You are on page 1of 15

LAPORAN PENDAHULUAN

DEPARTEMEN KEPERAWATAN ANAK

Pembimbing Akademik: Ns. Sholihatul Amaliya, M.Kep.Sp.Kep.An


Pembimbing Klinik: Ns. Ninik Dwi Agustina, S.Kep

LAPORAN PENDAHULUAN

SEPSIS NEONATORUM

Oleh:

Arina Pramudita

220170100011012

Kelompok 2B/Kelas SAP RSSA

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

2023
LAPORAN PENDAHULUAN ASKEP SEPSIS NEONATORUM

1. Definisi
Sepsis neonatorum adalah infeksi bakteri pada aliran darah pada bayi selama
empat minggu pertama kehidupan. Insiden sepsis bervariasi yaitu antara 1 dalam
500 atau 1 dalam 600 kelahiran hidup (Bobak, 2005).
Sepsis adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan respons sistemik
terhadap infeksi pada bayi baru lahir (Behrman, 2000). Sepsis adalah sindrom
yang dikarekteristikkan oleh tanda-tanda klinis dan gejala-gejala infeksi yang
parah yang dapat berkembang kearah septikemia dan syok septik (Dongoes,
2000)
Sepsis neonatorum adalah semua infeksi pada bayi pada 28 hari pertama sejak
dilahirkan. Infeksi dapat menyebar secara nenyeluruh atau terlokasi hanya pada
satu orga saja (seperti paru-paru dengan pneumonia). Infeksi pada sepsis bisa
didapatkan pada saat sebelum persalinan (intrauterine sepsis) atau setelah
persalinan (extrauterine sepsis) dan dapat disebabkan karena virus (herpes,
rubella), bakteri (streptococcus B), dan fungi atau jamur (candida) meskipun
jarang ditemui. (John Mersch, MD, FAAP, 2009). Sepsis dapat dibagi menjadi
dua yaitu :

a. Sepsis dini :terjadi 7 hari pertama kehidupan. Karakteristik : sumber


organisme pada saluran genital ibu dan atau cairan amnion, biasanya
fulminan dengan angka mortalitas tinggi.
b. Sepsis lanjutan/nosokomial : terjadi setelah minggu pertama kehidupan
dan didapat dari lingkungan pasca lahir. Karakteristik : Didapat dari
kontak langsung atau tak langsung dengan organisme yang ditemukan dari
lingkungan tempat perawatan bayi, sering mengalami komplikasi. (Vietha,
2008)

2. Etiologi
Bakteria seperti Escherichiacoli, Listeria monocytogenes,
Neisseriameningitidis, Sterptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae tipe
B,Salmonella, dan Streptococcus grup B merupakan penyebab paling sering
terjadinya sepsis pada bayi berusia sampai dengan 3 bulan. Streptococcus grup B
merupakan penyebab sepsis paling sering pada neonatus.
Pada berbagai kasus sepsis neonatorum, organisme memasuki tubuh bayi
melalui ibu selama kehamilan atau proses kelahiran. Beberapa komplikasi
kehamilan yang dapat meningkatkan resiko terjadinya sepsis pada neonatus,
antara lain:
a. Perdarahan

b. Demam yang terjadi pada ibu

c. Infeksi pada uterus atau plasenta

d. Ketuban pecah dini (sebelum 37 minggu kehamilan)

e. Ketuban pecah terlalu cepat saat melahirkan (18 jam atau lebih sebelum
melahirkan)

f. Proses kelahiran yang lama dan sulit.

