cuaca
panas dan pada saat cuaca dingin tidak memakainya, mungkin
lupa mengikat sepatu, menutup resleting, kurang memperhatikan
personal hygiene yaitu malas menggosok gigi, tidak menyisir
rambut, dan tidak menukar pakaian
b) Segi emosi
Pasien dengan halusinasi efeknya tidak sesuai dengan stimulus
yang ada.
c) Segi intelektual
Dalam segi intelektual dapat gangguan menilai dan berfikir,
motivasi dalam dirinya, isi fikirnya tidak logis dan tidak realistis.
d) Segi sosial
Pasien mengalami halusinasi cenderung menarik diri dari orang
lain, tidak percaya pada orang lain, sehingga terjadi gangguan
dalam hubungan orang lain.
e) Segi spiritual
Pasien mengalami perasaan mudah putus asa serta kwalitas
hidupnya menurun karena tidak dapat mengatasi stress dan
cemas.

8. Mekanisme Koping
Menurut (Stuart, 2011), mekanisme koping adalah upaya atau cara
untuk menyelesaikan masalah langsung dan mekanisme pertahanan
yang digunakan untuk melindungi diri, mekanisme koping ada 2 yaitu :
a. Mekanisme koping destruktif
18
1) Identifikasi
Menginternalisasi ciri-ciri yang dimiliki oleh orang lain yang
berkuasa dan dianggap mengancam.
2) Pengalihan
Memindahkan reaksi dari objek yang mengancam ke objek yang
asli tidak ada atau berbahaya bila diagresi secara langsung.
3) Represi
Menghalangi impuls-impuls yang ada atau tidak bias diterima
sehingga impuls-impuls tersebut tidak dapat diekspresikan
secara sadar atau langsung dalam tingkah laku.
4) Denial
Melakukan bloking atau menolak terhadap kenyataan yang ada
karena kenyataan yang ada dirasa mengancam integritas
individu yang bersangkutan.
5) Reaksi formasi
Dorongan yang mengancam diekspresikan dalam bentuk laku
secara terbalik. Proyeksi mengatribusikan atau menerapkan
dorongan-dorongan yang dimiliki pada orang lain karena
dorongan-dorongan tersebut mengancam integritas.
6) Rasionalisme atau intektualitas
Dua gagasan yang berbeda dijaga supaya tetap terpisah karena
bila bersama-bersama akan mengancam.
7) Sublimasi
Dorongan atau impuls yang ditransportasikan menjadi bentuk-
bentuk yang diterima secara social sehingga dorongan atau
impuls aslinya.

b. Mekanisme koping konstruktif


1) Penalaran (reasoning)
Penggunaan kemampuan kognitif untuk mengeksplorasikan
berbagai macam alternative pemecahan masalah dan
19
kemudian memilih salah satu alternative yang dianggap
paling menguntungkan.
2) Objektifitas
Kemampuan untuk membedakan antara komponen-
komponen emosional dan logis dalam pemikiran, penalaran
maupun tingkah laku.
3) Konsentrasi
Kemampuan untuk memusatkan perhatian secara penuh
pada persoalan yang sedang dihadapi.
4) Penegasan diri (self assertion)
Individu berhadapan dengan konflik emosional yang
menjadi pemicu stress dengan cara mengekspresikan
perasaan dan pikiran-pikirannya secara langsung tetapi
dengan cara yang tidak memaksa atau manipulasi orang lain.
5) Pengamatan diri (self observation)
Pengamatan diri sejajar dengan introspeksi, yaitu individu
melakukan pengujian secara objektif proses-proses
kesadaran sendiri atau mengadakan pengamatan terhadap
tingkah laku motif, ciri, sifat sendir dan seterusnya untuk
mendapatkan pemahaman mengenai diri sendiri yang
semakin mendalam.

9. Pohon Masalah
Skema 2.2 Pohon Masalah

Resiko perilaku kekerasan Effect

20
Gangguan Persepsi Sensori : Core Problem
Halusinasi

Isolasi Sosial Cause

(Keliat,2014)

10. Prinsip Tindakan Keperawatan


Prinsip tindakan keperawatan pada pasien dengan halusinasi menurut
Keliat (2009) adalah sebagai berikut:
a) Validasi halusinasi klien tapi tidak memfasilitasi halusinasi klien
b) Adakan kontrak sering tapi singkat
c) Terima halusinasi dan ungkapkan realita perawat
d) Bantu klien mengontrol halusinasinya

11. Penatalaksanaan
Menurut Rasmun (2011), penatalaksanaan halusinasi sebagai berikut:
a. Medis
Pengobatan harus secepat mungkin diberikan, disini peran
keluarga sangat penting karena setelah mendapatkan perawatan
di RSJ pasien dinyatakan boleh pulang sehingga keluarga
mempunyai peranan yang sangat penting di dalam hal merawat
pasien, menciptakan lingkungan keluarga yang kondusif dan
sebagai pengawas minum obat (Yosep, 2013).
1) Psikofarmakologis
Obat yang lazim digunakan pada halusinasi pendengaran
yang merupakan gejala psikosis pada klien skizofrenia
adalah obat anti psikosis. Adapun kelompok umum yang
digunakan adalah:
21
a) Chlorpromazine
(1) Klasifikasi sebagai anti psikotik
(2) Indikasi
Penanganan anti psikotik seperti skizofrenia, fase
mania pada gangguan bipolar, gangguan
skizoaktif, ansietas dan agitasi, anak hiperaktif
yang menunjukkan aktifitasi motorik berlebihan.
(3) Mekanisme Kerja
Mekanisme kerja antipsikotik yang tepat belum
dipahami sepenuhnya, namun mungkin
berhubungan dengan afek antidopaminergik.
Antipsikotik dapat menyekat reseptor dopamine
postsinapsis pada ganglia basal, hipotalamus,
system limbic, batang otak dan medulla.
(4) Kontra Indikasi
Hipersensitivitas terhadap obat ini, pasien koma
atau depresi sum-sum tulang, penyakit
Parkinson, insufisiensi hati, ginjal dan jantung,
anak usia 6 bulan dan wanita kehamilan laktasi.
(5) Efek Samping
Sedasi, sakit kepala, kejang insomnia, pusing,
hipotensi, ortostatik, hieprtensi dan mulut kering.

b) Haloperidol
(1) Klasifikasi anti spikotik, neuro pletik,
butirofenon
(2) Indikasi
Penalaksanaan psikologis kronik dan akut
pengendalian hiperaktivitas dan maslah perilaku
berat pada anak-anak.
(3) Mekanisme kerja
22
Mekanisme kerja anti psikotik yang tepat belum
dipahami sepenuhnya, tampak menekan SSP
pada tingkat subkortikal formasi reticular,
mesenfalon dan batang otak.
(4) Kontra Indikasi
Hipersensitifitas terhadap obat ini pasien depresi
ssp dan sum-sum tulang, kerusakan otak
subkortikal formasi reticular otak, mesenfalon
dan batang otak.
(5) Efek Samping
Sedasi, sakit kepala kejang, insomnia, pusing,
mulut kering dan anoreksia.
c) Trihexypenidil (THP)
(1) Klasifikasi anti Parkinson
(2) Indikasi
Gejala penyakit Parkinson, gejala ekstra
pyramidal berkaitan dnegan anti parkinson.
(3) Mekanisme Kerja
Mengoreksi ketidakseimbangan defisiensi
dopamine dan kelebihan asetilkolin dalam
korpus striatum, asetikolin disekat oleh sinapsis
untuk mengurangi efek olinergik berlebihan.

(4) Kontraindikasi
Hipersensitivitas terhdap obat ini, glaucoma
sudut tertutup, hipertropi prostat pada anak
dibawah usia 3 tahun.
(5) Efek Samping
Mengantuk, pusing, disorientasi, hipotensi,
mulut kering, mual dan muntah.
2) Terapi Kejang Listrik / Electro Compulsive Therapy (ECT)
23
Terapi kejang listrik adalah pengobatan untuk menimbulkan
kejang grandmall secara artificial dengan melewatkan aliran
listrik melalui elektrode yang dipasang pada satu atau dua
temples, terapi kejang listrik dapat diberikan pada
Skizofrenia yang tidak mempan dengan terapi neoroleptika
oral atau injeksi. Dosis terapi kejang listrik 4-5 joule/detik.
3) Psikoterapi atau Rehabilitasi
Psikoterapi suportif individual atau kelompok sangat
membantu karena berhubungan dengan praktisi dengan
maksud mempersiapkan pasien kembali ke masyarakat.
Selain itu terapi kerja sangat baik untuk mendorong pasien
bergaul dengan orang lain, pasien lain, perawat, dan dokter.

c. Keperawatan
1) Terapi Generalis
a) Terapi Individu
Karena karakteristik dari halusinasi adalah
rusaknya kemampuan untuk membentuk dan
mempertahankan hubungan sesama manusia, maka
intervensi utama difokuskan untuk membantu klien
memasuki dan mempertahankan sosialisasi yang
penuh arti dalam kemampuan klien. Tindakan
keperawatan kepada klien adalah melakukan SP1
sampai SP 4.
b) Terapi keluarga
Dalam terapi ini keluarga dibantu untuk
memerankan bagaimana menyelesaikan konflik,
saling mendukung dan bersatu dan menghilangkan
stress. Kemudian keluarga melakukan SP kepada
pasien yaitu SP 1 Keluarga mengidentivikasi jenis,
isi, waktu, frekwensi, situasi, perasaan kemudian
24
melatih cara minum obat yang baik dan benar, SP 2
mengontrol halusinasi dengan cara menghardik, SP 3
mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap, dan
SP 4 follow up ke PKM, tanda kambuh dan rujukan
ke rumah sakit.
c) Terapi kelompok
Melalui umpan balik kelompok dukungan
klien serta perubahan tingkah laku yang
dikembangkan dalam diri individu sendiri yang
efektif.
2) Terapi modalitas
Terapi modalitas yaitu sebuah terapi sebagai modal
pasien setelah keluar dari rumah sakit. Terapi modalitas
adalah terapi kombinasi dalam keperawatan jiwa, berupa
pemberian praktek lanjutan oleh perawat jiwa untuk
melaksanakan terapi yang digunakan oleh pasien
gangguan jiwa (Videbeck, 2008). Macam-macam terapi
modalitas yaitu :
a) Terapi lingkungan yaitu terapi modalitas dalam
keperawatan jiwa dengan menggunakan terapi
lingkungan.
b) Terapi keluarga yaitu terapi yang diberikan kepada
seluruh anggota keluarga baik dalam motivasi,
spirit dan sebagai unit penanganan.
c) Terapi biologis yaitu terapi untuk mendalami
bagaimana penyakit jiwa dapat terjadi, apakah dari
faktor biokimiawi atau faktor lainnya.
d) Terapi kognitif yaitu satu strategi merubah
keyakinan dan sikap yang mempengaruhi perasaan
dan perilaku pasien.

25
e) Terapi kelompok yaitu terapi menggunakan
metode terapi pada pasien dengan cara kelompok.
f) Terapi prilaku yaitu mengubah perilaku dengan
memberi contoh perilaku adaptif untuk ditiru oleh
pasien.
g) Terapi bermain yaitu berkomunikasi dengan baik
melalui permainan dari pada dengan ekspresi
verbal.

Salah satu jenis terapi modalitas yang efektif untuk


mengurangi gejala halusinasi adalah terapi kognitif dimana
terapi kognitif yaitu suatu strategi merubah keyakinan dan
sikap yang mempengaruhi perasaan dan prilaku pasien.
Proses yang dilakukan yaitu dengan membantu
mempertimbangkan tingkat stress dan dilanjutkan dengan
mengenali pola fikir.

Terapi kognitif yang dapat dilakukan yaitu dengan


terapi psikoterapi agama atau terapi psikoreligius seperti
dzikir dalam mengontrol halusinasi, terapi menggunakan
alqur’an dan membaca al-fatihah. Psychoreligious therapy
merupakan bentuk psikoterapi yang menggabungkan
intervensi kesehatan jiwa secara modern dengan aspek
agama dengan tujuan agar pasien dapat mengatasi
masalahnya dengan cara meningkatkan mekanisme koping
(Yosep, 2011). Agama dan spiritualitas mempunyai peran
penting dalam kehidupan, termasuk pasien skizofrenia
dengan halusinasi (Adeeb & Bahari, 2017). Membaca Al-
Qur’an akan mampu meningkatkan aktivitas berfikir yang
melibatkan aktivitas ke Tuhan dan aktivitas emosi, dan salah
satu surah yang dapat digunakan untuk pengobatan adalah
Al Fatihah (Mahmuda dkk, 2018).

26
Terapi psikoreligius merupakan suatu pengobatan
penyakit dengan kekuatan batin atau rohani, bukan
pengobatan dengan obat-obatan. Psikoreligius sendiri
diambil dari kata psyche (inggris) dan psuche (yunani)
yang artinya nafas, kehidupan, jiwa, roh, sukma, dan
semangat. Jiwa sendiri merupakan sesuatu yang
menyangkut batin dan watak manusia bukan bersifat
badan, bukan juga fisiknya melainkan pembangunan
psikis. Disini metal dihubungkan dengan akal, pikiran, dan
ingatan. Terapi psikoreligius yaitu mampu mencegah dan
melindungi kejiwaan, meningkatkan proses adaptasi,
mengurangi kejiwaan, dan penyembuhan (Mahmuda dkk,
2018).
Surah Al Fatihah memiliki kedudukan yang tinggi
dengan sebutan Ummul Kitab yang artinya induk dari
seluruh Al-Qur’an. Surah Al Fatihah ini terdiri dari 7 ayat
dan merupakan surah yang popular dan paling dihafal oleh
umat muslim (Ridha, 2007). Surah Al Fatihah merupakan
obat dari segala penyakit dan Rasulullah Saw telah
mencobanya. Membaca Al Fatihah reflektif intuitif dapat
meningkatkan imunitas dan menurunkan depresi dan juga
membaca Al Fatihah dapat menurunkan halusinasi pada
pasien skizofrenia (Mahmuda dkk, 2018).
Terapi pasikoreligius membaca Al Fatihah lebih
efektif karena dengan hasil penurunan halusinasi. Al
Fatihah memiliki kedudukan yang tinggi dengan sebutan
Ummul Kitab yang artinya induk dari seluruh Al-Qur’an.
Al Fatihah ini terdiri dari 7 ayat dan merupakan surah yang
popular dan paling dihafal oleh umat muslim (Ridha,
2007). Al Fatihah merupakan obat dari segala penyakit dan
Rasulullah Saw. Telah mencontohkan berbagai macam
27
pengobatan yang bisa dilakukan dengan Al Fatihah
(Alcaff, 2014). Membaca Al Fatihah sebanyak 70 kali
mampu menyembuhkan tremor atau biasa disebut
gemetaran (Pedak, 2009) (Mahmuda et al., 2018).
Mengingat Allah baik dengan membaca Al-Qur’an
ataupun dengan menyebut nama Allah (zikir) akan
membuat tubuh rileks dengan cara mengaktifkan kerja
system saraf parasimpatik dan menekan kerja system saraf
simpatik. Hal ini akan membuat keseimbangan antara kerja
dari kedua system saraf otonom tersebut sehingga
mempengaruhi kondisi tubuh (Guyton dkk, 2017). Sistem
kimia tubuh akan diperbaiki sehingga akan meningkatkan
vaskularisasi otak, meningkatkan faktor neutropik yang
berperan sebagai neuroprotektif dan meningkatkan level
dopamine dan serotonin. Serotonin dieksresikan oleh
nucleus menuju radiks dorsalis medullaspinalis dan
menuju hipotalamus Pelepasan serotonin diarea nuclei
anterior dan nuclei ventromedial hipotalamus
menimbulkan perasaan tenang dan nyaman.
Qayyim dan Athaillah (2008) menjelaskan bahwa Al
Fatihah merupakan surah yang paling mudah dan paling
ringan untuk pengobatan yang apabila dilakukan secara
baik maka akan terlihat dampak yang menakjubkan dalam
kesembuhan. Sebagaimana seorang penderita sejumlah
penyakit di Makkah yang tidak ada dokter dan obat yang
dapat menyembuhkannya, maka ia mengobati dirinya
denga menggunakan surah Al Fatihah dan hasilnya pun
menakjubkan.

B. Asuhan Keperawatan Teoritis

28
1. Pengkajian
Berdasarkan Askep teoritis, diuraikan dengan beberapa langkah sebagai
berikut (Keliat 2014):
a. Identitas
Biasanya meliputi: nama klien, umur jenis kelamin, agama, alamat,
tanggal masuk ke rumah sakit, nomor rekam medis, informasi
keluarga yang bisa di hubungi.
b. Keluhan Utama
Biasanya yang menjadi alasan utama yang menyebakan kambuhnya
halusinasi klien, dapat dilihat dari data klien dan bisa pula diperoleh
dari keluarga, antara lain : berbicara, senyum dan tertawa sendiri
tanpa sebab. Mengatakan mendengar suara-suara. Kadang pasien
marah-marah sendiri tanpa sebab, mengganggu lingkungan,
termenung, banyak diam, kadang merasa takut dirumah, lalu pasien
sering pergi keluar rumah dan keluyuran/jalan-jalan sendiri dan
tidak pulang kerumah. Mengatakan melihat bayangan seperti
montser atau hantu. Mengatakan mencium sesuatu atau bau
sesuatu dan pasien sangat menyukai bau tersebut. Mengatakan
sering meludah atau muntah karena pasien merasa seperti mengecap
sesuatu. Mengatakan sering mengagaruk-garuk kulit karena pasien
merasa ada sesuatu di kulitnya.
c. Faktor Predisposisi
1) Gangguan jiwa di masa lalu
Biasanya pasien pernah mengalami sakit jiwa masa lalu atau
baru pertama kali mengalami gangguan jiwa.
2) Riwayat pengobatan sebelumnya
Biasanya pengobatan yang dilakukan tidak berhasil atau putus
obat dan adaptasi dengan masyarakat kurang baik.
3) Riwayat Trauma
a) Aniaya fisik

29
Biasaya ada mengalami aniaya fisik baik sebagai pelaku,
korban maupun saksi.
b) Aniaya seksual
Biasanya tidak ada klien mengalami aniaya seksual
sebelumnya baik sebagai pelaku, korban maupun saksi.
c) Penolakan
Biasanya ada mengalami penolakan dalam lingkungan baik
sebagai pelaku, korban maupun saksi
d) Tindakan kekerasan dalam keluarga
Biasanya ada atau tidak adaa klien mengalami kekerasan
daalam keluarga baik sebagai pelaku, korban maupun
sebagai saksi.
e) Tindakan kriminal
Biasanya tidak ada klie mengalami tindakan kriminal baik
sebagai pelaku, korban maupun saksi.
4) Riwayat anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa
Biasanya ada keluarga yang mengalami gangguan jiwa yang
sama dengan klien.

5) Riwayat pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan


Biasanya yang dialami klien pada masa lalu yang tidak
menyengkan seperti kegagalan, kehilangan, perpisahan atau
kematian, dan trauma selama tumbuh kembang.
d. Fisik
1) Biasanya ukur dan observasi tanda-tanda vital seperti tekanan
darah, nadi, suhu, dan pernapasan
2) Ukur tinggi badan dan berat badan
3) Menjelaskan keluhan fisik yang dirasakan oleh pasien
e. Psikososial
1) Genogram
30
Biasanya salah satu faktor penyakit jiwa diakibatkan genetik
atau keturunan, dimana dapat dilihat dari tiga generasi.
Genogram dibuat 3 generasi yang dapat menggambarkan
hubungan Pasien dengan keluarga. Tiga generasi ini dimaksud
jangkauan yang mudah diingat oleh pasien maupun keluarga
pada saat pengkajian. Biasanya menggambarkan pola asuh
keluarga, pengambilan keputusan dan komunikasi yang
digunakan dalam keluarga.
Skema 2.2

Keterangan:
: Laki-laki : Meninggal
: Perempuan : Serumah
: Klien

2) Konsep diri
a. Citra tubuh
Biasanya persepsi pasien terhadap tubuhnya merasa ada
kekurangan di bagian tubuhnya (perubahan ukuran, bentuk dan
penampilan tubuh akibat penyakit) atau ada bagian tubuh yang
tidak disukai. Biasanya pasien menyukai semua bagian tubuhnya
b. Identitas diri
Biasanya berisi status pasien atau posisi pasien sebelum dirawat.
Kepuasan pasien sebagai laki-laki atau perempuan. Dan

31
kepuasan pasien terhadap status dan posisinya (sekolah, tempat
kerja, dan kelompok)
c. Peran diri
Biasanya pasien menceritakan tentang peran/tugas dalam
keluarga/kelompok masyarakat. Kemampuan pasien dalam
melaksanakan tugas atau peran tersebut, biasanya mengalami
krisis peran.
d. Ideal diri
Biasanya berisi tentang harapan pasien terhadap penyakitnya.
Harapan pasien terhadap lingkungan (keluarga, sekolah, tempat
kerja, dan masyarakat). Dan harapan pasien terhadap tubuh,
posisi, status, dan tugas atau peran. Biasanya gambaran diri
negatif.
e. Harga diri
Biasanya hubungan Pasien dengan orang lain tidak baik,
penilaian dan penghargaan terhadap diri dan kehidupannya yang
selalu mengarah pada penghinaan dan penolakan. Biasanya ada
perasaan malu terhadap kondisi tubuh / diri, tidak punya
pekerjaan, status perkawinan, muncul perasaan tidak berguna,
kecewa karena belum bisa pulang / bertemu keluarga.
3) Hubungan sosial
a) Orang terdekat
Biasanya ada ungkapan terhadap orang/tempat, orang untuk
bercerita, tidak mempunyai teman karena larut dalam kondisinya.
b) Peran serta dalam kelompok
Biasanya pasien baik dirumah maupun di RS pasien tidak
mau/tidak mengikuti kegiatan/aktivitas bersama.
c) Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain
Biasanya pasien meloporkan kesulitan dalam memulai
pembicaraan, takut dicemooh/takut tidak diterima dilingkungan
karena keadaannya yang sekarang.
32
4) Spritual
a) Nilai dan Keyakinan
Biasanya nilai-nilaai dan keyakinan terhadap agama kurang
sekali, keyakinan agama pasien halusinasi juga terganggu.
b) Kegiatan Ibadah
Biasanya pasien akan mengeluh tentang masalah yang
dihadapinya kepada Tuhan YME.
5) Status Mental
a) Penampilan
Biasanya pasien berpenampilan tidak rapi, seperti rambut acak-
acakan, baju kotor dan jarang diganti, penggunaan pakaian yang
tidak sesuai dan cara berpakaian yang tidak seperti biasanya.
b) Pembicaraan
Biasanya ditemukan cara bicara pasien dengan halusinasi bicara
dengan keras, gagap, inkoheren yaitu pembicaraan yang
berpindah-pindah dari satu kalimat ke kalimat lain yang tidak ada
kaitannya.
c) Aktifitas motorik
Biasanya ditemukan keadaan pasien agitasi yaitu lesu, tegang,
gelisah dengan halusinasi yang didengarnya. Biasanya bibir
pasien komat kamit, tertawa sendiri, bicara sendiri, kepala
mengangguk-ngangguk, seperti mendengar sesuatu, tiba-tiba
menutup telinga, mengarahkan telinga kearah tertentu, bergerak
seperti mengambil atau membuang sesuatu, tiba-tiba marah dan
menyerang.
d) Alam perasaan
Biasanya pasien tanpak, putus asa, gembira yang berlebihan,
ketakutan dan khawatir.
e) Afek
Biasanya ditemukan Afek labil (emosi yang mudah) berubah juga
ditemukan pada klien halusinasi pendengaran. Bisa juga
33
ditemukan efek yang tidak sesuai atau bertentangan dengan
stimulus yang ada.
f) Interaksi selama wawancara
Biasanya pada saat melakukan wawancara ditemukan kontak
mata yang kurang, tidak mau menatap lawan bicara. Defensif
(mempertahankan pendapat), dan tidak kooperatif.
g) Persepsi
Biasanya pada pasien yang mengalami gangguan persepsi
halusinasi pendengaran sering mendengar suara gaduh, suara
yang menyuruh untuk melakukan sesuatu yang berbahaya, dan
suara yang dianggap nyata oleh pasien. Waktunya kadang pagi,
siang, sore dan bahkan malam hari, frekuensinya biasa 3 atau 5
kali dalam sehari bahkan tiap jam, biasanya pasien berespon
dengan cara mondar mandir, kadang pasien bicara dan tertawa
sendiri dan bahkan berteriak, situasinya yaitu biasanya ketika
pasien termenung, sendirian atau sedang duduk.

h) Proses pikir
Biasanya pada klien halusinasi ditemukan proses pikir klien
Sirkumtansial yaitu pembicaraan yang berbelit-belit tapi sampai
dengan tujuan pembicaraan. Tangensial : Pembicaraan yang
berbelit-belit tapi tidak sampai pada tujuan pembicaraan.
Kehilangan asosiasi dimana pembicaraan tidak ada hubungannya
antara satu kalimat dengan kalimat lainnya dan klien tidak
menyadarinya. Kadang-kadang ditemukan blocking,
pembicaraan terhenti tiba-tiba tanpa gangguan eksternal
kemudian dilanjutkan kembali, serta pembicaraan yang diulang
berkali-kali.
i) Isi pikir
Biasanya ditemukan fobia yaitu ketakutan yang patologis/ tidak
logis terhadap objek/ situasi tertentu. Biasanya ditemukan juga isi
34
pikir obsesi dimana pikiran yang selalu muncul walaupun klien
berusaha menghilangkannya.
j) Tingkat kesadaran
Biasanya ditemukan pasien bingung, terlihat kacau, biasanya
merasa seperto melayang antara sadar atau tidak sadar, dan juga
terjadi gangguan motorik seperti kekakuan, gerakan-gerakan
yang diulang, anggota tubuh dalam sikap canggung tetapi klien
mengerti tentang semua hal yang terjadi dilingkungan. Orientasi
terhadap waktu, tempat dan orang bisa ditemukan jelas ataupun
terganggu.
k) Memori
Biasanya pasien mengalami gangguan daya ingat jangka panjang
(mengingat pengalamannya dimasa lalu baik atau buruk),
gangguan daya ingat jangka pendek (mengetahui bahwa dia sakit
dan sekarang berada dirumah sakit), maupun gangguan daya ingat
saat ini (mengulang kembali topik pembicaraan saat berinteraksi).
Biasanya pembicaraan pasien tidak sesuai dengan kenyataan
dengan memasukan cerita yang tidak benar untuk menutupi daya
ingatnya.
l) Tingkat konsentrasi dan berhitung
Biasanya pasien mengalami gangguan konsentrasi, pasien
biasanya mudah dialihkan, dan tidak mampu berhitung.
m) Kemampuan penilaian
Biasanya ditemukan gangguan kemampuan penilaian ringan
dimana klien dapat mengambil kepusan sederhana dengan
bantuan orang lain seperti memberikan kesempatan pada pasien
untuk memilih mandi dulu sebelum makan atau makan dulu
sebelum mandi. Jika diberi penjelasan, pasien dapat mengambil
keputusan.
n) Daya tilik diri

35
Biasanya ditemukan klien mengingkari penyakit yang diderita
seperti tidak menyadari penyakit (perubahan emosi dan fisik)
pada dirinya dan merasa tidak perlu pertolongan. Klien juga bisa
menyalahkan hal-hal di luar dirinya seperti menyalahkan orang
lain/ lingkungan yang dapat menyebabkan kondisi saat ini.
6) Kebutuhan persiapan pulang
a) Makan
Biasanya pasien tidak mengalami perubahan makan, biasanya
pasien tidak mampu menyiapkan dan membersihkan tempat
makan.
b) BAB/BAK
Biasanya pasien dengan prilaku kekerasan tidak ada gangguan,
pasien dapat BAB/BAK pada tempatnya.
c) Mandi
Biasanya pasien jarang mandi, tidak menyikat gigi, jarang
mencuci rambut dan bercukur atau berhias.Badan pasien sangat
bau dan kotor, dan pasien hanya melakukan kebersihan diri jika
disuruh.
d) Berpakaian/berhias
Biasanya pasien jarang mengganti pakaian, dan tidak mau
berdandan. Pasien tidak mampu mengenakan pakaian dengan
sesuai dan pasien tidak mengenakan alas kaki.
e) Istirahat dan tidur
Biasanya pasien tidak melakukan persiapan sebelum tidur,
seperti: menyikat gigi, mencuci kaki, berdoa. Dan sesudah tidur
seperti: merapikan tempat tidur, mandi atau cuci muka dan
menyikat gigi. Frekuensi tidur pasien berubah-ubah, kadang
nyenyak dan kadang gaduh atau tidak tidur.
f) Penggunaan obat
Biasanya pasien mengatakan minum obat 2 kali sehari danpasien
tidak mengetahui fungsi obat dan akibat jika putus minum obat.
36
g) Pemeliharaan kesehatan
Biasanya pasien tidak memperhatikan kesehatannya, dan tidak
peduli tentang bagaimana cara yang baik untuk merawat dirinya.
h) Aktifitas didalam rumah
Biasanya pasien mampu atau tidak merencanakan, mengolah, dan
menyajikan makanan, merapikan rumah, mencuci pakaian sendiri
dan mengatur biaya sehari-hari.
7) Mekanisme Koping
a) Adaptif
Biasanya ditemukan klien mampu berbicara dengan orang lain,
mampu menyelesaikan masalah, tenik relaksasi, aktivitas
konstruktif, klien mampu berolah raga
b) Maladaptif
Biasanya ditemukan reaksi klien lambat/berlebuhan, klien
bekerja secara berlebihan, selalu menghindar dan mencederai diri
sendiri.

8) Masalah Psikososial dan Lingkungan


Biasanya ditemukan riwayat klien mengalami masalah dalam
berinteraksi dengan lingkungan, biasanya disebabkan oleh kurangnya
dukungan dari kelompok, masalah dengan pendidikan, masalah dengan
pekerjaan, masalah dengan ekonomi dan msalah dengan pelayanan
kesehatan.
9) Pengetahuan
Biasanya pasien halusinasi mengalami gangguan kognitif.
10) Aspek Medis
Tindakan medis dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien
dengan halusinasi adalah dengan memberikan terapi sebagai berikut
(Erlinafsiah, 2010) :
a) ECT (Electro confilsive teraphy)
b) Obat-obatan seperti : Risperidon, Lorazepam, Haloperidol
37
2. Daftar Masalah keperawatan
a. Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi
b. Isolasi Sosial
c. Resiko Prilaku kekerasan
(Keliat, 2014)
3. Pohon Masalah
Pohon masalah terdiri dari masalah utama, penyebab dan akibat.
Masalah utama adalah prioritas masalah pasien dari beberapa masalah
yang dimiliki oleh pasien. Umumnya, masalah utama berkaitan erat
dengan alasan masuk atau keluhan utama. Penyebab adalah salah satu
dari beberapa masalah pasien yang merupakan penyebab masalah
utama. Masalah ini dapat pula disebabkan oleh salah satu masalah yang
lain, demikian seterusnya. Akibat adalah salah satu dari beberapa
masalah pasien yang merupakan efek atau akibat dari masalah utama
(Trimelia, 2011).

Pohon Masalah Halusinasi

Skema 2.3
Resiko Perilaku Kekerasan Effect

Gangguan Persepsi Sensori:


Core Problem
Halusinasi

Isolasi Sosial Cause

(Keliat, 2014)

4. Daftar Diagnosa keperawatan

38
Perumusan diagnosis keperawatan jiwa mengacu pada pohon
masalah yang sudah dibuat. Misalnya pada halusinasi dapat dirumuskan
diagnosa keperawatannya sebagai berikut;
a. Gangguan Sensori Persepsi: Halusinasi
b. Isolasi sosial
c. Resiko Perilaku Kekerasan
(Keliat, 2014)

39
5. Intervensi
Tabel 2.2
Rencana Tindakan Keperawatan Pada Pasien Halusinasi Pendengaran
Diagnosa
No Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Keperawatan
Untuk Pesien
1 Gangguan Pasien Mampu : Setelah 1x pertemuan SP 1 Pasien Halusinasi 1. Dengan memberikan
Persepsi Sensori: 1. Pasien pasien mampu: 1. Mengidentifikasi jenis, isi, pemahaman tentang
Halusinasi mengenal 1. Dapat waktu,frekuensi, situasi, halusinasi pasien mampu
pendengaran halusinasi yang menyebutkan perasaan, respon Halusinasi memahami:
dialaminya jenis, isi, waktu, 2. Mengajarkan cara a) Masalah yang
(jenis, isi, frekuensi, situasi mengontrol halusinasi dialaminya
waktu, pencetus dan dengan cara menghardik. b) Kapan masalah timbul,
frekuensi, perasaan saat Tahap tindakan: menghindarkan waktu
situasi pencetus halusinasi a) Jelaskan cara dan situasi saat
dan perasaan 2. Mampu menghardik halusinasi masalah timbul,
saat halusinasi menyebutkan b) Peragakan cara menghindari waktu
dan mampu manfaat dari menghardik dan situasi saat
menjelaskan program c) Minta pasien untuk masalah muncul
dan pengobatan yang memperagakan ulang c) Pentingnya masalah
memperagakan dilakukan 3. Menganjurkan pasien halusinasi untuk
cara mengontrol memasukan cara diatasi karena perasaan
halusinasi) menghardik kedalam tidak nyaman saat
2. Pasien dapat jadwal kegiatan harian dan munculnya halusinasi
mengontrol berikan pujian dapat menimbulkan
halusinasinya perilaku malasaptif
dengan cara yang sulit untuk
menghardik dikontrol
2. Dengan menghardik
halusinasi memberi
41
kesempatan pasien
mengatasi masalah
dengan reaksi
penolakan terhadap
sensasi palsu
3. Dengan peragaan
langsung dan peragaan
ulang memungkinkan
cara menghardik
dilakukan dengan benar
oleh pasien
4. Dengan penguatan
yang positif mendorong
pengulangan perilaku
yang diharapkan pasien

1. Pasien Setelah 1 x dilakukan SP 2 Pasien Halusinasi


mengikuti pertemuan diharapkan 1. Mengevaluasi jadwal 1. Penggunaan obat
program pasien mampu: kegiatan harian cara merupakan bagian penting
pengobatan 1. Menyebutkan menghardik yang benar dalam mengendalikan
secara kegiatan yang 2. Jelaskan pentingnya minum gejala halusinasi dengan
optimal sudah dilakukan obat mengetahui manfaat dan
2. Mampu 3. Jelaskan akibat jika obat akibat tidak minum obat
menjelaskan dan tidak sesuai dengan program akan menimbulkan
memperagakan 4. Jelaskan akibat bila putus motivasi pasien untuk
cara mengontrol minum obat patuh minum obat.
halusinasi 5. Jelaskan cara mendapatkan
obat/berobat
6. Jelaskan cara menggunakan
obat dengan prinsip 6 benar

42
7. Latih pasien minum obat
secara teratur
8. Menganjurkan pasien
memasukan cara menghardik
kedalam jadwal kegiatan
harian dan berikan pujian

1. Pasien dapat Setelah 1 x dilakukan SP 3 Halusinasi 1. Menilai kemampuan


mengontrol pertemuan diharapkan 1. Mengevaluasi jadwal perkembangan pasien
halusinasinya pasien mampu: kegiatan pasien cara minum 2. Dengan bercakap-cakap
dengan cara obat yang benar dan cara mengalihkan fokus dan
bercakap- 1. Menyebutkan mengontrol halusinasi perhatian dan
cakap kegiatan yang dengan menghardik menghindarkan saat
sudah dilakukan 2. Melatih cara mengontrol pasien merasakan sensasi
2. Mampu halusinasi dengan bercakap- palsu
memperagakan cakap dengan orang lain
cara bercakap- 3. Mengajurkan pasien 3. Memungkinkan pasien
cakap dengan memasukan mengontrol melakukan kegiatan
orang lain halusinasi dengan cara dengan teratur
bercakap-cakap dengan
orang lain kedalam jadwal
kegiatan harian dan berikan
pujian
1. Pasien dapat Setelah 1 x dilakukan SP 4 Pasien Halusinasi 1. Menilai kemampuan
mengontrol pertemuan diharapkan 1. Mengevaluasi jadwal kegiatan perkembangan pasien
halusinasinya pasien mampu: pasien yang telah lalu cara 2. Dengan aktivitas
dengan cara 1. Menyebutkan minum obat yang benar, cara terjadwal memberi
aktivitas kegiatan yang mengontrol halusinasi dengan kesibukan yang menyita
terjadwal sudah dilakukan menghardik, bercakap-cakap waktu dan perhatian
2. Membuat jadwal 2. Melatih pasien mengendalikan menghindarkan pasien
kegiatan sehari- halusinasinya dengan merasakan sensasi palsu

43
hari dan mampu melakukan aktivitas yang 3. Memberikan pemahaman
memperagakan terjadwal (Kegiatan yang tentang pencegahan
biasa dilakukan dirumah) munculnya halusinasi
a) Jelaskan pentingnya dengan aktivitas positif
aktivitas yang bermanfaat yang bisa
b) Diskusikan aktivitas yang dilakukan
biasa dilakukan pasien 4. Dengan memantau
c) Latih pasien melakukan pelaksanaan jadwal
aktifitas memastikan intervinsi
d) Susun jadwal aktivitas yang diberikan, dilakukan
sehari-hari oleh pasien dan dengan
e) Pantau pelaksanaan penguatan positif
kegiatan mendorong pengulangan
3. Mengajurkan pasien prilaku yang diharapkan
memasukan aktivitas
terjadwal kedalam jadwal
kegiatan harian dan berikan
pujian
Untuk Keluarga
1. Keluarga mampu Setelah interaksi 2-3x , SP 1 Keluarga
membantu klien keluarga mampu 1. Diskusikan masalah yang 1. Mengetahui masalah yang
mengontrol menjelaskan tentang dirasakan dalam merawat dihadapi keluarga dalam
halusinasi halusinasi dan cara klien merawat pasien
merawat keluarga 2. Jelaskan pengertian, tanda 2. Menambah pengetahuan
dengan halusinasi gejala, penyebab dan proses keluarga
terjadinya.
3. Jelaskan cara merawat klien 3. Keluarga dapat merawat
dengan halusinasi pasien dengan halusianasi
4. Latih cara merawat halusinasi: 4. Keluarga mengetahui cara
hardik menghardik yang baik dan
benar

