You are on page 1of 12

EFEKTIFITAS KEBIJAKAN MONETER

TERHADAP INFLASI DI INDONESIA


Oleh:
Andi Rachman Setyawan
Staff PT. Reliance Securities
E-mail/No. Hp: - /08179635191

Abstract

The purpose of this research is to determine the effect of monetary policy


through the discount rate and reserve requirement by the Central Bank as well as the
previous inflation towards the inflation rate, and to investigate the effectiveness of
monetary policy through the discount rate and reserve requirement as well as the
previous inflation in influencing the rate of inflation. The data that is used to determine
the discount rate and reserve requirements affect inflation in Indonesia is using multiple
linear regression model with the approach of the Partial Adjustment Model (PAM) and
statistical (partial, simultaneous tests and the coefficient of determination) as well as
classical assumption or econometrics (test normality, linearity, autocorrelation,
multicolinearity and heteroscedasticity). From these results, it is known that monetary
policy from the first quarter 1985 to first quarter 2010 was still less effective direct
influence on inflation, this can be known from a partial test done even though the
relationship of monetary policy is consistent with monetarist theory.

Keywords: inflation, discount rate, reserve requirement

PENDAHULUAN hingga tahun 2009 pada angka 2,5%.


Dari data Asian Development Inflasi Asia Tenggara pada tahun 2008
Bank tahun 2010 kondisi perekonomian yang tinggi disumbang oleh Negara-
Asia Tenggara tahun 2008 sampai tahun negara seperti Cambodia 25%, dan Viet
2010 kurang stabil (lihat tabel 1.1 dan Nam 23% dan yang terendah adalah
1.2). Hal ini disebabkan oleh Negara Brunei Darussalam sebesar
perekonomian global yang mengalami 2,7%. Untuk tahun 2009 inflasi tertinggi
krisis ekonomi. Dengan adanya krisis terjadi di Negara Viet Nam sebesar 6,8%
ekonomi tersebut menyebabkan harga- dan terendah di Thailand sebesar -0,5%.
harga kurang stabil yang kemudian Sedangkan peramalan inflasi kawasan
timbul permasalahan inflasi. Menurut Asia Tenggara pada tahun 2010 di
Murni (2006) inflasi adalah suatu kisaran angka 4,1%.
kejadian yang menunjukkan kenaikan Pertumbuhan Produk Domestik
inflasi secara umum dan berlangsung Bruto (PDB) kawasan ekonomi Asia
secara terus menerus. Inflasi merupakan Tenggara versi Asian Development
permasalahan ekonomi yang tidak dapat Bank tahun 2010 untuk tahun 2008
dihindari. sebesar 4,1% dan tahun 2009 0,1%.
Berdasarkan data laju inflasi Asia Menurunnya pertumbuhan ekonomi ini
Tenggara versi Asian Development disebabkan oleh kondisi perekonomian
Bank tahun 2008 sampai 2010 cukup global yang sedang mengalami krisis.
tinggi yaitu 8,6% tahun 2008, akan tetapi Akan tetapi peramalan untuk tahun 2010
kondisi inflasi tersebut terus menurun pertumbuhan ekonomi Asia Tenggara
Efektifitas Kebijakan Moneter… (Andi Rachman Setyawan)

mulai meningkat kembali. Kondisi Menurut Sukirno (1985) kebijakan


pertumbuhan ekonomi tertinggi kawasan moneter adalah kebijaksanaan yang
Asia Tenggara tahun 2008 adalah bersifat makroekonomi oleh Bank
Negara Laos sebesar 7,2% dan terendah Sentral bertujuan untuk mempengaruhi
pada tahun yang sama adalah Brunei tingkat kegiatan ekonomi dengan
Darussalam sebesar -1,9%. Untuk tahun mengawasi Jumlah Uang Beredar (JUB),
2009 pertumbuhan ekonomi tertinggi atau tingkat suku bunga. Kebijakan
dicapai oleh Negara Laos sebesar 5,5% moneter merupakan kebijakan yang
dan terendah pada tahun yang sama relatif mandiri, terlepas dari kondisi
adalah Singapura sebesar -5%. maupun kebijakan di sektor keuangan.
Melihat kondisi perekonomian Hal ini didasarkan bahwa bank sentral
Asia Tenggara pada tabel 1.1 dan 1.2 memiliki kontrol yang nyaris sempurna
diatas maka bisa dikatakan bahwa terhadap penawaran uang sehingga
perekonomian Asia Tenggara dalam teori moneter penawaran uang
berfluktuasi. Kondisi perekonomian dianggap bersifat eksogen. Sehingga
Indonesia dengan indikator ekonomi laju dalam bentuk sederhananya kebijakan
inflasi menempati ketiga pada tahun moneter diartikan sebagai pergeseran
2008 sebesar 9,8% dan tertingi kedua kurva LM dalam model IS-LM yang
pada tahun 2009 sebesar 5% di kawasan disebabkan oleh perubahan eksogen
Asia Tenggara. Sedangkan posisi pada suplai uang melalui intervensi bank
ekonomi Indonesia dengan indikator sentral. Kebijaksanaan moneter akan
pertumbuhan PDB peringkat ke empat menaikkan JUB selama perekonomian
pada tahun 2008 sebesar 6,1% dan mengalami resesi dan kemandegan untuk
peringkat ke tiga tahun 2009 sebesar merangsang pengeluaran dan sebaliknya
4,3%. Dari kedua indikator ekonomi membatasi atau mengurangi supply uang
tersebut yaitu laju inflasi dan pada saat inflasi untuk mengurangi
pertumbuhan PDB, maka dibutuhkan pengeluaran. Dapat dikatakan bahwa
suatu kebijakan yang tepat guna menjaga kebijaksanaan moneter merupakan suatu
kestabilan ekonomi. kebijaksanaan yang mengupayakan agar
Menurut Manullang (1993) untuk terjadi keseimbangan antara penawaran
menciptakan perekonomian yang stabil dan permintaan uang. Dimana
terdapat tiga jenis kebijakan guna keseimbangan jumlah uang beredar
mencapai kondisi tersebut, yaitu merupakan salah satu cermin
kebijakan moneter, kebijakan fiskal dan fundamental perekonomian suatu negara.
kebijakan non moneter. Dari ketiga Penawaran uang lebih dikenal dengan
kebijakan yang ada, kebijakan moneter JUB (Money Supply) dan tingkat
memegang peran sentral dalam perubahannya ditentukan oleh interaksi
mencapai dan memelihara kestabilan pelaku ekonomi. Dengan mengendalikan
ekonomi makro. Hal ini sesuai dengan JUB maka laju inflasi yang terjadi dapat
definisi kebijakan moneter menurut dikontrol agar tidak terjadi lonjakan
Milgate dalam Sabirin (2003), yaitu kenaikan harga yang sangat tinggi.
“…actions taken by central banks to Dalam Ascarya (2005) fasilitas
affect monetary and other financial diskonto adalah fasilitas kredit (dan/atau
conditions in pursuit of the broader simpanan) yang diberikan oleh bank
objectives of sustainable growth of real sentral kepada bank-bank dengan
output, high employment, and price jaminan surat-surat berharga dan tingkat
stability.”. diskonto yang ditetapkan oleh bank
sentral sesuai dengan arah kebijakan

Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol 8 No. 1 Juli 2010 282


Efektifitas Kebijakan Moneter… (Andi Rachman Setyawan)

moneter. Tinggi rendahnya tingkat Stagflation in the UK”, mengestimasikan


diskonto akan mempengaruhi model makroekonomi Keynesian Baru di
permintaan kredit dari bank. Fasilitas UK dengan data selama 40 tahun. Hasil
diskonto juga merupakan patokan suku penelitiannya adalah estimasi parameter
bunga bagi bank untuk penetapan suku yang dilakukan signifikan dan dapat
bunga pinjaman dan suku bunga kredit. diinterprestasikan. Nelson berpendapat
Kebijakan Bank Indonesia dengan bahwa trade-off kurva Philips dalam
menaikkan tingkat giro wajib minimum jangka panjang tidak terlalu rumit, dan
(GWM) dari 5% dinaikkan menjadi argumentasi Nelson “aturan kebijakan
7,5% yang tertuang dalam peraturan BI tidak akan diikuti karena kebijakan
No 10/25/PBI/2008 tanggal 14 Oktober moneter mengabaikan arti penting
2008. Harapannya dilaksanakan jangka pendek dan jangka panjang dalam
kebijakan menaikkan tingkat GWM mengontrol inflasi”.
yaitu untuk mengurangi JUB dengan Gersbach dalam penelitianya yang
jalan meningkatkan likuiditas perbankan. berjudul “Signaling Competence by
Dengan adanya penurunan JUB Central Banks: Monetary Targeting or
diharapkan dapat menekan tingkat inflasi Inflation Targeting?”, menyarankan
sehingga dapat mewujudkan bahwa inflation targeting untuk
perekonomian yang relatif lebih stabil. diterapkan karena dengan kebijakan
Dari penjelasan diatas, kebijakan tersebut lebih cepat direspon oleh
moneter memegang peran yang sangat masyarakat serta harus diikuti
sentral guna menjaga kestabilan makro transparansi Bank Sentral mengenai
ekonomi sehingga peneliti mengangkat informasi goncangan makroekonomi.
judul “Efektifitas Kebijakan Moneter Dalam Warjiyo (2003), mekanisme
Terhadap Inflasi Di Indonesia”. Karena transmisi melalui suku bunga
dalam setiap Negara dibutuhkan suatu menekankan bahwa kebijakan moneter
kestabilan ekonomi, sehingga perlu dapat mempengaruhi permintaan agregat
adanya kebijakan moneter yang tepat melalui jalur perubahan suku bunga.
dan cepat guna mewujudkan kestabilan Ascarya (2005), penetapan suku bunga
ekonomi tersebut. Dari judul yang merupakan instrumen langsung bank
diangkat peneliti ingin melihat apakah sentral berupa penetapan tingkat suku
kebijakan moneter yang telah ditetapkan bunga baik untuk pinjaman maupun
secara efektif berpengaruh terhadap simpanan di dalam system perbankan.
inflasi di Indonesia. Dalam Sugiyono (2004), kebijakan
Berdasarkan uraian diatas maka GWM merupakan kebijakan yang tidak
penulis bertujuan mengkaji kebijakan langsung, karena dalam mekanisme
moneter melalui discount rate dan Giro transmisi kebijakan GWM tidak bisa
Wajib Minimum oleh Bank Sentral serta secara langsung mempengaruhi tingkat
inflasi sebelumnya mempengaruhi harga.
tingkat inflasi, dan kebijakan moneter
melalui discount rate dan Giro Wajib METODE PENELITIAN
Minimum serta inflasi sebelumnya Sampel data yang digunakan
secara apakah efektif mempengaruhi dalam penelitian ini adalah data kuartal I
tingkat inflasi. tahun 1985 sampai kuartal I tahun 2010
terdiri dari tingkat inflasi, discount rate
TINJAUAN PUSTAKA dan reserve requirement policy
Nelson dalam jurnal penelitiannya (kebijakan cadangan minimum). Alasan
yang berjudul “Monetary Policy and dengan digunakannya data time series

Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol 8 No. 1 Juli 2010 283


Efektifitas Kebijakan Moneter… (Andi Rachman Setyawan)

dari kuartal I tahun 1985 sampai kuartal Tahapan kedua yang perlu
I 2010 adalah pada tahun setelah diketahui adalah melihat dari discount
dikeluarkannya paket oktober 1998 rate dan GWM terhadap JUB. Telah
kebijakan reserve requirement dijelaskan di bab II sebelumnya bahwa
perubahannya sangat tinggi, berikutnya JUB dipengaruhi oleh money multiplier,
kebijakan moneter melalui reserve dan besarnya money multiplier
requirement tidak mudah untuk diubah- dipengaruhi oleh discount rate dan
ubah karena kebijakan ini melibatkan GWM. Berikut persamaan discount rate
banyak lembaga dan kebijakan ini dan GWM terhadap JUB:
bersifat jangka panjang. M = f(mm, H) ........................... (5)
Alat analisis yang digunakan yaitu
analisis regresi. Analisa regresi M = f(discount rate, GWM) ..... (6)
dilakukan untuk melihat pengaruh
variabel bebas terhadap variabel terikat
baik secara parsial maupun bersama-
sama. Dalam penelitian ini kebijakan Dari persamaan (6), dapat disusun
moneter melalui discount rate dan GWM sebuah persamaan regresi sebagai
tidak berpengaruh secara langsung, berikut:
dengan demikian perlu melihat pengaruh JUB = β0 + β1(discount rate) +
dari variabel yang mempengaruhi secara β2(GWM) + e ........................... (7)
langsung terhadap inflasi yaitu JUB. Untuk mengetahui besarnya
Karena apabila variabel yang pengaruh antara variabel bebas dengan
berpengaruh langsung yaitu JUB tidak variabel terikat baik secara parsial
berpengaruh signifikan terhadap inflasi maupun simultan atau bersama-sama,
maka variabel yang berpengaruh tidak maka metode yang digunakan adalah
langsung yaitu discount rate dan GWM analisa Partial Adjustment Model
juga tidak berpengaruh signifikan (PAM), karena model ini sesuai dengan
terhadap inflasi. Adapun tahapan yang penelitian yang dilakukan, yaitu
dilakukan adalah: memasukkan inflasi sebelumnya diantara
Tahapan pertama yang perlu variabel bebas lainnya dan terdapat
diketahui adalah melihat pengaruh JUB kelambanan kebijakan moneter untuk
terhadap inflasi. Berikut persamaan JUB direspon oleh para pelaku ekonomi.
terhadap inflasi: Adapun tahapan yang akan dilakukan
M x V = P x T ........................... (1) yaitu pertama, pembentukan model.
Dari persamaan (1) diatas Penelitian ini dilihat dari sudut
diturunkan menjadi: pandang monetaris, adapun dasar
P = V/T x M .............................. (2) persamaan yang digunakan dalam
Dalam jangka pendek V dan T penelitian adalah sebagai berikut:
diasumsikan tetap pada kondisi M x V = P x T .......................... (8)
kesempatan kerja penuh, sehingga Dari persamaan (1) diatas
diperoleh persamaan baru: diturunkan menjadi:
P = α x M .................................. (3) P = V/T x M ............................. (9)
Dimana P merupakan tingkat Dalam jangka pendek V dan T
harga, α merupakan konstanta dan M diasumsikan tetap pada kondisi
merrupakan jumlah uang beredar. Dari kesempatan kerja penuh, sehingga
persamaan (3), dapat disusun sebuah diperoleh persamaan baru:
persamaan regresi sebagai berikut: P = α x M atau P = F(M) .......... (10)
Inflasi = β0 + β1 (JUB) + e ....... (4)

Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol 8 No. 1 Juli 2010 284


Efektifitas Kebijakan Moneter… (Andi Rachman Setyawan)