g. Streptococcus grup B dapat masuk ke dalam tubuh bayi selama proses


kelahiran. Menurut Centers for Diseases Control and Prevention (CDC)
Amerika, paling tidak terdapat bakteria pada vagina atau rektum pada satu
dari setiap lima wanita hamil, yang dapat mengkontaminasi bayi selama
melahirkan. Bayi prematur yang menjalani perawatan intensif rentan terhadap
sepsis karena sistem imun mereka yang belum berkembang dan mereka
biasanya menjalani prosedur-prosedur invasif seperti infus jangka panjang,
pemasangan sejumlah kateter, dan bernafas melalui selang yang dihubungkan
dengan ventilator. Organisme yang normalnya hidup di permukaan kulit
dapat masuk ke dalam tubuh kemudian ke dalam aliran darah melalui alat-
alat seperti yang telah disebut di atas.
Bayi berusia 3 bulan sampai 3 tahun beresiko mengalami bakteriemia tersamar, yang
bila tidak segera dirawat, kadang-kadang dapat megarah ke sepsis. Bakteriemia
tersamar artinya bahwa bakteria telah memasuki aliran darah, tapi tidak ada sumber
infeksi yang jelas. Tanda paling umum terjadinya bakteriemia tersamar adalah demam.
Hampir satu per tiga dari semua bayi pada rentang usia ini mengalami demam tanpa
adanya alasan yang jelas - dan penelitian menunjukkan bahwa 4% dari mereka
akhirnya akan mengalami infeksi bakterial di dalam darah.Streptococcus
pneumoniae (pneumococcus) menyebabkan sekitar 85% dari semua kasus bakteriemia
tersamar pada bayi berusia 3 bulan sampai 3 tahun.

c. Patofisiologi

Sepsis dimulai dengan invasi bakteri dan kontaminasi sistemik. Pelepasan


endotoksin oleh bakteri menyebabkan perubahan fungsi miokardium, perubahan
ambilan dan penggunaan oksigen, terhambatnya fungsi mitokondria, dan
kekacauan metabolik yang progresif. Pada sepsis yang tiba-tiba dan berat,
complment cascade menimbulkan banyak kematian dan kerusakan sel.
Akibatnya adalah penurunan perfusi jaringan, asidosis metabolik, dan syok,
yang mengakibatkan disseminated intravaskuler coagulation (DIC) dan
kematian (Bobak, 2005). Bayi baru lahir mendapat infeksi melalui beberapa
jalan, dapat terjadi infeksi transplasental seperti pada infeksi konginetal virus
rubella, protozoa Toxoplasma, atau basilus Listeria monocytogenesis. Yang
lebih umum, infeksi didapatkan melalui jalur vertikel, dari ibu selam proses
persalinan ( infeksi Streptokokus group B atau infeksi kuman gram negatif )
atau secara horizontal dari lingkungan atau perawatan setelah persalinan (
infeksi Stafilokokus koagulase positif atau negatif).

Faktor- factor yang mempengaruhi kemungkinan infeksi secara umum


berasal dari tiga kelompok, yaitu :
1. Faktor Maternal

a. Status sosial-ekonomi ibu, ras, dan latar belakang. Mempengaruhi


kecenderungan terjadinya infeksi dengan alasan yang tidak diketahui
sepenuhnya. Ibu yang berstatus sosio- ekonomi rendah mungkin
nutrisinya buruk dan tempat tinggalnya padat dan tidak higienis. Bayi
kulit hitam lebih banyak mengalami infeksi dari pada bayi berkulit putih.
b. Status paritas (wanita multipara atau gravida lebih dari 3) dan umur ibu
(kurang dari 20 tahun atua lebih dari 30 tahun
c. Kurangnya perawatan prenatal.Ketuban pecah dini (KPD) dan
Prosedur selama persalinan.
2. Faktor Neonatatal

a. Prematurius ( berat badan bayi kurang dari 1500 gram), merupakan


faktor resiko utama untuk sepsis neonatal. Umumnya imunitas bayi
kurang bulan lebih rendah dari pada bayi cukup bulan. Transpor
imunuglobulin melalui plasenta terutama terjadi pada paruh terakhir
trimester ketiga. Setelah lahir, konsentrasi imunoglobulin serum terus
menurun, menyebabkan hipigamaglobulinemia berat. Imaturitas kulit
juga melemahkan pertahanan kulit.
b. Defisiensi imun. Neonatus bisa mengalami kekurangan IgG spesifik,
khususnya terhadap streptokokus atau Haemophilus influenza. IgG dan
IgA tidak melewati plasenta dan hampir tidak terdeteksi dalam darah tali
pusat. Dengan adanya hal tersebut, aktifitas lintasan komplemen
terlambat, dan C3 serta faktor B tidak diproduksi sebagai respon
terhadap lipopolisakarida. Kombinasi antara defisiensi imun dan
penurunan antibodi total dan spesifik, bersama dengan penurunan
fibronektin, menyebabkan sebagian besar penurunan aktivitas opsonisasi.
c. Laki-laki dan kehamilan kembar. Insidens sepsis pada bayi laki- laki
empat kali lebih besar dari pada bayi perempuan.