44
5. Anjurkan membantu klien 5. Keluarga dapat memotivasi
sesuai jadual dan memberi klien untuk cepat sembuh
pujian.
2. Keluarga mampu Setelah interaksi SP 2 Keluarga
memperagakan keluarga mampu 1. Evaluasi kegiatan keluarga 1. Mengetahui pemahaman
cara merawat merawat klien dalam merawat atau melatih keluarga dalam merawat
klien dengan halusinasi klien menghardik, beri pujian dan melatih klien
halusinasi menghardik
2. Jelaskan 6 benar cara 2. Menambah pengetahuan
memberikan obat keluarga
3. Latih cara memberikan atau 3. Keluarga mengetahui cara
membimbing minum obat memberikan obat
4. Anjurkan membantu klien 4. Keluarga dapat memotivasi
sesuai jadual dan memberi klien untuk cepat sembuh
pujian
3. Keluarga mampu Setelah interaksi SP 3 Keluarga
memperagakan keluarga mampu 1. Evaluasi kegiatan keluarga 1. Mengetahui pemahaman
cara merawat merawat klien dalam merawat atau melatih keluarga dalam merawat
klien dengan halusinasi klien menghardik dan dan melatih klien
halusinasi memberikan obat, beri pujian menghardik dan
memberikan obat
2. Jelaskan cara bercakap-cakap 2. Menambah pengetahuan
dan melakukan kegiatan untuk keluarga
mengontrol halusinasi
3. Latih dan sediakan waktu 3. Keluarga mengetahui cara
bercakap-cakap dengan klien bercakap-cakap yang benar
terutama saat halusinasi dengan klien halusunasi
4. Anjurkan membantu klien 4. Keluarga dapat memotivasi
sesuai jadual dan memberi klien untuk cepat sembuh
pujian

45
4. Keluarga mampu Setelah interaksi SP 4 Keluarga
membuat keluarga mampu 1. Evaluasi 1. Mengetahui pemahaman
discharge membuat aktifitas klien kegiatankeluargadalam keluarga dalam merawat
planning dan dirumah dan follow up merawat atau melatih klien dan melatih klien
follow up klien klien menghardik dan memberikan menghardik, memberikan
pulang obat, dan bercakap- cakap, obat dan bercakap-cakap
beri pujian 2. Agar pengobatan tidak
2. Jelaskan Follow up ke RSJ/ putus
PKM, tanda kambuh, rujukan 3. Keluarga dapat memotivasi
3. Anjurkan membantu klien klien untuk cepat sembuh
sesuai jadual dan memberi
pujian
(Keliat, 2014)

Diagnosa
No Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Keperawatan
Untuk Pesien
2 Isolasi Sosial Pasien mampu: Seteh 1x pertemuan SP 1 Pasien Isolasi Sosial 1. Hubungan saling percaya
1. Membina pasien mampu: 1. Bina hubungan saling merupakan landasan dasar
hubungan saling 1. Membina percaya interaksi perawat dengan
percaya hubungan saling 2. Bantu pasien mengenal pasien sehingga pasien
2. Menyadari percaya penyebab Isolasi Sosial terbuka dalam
penyebab 2. Mengenal dengan tindakan: mengunggkapkan
Isolasi Sosial penyebab Isolasi a) Menanyakan tentang masalahnya dan
3. Berinteraksi Sosial, keuntungan pendapat pasien tentang menimbulkan sikap
dengan orang berhubungan kebisaan berinterksi menerima terhadap orang
lain dengan orang lain dengan orang lain lain
dan kerugian tidak b) Siapa yang satu rumah 2. Agar pasien dapat
dengan pasien mengenal dan
46
berhubungan c) Siapa yang dekat dengan mengungkapkan
dengan orang lain pasien penyebab Isolasi Sosial
d) Siapa yang tidak dekat yang terjadi
dengan pasien dan apa 3. Agar pasien mempunyai
sebabnya keinginan berinteraksi
e) Menanyakan apa yang dengan orang lain
menyebabkan pasien 4. Agar pasien menyadari
tidak ingin berinteraksi kerugian yang
dengan orang lain. ditimbulkan akibat tidak
berinteraksi dengan orang
lain
3. Bantu pasien mengenal 5. Dengan belajar
keuntungan dengan orang berkenalan menimbulkan
lain dengan cara motivasi pasien untuk
mendiskusikan keuntungan berinteraksi dengan orang
bila pasien memiliki banyak lain
teman dan bergaul akrab 6. Memberikan rasa
dengan mereka tanggung jawab pada
4. Bantu pasien mengenal pasien untuk
kerugian bila tidak melaksanakan kegiatan
berhubungan dengan orang yang teratur
lain dengan tindakan:
a) Mendiskusikan kerugian
bila pasien hanya
mengurung diri dan tidak
bergaul dengan orang
lain.
b) Menjelaskan pengaruh
Isolasi Sosial terhadap
kesehatan fisik pasien

47
5. Latih dan ajarkan pasien
berkenalan dengan cara:
a) Jelaskan kepada pasien
cara berinteraksi dengan
orang lain
b) Beri contoh cara
berinteraksi dengan
orang lain
(1) Sebutkan nama kita
dan nama panggilan,
asal dan hobbi
(2) Menanyakan nama
orang yang akan
diajak
(3) Berkenalan, nama
panggilan, asal dan
hobbinya
6. Menganjurkan memasukan
dalam jadwal kegiatan harian
dan berikan pujian
Seteh 1x pertemuan SP 2 Pasien Isolasi Sosial 1. Menilai kemajuan
pasien mampu : 1. Mengevaluasi jadwal perkembangan pasien
1. Mampu kegiatan harian cara 2. Memberikan kesempatan
menyebutkan berkenalan dengan orang dan motivasi pasien untuk
kegiatan yang yang pertama mau melakukan interaksi
sudah dilakukan 2. Mengajarkan cara secara bertahap
2. Berinteraksi berinteraksi secara bertahap: 3. Memberikan suatu
dengan orang lain Berkenalan dengan orang tanggung jawab kepada
secara bertahap pertama yaitu perawat pasien untuk
melaksanakan kegiatan
yang teratur

48
3. Menganjurkan memasukan
dalam jadwal kegiatan harian
dan berikan pujian
Seteh 1x pertemuan SP 3 Pasien Isolasi Sosial 1. Sebagai dasar bagi
pasien mampu: 1. Mengevaluasi jadwal perawat untuk menilai
1. Mampu kegiatan cara berkenalan perkembangan pasien
menyebutkan dengan orang yang pertama dalam mengenal cara
kegiatan yang dan bekenalan dengan orang berinteraksi
sudah dilakukan yang ke dua 2. Memberikan motivasi
2. Mampu 2. Mengajarkan cara pasien untuk berinteraksi
berinteraksi berinteraksi secara bertahap: dan mendapatkan respon
dengan orang lain Berkenalan dengan 2 (dua) yang positif
secara bertahap: orang atau lebih
Berkenalan dengan 3. Susun jadwal latihan 3. Memberikan motivasi dan
orang kedua yaitu berkenalan dengan orang lain rasa tanggung jawab
pasien-pasien lain secara bertahap dalam jadwal kepada pasien untuk
kegiatan harian melaksanakan kegiatan
berkenalan dengan teratur

Seteh 1x pertemuan SP 4 Pasien Isolasi 1. Sebagai dasar bagi


pasien mampu: 1. Mengevaluasi jadwal perawat untuk menilai
1. Mampu kegiatan harian cara perkembangan pasien
menyebutkan berkenalan dengan orang dalam mengenal cara
kegiatan yang yang pertama dan bekenalan berinteraksi
sudah dilakukan dengan orang yang ke dua 2. Memberikan motivasi
2. Mampu dan ke tiga pasien untuk berinteraksi
berinteraksi 2. Mengajarkan cara dan mendapatkan respon
dengan orang lain berinteraksi secara bertahap: yang positif
secara bertahap: Melatih cara bicara sosial 3. Memberikan motivasi dan
Latih cara bicara 3. Susun jadwal latihan rasa tanggung jawab
sosial berkenalan dengan orang lain kepada pasien untuk

49
secara bertahap dalam jadwal melaksanakan kegiatan
kegiatan harian berkenalan dengan teratur
Untuk Keluarga
1. Keluarga mampu Setelah interaksi 2-3x , SP 1 Keluarga
merawat klien keluarga mampu 1. Diskusikan masalah yang 1. Mengetahui masalah yang
dengan isolasi menjelaskan tentang dirasakan dalam merawat dihadapi keluarga dalam
sosial penyebab,keuntungan klien merawat pasien
dan kerugian 2. Jelaskan pengertian, tanda 2. Menambah pengetahuan
berkenalan dan cara gejala, penyebab dan proses keluarga
merawat terjadinya isolasi sosial. 3. Keluarga dapat merawat
3. Jelaskan cara merawat pasien pasien dengan isolasi sosial
dengan isolasi sosial 4. Keluarga mengetahui cara
4. Latih dua cara merawat berkenalan dan berbicara
berkenalan, berbicara saat saat melakukan kegiatan
melakukan kegiatan harian 5. Keluarga dapat memotivasi
5. Anjurkan membantu klien klien untuk cepat sembuh
sesuai jadual dan memberikan
pujian

2. Keluarga mampu Setelah interaksi SP 2 Keluarga


memperagakan keluarga mampu 1. Evaluasi kegiatan keluarga 1. Mengetahui pemahaman
cara merawat merawat klien isolasi dalam merawat atau melatih keluarga dalam merawat
klien dengan sosial klien berkenalan dan dan melatih klien
isolasi social berbicara saat melakukan berinteraksi
kegiatan harian, beri pujian

2. Jelaskan kegiatan rumah 2. Menambah pengetahuan


tangga yang dapat melibatkan keluarga
klien berbicara (makan,
sholat, bersama) di rumah

50
3. Latih cara membimbing klien 3. Keluarga mengetahui cara
berbicara dan memberi pujian memberikan membimbing
klien
4. Anjurkan membantu klien 4. Keluarga dapat memotivasi
sesuai jadual klien untuk cepat sembuh
3. Keluarga mampu Setelah interaksi SP 3 Keluarga 1. Mengetahui pemahaman
memperagakan keluarga mampu 1. Evaluasi kegiatan keluarga keluarga dalam merawat
cara merawat merawat klien isolasi dalam merawat atau melatih dan melatih klien
klien dengan sosial klien berkenalan dan berinteraksi
isolasi sosial berbicara saat melakukan
kegiatan harian, beri pujian
2. Jelaskan cara melatih klien 2. Menambah pengetahuan
melakukan kegiatan sosial keluarga
seperti berbelanja, meminta
sesuatu
3. Latih keluarga mengajak klien 3. Keluarga mengetahui cara
berbelanja mengajak klien berbelanja
yang baik dn benar
4. Anjurkan membantu klien 4. Keluarga dapat memotivasi
sesuai jadual klien untuk cepat sembuh
4. Keluarga mampu Setelah interaksi SP 4 Keluarga 1. Mengetahui pemahaman
membuat keluarga mampu 1. Evaluasi kegiatan keluarga keluarga dalam merawat
discharge membuat aktifitas klien dalam merawat atau melatih dan melatih klien
planning dan dirumah dan follow up klien berkenalan dan berkenalan dan berbicara
follow up klien klien berbicara saat melakukan saat melakukan kegiatan
pulang kegiatan harian/RT, harian/RT, berbelanja
berbelanja 2. Agar pengobatan tidak
2. Jelaskan Follow up ke RSJ/ putus
PKM, tanda kambuh, rujukan 3. Keluarga dapat memotivasi
klien untuk cepat sembuh

51
3. Anjurkan membantu klien
sesuai jadual dan memberi
pujian
(Keliat, 2014)

Diagnosa
No Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Keperawatan
Untuk Pasien
3 Resiko Prilaku Pasien Mampu: Setelah dilakukan SP 1 PasienPerilaku Kekerasan 1. Dapat diketahui tentang PK
Kekerasan 1. Pasien dapat intervensi 1x 1. Identifikasi penyebab, tanda pasien, dan membantu
mengontrol dan pertemuan, pasien dan gejala, PK yang pasien dalam mengontrol
mengendalikan mampu mengontrol dilakukan, akibat PK. PK
perilaku perilaku kekerasan 2. Menjelaskan cara mengontrol 2. Agar pasien mengetahui
kekerasan dengan kriteria: PK : fisik, obat, verbal dan jenis-jenis cara mengontrol
dengan cara fisik 1. Pasien mampu spiritual PK
(tarik nafas menyebutkan 3. Bantu pasien mempraktekkan 3. Kegiatan pasien terkontrol
dalam serta pukul penyebab perilaku cara mengontrol PK dengan 4. Agar pasien lebih mudah
kasur dan bantal) kekerasan, tanda latihan fisik : tarik nafas dan paham tentang cara
dan gejala, perilaku dalam serta pukul kasur dan mengontrol PK
kekerasan yang bantal 5. Dengan peragaan langsung
dilakukan dan 4. Anjurkan pasien dan peragaan ulang
akibat perilaku memasukkan dalam jadwal memungkinkan cara
kekerasan kegiatan harian mengontrol PK dengan
2. mampu latihan fisik dilakukan
mempraktekkan dengan benar
52
latihan cara fisik 5. Anjurkan pasien 6. Agar kegiatan lebih terarah
(tarik nafas dalam memasukkan dalam jadwal dan terkontrol
serta pukul kasur harian
dan bantal)
2. Pasien dapat Setelah 1x pertemuan SP 2 Pasien Perilaku Kekerasan 1. Penggunaan obat merupakan
mengontrol atau pasien mampu: 1. Evaluasi cara pukul bantal bagian yang terpenting dalam
mengendalikan 1. Jenis, guna, dosis, 2. Menjelaskan cara mengontrol pengendalian gejala PK dengan
perilaku frekuensi, cara, PK dengan cara teratur mengetahui manfaat dan akibat
kekerasan kontinuitas minum obat minum obat tidak minum obat akan
dengan cara itu sendiri a. Jelaskan pentingnya menumbuhkan motivasi pasien
minum obat 2. Pasien mampu minum obat untuk patuh
dengan baik menggunakan obat b. Jelaskan akibat jika obat 2. Agar kegiatan pasien lebih
sesuai aturan tidak sesuai dengan terarah dan terkontrol.
program 3. Agar kegiatan lebih terarah
c. Jelaskan akibat bila putus dan terkontrol
minum obat
d. Jelaskan cara
mendapatkan
obat/berobat
e. Jelaskan cara
menggunakan
f. Obat dengan prinsip 6
benar
g. Latih klien minum obat
secara teratur
3. Memasukan mengontrol
Halusinasi dengan cara
teratur minum obat kedalam
jadwal kegiatan harian dan
berikan pujian

53
3. Pasien dapat Setelah 1x pertemuan SP 3 Pasien Perilaku Kekerasan 1. Kegiatan pasien terkontrol
mengontrol atau pasien mampu: 1. Evaluasi kegiatan latihan 2. Menolak dan meminta serta
mengendalikan mengontrol PK dengan fisik, obat dan beri pujian mengungkapkan perasaan
PK dengan cara cara verbal (meminta, 2. Melatih pasien cara dengan baik dapat
verbal (meminta, menolak, dan mengontrol PK secara verbal meminimalisir munculnya
menolak, dan mengungkapkan (meminta, menolak, PK
mengungkapkan dengan baik) dengan mengungkapkan dengan baik) 3. Agar pasien lebih terarah
dengan baik) kriteria : 3. Anjurkan pasien memasukkan dan terkontrol.
1. Pasien tidak marah- dalam kegiatan harian.
marah lagi jika
permintaan ditolak.
2. Pasien dapat
mengungkapkan
perasaan tanpa
emosi

4. Pasien dapat Setelah 1x pertemuan SP 4 Pasien Perilaku Kekerasan 1. Kegiatan pasien terkontrol
mengontrol atau pasien mampu: 1. Evaluasi kegiatan latihan 2. Dengan mendekatkan diri
mengendalikan mengontrol PK dengan fisik, obat, dan verbal pasien. pada penciptanya pasien
PK dengan cara cara spiritual (shalat dan Beri pujian lebih tenang
spiritual (shalat berdoa) menurut 2. Melatih pasien cara 3. Agar kegiatan pasien lebih
dan berdoa) keyakinan dengan mengontrol PK dengaan terarah dan terkontrol
menurut kriteria: spiritual (2 kegiatan)
keyakinan 1. Efektifitas cara 3. Anjurkan pasien memasukkan
yang dipakai dalam kedalam jadwal kegiatan
menyelesaikan harian
masalah
2. Pasien terlihat lebih
tenang

54
3. Pasien lebih
meningkatkan diri
pada penciptanya
Untuk Keluarga
1. Keluarga dapat 1. Setelah dilakukan SP 1 Keluarga 1. Meningkatkan peran serta
memahami interkasi keluarga 1. Mendiskusikan masalah yang keluarga dalam merawat
tentang PK dan mampu dirasakan keluarga dalam keluarga dengan PK
cara merawat menjelaskan merawat pasien PK 2. Agar keluarga paham akan
anggota keluarga tentang PK dan cara 2. Menjelaskan pengertian PK, pengertian, tanda dan
denga PK merawat anggota tanda dan gejala PK, serta gejala, serta proses
keluarga dengan PK proses terjadinya PK terjadinya PK
3. Menjelaskan cara merawat 3. Agar keluarga mengetahui
pasien PK cara merawat pasien PK
4. Menjelaskan kepada keluarga 4. Agar pasien dapat melatih
6 benar cara memberikan obat pasien dengan latihan fisik.
5. Melatih keluarga cara 5. Agar keluarga paham cara
memberikan/ membimbing merawat keluarga dengan
pasien minum obat PK
6. Menganjurkan keluarga
membantu pasien ssesuai
memasukkan sesuai jadwal
dan memberikan pujian
2. Keluarga mampu 2. Setelah dilakukan SP 2 Keluarga 1. Kegiatan keluarga
menyebutkan interaksi keluarga 1. Mengevaluasi kegiatan membimbing pasien
cara merawat mampu merawat keluarga dalam merawat/ terkontrol
anggota keluarga secara langsung melatih pasien dengan fisik. 2. Agar keluarga mengetahui
dengan PK anggota keluarga Memberikan pujian 6 benar cara minum obat
dengan PK 2. Melatih satu cara merawat PK 3. Meningkatkan peran serta
dengan melakukan kegiatan keluarga dalam merawat
fisik : tarik nafas dalam dalam keluarga dengan PK
serta pukul kasur dan bantal
55
3. Anjurkan keluarga membantu 4. Agar keluarga lebih paham
pasien memasukkan sesuai dalam merawat anggota
jadwal. Beri pujian keluarga dengan PK
3. Keluarga mampu 3. Setelah dilakukan SP 3 Keluarga 1. Kegiatan keluarga
mengetahui cara interaksi keluarga 1. Mengevaluasi kelgiatan membimbing pasien
mengontrol mampu merawat keluarga dalam merawat/ terkontrol
halusinasi secara langsung membimbing pasien dengan 2. .Agar keluarga mengetahui
dengan cara anggota keluarga fisik, dan obat. Beri pujian membimbing pasien
verbal dengan PK 2. Melatih keluarga cara dengan cara bicara yang
membimbing dengan bicara baik
yang baik 3. Agar keluarga mengetahui
3. Melatih keluarga cara cara membimbing pasien
membimbing dengan cara dengan spiritual
spiritual 4. Agar kegiatan pasien lebih
4. Anjurkan keluarga membantu terarah dan terkontrol
pasien memasukkan sesuai
jadwal dan memberikan
pujian
4. Keluarga 4. Setelah dilakukan SP 4 Keluarga 1. Kegiatan keluarga
mengetahui interaksi keluarga 1. Mengevaluasi kegiatan membimbing pasien
follow up pasien mengetahui follow keluarga dalam merawat/ terkontrol
dengan PK up pasien dan meatih pasien dengan fisik, 2. Penyusunan kegiatan
membantu obat, bicara yang baik dan secar teratur dapat
membuat jadwal kegiatan spiritual. Beri pujian meminimalisir
klien dirumah 2. Menjelaskan follow-up ke munculnya PK
RS/ PKM, tanda kambuh, 3. Agar kegiatan pasien
rujukan lebih terarah dan
3. Anjurkan keluarga membantu terkontrol
pasien sesuai jadwal dan
memberikan pujian
(Keliat, 2014)
56
6. Implementasi
Pelaksanaan atau implementasi adalah tahapan ketika perawat
mengaplikasikan ke dalam bentuk intervensi keperawatan guna
membantu pasien mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Keliat, 2014).
Kemampuan yang harus dimiliki oleh perawat pada tahap
implementasi adalah kemampuan komunikasi yang efektif, kemampuan
untuk menciptakan hubungan saling percaya dan saling bantu,
kemampuan melakukan teknik psikomotor, kemampuan untuk
melakukan observasi sistematis, kemampuan memberikan pendidikan
kesehatan, kemampuan advokasi dan kemampuan evaluasi (Keliat,
2014).

7. Evaluasi
Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari
tindakan keperawatan pada pasien (Keliat, 2005). Evaluasi dapat
dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP sebagai pola pikir.
S: Merupakan respon subjektif pasien terhadap tindakan keperawatan
yang telah dilaksanakan. Dapat diukur dengan menanyakan “Bagaimana
perasaan bapak setelah latihan cara menghardik?”
O: Merupakan respon objektif pasien terhadap tindakan keperawatan
yang telah dilaksanakan. Dapat diukur dengan mengobservasi prilaku
pasien pada saat tindakan dilakukan, atau menanyakan kembali apa
yang telah dijabarkan atau memberi umpan balik sesuai dengan hasil
observasi.
A: Merupakan analisis ulang atas data subjektif atau objektif untuk
menyimpulkan apakah masalah masih tetap atau muncul masalah baru
atau ada data kontra indikasi dengan masalah yang ada. Dapat pula
membandingkan hasil dengan tujuan.
P: Merupakan perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisis
pada respon pasien yang terdiri dari tindak lanjut pasien dan tindak
lanjut oleh perawat.
57
8. Dokumentasi
Dokumentasi keperawatan merupakan aspek penting dari praktik
keperawatan yaitu sebagai segala sesuatu yang tertulis atau tercetak
yang dapat diandalkan sebagai catatan tentang bukti bagi individu yang
berwenang. Dokumentasi keperawatan juga mendeskripsikan tentang
status dan kebutuhan pasien yang komprehensif, juga layanan yang
diberikan untuk perawatan pasien. Dokumentasikan semua tindakan
serta respon pasien (Keliat,2014).

58
C. Aplikasi Evidance Based Practice Tentang Terapi Psikoreligius:
Membaca Al Fatihah Untuk Menurunkan Frekuensi Halusinasi.

1. Evidance Based yang Terkait


Penulis mendapatkan empat referensi jurnal yang pertama
berdasarkan penelitian Mardiati dkk (2019) dilakukan di RSJ Tampan
menunjukkan adanya penurunan nilai median pretest dan posttest
setelah diberikan terapi psikoreligius: membaca Al Fatihah yaitu dari
38,00 menjadi 17,00, sehingga dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh
terapi psikoreligius: membaca Al Fatihah terhadap skor halusinasi
pasien skizofrenia dengan p-value (0,019) < α (0,05).

Sedangkan dari hasil penelitian Mahmuda dkk (2018) yang


dilakukan di RSJ Riau menunjukan dari hasil statistik didapatkan p-
value (0,652) > (α = 0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada
perbedaan yang signifikan antara membaca dan mendengarkan Surah Al
Fatihah terhadap skor halusinasi. Oleh karena itu intervensi membaca
dan mendengarkan surah Al Fatihah dapat dilakukan karena keduanya
dapat menurunkan skor halusinasi.

Sedangkan penelitian Hendriyani dkk (2019) yang dilakukan


menggunakan metode telaah jurnal yang analisis didapatkan selisih rata-
rata frekuensi halusinasi pendengaran pasien skizofrenia sebelum dan
sesudah diberikan terapi Al-Qur’an adalah 2,04. Hasil uji paired sample
t-test didapatkan p value 0,000, maka dapat disimpulkan bahwa ada
pengaruh terapi Al-Qur’an terhadap penurunan frekuensi halusinasi
pendengaran pasien skizofrenia. Dan didukung oleh penelitian yang
dilakukan Mardiati (2017) juga mendapatkan hasil tentang pengaruh
terapi psikoreligius didapatkan bahwa membaca Al Fatihah dapat
menurunkan skor halusinasi pada pasien skizofrenia. Surah Al Fatihah
dapat pula dirasakan manfaatnya ketika didengarkan.

59
Jadi dapat disimpulkan dari tiga jurnal tersebut ada pengaruh terapi
psikoreligius: membaca Al Fatihah terhadap penurunan halusinasi
(Mardiati dkk, 2019).

2. Manfaat Terapi Psikoreligius: Membaca Al Fatihah


Manfaat terapi psikoreligius untuk menjadikan manusia yang
berakhlak mulia dan sempurna, guna terciptanya manusia yang taat
kepada agama, dimana agama menjiwai dalam kehidupan, tingkah laku
dan perbuatan manusia, sehingga akan terciptanya manusia yang adil,
tentram, aman demi mencapai kebahgiaan didunia maupun diakhirat.
Hidup akan bermakna bila disertai dengan agama dan sebaliknya bila
manusia tanpa agama hidup tidak akan merasa tenang, bahkan jiwanya
akan terganggu yang selanjutnya dapat mengakibatkan timbulnya
gangguan-gangguan kejiwaan (Joseph Carlos, 2021).
Beberapa manfaat terapi psikoreligius: Al Fatihah yaitu :
a) Menurunkan depresi dan meningkatkan imunitas pada pasien
halusinasi
b) Menurunkan kecemasan dan menimbulkan perasaan tenang dan
nyaman pada pasien halusinasi
c) Pengobatan pada pasien dengan halusinasi untuk meminimalkan
potensi terjadinya resiko yang dapat membahayakan diri sendiri
maupun lingkungan.
d) Dapat menurunkan kecemasan karena mampu mempengaruhi
kelenjar adrenal agar tidak melepaskan hormon adrenalin
(epinefrin) yang dapat menyebabkan meningkatkan pernapasan
pasien serta tekanan darah pasien sehingga mampu untuk
mengurangi stress yang diakibatkan oleh kecemasan yang dialami
oleh pasien pre operasi, dll.

60
3. Proses Psikoreligius : Membaca Al Fatihah Terhadap
Halusinasi
Psikoreligius: membaca Al Fatihah dapat mengaktifkan kerja
system saraf parasimpatik dan menekan kerja system saraf
simpatik. Hal ini akan membuat keseimbangan antara kerja dari
kedua system saraf otonom tersebut sehingga mempengaruhi
kondisi tubuh. Sistem kimia tubuh akan diperbaiki sehingga
tekanan darah akan menurun, pernafasan jadi lebih tenang dan
teratur, metabolisme menurun, memperlambat denyut jantung,
denyut nadi, dan mempengaruhi aktivitas otak seperti
mengalihkan perhatian dari rasa takut, cemas, tegang (Mahmuda
dkk, 2018).
Mengingat Allah baik dengan membaca Al-Qur’an ataupun
dengan menyebut nama Allah (zikir) akan membuat tubuh rileks
dengan cara mengaktifkan kerja system saraf parasimpatik dan
menekan kerja system saraf simpatik. Hal ini akan membuat
keseimbangan antara kerja dari kedua system saraf otonom
tersebut sehingga mempengaruhi kondisi tubuh (Guyton dkk,
2017) Sistem kimia tubuh akan diperbaiki sehingga akan
meningkatkan vaskularisasi otak, meningkatkan faktor neutropik
yang berperan sebagai neuroprotektif dan meningkatkan level
dopamine dan serotonin. Serotonin dieksresikan oleh nucleus
menuju radiks dorsalis medullaspinalis dan menuju hipotalamus
Pelepasan serotonin diarea nuclei anterior dan nuclei
ventromedialhipotalamus menimbulkan perasaan tenang dan
nyaman.

4. Penatalaksanaan Terapi Psikoreligius: Membaca Al Fatihah


Penatalaksanaan terapi psikoreligius: Membaca Al Fatihah
sebagai ritual keagamaan, yang dalam agama islam yaitu mengaji.
Pemberian terapi psikoreligius akan membantu menurunkan skor
61
halusinasi dengan cara membaca Al Fatihah dilakukan selama 3
hari sebayak 2 kali dengan tempo yang lambat. Tindakan terapi
psikoreligius merupakan tindakan yang dapat memberikan rasa
nyaman dan tentram pada pasien (Joseph Carlos, 2021).

62
BAB III
LAPORAN KASUS

A. Rangkuman Kasus Kelolaan

Klien berinisial Tn.R umur 31 tahun diantar oleh keluarganya yang ke-
3 kalinya ke RSJ Prof.H.B.Sa’anin Padang pada tanggal 30 Maret 2022
pukul 10.00 wib dengan keluhan gelisah, emosi labil, klien sering bicara
sendiri, bicara ngaur, suka tertawa sendiri, menangis tanpa sebab,
mendengar suara-suara yang sering mengejek nya dan sering curiga akan
dijahati oleh orang lain.
Berdasarkan informasi dari Ny.E (Kakak klien) mengatakan bahwa
Tn.R sakit sejak 2 tahun yang lalu, terakhir dirawat 7 bulan yang lalu.
Awalnya pasien mendengar suara-suara yang mengejeknya dan
menyuruhnya untuk melukai orang lain. Keluarga klien pada saat itu
khawatir dengan kondisinya yang saat itu yang sangat aneh. Pasien jadi
lebih suka marah-marah, merusak alat rumah, membakar didalam rumah,
perilaku kacau, bernyanyi, berbicara kacau dan suka tertawa sendiri.
Keluarga memutuskan untuk membawa pasien berobat ke Puskesmas pada
awalnya karena keluarga beranggapan bahwa klien mengalami gangguan
kejiwaan dan tidak ada perubahan. Setelah beberapa hari kemudian keluarga
membawa pasien ke Padang dan berobat ke RSJ Prof.H.B.Sa’anin Padang.
Setelah pulang berobat, klien tidak teratur minum obat dan tidak meminum
obat sesuai anjuran.
Selama klien tidak minum obat, kondisinya mulai kembali kambuh,
pada saat disuruh meminum obat pasien seperti tidak mau dan tidak
memikirkan kesehatannya, dan pada akhirnya klien menjadi gelisah, curiga
sama keluarga, marah-marah tanpa sebab, karena keluarga khawatir dan
takut akan mengganggu masyarakat yang lain, klien tidak boleh keluar
rumah oleh kakanya. Ny.E (kakak klien) mengatakan tahun 2021 waktu
pertama kali Tn.R dirawat di RSJ. Prof. H.B. Sa’anin Padang. Terakhir klien

63
dirawat pada bulan Agustus tahun 2021, klien di rawat yang ke-3 kalinya di
RSJ dengan keluhan yang sama yaitu gelisah, sering jalan keluar rumah,
curiga sama orang lain kalau klien akan disakiti, marah-marah tanpa sebab,
emosi labil, merusak alat-alat rumah tangga, mendengar suara-suara, yang
mengejeknya, berbicara ngaur dan tertawa sendiri.
Setelah kondisi pasien membaik klien diperbolehkan pulang oleh pihak
rumah sakit dan dijemput tenang oleh keluarga, setelah itu dilakukan rawat
jalan di Poli RSJ Prof.H.B.Sa’anin Padang. Pada saat dirumah, klien teratur
minum obat sebelum obat yang dari RSJ habis, namun pada saat setelah obat
habis dan pasien diajak untuk konsul lagi ke RS, pasien menolak dan selalu
memiliki halasan untuk menghindar. Lalu klien dibawa lagi ke RSJ untuk
ke-3 kalinya dengan keluhan yang sama. Pada saat dilakukan pengkajian
pada tanggal 11 April 2022 didapatkan klien suka bicara sendiri, tertawa
sendiri, pembicaraan berbelit-belit, menarik diri dari orang lain, menangis
tiba-tiba, serta kurang memperhatikan kebersihan dirinya, mendengar
suara-suara mengejek dengan kalimat “ ayo hadapi saya, saya akan
membunuh keluargamu” dan menutup telinganya yang sebenarnya
suaranya tidak ada. Suara-suara itu sering muncul pada saat sepi dan disaat
orang tertidur lelap, suara itu muncul juga pada saat maghrib kadang
sebanyak 2-3 kali dalam waktu 10 menit. Klien tampak ketakutan dan tiba-
tiba marah-marah, menutup telinga, pasien tampak berjalan mondar-mandir.
Saat berinteraksi kontak mata pasien kurang .Pasien mengatakan mandi 2
kali dalam sehari, gosok gigi 1x dalam sehari, ganti baju 1x dalam sehari,
penampilan klien tampak kurang rapi, rambut berketombe, kusut dan kuku
tampak agak panjang dan diujung kuku kehitaman.
Dari hasil pengkajian didapatkan masalah utama pada pasien adalah
Halusinasi pendengaran dan sudah dilakukan intervensi oleh penulis sesuai
dengan strategi pelaksanaannya yaitu: mengontrol halusinasi dengan cara
menghardik, minum obat teratur, bercakap-cakap, dan melakukan kegiatan
terjadwal. Pada SP 1 penulis akan mengkombinasikan dengan terapi
Psikoreligius: Membaca Al Fatihah.
64
Intervensi yang dilakukan pada Tn.R adalah memberikan terapi
Psikoreligius: Membaca Al Fatihah kepada pasien halusinasi pendengaran.
Dimana setelah dilakukan intervensi selama 3 hari terjadi penurunan gejala
halusinasi pada Tn.R.
Implementasi untuk klien dengan gangguan persepsi sensori: halusinasi
pendengaran SP pada klien dengan halusinasi ada 4 yaitu SP 1: Mengontrol
halusinasi dengan menghardik dan dengan terapi Psikoreligius: Membaca
Al Fatihah, SP 2: Mengontrol halusinasi dengan cara minum obat, SP 3:
Mengontrol halusinasi dengan cara bercakap-cakap, SP 4: Mengontrol
halusinasi dengan kegiatan terjadwal. Hal ini yang menjadi fokus penelitian
adalah SP 1 yaitu Mengontrol halusinasi dengan menghardik dan dengan
terapi Psikoreligius: Membaca Al Fatihah. Waktu pemberian terapi
Psikoreligius: Membaca Al Fatihah dilakukan selama 3 hari yang terdiri dari
4 tahap; tahap persiapan, tahap orientasi, tahap kerja, dan tahap terminasi
dilakukan selama 3 hari dimulai dari tanggal 11 April 2022. Untuk diagnosa
Isolasi Sosial implementasi yang dilakukan yaitu mengidentifikasi
penyebab isos, tanda dan gejala dan menjelaskan keuntungan dan kerugian
memiliki teman, melatih cara berkenalan 2-3 orang saat melakukan kegiatan
harian, melatih cara berkenalan 4-5 orang saat melakukan kegiatan harian,
melatih cara berkenalan >5 orang saat melakukan kegiatan harian. Untuk
diagnosa Defisit Perawatan Diri implementasi yang dilakukan adalah latih
cara menjaga kebersihan diri: mandi dan ganti pakaian, sikat gigi, cuci
rambut, potong kuku. Latih cara berdandan setelah kebersihan kebersihan
diri : sisiran dan cukuran. Latih cara makan dan minum yang baik dan latih
BAB dan BAK yang baik.

B. Pengkajian

Ruang Rawat: Wisma Cendrawasih Tanggal masuk: 30 Maret 2022

65
I. Identitas Klien
Inisia : Tn.R
Umur : 31 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
No. Rekam Medis : 04.31.01
Tanggal Pengkajian : 11 April 2022
Alamat : Pessel
Informasi : Pasien, status pasien, keluarga pasien dan perawat

Alasan Masuk
Pasien masuk IGD pada tanggal 30 Maret 2022 pukul 10.00 wib, diantar
oleh keluarga untuk ke-3 kalinya dengan keluhan gelisah, emosi labil,
klien sering bicara sendiri, bicara ngaur, suka tertawa sendiri, menangis
tanpa sebab, mendengar suara-suara yang sering mengejek nya dan sering
curiga akan dijahati oleh orang lain. Pada saat dirumah, klien teratur
minum obat sebelum obat yang dari RSJ habis, namun pada saat setelah
obat habis dan pasien diajak untuk konsul lagi ke RS, pasien menolak dan
selalu memiliki halasan untuk menghindar. Lalu klien dibawa lagi ke RSJ
untuk ke-3 kalinya dengan keluhan yang sama.