Dimana P merupakan tingkat penelitian ini adalah menggunakan


harga, α merupakan konstanta dan M PAM. Adapun persamaan PAM tersebut
merrupakan jumlah uang beredar. Dari dapat ditulis sebagai berikut:
persamaan (10), F(M) dipengaruhi oleh Y = β0 + β1X1 + β 2X2 + β3Yt-1 + e . (16)
money multiplier, dimana telah Dari persamaan (16) model PAM
dijelaskan pada bab II sebelumnya serta pada persamaan (15) diatas maka
bahwa besarnya money multiplier dapat disusun model penelitian sebagai
dipengaruhi oleh discount rate dan berikut:
GWM, sehingga diperoleh persamaan Inflasi = β0 + β1(discount rate) +
sebagai berikut: β2(GWM) + β3(Inflasi) t-1 + e ... (17)
F(M) = f(mm, H) ....................... (11) Dimana: Inflasi = satuannya %;
re = r(i, iD, rR, σ) ....................... (12) Discount rate = satuannya %; GWM =
satuannya % ; Inflasi t-1 = Inflasi
sebelumnya satuannya %; β0 =
Konstanta; β 1, β 2, β 3 = Koefisien
Dengan mensubtitusikan regresi; e = Kesalahan pengganggu.
persamaan (12) ke persamaan (11) Dengan adanya kelambanan
diperoleh persamaan baru: (inflasi, discount rate dan GWM),
P = F(M) = f(mm , H) ................ (13) sehingga model ini disebut juga model
Dari persamaan (13) diatas dapat autoregresi. Dimana dalam model
dirumuskan model penelitian bahwa melibatkan regresi variabel terikat atas
tingkat harga (P) dipengaruhi besarnya lag variabel itu sendiri. Gujarati (1999),
rasio uang kartal dengan giro (cu), rasio ada beberapa alasan mengapa model ini
cadangan bank dengan deposito dan giro digunakan antara lain, yaitu alasan teknis
pada bank sentral (re) serta jumlah dan kelembagaan. Dengan demikian
primer (H). Akan tetapi dalam penelitian koefisien jangka panjang untuk
ini membatasi dengan variabel discount penyesuaiannya adalah sebagai berikut:
rate dan reserve requirment, dengan
demikian dapat disusun persamaan
sebagai berikut:
P = f(discount rate, GWM) ...... (14) Untuk mengetahui variabel bebas
Dari persamaan (14) merupakan yang mempengaruhi variabel terikat
fungsi yang dipakai dalam penelitian. adalah dengan melihat besarnya
Sesuai definisi tentang inflasi yang telah probabilitas. Semakin kecil nilai
dijelaskan sebelumnya yaitu inflasi probabilitas, maka semakin besar pula
adalah perubahan tingkat harga umum pengaruh yang ditimbulkan variabel
secara terus menerus maka persamaan bebas tersebut terhadap variabel terikat.
diatas perlu adanya perubahan sebagai Model ini juga di uji melalu uji statistik
berikut: dan asumsi klasik.
Inflasi = f(discount rate, GWM).. (15)
Artinya perubahan tingkat harga PEMBAHASAN
atau inflasi dipengaruhi oleh besarnya Infrastruktur perekonomian
perubahan discount rate dan GWM. Indonesia selama ini terutama sebelum
Sebelum melanjutkan analisa krisis 1997 ternyata cukup rapuh. Karena
dengan metode maka terlebih dahulu ekonomi Indonesia terlalu didominasi
variabel-variabel yang ditetapkan oleh sektor usaha besar yang sangat
dimuka dibentuk suatu persamaan tergantung kepada utang, khususnya
regresi. Persamaan regresi dalam utang luar negeri yang berjangka

Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol 8 No. 1 Juli 2010 285


Efektifitas Kebijakan Moneter… (Andi Rachman Setyawan)

pendek. Dominasi sektor usaha besar ini kuartal III 2006 sebesar 14.87%. Kuartal
terutama didukung oleh sektor IV tahun 2006 inflasi menurun kembali
perbankan nasional melalui pemberian pada angka satu digit, akan tetapi pada
kredit yang cenderung mengabaikan tahun 2008 inflasi naik kembali pada
prinsip kehati-hatian. Rapuhnya angka dua digit. Inflasi tahun 2008 lebih
ketahanan nasional juga didukung disebabkan oleh kondisi perekonomian
dengan besarnya ketergantungan barang dunia yang sedang mengalami krisis.
impor. Dan kondisi inflasi tersebut kembali
Dari kondisi perekonomian yang turun pada level satu digit mulai kuartal I
rapuh tersebut, pada tahun 1997 tahun 2009 hingga kuartal I tahun 2010.
Indonesia mulai mengalami krisis Dengan melihat kondisi
keuangan. Puncak terjadinya krisis perekonomian diatas khususnya inflasi
ekonomi pada tahun 1998, kondisi sebagai indikatornya, maka dapat
tersebut berangsur-angsur membaik pada dikatakan bahwa kondisi perekonomian
tahun-tahun berkutnya akan tetapi Indonesia relatif kurang stabil dan pada
dampak dari krisis ekonomi tahun 1998 tahun 1998 adalah masa-masa paling
masih dirasakan. Belum lepas dari sulit yang dialami yaitu terjadinya krisis
dampak krisis ekonomi tahun 1998. ekonomi. Sehingga untuk mengantisipasi
Berikut perkembangan kondisi inflasi kondisi perkekonomian yang kurang
serta kebijakan yang diambil Pemerintah stabil dibutuhkan suatu kebijakan yang
guna mengatasi guncangan dapat meredam gejolak perekonomian
perekonomian. baik dari kebijakan moneter.
Kondisi perekonomian Indonesia Fluktusai kebijakan moneter
melalui salah satu indikator ekonomi discount rate dan GWM yang bertujuan
yaitu inflasi mengalami guncangan untuk meredam perubahan tingkat
ekonomi. Perkembangan inflasi kuartal I inflasi. Karena dalam setiap kebijakan
tahun 1985 hingga kuartal IV tahun moneter akan mempengaruhi inflasi,
1997 masih satu digit dan relatif stabil. khususnya dalam penelitian ini bertujuan
Pada kuartal berikutnya guncangan untuk melihat pengaruh kebijakan
ekonomi dari sebelumnya mulai terasa moneter terhadap inflasi. Untuk
dampaknya yaitu mulai kuartal I tahun kebijakan discount rate relatif lebih
1998 tingkat inflasi sebesar 19.83%, fluktuatif dibandingkan dengan
gejolak inflasi terjadi pada periode- kebijakan GWM. Karena kebijakan
periode berikutnya yaitu 18.33% kuartal discount rate mudah direspon para
II 1998, puncak terjadinya krisis pelaku ekonomi. Sedangkan kebijakan
ekonomi terasa pada kuartal III 1998 moneter GWM relatif dari tahun ke
yaitu sebesar 20.01%, dan kuartal IV tahun cenderung konstan. Dari data tabel
1998 inflasi sebesar 4.78%. 4.2 penetapan nilai GWM dari tahun
Pada periode berikutnya kuartal I 1985 hingga tahun 2010 dilakukan
1999 inflasi sudah mengalami penurunan senbanyak empat kali. Hal ini
pada angka 4.76%, dan periode dilaksanakan guna menjaga konsistensi
berikutnya inflasi di Indonesia relatif kebijakan dan untuk menjaga
stabil pada angka satu digit yaitu hingga perekonomian jangka panjang.
kuartal III 2005 dan kuartal berikutnya Dalam penelitian ini kebijakan
infalsi kembali pada angka dua digit. moneter melalui discount rate dan GWM
Pada kuartal IV 2005 inflasi sebesar tidak berpengaruh secara langsung,
10.34%, kuartal I 2006 sebesar 16.9%, dengan demikian perlu melihat pengaruh
kuartal II 2006 sebesar 15.51% dan dari variabel yang mempengaruhi secara

Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol 8 No. 1 Juli 2010 286


Efektifitas Kebijakan Moneter… (Andi Rachman Setyawan)

langsung terhadap inflasi yaitu JUB. inflasi mengalami kenaikan sebesar -


Karena apabila variabel yang 10.615.
berpengaruh langsung yaitu JUB tidak β1 = 2.617 merupakan besarnya
berpengaruh signifikan terhadap inflasi kontribusi variabel JUB yang
maka variabel yang berpengaruh tidak mempengaruhi inflasi di Indonesia.
langsung yaitu discount rate dan GWM Koefisien regresi (β1) sebesar 2.617
juga tidak berpengaruh signifikan dengan tanda positif. Jika variabel JUB
terhadap inflasi. Adapun tahapan regresi naik 1% maka inflasi di Indonesia akan
yang dilakukan adalah sebagai berikut: naik sebesar 2.617%.
Regresi Tahapan Pertama yaitu JUB e = 4.004 merupakan nilai residu
terhadap Inflasi. atau kemungkinan kesalahan dari model
Berikut hasil regresi antara persamaan regresi, yang disebabkan
variabel terikat inflasi dengan variabel karena adanya kemungkinan variabel
bebas JUB (tabel 1). lainnya yang dapat mempengaruhi
Dari hasil regresi yang disajikan variabel inflasi tetapi tidak dimasukkan
pada tabel 1 dapat disusun persamaan kedalam model persamaan.
regresi sebagai berikut: Dengan melakukan uji statistik (uji
Inflasi = – 10.615 + 2.617 (JUB) + t), dengan derajat kebebasan (degree of
4.004, Dimana masing-masing koefisien freedom) sebesar 100 dan derajat
regresi variabel bebas menunjukkan kepercayaan 95% ( = 5%) diperoleh
besarnya perubahan yang akan terjadi ttabel sebesar 1.98. Dengan
pada variabel terikat akibat adanya membandingkaan nilai thitung dan ttabel,
perubahan sebesar satu satuan dari yaitu 4.078 (thitung) > 1.98 (ttabel) dapat
masing-masing variabel independent disimpulkan bahwa variabel JUB
serta diasumsikan variabel bebas lainya berpengaruh signifikan terhadap inflasi
tetap. Masing-masing koefisien variabel di Indonesia dari kuartal I 1985 sampai
bebas dari persamaan hasil regresi kuartal I 2010. Untuk koefisien
dijelaskan sebagai berikut: determinasinya sebesar 0.144, artinya
Inflasi = variabel terikat yang variabel bebas JUB dapat menjelaskan
nilainya akan diprediksi oleh variabel variabel terikat inflasi sebesar 14.4%,
bebas. Adapun yang menjadi variabel sedangkan 85.6% dijelaskan variabel
terikat dalam penelitian adalah tingkat lainnya diluar variabel bebas yang ada
inflasi di Indonesia yang besaran nilanya pada model persamaan.
diprediksi oleh JUB. Regresi Tahapan Kedua yaitu
β0 = -10.615 merupakan nilai discount rate dan GWM terhadap JUB.
konstanta, yaitu estimasi inflasi di Berikut hasil regresi antara variabel
Indonesia, jika variabel bebas JUB terikat JUB dengan variabel bebas
mempunyai nilai sama dengan nol, maka discount rate dan GWM (Tabel 2)

Tabel. 1. Hasil Regresi JUB Terhadap Inflasi


Variabel Koefisien Regresi t Hitung Sig.
JUB 2.617 4.078 0.000
Constanta : -10.615
2
Koefisien Determinasi (R ) : 0.144
F-Statistic : 16.628

Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol 8 No. 1 Juli 2010 287


Efektifitas Kebijakan Moneter… (Andi Rachman Setyawan)

Tabel 2. Hasil Regresi Discount Rate dan GWM Terhadap JUB


Variabel Koefisien Regresi t Hitung Sig.
Discount Rate -0.020 -2.159 0.033
GWM -0.061 -4.537 0.000
Constanta : 6.058
Koefisien Determinasi (R2) : 0.209
F-Statistic : 12.926

Dari hasil regresi yang disajikan akan turun sebesar 0.061%. Asumsi,
pada tabel 2 dapat disusun persamaan variabel yang lain tetap.
regresi sebagai berikut: e = 0.56 merupakan nilai residu
JUB = 6.058 – 0.020(discount rate) – atau kemungkinan kesalahan dari model
0.061(GWM) + 0.56 persamaan regresi, yang disebabkan
Dimana masing-masing koefisien karena adanya kemungkinan variabel
regresi variabel bebas menunjukkan lainnya yang dapat mempengaruhi
besarnya perubahan yang akan terjadi variabel inflasi tetapi tidak dimasukkan
pada variabel terikat akibat adanya kedalam model persamaan.
perubahan sebesar satu satuan dari Dengan melakukan uji statistik (uji
masing-masing variabel independent t dan uji F) masing-masing adalah
serta diasumsikan variabel bebas lainya sebagai berikut: untuk uji t, dengan
tetap. Masing-masing koefisien variabel derajat kebebasan (degree of freedom)
bebas dari persamaan hasil regresi sebesar 99 dan derajat kepercayaan 95%
dijelaskan sebagai berikut: ( = 5%) diperoleh ttabel sebesar 1.98,
JUB = variabel terikat yang dengan membandingkaan nilai thitung dan
nilainya akan diprediksi oleh variabel ttabel masing-masing variabel yaitu untuk
bebas. Adapun yang menjadi variabel discount rate 2.159 (thitung) > 1.98 (ttabel)
terikat dalam penelitian adalah tingkat dan untuk GWM 4.537 (thitung) > 1.98
inflasi di Indonesia yang besaran nilanya (ttabel) dapat disimpulkan bahwa variabel
diprediksi oleh discount rate dan GWM. discount rate dan GWM secara parsial
β0 = 6.058 merupakan nilai berpengaruh signifikan terhadap JUB di
konstanta, yaitu estimasi inflasi di Indonesia dari kuartal I 1985 sampai
Indonesia, jika variabel bebas discount kuartal I 2010. Sedangkan uji F, dengan
rate dan GWM mempunyai nilai sama n=101, k=2 dan derajat kepercayaan
dengan nol, maka inflasi mengalami 95% ( = 5%) diperoleh Ftabel sebesar
kenaikan sebesar 6.058. 3.07, dengan membandingkaan nilai
β1 = -0.020 merupakan besarnya Fhitung dan Ftabel yaitu 12.926 (Fhitung) >
kontribusi variabel discount rate yang 1.98 (Ftabel), dapat disimpulkan bahwa
mempengaruhi inflasi di Indonesia. variabel discount rate dan GWM secara
Koefisien regresi (β1) sebesar 0,020 simultan berpengaruh signifikan
dengan tanda negatif. Jika variabel terhadap JUB di Indonesia dari kuartal I
discount rate naik 1% maka inflasi di 1985 sampai kuartal I 2010. Untuk
Indonesia akan turun sebesar 0,020%. koefisien determinasinya sebesar 0.209,
Asumsi, variabel yang lain tetap. artinya variabel bebas discount rate dan
β2 = -0.061 merupakan besarnya GWM dapat menjelaskan variabel terikat
kontribusi variabel GWM yang JUB sebesar 20.9%, sedangkan 79.1%
mempengaruhi inflasi di Indonesia. dijelaskan variabel lainnya diluar
Koefisien regresi (β2) sebesar 0.061 variabel bebas yang ada pada model
dengan tanda negatif. Jika variabel persamaan.
GWM naik 1% maka inflasi di Indonesia

Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol 8 No. 1 Juli 2010 288


Efektifitas Kebijakan Moneter… (Andi Rachman Setyawan)