3. Faktor Lingkungan

a. Pada defisiensi imun bayi cenderung mudah sakit sehingga sering


memerlukan prosedur invasif, dan memerlukan waktu perawatan di
rumah sakit lebih lama. Penggunaan kateter vena/ arteri maupun kateter
nutrisi parenteral merupakan tempat masuk bagi mikroorganisme pada
kulit yang luka. Bayi juga mungkin terinfeksi akibat alat yang
terkontaminasi.
b. Paparan terhadap obat-obat tertentu, seperti steroid, bis menimbulkan
resiko pada neonatus yang melebihi resiko penggunaan antibiotik
spektrum luas, sehingga menyebabkan kolonisasi spektrum luas,
sehingga menyebabkan resisten berlipat ganda.
c. Kadang- kadang di ruang perawatan terhadap epidemi penyebaran
mikroorganisme yang berasal dari petugas ( infeksi nosokomial), paling
sering akibat kontak tangan.
d. Pada bayi yang minum ASI, spesies Lactbacillus dan E.colli ditemukan
dalam tinjanya, sedangkan bayi yang minum susu formula hanya
didominasi oleh E.colli.
Mikroorganisme atau kuman penyebab infeksi dapat mencapai neonatus
melalui beberapa cara, yaitu :
1. Pada masa antenatal atau sebelum lahir. Pada masa antenatal kuman dari ibu
setelah melewati plasenta dan umbilikus masuk dalam tubuh bayi melalui
sirkulasi darah janin. Kuman penyebab infeksi adalah kuman yang dapat
menembus plasenta antara lain virus rubella, herpes, sitomegalo, koksaki,
hepatitis, influenza, parotitis. Bakteri yang dapat melalui jalur ini, antara lain
malaria, sipilis, dan toksoplasma.
2. Pada masa intranatal atau saat persalinan. Infeksi saat persalinan terjadi
karena yang ada pada vagina dan serviks naik mencapai korion dan amnion.
Akibatnya, terjadi amniotis dan korionitis, selanjutnya kuman melalui
umbilikus masuk dalam tubuh bayi. Cara lain, yaitu saat persalinan, cairan
amnion yang sudah terinfeksi akan terinhalasi oleh bayi dan masuk dan
masuk ke traktus digestivus dan traktus respiratorius, kemudian
menyebabkan infeksi pada lokasi tersebut. Selain cara tersebut di atas
infeksi pada janin dapat terjadi melalui kulit bayi atau port de entre lain
saat bayi melewati jalan lahir yang terkontaminasi oleh kuman. Beberapa
kuman yang melalui jalan lahir ini adalah Herpes genetalis, Candida
albican,dan N.gonorrea.
3. Infeksi paska atau sesudah persalinan. Infeksi yang terjadi sesudah kelahiran
umumnya terjadi akibat infeksi nosokomial dari lingkungan di luar rahim
(misal melalui alat- alat : penghisap lendir, selang endotrakhea, infus,
selang nasogastrik, botol minuman atau dot). Perawat atau profesi lain yang ikut
menangani bayi dapat menyebabkan terjadinya infeksi nosokomil. Infeksi juga dapat
terjadi melalui luka umbilikus (AsriningS.,2003)

5. Manifestasi Klinik

Menurut Arief, 2008, manifestasi klinis dari sepsis neonatorum adalah sebagai
berikut,

1. Umum : panas (hipertermi), malas minum, letargi, sklerema

2. Saluran cerna: distensi abdomen, anoreksia, muntah, diare, hepatomegali

3. Saluran nafas: apnoe, dispnue, takipnu, retraksi, nafas cuping hidung,


merintih, sianosis
4. Sistem kardiovaskuler: pucat, sianosis, kulit lembab, hipotensi, takikardi,
bradikardi

5. Sistem syaraf pusat: iritabilitas, tremor, kejang, hiporefleksi, malas minum,


pernapasan tidak teratur, ubun-ubun membonjol
6. Hematologi: Ikterus, splenomegali, pucat, petekie, purpura, perdarahan.