II. Faktor Predisposisi


a. Gangguan jiwa di masa lalu
Pada saat dilakukan pengkajian pada tanggal 11 April 2022 klien
mengatakan pernah dirawat sebelumnya. Klien mengalami penyakit
gangguan jiwa dari tahun 2021. Klien sebelumnya sudah 2 kali di rawat
di RSJ. Prof. H.B. Sa’anin padang pada tgl 05 Februari 2021. Pada awal
klien mengalami gangguan jiwa, klien mendengar suara-suara yang
mengejeknya dan menyuruhnya untuk melukai orang lain, bahkan klien
suka marah-marah, merusak alat rumah, membakar didalam rumah,
perilaku kacau, bernyanyi, berbicara kacau dan suka tertawa sendiri,
66
klien terakhir dirawat pada tanggal 20 Agustus 2021 untuk ke 2 kalinya
dengan keluhan gelisah, sering jalan keluar rumah, curiga sama orang
lain kalau klien akan disakiti, marah-marah tanpa sebab, emosi labil,
merusak alat-alat rumah tangga, mendengar suara-suara, yang
mengejeknya, berbicara ngaur dan tertawa sendiri.
b. Pengobatan sebelumnya
Keluarga pasien mengatakan pada tahun 2021 klien menjalani
pengobatan ke puskesmas Kambang tetapi tidak ada perubahan
sehingga harus di bawa ke RSJ Prof HB Saanin Padang. Pada saat
dirumah, klien teratur minum obat sebelum obat yang dari RSJ habis,
namun pada saat setelah obat habis dan pasien diajak untuk konsul lagi
ke RS, pasien menolak dan selalu memiliki halasan untuk menghindar.
Pada saat klien sudah diperbolehkan pulang dari RSJ, klien putus obat
dan menghindar untuk berobat kembali.
c. Trauma
1) Aniaya Fisik
Pasien mengatakan pernah menjadi korban dan pelaku perilaku
kekerasan atau penganiayaan fisik kepada lingkungan sekitar dengan
alasan yang tidak jelas.
2) Aniaya Seksual
Pasien mengatakan dirinya tidak pernah menjadi korban, pelaku
ataupun saksi penganiayaan seksual.
3) Penolakan
Pasien mengatakan pernah mengalami penolakan oleh keluarganya
dan pasien juga mengalami penolakan dilingkungan masyarakat
karena pernah dirawat di RSJ.

4) Kekerasan Dalam Keluarga


Pasien mengatakan pernah memukul tetangganya karena ia curiga
mereka akan membunuh keluarganya.
67
5) Tindakan Kriminal
Pasien mengatakan tidak pernah memakai narkoba dan sejenisnya.
Pasien mengatakan ia tidak pernah menjadi saksi tindakan criminal
dan tidak pernah mencuri, ataupun menggunakan benda tajam
lainnya.
Masalah Keperawatan : Resiko Perilaku Kekerasan
d. Anggota Keluarga Yang Mengalami Gangguan Jiwa
Keluaraga mengatakan tidak ada anggota keluarga klien yang
mengalami gangguan jiwa seperti klien.
Masalah Keperawatan : Tidak Ada Masalah
e. Pengalaman Masa Lalu Yang Tidak Menyenangkan
Klien mengatakan waktu sekolah tidak naik kelas dan sempat dimarahi
oleh orang tuanya, dan pada saat itu klien kecewa karena orang tuanya
tidak sayang dan tidak memberi dukungan untuk klien.
Masalah Keperawatan : Gangguan Proses Keluarga

III. Pemeriksaan Fisik


a. Tanda-tanda vital
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : 88 x/i
Pernafasan : 20 x/i
Suhu : 36,5ºC
b. Ukuran
Tinggi Badan : 172 cm
Berat Badan : 50 kg
c. Keluhan Fisik
Klien mengatakan saat ini tidak ada keluhan fisik yang dirasakan.
Masalah Keperawatan : Tidak Ada Masalah
IV. Psikososial
Skema 3.1

68
Keterangan:
: Laki-laki : Meninggal
: Perempuan : Serumah
: Klien

Klien anak ke 2 dari 3 bersaudara, 1 orang kakak perempuan, 1


orang adik perempuan, orang tua perempuan klien sudah meninggal.
Klien tinggal bersama dengan kakak perempuan dan adik perempuan.
Klien mengatakan tidak ada masalah komunikasi dalam keluarga.
Komunikasi dalam keluarga klien adalah komunikasi dua arah, dan yang
mengambil keputusan dalam keluarga adalah kakak perempuan, klien
mengatakan dirumah menggunakan pola asuh orang tua yang demokrasi
karena klien bebas menentukan keinginannya.
Masalah Keperawatan : Tidak Ada Masalah

V. Konsep Diri
a. Gambaran Diri
Klien mengatakan tidak ada yang kurang pada dirinya karena Allah
sudah menciptakan umatnya yang sempurna. Pasien mengatakan
menyukai semua bagian tubuhnya.
b. Identitas Diri

69
Klien seorang laki-laki yang berumur 31 tahun, belum menikah, dan
pendidikan terakhir SMK. Beragama islam, klien mengatakan bahwa
merasa puas menjadi seorang laki-laki.
c. Peran Diri
Pasien berperan sebagai adek, kakak dan anak yang belum mampu
membahagiakan keluarga khususnya orang tuanya.
d. Ideal Diri
Pasien berharap bisa cepat keluar dari RSJ serta dapat kembali
berjumpa dengan keluarganya. Pasien juga berharap agar masyarakat
menerima klien dengan baik dan segera mendapatkan pekerjaan.
e. Harga Diri
Klien mengatakan dirinya tidak berguna karena klien tidak memiliki
pekerjaan yang tetap. Klien juga mengatakan bahwa dirinya tidak
berharga karena tidak ada membuat orang tua, kakak dan adiknya
bangga. Kemudian dilingkungan sekitar rumahnya klien juga tidak
ada berguna karena klien jarang diikutsertakan dalam kegiatan di
lingkungan masyarakat. Klien mangatakan dalam masyarakat
pendapatnya kurang didengar, klien merasa tidak berarti di
masyarakat.
Masalah Keperawatan : Gangguan Konsep Diri : Harga Diri
Rendah

VI. Hubungan Sosial


a. Orang Terdekat
Orang terdekat klien adalah kakak perempuannya, kepada kakaknya
klien sering bercerita dan mengungkapkan semua yang dirasakannya.
Klien mengatakan lebih dekat sama kakaknya daripada adiknya.
Pasien mengatakan bahwa ia memiliki teman dekat selama di RSJ.
Klien mengatakan menyayangi keluarganya, dan teman-temannya.
b. Peran Serta Dalam Kegiatan Kelompok atau Masyarakat

70
Klien mengatakan jarang ikut serta dalam kegiatan masyarakat,
seperti gotong royong dan acara-acara lain yang diadakan
dilingkungan rumahnya. Semenjak klien sakit tidak ada kegiatan
sosial dimasyarakat dilakukan atau diikutinya. di lingkungan sekitar
rumah klien tidak mau berkomunikasi dengan teman atau masyarakat
sekitarnya, suka menyendiri, dan tidak mau bergabung dengan
temannya
c. Hambatan Dalam Hubungan Dengan Orang Lain
Klien mengatakan orang-orang dilingkungannya tidak mau berteman
dengannya karena klien pernah dirawat di RSJ dan klien dijauhi oleh
orang-orang dilingkungannya. Klien suka menyendiri, dan klien
mengatakan malas berkumpul/ bergabung dengan temannya, dan
Tn.A mengatakan tidak semangat.
Masalah Keperawatan : Isolasi Sosial

VII. Spiritual
a. Nilai dan Keyakinan
Klien mengatakan beragama islam dan klien percaya dengan adanya
Tuhan dengan menjalankan ibadah shalat. Klien menggangap
gangguan jiwanya takdir dari Tuhan Yang Maha Esa.
b. Kegiatan Ibadah
Pasien mengetahui sholat lima waktu. Selama dirawat di RSJ. pasien
tampak jarang melakukan ibadah shalat. Dirumah klien ada shalat
meskipun ada sekali-sekali tidak melaksanakan ibadah shalat. Pasien
mengatakan jika ia tidak melaksanakan ibadah shalat maka ia akan
berdosa.
Masalah Keperawatan :Tidak Ada Masalah

VIII. Status Mental


71
a. Penampilan
Pasien mengatakan malas sisir rambut, pasien juga mengatakan
tidak menggosok gigi, dan pasien mengatakan mandi kadang pakai
sabun kadang tidak. Pasien berpenampilan kurang rapi. Pasien
tampak memakai pakaian yang diganti setiap hari. Rambut pasien
berketombe, berantakan, berminyak dan badan klien agak berbau,
mulut berbau dan gigi klien kotor, serta saat makan tampak
berserakan.
Masalah Keperawatan : Defisit Perawatan Diri
b. Pembicaraan
Pasien berbicara dengan jelas. Pasien menjawab pertanyaan yang
diberikan, dan terkadang pasien bicara ngaur. Pasien sering
berpindah ke topik lain yang tidak ada hubungannya dengan
pertanyaan yang diberikan perawat. Pasien cepat merasa bosan
ketika berbicara dengan perawat.
Masalah Keperawatan : Hambatan Komunikasi Verbal
c. Aktivitas Motorik
Pasien mengatakan menutup telinga jika sumber suara halusinasinya
datang, pasien tidak tenang saat bicara, pasien gelisah dan suka
pergi-pergi, atau mondar-mandir.
Masalah Keperawatan : Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi
Pendengaran
d. Alam Perasaan
Pasien mengatakan ia bosan karena sudah lama tinggal di RS. Jiwa.
Pasien merasa sedih karena belum bisa pulang, klien lebih banyak
diam, ekspresi wajah datar dan sering menangis
Masalah Keperawatan : Ansietas

e. Afek
72
Klien tampak datar, klien tampak sering menyendiri, tampak sedih,
bicara hanya seperlunya saja dan merasa bahwa dirinya tidak
berguna.
Masalah Keperawatan : Gangguan Konsep Diri : Harga Diri
Rendah
f. Interaksi Selama Wawancara
Saat dilakuakan wawancara klien tidak kooperatif. Pada saat
interaksi klien selalu mempertahankan pendapatnya. Pada saat
ditanya klien mudah tersinggung dan marah jika ditanya-tanya.
Masalah Keperawatan : Resiko Perilaku Kekerasan
g. Persepsi
Klien mengatakan mendengar suara-suara yang membisikan di
kedua telinganya yaitu “ayo hadapi saya, saya akan membunuh
keluargamu”. Suara-suara itu sering muncul pada saat sepi dan
tengah malam disaat orang tertidur lelap dan suasana sunyi sebanyak
2- 3 kali dalam waktu 10 menit, suara itu muncul juga pada maghrib
sebanyak 1 kali. Respon klien menutup telinga dan menangis sambil
marah-marah, pasien tampak berjalan mondar-mandir. Perasaan
klien takut dengan suara itu. Klien tampak berbicara sendiri dengan
mulut komat-kamit, dan terkadang klien tanpak berbicara sendiri
dengan nada suara yang pelan sekali saat ditanya namun pasien
menyangkal.
Masalah Keperawatan :Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi
Pendengaran
h. Proses Pikir
Pada saat interaksi dengan perawat, pembicaraan klien meloncat
dari satu topik ke topik lainnya, masih ada hubungan yang tidak
logis dan tidak sampai pada tujuan atau disebut juga dengan flight
of ideas.
Masalah Keperawatan : Gangguan Proses Pikir
i. Isi Pikir
73
Klien meyakini dirinya, dia mampu untuk sembuh agar bisa mencari
kerja dan membantu keluarganya dirumah
Masalah Keperawatan : Tidak Ada Masalah
j. Tingkat Kesadaran
Pada saat dilakukan wawancara kepada pasien, pasien tampak sadar
dan mengerti dengan pertannyaan yang diajukan perawat. Pasien
mengetahui identitas dirinya seperti siapa dirinya dan usianya. Saat
ditanya tentang waktu, pasien sedikit lupa mengenai tanggal saat ini.
Pasien mengatakan ia tahu bahwa ia sedang berada di RSJ. Prof.
H.B. Sa’anin Padang sebagai pasien dan bagaimana dirinya bisa
dirawat di rumah sakit.
Masalah Keperawatan :Tidak Ada Masalah
k. Memori
1) Gangguan daya ingat jangka panjang
Klien mampu mengingat kejadian jangka panjang dibuktikan
pasien dapat mengingat tahun berapa pertama kali masuk RSJ
2) Gangguan daya ingat jangka pendek
Klien mampu mengingat kejadian jangka pendek dibuktikan
dengan Pasien mampu mengingat terakhir kali dirawat di RSJ dan
hari rawatan selama di RSJ.
Masalah Keperawatan : Tidak Ada Masalah
l. Tingkat Konsentrasi dan Berhitung
Konsentrasi pasien mudah dialihkan saat ada hal lain yang
mengganggu pasien seperti saat pasien sedang berbincang dengan
perawat, ada seorang pasien lain yang mengganggu pasien, saat itu
konsentrasi pasien langsung terfokus pada pasien lain tersebut dan
membuat pembicaraan sedikit terganggu. Pasien tidak mengalami
gangguan atau masalah dalam berhitung.
MasalahKeperawatan : Tidak Ada Masalah

m. Kemampuan Penilaian
74
Klien tidak ada mengalami gangguan dalam penilaian dibuktikan
dengan klien mengatakan terlebih dahulu mandi baru makan.
Masalah Keperawatan : Tidak Ada Masalah
n. Daya Tilik Diri
Pasien mengetahui alasan mengapa dirinya dibawa ke RSJ. Prof.
H.B. Sa’anin Padang, pasien mengatakan dirinya melempar alat-alat
rumah tangga, memukul tetangga, kemudian keluarga membawanya
ke RSJ Prof. H.B. Sa’anin Padang. Pasien tidak menyalahkan
keluarganya karena telah membawa dirinya ke RSJ.
Masalah Keperawatan :Tidak Ada Masalah

IX. Kebutuhan Persiapan Pulang


a. Makan
Pasien mengatakan makan 3x sehari yaitu pagi, siang dan malam. Pasien
memakan makanan yang disediakan oleh rumah sakit. Pasien
mengatakan bahwa dirinya menyukai makanan yang disediakan rumah
sakit dan selalu menghabiskannya. Pasien mampu mengambil makanan
secara mandiri, pasien mampu meletakan kembali peralatan makan
ketempatnya dan membersihkannya seperti mencuci gelas sehabis makan
dengan arahan perawat.
Masalah Keperawatan : Tidak Ada Masalah
b. Defekasi /Berkemih
Pasien BAK dan BAB secara mandiri dengan menggunakan toilet
sebagai tempat toileting. Pasien mampu membersihkan diri saat setelah
BAK/BAB. Saat keluar dari WC baju celana pasien tampak rapi dan
tidak basah.
Masalah Keperawatan : Tidak Ada Masalah
c. Mandi
Pasien sudah mandiri dalam hal kebersihan diri dimana pasien mandi 2
kali sehari. Pasien mengatakan ia menggosok gigi ketika dirinya mandi.

75
Pasien malas mencuci rambut. Kuku pasien tampak pendek dan bersih.
Masalah Keperawatan : Tidak Ada Masalah
d. Berpakaian
Pasien tampak kurang rapid an diarahkan dalam berpakaian, pasien
jarang berdandan dan menyisir rambut.
Masalah Keperawatan : Defisit Perawatan Diri
e. Istirahat dan tidur
Pasien mengatakan ada tidur siang lebih kurang 1 jam dan tidur malam ±
8 jam. Saat sebelum tidur pasien tidak menggosok gigi namun pasien
mencuci tangan dan kaki sebelum tidur, pasien juga mengatakkan bahwa
ia sering lupa untuk berdoa sebelum tidur.
Masalah Keperawatan : Tidak Ada Masalah
f. Penggunaan Obat
Pasien tidak mengetahui obat yang dia minum. Pasien butuh pengawasan
dalam minum obat. Pasien minum obat sesuai dengan order dokter
dengan di awasi oleh perawat. Pasien tampak meminum obat secara
teratur apabila diarahkan oleh perawat.
Masalah Keperawatan : Tidak Ada Masalah
g. Pemeliharan Kesehatan
Pasien mengatakan jika diperbolehkan pulang pasien akan rajin kontrol
ke Pelayanan Kesehatan, pasien mengatakan akan meminum obat teratur
jika boleh pulang dan tidak akan putus obat lagi. Pasien tinggal bersama
keluarganya yang akan mengingatkan pasien untuk menjaga
kesehatannya.
Masalah Keperawatan : Tidak Ada Masalah
h. Aktivitas didalam rumah
Pasien mengatakan saat dirumah pasien mampu merapikan kamar tidur,
melipat selimut, mencuci piring , dan mencuci pakaian. Selama dirawat
di RSJ pasien tampak mampu melakukan aktivitas yang biasa dilakukan
dirumah seperti merapikan tempat tidur, menyapu, dan mencuci piring
dibawah pengawasan perawat.
76
Masalah Keperawatan : Tidak Ada Masalah
i. Aktivitas Diluar rumah
Pasien mengatakan tidak ada melakukan aktivitas diluar rumah. Pasien
mengatakan tidak ada mengikuti kegiatan-kegiatan di sekitar rumahnya.
Masalah Keperawatan :Isolasi Sosial

X. Mekanisme Koping
a. Koping Adaptif

Klien dapat berkomunikasi dengan orang lain jika orang lain yang
memulai pembicaraan. Saat berkomunikasi klien tampak mudah
dialihkan namun jika sudah diarahkan klien dapat melanjutkannya.
Klien dapat diarahkan untuk mengontrol halusinasinya. Selama di
RSJ Klien mengikuti kegiatan seperti senam, penyuluhan dan TAK.
Masalah Keperawatan : Tidak Ada Masalah
b. Mekanisme Maladaptif
Klien jarang berkomunikasi dengan teman atau masyarakat di sekitar
lingkungannya, jika keinginan klien tidak terwujud maka klien langsung
marah dan sering duduk menyendiri.
Masalah Keperawatan :Ketidakefektifan Koping Individual

XI. Masalah Psikososial dan Lingkungan


a. Masalah dengan dukungan kelompok
Pasien mengatakan tidak begitu dekat dengan dengan teman-temannya
yang di rawat di RSJ. Saat dirawat pasien lebih banyak duduk sendirian
di luar. Sebelum dirawat pasien merasa tidak dihargai oleh teman
sebayanya dan jarang bergaul dengan orang lain
b. Masalah berhubungan dengan lingkungan
Pasien mengatakan kalau ia lebih banyak dirumah dan jarang bergaul
dengan masyarakat sekitar.

77
c. Masalah dengan pendidikan
Pendidikan pasien sampai SMK. Pasien tidak ada merasa terganggu
dengan pendidikannya saat ini
d. Masalah dalam pekerjaan
Pasien tidak bekerja, pasien kadang membantu kakaknya berjualan kue
di rumah
e. Masalah dengan perumahan
Pasien tinggal bersama keluarganya di rumah milik orang tuanya.
f. Masalah Ekonomi
Pasien berasal dari golongan ekonomi rendah. Kebutuhan sehari-hari
dipenuhi oleh kakaknya.
g. Masalah dengan pelayanan kesehatan
Pasien mengatakan saat sakit ia dibawa oleh keluarga ke puskesmas
ataupun ke Rumah Sakit terdekat.
Masalah Keperawatan : Tidak Ada Masalah

XII. Pengetahuan
Pasien mengatakan ia mengetahui mengapa dibawa ke RSJ, pasien juga
tahu apa yang menyebabkan dia sakit. Pasien mengetahui bahwa dirinya
dibawa ke RSJ karena mendengar suara-suara, marah-marah sendiri dan
sering tertawa sendiri. Pasien mengatakan minum obat secara teratur
ketika dirumah tetapi jika obat habis, pasien mengatakan malas untuk
berobat kembali.
Masalah Keperawatan : Tidak Ada Masalah

XIII. Aspek Medis


Diagnosa Medis : Skizofrenia paranoid
Terapi Medis : Risperidon 2x3 mg, Lorazepam 1x2 mg

78
C. Analisa Data

Tabel 3.1
NO DATA MASALAH
1 Ds : Gangguan Sensori Persepsi:
- Klien mengatakan Halusinasi Pendengaran
mendengar suara-suara yang
membisikan di kedua
telinganya
- Klien mengatakan isi suara
itu yaitu “ayo hadapi saya,
saya akan membunuh
keluargamu”,
- Klien mengatakan suara-
suara itu muncul pada saat
sepi dan tengah malam disaat
orang tertidur lelap dan
terkadang saat maghrib
sebanyak 2-3 kali sekitar 10
menit
- Klien mengatakan suara-
suara yang sering
membuatnya ketakutan dan
menangis
Do :
- Klien tampak bicara sendiri
dan terkadang mulut klien
komat kamit
- Klien tampak menangis dan
tiba-tiba marah-marah
- Klien bicara sendiri dengan
nada suara yang pelan sekali
saat ditanya pasien
menyangkal.
- Klien tampak menempelkan
tangan ditelinga saat suara itu
muncul
2 Ds : Isolasi sosial
- Pasien mengatakan tidak ada
melakukan aktivitas diluar
rumah.
- Pasien mengatakan tidak mau
berkomunikasi dengan teman
atau masyarakat sekitarnya.
suka menyendiri, dan tidak

79
mau bergabung dengan
temannya
- Pasien mengatakan tidak ada
mengikuti kegiatan sosial di
lingkungan masyarakat.
Do :
- Klien tampak sering
termenung
- Klien tampak banyak duduk
sendirian
- Klien tampak suka
menyendiri
- Klien tampak tidak mau
bergabung dengan temannya.
- Klien tampak murung dan
menunduk saat menceritakan
3 Ds : Harga diri rendah
- Klien mangatakan dalam
masyarakat pendapatnya
kurang didengar
- Klien merasa tidak berarti di
masyarakat.
- Klien mengatakan dirinya
tidak berguna karena klien
tidak memiliki pekerjaan
yang tetap.
- Klien mengatakan bahwa
dirinya tidak berharga karena
tidak membuat orang tua dan
keluarganya bangga
- Klien mengatakan
dilingkungan sekitar
rumahnya klien juga tidak
ada berguna karena klien
jarang diikutsertakan dalam
kegiatan di lingkungan
masyarakat.
- Klien mengatakan pernah
menjadi korban dan korban
perilaku kekerasan

Do:
- Klien tampak sedih
- Klien tampak kecewa
- Kontak mata kurang dan
Afek datar
80
4 Ds : Defisit perawatan diri
- Klien mengatakan malas
sisir rambut
- Klien mengatakan tidak
menggosok gigi
- Klien mengatakan mandi
kadang pakai sabun kadang
tidak

Do :
- Klien tampak kurang rapi
- Rambut klien tampak
berketombe dan badan
berbau
- Klien makan berserakan
- Mulut berbau dan gigi klien
tampak kotor.
5 Ds : Resiko perilaku kekerasan
- Klien mengatakan pernah
memukul tetangga karena
mereka akan membunuh
keluarganya
- Klien mengatakan sulit untuk
mengontrol emosinya
Do :
- Klien tampak mondar-
mandir, mata merah,
pandangan tajam dan mudah
marah atau labil
- Klien tampak tidak tenang
saat bicara.
- Klien mudah tersinggung
jika ditanya
6 Ds : Gangguan proses pikir
- Klien mengatakan tidak dapat
mengingat semua kejadian
dimasa lalu

Do :
- Pada saat interaksi dengan
perawat pembicaraan klien
meloncat dari satu topik ke
topik yang lain
7 Ds : Hambatan komunikasi verbal
- Pasien sering berpindah ke
topik lain yang tidak ada
81
hubungannya dengan
pertanyaan yang diberikan
perawat.
- Pasien mengatakan cepat
merasa bosan ketika
berbicara dengan perawat.
Do :
- Pasien menjawab pertanyaan
yang diberikan namun pasien
berbicara ngaur
- Pasien tidak bisa
mempertahankan kontak
mata
8 Ds : Ketidakefektifan Koping
- Klien mengatakan jarang Individual
berkomunikasi dengan teman
atau masyarakat di sekitar
lingkungannya
- Keluarga klien mengatakan
jika keinginan klien tidak
terwujud maka klien
langsung marah
Do :
- Klien tampak sering duduk
sambil bicara sendiri
- Klien tidak mau menatap
mata perawat
9 Ds : Gangguan Proses Keluarga
- Klien mengatakan pernah
dimarahi oleh orang tuanya
karena tidak naik kelas
Do :
- Klien tampak kecewa dengan
orang tuanya
- Klien tampak sedih
10 DS : Ansietas
- Klien mengatakan bosan
karena sudah lama tinggal di
RSJ
- Klien mengatakan sedih
karena belum bisa pulang

DO :
- Klien tampak sering
menangis
- Klien tampak diam
82
- Klien tampak cemas dan
sedih

D. Daftar Masalah

1. Gangguan Sensori Persepsi: Halusinasi Pendengaran


2. Isolasi sosial
3. Harga diri rendah
4. Defisit perawatan diri
5. Resiko Perilaku kekerasan
6. Gangguan proses pikir
7. Hambatan komunikasi verbal
8. Ketidakefektifan koping individual
9. Gangguan Proses Keluarga
10. Ansietas

D. Pohon Masalah

Skema 3.2

Resiko Perilaku Kekerasan

Gangguan Sensori
Persepsi : Halusinasi
Penglihatan

Defisit
Hambatan Komunikasi Isolasi Sosial Gangguan Perawatan
Verbal Proses Pikir
Diri

Harga Diri Rendah

Ketidakefektifan koping individual Ansietas83


Gangguan Proses Keluarga

E. Diagnosa Keperawatan

Tabel 3.2
Diagnosa Hari/tanggal Hari/tanggal TTD
No TTD
Keperawatan muncul teratasi
1. Gangguan Selasa, 11 April Gafitri Diani Selasa, 18 April Gafitri Diani
Sensori 2022 2022
Persepsi:
Halusinasi
Pendengaran
2. Isolasi Sosial Selasa, 11 April Gafitri Diani Selasa, 18 April Gafitri Diani
2022 2022

3. Defisit Selasa, 11 April Gafitri Diani Selasa, 18 April Gafitri Diani


Perawatan Diri 2022 2022

4 Resiko Selasa, 11 April Gafitri Diani Selasa, 18 April Gafitri Diani


Perilaku 2022 2022
Kekerasan

5 Harga Diri Selasa, 11 April Gafitri Diani Selasa, 18 April Gafitri Diani
Rendah 2022 2022

84
F. Intervensi

Rencana Tindakan Keperawatan Pada Tn.R Dengan Halusinasi Pendengaran


di RSJ Prof. H.B. Sa’anin Padang
Tabel 3.3
Diagnosa
No Keperawat Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
an
Untuk Pesien
1 Gangguan Pasien Mampu : Setelah 1x pertemuan SP 1 Pasien Halusinasi 1. dengan
Persepsi 1) Pasien pasien mampu: 1. mengidentifikasi halusinasi memberikan
Sensori: mengenal 1) Dapat menyebutkan a) mengidentifikasi pemahaman
Halusinasi halusinasi jenis, isi, waktu, halusinasi tentang
pendengara yang frekuensi, situasi b) mengidentitfikasi halusinasi
n dialaminya pencetus dan frekuensi waktu mampu
(jenis, isi, perasaan saat terjadinya memahami:
waktu, halusinasi c) mengidentifikasi a) masalah yang
frekuensi, 2) Mampu perasaan saat terjadinya dialami
situasi menyebutkan halusinasi b) kapan masalah
pencetus manfaat dari d) mengdentifikasi respon timbul,menghind
dan program saat terjadi halusinasi ari waktu dan
perasaan pengobatan yang 2. jelaskan cara mengontrol situasi saa masala
saat dilakukan halusiansi dengan cara h timbul
halusinasi hardik, obat, bercakap, dan c) pentingnya
dan mampu melakukan kegiatan masalah
menjelaskan 3. mengajarkan cara halusinasi untuk
dan mengontrol halusinasi diatasi karena
memperaga dengan cara menghardik perasaan tidak
85
kan cara a) jelaskan cara nyaman saat
mengontrol menghardik + terapi munculnya
halusinasi) psikoreligius: membaca halusinasi
Al Fatihah menimbulkan
2) Pasien b) peragakan cara perilaku
mengikut menghardik + terapi maladaptive
i program psikoreligius: membaca
pengobat Al Fatihah
an secara c) minta pasien untuk
optimal mengulangi kembali
4. menganjurkan pasien untuk
memasukkan dalam jadwal
kegiatan sehari – hari dan
berikan pujian
1. Pasien dapat Setelah 1 x dilakukan SP 2 Pasien Halusinasi 1. penggunaan obat
mengontrol pertemuan diharapkan 1. evaluasi kegiatan merupakan bagian
halusinasiny pasien mampu: menghardi. Beri pujian penting dalam
a dengan 1) Menyebutkan 2. menjelaskan cara mengndalikan gejala
cara minum kegiatan yang sudah mengontrol halusinasi halusiansi dengan
obat dilakukan dengan cara teratur minum mengetahui manfaat
2) Mampu obat dan akibat tidak
menjelaskan dan a) jelaskan pentingnya minum obat akan
memperagakan cara minum obat menimbulkan
mengontrol b) jelaskan akibat bila motivasi klien untuk
halusinasi tidak minum obat patuh minum obat
c) jelaskan akibat putus
minum obat

86
d) jelaskan cara
menapatkan obat /
berobat
e) jelaskan cara
menggunakan obat
dengan 6 benar
f) latih klien minum obat
secara teratur
3. memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian untuk
latihan menghardik dan
minum obat
1) Pasien Setelah 1 x dilakukan SP 3 Halusinasi 1. Menilai kemampuan
dapat pertemuan diharapkan 1) Mengevaluasi jadwal perkembangan pasien
mengontr pasien mampu: kegiatan pasien cara minum 2. Dengan bercakap-cakap
ol obat yang benar dan cara mengalihkan fokus dan
halusinas 1) Menyebutkan mengontrol halusinasi perhatian dan
inya kegiatan yang dengan menghardik menghindarkan saat
dengan sudah dilakukan 2) Melatih cara mengontrol pasien merasakan
cara 2) Mampu halusinasi dengan sensasi palsu
bercakap memperagakan bercakap-cakap dengan 3. Memungkinkan pasien
-cakap cara bercakap- orang lain melakukan kegiatan
cakap dengan 3) Mengajurkan pasien dengan teratur
orang lain memasukan mengontrol
halusinasi dengan cara
bercakap-cakap dengan
orang lain kedalam jadwal

87
kegiatan harian dan berikan
pujian
1) Pasien Setelah 1 x dilakukan SP 4 Pasien Halusinasi 1. Menilai kemampuan
dapat pertemuan diharapkan 1) Mengevaluasi jadwal perkembangan
mengontr pasien mampu: kegiatan pasien yang telah pasien
ol 1) Menyebutkan lalu cara minum obat yang 2. Dengan aktivitas
halusinas kegiatan yang benar, cara mengontrol terjadwal memberi
inya sudah dilakukan halusinasi dengan kesibukan yang
dengan 2) Membuat jadwal menghardik, bercakap- menyita waktu dan
cara kegiatan sehari- cakap perhatian
aktivitas hari dan mampu 2) Melatih pasien menghindarkan
terjadwal memperagakan mengendalikan pasien merasakan
halusinasinya dengan sensasi palsu
melakukan aktivitas yang 3. Memberikan
terjadwal (Kegiatan yang pemahaman tentang
biasa dilakukan dirumah) pencegahan
3) Jelaskan pentingnya munculnya
aktivitas halusinasi dengan
4) Diskusikan aktivitas yang aktivitas positif yang
biasa dilakukan pasien bermanfaat yang bisa
5) Latih pasien melakukan dilakukan
aktifitas 4. Dengan memantau
6) Susun jadwal aktivitas pelaksanaan jadwal
sehari-hari memastikan
7) Pantau pelaksanaan intervinsi yang
kegiatan diberikan, dilakukan
8) Mengajurkan pasien oleh pasien dan
memasukan aktivitas dengan penguatan

88
terjadwal kedalam jadwal positif mendorong
kegiatan harian dan berikan pengulangan prilaku
pujian yang diharapkan
Untuk
Keluarga
1) Keluarga Setelah interaksi 2-3x , SP 1 Keluarga
mampu keluarga mampu 1) Diskusikan masalah yang 1. Mengetahui masalah
membantu menjelaskan tentang dirasakan dalam merawat klien yang dihadapi keluarga
klien halusinasi dan cara 2) Jelaskan pengertian, tanda dalam merawat pasien
mengontrol merawat keluarga gejala, penyebab dan proses 2. Menambah pengetahuan
halusinasi dengan halusinasi terjadinya. keluarga
3) Jelaskan cara merawat klien
dengan halusinasi 3. Keluarga dapat merawat
4) Latih cara merawat halusinasi: pasien dengan
hardik halusianasi
4. Keluarga mengetahui
5) Anjurkan membantu klien cara menghardik yang
sesuai jadual dan memberi baik dan benar
pujian. 5. Keluarga dapat
memotivasi klien untuk
cepat sembuh
1) Keluarga Setelah interaksi SP 2 Keluarga
mampu keluarga mampu 1) Evaluasi kegiatan keluarga 1. Mengetahui pemahaman
memperagak merawat klien dalam merawat atau melatih keluarga dalam merawat
an cara halusinasi klien menghardik, beri pujian dan melatih klien
merawat 2) Jelaskan 6 benar cara menghardik
klien dengan memberikan obat 2. Menambah pengetahuan
halusinasi keluarga
89
3) Latih cara memberikan atau 3. Keluarga mengetahui
membimbing minum obat cara memberikan obat
4) Anjurkan membantu klien 4. Keluarga dapat
sesuai jadual dan memberi memotivasi klien untuk
pujian cepat sembuh
1) Keluarga Setelah interaksi SP 3 Keluarga
mampu keluarga mampu 1) Evaluasi kegiatan keluarga 1. Mengetahui pemahaman
memperagak merawat klien dalam merawat atau melatih keluarga dalam merawat
an cara halusinasi klien menghardik dan dan melatih klien
merawat memberikan obat, beri pujian menghardik dan
klien dengan memberikan obat
halusinasi 2) Jelaskan cara bercakap-cakap 2. Menambah pengetahuan
dan melakukan kegiatan untuk keluarga
mengontrol halusinasi
3) Latih dan sediakan waktu 3. Keluarga mengetahui
bercakap-cakap dengan klien cara bercakap-cakap
terutama saat halusinasi yang benar dengan klien
4) Anjurkan membantu klien halusunasi
sesuai jadual dan memberi 4. Keluarga dapat
pujian memotivasi klien untuk
cepat sembuh
1) Keluarga Setelah interaksi SP 4 Keluarga
mampu keluarga mampu 1) Evaluasi kegiatan keluarga 1. Mengetahui pemahaman
membuat membuat aktifitas klien dalam merawat atau melatih keluarga dalam merawat
discharge dirumah dan follow up klien menghardik dan dan melatih klien
planning dan klien memberikan obat, dan menghardik,
follow up bercakap- cakap, beri pujian memberikan obat dan
klien pulang bercakap-cakap
90
2) Jelaskan Follow up ke RSJ/ 2. Agar pengobatan tidak
PKM, tanda kambuh, rujukan putus
3) Anjurkan membantu klien 3. Keluarga dapat
sesuai jadual dan memberi memotivasi klien untuk
pujian cepat sembuh

(Keliat, 2014)

Diagnosa
No Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Keperawatan
Untuk Pesien
2 Isolasi Sosial Pasien mampu: Seteh 1x pertemuan SP 1 Pasien Isolasi Sosial 1. Hubungan saling
1) Membina pasien mampu: 1) Bina hubungan saling percaya merupakan
hubungan 1) Membina percaya landasan dasar
saling hubungan 2) Bantu pasien interaksi perawat
percaya saling percaya mengenal penyebab dengan pasien
2) Menyadari 2) Mengenal Isolasi Sosial dengan sehingga pasien
penyebab penyebab tindakan: terbuka dalam
Isolasi Isolasi Sosial, a) Menanyakan mengunggkapkan
Sosial keuntungan tentang pendapat masalahnya dan
3) Berinteraksi berhubungan pasien tentang menimbulkan sikap
dengan dengan orang kebisaan berinterksi menerima terhadap
orang lain lain dan dengan orang lain orang lain
kerugian tidak 2. Agar pasien dapat
berhubungan mengenal dan
91
dengan orang b) Siapa yang satu mengungkapkan
lain rumah dengan penyebab Isolasi
pasien Sosial yang terjadi
c) Siapa yang dekat 3. Agar pasien
dengan pasien mempunyai
d) Siapa yang tidak keinginan
dekat dengan pasien berinteraksi dengan
dan apa sebabnya orang lain
e) Menanyakan apa 4. Agar pasien
yang menyebabkan menyadari kerugian
pasien tidak ingin yang ditimbulkan
berinteraksi dengan akibat tidak
orang lain. berinteraksi dengan
3) Bantu pasien orang lain
mengenal keuntungan 5. Dengan belajar
dengan orang lain berkenalan
dengan cara menimbulkan
mendiskusikan motivasi pasien
keuntungan bila untuk berinteraksi
pasien memiliki dengan orang lain
banyak teman dan 6. Memberikan rasa
bergaul akrab dengan tanggung jawab
mereka pada pasien untuk
4) Bantu pasien melaksanakan
mengenal kerugian kegiatan yang
bila tidak teratur
berhubungan dengan

92
orang lain dengan
tindakan:
a) Mendiskusikan
kerugian bila pasien
hanya mengurung
diri dan tidak
bergaul dengan
orang lain.
b) Menjelaskan
pengaruh Isolasi
Sosial terhadap
kesehatan fisik
pasien
5) Latih dan ajarkan
pasien berkenalan
dengan cara:
a) Jelaskan kepada
pasien cara
berinteraksi dengan
orang lain
b) Beri contoh cara
berinteraksi dengan
orang lain
i. Sebutkan nama
kita dan nama
panggilan, asal
dan hobbi

93
ii. Menanyakan
nama orang yang
akan diajak
iii. Berkenalan,
nama panggilan,
asal dan
hobbinya
6) Menganjurkan
memasukan dalam
jadwal kegiatan harian
dan berikan pujian
Seteh 1x pertemuan SP 2 Pasien Isolasi Sosial 1. Menilai kemajuan
pasien mampu : 1) Mengevaluasi jadwal perkembangan
1) Mampu kegiatan harian cara pasien
menyebutkan berkenalan dengan 2. Memberikan
kegiatan yang orang yang pertama kesempatan dan
sudah 2) Mengajarkan cara motivasi pasien
dilakukan berinteraksi secara untuk mau
2) Berinteraksi bertahap: Berkenalan melakukan interaksi
dengan orang dengan orang secara bertahap
lain secara pertama yaitu 3. Memberikan suatu
bertahap perawat tanggung jawab
3) Menganjurkan kepada pasien untuk
memasukan dalam melaksanakan
jadwal kegiatan kegiatan yang
harian dan berikan teratur
pujian