Analisis terakhir yaitu regresi β0 = 1.689 merupakan nilai


dengan analisa Partial Adjustment konstanta, yaitu estimasi inflasi di
Model. Dari data yang telah disajikan Indonesia, jika variabel bebas yang
selanjutnya diolah menggunakan alat terdiri dari variabel discount rate, GWM
analisis regresi linier berganda dengan dan inflasi sebelumnya mempunyai nilai
menggunakan pendekatan PAM. Model sama dengan nol, maka inflasi
PAM digunakan dalam penelitian ini mengalami kenaikan sebesar 1.689.
karena dalam pembentukan model awal β1 = -0.056 merupakan besarnya
perlu adanya penyesuaian, antara lain kontribusi variabel discount rate yang
penyesuaian kelambanan mengenai mempengaruhi inflasi di Indonesia.
kebijakan moneter yang lambat direspon Koefisien regresi (β1) sebesar 0.056
perubahan tingkat harga. Tabel 3 dengan tanda negatif. Jika variabel
merupakan hasil pengolahan data yang discount rate naik 1% maka inflasi di
diperoleh sebelumnya. Indonesia akan turun sebesar 0.056%.
Dari hasil regresi yang disajikan Asumsi, variabel yang lain tetap.
pada tabel 3 dapat disusun persamaan β2 = -0.006 merupakan besarnya
regresi sebagai berikut: kontribusi variabel GWM yang
Inflasi = 1.689 – 0.056(discount rate) – mempengaruhi inflasi di Indonesia.
0.006(GWM) + 0.764(Inflasit- Koefisien regresi (β2) sebesar 0.006
1) + 2.925 dengan tanda negatif. Jika variabel
Dimana masing-masing koefisien GWM naik 1% maka inflasi di Indonesia
regresi variabel bebas menunjukkan akan turun sebesar 0.006%. Asumsi,
besarnya perubahan yang akan terjadi variabel yang lain tetap.
pada variabel terikat akibat adanya β3 = 0.764 merupakan besarnya
perubahan sebesar satu satuan dari kontribusi variabel inflasi sebelumnya
masing-masing variabel independent dalam mempengaruhi inflasi di
serta diasumsikan variabel bebas lainya Indonesia. Koefisien regresi (β3) sebesar
tetap. Masing-masing koefisien variabel 0.764 dengan tanda positif. Jika variabel
bebas dari persamaan hasil regresi inflasi sebelumnya naik 1% maka inflasi
dijelaskan sebagai berikut: di Indonesia akan naik sebesar 0.764%.
Inflasi = variabel terikat yang Asumsi, variabel yang lain tetap.
nilainya akan diprediksi oleh variabel e = 2.925 merupakan nilai residu
bebas pada persamaan yang ada dalam atau kemungkinan kesalahan dari model
penelitian. Adapun yang menjadi persamaan regresi, yang disebabkan
variabel terikat dalam penelitian adalah karena adanya kemungkinan variabel
tingkat inflasi di Indonesia yang besaran lainnya yang dapat mempengaruhi
nilanya diprediksi oleh discount rate, variabel inflasi di Indonesia dari kuartal
GWM dan inflasi sebelumnya. I 1985 sampai kuartal I 2010.

Tabel. 3. Hasil Regresi Discount Rate, GWM dan Inflasi Sebelumnya Terhadap Inflasi
Variabel Koefisien Regresi t Hitung Sig.
Discount Rate -0.056 -1.109 0.270
GWM -0.006 -0.085 0.932
Inflasit-1 0.764 10.659 0.000
Constanta : 1.689
Koefisien Determinasi (R2) : 0.555
Durbin Watson : 1.815
F-Statistic : 39.921

Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol 8 No. 1 Juli 2010 289


Efektifitas Kebijakan Moneter… (Andi Rachman Setyawan)

Dengan adanya kelambanan dari dijelaskan variabel lainnya diluar


kebijakan moneter, maka untuk variabel bebas yang ada pada model
penyesuaian jangka panjang adalah persamaan penelitian yang dilakukan.
sebagai berikut: Hasil uji asumsi klasik dari model ini
dinyatakan lolos.
Dengan melihat hasil penelitian
diatas bahwa kebijakan moneter secara
parsial tidak efektif berpengaruh
langsung terhadap inflasi dari kuartal I
tahun 1985 sampai dengan kuartal I
tahun 2010. Meskipun hubungan dari
masing-masing kebijakan moneter
adalah negatif. Akan tetapi kebijakan
moneter dapat mempengaruhi inflasi
lebih efektif 1985 sampai dengan kuartal
Untuk penyesuaian kebijakan I tahun 2010 apabila dilakukakan secara
moneter untuk jangka panjang, yaitu bersama-sama atau simultan.
berdasarkan hasil perhitungan
penyesuaian diatas dapat dijelaskan PENUTUP
apabila discount rate naik sebesar 1% Dari hasil uji secara parsial
maka inflasi turun sebesar 0.237%. diketahui bahwa kebijakan moneter
Sebaliknya apabila discount rate turun melalui discount rate dan GWM
sebesar 1% dari maka inflasi naik memiliki hubungan negatif dengan
sebesar 0.237%. Sedangkan apabila inflasi di Indonesia dari kuartal I 1985
GWM naik sebesar 1% maka inflasi sampai dengan kuartal I 2010. Akan
akan turun sebesar 0.025%, sebaliknya tetapi kebijakan moneter tersebut tidak
jika GWM turun sebesar 1% maka berpengaruh secara langsung terhadap
inflasi naik sebesar 0.025%. inflasi dari kuartal I 1985 sampai dengan
Dari hasil estimasi regresi yang kuartal I 2010 karena kebijakan moneter
telah dilakukan maka perlu adanya discount rate dan GWM terlebih dahulu
pengujian terhadap hasil, adapun melalui variabel antara JUB. Sedangkan
pengujian yang dilakukan adalah sebagai untuk inflasi periode sebelumnya
berikut: Hasil thitung menunjukkan memiliki hubungan positif dan
discount rate dan GWM tidak signifikan terhadap inflasi di Indonesia
berpengaruh signifikan terhadap inflasi dari kuartal I 1985 sampai dengan
di Indonesia, hanya inflasi tahun kuartal I 2010. Adapun besarnya
sebelumnya yang berpengaruh koefisien masing-masing variabel adalah
signifikan. -0.056 untuk discount rate, -0.006 untuk
Dengan melihat nilai F-hitung GWM dan 0.764 untuk inflasi
dapat diketahui bahwa variabel bebas sebelumnya.
secara bersama-sama atau simultan Dari hasil uji secara simultan
berpengaruh signifikan terhadap inflasi diketahui bahwa kebijakan moneter
dengan probabilitas sebesar 0.000. melalui discount rate, GWM dan inflasi
Nilai koefisien determinasi sebesar sebelumnya memiliki pengaruh terhadap
0.555. Artinya variabel bebas discount inflasi di Indonesia dari kuartal I 1985
rate, GWM dan inflasi sebelumnya sampai dengan kuartal I 2010. Adapun
dapat menjelaskan variabel terikat inflasi besarnya tingkat signifikansi secara
sebesar 55.5%, sedangkan 44.5%

Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol 8 No. 1 Juli 2010 290


Efektifitas Kebijakan Moneter… (Andi Rachman Setyawan)

simultan kebijakan moneter adalah Asian Development Bank, Outlook


0.000. database, staff estimates, 2010.
Dari hasil penelitian diketahui
bahwa besarnya nilai koefisien Bank Indonesia, Statistik Ekonomi dan
2
determinasi atau R adalah sebesar Keuangan Indonesia, berbagai
0.555. Artinya faktor-faktor yang tahun.
mempengaruhi inflasi di Indonesia dari
kuartal I 1985 sampai dengan kuartal I Dornbusch, Rudiger dan Fisher Stanley.
2010 dapat dijelaskan oleh kebijakan 1995. Makroekonomi. Edisi 4.
moneter discount rate, GWM dan inflasi Terjemahan J. Mulyadi. Jakarta:
periode sebelumnya dengan prosentase Erlangga.
55.5% dan sisanya 44.5% dijelaskan
oleh variabel lain diluar variabel yang Gersbach, Hans and Volker Hahn. 2002.
ada dalam penelitian. Signaling Competence by Central
Sesuai hasil penelitian, perlu Banks: Monetary Targeting or
adanya kebijakan yang efektif dengan Inflation Targeting.
tidak melupakan jangka panjang. Saran
yang dapat peneliti berikan adalah Ghozali, Imam. 2001. Aplikasi Analisis
keterbukaan informasi tentang aspek- Multivariate dengan Program
aspek moneter seperti arah kebijakan SPSS. Semarang: Badan Penerbit
moneter baik dalam jangka pendek Universitas Diponegoro.
maupun jangka panjang, sehingga
nantinya kebijakan moneter yang telah Gujarati, Damodar. 1999. Ekonometrika
ditetapkan dapat direspon oleh pelaku Dasar. Terjemahan Sumarno
ekonomi dan kebijakan moenter menjadi Zain. Editor Gunawan Hutauruk.
lebih efektif. Jakarta: Erlangga.
Diharapkan bagi peneliti
selanjutnya dapat mengkaji dengan International Monetary Fund,
menggunakan metode pendekatan International Financial Statistics,
lainnya sebagai perbandingan dan 2007
menjelaskan faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi inflasi di Indonesia. Manullang. 1993. Pengantar Ekonomi
Karena masalah inflasi adalah Moneter. Cetakan 13. Medan:
permasalahan riil yang tidak Ghalia Indonesia.
terhindarkan dalam perekonomian.
Sehingga nantinya dapat memberikan Manurung, Mandala dan Prathama
masukan kepada pemegang otoritas Rahardja. 2004. Uang,
moneter dalam mengambil kebijakan. Perbankan, dan Ekonomi
Moneter. Jakarta: Penerbitan
Fakultas Ekonomi Universitas
DAFTAR PUSTAKA Indonesia.

Ascarya. 2005. Instrumen-instrumen Murni, Asfia. 2006. Ekonomika Makro.


Pengendalian Moneter. Cetakan Cetakan pertama. Bandung: PT.
2. Jakarta: Pusat Pendidikan dan Refika Aditama.
Studi Kebanksentralan (PPSK)
BI. Nelson, Edward and Kalin Nikolov.
2004. Monetary Policy and

Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol 8 No. 1 Juli 2010 291


Efektifitas Kebijakan Moneter… (Andi Rachman Setyawan)

Stagflation in the UK. Journal of


Money, Credit and Banking. Vol.
36 no. 3 part 1 (June 2004): 293-
318.

Sabirin, Syahril. 2003. Perjuangan


Keluar dari Krisis. Edisi 1,
cetakan 1. Yogyakarta: BPFE-
Yogyakarta.

Slavin, Stephen L. 1999.


Macroeconomics. 5th ed. United
States: Irwin/McGraw-Hill.

Sugiyono, F.X. 2004. Instrumen


Pengendalian Moneter: Operasi
Pasar Terbuka. Jakarta: Pusat
Pendidikan dan Studi
Kebanksentralan (PPSK) BI.

Sukirno, Sardono. 2002. Pengantar


Teori Makroekonomi. Edisi 1,
Cetakan 13. Jakarta: PT.
Grafindo Persada.

Waluyo, Dwi Eko. 2006. Ekomomika


Makro. Edisi Revisi. Cetakan
keempat. Malang: Universitas
Muhammadiyah Malang.

Warjiyo, Perry dan Solikin. 2003.


Kebijakan Moneter di Indonesia.
Jakarta: Pusat Pendidikan dan
Studi Kebanksentralan (PPSK)
BI.

Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol 8 No. 1 Juli 2010 292

You might also like