Gejala sepsis yang terjadi pada neonatus antara lain bayi tampak lesu, tidak
kuat menghisap, denyut jantungnya lambat dan suhu tubuhnya turun-naik.
Gejala-gejala lainnya dapat berupa gangguan pernafasan, kejang, jaundice,
muntah, diare, dan perut kembung Gejala dari sepsis neonatorum juga tergantung
kepada sumber infeksi dan penyebarannya:
a. Infeksi pada tali pusar (omfalitis) menyebabkan keluarnya nanah atau darah
dari pusar

b. Infeksi pada selaput otak (meningitis) atau abses otak menyebabkan


koma, kejang, opistotonus (posisi tubuh melengkung ke depan) atau
penonjolan pada ubun- ubun
c. Infeksi pada tulang (osteomielitis) menyebabkan terbatasnya pergerakan pada
lengan atau tungkai yang terkena
d. Infeksi pada persendian menyebabkan pembengkakan, kemerahan, nyeri
tekan dan sendi yang terkena teraba hangat
e. Infeksi pada selaput perut (peritonitis) menyebabkan pembengkakan perut
dan diare berdarah.

6. Pemeriksaan Penunjang
Pertanda diagnostik yang ideal memiliki kriteria yaitu nilai cut off tepat yang
optimal, nilai diagnostik yang baik yaitu sesitivitas mendekati 100%, spesifisitas
lebih dari 85%,Positive Probable Value (PPV) lebih dari 85%, Negative Probable
Value (NPV) mendekati 100%, dan dapat mendeteksi infeksi pada tahap awal.
Kegunaan klinis dari pertanda diagnostik yang ideal adalah untuk membedakan
antara infeksi bakteri dan virus,
petunjuk untuk penggunaan antibiotik, memantau kemajuan pengobatan, dan
untuk menentukan prognosis.
Pertanda hematologik yang digunakan adalah hitung sel darah putih total,
hitung neutrofil, neutrofil imatur, rasio neutrofil imatur dengan neutrofil total
(I:T), mikroErytrocyte Sedimentation Rate (ESR), dan hitung trombosit. Tes
laboratorium yang dikerjakan adalah CRP, prokalsitonin, sitokin IL-6, GCSF,
tes cepat (rapid test) untuk deteksi antigen, dan panel skrining sepsis.
Saat ini, kombinasi petanda terbaik untuk mendiagnosis sepsis adalah
sebagai berikut: IL6, dan IL1-ra untuk 1-2 hari setelah munculnya gejala; IL6
(atau IL1-ra 0, IL8, G-CSF, TNF, CRP, dan hematological indices pada
hari ke-0); CRP, IL6 (atau GCSF dan hematological indices pada hari
ke-1); dan CRP pada hari-hari berikutnya untuk memonitor respons terhadap
terapi. Tabel 3 menjelaskan sensitivitas dan spesifisitas dari berbagai uji
laboratorium.