94
Seteh 1x pertemuan SP 3 Pasien Isolasi Sosial 1. Sebagai dasar bagi
pasien mampu: 1) Mengevaluasi jadwal perawat untuk
1) Mampu kegiatan cara menilai
menyebutkan berkenalan dengan perkembangan
kegiatan yang orang yang pertama pasien dalam
sudah dan bekenalan mengenal cara
dilakukan dengan orang yang ke berinteraksi
2) Mampu dua 2. Memberikan
berinteraksi 2) Mengajarkan cara motivasi pasien
dengan orang berinteraksi secara untuk berinteraksi
lain secara bertahap: Berkenalan dan mendapatkan
bertahap: dengan 2 (dua) orang respon yang positif
Berkenalan atau lebih
dengan orang 3) Susun jadwal latihan 3. Memberikan
kedua yaitu berkenalan dengan motivasi dan rasa
pasien-pasien orang lain secara tanggung jawab
lain bertahap dalam kepada pasien untuk
jadwal kegiatan melaksanakan
harian kegiatan berkenalan
dengan teratur
Seteh 1x pertemuan SP 4 Pasien Isolasi 1. Sebagai dasar bagi
pasien mampu: 1) Mengevaluasi jadwal perawat untuk
1) Mampu kegiatan harian cara menilai
menyebutkan berkenalan dengan perkembangan
kegiatan yang orang yang pertama pasien dalam
sudah dan bekenalan mengenal cara
dilakukan dengan orang yang ke berinteraksi
dua dan ke tiga

95
2) Mampu 2) Mengajarkan cara 2. Memberikan
berinteraksi berinteraksi secara motivasi pasien
dengan orang bertahap: Melatih untuk berinteraksi
lain secara cara bicara sosial dan mendapatkan
bertahap: Latih 3) Susun jadwal latihan respon yang positif
cara bicara berkenalan dengan 3. Memberikan
sosial orang lain secara motivasi dan rasa
bertahap dalam tanggung jawab
jadwal kegiatan kepada pasien untuk
harian melaksanakan
kegiatan berkenalan
dengan teratur
Untuk Keluarga
1) Keluarga Setelah interaksi 2-3x , SP 1 Keluarga
mampu merawat keluarga mampu 1) Diskusikan masalah yang 1. Mengetahui masalah
klien dengan menjelaskan tentang dirasakan dalam merawat yang dihadapi keluarga
isolasi social penyebab,keuntungan klien dalam merawat pasien
dan kerugian 2) Jelaskan pengertian, 2. Menambah pengetahuan
berkenalan dan cara tanda gejala, penyebab keluarga
merawat dan proses terjadinya 3. Keluarga dapat merawat
isolasi sosial. pasien dengan isolasi
3) Jelaskan cara merawat sosial
pasien dengan isolasi 4. Keluarga mengetahui
sosial cara berkenalan dan
4) Latih dua cara merawat berbicara saat
berkenalan, berbicara melakukan kegiatan
saat melakukan kegiatan
harian
96
5) Anjurkan membantu 5. Keluarga dapat
klien sesuai jadual dan memotivasi klien untuk
memberikan pujian cepat sembuh
1) Keluarga Setelah interaksi SP 2 Keluarga
mampu keluarga mampu 1) Evaluasi kegiatan 1. Mengetahui pemahaman
memperagakan merawat klien isolasi keluarga dalam merawat keluarga dalam merawat
cara merawat sosial atau melatih klien dan melatih klien
klien dengan berkenalan dan berbicara berinteraksi
isolasi sosial saat melakukan kegiatan 2. Menambah pengetahuan
harian, beri pujian keluarga
2) Jelaskan kegiatan rumah 3. Keluarga mengetahui
tangga yang dapat cara memberikan
melibatkan klien membimbing klien
berbicara (makan, sholat, 4. Keluarga dapat
bersama) di rumah memotivasi klien untuk
3) Latih cara membimbing cepat sembuh
klien berbicara dan
memberi pujian
4) Anjurkan membantu
klien sesuai jadual
5. Keluarga Setelah interaksi SP 3 Keluarga 1. Mengetahui
mampu keluarga mampu 1) Evaluasi kegiatan pemahaman
memperagakan merawat klien isolasi keluarga dalam merawat keluarga dalam
cara merawat sosial atau melatih klien merawat dan melatih
klien dengan berkenalan dan berbicara klien berinteraksi
isolasi social saat melakukan kegiatan 2. Menambah
harian, beri pujian pengetahuan
keluarga
97
2) Jelaskan cara melatih 3. Keluarga
klien melakukan kegiatan mengetahui cara
sosial seperti berbelanja, mengajak klien
meminta sesuatu berbelanja
3) Latih keluarga mengajak 4. yang baik dn benar
klien berbelanja 5. Keluarga dapat
4) Anjurkan membantu memotivasi klien
klien sesuai jadual untuk cepat sembuh
6. Keluarga Setelah interaksi SP 4 Keluarga 1. Mengetahui pemahaman
mampu keluarga mampu 1) Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat
membuat membuat aktifitas keluarga dalam merawat dan melatih klien
discharge klien dirumah dan atau melatih klien berkenalan dan
planning dan follow up klien berkenalan dan berbicara berbicara saat
follow up klien saat melakukan kegiatan melakukan kegiatan
pulang harian/RT, berbelanja harian.
2) Jelaskan Follow up ke 2. Agar pengobatan tidak
RSJ/ PKM, tanda putus
kambuh, rujukan 3. Keluarga dapat
3) Anjurkan membantu memotivasi klien untuk
klien sesuai jadual dan cepat sembuh
memberi pujian
(Keliat, 2014)

Diagnosa
No Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Keperawatan
98
Untuk Pasien
3 Defisit Pasien Mampu: Setelah 1x pertemuan Diskusikan tentang kebersihan 1. Dengan diskusi
Perawatan Diri 1) Pasien mampu pasien mampu: diri dengan cara: memberi kesadaran
(DPD) melakukan 1) Mampu 1. Jelaskan pentingnya bahwa dirinya
kebersihan diri menjelaskan kebersihan diri memiliki sesuatu
secara mandiri pentingnya 2. Cara menjaga kebersihan yang dapat
kebersihan diri diri dibanggakan
2) Mampu 3. Jelaskan cara dan alat 2. Agar pasien
melakukan kebersihan diri mengetahui cara
cara merawat 4. Bantu pasien yang benar dalam
diri dengan mempraktekkan cara menjaga kebersihan
kebersihan diri menjaga kebersihan diri diri
5. Menganjurkan memasukan 3. Memberi motivasi
dalam jadwal kegiatan dan rasa tanggung
harian dan beri pujian jawab pada pasien
untuk melaksanakan
kegiatan dengan
teratur
1) Pasien mampu Setelah 1x pertemuan SP 2 Pasien DPD 1. Mengetahui atau
melakukan pasien mampu: 1. Mengevaluasi yaitu cara menilai sejauh mana
berhias atau 1. Mampu menjaga kebersihan diri kegiatan sudah
berdandan menjelaskan 2. Menjelaskan cara dilaksanakan
secra baik pentingnya berdandan dan berhias 2. Agar pasien
berdandan atau 3. Bantu pasien mengetahui cara
berhias mempraktekkan cara berdandan atau
2. Mampu berdandan atau berhias berhias dengan baik
melakukan cara dengan tindakan: 3. Pasien mengetahui
merawat diri cara berpakaian,
99
dengan berdandan a) Untuk pasien laki-laki menyisir rambut
atau berhias latihan: dengan benar
(1) Berpakaian 4. Memberikan
(2) Menyisir rambut motivasi dan rasa
(3) Bercukur tanggung jawab pada
b) Untuk pasien pasien untuk
perempuan latihan: melaksanakan
kegiatan yang teratur
(1) Berpakaian
(2) Menyisir rambut
(3) Berhias
4. Menganjurkan
memasukan dalam jadwal
kegiatan harian dan beri
pujian.
1) Pasien mampu Setelah 1x pertemuan SP 3 Pasien DPD 1. Mengetahui atau
melakukan pasien mampu: 1. Evaluasi kegiatan yang lalu menilai sejauh mana
makan dan 1. Mampu cara menjaga kebersihan diri kegiatan sudah
minum dengan menjelaskan dan berdandan atau berhias dilaksanakan
baik pentingnya makan yang benar 2. Dengan penjelasan
dan minum yang 2. Jelaskan cara makan dan dapat meningkatkan
baik minum dengan baik pemahaman pasien
2. Mampu 3. Bantu pasien mempraktekkan tentang cara makan
melakukan cara cara makan yang baik dengan dan minum yang
merawat diri tindakan: baik
dengan makan dan a) Menjelaskan cara 3. Mampu
minum yang baik mempersiapkan makan mempraktekkan dan
dan minum menjadikan makan

100
b) Menjelaskan cara dan minum yang
makan dan minum yang baik sebagai kegiatan
tertib yang dilakukan
c) Menjelaskan cara dengan teratur
merapikan peralatan 4. Dengan jadwal
makan dan minum memberikan
setelah makan dan motivasi dan rasa
minum tanggung jawab pada
d) Praktekkan makan dan pasien untuk
minum sesuai dengan melaksanakan
tahapan makan dan kegiatan dengan
minum yang baik tertur
4. Menganjurkan memasukan
dalam jadwal kegiatan
harian dan beri pujian.
1. Pasien mampu Setelah 1x pertemuan SP 4 Pasien DPD 1. Mengetahui atau
melakukan pasien mampu: 1. Evaluasi kegiatan yang lalu menilai sejauh mana
defekasi atau 1. Mampu cara menjaga kebersihan diri kegiatan sudah
berkemih menjelaskan dan berdandan atau berhias dilaksanakan
secara mandiri pentingnya BAB yang benar dan makan dan 2. Dengan penjelasan
dan BAK secara minum yang baik dapat meningkatkan
mendiri 2. Jelaskan cara BAB dan BAK pemahaman pasien
2. Mampu secara mendiri tentang cara BAB
melakukan cara 3. Bantu pasien mempraktekkan dan BAK secara
merawat diri cara BAB dan BAK secara mendiri
dengan BAB dan mendiri dengan tindakan: 3. Mampu
BAK secara a) Menjelaskan tempat mempraktekkan dan
mendiri BAB/BAK yang sesuai menjadikan BAB

101
b) Menjelaskan cara dan BAK secara
membersikan diri mendiri sebagai
setelah BAB/BAK kegiatan yang
c) Menjelaskan cara dilakukan dengan
membersikan tempat teratur
BAB/BAK 4. Dengan jadwal
4. Menganjurkan memasukan memberikan
dalam jadwal kegiatan motivasi dan rasa
harian dan beri pujian. tanggung jawab pada
pasien untuk
melaksanakan
kegiatan denga tertur

Untuk Keluarga
Keluarga mampu: Setelah 1x pertemuan SP 1 Keluarga DPD 1. Dengan penyuluhan
1. Melakukan Keluarga mampu: 1. Mendiskusikan masalah dapat melibatkan
perawatan 1. Mengidentifikasi keluarga dalam merawat keluarga dalam
kepada pasien masalah dan pasien dirumah meningkatkan
dengan baik menjelaskan cara 2. menjelaskan tentang kemampuan keluarga
2. Membimbing merawat pasien pengertian, tanda gejala untuk merawat klien
pasien untuk kurang perawatan kurang perawatan diri, jenis sehingga
menjaga diri kurang perawatan diri yang meningkatkan
kebersihan diri 2. Mampu dialami klien serta proses perawatan diri klien.
mempraktekkan terjadinya 2. Memberi kesempatan
cara merawat 3. Menjelaskan cara-cara keluarga
pasien kurang merawat klien dengan kurang mengungkapkan
perawatan diri perawatn diri masalah keluarga
102
4. Melatih keluarga cara dalam merawat klien
merawat kebersihan diri dirumah
5. Menganjurkan membantu 3. Meningkatkan
pasien sesuai jadwal dan pengetahuan dan
berikan pujian kemampuan keluarga
untuk mengenal
masalah yang dialami
klien
4. Memberikan
pemahaman dan
meningkatkan
kemampuan cara-cara
merawat klien.
Setelah pertemuan SP 2 Keluarga DPD 1. Mengetahui
keluarga mampu: 1. Mengevaluasi kegiatan pemahaman keluarga
Mempraktekkan cara keluarga dalam merawat dan dalam merawat dan
merawat pasien melatih klien dalam melatih pasien dalam
kurang perawatan diri kebersihan diri kebersihan diri
2. Membimbing keluarga 2. Menambah
membantu klien berdandan pengetahuan keluarga
3. Menganjurkan membantu 3. Keluarga mengetahui
klien sesuai jadwal dan beri cara membantu klien
pujian berdandan
4. Keluarga dapat
memotivasi klien
untuk cepat sembuh

103
Setelah 1 x pertemuan SP 3 Keluarga DPD 1. Mengetahui
keluarga mampu: 1. Mengevaluasi kegiatan pemahaman keluarga
Mempraktekkan cara keluarga dalam merawat dan dalam merawat dan
merawat pasien melatih klien dalan dalan kebersihan diri
kurang perawatan diri kebersihan diri dan berdandan dan berdandan
2. Membimbing keluarga 2. Keluarga mengetahui
membantu klien makan dan cara membantu klien
minum yang baik makan dan minum
Menganjurkan membantu pasien yang baik
sesuai jadwal dan beri pujian 3. Keluarga dapat
memotivasi klien
untuk cepat sembuh
Setela pertemuan SP 4 Keluarga DPD 1. Mengetahui
keluarga mampu 1. Mengevaluasi kegiatan pemahaman keluarga
melaksanakan follow keluarga dalam merawat dan dalam merawat dalan
up pasien setelah melatih pasien dalan kebersihan diri,
pulang kebersihan diri, berdandan berdandan danmakan
danmakan dan minum yang dan minum yang baik
baik 2. Agar pengobatan
2. Membimbing keluarga tidak putus
merawat dan membantu 3. Keluarga dapat
pasien BAB/BAK yang baik memotivasi klien
3. Menjelaskan follow up ke untuk cepat sembuh
PKM, tanda kambuh, dan
rujukan
Menganjurkan membantu
pasien sesuai jadwal dan beri
pujian

104
(Keliat, 2014)

Diagnosa
Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Keperawatan
No
Untuk Pasien
4 Resiko Prilaku Pasien Mampu: Setelah dilakukan SP 1 PasienPerilaku 1. Dapat diketahui
Kekerasan 1) Pasien dapat intervensi 1x Kekerasan tentang PK pasien, dan
mengontrol dan pertemuan, pasien 1) Identifikasi penyebab, membantu pasien
mengendalikan mampu mengontrol tanda dan gejala, PK dalam mengontrol PK
perilaku perilaku kekerasan yang dilakukan, akibat 2. Agar pasien
kekerasan dengan kriteria: PK. mengetahui jenis-jenis
dengan cara fisik 1) Pasien mampu 2) Menjelaskan cara cara mengontrol PK
(tarik nafas menyebutkan mengontrol PK : fisik, 3. Agar kegiatan lebih
dalam serta 2) penyebab obat, verbal dan spiritual terarah dan
pukul kasur dan perilaku 3) Bantu pasien terkontrolKegiatan
bantal) kekerasan, tanda mempraktekkan cara pasien terkontrol
dan gejala, mengontrol PK dengan 4. Agar pasien lebih
perilaku latihan fisik : tarik nafas mudah dan paham
105
kekerasan yang dalam serta pukul kasur tentang cara
dilakukan dan dan bantal mengontrol PK
akibat perilaku 4) Anjurkan pasien 5. Dengan peragaan
kekerasan memasukkan dalam langsung dan peragaan
3) mempraktekkan jadwal kegiatan harian ulang memungkinkan
latihan cara fisik 5) Anjurkan pasien cara mengontrol PK
(tarik nafas memasukkan dalam dengan latihan fisik
dalam serta jadwal harian dilakukan dengan
pukul kasur dan benar
bantal)

1) Pasien dapat Setelah 1x pertemuan SP 2 Pasien Perilaku 1. Penggunaan obat


mengontrol atau pasien mampu: Kekerasan merupakan bagian
mengendalikan 1) Evaluasi kegiatan pukul yang terpenting dalam
perilaku 1) Jenis, guna, bantal pasien secara pengendalian gejala
kekerasan dosis, frekuensi, teratur. Beri pujian PK dengan mengetahui
dengan cara cara, kontinuitas manfaat dan akibat
minum obat minum obat itu 2) Menjelaskan cara tidak minum obat akan
dengan baik sendiri mengontrol PK dengan menumbuhkan
2) Pasien mampu cara teratur minum obat motivasi pasien untuk
menggunakan a) Jelaskan pentingnya patu
obat sesuai minum obat 2. Agar kegiatan pasien
aturan b) Jelaskan akibat jika lebih terarah dan
obat tidak sesuai terkontrol.
dengan program 3. Agar kegiatan lebih
c) Jelaskan akibat bila terarah dan terkontrol
putus minum obat

106
d) Jelaskan cara
mendapatkan
obat/berobat
e) Jelaskan cara
menggunakan
f) Obat dengan prinsip
6 benar
g) Latih klien minum
obat secara teratur
3) Memasukan mengontrol
Halusinasi dengan cara
teratur minum obat
kedalam jadwal kegiatan
harian dan berikan
pujian

1) Pasien dapat Setelah 1x pertemuan SP 3 Pasien Perilaku 1. Kegiatan pasien


mengontrol atau pasien mampu: Kekerasan terkontrol
mengendalikan mengontrol PK dengan 1) Evaluasi kegiatan latihan 2. Menolak dan meminta
PK dengan cara cara verbal (meminta, fisik, obat dan beri serta mengungkapkan
verbal (meminta, menolak, dan pujian perasaan dengan baik
menolak, dan mengungkapkan 2) Melatih pasien cara dapat meminimalisir
mengungkapkan dengan baik) dengan mengontrol PK secara munculnya PK
dengan baik) kriteria : verbal (meminta, 3. Agar pasien lebih
1) Pasien tidak menolak, terarah dan terkontrol.
marah-marah mengungkapkan dengan
lagi jika baik)

107
permintaan 3) Anjurkan pasien
ditolak. memasukkan dalam
2) Pasien dapat kegiatan harian.
mengungkapkan
perasaan tanpa
emosi
1) Pasien dapat Setelah 1x pertemuan SP 4 Pasien Perilaku 1. Kegiatan pasien
mengontrol atau pasien mampu: Kekerasan terkontrol
mengendalikan mengontrol PK dengan 1) Evaluasi kegiatan latihan 2. Dengan mendekatkan
PK dengan cara cara spiritual (shalat dan fisik, obat, dan verbal diri pada penciptanya
spiritual (shalat berdoa) menurut pasien. Beri pujian pasien lebih tenang
dan berdoa) keyakinan dengan 2) Melatih pasien cara 3. Agar kegiatan pasien
menurut kriteria: mengontrol PK dengaan lebih terarah dan
keyakinan 1) Efektifitas cara yang spiritual (2 kegiatan) terkontrol
dipakai dalam 3) Anjurkan pasien
menyelesaikan memasukkan kedalam
masalah jadwal kegiatan harian
2) Pasien terlihat lebih
tenang
3) Pasien lebih
meningkatkan diri
pada penciptanya
Untuk Keluarga
1) Keluarga dapat Setelah dilakukan SP 1 Keluarga 1. Meningkatkan
memahami interkasi keluarga 1) Mendiskusikan peran serta
tentang PK dan mampu menjelaskan masalah yang keluarga dalam
cara merawat tentang PK dan cara dirasakan keluarga merawat keluarga
dengan PK
108
anggota keluarga merawat anggota dalam merawat 2. Agar keluarga
denga PK keluarga dengan PK pasien PK paham akan
2) Menjelaskan pengertian, tanda
pengertian PK, tanda dan gejala, serta
dan gejala PK, serta proses terjadinya
proses terjadinya PK PK
3) Menjelaskan cara 3. Agar keluarga
merawat pasien PK mengetahui cara
4) Menjelaskan kepada merawat pasien PK
keluarga 6 benar cara 4. Agar pasien dapat
memberikan obat melatih pasien
5) Melatih keluarga dengan latihan
cara memberikan/ fisik.
membimbing pasien 5. Agar keluarga
minum obat paham cara
6) Menganjurkan merawat keluarga
keluarga membantu dengan PK
pasien ssesuai
memasukkan sesuai
jadwal dan
memberikan pujian
1) Keluarga mampu Setelah dilakukan SP 2 Keluarga 1. Kegiatan keluarga
menyebutkan interaksi keluarga 1) Mengevaluasi kegiatan membimbing
cara merawat mampu merawat secara keluarga dalam pasien terkontrol
anggota keluarga langsung anggota merawat/ melatih pasien 2. Agar keluarga
dengan PK keluarga dengan PK dengan fisik. mengetahui 6 benar
Memberikan pujian cara minum obat

109
2) Melatih satu cara 3. Meningkatkan
merawat PK dengan peran serta
melakukan kegiatan keluarga dalam
fisik : tarik nafas dalam merawat keluarga
dalam serta pukul kasur dengan PK
dan bantal 4. Agar keluarga lebih
3) Anjurkan keluarga paham dalam
membantu pasien merawat anggota
memasukkan sesuai keluarga dengan
jadwal. Beri pujian PK
1) Keluarga mampu Setelah dilakukan SP 3 Keluarga 1. Kegiatan keluarga
mengetahui cara interaksi keluarga 1) Mengevaluasi kelgiatan membimbing
mengontrol mampu merawat secara keluarga dalam pasien terkontrol
halusinasi langsung anggota merawat/ membimbing 2. .Agar keluarga
dengan cara keluarga dengan PK pasien dengan fisik, dan mengetahui
verbal obat. Beri pujian membimbing
2) Melatih keluarga cara pasien dengan cara
membimbing dengan bicara yang baik
bicara yang baik 3. Agar keluarga
3) Melatih keluarga cara mengetahui cara
membimbing dengan membimbing
cara spiritual pasien dengan
4) Anjurkan keluarga spiritual
membantu pasien 4. Agar kegiatan
memasukkan sesuai pasien lebih terarah
jadwal dan memberikan dan terkontrol
pujian

110
1) Keluarga Setelah dilakukan SP 4 Keluarga 1. Kegiatan keluarga
mengetahui interaksi keluarga 1) Mengevaluasi kegiatan membimbing
follow up pasien mengetahui follow up keluarga dalam pasien terkontrol
dengan PK pasien dan membantu merawat/ meatih pasien 2. Penyusunan
membuat jadwal klien dengan fisik, obat, bicara kegiatan secar
dirumah yang baik dan kegiatan teratur dapat
spiritual. Beri pujian meminimalisir
2) Menjelaskan follow-up munculnya PK
ke RS/ PKM, tanda 3. Agar kegiatan
kambuh, rujukan pasien lebih terarah
3) Anjurkan keluarga dan terkontrol
membantu pasien sesuai
jadwal dan memberikan
pujian
(Keliat,2014)

No Diagnosa Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Rasional


Keperawat
an
Untuk Pasien
111
5 Harga Diri Pasien Mampu : Setelah 1x pertemuan SP I HDR : 1) Kemampuan dan
Rendah a. Mengidentifikasi pasien mampu: 1) Mengidentifikasi aspek positif
kemampuan dan 1) Mengidentifikasi kemampuan dan yang dimiliki
aspek positif yang kemampuan dan aspek positif yang pasien dapat
dimiliki aspek positif yang dimiliki pasien. dilatih dan
b. Menilai dimiliki. 2) Membantu pasien diharapkan dapat
kemampuan yang 2) Menilai menilai meningkatkan
masih dapat kemampuan yang kemampuan yang harga diri
digunakan. masih dapat dapat dilakukan pasien.
c. Memilih atau digunakan. saat ini 2) Menilai
menetapkan 3) Memilih/ 3) Membantu pesian kemampuan
kemampuan yang menetapkan memilih/menetapka yang masih bisa
akan dipilih. kemampuan yang n kemampuan yang digunakan dapat
d. Melatih akan dipilih. akan dilatih. membantu
kemampuan yang 4) Melatih 4) Melatih pasien
di pilih pasien . kemampuan yang di kemampuan yang meningkatkan
e. Melakukan pilih pasien. dipilih pasien. harga dirinya.
kegiatan yang 5) Melakukan 5) Memberikan pujian 3) Membantu
sudah di latih kegiatan yang terhadap pasiean dalam
sesuai dengan sudah di latih sesuai keberhasilan pasien kegiatan yang
jadwal dengan jadwal 6) Memasukkan ke dimiliki agar
dalam jadwal pasien dapat
kegiatan harian. melakukan
kegiatan/kemam
puan yang
dimiliki dengan
benar.

112
4) Pujian dapat
meningkatkan
harga diri
pasien.
5) Supaya pasien
dapat melakukan
kemampuan
yang sudah
dilatih sesuai
jadwal
Pasien mampu : Setelah 1x pertemuan SP II HDR : 1) Pasien dapat
1) Mengulagi pasien mampu: 1) Mengevaluasi mengingat dan
kegiatan yang 1) Mampu mengulangi jadwal kegiatan mengulangi
pertama yang kegiatan pertama harian pasien (SP kegiatan pertama
dilatih dan yang dilatih dan 1). yang telah
berikan pujian. beri pujian. 2) Membantu pasien dilakukan serta
2) Memilih kegiatan 2) Mampu memilih memilih kegiatan menghargai
yang kedua yang kegiatan kedua kedua yang akan kemampuan
dipilih. yang dipilih. dilatih. pasien yang
3) Melatih kegiatan 3) Mampu melatih 3) Melatih telah dilakukan.
yg kedua yaitu kegiatan kedua kemampuan kedua. 2) Pasien dapat
melap meja dan yang dipilih yaitu 4) Menganjurkan lebih
merapikam meja membersihkan dan pasien memasukkan meningkatkan
makan (cara dan merapikan meja. ke dalam jadwal harga dirinya
alat). 4) Mampu kegiatan harian dengan memilih
4) Memasukan pada memasukan pada kemampuan
jadwal kegiatan jadwal kegiatan selanjutnya.
untuklatihan : untuk latihan : dua

113
dua kegiatan kegiatan masing- 3) Pasien dapat
masing- masing masing dua kali mengingat dan
dua kali mengulang
kembali kegiatan
yang telah
dilakukan
Setelah 1x pertemuan SP III HDR : 1) Pasien dapat
pasien mampu: 1) Mengevaluasi mengingat dan
1) Mampu mengulangi kegiatan pertama mengulangi
kegiatan pertama dan kedua yang kemampuan atau
dan kedua yang telah dilatih (SP1, kegiatan pertama
dilatih dan berikan SP2). Beri pujian. dan kedua yang
pujian. 2) Bantu pasien telah dilakukan
2) Mampu memilih memilih kegiatan serta menghargai
kegiatan ketiga ketiga yang akan kemampuan
yang dipilih. dilatih. pasien yang
3) Mampu melatih 3) Latih kegiatan telah dilakukan.
kegiatan ketiga ketiga yang dipilih 2) Pasien dapat
yang dipilih yaitu (cara dan alat). lebih
menyapu 4) Memasukan pada meningkatkan
4) Mampu jadwal kegiatan harga dirinya
memasukan pada untuk latihan : tiga dengan memilih
jadwal kegiatan kegiatan masing- kemampuan
untuk latihan : tiga masing dua kali selanjutnya
kegiatan masing- Pasien dapat
masing dua kali mengingat dan
mengulang
kembali kegiatan

114
yang telah
dilakukan.
Setelah 1x pertemuan SP IV HDR : 1) Pasien dapat
pasien mampu: 1) Mengevaluasi mengingat dan
1) Mampu mengulangi kegiatan pertama, mengulangi
kegiatan pertama, kedua dan ketiga kemampuan/keg
kedua dan ketiga yang telah dilatih iatan pertama,
yang dilatih dan (SP1, SP2, SP3). kedua dan ketiga
beri pujian. Beri pujian. yang telah
2) Mampu memilih 2) Bantu pasien dilakukan serta
kegiatan ke empat memilih kegiatan menghargai
yang dipilih. – ke empat yang akan kemampuan
3) Mampu melatih dilatih. pasien yang
kegiatan ke empat 3) Latih kegiatan telah dilakukan.
yang dipilih yaitu keempat yang 2) Pasien dapat
mengepel dipilih (cara dan mengingat dan
alat). mengulang
4) Memasukan pada kembali kegiatan
jadwal kegiatan yang telah
untuk latihan : dilakukan
empat kegiatan
masing- masing dua
kali
Untuk Keluarga
Keluarga mampu : Setelah 1x pertemuan SP 1 Keluarga HDR : 1) Dengan diskusi
1) Keluarga mampu keluarga mampu : 1) Mendiskusikan memberikan
merawat klien 1) Mendiskusikan masalah yang kesadaran bahwa
masalah dalam dirinya
115
dengan Harga merawat pasien dirasakan dalam bmemiliki hal
diri rendah dengan harga diri merawat pasien positif
rendah 2) Menjelaskan teori 2) Agar pasien
2) Menjelasakn cara HDR dapat
merawat HDR dan 3) Menjelasakn cara mengetahui hal
memberikan pujian merawat HDR dan positif yang
semua hal positif memberikan pujian dimiliki
pada pasien semua hal positif
pada pasien
4) Melatih keluarga
memberikan
tanggung jawab
kegiatan yang
dipilih pasien,
bombing dan
berikan pujian
5) Menganjurkan
membantu pasien
sesuai jadwal dan
beri pujian
Setelah 1x pertemuan SP 2 Keluarga HDR : 1) Mengetahui
keluarga mampu : 1) Mengevaluasi pemahaman
1) Melatih pasien kegiatan keluarga keluarga dalam
dalam melalukan dalam melatih merawat dan
kegiatan kedua pasien melatih pasien
yang dipilih pasien 2) Bersama keluarga dalan hal positif
melatih pasien 2) Keluarga
dalam melakukan mengetahui cara

116
kegiatan kedua membantu
yang dipilih pasien pasien dalan hal
3) Menganjurkan positif ke dua
membantu pasien
sesuai jadwal dan
berikan pujian
Setelah 1x pertemuan SP 3 Keluarga HDR : 1) Mengetahui
keluarga mampu : 1) Mengevaluasi pemahaman
1) Melatih pasien kegiatan keluarga keluarga dalam
dalam melakukan dalam melatih merawat dan
kegiatan positif pasien melatih pasien
ketiga yang dipilih 2) Bersama keluarga dalan hal positif
pasien melatih pasien 2) Keluarga
dalam melakukan mengetahui cara
kegiatan ketiga membantu
yang dipilih pasien pasien dalan hal
3) Menganjurkan positif ke tiga
membantu pasien
sesuai jadwal dan
beri pujian.
Setelah 1x pertemuan SP 4 Keluarga HDR : 1) Mengetahui
keluarga mampu : 1) Mengevaluasi pemahaman
1) Melakukan follow kegiatan keluarga keluarga dalam
up pasien setelah dalam melatih merawat dan
pulang pasien melatih pasien
2) Bersama keluarga dalan hal positif
melatih pasien 2) Keluarga dapat
dalam melakukan mengetahui
117
kegiatan keempat gejala kambuh
yang dipilih pasien dan harus
3) Menjelaskan follow dirujuk
up ke PKM, tanda 3) Keluarga dapat
kambuh, rujukan memotivasi
4) Menganjurkan klien untuk
membantu pasien cepat sembuh.
sesuai jadwal dan
beri pujian.
(Keliat, 2014)

118
BAB IV
PEMBAHASAN

A. Profil Lahan Praktek

RSJ Prof. H.B. Sa’anin Padang adalah satu-satunya RSJ pemerintah yang
ada di Sumatera Barat, rumah sakit ini merupakan Rumah Sakit tipe A terletak
di jalan raya Ulu Gadut Kecamatan Limau Manis Padang. RSJ menangani
pasien yang mengalami penyakit kejiwaan sejak tahun 1932. RSJ Prof. H.B.
Sa’anin Padang mempunyai kapasitas 314 tempat tidur. RSJ mengutamakan
pengalaman yang ramah, cepat, tepat dan terbaik dengan jenis pelayanan rawat
jalan, rawat inap serta pelayanan penunjang lainnya. RSJ Prof. H.B. Sa’anin
Padang di pimpin seorang direktur yang bernama Drg. Ernovia, M.Kes, yang
mempunyai tenaga kerja sebanyak 371 orang untuk melaksanakan pelayanan.
RSJ Prof. H.B. Sa’anin Padang mempunyai tenaga kerja PNS sebanyak 249
orang yang terdiri dari, tenaga medis 15 orang, tenaga paramedic 102 orang dan
tenaga non medis 132 orang, sedangkan tenaga PNS/PTT sebanyak 122 orang
yang terdiri dari, tenaga medis 4 orang, tenaga paramedic 56 orang dan tenaga
non medis 62 orang.
RSJ Prof. H.B. Sa’anin Padang menyediakan beberapa unit pelayanan
yaitu, unit rawat jalan terdiri dari, klinik dewasa, klinik anak dan remaja, klinik
LASATO, klinik psikologi, klinik penyakit dalam, klinik rehabilitas medic,
klinik penyakit anak, klinik gigi mulut, klinik penyakit umum, pelayanan
IPWL, pelayanan VCT HIV-psikiatri AIDS dan pelayanan IGD 24 jam
(Psikiatri & Non Psikiatri). Sedangkan pelayanan rawat inap terdiri dari, rawat
inap A dan B, rawat inap anak dan remaja, pelayanan rehabilitasi mental (terapi
kerja, olahraga dan rohani) dan pelayanan rehabilitasi napza. RSJ Prof. H.B.
Sa’anin padang juga mempunyai pelayanan penunjang lainnya yaitu, pelayanan
psikometri, test IQ, test minat bakat, elektromedik

119
(EEG&ECT), rehabilitas medic (fisioterapi, terapi wicara dan terapi okupasi),
farmasi, laboratorium, radiologi, gizi, laundri dan diklat. Sedangkan pelayanan
unggulan yang dimiliki adalah, pelayanan klinik lasato (layanan jiwa anak &
remaja saiyo sakato), pelayanan korban penyalahgunaan NAPZA, rehabilitas
rawat jalan/IPWL, rehabilitas rawat inap, dan klinik VCT (volunteer conseling
and testing) HIV/AIDS.

B. Analisis Masalah Keperawatan Dengan Konsep Terkait Peminatan

1. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan
proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data
untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan pasien
(Dermawan, 2012). Pengkajian yang dilakukan penulis pada pasien melalui
observasi dan juga wawancara. Pengkajian yang dilakukan dengan mengkaji
tanda gejala serta faktor penyebab mengapa pasien mengalami halusinasi
kemudian dikelompokkan dalam satu kelompok data untuk ditentukan
masalah pada pasien (Keliat, 2011).
Penulis mengambil klien kelolaan Tn.R yang berusia 31 tahun tinggal
di Pessel dengan diagnosa medis Skizofrenia paranoid. Penulis melakukan
pengkajian data menggunakan metode wawancara dan mengobservasi klien
dari segi penampilan, pembicaraan dan perilaku klien. Pengkajian
merupakan tahap awal dan dasar utama dari suatu keperawatan. Penulis
memberikan asuhan keperawatan kepada Tn.R dengan diagnosa Gangguan
sensori persepsi: Halusinasi pendengaran di RSJ Prof. H.B. Sa’anin padang
menggunakan proses keperawatan yang terdiri dari 5 tahap yang dimulai dari
pengkajian, diagnosa keperawatan, rencana keperawatan, implementasi dan
evaluasi di mana proses keperawatan tersebut merupakan sebuah konsep
yang dikembangkan oleh Fortinash (1995) Yusuf (2015).

119
Penulis mengambil hal ini sebagai masalah utama karena pada saat
pengkajian tanda dan gejala yang muncul lebih banyak merujuk ke masalah
keperawatan Gangguan persepsi sensori: Halusinasi pendengaran. Hal ini
sesuai dengan pendapat Carpenito (1998) dimana perioritas diagnosa adalah
diagnosa keperawatan yang bila tidak diatasi sekarang akan mengganggu
kemajuan untuk mencapai hasil atau secara negatif mempengaruhi status
fungsional klien.
Berdasarkan hasil pengkajian yang didapat dari fator predisposisi klien
mengatakan mendengar suara-suara yang membisikan di kedua telinganya
yaitu “ayo hadapi saya, saya akan membunuh keluargamu”. Suara-suara itu
sering muncul pada tengah malam disaat orang tertidur lelap dan suasana
yang sunyi, suara itu muncul juga pada saat maghrib kadang sebanyak 2-3
kali selama 10 menit. Klien menjadi ketakutan, menutup telinga, dan tampak
berjalan mondar-mandir. Pada saat interaksi pasien kadang bicara sendiri
dengan nada suara yang pelan sekali, saat ditanya pasien menyangkal. Dari
data kasus yang didapat pada saat pengkajian yaitu penyebab dari faktor
presipitasi klien yaitu dimana pasien merasa emosi terhadap isi
halusinasinya yang menakutkan dan mengamcam klien bahwa akan
membunuh keluarga klien. Klien mengatakan pernah mendapat penolakan
dari lawan jenisnya, yang mengakibatkan klien tidak efektif dalam
menangani masalah sehingga menimbulkan perasaan rendah diri, perilaku
maladaptif yang dapat menimbulkan perilaku gejala dan fikiran halusinasi.
Dalam penelitian Retno (2013) mengatakan bentuk halusinasi
pendengaran bisa berupa suara-suara bising atau mendengung. Tetapi paling
sering berupa kata-kata yang tersusun dalam bentuk kalimat yang
mempengaruhi tingkah laku klien, sehingga klien menghabiskan respon-
respon tertentu seperti bicara-bicara sendiri, mulut komat kamit, marah
marah tanpa sebab atau respon lain yang membahayakan.

