You are on page 1of 7

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar

dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya

untuk siap hidup ditengah tengah masyarakat. Seperti yang tercantum di dalam undang-

undang No 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional yang menyatakan bahwa

pendidikan berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban

bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang dimana

bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman

dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,

mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

(Permendiknas, 2006).

Arus globalisasi pada saat sekarang ini semakin sangat hebat memunculkan persaingan

dalam berbagai bidang kehidupan,diantaranya bidang pendidikan khususnya pendidikan

Fisika. Dalam menghadapi tantangan saat ini dibutuhkan sumber daya manusia yang

berkualitas, salah satunya yaitu dengan cara meningkatkan mutu pendidikan. Dengan

menyediakan sumber daya manusia yang mampu berfikir kritis merupakan salah satu agenda

yang sangat penting dan isu vital dalam pendidikan modern.

Kegiatan belajar fisika termasuk pengembangan kemampuan untuk bertanya, mencari

jawaban, memahami jawabannya, jawaban lengkap tentang "apa", "mengapa" dan

"bagaimana" fenomena alam dan karakteristik sifat sekitarnya melalui cara sistematis yang
akan diterapkan di lingkungan danteknologi (Somakim dkk., 2016). Oleh karena itu, salah

satu kemampuan berpikir yang penting untuk dikuasai oleh peserta didik adalah

kemampuan berpikir tingkat tinggi (Higher Order Tinking Skills, HOTS) (Amalia, 2013).

HOTS pada hakikinya penting dikuasai oleh peserta didik karena HOTS merupakan salah

satu tuntutan pendidikan abad ke-21 (Amalia, 2013; Darma, 2008; Kamehameha Schools

Research dan Evaluation, 2010; Somakim, 2016; Sudarisman, 2015). Adapun HOTS

menurut Sidarta yaitu berkaitan dengan kemampuan menyelesaikan masalah masalah yang

baru dan yang tidak rutin,kemampuan melakukan aktivitas analisis, sintesis, evaluasi

secara sistematis, dan kemampuan dalam melakukan suatu prediksi yang bermanfaat

terhadap fenomena alam dan kehidupan secara orsinil, kreatif dan aktif.

Kemampuan pemecahan masalah dalam fisika dapat kita lakukan atau kita ketahui

melalui soal-soal yang menuntut siswa untuk berfikir kritis, Cece Wijaya (2010:72)

kemampuan berfikir tingkat tinggi atau kritis merupakan kegiatan yang memuntut seseorang

dalam menganalisis ide atau gagasan kearah yang lebih spesifik, membedakan secara tajam,

memilih, mengidentifikasi, mengkaji dan mengembangkannya kearah yang lebih sempurna.

Adapun tujuan dari berfikir kritis ialah untuk mendorong para siswa untuk memunculkan

ide-ide atau pemikiran yang baru mengenai permasalahan yang ada pada dunia ini. Seperti

yang dikatakan oleh Sapria(2011:87), tujuan berfikir kritis yaitu untuk menguji suatu

pendapat termasuk dalam pertimbangan atau pemikiran yang didasari oleh pendapat yang

diajukan. Tetapi kebanyakan dari mereka yang sangat membutuhkan dorongan dan

bimbingan untuk proses berfikir kritis (berfikir tingkat tinggi). Menurut Sofyatiningrum, et

al.,(2018), karakteristik higher order thinking skills (HOTS) mencakup keterampilan

menganalisis (analyze), mengevaluasi (evaluate), mencipta (creating), berpikir kritis


(critical thinking), dan pemecahan masalah (problem solving).. Dengan kelima aspek

tersebut makan kemampuan berfikir siswa dapat kita asah melalui pemberian masalah

kepada siswa untuk melatih peningkatan pemahaman konsep,aplikasi, analisis, menilai

informasi yang terkumpul dari masalah yang diberikan kepada para siswa, sehingga siswa

mampu belajar untk mengaplikasikan kemampuan berfikir tingkat tingginya, agar para siswa

tersebut lebih mudah dalam menyelesaikan soal-soal yang menantang. Soal-soal yang

menantang dapat meningkatkan kemampuan para siswa dalam berfikir tingkat tinggi. Selain

itu masih banyak ditemukan siswa yang mengalami kesulitan dalam menguasai materi

pelajaran, kompetesi dasar dan standar kompetensi kelulusan yang telah ditentukan

Syamsudin,2001) Secara umum kesulitan yang di alami peserta didik berupa: 1) kurangnya

pengetahuan prasyarat, 2) kesulitan dalam memahami materi pelajaran, 3) kurangnya

motivasi dan keaktifan dalam proses pembelajaran, 4) kesulitan dalam mengerjakan tugas-

tugas latihan dan menyelesaikan soal-soal ulangan yang di berikan.

Dari hasil observasi dengan guru bidang studi fisika di SMA N 2 Percut Sei Tuan Ibu

Yesi Indriani, S.Pd, peneliti mendapatkan masalah bahwasanya pada saat proses belajar

mengajar berlangsung siswa cenderung menunjukan sikap pasif di kelas dan sebagian besar

para siswa tidak memperhatikan materi yang disampaikan oleh sang guru. Akibatnya pada

saat guru memberikan soal-soal para siswa tidak mampu menyelesaikan soal tersebut. Guru

tersebut juga pernah menerapkan soal-soal yang sifarnya itu menuntut siswa untuk berfikir

kritis tetapi hanya sebatas level cognitif analisis (C4). Adapun faktor yang menyebabkan

kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal kemampuan berfikir tingkat tinggi rendah

adalah model yang digunakan guru tidak efektif dan kurang terlatihnya siswa dalam

menyelesaikan soal atau test yang sifatnya itu menuntut analisis,evaluasi dan kreatif yang
tinggi. Soal-soal yang mempunyai karakter tersebut merupakan soal-soal yang digunakan

dalam mengukur kemampuan berfikir siswa (Dewi,2016). Rendahnya kemampuan berfikir

peserta didik juga dapat disebabkan karena strategi yang diterapkan oleh guru dalam

pembelajaran belum berorientasi pada pemberdayaan berfikir tingkat tinggi, dan hanya

menekankan pada pemahaman konsep (Kawuwung,2014). Oleh karena itu, untuk

meningkatkan HOTS peserta didik memerlukan strategi pembelajaran yang baik, dimulai

dari pemilihan model pembelajaran yang digunakan dalam kelas.