7. Penatalaksanaan

1. Diberikan kombinasi antibiotika golongan Ampisilin dosis 200 mg/kg


BB/24 jam i.v (dibagi 2 dosis untuk neonatus umur <> 7 hari dibagi 3
dosis), dan Netylmycin (Amino glikosida) dosis 7 1/2 mg/kg BB/per hari
i.m/i.v dibagi 2 dosis (hati-hati penggunaan Netylmycin dan
Aminoglikosida yang lain bila diberikan i.v harus diencerkan dan waktu
pemberian ½ sampai 1 jam pelan-pelan).
2. Dilakukan septic work up sebelum antibiotika diberikan (darah lengkap,
urine, lengkap, feses lengkap, kultur darah, cairan serebrospinal, urine dan
feses (atas indikasi), pungsi lumbal dengan analisa cairan serebrospinal
(jumlah sel, kimia, pengecatan Gram), foto polos dada, pemeriksaan CRP
kuantitatif).
3. Pemeriksaan lain tergantung indikasi seperti pemeriksaan bilirubin, gula
darah, analisa gas darah, foto abdomen, USG kepala dan lain-lain.
4. Apabila gejala klinik dan pemeriksaan ulang tidak menunjukkan infeksi,
pemeriksaan darah dan CRP normal, dan kultur darah negatif maka
antibiotika diberhentikan pada hari ke-7.
5. Apabila gejala klinik memburuk dan atau hasil laboratorium menyokong
infeksi, CRP tetap abnormal, maka diberikan Cefepim 100 mg/kg/hari
diberikan 2 dosis atau Meropenem dengan dosis 30-40 mg/kg BB/per hari
i.v dan Amikasin dengan dosis 15 mg/kg BB/per hari i.v i.m (atas indikasi
khusus).
6. Pemberian antibiotika diteruskan sesuai dengan tes kepekaannya. Lama
pemberian antibiotika 10-14 hari. Pada kasus meningitis pemberian
antibiotika minimal 21 hari.Pengobatan suportif meliputi : Termoregulasi,
terapi oksigen/ventilasi mekanik, terapi syok, koreksi metabolik asidosis,
terapi hipoglikemi/hiperglikemi, transfusi darah, plasma, trombosit, terapi kejang,
transfusi tukar

8. Askep sepsis neonatorum


1. Hipertermia berhubungan dengan kerusakan control suhu sekunder
akibat infeksi atau inflamasi
a. Kriteria Hasil

1. Suhu tubuh berada dalam batas normal (Suhu normal 36,5o-37o C)

2. Nadi dan frekwensi napas dalam batas normal (Nadi neonatus


normal 100-180 x/menit, frekwensi napas neonatus normal 30-
60x/menit)
b. Intervensi dan Rasional

INTERVENSI RASIONAL
1. Monitoring tanda-tanda vital setiap dua Perubahan tanda-tanda vital yang
jam dan pantau warna kulit signifikan akan mempengaruhi proses
regulasi ataupun metabolisme dalam
tubuh.
2. Observasi adanya kejang dan dehidrasi Hipertermi sangat potensial untuk
menyebabkan kejang yang akan semakin
memperburuk kondisi pasien serta dapat
menyebabkan pasien kehilangan banyak
cairan secara evaporasi yang tidak
diketahui jumlahnya dan dapat
menyebabkan pasien masuk ke dalam
kondisi dehidrasi.
3. Berikan kompres denga air hangat pada Kompres pada aksila, leher dan lipatan
aksila, leher dan lipatan paha, hindari paha terdapat pembuluh-pembuluh dasar
penggunaan alcohol untuk kompres. besar yang akan membantu menurunkan
demam. Penggunaan alcohol tidak
dilakukan karena akan menyebabkan
penurunan dan peningkatan panas secara
drastis.
Kolaborasi Pemberian antipiretik juga diperlukan
4. Berikan antipiretik sesuai kebutuhan untuk menurunkan panas dengan segera.
jika panas tidak turun.
2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan sekunder akibat
demam

a. Kriteria Hasil

1. Suhu tubuh berada dalam batas normal (Suhu normal 36,5o-37o C)

2. Nadi dan frekwensi napas dalam batas normal (Nadi neonatus


normal 100-180 x/menit, frekwensi napas neonatus normal 30-
60x/menit)
3. Bayi mau menghabiskan ASI/PASI 25 ml/6 jam

b. Intervensi dan Rasional

INTERVENSI RASIONAL

1. Monitoring tanda-tanda vital setiap dua Perubahan tanda-tanda vital yang


jam dan pantau warna kulit signifikan akan mempengaruhi proses
regulasi ataupun metabolisme dalam
tubuh.

2. Observasi adanya hipertermi, kejang Hipertermi sangat potensial untuk


dan dehidrasi. menyebabkan kejang yang akan semakin
memperburuk kondisi pasien serta dapat
menyebabkan pasien kehilangan banyak
cairan secara evaporasi yang tidak
diketahui jumlahnya dan dapat
menyebabkan pasien masuk ke dalam
kondisi dehidrasi.