120
Hal ini sesuai dengan teori yang menunjukkan faktor predisposisi
bahwa halusinasi pendengaran merupakan hilangnya kemampuan seseorang
dalam membedakan ransangan internal atau fikiran dengan ransangan
eksternal (dunia luar), yang ditandai dengan marah-marah tanpa sebab akibat
mendengar suara-suara berupa sensasi palsu (Keliat, 2011). Faktor
predisposisi halusinasi pendengaran meliputi stress lingkungan berupa
kehilangan, peristiwa besar, ketegangan peran dan perubahan fisiologi
(Stuart, 2013). Hal ini sesuai dengan teori presipitasi yang menunjukkan
klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah adanya
hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus
asa dan tidak berdaya. Penilaian individu terhadap stressor dan masalah
koping dapat mengindikasikan kemungkinan kekambuhan (Keliat, 2014).
Faktor presipitasi sebagai suatu stimulus yang dipersepsikan oleh individu
apakah dipersepsikan sebagai suatu kesempatan, tantangan,
ancaman/tuntutan. Stressor presipitasi bisa berupa stimulus internal maupun
eksternal yang mengancam individu. Komponen stressor presipitasi terdiri
atas sifat, asal, waktu dan jumlah stressor (Stuart, 2013).
Menurut analisa penulis pada faktor predisposisi, suara-suara yang
didengar oleh klien merupakan gangguan persepsi klien terhadap orientasi
realita dimana klien memberikan respon terhadap lingkungan tanpa ada
objek atau ransangan yang sebenarnya hal tersebut tidak ada atau tidak nyata.
Penyebab timbulnya halusinasi pada klien diduga salah satunya karena
koping individu yang tidak efektif, perasaan tidak berharga/harga diri rendah
dan isolasi sosial. Ini sesuai dengan teori dari Stuart (2013), ambang
terhadap toleransi stress yang berinteraksi dengan stressor lingkungan untuk
menentukan terjadinya gangguan prilaku. Pemicu yang biasanya terdapat
pada respon neorobiologik yang maladaptif yang berhubungan dengan
kesehatan, lingkungan, sikap dan prilaku individu.

121
Kemudian menurut analisa penulis pada faktor presipitasi klien
mengalami halusinasi akibat faktor emosionalnya terhadap suara-suara yang
menakutkan dan mengancamnya, pada faktor perilaku dimana klien pernah
mendapat penolakan dari lawan jenisnya sedangkan koping individu klien
yang tidak efektif dalam menangani masalah sehingga menimbulkan
perasaan rendah diri, perilaku maladaptif yang dapat menimbulkan perilaku
gejala dan fikiran halusinasi.
Dan didukung juga dengan teori (Keliat, 2011) halusinasi pendengaran
dapat diatasi dengan terapi farmakologi dan non farmakologi. Terapi non
farmakologi lebih aman digunakan karena tidak menimbulkan efek samping
menggunakan proses fisiologi (Zikria, 2012). Salah satu terapi non
farmakologi yang efektif adalah terapi modalitas. Terapi modalitas bertujuan
untuk mengembalikan realita, terapi modalitas ini salah satunya yaitu dengan
memberikan terapi psikoreligius: membaca al fatihah kepada pasien
halusinasi pendengaran. Selain itu pada pelaksanaan terapi psikoreligius:
membaca al fatihah diberikan reinforcement positif atas upaya yang telah
berhasil dilakukan pasien. Tujuan dilakukan terapi ini adalah untuk Terapi
psikoreligius: membaca al fatihah reflektif intuitif, hypothalamus akan
merangsang adeno hipofisis untuk melepaskan hormon trofik. Hormon trofik
lalu merangsang kelenjar adrenal untuk tidak mensekresi kortisol dalam
darah sehingga akan menurunkan depresi dan meningkatkan imunitas.
Kemudian menurut analisa penulis, penulis menemukan kesamaan
antara teori dan kasus, serta halusinasi pendengaran pasien disebabkan
pasien tidak mau berhubungan atau berinteraksi dengan masyarakat
sekitarnya dan pasien lebih suka menyendiri sehingga menyebabkan pasien
berhalusinasi. Penulis sudah melakukan intervensi keperawatan kepada
pasien sesuai dengan strategi pelaksanaan pasien dengan halusinasi dan
pasien dapat mengontrol halusinasinya sesuai dengan penelitian sebelumnya
dan didapatkan hasil bahwa pasien merasa lebih termotivasi dan tenang,
122
pasien mampu mengalihkan perhatiannya dari suara-suara tersebut. Pada
penelitian ini penulis fokus ke SP 1 halusinasi yaitu Mengontrol halusinasi
dengan menghardik dan terapi Psikoreligius: Membaca Al Fatihah, sehingga
dapat memberikan perubahan gejala halusinasi dan dapat mengontrol
halusinasinya.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan tahap kedua dalam proses
keperawatan yang digunakan untuk membuat kesimpulan dari berbagai
masalah yang didapat. Biasanya untuk mendapatkan diagnosa, di kumpulkan
beberapa masalah yang saling berhubungan dan dibuat dalam bentuk pohon
masalah yang terdiri dari causa yaitu penyebab dari masalah utama, core
problem yaitu prioritas dari malah utama dan effect yaitu akibat yang
ditimbulkan dari masalah utama pasien (Muhith, 2015).
Pohon masalah pada kasus yang ada dijelaskan bahwa yang menjadi
core problemnya adalah halusinasi pendengaran, cause nya adalah isolasi
sosial dan efeknya adalah defisit perawatan diri. Sedangkan pada teori
Prabowo (2014) yang menjadi core problemnya adalah halusinasi
pendengaran, causenya adalah isolasi sosial dan effectnya adalah perilaku
kekerasan. Diagnosa diangkat berdasarkan respon pasien saat dilakukannya
pengkajian. Biasanya diagnosa yang muncul ada 3 yaitu gangguan persepsi
sensori : halusinasi, Resiko Perilaku Kekerasan dan Isolasi Sosial (Dalami
dkk, 2014). Namun hal ini tidak sesuai dengan hasil pengkajian yang telah
dilakukan oleh penulis, diagnosa yang ditemukan yaitu Gangguan Persepsi
Sensori : Halusinasi Pendengaran, Isolasi Sosial dan Defisit Perawatan Diri.
Berdasarkan diagnosa keperawatan yang penulis dapat dari kasus
terdapat 5 diagnosa yang diangkat yaitu diagnosa utama yang diangkat pada
Tn.R adalah Gangguan persepsi sensori: Halusinasi pendengaran, kedua
Isolasi Sosial, yang ketiga Defisit Perawatan Diri, Keempat Resiko Perilaku
123
Kekerasan dan kelima yaitu Harga Diri Rendah. Penulis mengambil
diagnosa Gangguan persepsi sensori: Halusinasi pendengaran karena
seseorang yang mengalami halusinasi akan menunjukan beberapa perubahan
dalam berbagai segi yaitu: segi fisik, emosi, intelektual, sosial, spiritual.
Tanda dan gejala yang dialami pada halusinasi pendengaran yaitu berbicara
dan tertawa sendiri, marah marah tanpa sebab, menyedengkan telinga ke
arah tertentu, menutup telinga, mendengar suara-suara kegaduhan,
mendengar suara-suara yang mengajak bercakap-cakap, dan mendengar
suara menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya.
Hal ini memperkuat hasil penelitian Rosalina (2016) yang menunjukkan
bahwa jenis halusinasi yang mendominasi yaitu halusinasi pendengaran.
Gejala-gejala yang dialami oleh klien berupa mendengar suara-suara bising,
gaduh, dan menyuruh-nyuruh yang tidak jelas. Suara itu muncul terutama
saat klien sedang sendiri, dengan frekuensi 2-3 kali sehari, waktu muncul
bisa siang, malam ataupun pada pagi hari. Jika suara itu muncul klien
mengatakan membagunkan semua orang didalam rumahnya yang sedang
tidur lelap di tengah malam.
Diagnosa yang kedua penulis angkat yaitu Isolasi Sosial, diagnosa ini
ditegakkan berdasarkan data Subjektif: Pasien mengatakan tidak ada
melakukan aktivitas diluar rumah, Pasien mengatakan tidak ada mengikuti
kegiatan sosial di lingkungan masyarakat, Pasien mengatakan tidak mau
berkomunikasi dengan teman atau masyarakat sekitarnya. suka menyendiri,
dan tidak mau bergabung dengan temannya. Data Ojektif:Klien tampak suka
menyendiri, Klien tampak tidak mau bergabung dengan temannya, klien
tampak sering termenung, klien tampak banyak tidur.
Selain itu dalam menegakkan daftar diagnosa keperawatan pada Tn.R
penulis menemukan kesesuaian antara teori dengan kasus, dimana menurut
Keliat (2011), Perumusan diagnosa keperawatan jiwa mengacu pada pohon
masalah yang sudah dibuat. Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi dapat
124
dirumuskan diagnosa keperawatan yaitu, Perilaku Kekerasan, Gangguan
Persepsi sensori: Halusinasi, isolasi sosial dan resiko perilaku kekerasan.
Jadi, diagnosa yang ketiga yang diangkat adalah resiko perilaku kekerasan
sesuai dengan pohon masalah yang ada di teoritis.
Penulis tidak menemukan data terkait dengan diagnosa keperawatan
resiko perilaku kekerasan. Analisis penulis klien tidak berlanjut ke efek dari
Gangguan Persepsi sensori: Halusinasi pendengaran yaitu resiko perilaku
kekerasan kerena saat ini klien selalu rutin mengkonsumsi obat yang
diberikan oleh perawat di RSJ, sehingga klien sudah dapat mengontrol
halusinasi walaupun dengan hasil yang belum maksimal.

3. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan merupakan sutu rangkaian proses keperawatan
yang bertujuan mengarahkan tindakan keperawatan dalam usaha membantu,
meringankan, memecahkan masalah atau untuk memenuhi kebutuhan pasien
(Setiadi, 2012). Tujuan dilakukannya intervensi pada pasien dengan
gangguan jiwa halusinasi yaitu untuk mengontrol halusinasi. Sedangkan
tujuan khususnya yaitu membina hubungan saling percaya, pasien dapat
mengenal halusinasinya, dampak yang akan timbul dan cara mengontrol
halusinasi dengan tujuan agar mempercepat kesembuhan pasien (Aji, 2019).
Rencana tindakan disusun berdasarkan data yang di peroleh sesuai
dengan pengkajian (Keliat, 2011). Rencana keperawatan yang penulis
lakukan sama dengan landasan teori, karena rencana tindakan keperawatan
tersebut telah sesuai dengan SOP (standar operasional prosedur) yang telah
ditetapkan. Pada kasus diatas didapatkan diagnosa keperawatan adalah
halusinasi, isolasi sosial, defisit perawatan diri, resiko perilaku kekerasan,
dan harga diri rendah, tetapi diagnosa utama pada kasus ini adalah halusinasi
pendengaran yang berfokus pada Strategi Pelaksanaan (SP) ke 1 yaitu
mengontrol halusinasi dengan menghardik dan terapi Psikoreligius:
125
Membaca Al Fatihah. SP pada klien dengan halusinasi ada 4 yaitu: SP 1:
Mengontrol halusinasi dengan menghardik dengan terapi Psikoreligius:
Membaca Al Fatihah. Sp 2: Mengontrol halusinasi dengan dengan cara
minum obat. SP 3: Mengontrol halusinasi dengan cara bercakap-cakap. SP
4: mengontrol halusinasi dengan kegiatan terjadwal (Keliat, 2014).
Sebelumnya penulis tidak mencantumkan SP Keluarga pada rencana
tindakan keperawatan karena tidak mendukungnya keadaan di masa
Pandemi untuk melakukan SP keluarga namun sebenarnya SP Keluarga
tetap direncanakan.
Rencana tindakan keperawatan yang diberikan pada pasien adalah SP
1-4. Hal ini yang menjadi fokus penelitian adalah SP 1 yaitu mengontrol
halusinasi dengan menghardik dengan terapi Psikoreligius: Membaca Al
Fatihah.Waktu pemberian Terapi Psikoreligius: Membaca Al Fatihah
selama 3 hari yang terdiri dari 4 tahap yaitu; tahap persiapan, tahap orientasi,
tahap kerja, dan tahap terminasi. Implementasi berfokus pada core problem
yaitu halusinasi pendengaran dilakukan selama 3 hari. Pemberian
Psikoreligius ini dilakukan pada SP 1 dan memasukkannya pada kegiatan
terjadwal supaya intervensi yang diberikan akan berdampak pada klien.
Dengan pemberian Psikoreligius: Membaca Al Fatihah dapat menurunkan
gejala halusinasi pasien yang awalnya 2-3 kali menjadi 1 kali dan tidak sama
sekali.
Terapi modalitas merupakan terapi utama dalam keperawatan jiwa
karena bertujuan untuk mengembangkan pola gaya atau kepribadian secara
bertahap (Direja, 2011). Salah satu terapi modalitas adalah terapi
psikoreligius. Terdapat beberapa jenis terapi psikoreligius pada pasien
skizofrenia yang mengalami halusinasi diantaranya yaitu menggunakan
dzikir dalam mengontrol halusinasi, terapi menggunakan alqur’an dan
membaca Al Fatihah. Psychoreligious terapi merupakan bentuk psikoterapi
yang menggabungkan intervensi kesehatan jiwa secara modern dengan
126
aspek agama dengan tujuan agar pasien dapat mengatasi masalahnya dengan
cara meningkatkan mekanisme koping (Yosep, 2011).
Terapi psikoreligius: membaca Al Fatihah adalah surah yang paling
mudah dan paling ringan untuk pengobatan yang apabila dilakukan secara
baik maka akan terlihat dampak yang menakjubkan dalam kesembuhan.
Terapi psikoreligius: membaca Al Fatihah reflektif intuitif, hypothalamus
akan merangsang adeno hipofisis untuk melepaskan hormon trofik. Hormon
trofik lalu merangsang kelenjar adrenal untuk tidak mensekresi kortisol
dalam darah sehingga akan menurunkan depresi dan meningkatkan imunitas.
Kemudian pengaruh terapi psikoreligius didapatkan bahwa membaca Al
Fatihah dapat menurunkan skor halusinasi pada pasien skizofrenia. Surah Al
Fatihah dapat pula dirasakan manfaatnya ketika didengarkan (Mahmuda et
al., 2018).
Hasil penelitian Mardiati dkk (2019) yang dilakukan di RSJ Tampan
didapatkan hasil yang menunjukkan adanya penurunan nilai median pretest
dan posttest setelah diberikan terapi psikoreligius: membaca Al Fatihah yaitu
dari 38,00 menjadi 17,00, sehingga dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh
terapi psikoreligius: membaca Al Fatihah terhadap skor halusinasi pasien
skizofrenia dengan p-value (0,019) < α (0,05).
Berdasarkan hasil penelitian Mahmuda dkk (2018) yang dilakukan di
RSJ Riau didapatkan hasil yaitu menunjukan dari hasil statistik didapatkan
p-value (0,652) > (α = 0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada
perbedaan yang signifikan antara membaca dan mendengarkan Surah Al-
Fatihah terhadap skor halusinasi. Oleh karena itu intervensi membaca dan
mendengarkan surah Al Fatihah dapat dilakukan karena keduanya dapat
menurunkan skor halusinasi.
Sedangkan hasil penelitian Hendriyani (2019) yang dilakukan
menggunakan metode telaah literatur didapatkan hasil yang analisis selisih
rata-rata frekuensi halusinasi pendengaran pasien skizofrenia sebelum dan
127
sesudah diberikan terapi Al-Qur’an adalah 2,04. Hasil uji paired sample t-
test didapatkan p value 0,000, maka dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh
terapi Al-Qur’an terhadap penurunan frekuensi halusinasi pendengaran
pasien skizofrenia. Dan sejalan dengan penelitian yang dilakukan Mardiati
(2017) juga mendapatkan hasil tentang pengaruh terapi psikoreligius
didapatkan bahwa membaca Al Fatihah dapat menurunkan skor halusinasi
pada pasien skizofrenia. Surah Al Fatihah dapat pula dirasakan manfaatnya
ketika didengarkan.
Terjadi penurunan gejala halusinasi pendengaran yang dialami setelah
diberikan terapi Psikoreligius: Membaca Al Fatihah, karena pasien mampu
melakukan aktivitas menghardik dengan baik pada saat pelaksanaan terapi.
Keadaan demikian mempengaruhi pasien lain tetap fokus dan menikmati
aktivias yang diberikan untuk mengikuti teman sekelompoknya sehingga
halusinasi dapat dialihkan. Al Fatihah ini terdiri dari 7 ayat dan merupakan
surah yang popular dan paling dihafal oleh umat muslim (Ridha, 2007).
Surah Al Fatihah merupakan obat dari segala penyakit dan Rasulullah Saw.
Telah mencontohkan berbagai macam pengobatan yang bisa dilakukan
dengan surah Al Fatihah (Alcaff, 2014).Membaca surah Al Fatihah sebanyak
70 kali mampu menyembuhkan tremor atau biasa disebut gemetaran (Pedak,
2009).

128
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari hasil pembahasan yang dilakukan terhadap Tn.R maka dapat


disimpulkan beberapa pembahasan yaitu:
1. Pengkajian
Pada pengkajian ditemukan tanda dan gejala gangguan persepsi sensori:
Halusinasi pendengaran pada Tn.R yaitu klien mengatakan mendengar
suara-suara yang membisikan di kedua telinganya dengan kalimat “ayo
hadapi saya, saya akan membunuh keluargamu” kadang suara itu mengajak
klien untuk pergi jalan-jalan keluar rumah. Suara-suara itu sering muncul
pada tengah malam disaat orang tertidur lelap dan suasa sunyi, suara itu
muncul juga pada saat maghrib kadang sebanyak 2-3 kali. Klien menjadi
ketakutan, menutup telinga, dan berjalan mondar-mandir. Pada saat
interaksi pasien kadang bicara sendiri dengan nada suara yang sangat pelan,
saat ditanya pasien menyangkal.
2. Analisa data dan diagnosa keperawatan
Dalam menegakkan diagnosa keperawatan ditemukan kesamaan antara
teori dan kasus, adapun diagnosa secara teori (Keliat, 2015) ditemukan 3
diagnosa yaitu Gangguan persepsi sensori: Halusinasi(core problem),
Isolasi sosial(cause), dan Resiko perilaku kekerasan (effect). Sedangkan
diagnosa keperawatan yang penulis temukan pada Tn.R ada 5 yaitu
Gangguan persepsi sensori: Halusinasi pendengaran, Isolasi sosial, Resiko
Peilaku kekerasan, dan Defisit Perawatan Diri, Harga Diri Rendah.
3. Intervensi keperawatan
Rencana keperawatan yang dilakukan pada Tn.R dengan Gangguan
Persepsi Sensori: Halusinasi Pendengaran meliputi tujuan umum yaitu

129
dapat mengontrol halusinasi. Rencana keperawatan ini dilakukan pada
Strategi Pelaksanaan (SP) 1 yaitu mengontrol halusinasi dengan
menghardik dan terapi Psikoreligius: Membaca Al Fatihah.
4. Analisis Aplikasi Evidance Based Practice
Hasil analisis pemberian mengontrol halusinasi dengan terapi Psikoreligius:
Membaca Al Fatihah untuk mengontrol halusinasi dimana pasien mampu
mengonrtol halusinasi, lebih tenang, bisa mngendalikan emosi dan bisa
melakukan membaca surah Al Fatihah yang bermanfaat dengan melakukan
kegiatan menghardik dengan terapi Psikoreligius: Membaca Al Fatihah
serta adanya pengaruh yang signifikan setelah diberikan terapi
Psikoreligius: Membaca Al Fatihah untuk mengontrol halusinasi dengan
frekuensi halusinasi dari 2-3 kali sehari berkurang dalam waktu 3 hari
menjadi 1 kali dan bahkan tidak sama sekali berhalusinasi.

B. Saran

1. Bagi Penulis
Agar penulis dapat memperdalam pengetahuan dan mengaplikasikan ilmu
yang telah diperoleh selama di perkuliahan dalam penerapan asuhan
keperawatan jiwa dengan gangguan persepsi sensori: halusinasi
pendengaran dan dapat menerapkan asuhan keperawatan jiwa dalam
praktek keperawatan.
2. Bagi Klien dan Keluarga
Agar keluarga mampu memahami dan dapat merawat anggota keluarga
dengan Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran.
a. Bagi klien
Diharapkan klien mampu melakukan secara mandiri atas tindakan
keperawatan yang telah dilatih kepada pasien.
b. Bagi Keluarga

130
Diharapkan keluarga mampu melakukan perawatan pada pasien dengan
gangguan persepsi sensori: halusinasi.
3. Bagi Pelayanan Kesehatan
Selaku pemberi pelayanan dalam asuhan keperawatan di rumah sakit, maka
perlu meningkatkan sistem pelayanan supaya pasien dapat mendapatkan
pelayanan yang memuaskan.
4. Bagi STIKes MERCUBAKTIJAYA Padang
Dapat dijadikan dalam penelitian pada klien dengan gangguan persepsi
sensori : halusinasi pendengaran dan sebagai sumber bacaan atau referensi
untuk meningkatkan kualitas pendidikan keperawatan khususnya klien
dengan gangguan persepsi sensori : Halusinasi pendengaran.
5. Bagi Penulis Selanjutnya
Agar penulis selanjutnya mengetahui bagaimana cara merawat pasien
dengan halusinasi pendengaran dan dapat dikembangkan dalam
penyusunan Karya Ilmiah Ners selanjutnya.

131
DAFTAR PUSTAKA

Alisa, Fitria.2022. Panduan praktek dan Penulisan Kaya Ilmiah Ners ( KIN ).
Mercubaktijaya Press: padang

Angggraini, Karina, (2014). Pengaruh Menghardik Terhadap Penurunan Tingkat


Halusinasi Pendengaran Pada Pasien Skizofrenia di RSJ DR.
Aminogondohutomo.

Febrita Puteri Utomo, S., Aisyah, P. S., & Andika, G. T. (2021). Efektifitas Terapi
Qur’Anic Healing Terhadap Halusinasi Pendengaran Pada Skizofrenia. Jurnal
Keperawatan ’Aisyiyah, 8(1), 77–85. https://doi.org/10.33867/jka.v8i1.250

Cookson, M. D., & Stirk, P. M. R. (2019). Pengaruh Terapi Murrotal Al-Qur’an


Terhadap Skor Halusinasi Pada Pasien Dengan Halusinasi Pendengaran. 28–34.

Devita, Y., & Hendriyani. (2019). Pengaruh Terapi Al- Qur ’ an Terhadap Penurunan.
FMIPAKes UMRi, 2017–2020.

Mardiati, S., Elita, V., & Sabrian, F. (2019). Pengaruh Terapi Psikoreligius: Membaca
Al Fatihah Terhadap Skor Halusinasi Pasien Skizofrenia. Jurnal Ners Indonesia,
9(1), 110. https://doi.org/10.31258/jni.8.2.110-123

H Kara, O. A. M. A. (2014). Pengaruh Terapi Murrotal Al-Qur’an Terhadap Skor


Halusinasi Pada Pasien Dengan Halusinasi Pendengaran. Paper Knowledge .
Toward a Media History of Documents, 7(2), 107–115.

Joseph Carlos. (2021). Terapi Psikoreligius: Membaca Al Fatihah Terhadap


Penurunan Halusinasi. Implementation Science, 39(1), 1–15.

Keliat, Budi A dan Akemat. (2011). Model praktik keperawatan jiwa.EGC: Jakarta
Keliat, Budi Ana. 2014. Proses Keperawatan Jiwa. EGC : Jakarta

Kusumawati, farida dan yudi hartono. (2010). Buku ajar keperawatan jiwa. Salemba
medika : Jakarta

Nasir abdul dan abdul muhit. (2011). Dasar-dasar keperawatan jiwa : pengantar dan
teori. Salemba medika : Jakarta

Mahmuda, I. R., Jumaini, & Agrina. (2018). Perbedaan Efektivitas Antara Membaca
Dengan Mendengarkan Surah Al Fatihah Terhadap Skor Halusinasi. JOM FKp,
2, 318–327.

Mardiati, S., Elita, V., & Sabrian, F. (2019). Pengaruh Terapi Psikoreligius: Membaca
Al Fatihah Terhadap Skor Halusinasi Pasien Skizofrenia. Jurnal Ners
Indonesia, 9(1), 110. https://doi.org/10.31258/jni.8.2.110-123Rekam Medik
Rumah Sakit Jiwa Prof.HB. Sa’anin Padang, 2019, Laporan Tahunan Rumah
Sakit JIwa Provinsi Sumatera Barat, Padang.

Riskesdas.(2018). Data Riset Kesehatan Dasar Jiwa. Jakarta.

R Dwi Safra Yuli, Jumaini, Y. H. (2021). Efektifitas Senam Aerobic Low Impact
Terhadap Penurunan. 2(2).

Santi Rinjani, Murandari, Andri Nugraha, E. W. (2021). Efektivitas Terapi


Psikoreligius Terhadap Pasien Dengan Halusinasi. 136–144.
https://scholar.google.co.jp/scholar

Susanto, D. (2020). Kasus Gangguan Jiwa Di Indonesia Meningkat Selamna Masa


Pandemi. Dari http://m.mediaindonesia.com/humaniora/352006/kasus-
gangguan-jiwa-diindonesia-meningkat-selama-masa-pandemi.
Septriani,Kadek V et al.(2018). Hubungan Antara Pemenuhan Kebutuhan Spiritual
Dengan Tingkat mental Pada Orang Dengan Gangguan Jiwa. JIKJ Vol.1 No 2,
Hal 69-75.ISSN 2621-2978

Townsend. (2011). Buku Saku Diagnosa Keperawatan Pada Psikiatrik (terjemahan).


Jakarta : EGC
Trimelia. (2011). Asuhan Keperawatan Klien Halusinasi. Jakarta : CV. Trans Info
Media
Wijayanti, NM., Candra, W., Rupawan, DM. (2014). Terapi Okupasi Aktivitas Waktu
Luang Terhadap Perubahan Halusinasi Pendengaran Pada Pasien
Skizofrenia.www.poltekkes-denpasar.ac.id.Diakses 6 maret 2018.
World health organization. (2019). Mental disorder. www.who.int diakses 22 Juni
2022.
ANALISA PICO

Nama : Gafitri Diani


NIM : 21131143
Ruangan : Wisma Cendrawasih RSJ. Prof. H.B. Sa’anin Padang

A. Pertanyaan Klinis
Apakah Ada Pengaruh Terapi Psikoreligius: Membaca Al Fatihah Terhadap
Skor Halusinasi ?
Tabel Analisis PICO
Unsur PICO Analisis Kata Kunci
P (Problem) Pasien halusinasi Halusinasi
I (Intervention) Terapi Psikoreligius: Al Fatihah,
Membaca Al Fatihah Psikoreligius
C (Comparison) - -
O ( Outcome) Terapi psikoreligius: Skor Halusinasi
membaca Al Fatihah
terhadap pengaruh skor
halusinasi

1. Temuan Penelusuran EBN 1


Judul Artikel : Pengaruh Terapi Psikoreligius: Membaca Al Fatihah
Terhadap Skor Halusinasi Pasien Skizofrenia
Referensi : Mardiati, S., Elita, V., & Sabrian, F. (2019). Pengaruh
Terapi Psikoreligius: Membaca Al Fatihah Terhadap
Skor Halusinasi Pasien Skizofrenia. Jurnal Ners
Indonesia, 9(1), 110. https://doi.org/10.31258/jni.8.2.110-123
Analisis Singkat Artikel :
Peneliti Sri Mardiati, Veny Elita , Febriana Sabrian
Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan desain quasy experiment
dengan pendekatan pretest-posttest design with
control group. Penelitian dilakukan di Rumah Sakit
Jiwa (RSJ) Tampan. Jumlah sampel sebanyak 34
responden yang diambil sesuai kritetria inklusi dan
menggunakan teknik stratified random sampling.
Responden dibagi menjadi 17 reponden kelompok
eksperimen dan 17 responden kelompok kontrol. Alat
ukur yang digunakan adalah kuesioner dan lembar
observasi tanda dan gejala halusinasi. Analisa yang
digunakan adalah analisa univariat dan bivariat untuk
mengetahui distribusi frekuensi dan pengaruh terapi
dengan menggunakan uji Wilcoxon dan Man-
Whitney.
Intervensi Intervensi yang diberikan yaitu terapi psikoreligius:
membaca Al Fatihah pada pasien halusinasi.
Hasil Hasil penelitian ini menunjukkan adanya penurunan
nilai median pretest dan posttest setelah diberikan
terapi psikoreligius: membaca Al fatihah yaitu dari
38,00 menjadi 17,00, sehingga dapat disimpulkan
bahwa ada pengaruh terapi psikoreligius: membaca Al
Fatihah terhadap skor halusinasi pasien skizofrenia
dengan p-value (0,019) < α (0,05).
Kekuatan dan Kelemahan Kekuatan:
a. Metode penelitian menggunakan Desain
penelitian quasy expriemental dengan
rancangan One Group pretest-posttest
b. Membaca Al Fatihah dapat menurunkan
depresi dengan menurunkan produksi hormon
kortisol yang dipengaruhi oleh thalamus
melalui coliculus superior dan coliculus
inferior dan hipothalamus dengan merangsang
sistem endokrin.
c. Hasil menunjukan ada pengaruh terapi
psikoreligius: membaca Al Fatihah terhadap
skor halusinasi pasien skizofrenia
Kelemahan:
a. Peneliti tidak mencantumkan teori
pembeda/pembanding terapi spiritualitas :
terapi terapi psikoreligius: membaca Al
Fatihah

2. Temuan Penelusuran EBN 2


Artikel : Perbedaan Efektivitas Antara Membaca Dengan Mendengarkan Surah
Al Fatihah Terhadap Skor Halusinasi
Referensi : Mahmuda, I. R., Jumaini, & Agrina. (2018). Perbedaan Efektivitas
Antara Membaca Dengan Mendengarkan Surah Al Fatihah Terhadap
Skor Halusinasi. JOM FKp, 2, 318–327.
Analisis Singkat Artikel :
Peneliti Ila Rifatul Mahmuda , Jumaini , Agrina
Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan desain penelitian quasi
eksperimental berupa rancangan penelitian pre-
post test design with two comparison treatments.
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Jiwa
Tampan Provinsi Riau di Ruang Siak, Kuantan,
Kampar, Indragiri, Sebayang, dan Rokan dengan
teknik pengambilan sampel purposive sampling.
Pada penelitian ini peneliti menggunakan analisis
univariat dan dan analisis bivariat dengan uji
dependent sample T test dan Independent sample T
test.
Intervensi Intervensi yang diberikan yaitu dengan system
pembanding yaitu membaca dan mendengarkan
surah Al-Fatihah terhadap skor halusinasi.
Hasil Hasil penelitian menunjukan dari hasil statistik
didapatkan p-value (0,652) > (α = 0,05) sehingga
dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan
yang signifikan antara membaca dan
mendengarkan Surah Al-Fatihah terhadap skor
halusinasi. Oleh karena itu intervensi membaca
dan mendengarkan surah Al Fatihah dapat
dilakukan karena keduanya dapat menurunkan
skor halusinasi.
Kekuatan dan Kelemahan Kekuatan:
a. Penelitian ini menggunakan desain
penelitian quasi eksperimental berupa
rancangan penelitian pre-post test design
with two comparison treatments.
b. Penelitian ini dilakukan dengan system
pembanding yaitu membaca dan
mendengarkan surah Al-Fatihah
c. Hasil menunjukan Terdapat pengaruh
terhadap penurunan skor halusinasi
Kelemahan:
a. Dalam penelitian ini belum ada
pembanding secara langsung surah
alfatihah.

3. Temuan Penelusuran EBN 3


Judul Artikel : Efektivitas Terapi Psikoreligius Terhadap Pasien Dengan
Halusinasi
Referensi : Santi Rinjani, Murandari, Andri Nugraha, E. W. (2021).
Efektivitas Terapi Psikoreligius Terhadap Pasien Dengan
Halusinasi. 136–144. https://scholar.google.co.jp/scholar
Analisis Singkat Artikel:
Peneliti Santi Rinjani, Murandari , Andri Nugraha , Efri
Widiyanti
Metode Penelitian Penelusuran dilakukan menggunakan metode
telaah literatur dengan media elektronik yaitu
internet. Kata kunci yang digunakan pada
penelusuran literatur ini yaitu ‘psychoreligious
therapy for hallucination’’, ’’terapi
psikoreligius’’, terapi psikoreligius pada pasien
dengan halusinasi’’. Literatur yang diperoleh
melalui website google scholar.
Intervensi Intervensi yang diberikan yaitu Terapi alqur’an
dengan meminta klien membaca surat Al Fatihah
ayat 1-7 dilakukan 8x pertemuan dengan sehari
1x pertemuan.
Hasil Hasil Penelitian menunjukkan dari beberapa
artikel yang sudah dilakukan penelusuran
terdapat Terapi psikoreligius terbukti efektif
dalam mengatasi halusinasi pasien skizofrenia,
dilakukan dengan cara dzikir, membaca Al-Quran
dan membaca surat Al fatihah untuk membantu
mengurangi suara-suara yang didengar oleh
penderita halusinasi, karena dengan mengalihkan
fokus terhadap halusinasinya dengan mengingat
Allah dapat memberikan perasaan positif dan
membuat relaks.
Kekuatan dan Kelemahan Kekuatan:
a. Jenis penelitian ini adalahstudi literature
review
b. Hasil menunjukan terjadi penurunan
frekuensi halusinasi pendengaran,
penurunan skor halusinasi, dan
peningkatan kemampuan mengontrol
halusinasi

Kelemahan:
a. Dalam artikel literatur review
tersebut,tidak semua jurnal yang diteliti
menuliskan lamanya pemberian terapi
psikoreligius membaca surah surah al
fatihah.

B. Prosedur Pelaksanaan EBN


Intervensi Terapi psikoreligius: membaca Al Fatihah
pada pasien halusinasi.
Pengertian Terapi psikoreligius digunakan sebagai
alternatif dengan menggabungkan aspek
keagamaan dan spiritualitas kedalam
psikoterapi yang bertujuan meningkatkan
mekanisme koping atau mengatasi masalah
terutama halusinasi (Yosep, 2011).
Terapi psikoreligius mampu mencegah dan
melindungi kejiwaan, meningkatkan proses
adaptasi, mengurangi kejiwaan, dan
penyembuhan (Yosep & Sutini, 2016).
terapi psikoreligius didapatkan bahwa
membaca Al Fatihah dapat menurunkan skor
halusinasi pada pasien skizofrenia. Surah Al
Fatihah dapat pula dirasakan manfaatnya
ketika didengarkan.
Prosedur tindakan 1. Persiapkan pasien dengan keadaan rileks
2. Lingkungan yang hening agar klien dapat
berkonsentrasi
3. Sediakan al-qur’an dengan terjemahnya
4. Anjurkan pasien membuka al-qur’an dan
membaca surah alfatihah
5. Durasi pemberian terapi al-qur’an dengan
satu kali pembacaan
6. Anjurkan pasien untuk mengulang terapi
pada saat mendengarkan suara-suara aneh
dan memasukkan nya kejadwal kegiatan
harian pasien
Jurnal Ners Indonesia, Vol. 8, No. 2, Maret 2018

PENGARUH TERAPI PSIKORELIGIUS: MEMBACA AL FATIHAH


TERHADAP SKOR HALUSINASI PASIEN SKIZOFRENIA
Sri Mardiati1, Veny Elita2, Febriana Sabrian3
Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Riau Jalan Pattimura No 9 Gedung G Pekanbaru Riau
Kode Pos 28131 Indonesia
Telepon 081276449090 email veny.elita@gmail.com

Abstrak

Skizofrenia merupakan salah satu gangguan jiwa berat yang ditandai dengan distorsi dalam pemikiran,
persepsi, emosi, bahasa, kesadaran diri dan pengalaman umum termasuk mendengar suara-suara atau yang
disebut dengan halusinasi. Pengontrolan halusinasi bisa dilakukan dengan terapi psikoreligius: membaca Al
Fatihah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh terapi psikoreligius: membaca Al Fatihah
terhadap skor halusinasi pasien skizofrenia. Penelitian ini menggunakan desain quasy experiment dengan
pendekatan pretest-posttest design with control group. Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Jiwa (RSJ)
Tampan. Jumlah sampel sebanyak 34 responden yang diambil sesuai kritetria inklusi dan menggunakan
teknik stratified random sampling. Responden dibagi menjadi 17 reponden kelompok eksperimen dan 17
responden kelompok kontrol. Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner dan lembar observasi tanda dan
gejala halusinasi. Analisa yang digunakan adalah analisa univariat dan bivariat untuk mengetahui distribusi
frekuensi dan pengaruh terapi dengan menggunakan uji Wilcoxon dan Man-Whitney. Hasil penelitian ini
menunjukkan adanya penurunan nilai median pretest dan posttest setelah diberikan terapi psikoreligius:
membaca Al fatihah yaitu dari 38,00 menjadi 17,00, sehingga dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh terapi
psikoreligius: membaca Al Fatihah terhadap skor halusinasi pasien skizofrenia dengan p-value (0,019) < α
(0,05). Berdasarkan hasil penelitian ini disarankan kepada perawat jiwa, keluarga dan pasien agar dapat
mempraktikkan terapi ini dalam penetalaksanaan pasien skizofrenia dengan halusinasi.

Kata kunci: Al Fatihah, Psikoreligius, Skor Halusinasi

Abstract

Schizophrenia is one of the major mental disorders characterized by distortions in thought, perception,
emotion, language, self-awareness and general experience including hearing voices or being called
hallucinations. Hallucination controlling could be done by psychoreligious therapy: reciting Al Fatihah.
This research is aimed to determine influence of psychoreligious therapy: reciting Al Fatihah towards
halusination score of Schizophrenia patients. This research used quasy-experiment design with pretest-
posttest design with control group approach. The research was conducted in Tampan Mental Hospital (RSJ
Tampan). The samples of this research were 34 respondents taken from inclusion criteria based and
stratified random sampling technique. The Respondents were divided into two groups: 17 respondents in
experiment group and 17 respondents in control group. Measuring instruments used were questionnaire and
hallucination signs and symptoms observation checklist. Univariate and bivariate analyses were used to
know the distribution of frequency and therapy influence by using Wilcoxon dan Man-Whitney test. The
result of the research shows that there is a decrease pretest and posttest median after psychoreligious
therapy: reciting Al Fatihah from 38.00 to 17.00, so it can be concluded that Psychoreligious therapy:
Reciting Al Fatihah influence the halusination score of schizophrenic patients with p-value (0,019) < α
(0,05). Based on the result of this study, It is recommended to nurses, family and patients to practice this
therapy in the treatment of schizophrenic patients with hallucinations.

