You are on page 1of 8

Sejarah Dan Raja-raja Kerajaan Tarumanagara Di

Jawa Barat
Kerajaan Tarumanagara merupakan kerajaan yang sudah sangat lama, seperti halnya
kerajaan Kutai di kalimantan yang juga sudah ada pada abad ke-5.

Apabila anda ingin membaca tentang kerajaan Kutai, anda dapat membaca pada halaman tentang
Kerajaan Kutai (Abad ke 5 M), pada halaman tersebut akan dibahas tentang sejarah dari kerajaan
Kutai, seperti waktu berdiri dan masa selama kerajaan tersebut berdiri, dan hal yang lainnya.

Kembali kita ke pembahasan tentang kerajaan Tarumanagara, seperti dijelaskan sebelumnya bahwa
kerajaam Tarumanagara merupakan kerajaan yang sudah sangat tua atau lama, kerajaan ini sudah
berdiri pada Abad ke-4, atau waktu lebih tepatnya seperti yang dijelaskan oleh para ahli sejarah yaitu
pada tahun 358 Masehi. Sehingga dengan begitu kerajaan Tarumanagara ini menjadi kerajaan tertua
yang ada (pernah berdiri) di bumi nusantara / Indonesia.

Walaupun masa berdiri kerajaan Tarumanagara dan kerajaan Kutai ini berada pada satu masa, tetapi
jarak antara kedua kerajaan tersebut sangat jauh. Apabila kerajaan Kutai terletak di pulau Kalimantan,
maka kerajaan Tarumanagara terletak di daerah Jawa Barat. Karena letak kerajaan yang berbeda
(bahkan sangat jauh), sehingga dengan begitu tentunya budaya atau kebiasan masyarakat di kedua
kerajaan berbeda.

Sejarah Kerajaan Tarumanagara

Adapun pada ahli sejarah meneliti tentang kata Tarumanagara yang merupakan nama kerajaan
yang sedang kita bahas ini. Para ahli sejarah menyatakan bahwa kata tarumanagara berasal dari dua
buah kata, yaitu kata taruma dan nagara. Untuk kata nagara artinya yaitu kerajaan atau Negara,
sedangkan kata taruma berasal dari kata tarum yang merupakan nama sungai di Jawa Barat yang kini
bernama sungai citarum.

 Bukti otentik yang dijadikan sebagai bukti oleh para sejarahwan tentang keberadaan kerajaan
Tarumanagara di masa lalu, berupa prasasti yang ditemukan di daerah Jawa Barat dan kota sekitarnya
seperti di Bekasi, Bogor, Jakarta, Lebak (Banten), dan Pandeglang.

Penemuan lainnya yang dijadikan bukti otentik oleh para Sejarahwan yaitu di Penemuan Naskah
Wangsakerta, yang menjelasan tentang keberadaan Kerajaan Tarumanagara dengan cukup jelas.
Walaupun memang naskah tersebut mengundang berbgai polemic, sehingga banyak pakar sejarah
yang meragukan naskah Wangsakerta ini bisa dijadikan rujukan sejarah. Naskah tersebut berasal dari
Cirebon.

Isi dari Naskah Wangsakerta tersebut bahwa Kerajaan Tarumanegara pertama kali didirikan oleh
Rajadirajaguru Jayasingawarman pada tahun 358, yang kemudian kepemimpinan kerajaan diteruskan
oleh putranya yang bernama Dharmayawarman, dengan masa kepemimpinan tahun 382-395 Masehi.

Setelah itu kepemiminan kerajaan Tarumanagara diteruskan oleh Raja Purnawarman,  yang
merupakan raja Tarumanagara yang ketiga dengan masa kepemimpinan  tahun 395 - 434 Masehi.
Pada pemerintahannya, Raja Purnawarman membangun sebuah ibukota kerajaan yang baru pada
tahun 397, ibu kota kerajaan tersebut terletak dekat ke pantai dan kota tersebut dinamakan dengan
Sundapura, sehingga ini juga merupakan pertama kalinya nama (atau kata) "Sunda" digunakan.

Berakhirnya Kerajaan Tarumanagara

Kerajaan Tarumanagara terus berkembang dari waktu ke waktu, Raja-raja yang pernah memimpin
kerajaan Tarumanagara ada 12 generasi atau pergantian masa pemerintahan, Pada tahun 669, Raja
Linggawarman yang merupakan raja Tarumanagara dimasa-masa akhir sebelum berakhirnya kerajaan
Tarumanagara, dia digantikan oleh menantunya yang bernama Tarusbawa.