Belajar akan lebih bermakna jika peserta didik mengalami sendiri apa yang mereka

pelajari, bukan hanya sekedar mengetahuinya saja. Oleh karena itu para guru dengan

diterapkannya model guru dapat membuat, merancang dan merencanakan sebuah pola baru

yang sesuai di terapkan pada saat proses belajar mengajar berlangsung, dengan

digunakannya model tersebut diharapkan dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam

menyelesaikan soal-soal dan proses belajar mengajar menjadi lebih menyenangkan. Salah

satu alternatif model pembelajaran yang memungkinkan dikembangkan keterampilan

berfikir siswa ( penalaran, komunikasi dan koneksi) dalam memecahkan masalah adalah

pembelajaran berdasarkan masalah. Menurut Ibrahim (2006:63), “Model Problem Based

Learning (PBL) merupakan pembelajaran yang dirancang berdasarkan masalah yang nyata

dalam kehidupan yang bersifat tidak terstruktur (ill-structured) dan terbuka. Melalui model

PBL ini siswa dirangsang untuk melakukan penyelidikan atau inkuiri dalam menemukan

solusi terhadap permasalahan yang dihadapinya”. Peran guru dalam pembelajaran ini adalah

menyajikan masalah mengajukan pertanyaan dan memfasilitasi penyelidikan yang lebih

penting lagi adalah guru melakukan scaffolding yaitu suatu kerangka dukungan yang

memperkaya keterampilan dan pertumbuhan intelektual siswa. Menurut kartika dalam


Nurhadi(2004:7) Model PBL ini memiliki karakteristik atau ciri-ciri: mengajukan

pertanyaan atau masalah yang terkait dengan kehidupan nyata yang melibatkan berbagai

disiplin ilmu dan juga melakukan penyelidikan autentik, menghasilkan produk atau karya

serta mempresentasikannya dengan model PBL ini juga membuat para siswa bekerja sama

dalam melakukan penyelidikan.

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, penulis berkeinginan untuk melakukan

penelitian dengan judul “Pengaruh Model Problem-Based Learning (PBL) Terhadap

Kemampuan Penyelesaian Soal-Soal Higher Order Thinking Skill (HOTS) pada materi

Termodinamika di kelas XI SMA Negeri 2 Percut Sei Tuan”

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat diidentifikasikan masalah

sebagai berikut:

1. Rendahnya kemampuan pemecahan masalah fisika siswa

2. Kurangnya partisipasi aktif siswa dan motivasi siswa dalam proses

pembelajaran

3. Siswa belum dapat menyelesaikan soal sesuai dengan langkah-langkah

pemecahan masalah

4. Model yang digunakan dalam proses pembelajaran mesih belum dapat

meningkatkan kemampuan pemecahan masalah

1.3. Ruang Lingkup

Subjek penelitian adalah seluruh siswa kelas XI SMA N 2 Percut Sei Tuan
1.4 Batasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah maka peneliti membatasi masalah agar fokus

penelitian, maka peneliti membatasai masalah sebagai berikut:

1. Model pembelajaran yang diteliti dalam penelitian ini adalah Model Problem

Based Learning (PBL)

2. Materi pokok yang di pelajari adalah termodinamika pada kelas Eksperimen dan

kelas Kontrol

3. Kemampuan penyelesaian soal-soal HOTS (Higher Order Thingking Skill) siswa

diperoleh dari nilai pretest dan posttest

1.5. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah di atas, maka perlu adanya perumusan masalah sebagai

berikut: Bagaimana Pengaruh Model Problem-Based Learning (PBL) Terhadap

Kemampuan Penyelesaian Soal-Soal Higher Order Thinking Skill (HOTS) pada materi

Termodinamika di kelas XI SMA Negeri 2 Percut Sei Tuan ?

1.6. Tujuan Penelitian

untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran Problem Based Learning terhadap

kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal-soal HOTS

1.7. Manfaat Penelitian

a. Secara teoritis
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan tentang

pembelajaran fisika khususnya materi termodinamika dengan menggunakan

model PBL (Problem Based Learning) terhadap kemampuan siswa

menyelesaikan soal soal HOTS

2. Sebagai bahan kepustakaan peneliti lain yang bermaksud untuk meneliti yang

sama atau berhubungan dengan yang diteliti.

b. Secara praktis

1) Bagi siswa sebagai objek penelitian lebih giat belajar, memiliki kemampuan

pemecahan masalah yang tinggi terhadap pembelajaran fisika

2) Bagi guru, dalam melakukan proses pembelajaran matematika yang dapat

menerapkan strategi HOTS.

3) Bagi sekolah, Sebagai Penelitian ini dapat dijadikan referensi guna untuk

meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dengan

menerapkan strategi HOTS.

4) Bagi peneliti, penelitian ini untuk mengetahui pengaruh model Problem Based

Learning (PBL) Terhadap Penyelesaian soal soal Keterampilan tingkat tinggi

HOTS dan sebagai salah satu syarat dalam memperoleh gelar Sarjana (S.1)

Program Studi Pendidikan Fisika Fakultas MIFA Universitas Negeri Medan.

You might also like