Keywords : Al Fatihah,hallucination score, psychoreligious

PENDAHULUAN dengan terganggunya kemampuan menilai


Skizofrenia merupakan salah satu realitas atau tilikan (insight) yang buruk.
gangguan jiwa berat. Gangguan jiwa berat Gangguan jiwa berat ini akan disertai dengan
merupakan gangguan jiwa yang ditandai gejala berupa halusinasi, ilusi, waham,

110
Sri Mardiati1, Veny Elita2, Febriana Sabrian3 ,Pengaruh Terapi Psikoreligius: Membaca Al
Fatihah Terhadap Skor Halusinasi Pasien Skizofrenia

gangguan proses pikir, kemampuan berpikir, skizofrenia paranoid (Rekam medis RSJ
serta tingkah laku aneh seperti agresivitas atau Tampan, 2017). Salah satu tanda dan gejala
katatonik (Kementerian Kesehatan Republik yang muncul pada pasien skizofreniaadalah
Indonesia, 2013). halusinasi. Halusinasi merupakan masalah
Thong (2011) mengatakan bahwa gangguan jiwa terbanyak di ruang rawat inap
skizofrenia merupakan salah satu gangguan yang ada di RSJ Tampan pada tahun 2016.
jiwa berat yang menjadi masalah kesehatan di Stuart (2012) mendefinisikan halusinasi
negara-negara berkembang dan maju. sebagai distorsi persepsi palsu yang terjadi
Skizofreniaadalah gangguan psikotik yang pada respon neurobiology yang maladaptive.
ditandai dengan gangguan utama dalam Penatalaksanaan yang diberikan kepada
pikiran, dimana berbagai pemikiran tidak pasien halusinasi untuk meminimalkan
saling berhubungan secara logis, terjadinya komplikasi atau dampak dari halusinasi sangat
kekeliruan persepsi dan perhatian, afek yang beragam. Penatalaksanaan ini bisa berupa
datar, tidak sesuai dan berbagai gangguan terapi farmakologi, Electro Convulsive
aktifitas motorik yang aneh (Davison, Naele & Therapy (ECT), dan terapi non farmakologi.
Kring, 2006). Skizofrenia ditandai dengan Terapi farmakologis berupa pengobatan
distorsi dalam pemikiran, persepsi, emosi, antipsikotik sedangkan terapi nonfarmakologis
bahasa, kesadaran diri dan pengalaman umum lebih mengarah kepada terapi modalitas
termasuk mendengar suara-suara atau yang (Viebeck, 2008).
disebut dengan halusinasi (WHO, Terapi modalitas adalah terapi
2016).Skizofrenia dialami oleh lebih dari 21 kombinasi dalam keperawatan jiwa, berupa
juta orang diseluruh dunia dengan kejadian pemberian praktek lanjutan oleh perawat jiwa
setiap tahunnya terjadi pada 15-20 per 100.000 untuk melaksanakan terapi yang digunakan
individu. Prevalensi skizofrenia di Indonesia oleh pasien gangguan jiwa (Videbeck, 2008).
sebesar 1,7 per mil atau sekitar 400.000 Salah satu jenis terapi modalitas yang efektif
orangdengan kejadian di Riau adalah sebanyak untuk mengurangi gejala halusinasi adalah
0,9% (Kementerian Kesehatan Republik psikoterapi agama atau terapi psikoreligius
Indonesia, 2013). (Hawari, 2010) seperti sholat, dzikir, membaca
Hasil dari sepuluh besar diagnosa ayat Al-Quran atau mendengarkan murrotal
penyakit rawat inap bulan Januari sampai bagi pasien yang beragama Islam.
Desember 2016 di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Menurut beberapa ahli ilmu jiwa, terapi
Tampan Provinsi Riaudidapatkan data bahwa psikoreligius sangat dianjurkan. Hal ini sesuai
jumlah pasien skizofrenia sebanyak 958 orang dengan penelitian yang dilakukan oleh
dan 565 orang pasien diantaranya mengalami Setyabudi (2012) yang menyebutkan bahwa

111
Jurnal Ners Indonesia, Vol. 8, No. 2, Maret 2018

terapi Dzikir berpengaruh terhadap Penelitian Sari (2016) tentang efektifitas


ketenangan jiwa dan dapat menurunkan stres. mendengarkan murottal Al-Quran
Sedangkan menurut Al-qadhi (2010) dengan mendapatkan hasil bahwa murottal Al-Quran
menggunakan Al-Qur’an sebagai media dengan surah Ar Rahman efektif dalam
relaksasi daya tahan tubuh dapat dipengaruhi menurunkan skor halusinasi pasien. Selain
sehingga mampu melawan penyakit dan surah Ar Rahman surah lain yang sering
membantu dalam proses penyembuhan. digunakan untuk terapi dalam kesehatan
Membaca Al-Qur’an dapat adalah surah Al Mulk, Al Falaq, AL Ikhlas, An
mendatangkan kesembuhan (Wiradisuria, Nas, Al Baqarah, dan Al Fatihah.Berdasarkan
2016).Mengingat Allah akan membuat tubuh penelitian yang dilakukan oleh Julianto dan
rileks dengan cara mengaktifkan kerja system Subandi (2015) didapatkan hasil bahwa
saraf parasimpatik dan menekan kerja system membaca Al Fatihah dapat menurunkan
saraf simpatik. Hal ini akan membuat depresi dengan menurunkan produksi hormon
keseimbangan antara kerja dari kedua system kortisol yang dipengaruhi oleh thalamus
saraf otonom tersebut sehingga mempengaruhi melalui coliculus superior dan coliculus
kondisi tubuh. Sistem kimia tubuh akan inferior dan hipothalamus dengan merangsang
diperbaiki sehingga tekanan darah akan sistem endokrin.
menurun, pernafasan jadi lebih tenang dan Surah Al Fatihah memiliki kedudukan
teratur, metabolisme menurun, memperlambat yang tinggi dengan sebutan Ummul Kitab
denyut jantung, denyut nadi, dan yang artinya induk dari seluruh Al-Qur’an.
mempengaruhi aktivitas otak seperti Surah Al Fatihah ini terdiri dari 7 ayat dan
mengalihkan perhatian dari rasa takut, cemas, merupakan surah yang popular dan paling
tegang (Maimunah,2011). dihafal oleh umat muslim (Ridha, 2007). Surah
Penelitian yang dilakukan oleh Fanada Al Fatihah merupakan obat dari segala
(2012) tentang penerapan terapi psikoreligius penyakit dan Rasulullah Saw. Telah
mendapatkan kesimpulan bahwa dengan mencontohkan berbagai macam pengobatan
melakukan kegiatan shalat dapat membantu yang bisa dilakukan dengan surah Al Fatihah
menurunkan tingkat stress pada pasien (Alcaff, 2014).Membaca surah Al Fatihah
halusinasi. Penelitian lain yang dilakukan oleh sebanyak 70 kali mampu menyembuhkan
Hidayati (2014) tentang pengaruh terapi tremor atau biasa disebut gemetaran (Pedak,
religius zikir menyatakan bahwa kemampuan 2009).
mengontrol halusinasi pendengaran pasien Hasil wawancara yang telah dilakukan
meningkat setelah dilakukan terapi zikir. penelitipada tanggal 6 dan 10 Maret 2017
terhadap perawat yang bekerja di Ruang

112
Sri Mardiati1, Veny Elita2, Febriana Sabrian3 ,Pengaruh Terapi Psikoreligius: Membaca Al
Fatihah Terhadap Skor Halusinasi Pasien Skizofrenia

Kuantan RSJ Tampan, mendapatkan informasi pada bulan Februari tahun 2017. Pengambilan
bahwa beberapa asuhan keperawatan yang sampel menggunakan teknik stratified random
pernah diberikan pada pasien halusinasi adalah sampling. Sampel berjumlah 34 orang pasien.
mengidentifikasi halusinasi, cara mengontrol Alat pengumpul data yang digunakan
halusinasi, terapi aktivitas kelompok: stimulasi yaitu kuesionerserta lembar observasiterkait
persepsi sensori halusinasi, kegiatan tanda dan gejala dari halusinasi yang diambil
kerohanian (ceramah agama), senam bersama, dari Sudiatmika (2011).
terapi Murottal Al-Qur’an dant terapi zikir Al- Analisa data menggunakan analisa
Ma’tsurat, adapun terapi membaca surat univariat dan analisa bivariat dengan
AlFatihah belum pernah dilakukan. menggunakan uji alternatif yaitu Wilcoxon dan
Selanjutnya, berdasarkan hasil wawancara Mann-Whitney.
yang dilakukan terhadap pasien didapatkan
informasi bahwa lebih banyak pasien yang HASIL PENELITIAN
hafal surah Al fatihah dari pada surah-surah Analisa Univariat
pendek lainnya didalam Al-Qur’an. Tabel 1
Berdasarkan fenomenatersebut, maka Distribusi Karakteristik Responden
Karakteristik Persentase
peneliti tertarik untuk melakukan penelitian Jumlah
Responden (%)
Umur
dengan judul Pengaruh Terapi psikoreligius:
Remaja akhir (17-25) 11 32,4
membaca Al Fatihah terhadap tingkat Dewasa awal (26-35) 9 26,5
Dewasa akhir (36-45) 9 26,5
halusinasi pada pasien skizofrenia. Lansia awal (46-55) 4 11,8
Manula (>65) 1 2,9
Total 34 100
METODOLOGI PENELITIAN Jenis Kelamin
Laki-laki 25 73,5
Penelitian ini dilaksanakan di ruang Perempuan 9 26,5
Total 34 100
rawat inap Sebayang, Kampar, Kuantan, Siak Pendidikan Terakhir
Tidak Sekolah 3 8,8
dan Indragiri Rumah Sakit Jiwa Tampan SD 15 44,1
SMP 1 2,9
Provinsi Riau, yang dimulai dari bulan SMA 14 41,2
Februari sampai bulan Juli 2017. Penelitian ini Perguruan Tinggi 1 2,9
Total 34 100
menggunakan desain quasy exsperimental Status Pekerjaan
Mahasiswa/Pelajar 2 5,9
dengan pendekatan pretest-posttest design with PNS 2 5,9
Wiraswasta 8 23,5
control group. Petani 5 14,7
Populasi dalam penelitian ini adalah Buruh 5 14,7
Tidak Bekerja 12 35,3
pasien skizofrenia dengan diagnosa Total 34 100
Status Pernikahan
keperawatan halusinasi diRumah Sakit Jiwa Menikah 7 20,6
Belum Menikah 24 70,6
Tampan Provinsi Riau dengan jumlah 218 Bercerai 3 8,8

113
Jurnal Ners Indonesia, Vol. 8, No. 2, Maret 2018

Total 34 100 kelompok kontrol posttest dengan p value


Lama Dirawat
< 6 bulan 31 91,2 (0,005)< α (0,05).
>6 bulan 3 8,8
Total 34 100
Tabel 3
Uji Homogenitas Skor Halusinasi Pretest
Tabel 1 menunjukkan bahwa mayoritas Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol
responden pada kelompok eksperimen dan Median SD p value
Kelompok Eksperimen 38,00 6,936 0,619
kontrol berada pada rentang usia remaja akhir Kelompok Kontrol 35,00 8,913
(17-25) sebanyak 11 orang (32,4%) dengan
mayoritas jenis kelamin laki-laki sebanyak 25 Tabel 3 menunjukkan bahwa dari uji
orang (73,5%). Sebagian besar responden statistik didapatkan nilai median sebelum
memiliki status pendidikan terakhir SD yaitu dilakukan terapi (pretest) kelompok
sebanyak 15 orang (44,1%) dengan status eksperimen adalah 38,00 dengan standar
pekerjaan mayoritas tidak bekerja sebanyak 12 deviasi 6,939 dan median kelompok kontrol
orang (35,3%). Status pernikahan mayoritas adalah 35,00 dengan standar deviasi 8,913.
dari responden adalah belum menikah yaitu Hasil analisa didapatkan nilai p value (0,619)>
sebanyak 24 orang (70,6%) dengan mayoritas α (0,05), maka skor halusinasi pretest
lama dirawat < 6 bulan yaitu sebanyak 31 kelompok eksperimen dan kelompok kontrol
orang (91,2%). adalah homogen.

Analisa Bivariat Tabel 4


Tabel 2 Perbedaan Skor Halusinasi Pretest dan
Uji Normalitas Data Kelompok Eksperimen Posttest pada Kelompok Eksperimen dan
dan Kontrol Kontrol
Variabel N Median Perbedaan SD p
Kelompok N P value Median value
Eksperimen Pretest 17 0,276 Kelompok 17
Posttest 17 0,000 Eksperimen
Pretest 38,00 6,936 0,000
Kontrol Pretest 17 0,866
Posttest 17,00 21,00 3,572
Posttest 17 0,005 Kelompok 17
Kontrol
Pretest 35,00 8,913 0,030
Tabel 2 menunjukkan bahwa dariuji Posttest 25,00 10,00 13,62

normalitas data yang menggunakan uji


Shapiro-Wilk didapatkan hasil pada kelompok Tabel 4 kelompok eksperimen yang

eksperimen pretestdan posttestdata dilakukan menggunakan uji Wilcoxon

terdistribusi tidak normal dengan p didapatkan selisih median skor halusinasi

valueposttest (0,000)< α (0,05) dan pada pretest dan posttest pada kelompok
eksperimen adalah 21,00. Hasil analisa data
diperoleh p value (0,000) < α (0,05), maka

114
Sri Mardiati1, Veny Elita2, Febriana Sabrian3 ,Pengaruh Terapi Psikoreligius: Membaca Al
Fatihah Terhadap Skor Halusinasi Pasien Skizofrenia

dapat disimpulkan ada perbedaan median skor yang mendapatkan terapi psikoreligius:
halusinasi yang signifikan sebelum dan membaca Al Fatihah dengan kelompok
sesudah diberikan terapi psikoreligius: kontrol yang tidak mendapatkan terapi
membaca Al Fatihah pada kelompok psikoreligius: membaca Al Fatihah. Artinya
eksperimen. terdapat pengaruh terapi psikoreligius:
Uji statistik untuk kelompok kontrol membaca Al Fatihah terhadap skor halusinasi
yaitu uji Wilcoxonmendapatkan selisih skor pasien skizofrenia.
halusinasi pretest dan posttest adalah 10,00.
Hasil analisa data mendapatkanp value PEMBAHASAN
(0,030)< α (0,05), maka dapat disimpulkan ada Analisa Univariat
perbedaan antara median skor halusinasi tanpa 1. Umur
pemberian terapi psikoreligius: membaca Al Berdasarkan penelitian yang telah
Fatihah pada kelompok kontrol namun selisih dilakukan diketahui mayoritas umur responden
angka pada kelompok kontrol tidak berada pada tingkat remaja akhir dengan
sesignifikan pada kelompok eksperimen. rentang 17-25 tahun yang berjumlah11 orang
(32,4%). Pada rentang usia ini individu
Tabel 5 mampu melakukan interaksi yang akrab
Perbedaan Nilai Posttest Skor Halusinasi dengan orang lain terutama lawan jenis dan
pada Kelompok Eksperimen yang diberikan
mempunyai pekerjaan. Kegagalan dalam
Terapi dengan Kelompok tanpa Pemberian
Terapi interaksi dan pekerjaan akan membuat
Variabel Median Perbedaan SD p individu menjauhi pergaulan dan merasa
Median value
Kelompok 17,00 8,00 3,572 0,019 kesepian kemudian menyendiri (Keliat, Helena
Eksperimen
Kelompok 25,00 13,627 & Farida, 2013).
Kontrol
Elvira (2015) menyatakan bahwa
Tabel 5 menunjukkan bahwa dari uji skizofrenia muncul pada usia remaja akhir atau
Mann-Whitney didapatkan hasil median skor dewasa muda dengan rentang usia 15-25 pada
halusinasi posttest pada kelompok eksperimen laki-laki dan 25-35 pada perempuan. Di usia
adalah 17,00 sedangkan pada kelompok ini individu akan mudah mengalami
kontrol nilai medianhalusinasi posttest adalah ketidakmampuan dalam mengatasi masalah
25,00 dengan selisih skor halusinasi yaitu sehingga akan mudah menyebabkan gangguan
sebanyak 8,00. Hasil uji statistik diperoleh p emosional.
value (0,019)< α (0,05), maka dapat 2. Jenis kelamin
disimpulkan ada perbedaan yang bermakna Hasil penelitian menunjukkan sebanyak
skor halusinasi antara kelompok eksperimen 25 orang responden berjenis kelamin laki-laki.

115
Jurnal Ners Indonesia, Vol. 8, No. 2, Maret 2018

Prevalensi skizofrenia pada laki-laki dan dalam isi pikiran, gangguan dalam bentuk
perempuan setara, namun perbedaan terletak pikiran, gangguan gerakan mata, gangguan
pada awitan dan perjalanan penyakitnya. persepsi, dan gangguan emosi (Nevid, Rathus,
Awitan pada laki-laki terjadi lebih dini & Greene, 2005), sehingga keadaan pasien ini
dibandingkan pada perempuan. Lebih dari akan mengurangi konsentrasi dalam belajar
separuh pasien skizofrenia yang dirawat dan mempengaruhi kemampuan individu
adalah laki-laki namun hanya sepertiga pasien dalam menerima dan mengolah informasi.
skizofrenia perempuan yang dirawat di rumah Tingkat pendidikan dapat mempengaruhi
sakit psikiatri (Sadock & Sadock, 2010). kemampuan individu dalam menerima
Sejumlah studi mengindikasikan bahwa informasi dan mengolahnya. Tingkat
laki-laki lebih cenderung mengalami hendaya pendidikan yang rendah akan memperoleh
(kemballinya gejala skizofrenia) akibat gejala pengetahuan atau informasi yang lebih sedikit
negatif dari pada perempuan. Perempuan daripada individu yang berpendidikan tinggi.
cenderung memiliki kemampuan fungsi sosial Hal tersebut akan mempengaruhi mekanisme
yang lebih baik dari laki-laki sebelum awitan koping dan pengendalian diri dalam
penyakit. Secara umum hasil akhir pasien menghadapi suatu masalah (Mayasari, 2016).
skizofrenia perempuan lebih baik 4. Status Pekerjaan
dibandingkan hasil akhir pasien skizofrenia Berdasarkan penelitian yang telah
laki-laki (Sadock & Sadock, 2010). Hal ini dilakukan didapatkan informasi bahwa
terjadi karena pasien yang berjenis kelamin sebelum dirawat di RSJ Tampan mayoritas
perempuan lebih patuh minum obat dari pada responden memiliki status pekejaan tidak
laki-laki (Novitayani, 2016). bekerja yaitu 12 orang (35,3%). Status
Kejadian gangguan jiwa berat pada pekerjaan termasuk kedalam faktor sosial
perempuan lebih ringan dibanding laki-laki. kultural yang dapat mempengaruhi perilaku
Sedangkan untuk gangguan jiwa ringan dua manusia (Stuart & Laraia, 2005).
kali lebih banyak diderita oleh perempuan dari Faktor sosial kultural yang dapat
pada laki-laki, hal ini dipengaruhi oleh kondisi mempengaruhi perilaku manusia yaitu usia,
sosial ekonomi. jenis kelamin, pendidikan, penghasilan,
3. Pendidikan pekerjaan, posisi sosial, latar belakang budaya,
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai dan pengalaman sosial individu. Semua
pendidikan mayoritas responden adalah tamat faktor ini dapat mempengaruhi kualitas
SD yaitu 15 orang (44.1%). Hal ini disebabkan kesehatan jiwa individu sehingga kemampuan
oleh kondisi pasien yang mengalami gangguan individu dalam beradaptasi harus ditingkatkan
dalam pikiran dan pembicaraan, gangguan dalam menghadapi situasi tersebut agar

116
Sri Mardiati1, Veny Elita2, Febriana Sabrian3 ,Pengaruh Terapi Psikoreligius: Membaca Al
Fatihah Terhadap Skor Halusinasi Pasien Skizofrenia

individu tidak jatuh pada skizofrenia bahwa mayoritas lama rawat pasien di RSJ
(Damayanti, 2014). Tampan adalah selama 17-109 hari dengan
5. Status Pernikahan angka 61,8 %. Hasil analisis dari penelitian
Berdasarkan penelitian yang dilakukan tersebut didapatkan nilai p value (0,158) > α
didapatkan karakteristik status pernikahan (0,05) dengan kesimpulan bahwa tidak ada
responden terbanyak adalah 24 orang (70,6%) hubungan yang signifikan antara lama hari
yaitu belum menikah. Stigma negatif yang rawat dengan kemampuan pasien dalam
dialami oleh penderita skizofrenia mempersulit mengontrol halusinasi.
penderita skizofrenia untuk memperoleh Kemampuan pasien dalam mengontrol
pasangan hidup (Loganathan & Murthy, halusinasi sangat tergantung pada
2008). penatalaksanaan yang diberikan oleh tenaga
Hasil penelitian ini sama dengan hasil kesehatan kepada pasien. Danardi (2007)
penelitian Mayasari (2016) yang juga menyebutkan bahwa kualitas pelayanan
melakukan penelitian pada pasien skizofrenia kesehatan sangat mempengaruhi lama hari
dengan halusinasi didapatkan responden yang rawat pasien. Semakin baik kualitas pelayanan
belum menikah adalah sebanyak 17 orang kesehatan yang diberikan maka semakin cepat
(56,7%). Penelitian lain juga menyebutkan masa rawatnya.
bahwa pasien skizofrenia yang berjenis
kelamin laki-laki dapat mengalami disfungsi Analisa Bivariat
seksual sebagai akibat dari farmakoterapi 1. Skor halusinasi pada kelompok
antipsikotik olanzapine dan risperidone. Obat eksperimen dan kelompok kontrol
antipsikotik risperidone dapat membuat sebelum diberikan terapi psikoreligius:
terjadinya disfungsi organ seksual, sedangkan membaca Al Fatihah
antipsikotik olanzapine dapat menyebabkan Hasil uji homogenitas pada kelompok
terjadinya penurunan libido, masalah ejakulasi eksperimen dan kelompok kontrol sebelum
dan disfungsi erektil (Olfson, Uttaro, Carson & diberikan terapi psikoreligius: membaca Al
Tafesse, 2005). Fatihah (pretest) adalah p value (0,619)> α
6. Lama Dirawat (0,05) yang berartikedua kelompok tersebut
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh homogen, hal ini berarti data dari kedua
hasil responden terbanyak dirawat kurang dari kelompok ini memiliki varians yang sama.
6 bulan yaitu 31 orang dan 3 orang responden Perbandingan skor halusinasi pasien
yang dirawat lebih dari 6 bulan. Berdasarkan skizofrenia pada kelompok eksperimen
penelitian yang dilakukan oleh Wahyuni, sebelum dan sesudah diberikan terapi
Yuliet dan Elita (2012) didapatkan informasi psikoreligius: membaca Al Fatihah

117
Jurnal Ners Indonesia, Vol. 8, No. 2, Maret 2018

Nilai pretest dan posttest pada kelompok didapatkan informasi bahwa penatalaksanaan
eksperimen terjadi penurunan nilai median yang telah diberikan kepada pasien di RSJ
yang signifikan yaitu dari 38,00 menjadi Tampan adalah mengidentifikasi halusinasi,
17,00 perubahan sebesar 21,00 poin dengan p cara mengontrol halusinasi, terapi aktivitas
value (0,000)< α (0,05). Hal ini dapat kelompok: stimulasi persepsi sensori
disebabkan oleh membaca Al Fatihah yang halusinasi, kegiatan kerohanian (ceramah
dilakukan selama satu minggu sebanyak 6 kali agama), senam bersama, terapi Murottal Al-
yang dibacakan dengan tempo yang lambat Qur’an dant terapi zikir Al-Ma’tsurat
(<60 ketukan/menit) dapat mengatur irama Hal ini berbeda dengan penelitian yang
detak jantung dan mengeluarkan endorphin dilakukan oleh Sari (2016) dengan judul
sehingga membuat kenyamanan dan efektifitas terapi murotal Al Qur’an terhadap
ketenangan. Kahel (2010) mengatakan bahwa skor halusinasi pendengaran didapatkan
membaca dan mendengarkan ayat Al Qur’an median pada kelompok Kontrol pada saat
akan menstabilkan getaran neuron sehingga pretest adalah 32 dan posttest didapatkan
bisa melakukan fungsinya dengan baik. Ilmu sebesar 30, dengan p value 0,09 > α (0,05).
kedokteran telah banyak membuktikan bahwa Pada penelitian tersebut dapat disimpulkan
Al Qur’an dengan kandungannya bermanfaat bahwa tidak terdapat penurunan yang
untuk pengobatan (Erita & Suharsono, 2014). signifikan antara skor halusinasi sebelum dan
Seperti yang terbukti pada penelitian ini bahwa sesudah diberikan murotal Al-Qur’an.
membaca Al Qur’an bermanfaat dalam 3. Perbandingan skor halusinasi pasien
penatalaksanaan halusinasi pada kelompok skizofrenia pada kelompok eksperiman
eksperimen. dan kelompok kontrol sesudah diberikan
2. Perbandingan skor halusinasi pasien terapi psikoreligius: membaca Al
skizofrenia pada kelompok kontrol Fatihah
sebelum dan sesudah diberikan terapi Hasil statistik menunjukkan terdapat
psikoreligius: membaca Al Fatihah perbedaan yang bermakna antara skor
Nilai pretest dan posttest pada kelompok halusinasi setelah diberikan terapi
kontrol terjadi penurunan nilai median 10 poin psikoreligius: membaca Al Fatihah pada
yaitu dari 35,00 menjadi 25,00 dengan p value kelompok eksperimen dan kelompok kontrol
0,030 < α (0,05). Penurunan ini bisa dengan p value (0,019) < α (0,05), terapi
disebabkan karena telah banyaknya terapi- psikoreligius: membaca Al Fatihah efektif
terapi modalitas lainnya yang dilakukan terhadap penurunan skor halusinasi.
diruang perawatan. Dari keterangan yang Penurunan skor halusinasi pada responden
disampaikan oleh pihak perawat ruangan menunjukkan bahwa responden dengan

118
Sri Mardiati1, Veny Elita2, Febriana Sabrian3 ,Pengaruh Terapi Psikoreligius: Membaca Al
Fatihah Terhadap Skor Halusinasi Pasien Skizofrenia

pemberian terapi ini telah mampu mengontrol bertambahlah keimananya(karenanya), dan


halusinasinya. kepada Tuhan lah mereka bertawakal”.
Menurut beberapa ahli ilmu jiwa, terapi Ayat tersebut menjelaskan tentang
psikoreligius sangat dianjurkan karena terapi gambaran orang mukmin terhadap bacaan Al-
psikoreligius ini mampu mengurangi Qur’an. Mendengarkan serta membaca bacaan
penderitaan, meningkatkan proses adaptasi dan Al-Qur’an akan berpengaruh jika dilakukan
penyembuhan dari penyakit kejiwaan (Yosep, dalam keadaan yang tenang serta
2011). Salah satu terapi psikoreligius yang memperhatikan dalam arti meninggalkan
mampu menyembuhkan berbagai penyakit kesibukan yang dapat mengganggu dari
adalah dengan menggunakan Al-Qur’an (Al- kegiatan medengarkan ataupun membaca Al-
qadhi, 2010). Hasil kajian literatur Psychology Qur’an.
Forum UMM (2016) menunjukkan bahwa Al- Mengingat Allah baik dengan membaca
Quran dapat mengobati segala bentuk penyakit Al-Qur’an ataupun dengan menyebut nama
jasmani dan rohani dan segala permasalahan Allah (zikir) akan membuat tubuh rileks
hidup yang dialami oleh manusia tidak terbatas dengan cara mengaktifkan kerja system saraf
pada manusia yang beragama islam saja. Hal parasimpatik dan menekan kerja system saraf
ini dikarenakan pada hakikatnya islam yang simpatik. Hal ini akan membuat keseimbangan
didalamnya termasuk Al-Qur’an merupakan antara kerja dari kedua system saraf otonom
rahmat bagi seluruh alam (Rahmatan Lill tersebut sehingga mempengaruhi kondisi
Alamin). tubuh. Guyton dan Heriyati (dalam Mayasari,
Terapi bacaan Al-Qur’an terbukti Elita & Bayhaki, 2017) Sistem kimia tubuh
mampu mendatangkan ketenangan jiwa baik akan diperbaiki sehingga akan meningkatkan
yang membaca maupun yang vaskularisasi otak, meningkatkan faktor
mendengarkannya (Wiradisuria, 2016). neutropik yang berperan sebagai
Isnawati (dalam Wiradisuria, 2016) neuroprotektif dan meningkatkan level
menyebutkan bahwa membaca Al-Qur’an dopamine dan serotonin. Serotonin
merupakan salah satu dari sepuluh amal shalih dieksresikan oleh nucleus menuju radiks
yang membuat tubuh selalu sehat. Al-Qur’an dorsalis medullaspinalis dan menuju
(Qur’an 8:2) yang artinya “sesungguhnya hipotalamus Pelepasan serotonin diarea nuclei
orang-orang yang beriman itu, hanyalah anterior dan nuclei ventromedialhipotalamus
mereka yang apabila disebut nama Allah menimbulkan perasaan tenang dan nyaman.
gemetarlah hati mereka dan apabila Penelitian yang dilakukan oleh Fanada
dibacakan kepada mereka ayat-ayat Nya (2012) didapatkan kesimpulan bahwa dengan
melakukan kegiatan shalat dapat membantu

119
Jurnal Ners Indonesia, Vol. 8, No. 2, Maret 2018

menurunkan tingkat stress pada pasien jantung yang melambat, tekanan darah
halusinasi. Pada penelitian lainnya yang menurun, suhu tubuh meningkat dan
dilakukan oleh Hidayati (2014) tentang pernafasan yang dalam dan panjang (Rusdi &
pengaruh terapi religius zikir terhadap Isnawati, 2009).
peningkatan kemampuan mengontrol Bacaan Al-Qur’an secara fisik
halusinasi pada pasien halusinasi di Rumah mengandung unsur suara manusia, sedangkan
Sakit Jiwa Daerah DR. Amino Gondohutomo suara manusia merupakan instrumen
Semarang menyatakan bahwa kemampuan penyembuhan yang menakjubkan dan alat
mengontrol halusinasi pendengaran pasien yang paling mudah dijangkau,suara tempo
meningkat setelah dilakukan terapi zikir. yang lambat (<60 ketukan/menit)
Penelitian Sari, Jumaini, dan Utami menimbulkan ketenangan dan kenyamanan
(2016) tentang efektifitas mendengarkan (Heru, 2008). Bacaan ayat suci Al-Qur’an
murottal Al-Quran terhadap skor halusinasi yang dibacakan dengan tempo yang lambat,
pada pasien halusinasi pendengaran lembut dan penuh penghayatan dapat
didapatkan hasil bahwa murottal Al-Quran menimbulkan suatu respon relaksasi.
dengan surah Ar Rahman efektif dalam Yosep (2011) mengatakan bahwa terapi
menurunkan skor halusinasi pasien. Selain religius mampu mencegah dan melindungi dari
surah Ar Rahman surah lain yang sering penyakit kejiwaan, mengurangi penderitaan,
digunakan untuk terapi dalam kesehatan meningkatkan proses adaptasi. Berdasarkan
adalah surah Al Mulk, Al Falaq, AL Ikhlas, An keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa
Nas, Al Baqarah, dan Al Fatihah. terapi psikoreligius: membaca Al Fatihah
Berdasarkan penelitian yang dilakukan dapat menurunkan skor halusinasi pada pasien
oleh Julianto dan Subandi (2015) dengan judul skizofrenia.
membaca Al Fatihah reflektif intuitif untuk
menurunkan depresi dan meningkatkan SIMPULAN
imunitas didapatkan hasil bahwa membaca Al Berdasarkan penelitian yang dilakukan
Fatihah dapat menurunkan depresi dengan didapatkan hasil sebagai berikut: responden
menurunkan produksi hormon kortisol. berusia antara 17-69 tahun dengan mayoritas
Dengan menurunnya produksi hormon ini jenis kelamin laki-laki (73,5%) dan paling
maka akan membuat jiwa menjadi tenang banyak berpendidikan SD (44,1%). Mayoritas
sehingga tidak mengganggu keadaan status pekerjaan responden adalah tidak
homeostasis dalam diri. bekerja (35,5%) dan status pernikahan yang
Keadaan tenang akan memberikan paling banyak adalah belum menikah (70,6%).
dampak pada fisiologis tubuh seperti detak

120
Sri Mardiati1, Veny Elita2, Febriana Sabrian3 ,Pengaruh Terapi Psikoreligius: Membaca Al
Fatihah Terhadap Skor Halusinasi Pasien Skizofrenia

Hasil penelitian ini juga didapatkan rata-rata Al Qur’an terjemahan departemen agama.
(2010). Bandung: Tiga Serangkai.
lama dirawat pasien adalah < 6 bulan (91,2%).
Damayanti, R., Jumaini, & Utami, S. (2014).
Skor halusinasi pada kelompok Efektifitas musik klasik terhadap
penurunan tingkat halusinasi pada
eksperimen didapatkan nilai significancy (p
pasien halusinasi
value) 0,019 < α (0,05), maka dapat dengar di RSJ Tampan Provinsi Riau. Di
peroleh tanggal 20 Juli 2017 dari http://
disimpulkan bahwa Ho ditolak. Hal ini berarti
www.jom.unri.ac.id/index.php/JOMPSI
ada perbedaan antara pretest dan posttest dan K/article/view/3394/3291
Danardi. (2007). Asuhan keperawatan bermutu
terjadi penurunan nilai median pretest dan
di Rumah Sakit Jiwa. Diperoleh tanggal
posttest diberikan terapi psikoreligius: 20 Juni 2017 dari http://persi.co.id/padav
ersi.news/artikel.php.3.id
membaca Al fatihah itu dari 38,00 menjadi
Davison, G. C., Neale, J. M., & Kring, A. M.
17,00, dapat disimpulkan bahwa adanya (2006). Psikologi abnormal. (9th ed).
Jakarta: PT Raja Gravindo Persada.
penurunan skor halusinasi pada kelompok
Elvira, S. (2015). Bahan ajar psikiatri. Jakarta:
eksperimen yang telah diberikan terapi Badan Penerbit FKUI.
Erita & Suharsono. (2014). Pengaruh
psikoreligius: membaca Al fatihah.
membaca Al Qur’an dengan metode
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat tahsin terhadap depresi pada lansia di
Panti Sosial Tresna
disimpulkan bahwa terapi psikoreligius:
Werdha Unit Aboyoso Pakem Yogyakart
membaca Al Fatihah berpengaruh terhadap a. Diakses tanggal 20 Juni 2017 dari http
://thesis.umy.ac.id/datapublik/t34597.pdf
penurunan skor halusinasi pasien skizofrenia
Fanada, M. (2012). Perawat dalam penerapan
di RSJ Tampan Provinsi Riau. terapi psikoreligius untuk menurunkan
tingkat stres pada pasien halusinasi
pendengaran di
SARAN Rawat Inap Bangau Rumah Sakit Ernald
i Bahar Palembang. Diperoleh tanggal 2
Berdasarkan hasil penelitian ini peneliti
0 Juli 2017 dari http://www.bayuasinkab
menyarankan agar petugas kesehatan, pasien .go.id>dokumens
Fitryasari, Y., R & Nihayati, H., E. (2015).
dan keluarga pasien bisa menerapkan terapi ini
Buku ajar keperawatan kesehatan jiwa.
dalam penatalaksanaan pasien dengan Jakarta: Salemba Medika.
Hawari, D. (2010). Manajemen stres, cemas
halusinasi.
dan depresi. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI
DAFTAR PUSTAKA Heru. (2008). Ruqyah syar’i berlandaskan
Alcaff, M. (2014). Tafsir Populer Al-Fatihah. kearifan lokal. Diakses tanggal 20 Juni
Bandung: Mizan. 2017 dari http://trainermuslim.com/feed/
Al-Qadhi, A. A. Y. (2010). An introduction to rss
the sciences of the qur’aan. Diperoleh Hidayati, W. C. (2014). Pengaruh terapi
tanggal 20 Juni 2017 dari https://theauth religius
enticbase.files.wordpress.com/2010/11/i zikir terhadap peningkatan kemampuan
ntroduction-sciences-of-the-quran-yasir- mengontrol halusinasi pendengaran
qadhi.pdf pada pasien
halusinasi di RSJD DR. Amino Gondohu
tomo Semarang. Jurnal Keperawatan dan

121
Jurnal Ners Indonesia, Vol. 8, No. 2, Maret 2018

Kebidanan. Diperoleh tanggal 25 Febru tp://www.jurnal.unsyiah.ac.id/INJ/article


ari 2017 dari http://pmb.stikestelogorejo. /view/6442/5279
ac.id/ejournal/index.php/ilmukeperawata Olfson, M., Uttaro, T., Carson, W. H., &
n/article/view/243 Tafesse, E. (2005). Male sexual dysfunct
Julianto, V., & Subandi. (2015). Membaca Al ion and quality of life in schizofrenia.
Fatihah reflektif intuitif untuk menurunk Diperoleh tanggal 20 Juni 2017 dari http
an depresi dan meningkatkan imunitas. s://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/1576
Diperoleh pada tanggal 20 Juni 2017 6299
dari https://journal.ugm.ac.id/jpsi/article/ Pedak, M. (2009). Mukjizat terapi Al-Qur’an
view/6941 untuh hidup sukses. Jakarta: Wahyu
Kaheel, A. (2013). Sembuhkan sakitmu dengan Medika.
Al-Qur”an. Yogyakarta: Laras Media Rekam medis pasien. (2016). Sepuluh besar
Prima. diagnosa penyakit rawat Inap Bulan
Keliat, B. A., Helena, N., & Farida, P. (2013). Januari sampai Desember 2016 Rumah
Manajemen keperawatan Psikososial & Sakit Jiwa Tampan. Pekanbaru: RSJ
kader kesehatan jiwa. Jakarta: EGC. Tampan.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Ridha, M. R. (2007). Tafsir Al Fatihah (mene
(2013). Riset kesehatan dasar. Departem mukan hakikat ibadah). Bandung: Al
en Kesehatan Republik Indonesia. Diper bayan Mizan.
oleh tanggal 25 Februari 2017. Dari http: Sadock, B. J., & Sadock, A. V. (2010). Kaplan
//www.depkes.go.id/resources/download & sadock buku ajar psikiatri. (2th ed)
/general/Hasil%20Riskesdas%202013.pd (Profitasari & Tiara Mahatmi Nisa,
f Penerjemah). Jakarta: EGC.
Kusumawati, F & Hartono, Y. (2010). Buku Sari, A., Jumaini, & Utami, S (2016).
ajar keperawatan jiwa. Jakarta: Salemba Efektifitas mendengarkan murottal
Medika. Alquran terhadap skor halusinasi pada
Loganathan, S. & Murthy, S. R. (2008). pasien halusinasi pendengaran.
Experiences of stigma and discriminatio Diperoleh tanggal 20 Juni
n endured by people suffering from 2017 dari https://jom.unri.ac.id/index.ph
schizophrenia. Diperoleh tanggal 20 p/JOMPSIK/article/view/13097
Juni 2017 dari https://www.ncbi.nlm.nih. Setyabudi, I. (2012). Pengembangan metode
gov/pubmed/19771306 efektifitas dzikir untuk menurunkan stres
Maimunah, A. (2011). Pengaruh relaksasi dan afek negatif pada penderita stadium
dengan dzikir untuk mengatasi kecemasa AIDS.
n ibu hamil pertama. Diperoleh tanggal Diperoleh pada 20 Juni 2017 dari http://s
20 Juni 2017 dari http://etd.repository.ug 3.amazonaws.com/academia.edu.docum
m.ac.id ents/45368933/zikir_stress_aids.pdf?AW
Mayasari, E. (2017). Efektifitas terapi SAccessKeyId=AKIAIWOWYYGZ2Y5
psikoreligius: Zikir Al Ma’tsurat terhada 3UL3A&Expires=1501211455&Signatu
p skor halusinasi pendengaran pada re=1mCZ5KX7Pw3SkWEdk9A4qEybn
pasien skizofrenia. Skripsi PSIK UNRI. NE%3D&response content disposition=i
Tidak dipublikasikan. nline%3B%20filename%3DPENGEMB
Nevid, J.S., Rathus, S.A., & Greene, B. ANGAN_METODE_EFEKTIVITAS_D
(2005). Psikologi abnormal. (5th ed) ZIKIR_U.pdf
(Tim Fakultas Psikologi Universitas Stuart, G.W., & Laraia, M.T. (2005). Principle
Indonesia, Penerjemah). Jakarta: and practice of psychiatric nursing.
Erlangga. Philadelphia: Elseiver Mosby.
Novitayani, S. (2016). Karakteristik pasien Sudiatmika, I. K. (2011). Efektifitas cognitive
skizofrenia dengan riwayat rehospitalisa behavior therapy dan rational emotive
si. Diperoleh tanggal 20 juni 2017 dari ht behavior therapy terhadap klien dengan
perilaku kekerasan dan halusinasi di

122
Sri Mardiati1, Veny Elita2, Febriana Sabrian3 ,Pengaruh Terapi Psikoreligius: Membaca Al
Fatihah Terhadap Skor Halusinasi Pasien Skizofrenia

Rumah Sakir DR. H. Marzoeki Mahdi


Bogor. Diperoleh tanggal 06 April 2017
dari
http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/202814
32 T%20I%20Ketut%20Sudiatmika%20
baru.pdf
Thong, D. (2011). Memanusiakan manusia
menata jiwa membangun bangsa.
Jakarta: Gramedia.
Videbeck, S. L. (2008). Buku ajar
keperawatan jiwa. Jakarta: EGC.
Wahyuni, S., Yuliet, S. N., Elita, V. (2012).
Hubungan lama hari rawat dengan
kemampuan pasien dalam mengontrol
halusinasi. Diperoleh tanggal 20 Juni
2017 dari http://download.portalgaruda.o
rg/article.php?article=32283&val=2290
Wiradisuria, S. (2016). Menggapai kesembuha
n, sebuah harapan dan peluang menapa
ki jalan kebahagiaan. Diperoleh tanggal
20 Juni 2017 dari https://books.google.c
o.id/books?id=ZlHTDQAAQBAJ&pg=P
A69&dq=membaca+al+quran+dan+kese
mbuhan&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwj
XuLC04cfVAhUMuI8KHRX1CiUQ6A
EIOjAE#v=onepage&q=membaca%20al
%20quran%20dan%20kesembuhan&f=f
alse
World Health Organitation. (2016). Schizophre
nia. Diperoleh tanggal 20 M aret 2017.
Dari http://www.who.int/mediacentre/fac
tsheets/fs397/en/
Yosep, I. (2011). Keperawatan Jiwa. Bandung
: PT Revika Aditama.