Raja Linggawarman mempunyai dua orang puteri, yang sulung bernama Manasih (menjadi istri
Tarusbawa) dan yang kedua bernama Sobakancana yang merupakan isteri dari Dapuntahyang Sri
Jayanasa (yang mendirikan kerajaan Sriwijaya). Sehingga secara otomatis, tahta kekuasaan
Tarumanagara tersebut jatuh kepada sang menantu dari putri yang pertama, yaitu Tarusbawa.

Pada masa Kekuasaan Tarusbawa, kerajaan Tarumanagara berakhir karena Raja Tarusbawa lebih
menginginkan untuk kembali atau bergabung ke kerajaan Sunda, Sehinggga Kerajaan Sunda mewarisi
wilayah kerajaan Tarumanagara. Sehingga berakhirnya atau runtuhnya Kerajaan Tarumanagara bukan
dengan peperangan atau pertumpahan darah.

Demikian telah kita bahas tentang kerajaan Tarumanagara dari awal berdiri hingga masa-masa
berakhirnya kerajaan Tarumanagara. Setelah ini kita akan membahas tentang nama raja-raja yang
pernah memimpin kerajaan Tarumanagara. Adapun nama raja-raja yang memimpin kerajaan
Tarumanagara.

1. Tahun 358-382 Masehi: Raja Jayasingawarman


2. Tahun 382-395 Masehi: Raja Dharmayawarman  
3. Tahun 395-434 Masehi: Raja Purnawarman
4. Tahun 434-455 Masehi: Raja Wisnuwarman
5. Tahun 455-515 Masehi: Raja Indrawarman
6. Tahun 515-535 Masehi: Raja Candrawarman
7. Tahun 535-561 Masehi: Raja Suryawarman
8. Tahun 561-628 Masehi: Raja Kertawarman
9. Tahun 628-639 Masehi: Raja Sudhawarman
10. Tahun 639-640 Masehi: Raja Hariwangsawarman
11. Tahun 640-666 Masehi: Raja Nagajayawarman
12. Tahun 666-669 Masehi: Raja Linggawarman.

Sumber Sejarah Kerajaan Tarumanegara


Keberadaan Kerajaan Tarumanegara dapat diketahui dari beberapa sumber sejarah, baik sumber
sejarah yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri.

Berita dari Dalam Negeri. Yaitu berupa tujuh buah prasasti batu yang ditemukan secara terpisah di
Bogor, Jakarta, dan Banten. Ketujuh prasasti tersebut antara lain.

 Prasasti Ciaruteun. Prasasti ini ditemukan di tepi sungai Ciaruteun, Bogor. Prasasti ini
ditulis menggunakan huruf Pallawa dan Bahasa Sansekerta. Pada prasasti ini terdapat cap
sepasang telapak kaki milik Raja Purnawarman yang melambangkan kekuasaan raja yang
dipercaya sebagai penjelmaan Dewa Wisnu.
 Prasasti Kebon Kopi. Ditemukan di Kecamatan Cibungbulang, Bogor. Pada prasasti yang
diperkirakan berasal dari abad ke-5 ini, ditemukan cap telapak kaki gajah yang
melambangkan Gajah Airawata, hewan tunggangan Dewa Wisnu.
 Prasasti Jambu. Disebut juga dengan Prasasti Pasir Koleangkak. Prasasti ini ditemukan di
area perkebunan jambu di Bogor. Prasasti yang ditulis menggunakan Huruf Pallawa dan
Bahasa Sansekerta ini mengisahkan tentang kebijaksanaan Raja Purnawarman dalam
memerintah Kerajaan Tarumanegara.
 Prasasti Muara Cianten. Sesuai dengan namanya, prasasti ini ditemukan di daerah Muara
Cianten, Jawa Barat. Prasasti ini ditemukan dalam keadaan rusak, jadi isi dari prasasti ini
belum dapat dibaca. Satu-satunya yang masih tercetak jelas adalah adanya lukisan sepasang
telapak kaki.
 Prasasti Pasir Awi. Sama seperti Prasasti Muara Cianten, prasasti ini juga masih misterius
isinya karena beberapa tulisan sudah rusak.
 Prasasti Cidanghiyang. Disebut juga dengan Prasasti Munjul. Prasasti ini ditemukan di
Kampung Lebak, Kecamatan Munjul, Banten. Prasasti yang ditulis menggunakan Huruf
Pallawa dan Bahasa Sansekerta ini mengkisahkan tentang keberanian Raja Purnawarman.
 Prasasti Tugu. Prasasti ini ditemukan di Kampung Batutumbu, Desa Tugu, Kecamatan
Cilincing, Jakarta Utara. Prasasti ini mengisahkan tentang penggalian Sungai Candrabaga dan
Gomati sepanjang 6112 tombak (12 KM) pada masa pemerintahan Raja Purnawarman.
Penggalian sungai ini dimaksudkan untuk mencegah datangnya bencana banjir dan sebagai
sarana irigrasi sawah untuk mengatasi kekeringan.
Berita dari Luar Negeri. Selain sumber sejarah dari dalam negeri yang berbentuk prasasti,
keberadaan Kerajaan Tarumanegara juga dapat diketahui dari sumber-sumber berita luar negeri.
Diantaranya adalah dari literatur kuno berjudul Fa-Kao-Chi yang ditulis oleh Fa-Hsien dari tahun 414
Masehi. Literatur ini menyebutkan tentang kehidupan masyarakat di Jawa Bagian Barat yang telah
terpengaruh agama Hindu India. Masyarakat Hindu yang ditemui oleh Fa-Hsien ini diperkirakan
merupakan bagian dari masyarakat kerajaan yang berpusat di daerah Bogor, yang tidak lain dan tidak
bukan adalah Kerajaan Tarumanegara.