3. Berikan kompres hangat jika terjadi Kompres air hangat lebih cocok digunakan
hipertermi, dan pertimbangkan untuk pada anak dibawah usia 1 tahun, untuk
langkah kolaborasi dengan memberikan menjaga tubuh agar tidak terjadi hipotermi
antipiretik. secara tiba-tiba. Hipertermi yang terlalu
lama tidak baik untuk tubuh bayi oleh
karena itu pemberian antipiretik
diperlukan untuk segera menurunkan
panas, misal dengan asetaminofen.
4. Berikan ASI/PASI sesuai jadwal dengan Pemberian ASI/PASI sesuai jadwal
jumlah pemberian yang telah diperlukan untuk mencegah bayi dari
ditentukan kondisi lapar dan haus yang berlebih.
3. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
penurunan volume bersirkulasi akibat dehidrasi
a. Kriteria Hasil

1. Tercapai keseimbangan ai dalam suang interselular dan ekstraselular

2. Keadekuatan kontraksi otot untuk pergerakan

3. Tingkat pengaliran darah melalui pembuluh kecil ekstermitas dan


memelihara fungsi jaringan
b. Intervensi dan Rasional

INTERVENSI RASIONAL

1. perawatan sirkulasi (misalnya periksa 1. meningkatkan sirkulasi arteri dan vena


nadi perifer,edema, pengisian perifer,
warna, dan suhu ekstremitas)
2. pantau perbedaan ketajaman/tumpul dan 2. mengetahui sensasi perifer,
panas/dingin kemungkinan parestesia

3. pantau status cairan 3. mengetahui keseimbangan antara


asupan dan haluaran

4. PK: Trombositopenia

a. Tujuan

Perawat akan menangandi dan mengurangi komplikasi penurunan


trombosit.

b. Intervensi dan Rasional

INTERVENSI RASIONAL

1. Pantau JDL, hemoglobin, tes koagulasi Nilai ini membantu mengevaluasi respon
dan jumlah trombosit klien terhadap pengobatan dan resiko
terhadap pendarahan akibat dari sepsis.
2. Pantau tanda tau gejala pendarahan Pemantauan secara konstan sangat
spontan atau perdarahan hebat : ptekie, dibutuhkan untuk menjamin deteksi dini
ekimosis, hematoma spontan, adanya episode perdarahan
perubahan tanda-tanda vital.
3. Pantau tanda perdarahan sisemik atau Perubahan pada oksigen sirkulasi akan
hipovolemia, seperti peningkatan mempengaruhi fungsi jantung, vascular
frekuensi nadi, napas dan tekanan dan fungsi neurologis
darah, perubahan status neurologis
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2007. Sepsis. Akses internet di


http://www.pediatrik.com/ilmiah_popular/20060220-
1uyr3qilmiahpopular.doc
Berkow & Beers. 1997. Neonatal Problems : Sepsis Neonatorum.
Akses internet dihttp://debussy.hon.ch/cgi-bin/find?
1+submit+sepsis_neonatorum
Carpenito, LJ. 2000. Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktek Klinis, Edisi
6.Jakarta : EGC.
Doengoes, dkk. 1999 .Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3.
Jakarta :EGC

Harianto, Agus. 2008. Sepsis Neonatorum. Akses


internet dihttp://www.pediatrik.com/artikel/sepsis-neonatorium
Novriani, Erni. 2008. Sepsis Neonatorum. Akses Internet di
http://cemolgadis- melayu.blogspot.com/2008/12/kepanak-sepsis.html
Nurcahyo. 2000. Sepsis Neonatorum. Akses internet
dihttp://www.indonesiaindonesia.com/images_greenish/misc/navbits_fin
allink.gif disusun oleh Indri Diyah bersama kelompok 5A keperawatan
maternitas FKP UNAIR
Prawirohardjo, Sarwono. 2007. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Bina Pustaka
Prawirohardjo, Sarwono. 2007. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan
Maternal Dan Neonatal. Jakarta : Bina Pustaka
Vietha. 2008. Askep pada Sepsi Neonatorum. Akses internet
dihttp://viethanurse.wordpress.com/2008/12/01/askep-pada-sepsis-
neonatorum/

You might also like