123
PERBEDAAN EFEKTIVITAS ANTARA MEMBACA DENGAN MENDENGARKAN
SURAH AL FATIHAH TERHADAP SKOR HALUSINASI

Ila Rifatul Mahmuda1, Jumaini2, Agrina3


Ilmu Keperawatan
Universitas Riau
Email: ilarifatulmahmuda@gmail.com

Abstract

Schizophrenia is a syndrome that can affect brain, so that it can cause several symptoms. One of the positive symptoms
is hallucination. Controlling hallucination can be done with one of the modality therapies, psycho-religious therapy.
One of the psycho-religious therapy that can be used is with the Al-Qur'an media especially Surah Al Fatihah. This
research aimed to determine the differences effectiveness between reading and listening to Surah Al Fatihah toward
hallucination score. This research used pre-post design with two comparison treatments. The sample of this research
were 31 respondents who were divided into 16 respondents of reading groups and 15 respondents of listening groups
taken based on the inclusion criteria using purposive sampling technique. Each experimental group was given an
intervention for 6 consecutive days. The measurement instrument used is the Auditory Hallucination Rating Scale
(AHRC), which has been standardized. The analysis that used is univariate analysis by using Dependent sample T-test
and bivariate analysis using Independent sample T-test. The statistical result got p-value (0.652) > (α = 0.05) so it can
be concluded that there is no significant differences between reading and listening to Surah Al-Fatihah toward
hallucination score. Therefore, the intervention of reading and listening to Surah Al Fatihah can be done because both
can decrease the hallucination score.

Keywords: Hallucination score, listening of Al Fatihah, reading of Al Fatihah

PENDAHULUAN Halusinasi merupakan persepsi sensori palsu


Gangguan jiwa merupakan kegagalan tanpa adanya rangsangan yang dapat menjadi
individu dalam kemampuannya mengatasi visual, pendengaran, sentuhan, serta
keadaan sosial, rendahnya harga diri, penciuman tergantung pada organ yang terlibat
rendahnya tingkat kompetensi, dan sistem (Sethi, 2008). Klien dengan halusinasi akan
pendukung yang berinteraksi dimana individu mengalami disorientasi waktu dan terkadang
berada pada tingkat stress yang tinggi tempat, bahkan pada kondisi disorientasi yang
(Theodore, 2015). Salah satu gangguan jiwa paling ekstrem akan terjadi depersonalisasi
adalah skizofrenia. Skizofrenia menurut pada dirinya (Videbeck, 2008). Oleh karena
Stroup et al. (2014) merupakan kelainan otak itu, intervensi pada pasien halusinasi sangat
yang umumnya mempengaruhi fungsi dan penting dilakukan. Hal ini dikarenakan
perilaku mental. intervensi dapat membantu pasien untuk
World Health Organization (WHO, meningkatkan kesadaran gejala-gejala
2016) menyatakan bahwa skizofrenia halusinasi, sehingga ia dapat membedakan
merupakan gangguan mental yang parah yang antara dunia psikosis dan dunia nyata (Moller,
mempengaruhi lebih dari 21 juta orang di 2013). Penatalaksanaan pasien dengan
seluruh dunia. Skizofrenia merupakan salah halusinasi dapat dilakukan dengan terapi
satu dari gangguan jiwa berat. Gangguan jiwa farmakologi dan terapi non farmakologi
berat di Provinsi Riau sebesar 0,9 per mil (Videbeck, 2008). Terapi farmakologi berupa
(Riskesdas, 2013). Berdasarkan hasil data penggunaan obat-obatan dan terapi non
laporan rekam medik Rumah Sakit Jiwa farmakologi berupa terapi modalitas.
Tampan Provinsi Riau dari Januari-Desember Terapi modalitas merupakan terapi
2017, skizofrenia merupakan diagnosis utama dalam keperawatan jiwa karena
tertinggi dengan persentase sebesar 87,85% bertujuan untuk mengembangkan pola gaya
(RSJ Tampan, 2017). atau kepribadian secara bertahap (Direja,
Skizofrenia akan memunculkan 2011). Salah satu terapi modalitas adalah
beberapa karakteristik yang menonjol salah terapi psikoreligius. Terapi psikoreligius kini
satunya adalah halusinasi (Stroup et al., 2014). dianjurkan untuk dilakukan di rumah sakit

JOM FKp, Vol. 5 No. 2 (Juli-Desember) 2018 318


karena berdasarkan riset menunjukkan bahwa meningkatkan aktivitas berfikir yang
terapi psikoreligius mampu mencegah dan melibatkan aktivitas ke-Tuhan-an dan aktivitas
melindungi kejiwaan, meningkatkan proses emosi karena ketika membacanya akan terjadi
adaptasi, mengurangi kejiwaan, dan peningkatan yang signifikan di area pre-
penyembuhan (Yosep & Sutini, 2016). frontal kiri dan kanan (beta, alpha, dan theta)
Berdasarkan hasil data laporan rekam dan parietal kanan (beta, alpha, dan delta).
medik Rumah Sakit Jiwa Tampan bulan Salah satu surah yang dapat digunakan untuk
Januari-Desember 2017 halusinasi merupakan pengobatan adalah Al Fatihah (Rahman,
masalah keperawatan tertinggi dengan 2009).
persentase sebesar 62% (RSJ Tampan, 2017). Qayyim dan Athaillah (2008)
Hasil studi pendahuluan pada 25 Januari 2018 menjelaskan bahwa surah Al Fatihah
bahwa tindakan keperawatan yang selama ini merupakan surah yang paling mudah dan
dilakukan kepada pasien halusinasi adalah paling ringan untuk pengobatan yang apabila
terapi aktivitas kelompok dalam 2 kali dilakukan secara baik maka akan terlihat
seminggu dan intervensi sesuai SOP setiap dampak yang menakjubkan dalam
harinya. Pada hari yang sama, peneliti kesembuhan. Sebagaimana seorang penderita
melakukan wawancara kepada perawat di sejumlah penyakit di Makkah yang tidak ada
Instalasi Rehabilitasi Jiwa dan hasil dokter dan obat yang dapat
wawancara tersebut adalah pasien di RSJ menyembuhkannya, maka ia mengobati
Tampan hanya diperdengarkan murrotal Al- dirinya denga menggunakan surah Al Fatihah
Qur’an 1 kali dalam seminggu yang dan hasilnya pun menakjubkan.
diperdengarkan melalui pengeras suara. Penelitian yang dilakukan oleh Julianto
Al-Qur’an menurut Al-Mazid (2013) dan Subandi (2015) bahwa membaca Al
dapat mendatangkan kesembuhan. Hal ini Fatihah reflektif intuitif dapat meningkatkan
dikarenakan Al-Qur’an dapat memberikan imunitas dan menurunkan depresi. Ketika
ketenteraman jiwa yang akan menimbulkan membaca Al Fatihah reflektif intuitif,
keseimbangan tubuh sehingga akan hypothalamus akan merangsang adeno
mempengaruhi mekanisme defensif di dalam hipofisis untuk melepaskan hormon trofik.
tubuh untuk memproduksi zat-zat dan hormon- Hormon trofik kemudian merangsang kelenjar
hormon yang diperlukan untuk pemeliharaan adrenal untuk tidak mensekresi kortisol dalam
kesehatan (Shaleh, 2008). darah sehingga akan menurunkan depresi dan
Hasil Penelitian yang dilakukan oleh meningkatkan imunitas. Selain itu, penelitian
Sari (2016) tentang efektivitas mendengarkan yang dilakukan Mardiati (2017) tentang
murottal Al-Qur’an terhadap skor halusinasi pengaruh terapi psikoreligius didapatkan
pada pasien halusinasi pendengaran diperoleh bahwa membaca Al Fatihah dapat
bahwa terapi murottal A-Qur’an efektif menurunkan skor halusinasi pada pasien
terhadap penurunan skor halusinasi. Hal ini skizofrenia. Surah Al Fatihah dapat pula
dikarenakan terapi audio murratal Al-Qur’an dirasakan manfaatnya ketika didengarkan.
dapat menghasilkan gelombang tinggi yang Penelitian yang dilakukan oleh
mempengaruhi batang otak sehingga akan Kardiatun (2015) tentang pengaruh terapi
berdampak pada peningkatan fungsi serotonin murottal surah Al Fatihah terhadap kecemasan
(Tumiran et al, 2013). Manfaat Al-Qur’an juga pasien pre operasi di RSUD dr. Soedarsono
dapat dirasakan ketika membacanya. Pontianak Kalimantan Barat didapatkan bahwa
Pedak (2009) menjelaskan bahwa terapi murottal surah Al Fatihah dapat
ketika membaca Al-Qur’an dengan lisan tanpa menurunkan kecemasan karena mampu
berusaha mengetahui maknanya akan mempengaruhi kelenjar adrenal agar tidak
memberikan kesan positif pada hipokampus melepaskan hormon adrenalin (epinefrin) yang
(pusat ingatan emosional) dan amigdala (pusat dapat menyebabkan meningkatkan pernapasan
emosi). Hal ini didukung oleh Julianto dan pasien serta tekanan darah pasien sehingga
Etsem (2011) yang menyatakan bahwa mampu untuk mengurangi stress yang
membaca Al-Qur’an akan mampu

JOM FKp, Vol. 5 No. 2 (Juli-Desember) 2018 319


diakibatkan oleh kecemasan yang dialami oleh Karakteristik Membaca Mendengar Jumlah p
Surah Al Surah Al (N=31)
pasien pre operasi. Fatihah Fatihah
Beberapa penelitian telah membahas (N=16) (N=15)
tentang pengaruh membaca dan mendengarkan N % N % N %
Lansia Awal
surah Al Fatihah, tetapi belum ada penelitian (46-55 2 12.5 1 6.7 3 9.7
yang membandingkan secara langsung tahun)
efektivitas antara membaca dengan Jenis
mendengarkan surah Al Fatihah tehadap skor Kelamin
Laki-laki 7 43.8 11 73.3 18 58.1 0
halusinasi. Adapun tujuan dari penelitian ini .
adalah untuk melihat perbedaan efektivitas 1
Perempuan 9 56.3 4 26.7 13 41.9 9
antara membaca dengan mendengarkan surah 2
Al Fatihah terhadap skor halusinasi yang Pendidikan
diharapkan dapat menjadi salah satu manfaat Terakhir
terapi yang dapat digunakan untuk pasien Tidak 5 31.3 5 33.3 10 32.3 0
Pernah .
halusinasi. Sekolah 9
SD 6 37.5 5 33.3 11 35.5 7
METODOLOGI PENELITIAN SMP 5 31.3 5 33.3 10 32.3 1
Status
Penelitian ini menggunakan desain Pernikahan
penelitian quasi eksperimental berupa Menikah 4 25 3 20 7 22.6 1
rancangan penelitian pre-post test design with .
0
two comparison treatments. Penelitian ini Belum 12 75 12 80 24 77.4 0
dilakukan di Rumah Sakit Jiwa Tampan Menikah 0
Provinsi Riau di Ruang Siak, Kuantan, Lama
Rawat
Kampar, Indragiri, Sebayang, dan Rokan 14-28 hari 8 50 6 40 14 45.2 0
dengan teknik pengambilan sampel purposive .
sampling. Penelitian ini dimulai dari bulan 8
> 28 hari 8 50 9 60 17 54.8 4
Februari-Juli 2018. Pada penelitian ini peneliti 3
menggunakan analisis univariat dan dan Lama Sakit
analisis bivariat dengan uji dependent sample < 1 tahun - - 2 13.3 2 6.5 0
.
T test dan Independent sample T test. 0
1-3 tahun 11 68.8 4 26.7 15 48.4 7
HASIL PENELITIAN > 3 tahun 5 31.3 9 60 14 45.2 6
Berdasarkan penelitian didapatkan Sumber data primer (diolah tahun 2018)
hasil sebagai berikut: Berdasarkan tabel 1 diketahui bahwa
1. Karakteristik Responden dari 31 responden yang diteliti, distribusi
Tabel 1 responden menurut usia terbanyak adalah
Distribusi Karakteristik Responden dan Uji dewasa akhir sebanyak 14 orang (45.2%), jenis
Homogenitas kelamin terbanyak adalah laki-laki berjumlah
Karakteristik Membaca Mendengar Jumlah p
Surah Al Surah Al (N=31) 18 orang (58.1%), pendidikan terakhir
Fatihah Fatihah terbanyak adalah SD berjumlah 11 orang
(N=16) (N=15) (35.5%), status pernikahan terbanyak adalah
N % N % N %
Usia
belum menikah sebanyak 24 orang (77.4%),
Remaja 3 18.8 2 13.3 5 16.1 0 lama rawat terbanyak adalah lebih dari 28 hari
akhir (17-25 sebanyak 17 orang (54.8%), dan lama sakit
tahun)
Dewasa 6 37.5 3 20 9 29 . terbanyak adalah 1-3 tahun sebanyak 15 orang
Awal (26-35 6 (68.8%). Pada karakteristik usia, jenis kelamin,
tahun) pendidikan terakhir, status pernikahan, lama
Dewasa 5 31.3 9 60 14 45.2 3
Akhir 2 rawat, dan lama sakit masing-masing p value >
(36-45 (α=0.05), maka disimpulkan bahwa seluruh
tahun) karakteristik responden adalah homogen.

JOM FKp, Vol. 5 No. 2 (Juli-Desember) 2018 320


2. Rata-Rata Skor Halusinasi Sebelum Tabel 4
Membaca dan Mendengarkan Surah Al Perbedaan Rata-Rata Skor Halusinasi
Fatihah Sebelum dan Sesudah Intervensi Pada
Tabel 2 Kelompok Membaca dan Mendengarkan
Distribusi Rata-Rata Skor Halusinasi dan Uji Surah Al Fatihah
Homogenitas Sebelum Dilakukan Membaca Variabel N Mean SD p
Kelompok Pretest 16 74.50 40.879 0.0
dan Mendengarkan Surah Al Fatihah 00
Variabel Mean SD Min Max p membaca Posttest 16 55.31 36.930
Kelompok 74.50 40.879 14 136 0.38 surah
membaca 3 Al Fatihah
surah Kelompok Pretest 15 69.07 37.555 0.0
Al Fatihah 00
Kelompok 69.07 37.555 29 147 mendengar Posttest 15 49.67 31.536
mendengar kan surah
kan surah Al Fatihah
Al Fatihah
Sumber data primer (diolah tahun 2018)
Sumber data primer (diolah tahun 2018)
Tabel 4 menunjukkan bahwa rata-rata
Berdasarkan tabel 2 dapat dilihat
pretest kelompok membaca adalah 74.50
bahwa rata-rata skor halusinasi sebelum
dengan standar deviasi 40.879 dan nilai rata-
dilakukan intervensi membaca adalah 74.50
rata pretest kelompok mendengarkan adalah
dengan standar deviasi 40.879 dan
69.07 dengan standar deviasi 37.555. Nilai
mendengarkan adalah 69.07 dengan standar
rata-rata posttest kelompok membaca 55.31
deviasi 37.555. Berdasarkan hasil uji statistik
dengan standar deviasi 36.930 dan nilai rata-
didapatkan pula p value (0.383) > (α=0.05)
rata posttest kelompok mendengarkan 49.67
maka kelompok membaca dan mendengarkan
dengan standar deviasi 31.536. Berdasarkan
surah Al Fatihah sebelum diberikan intervensi
hasil analisis kedua kelompok didapatkan p
adalah homogen.
value (0.000) < (α=0.05) maka disimpulkan
bahwa ada perbedaan yang signifikan skor
3. Rata-Rata Skor Halusinasi Sesudah
halusinasi sebelum dan sesudah intervensi.
Membaca dan Mendengarkan Surah Al
Fatihah
5. Perbedaan rata-rata skor halusinasi sesudah
Tabel 3
intervensi pada kelompok membaca dan
Distribusi Rata-Rata Skor Halusinasi Sesudah
mendengarkan surah Al Fatihah
Dilakukan Membaca dan Mendengarkan
Tabel 5
Surah Al Fatihah
Variabel Mean SD Min Max Perbedaan Rata-Rata Skor Halusinasi
Kelompok 55.31 36.930 4 114 Sesudah Intervensi Pada Kelompok Membaca
membaca surah Al dan Mendengarkan Surah Al Fatihah
Fatihah Variabel N Mean SD p
Kelompok 49.67 31.536 11 115 Kelompok 16 55.31 36.930 0.6
mendengarkan membaca surah Al 52
surah Al Fatihah Fatihah
Sumber data primer (diolah tahun 2018) Kelompok 15 49.67 31.536
mendengarkan
Berdasarkan tabel 3 dapat dilihat surah Al Fatihah
bahwa rata-rata skor halusinasi sesudah Sumber data primer (diolah tahun 2018)
dilakukan intervensi membaca adalah 55.31
dengan standar deviasi 36.930 dan kelompok Tabel 5 menunjukkan bahwa rata-rata
mendengarkan surah Al Fatihah didapatkan posttest kelompok membaca surah Al Fatihah
rata-rata 49.67 dengan standar deviasi 31.536. adalah 55.31 dengan standar deviasi 36.930
dan nilai rata-rata posstest kelompok
4. Perbedaan rata-rata skor halusinasi mendengarkan surah Al Fatihah adalah 49.67
sebelum dan sesudah intervensi pada dengan standar deviasi 31.536. Berdasarkan
kelompok membaca dan mendengarkan hasil analisis diperoleh p value (0.652) >
surah Al Fatihah (α=0.05), maka disimpulkan bahwa tidak ada

JOM FKp, Vol. 5 No. 2 (Juli-Desember) 2018 321


perbedaan yang signifikan skor halusinasi melakukan penolakan bahwa dirinya
sesudah diberikan intervensi membaca dan sedang sakit dan menolak untuk meminum
mendengarkan surah Al Fatihah. obat karena dirinya merasa mampu untuk
mengatasi depresinya, akibatnya dirinya
PEMBAHASAN akan sering kambuh dan dirawat inap
Analisis Univariat (Zilinska & Smitkova, 2017).
1. Karakteristik Responden c. Pendidikan
a. Usia Berdasarkan hasil penelitian
Hasil penelitian terhadap 31 didapatkan bahwa pendidikan Sekolah
responden didapatkan bahwa usia Dasar merupakan status pendidikan
terbanyak adalah dewasa akhir (36-45 tertinggi dengan jumlah 11 orang (35.5%).
tahun) sebanyak 14 orang (45.2%). Hasil penelitian ini sejalan dengan
Penelitian ini sesuai dengan teori bahwa Mardiati (2017) bahwa mayoritas pasien
skizofrenia berkembang pada usia 15-45 halusinasi berada pada tingkat pendidikan
tahun (Battista, 2012). Rentang ini Sekolah Dasar yaitu 15 orang (44.1%).
merupakan rentang remaja awal dan Islami, Fakhriadi, dan Khairiyati (2018)
dewasa akhir (Depkes RI, 2009). menjelaskan bahwa pendidikan merupakan
Pieter (2017) menjelaskan bahwa faktor pemberat terjadinya kejadian
pada masa dewasa akhir akan muncul skizofrenia. Hal ini dikarenakan
perubahan psikologis berupa depresi pengetahuan merupakan faktor penting
menstrual, timbulnya perilaku yang aneh, yang menunjang kemampuan seseorang
dan sering terjadi instabilitas emosi karena semakin cukupnya tingkat
akibatnya pada masa ini akan terjadi pengetahuan dan kekuatan seseorang maka
perilaku menarik diri, menurunnya ia akan lebih matang dalam berfikir dan
kemampuan belajar (daya ingat) hingga menerima informasi (Sulastri, 2018).
muncul ilusi dan halusinasi yang jika tidak d. Status Pernikahan
segera dilakukan intervensi maka Hasil penelitian didapatkan bahwa
dikhawatirkan akan berlanjut hingga lansia mayoritas pasien halusinasi yang dirawat
dan akan membentuk demensia. Selain itu, di RSJ Tampan adalah belum menikah
Saputra, Saswati, dan Sutinah (2018) dengan jumlah 24 orang (77.4%).
menjelaskan pula bahwa pada masa Penelitian ini didukung oleh Prasetyo
dewasa akhir terjadi penurunan memori (2016) bahwa mayoritas pasien skizofrenia
dan intelegensi sehingga kemampuan berstatus belum menikah dengan
dalam menyerap atau menerima informasi persentase 58,42% dan menyatakan bahwa
berkurang akibatnya sebagian besar status pernikahan memiliki hubungan yang
responden belum bisa mengontrol signifikan terhadap kualitas hidup pasien
halusinasi. skizofrenia. Hal ini dikarenakan orang
b. Jenis Kelamin dengan skizofrenia yang telah menikah
Hasil penelitian didapatkan bahwa atau telah hidup bersama memiliki usia
pasien halusinasi terbanyak yang dirawat yang lebih lambat dari episode psikotik
di RSJ Tampan adalah berjenis kelamin pertama, memiliki dukungan tambahan,
laki-laki sebanyak 18 orang (58.1%). dan memiliki kualitas hidup yang lebih
Penelitian ini didukung oleh Saputra, tinggi daripada mereka yang masih lajang
Saswati, dan Sutinah (2018) bahwa (Nyer, et al, 2010).
mayoritas pasien halusinasi yang dirawat e. Lama Rawat
di ruang rawat inap adalah laki-laki dengan Berdasarkan hasil penelitian
jumlah sebanyak 26 orang (59.1%). didapatkan bahwa mayoritas pasien
Penyebabnya adalah ketika laki-laki halusinasi dirawat selama lebih dari 28 hari
mengalami depresi maka yang akan sebanyak 17 orang (54.8%). Penelitian ini
dilakukan adalah melakukan strategi didukung oleh penelitian yang dilakukan
pertahanan untuk melawannya dengan oleh Fahrul, Mukaddas, Faustine (2014)

JOM FKp, Vol. 5 No. 2 (Juli-Desember) 2018 322


bahwa lama rawat inap pasien skizofrenia Analisis Bivariat
paling banyak adalah lebih dari 28 hari 1. Perbedaan Skor Halusinasi Sebelum dan
sebanyak 30 orang (40.5%). Berdasarkan Sesudah intervensi Membaca Surah Al
hasil wawancara kepada perawat ruangan Fatihah
dan data sekunder yang dilakukan oleh Berdasarkan uji statistik dengan uji
peneliti bulan Juli 2018 bahwa mayoritas Dependent sample T test didapatkan bahwa
pasien lama dirawat di rumah sakit rata-rata skor halusinasi sebelum dilakukan
disebabkan rumah keluarga pasien berasal intervensi membaca surah Al Fatihah
dari luar kota sehingga menyebabkan adalah 74.50 dan sesudah dilakukan
pasien harus menunggu keluarga intervensi membaca surah Al Fatihah
menjemputnya. Selain itu, beberapa pasien terjadi perubahan skor halusinasi menjadi
yang dirawat inap merupakan pasien yang 55.31. Hasil analisis didapatkan p value
diantar oleh dinas sosial yang berada di (0.000) < (α=0.05) maka ada perbedaan
luar kota ke rumah sakit jiwa Tampan yang signifikan terhadap skor halusinasi
sehingga pasien harus menunggu. setelah dilakukan intervensi membaca
Wahyuni, Yuliet, dan Elita (2011) surah Al Fatihah.
menjelaskan tentang hubungan lama rawat Penelitian ini didukung oleh
dengan kemampuan pasien dalam Anggraini (2017) yang menyatakan bahwa
mengontrol halusinasi didapatkan bahwa setelah diberikan tindakan terapi spiritual
tidak ada hubungan yang signifikan antara (membaca Al-Qur’an), pasien dengan
lama hari rawat dengan kemampuan pasien depresi berat dengan psikosomatik
dalam mengontrol halusinasi hal ini menunjukkan penurunan keinginan bunuh
dikarenakan kemampuan mengontrol diri dari rentang respon bunuh diri
halusinasi antara pasien pada batas (maladaptif) menjadi beresiko destruktif
minimal dan maksimal perawatan tidak hingga peningkatan diri (adaptif). Hal ini
menunjukkan perbedaan karena pola dikarenakan ketika membaca Al-Qur’an
pelaksanaan tindakan yang ditetapkan dengan lisan akan memperkuat pemaknaan
untuk pasien halusinasi adalah sama. ayat sebab impuls yang datang berasal dari
f. Lama Sakit korkteks penglihatan dan korteks
Hasil penelitian didapatkan bahwa pendengaran sehingga akan meningkatkan
mayoritas pasien halusinasi sudah kualitas positif pada pembacanya serta
mengalami sakit selama 1-3 tahun yaitu terjadi hubungan yang multikompleks
sebanyak 15 orang (48.4%). Menurut sehingga impuls yang masuk ke dalam
Kasper dan Papadimitriou (2010) bahwa otak mempengaruhi amigdala (pusat
skizofrenia merupakan penyakit seumur emosi) dan hipokampus (pusat ingatan
hidup. Hal ini disebabkan karena pada emosional) (Pedak, 2009).
pasien skizofrenia terjadi perubahan sistem Selain itu penelitian yang dilakukan
neurotransmitter otak yang membawa oleh Julianto dan Subandi (2015)
pesan dari ujung sambungan sel ke sel didapatkan bahwa ketika membaca Al-
lainnya (Yosep dan Sutini, 2016). Selain Qur’an khususnya Al Fatihah reflektif
itu, riset secara konsisten telah intuitif terjadi penurunan depresi dan
menunjukkan bahwa adanya penurunan peningkatan imunitas yang signifikan
volume otak dan fungsi otak yang karena secara neurologis membaca lebih
abnormal pada area temporal dan frontal memiliki efek dibandingkan hanya
(Videbeck, 2008). Penelitian ini sejalan mendengarkan. Pada saat membaca maka
dengan Yuli, Jumaini, dan Hasneli (2015) talamus akan dipengaruhi melalui coliculus
yang menjelaskan bahwa pasien dengan superior dan coliculus inferior sehingga
waktu sakit yang lama mengindikasikan menjadikan membaca Al Fatihah akan
bahwa pasien sudah lama menderita, lebih terasa terhadap tubuh dibanding
sehingga waktu untuk kesembuhan hanya mendengarkan Al Fatihah saja.
memerlukan waktu yang lama juga.

JOM FKp, Vol. 5 No. 2 (Juli-Desember) 2018 323


2. Perbedaan Skor Halusinasi Sebelum dan berdasarkan hasil rata-rata skor halusinasi
Sesudah intervensi Mendengarkan Surah sebelum dan sesudah intervensi, pada
Al Fatihah kelompok membaca surah Al Fatihah
Berdasarkan uji statistik dengan uji mengalami penurunan sebanyak 19.19 dan
Dependent sample T test didapatkan pada kelompok mendengar surah Al
adanya perubahan rata-rata skor halusinasi Fatihah mengalami penurunan sebanyak
setelah intervensi mendengarkan surah Al 19.40. Sehingga pada kelompok mendengar
Fatihah yaitu dari 69.07 menjadi 49.67. surah Al Fatihah menunjukkan telah terjadi
Hasil analisis ini didapatkan p value penurunan yang lebih besar dibandingkan
(0.000) < (α=0.05) maka disimpulkan pada kelompok membaca surah Al Fatihah.
bahwa terjadi perubahan yang signifikan Padahal menurut perjalanan neurofisiologis
rata-rata skor halusinasi setelah mendengar menjelaskan bahwa membaca Al-Qur’an
surah Al Fatihah. (surah Al Fatihah) memberikan dampak
Penelitian ini sejalan dengan yang lebik baik dibandingkan
Faradisi dan Aktifah (2018) bahwa terjadi mendengarkannya.
perubahan yang signifikan sebelum dan Berdasarkan pengamatan yang
sesudah terapi murotal terhadap skor dilakukan oleh peneliti bahwa adanya
kecemasan post operasi dengan p value penurunan skor halusinasi yang lebih besar
(0.001) < (α=0.05). Berdasarkan hasil riset pada kelompok mendengarkan surah Al
lain didapatkan pula bahwa suara melodi Fatihah disebabkan karena perhatian
dari terapi Al-Qur’an mempuyai efek responden lebih fokus mendengar murotal
terapeutik untuk mengatasi masalah surah Al Fatihah yang didengarkan melalui
emosional, kognitif, dan sosial individu earphone. Selain itu, hal ini didukung
(Tumiran et al., 2013). Ketika dengan besarnya volume yang diberikan
mendengarkan terapi murotal persepsi ketika intervensi mendengarkan surah Al
pikiran dan dialog batin akan dipengaruhi Fatihah sehingga responden mengalami
sehingga berdampak pada emosi (Faradisi konsenterasi yang baik ketika
& Aktifah, 2018). Selain itu, ketika mendengarkannya. Terjadinya konsenterasi
mendengarkan pembacaan Al-Qur’an yang baik pada responden menjadikan
maka akan terjadi peningkatan gelombang responden menjadi lebih khusyuk pada saat
alpha sehingga dapat menimbulkan mendengarkannya sehingga efek teraupetik
relaksasi (Zulkurnaini, et. al., 2012). dari mendengarkan surah Al Fatihah
3. Perbedaan Skor Halusinasi Sesudah berdampak baik pada dirinya. Tumiran, et.
Intervensi Membaca dan Mendengarkan al. (2013) menjelaskan bahwa efek
Surah Al Fatihah Terhadap Skor Halusinasi teraupetik ini dapat dihasilkan karena ketika
Berdasarkan uji statistik dengan uji mendengarkan terapi audio murrotal Al-
Independent sample T test didapatkan Qur’an akan dihasilkan gelombang alpha
bahwa rata-rata posttest kelompok yang lebih tinggi sehingga akan
membaca surah Al Fatihah adalah 55.31. berpengaruh pada kognitif, emosional, dan
Pada kelompok mendengarkan surah Al sosial individu.
Fatihah adalah 49.67. Pada hasil analisis Pada responden yang diberikan
didapatkan p value (0.652) > (α=0.05) intervensi membaca surah Al Fatihah
maka Ho gagal ditolak yang berarti tidak memiliki hasil skor halusinasi yang lebih
adanya perbedaan yang signifikan rendah dibandingkan kelompok mendengar
efektivitas antara membaca dengan surah Al Fatihah. Padahal menurut teori
mendengarkan surah Al Fatihah terhadap ketika membaca akan menimbulkan hasil
skor halusinasi. yang lebih bermakna dibandingkan
Secara statistik perbedaan mendengar. Berdasarkan pengamatan yang
pemberian intervensi membaca dan dilakukan oleh peneliti, hal ini disebabkan
mendengarkan surah Al Fatihah tidak oleh beberapa faktor yang memungkinkan
menunjukkan adanya perbedaan. Namun,

JOM FKp, Vol. 5 No. 2 (Juli-Desember) 2018 324


terjadinya hasil yang tidak terlalu membaca dan mendengarkan surah Al Fatihah
bermakna. dapat menjadi salah satu sarana yang dapat
Faktor yang mempengaruhi adalah dilakukan oleh pasien halusinasi dalam
kurangnya konsenterasi dan kekhusyukan mengontrol halusinasinya.
responden pada saat melakukan intervensi
membaca surah Al Fatihah yang UCAPAN TERIMAKASIH
diakibatkan oleh kondisi ruangan yang tidak Penulis mengucapkan terimakasih
mendukung seperti adanya pasien lain yang kepada Pembimbing I dan II yang telah
bernyanyi, berteriak, memanggil namanya, memberikan arahan dan bimbingan serta
dan memotong pembicaraan ketika peneliti segala motivasinya.
melakukan pengukuran skor halusinasi.
1
Padahal konsenterasi diperoleh jika dalam Ila Rifatul Mahmuda: Mahasiswa Fakultas
kondisi yang menyenangkan, tenang, dan Keperawatan Universitas Riau, Indonesia
2
nyaman (Julianto, 2017). Faktor lain yang Ns. Jumaini, M.Kep., Sp.Kep.J: Dosen
mempengaruhi adalah responden kurang Bidang Keilmuan Keperawatan Jiwa Fakultas
membaca dan keseriusan dalam Keperawatan Universitas Riau, Indonesia
3
menjalankan intervensi membaca surah Al Ns. Agrina, M.Kep., Sp.Kom., PhD: Dosen
Fatihah sehingga membacanya tidak Bidang Keilmuan Komunitas Fakultas
dilakukan dengan jelas, benar, dan tartil. Keperawatan Universitas Riau, Indonesia

SIMPULAN DAFTAR PUSTAKA


Hasil penelitian menunjukkan bahwa Al-Mazid, H. (2015). Dahsyatnya Terapi Al-
karakteristik responden yang terdiri dari 31 Qur’an. Jakarta: Maghfirah Pustaka.
responden didapatkan bahwa usia terbanyak Anggraini, T. S. (2017). Analisis praktik klinik
adalah dewasa akhir (36-45 tahun) (45.2%), perawatan jiwa pada pasien resiko
jenis kelamin terbanyak adalah laki-laki bunuh diri dengan intervensi
(58.1%), pendidikan tertinggi adalah pemberian terapi spiritual (membaca
pendidikan SD (35.5%), status pernikahan al-qur’an) terhadap penurunan
terbanyak adalah belum menikah (77.4%), keinginan bunuh diri di ruang belibis
lama rawat terbanyak adalah lebih dari 28 hari rsjd atma husada mahakam samarinda.
(54.8%), dan lama sakit tertinggi adalah 1-3 Diakses pada tanggal 29 Juli 2018 dari
tahun (48.4%). https://dspace.umkt.ac.id/handle/463.2
Intervensi membaca dan 017/226.
mendengarkan surah Al Fatihah dengan uji Battista, E. (2012). Crash Course
th
Dependent sample T test menunjukkan hasil Pharmacology. (4 ed). China: Mosby
yang signifikan terhadap penurunan skor Elsevier.
halusinasi karena kedua kelompok didapatkan Depkes Republik Indonesia. (2009).
p value (0.000) < (α=0.05). Hasil Uji https://www.scribd.com/doc/15148444
Independent sample T test didapatkan p value 0/Kategori-Umur-Menurut-Depkes-RI.
(0.652) > (α=0.05), maka dapat disimpulkan Diperoleh pada tanggal 02 Agustus
bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan 2018.
efektivitas antara membaca dengan Direja, A. H. S. (2011). Buku Ajar Asuhan
mendengarkan surah Al Fatihah terhadap skor Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha
halusinasi. Medika.
Fahrul, Mukaddas, A., & Faustine, I. (Agustus,
SARAN 2014). Rasionalitas penggunaan
Bagi bidang ilmu keperawatan antipsikotik pada pasien skizofrenia di
khususnya perawat jiwa diharapkan dapat instalasi rawat inap jiwa rsd madani
menjadi salah satu terapi pilihan bagi pasien provinsi sulawesi tengah periode
halusinasi dalam melakukan tindakan januari-april 2014. Online Jurnal of
keperawatan. Selain itu, diharapkan terapi Natural Science. Vol. 3 No. 2: 18-29.

