You are on page 1of 2

Nama : Davva Ra’uf Raynadi

NIM : 82022050109
Kelas : 2C

PRODUK DARI MIKROBIOLOGI


KECAP IKAN (FISH SAUCE)
Sumber daya di Indonesia sangat besar, terutama sumber yang berupa pangan. Salah satu
sumber daya yang melimpah di Indonesia adalah sumber daya perikanannya, oleh karena itu
makanan tersebut harus diolah sedemikian rupa agar memiliki mutu dan kualitas yang baik.
Mutu dan kualitas yang baik dapat membantu meningkatkan nilai ekonomi dan nilai gizi di
masyarakat. Banyak cara yang digunakan untuk mengolah sumber daya pangan di sektor
perikanan. Salah satu metode yang digunakan adalah bioteknologi. Metode pemanfaatan
bioteknologi sudah ada sejak zaman dahulu yang masih menggunakan cara-cara tradisional.
Saat ini bioteknologi semakin canggih dengan meningkatnya kualitas teknologi yang digunakan.
Bioteknologi sendiri merupakan cabang ilmu yang mempelajari pemanfaatan makhluk hidup
(bakteri, jamur, virus, dll) dan produk dari makhluk hidup (enzim, alkohol) dalam proses
produksi untuk menghasilkan produk yang lebih berkualitas. Dalam teknologi perikanan,
bioteknologi banyak digunakan untuk mengawetkan produk. Hal ini disebabkan produk
perikanan memiliki daya tahan yang lama. Produk yang diproses menggunakan bioteknologi
dapat memiliki rasa dan aroma yang berbeda dari aslinya. Rasa dan aroma produk dapat
berbeda karena terjadi perubahan senyawa yang terkandung dalam produk. Fermentasi
merupakan salah satu cara dalam bioteknologi untuk pengawetan makanan. Fermentasi yang
dilakukan pada ikan akan menghasilkan produk berupa kecap ikan. Kecap ikan sendiri bisa
digunakan untuk memberi aroma sedap pada bahan masakan lainnya.
Kecap ikan (fish sauce) adalah cairan yang diperoleh dari fermentasi ikan dengan garam. Kecap
ikan biasanya digunakan sbg bumbu untuk memasak, pencelupan seafood, dan makanan orang
Timur, dibuat oleh nelayan sepanjang negara Asean. Nama kecap ikan di negara-negara Asean
juga berlainan (Indonesia : petis; Thailand : nam pla, Filipina : patis; Jepang : shottsuru, dan
Vietnam : nước mắm). Keunikan karakteristik kecap ikan adalah rasanya yang asin dan berbau
ikan.
Bagian Pengolahan
Selama bagian fermentasi terjadi hidrolisis jaringan ikan oleh enzim-enzim yang diproduksi oleh
mikroorganisme. Peran enzim-enzim ini adalah sbg pemecah ikatan polipeptida-polipeptida
dijadikan ikatan yang lebih sederhana. Mikroorganisme yang berkembang selama fermentasi
ikan tidak dikenal sepenuhnya. Walaupun demikian diperkirakan jenis-jenis bakteri asam laktat
seperti Laucosotic mesenterides, Pediococccus cerevisiae dan Lactobacillus plantarum
berkembang. Bagian penggaraman pada pengolahan ikan secara tradisional akan menyebabkan
hilangnya protein ikan sebesar 5% tergantung pada kadar garam dan lama penggaraman, untuk
itu dianjurkan garam yang ditambahkan tidak melebihi 40 bidang dari berat ikan. Pemasakan
pada 95-100℃ bisa mereduksi kecernaan protein dan asam amino. Selain itu, protein terlarut,
peptida dengan berat molekul rendah, dan asam amino lepas sama sekali bisa larut dalam
cairan perebus, sehingga perebusan sebaiknya dilakukan di bawah 100℃. Pemanasan yang
berkelebihan (di atas 90℃ secara berulang-ulang) bisa menyebabkan pembentukan H2S yang
merusak aroma dan mereduksi ketersediaan sistein dalam produk. Selain itu, pemanasan juga
menyebabkan terjadinya reaksi Maillard selang senyawa amino dengan gula pereduksi yang
membentuk melanoidin, suatu polimer berwarna coklat yang menurunkan nilai kenampakan
produk. Pencoklatan juga terjadi karena reaksi selang protein, peptida, dan asam amino dengan
hasil dekomposisi lemak. Reaksi ini bisa menurunkan nilai gizi protein ikan dengan menurunkan
nilai cerna dan ketersediaan asam amino, terutama lisin.
Alternatif lain pembuatan kecap ikan
Pembuatan kecap ikan secara tradisional relatif memerlukan waktu yang panjang.
Mikroorganisme penghasil enzim protease memerlukan waktu adaptasi yang cukup lama untuk
bisa hidup dalam keadaan anggota yang terkait berkadar garam tinggi dan kondisi abnormal
lainnya. Rekayasa penambahan enzim proteolitik sebelum fermentasi bisa mempersingkat
waktu pembuatan kecap ikan. Dalam hal ini tidak dibutuhkan lagi waktu adaptasi
mikroorganisme untuk menghasilkan enzim yang bisa menghidrolisis protein. Mahalnya harga
enzim proteolitik yang murni dijadikan faktor yang membatasi untuk menghasilkan kecap ikan
yang cepat, gampang dan murah. Namun dengan memanfaatkan getah pepaya dan ekstrak
buah nenas sudah bisa menggantikan peran enzim proteolitik yang murni tadi.

DAFTAR PUSTAKA
Van Veen, A.G. 1965. Fermented and Dried Seafood Product in Southeast Asia, dalam Fish As
Food Volume III Processing Part I. Edited Georg Borsgstrom. Academic Press. New York. San
Francisco. London
Bucle, K.A. 1985. Ilmu Pangan. Penerjemah Hari Purnomo, Adiono. UI Press. Jakarta
Zahiruddin, W., HS Septiani, dan P. Siptijah. 2010. Pembuatan Kecap Ikan Petek (Leiognathus
splendens) Secara Fermentasi Enzimatis. Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia, 2(8):
143-156
Briani, S., YS Darmanto, dan L. Rianingsih. 2014. Pengaruh Konsentrasi Enzim Papain dan Lama
Fermentasi Terhadap Kualitas Kecap Ikan Rucah. Jurnal Pengolahan dan Bioteknologi Hasil
Perikanan, 3(3): 121-128

You might also like