JOM FKp, Vol. 5 No. 2 (Juli-Desember) 2018 325


Diakses pada tanggal 02 Agustus 2018 httpjournal.stikmuhptk.ac.idindex.phpj
dari kkarticleview1614.
httpjurnal.untad.ac.idjurnalindex.phpej Kasper, S., & Papadimitriou, G. N. (2010).
urnalfmipaarticleview29812056. Schizophrenia. (2nd ed). Boca Raton:
Faradisi, F., & Aktifah, N. (2018). Pengaruh Informa Healthcare.
pemberian terapi murottal terhadap Mardiati, S. (2017). Pengaruh Terapi
penurunan kecemasan post operasi. Psikoreligius: Membaca Al Fatihah
Profesional Islam. Vol.15 No. 2. Terhadap Skor Halusinasi Pasien
Diakses pada tanggal 29 Juli 2018 dari Skizofrenia. Skripsi Psik Unri. Tidak
https://www.ejournal.stikespku.ac.id/in dipublikasikan.
dex.php/mpp/article/view/2/199. Moller, M. D. (2013). Principles and Practice
Islami, S. V., Fakhriadi, R., & Khairiyati, l. of Psychiatric Nursing. (10th ed)
(2018). Faktor determinan kejadian (Stuart, G., W., Editor). China:
skizofrenia pada pasien rawat jalan di Elsevier.
rumah sakit jiwa sambaing lihum Nyer, M., dkk. (Agustus, 2010).The
Kalimantan selatan. Berkala Kesehatan relationship of marital status and
Masyarakat Indonesia. Vol. 8. Diakses clinical characteristics in middle-aged
pada tanggal 28 Juli 2018 and older patients with schizophrenia
darihttp://fk.jtam.unlam.ac.id/ and depressive symptoms. Ann Clin
index.php/bkm/article/view/156/40. Psychiatry. Vol 22 No. 3: 172-9.
Julianto & Etsem. (Juni, 2011). The effect of Diakses pada tanggal 29 Juli 2018 dari
reciting holy qur’an toward short-term https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/
memory ability analysed trought the 20680190.
changing brain wave. Jurnal Psikologi, Pedak, M. (2009). Mukjizat Terapi Qur’an
vol. 38 No. 1: 17-29. Diakses pada untuk Hidup Sukses. Jakarta:
tanggal 25 Januari 2018 dari Wahyumedia.
https://journal.ugm.ac.id.jpsi/ Pieter, H. Z. (2017). Dasar-Dasar Komunikasi
article/view/7661/5939. Bagi Perawat. Jakarta: Kencana.
Julianto, V., & Subandi. (April, 2015). Prasetyo, D. R. B. (2016). Hubungan Faktor
Membaca al fatihah reflektif intuitif Demografi dengan Kualitas Hidup
untuk menurunkan depresi dan Pasien Skizofrenia. Diaskes pada
meningkatkan imunitas. Jurnal tanggal 28 Juli 2018 dari
Psikologi, Vol. 42, No. 1. Diakses pada http://repository.umy.ac.id/handle/1234
tanggal 07 Februari 2018 dari 56789/5875.
https://jurnal.ugm.ac.id/jpsi/article/vie Qayyim, I., & Athaillah, I. (2008). Rahasia
w/6941. Do’a Mustajab. Jakarta: Serambi Ilmu
Julianto, V. (2017). Meningkatkan memori Semesta.
jangka pendek dengan karawitan. Rahman, F. (2009). Fadilah Surah Al-Fatihah.
Jurnal Ilmiah Psikologi. Vol. 2 No. 2. Jakarta: Insan Medika.
Diakses pada tanggal 02 Agustus 2018 Riskesdas.(2013).http://www.depkes.go.id/res
dari http://journals.ums.ac.id/index. ources/download/general/Hasil%20Ris
php/indigenous/article/view/5451/3770 kesdas%202013. Diperoleh pada
. tanggal 10 Januari 2018.
Kardiatun, T. (September, 2015). Pengaruh Saputra, F. B., Saswati, N., & Sutinah. (Juni,
terapi murottal surah al fatihah 2018). Gambaran kemampuan
terhadap kecemasan pasien pre operasi mengontrol halusinasi klien skizofrenia
di rsud dr. soedarsono pontianak di ruang rawat inap rumah sakit jiwa
kalimantan barat. Jurnal Keperawatan daerah provinsi jambi. Riset Informasi
dan Kesehatan, Vol. 6 No. 3. Diakses Kesehatan. Vol. 7 No. 1. Diakses pada
pada tanggal 23 Februari 2018 dari tanggal 01 Agustus 2018 dari
http://stikes-

JOM FKp, Vol. 5 No. 2 (Juli-Desember) 2018 326


hi.ac.id/jurnal/index.php/rik/article/vie Wahyuni, S., Yuliet, S. N., & Elita, V. (2011).
w/112/47. Hubungan lama hari rawat dengan
Sari, A. (Oktober, 2016). Efektivitas kemampuan pasien dalam mengontrol
Mendengarkan murrotal al-qur’an halusinasi. Jurnal Ners Indonesia. vol.
terhadap skor halusinasi pada pasien 1 no. 2. Diakses pada tanggal 29 Juli
halusinasi pendengaran. Jurnal Online 2018
Mahasiwa Bidang Ilmu Keperawatan, httpejournal.unri.ac.idindex.phpJNIarti
Vol.3 No.2. Diakses pada tanggal 26 cleview641634.
Mei 2018 dari World Health Organization. (2016).
jom.unri.ac.id/index.php/JOMPSIK/arti http://www.who.int/mediacentre/factsh
cle/view/13097. eets/fs397/en/. Diperoleh pada tanggal
Sethi, S. (2008). Textbook of Psychiatry.(1st 06 Februari 2018.
ed). New Delhi: Elsevier. Yosep, I., & Sutini, T. (2016). Buku Ajar
Shaleh. (2008). Bertobat Sambil Berobat. Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika
Jakarta: Hikmah. Aditama.
Stroup, T. S., Lawrence, R. E., Abbas, A. I., Yuli, R. D. S., Jumaini, dan Hasneli, Y.
Miller, B. R., Perkins, D. O., & (Oktober, 2015). Efektivitas senam
Lieberman, J. A. (2014). The American aerobic low impact terhadap penurunan
Psychiatric Publishing Textbook of skor halusinasi. Jurnal Online
Psychiatry. (6th ed) (Hales, R. E, Mahasiswa. Vol. 2 No.2. diakses pada
Yudofsky, S. C., Roberts, L. W., tanggal 28 Juli 2018 dari
Editor). Washington DC: American httpsmedia.neliti.commediapublication
Psychiatric Publishing. s188968-ID-none.pdf.
Sulastri. (April, 2018). Kemampuan keluarga Zilinska, M., & Smitkova, H. (2017). Boys
dalam merawat orang dengan don´t cry: male depression through
gangguan jiwa. Jurnal Kesehatan. gender lens. Psychologie a její kontexty
Vol.9 No. 1. Diakses pada tanggal 23 8 (1), 2017, 87-97. Diakses pada
Juli 2018 dari httpejurnal.poltekkes- tanggal 22 Juli 2018 dari
tjk.ac.idindex.phpJKarticleview721654 http://psychkont.osu.cz/fulltext/2017/2
. 017_1_7_Zilinska-V.pdf.
Theodore, D. D. (2015). Textbook of Mental Zulkurnaini, N. A., Kadir, R. S. S. A., Murat,
Health Nursing, Vol. 2. India: Elsevier. Z. H., & Isa, R. M. (2012) The
Tumiran, M. A., Mohamad, S. P., Saat, R. M., comparison between listening to al-
Yusoff, M. Y. Z. M., Rahman, N. N. quran and listening to classical music
A., & Adil, D. S. H. (2013). on the brainwave signal for the alpha
Addressing sleep disorder of autistic band. 3rd International Conference on
children with qur’anic sound therapy. Intelligent Systems Modelling and
Health. Vol.5, No.8A2: 73-79. Diakses Simulation, Kinabalu, 8-10 Februari
pada tanggal 25 Januari 2018 dari 2012, 181-186.
httprepository.um.edu.my323881Healt doi:10.1109/ISMS.2012.60. Diakses
h_Published.pdf. pada tanggal 23 Februari 2018 dari
Videbeck, S. L. (2008). Buku Ajar http://ieeexplore.ieee.org/document/61
Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC. 69696/?reload=true.

JOM FKp, Vol. 5 No. 2 (Juli-Desember) 2018 327


Efektivitas Terapi Psikoreligius Terhadap Pasien Dengan Halusinasi

Santi Rinjani1,2, Murandari1, Andri Nugraha3, Efri Widiyanti1

Abstrak

Halusinasi menyebabkan beberapa dampak pada kehidupan individu, terutama pada


halusinasi pendengaran sering kali individu menunjukkan perilaku agresif seperti marah,
merasa tertekan, tidak dapat melakukan aktivitas dasar sehari-hari, menarik diri dari
lingkungan bahkan resiko terjadinya bunuh diri. Agama dan spiritualitas mempunyai peran
penting dalam kehidupan, termasuk pasien skizofrenia dengan halusinasi. Oleh karena itu,
terapi psikoreligius digunakan sebagai alternatif dengan menggabungkan aspek keagamaan
dan spiritualitas kedalam psikoterapi yang bertujuan meningkatkan mekanisme koping atau
mengatasi masalah terutama halusinasi. Penelusuran literatur ini dilakukan dengan tujuan
menganalisa hasil penelitian tentang pengaruh terapi psikoreligius terhadap halusinasi.
Metode yang dilakukan dalam penelusuran ini dengan cara review literatur menggunakan
media elektronik pada google scholar dan menggunakan kata kunci psychoreligious therapy
for hallucination, terapi psikoreligius pada pasien dengan halusinasi, setelah penelusuran
didapatkan 5 artkel yang memenuhi kriteria dengan tahun terbitan maksimal 10 tahun
terakhir. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa psychoreligious therapy merupakan bentuk
psikoterapi yang menggabungkan intervensi kesehatan jiwa secara modern dengan aspek
agama dengan tujuan agar pasien dapat mengatasi masalahnya dengan cara meningkatkan
mekanisme koping. Selama terapi psikoreligius, terjadi penurunan frekuensi halusinasi
pendengaran, penurunan skor halusinasi, dan peningkatan kemampuan mengontrol halusinasi.
Ada tiga jenis dalam terapi psikoreligius yaitu metode dzikir, membaca al-qur’an serta
dengan membaca surat al-fatihah. Simpulan penelitian ini menunjukkan bahwa terapi
psikoreligius secara signifikan efektif mengurangi frekuensi halusinasi pendengaran,
penurunan skor halusinasi, dan peningkatan kemampuan mengontrol halusinasi.

Kata kunci: psychoreligius therapy for hallucination, terapi psikoreligius pada pasien dengan
halusinasi

Abstract

Hallucinations cause several impacts on individual life, especially auditory


hallucinations. Often individuals show aggressive behavior such as anger, feeling depressed,
unable to carry out basic daily activities, withdrawing from the environment that has had a
self-accident. Religion and spirituality have an important role in life, including schizophrenic
patients with hallucinations. Therefore, psychoreligious therapy is used as an alternative by
combining aspects of religion and spirituality into psychotherapy which aims to improve
coping or overcome problems, especially hallucinations. The literature search was carried
out with the aim of analyzing the results of research on the effect of psychoreligious therapy
on hallucinations. The method used in this search is by reviewing the literature using
electronic media on google scholar and using the keyword psychoreligious therapy for
hallucinations, psychoreligious therapy in patients with hallucinations, after the search, it
was found that 5 articles met the criteria with a maximum publication year of the last 10
years. The results showed that psychoreligious therapy is a form of psychotherapy that
combines modern mental health interventions with religious aspects with the aim that patients
can overcome problems by increasing coping. During psychoreligious therapy, there was a
decrease in the frequency of auditory hallucinations, a decrease in the hallucination score,
and an increase in the ability to control hallucinations. There are three types of
psychoreligious therapy, namely the dhikr method, reading al-quran and reading surah al-

136
fatihah. The conclusions of this study indicate that psychoreligious therapy significantly
reduced the frequency of auditory hallucinations, decreased hallucination scores, and
increased the ability to control hallucinations.

Keywords: psychoreligious therapy for hallucinations, psychoreligious therapy in patients


with hallucinations

PENDAHULUAN
Halusinasi merupakan persepsi yang (Stuart, 2014). Halusinasi apabila tidak
salah dari rangsangan lingkungan yang dilakukan perawatan serta pengobatan
sebenarnya (Videbeck & Videbeck, 2020). akan berbahaya bagi diri sendiri mapupun
Halusinasi merupakan gejala yang khas orang lain serta lingkungan (Stuart, 2014;
terjadi pada pasien dengan skizofrenia (S S Suryani, 2013).
Suryani, 2013). Menurut data dari World Agama dan spiritualitas mempunyai
Health Organization (2008) diperkirakan peran penting dalam kehidupan, bahkan
24 juta jiwa akan mengalami penyakit spiritual mungkin merupakan kunci yang
skizofrenia diseluruh dunia dan penderita dapat berperan pada pasien dengan
skizofrenia di Indonesia pada saat ini skizofrenia (Adeeb & Bahari, 2017;
sekitar 1,2 juta (Suryani Suryani, Welch, & Triyani, Dwidiyanti, & Suerni, 2019). 45
Cox, 2013). Berdasarkan data Riskesdas % mengangap bahwa agama merupakan
2018 penderita skizofrenia mencapai elemen penting yang berperan dalam
400.000 jiwa sekitar 1,7 per 1000 dari total kehidupan pasien dengan skizofrenia
jumlah penduduk (Maulana et al., 2019). (Huguelet et al., 2011). Intervensi
Menurut (Sundeen, 1998) 70% mengalami keperawatan terhadap pasien tidak selalu
halusinasi pendengaran pada pasien mengandalkan secara farmakologi namun
skizofrenia, 20% halusinasi penglihatan diberikan secara non-farmakologi yaitu
serta 10% halusinasi yang lainnya. Hal ini melalui pendekatan religius atau
diperkuat oleh hasil penelitian (S Suryani, keagamaan. Oleh karena itu, terapi
2013) bahwa sekitar 74,13 % terjadi psikoreligius digunakan sebagai alternatif
halusinasi pendengaran pada pasien dengan menggabungkan aspek keagamaan
skizofrenia. Pasien dengan halusinasi dan spiritualitas kedalam psikoterapi yang
pendengaran sering kali menunjukkan bertujuan meningkatkan mekanisme
perilaku agresif seperti marah, merasa koping atau mengatasi masalah terutama
tertekan, tidak dapat melakukan aktivitas halusinasi (Yosep, 2011).
dasar sehari-hari (Suryani Suryani et al., Tujuan dari literature review ini
2013), menarik diri dari lingkungan yaitu menganalisa hasil penelitian tentang
bahkan resiko terjadinya bunuh diri pengaruh penggunaan terapi psikoreligius

137
sebagai pengobatan pada pasien dengan HASIL DAN PEMBAHASAN
halusinasi untuk meminimalkan potensi Karakteristik Psychoreligious Therapy
terjadinya resiko yang dapat Terdapat beberapa jenis terapi
membahayakan diri sendiri maupun psikoreligius pada pasien skizofrenia yang
lingkungan. mengalami halusinasi diantaranya yaitu
menggunakan dzikir dalam mengontrol
METODE PENELITIAN halusinasi, terapi menggunakan alqur’an
Penelusuran dilakukan menggunakan dan membaca al-fatihah. psychoreligious
metode telaah literatur dengan media therapy merupakan bentuk psikoterapi
elektronik yaitu internet. Kata kunci yang yang menggabungkan intervensi kesehatan
digunakan pada penelusuran literatur ini jiwa secara modern dengan aspek agama
yaitu ‘psychoreligious therapy for dengan tujuan agar pasien dapat mengatasi
hallucination’’, ’’terapi psikoreligius’’, masalahnya dengan cara meningkatkan
terapi psikoreligius pada pasien dengan mekanisme koping (Yosep, 2011). Agama
halusinasi’’. Literatur yang diperoleh dan spiritualitas mempunyai peran penting
melalui website google scholar. Pencarian dalam kehidupan, termasuk pasien
pertama, didapatkan jurnal yang terkait skizofrenia dengan halusinasi (Adeeb &
dengan jumlah 187 jurnal. Lalu pencarian Bahari, 2017). Terapi dzikir merupakan
dilakukan dengan membatasi rentang tahun salah satu metode untuk mencapai
2010-2020 didapatkan hasil 159. keseimbangan, dimana akan tercipta
Pembatasan artikel dilakukan dengan suasana tenang, respon emosi positif yang
harapan dapat menjaga keterkinian akan membuat sistem kerja saraf pusat
penulisan berdasarkan hasil penelitian menjadi lebih baik. Apabila dilihat dalam
terkini. Artikel kemudian dilakukan seleksi bidang kesehatan, dzikir apabila dilakukan
sesuai dengan tema penelitian dan setiap waktu dengan mengingat Allah
didapatkan 5 artikel yang memenuhi secara otomatis akan merespon otak untuk
kriteria. Alasan kerelevanan artikel dipilih mengeluarkan endorphine (S Suryani,
yaitu sumbernya jelas, original articel, 2013). Endorphine dapat menyebabkan
original research, sesuai berdasarkan topik perasaan seseorang menjadi bahagia dan
yang diinginkan, batas tahun terbit artikel menimbulkan kenyamanan (Ayashi, 2012).
dalam 10 tahun terakhir dan artikel Selain itu Terapi alqur’an dengan meminta
memiliki konten utama yaitu klien membaca surat Al Fatihah ayat 1-7,
psychoreligious therapy for hallucination. Al Isra ayat 82, Yunus ayar 57 dan Ar Rad
ayat 11 beserta dengan artinya yang
dilakukan dengan 8x pertemuan dengan

138
sehari 1x pertemuan lebih efektif dalam mengontrol halusinasi, menurut
dibandingkan hanya dilakukan terapi hasil penelitian bahwa terdapat pengaruh
generalis saja (Devita & Hendriyani, pada halusinasi pasien dengan skizofrenia
2020). (Gasril, Suryani, & Sasmita, 2020), metode
lain yaitu dengan membaca alqur’an bahwa
Fungsi Terapi Psikoreligius Pada Pasien terdapat rata-rata penurunan skor pada
dengan Halusinasi halusinasi pendengaran dengan sebelum
Berdasarkan hasil dari 5 artikel yang serta sesudah dilakukan intervensi terapi
terpilih kemudian di analisis dan ayat suci al-qur’an (Devita & Hendriyani,
disimpulkan bahwa Terapi Psikoreligius 2020), selain itu terdapat metode lain yaitu
efektif pada pasien dengan halusinasi. dengan membaca alfatihah dalam
Hasil dari studi literatur ditampilkan pada mengontrol klien terhadap halusinasi
tabel 1. pendengaran pasien dengan skizofrenia,
Berdasarkan hasil dari 5 artikel didapatkan hasil bahwa ada pengaruh
didapatkan beberapa metode dalam terapi dalam penurunan halusinasi pada pasien
psikoreligius terhadap pasien halusinasi skizofrenia (Mardiati, Elita, & Sabrian,
diantaranya adalah dengan metode dzikir 2017).

Tabel 1. Studi literatur


No Peneliti Metode Sampel Hasil
1. (Gasril et al., Quasy expriement 20 responden penderita Terdapat pengaruh terapi
2020) Menggunakan modul skizofrenia yang psikoreligious dengan
dan lembar evaluasi mengalami halusinasi menggunakan dzikir untuk
Auditory pendengaran mengontrol terjadinya halusinasi
Hallucinations Rating dengan p value sebesar 0,000,
Scale (AHRS) Hasil dari penelitian disarankan
sebelum dan sesudah dapat dijadikan terapi tambahan
intervensi untuk mengontrol halusinasi,
terutama halusinasi pendengaran
2 (Devita & Quasy expriement 46 sampel dengan Terdapat rata-rata penurunan
Hendriyani, menggunakan pre- kelompok intervensi : 23 skor halusinasi pendengaran
2020) post test responden dan sebelum dilakukan intervensi
Kelompok kontrol : 23 serta sesudah dilakukan intervensi
responden terapi ayat suci al-qur’an.
Kesimpulan bahwa terapi ayat
suci al-qur’an dirasakan efektif
pada pasien dengan halusinasi

139
pendengaran dalam mengontrol
halusinasinya (p value: 0,000).
3. (Sumartyawati, Penelitian kuantitatif Sampel yang digunakan Terdapat perbedaan signifikan
2019) dengan pendekatan untuk penelitian ini dalam mengurangi frekuensi dari
Quasy expriement sebanyak 10 orang pada halusinasi pasien dengan
dengan pendekatan setiap kelompok halusinasi pendengaran setelah
pre-post test. intervensi diberikan terapi dzikir dengan
nilai mean sebesar 0.800 dan
0.900 pada terapi aktivitas
kelompok.
4. (Hidayati & Quasy Experiment terdiri dari 75 pasien terdapat pengaruh terapi dzikir
Rochmawati, dengan pre-posttest. halusinasi pendengaran. dalam mengontrol terjadinya
2014) halusinasi pendengaran (nilai p-
value : 0,000).
5. (Mardiati, Elita, Quasy experiment Sampel terdiri dari 34 Terdapat pengaruh signifikan
& Sabrian, dengan pre-post test responden dengan pada pasien skizofrenia dengan
2017) kelompok eksperimen halusinasi, nilai p-value 0,019
17 reponden dan setelah diberikan terapi membaca
kelompok control 17 surat Al Fatihah. Skor halusinasi
responden. .teknik mengalami penurunan, nilai
pengambilan sampel median pretest dan posttest dari
dengan stratified 38,00 menjadi 17,00 setelah
random sampling. diberikan terapi psikoreligius
dengan membaca Al fatihah.

yang signifikan dalam menghilangkan


Pembahasan
pengalaman yang menakutkan mereka
Berdasarkan 5 artikel bahwa terapi
hidup dengan halusinasi (Suryani, 2019).
psikoreligius berpengaruh terhadap
Oleh karena itu, terapi psikoreligius
halusinasi pendengaran pada pasien
digunakan sebagai alternatif dengan
skizofrenia. Terdapat berbagai cara dalam
menggabungkan aspek keagamaan dan
terapi psikoreligius yang digunakan dalam
spiritualitas kedalam psikoterapi yang
mengontrol halusinasi pada pasien
bertujuan meningkatkan mekanisme
skizofrenia.yaitu dengan shalat, dzikir,
koping atau mengatasi masalah terutama
membaca surat al-fatihah, membaca doa,
halusinasi (Yosep, 2011).
dan membaca kitab suci Al-Qur’an. Terapi
Agama dan spiritualitas mempunyai
psikoreligi dapat menurunkan halusinasi
peran penting dalam kehidupan, termasuk
pendengaran disebabkan karena adanya
pasien skizofrenia dengan halusinasi.
kepercayaan kepada Tuhan yang
Kebutuhan spiritualitas dapat menjadi
dimunculkan memiliki kontribusi positif

140
sumber dukungan untuk dirinya dan untuk suara (Gasril et al., 2020). Hal ini sejalan
keyakinan keagamaannya. Bagi umat dengan hasil penelitian (Devita &
muslim, beribadah kepada Alloh dengan Hendriyani, 2020) bahwa terdapat rata-rata
cara shalat 5 waktu, membaca ayat suci al- penurunan halusinasi pendengaran setelah
Qur’an dan dzikir merupakan suatu hal diberikan intervensi intervensi terapi al-
yang dapat dilakukan setiap saat. Perintah qur’an, dan terapi ayat suci al qur’an
untuk mendekatkan diri kepada Allah juga dirasakan lebih efektif dibandingkan hanya
selalu dianjurkan untuk mengurangi rasa dilakukan terapi generalis saja dalam
gelisah, cemas atau takut yang sering mengontrol (Devita & Hendriyani, 2020).
muncul. Dalam al-quran shalat dapat Membaca ayat suci al-qur’an
memberikan manfaat menjauhi perbuatan menyebabkan getaran dari neuron tetap
keji dan munkar, selain itu dapat stabil serta bermanfaat sebagai
menentramkan jiwa karena shalat adalah penyembuhan baik penyakit fisik maupun
dzikrulloh QS. 20:14 (Yosep, 2014). kejiwaan (Devita & Hendriyani, 2020). Hal
Dampak shalat pada kesehatan sangat ini juga diperkuat lagi oleh hasil penelitian
besar, dalam shalat ada beberapa aspek (Mardiati et al., 2017) bahwa terdapat
terapeutik diantaranya adalah aspek penurunan skor halusinasi setelah
meditasi, aspek olahraga, aspek auto membaca surat Alfatihah.
sugesti, aspek kebersamaan, aspek Menurut Yosep (2014) bahwa
relaksasi otot, aspek reaksasi indra dan halusinasi pendengaran dapat berkurang
aspek katarsis. Aspek-aspek tersebut dapat dengan aspek meditasi dan auto sugesti,
didapatkan sekaligus hanya dalam shalat dimana meditasi dapat meningkatkan rasa
saja (Yosep, 2014). nyaman dan juga relaks pada tubuh. Efek
Kemanjuran terapi psikoreligius meditasi juga didapatkan ketika shalat
telah dibuktikan beberapa studi empiris. yang dilakukan khusyuk dan hanya
Kemampuan mengontrol halusinasi mengingat Allah saja, karena shalat
sesudah intervensi lebih baik dari pada merupakan kegiatan yang sangat kompleks
sebelum intervensi yang dilihat dari dan mengandung aspek relaksasi.
frekuensi, durasi, lokasi, kekuatan suara Sedangkan aspek auto-sugesti didaptkan
halusinasi, keyakinan, jumlah isi suara dari bacaan-bacaan shalat yang berupa
negatif, derajat isi suara negatif, tingkat puji-pujian, memohon mapun dan hal-hal
kesedihan/tidak menyenangkan suara yang baik sehingga dapat membimbing diri
didengar, intensitas kesedihan/tidak sendiri pada suatu keyakinan atau
menyenangkan, gangguan untuk hidup perbuatan (Yosep, 2014).
akibat suara, dan kemampuan mengontrol

141
Selain shalat, terapi psikoreligius lain Shalat dan dzikir dapat membantu
yang juga banyak disarankan oleh menggurangi halusinasi pendengaran,
beberapa ahli diantaranya menurut Hawari sampel yang digunakan dalam penelitian
(1999 dalam Yosep 2014) adalah terapi yang dilakukan adalah 24 partisipan
dzikir. Terapi dzikir dapat membuat dimulai dari 19 tahun sampai 56 tahun, dan
seseorang menjadi tenang sehingga akan sering masuk keluar rumah sakit jiwa 2-3
mempengaruhi kerja dari sistem syaraf dan kali untuk dirawat. Menurut partisipan
ssistem endokrin. Menurut Yosep (2014), suara yang didapatkan adalah dari setan
terapi dzikir dapat memberikan rasa karena kepercayaan mereka suara tersebut
tentram, karena tercantum pada Al-Quran selalu mengganggu mereka dan
surat Ar-Radu:28 yaitu dzikir dapat mengarahkan mereka kepada tindakan
mengobati penyakit hati dengan catatan kejahatan. Dalam hal kepercayaan muslim,
harus memiliki keimanan serta keikhlasan, shalat dan dzikir adalah kewajiban untuk
sehingga menimbulkan rasa senang, beribadah kepada Tuhan dan dilakukan
optimis serta memberikan pandangan lima kali dalam satu hari (Suryani, 2013).
positif kepada orang yang melakukannya. Mereka mempercayai bahwa Tuhan
Beberapa penelitian menunjukkan lah yang lebih berkuasa sehingga mereka
adanya perbedaan yang signifikan setelah meminta bantuan untuk mengurangi suara
diberikan terapi dzikir pada pasien dengan halusinasi itu dengan beribadah kepada
halusinasi dalam mengontrol halusinasinya Alloh SWT. Keuntungan yang didapatkan
(Hidayati & Rochmawati, 2014; dalam shalat yaitu dapat memberikan
Sumartyawati, 2019), hal ini juga terlihat ketenangan hati, mengurangi kecemasan,
adanya perbedaan dari nilai mean pada gundah-gulana kehidupan dan kesulitan
pre-post test sebelum dilakukan terapi hidup (Suryani, 2013). Dzikir yaitu dengan
dzikir, responden tampak berbicara sendiri mengingat Tuhan dengan beberapa kalimat
bahkan melakukan hal yang negatif. Tetapi seperti “Allohu akbar”, “subhanalloh” dan
setelah diberikan terapi dzikir, terlihat “astagfirulloh” dilakukan setelah shalat
perubahan pada responden menjadi lebih dan dapat dilakukan kapanpun ketika
tenang dan dapat mengontrol halusinasinya membutuhkan pertolongan Allah atau
dengan baik (Gasril, Suryani, & Sasmita, ketika merasa ketakutan, ketika suara-suara
2020). Orang dengan halusinasi merasa tersebut muncul. Shalat dan dzikir dapat
cemas, gelisah, tidak dapat tidur sehingga digunakan untuk memberikan ketenangan
dengan melakukan dzikir dapat terhindar karena zat endorphin keluar otomatis
dari halusinasi (S Suryani, 2013). dalam otak, zat tersebut seperti morfin
namun yang dihasilkan secara alami oleh

142
tubuh dapat mengurangi rasa sakit dan perasaan positif dan membuat relaks. Hal
memberikan perasaan positif (S Suryani, tersebut terjadi karena hormone endorphin
2013). dalam tubuh dapat dieksresikan oleh
Berdasarkan penelitian (Mardiati et system syaraf pusat dan kelenjar pituitary
al., 2017) bahwa membaca Al Fatihah yang dapat membuat manusia menjadi
sebanyak 6 kali dalam satu minggu bahagia dan relaks. Hasil penelitian
mnggunakan tempo secara lambat (<60 diharapkan dapat menjadi alternatif terapi
ketukan/menit) akan menimbulkan irama tambahan dalam melakukan intervensi
detak jantung teratur serta merangsang keperawatan pada pasien dengan
pengeluaran endorphin. Pengeluaran halusinasi.
endorphin tersebut dapat menimbulkan 1 Fakultas Keperawatan Universitas
Padadjaran Bandung
rasa nyaman dan tenteram. Hal ini sejalan
2 Universitas Bhakti Kencana Garut
dengan penelitian (Devita & Hendriyani, 3 STIKes Karsa Husada Garut
Email: rinjanisanti89@gmail.com
2020) bahwa terapi ayat suci Al-qur’an
yang telah dibacakan secara lembut, penuh DAFTAR PUSTAKA
dengan penghayatan serta dengan lambat Adeeb, N., & Bahari, R. (2017). The
Effectiveness of Psycho-spiritual
akan menyebabkan seseorang menjadi Therapy among Mentally Ill Patients.
relaks. Terapi psikoreligius dapat J Depress Anxiety 6: 267. doi:
10.4172/2167-1044.1000267 Page 2
menyebabkan penderitaan berkurang, of 2 Volume 6• Issue 2• 1000267 J
proses adaptasi secara meningkat serta Depress Anxiety, an open access
journal ISSN: 2167-1044 for neurotic
menyembuhkan dari penyakit kejiwaan patients: A preliminary clinical trial.
sehingga terapi ini sangat dianjurkan untuk Psychiatry and Clinica l
Neurosciences, 52, S6.
mengatasi masalah kejiwaan (Yosep, Devita, Y., & Hendriyani, H. (2020).
2013). TERAPI AL-QURAN DALAM
MENGONTROL HALUSINASI
PENDENGAR PADA PASIEN
SKIZOFRENIA. Jurnal Kesehatan,
KESIMPULAN DAN SARAN
11(2), 111-114.
Terapi psikoreligius terbukti efektif Gasril, P., Suryani, S., & Sasmita, H.
(2020). Pengaruh Terapi
dalam mengatasi halusinasi pasien
Psikoreligious: Dzikir dalam
skizofrenia, dilakukan dengan cara dzikir, Mengontrol Halusinasi Pendengaran
Pada Pasien Skizofrenia yang
membaca Al-Quran dan membaca surat Al
Muslim di Rumah Sakit Jiwa
fatihah untuk membantu mengurangi Tampan Provinsi Riau. Jurnal Ilmiah
Universitas Batanghari Jambi, 20(3),
suara-suara yang didengar oleh penderita
821-826.
halusinasi, karena dengan mengalihkan Hidayati, W. C., & Rochmawati, D. H. H.
(2014). Pengaruh terapi religius zikir
fokus terhadap halusinasinya dengan
terhadap peningkatan kemampuan
mengingat Allah dapat memberikan mengontrol halusinasi pendengaran

143
pada pasien halusinasi di RSJD DR. Triyani, F. A., Dwidiyanti, M., & Suerni,
Amino Gondohutomo Semarang. T. (2019). GAMBARAN TERAPI
Karya Ilmiah. SPIRITUAL PADA PASIEN
Huguelet, P., Mohr, S., Betrisey, C., SKIZOFRENIA: LITERATUR
Borras, L., Gillieron, C., Marie, A. REVIEW. Jurnal Ilmu Keperawatan
M., . . . Brandt, P.-Y. (2011). A Jiwa, 2(1), 19-24.
randomized trial of spiritual Videbeck, S., & Videbeck, S. (2020).
assessment of outpatients with Psychiatric-mental health nursing:
schizophrenia: patients' and Lippincott Williams & Wilkins.
clinicians' experience. Psychiatric
Services, 62(1), 79-86.
Mardiati, S., Elita, V., & Sabrian, F.
(2017). PENGARUH TERAPI
PSIKORELIGIUS: MEMBACA AL
FATIHAHTERHADAP SKOR
HALUSINASI PASIEN
SKIZOFRENIA. Jurnal Ners
Indonesia, 8(1), 79-88.
Maulana, I., Suryani, S., Sriati, A., Sutini,
T., Widianti, E., Rafiah, I., . . .
Hendrawati, H. (2019). Penyuluhan
Kesehatan Jiwa untuk Meningkatkan
Pengetahuan Masyarakat tentang
Masalah Kesehatan Jiwa di
Lingkungan Sekitarnya. Media
Karya Kesehatan, 2(2).
Stuart, G. W. (2014). Principles and
practice of psychiatric nursing-e-
book: Elsevier Health Sciences.
Sumartyawati, N. M. (2019).
EFEKTIVITAS TERAPI
AKTIVITAS KELOMPOK
STIMULASI PERSEPSI DAN
TERAPI RELIGIUS TERHADAP
FREKUENSI HALUSINASI.
PrimA: Jurnal Ilmiah Ilmu
Kesehatan, 5(1).
Sundeen, S. (1998). Principles and practice
of psychiatric nursing. St Louis:
Mosby Year Book.
Suryani, S. (2013). Pengalaman Penderita
Skizofrenia tentang Proses
Terjadinya Halusinasi Suryani.
Jurnal Keperawatan Padjadjaran,
1(1).
Suryani, S., Welch, A., & Cox, L. (2013).
The phenomena of auditory
hallucination as described by
Indonesian people living with
Schizophrenia. Archives of
psychiatric nursing, 27(6), 312-318.

144
Lampiran 3 Daftar Riwayat Hidup

Daftar Riwayat Hidup

Nama : Gafitri Diani


Nim : 21131143
Tempat/Tanggal Lahir : Ps. Kambang, 11 November 1998
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Jl. Ujung Air, Sutera, Kab. Pesisir Selatan,
Provinsi Sumbar
Nama Orang Tua
Ayah : Yusri Hardi
Ibu : Wendriani

Riwayat Pendidikan
No Pendidikan Tamatan
1 TK Pasar Gompong 2005
2 SDN 09 Ujung Air 2011
3 SMPN 1 Lengayang 2014
4 SMK Bhakti Kartini Bekasi 2017
5 SI Keperawatan Stikes Mercubaktijaya Padang 2021
6 Profesi Ners Stikes Mercubaktijaya Padang 2022

You might also like