Pemerintahan Kerajaan Tarumanegara


Raja Purnawarman adalah satu-satunya raja yang namanya dicantumkan dalam prasasti-prasasti
peninggalan Kerajaan Tarumanegara. Raja ini digambarkan sebagai seorang raja yang sangat
bijaksana dan telah berhasil meningkatkan kesejahteraan rakyatnya berkat penggalian sebuah sungai
sebagai sarana irigrasi. Namun meskipun begitu, Purnawarman bukanlah satu-satunya raja yang
pernah memerintah Kerajaan Tarumanegara. Hal ini didasarkan pada sebuah sumber dari naskah kuno
bernama Wangsakerta.

Meskipun kevalidan naskah ini masih diperdebatkan oleh para ahli, namun kitab ini berisi informasi
yang cukup menarik, yaitu tentang silsilah lengkap raja-raja yang pernah memerintah Tarumanegara
dari mulai awal berdirinya hingga raja terakhirnya. Berikut adalah daftar raja-raja yang pernah
memerintah Kerajaan Tarumanegara berdasarkan Naskah Wangsakerta.

NO Nama Raja Tahun Memerintah


1. Jayasingawarman 358-382 M
2. Dharmayawarman 382-395 M
3. Purnawarman 395-434 M
4. Wisnuwarman 434-455 M
5. Indrawarman 455-515 M
6. Candrawarman 515-535 M
7. Suryawarman 535-561 M
8. Kertawarman 561-628 M
9. Sudhawarman 628-639 M
10. Hariwangsawarman 639-640 M
11. Nagajayawarman 640-666 M
12. Linggawarman 666-669 M

Runtuhnya Kerajaan Tarumanegara


Kerajaan Tarumanegara diperkirakan runtuh pada sekitar abad ke-7 Masehi. Hal ini didasarkan pada
fakta bahwa setelah abad ke-7, berita mengenai kerajaan ini tidak pernah terdengar lagi baik dari
sumber dalam negeri maupun luar negeri . Para ahli berpendapat bahwa runtuhnya Kerajaan
Tarumanegara kemungkinan besar disebabkan karena adanya tekanan dari Kerajaan Sriwijaya yang
terus melakukan ekspansi wilayah.

Kerajaan Tarumanagara
Tarumanagara atau Taruma adalah sebuah kerajaan yang pernah berkuasa di wilayah pulau Jawa
bagian barat pada abad ke-4 hingga abad ke-7 M, yang merupakan salah satu kerajaan tertua di
Nusantara yang diketahui. Dalam catatan, kerajaan Tarumanagara adalah kerajaan Hindu beraliran
Wisnu.Daftar isi [sembunyikan]

1. Sejarah
1.1 Prasasti
1.1.1 Prasasti Pasir Muara
1.1.2 Prasasti Ciaruteun
1.1.3 Prasasti Telapak Gajah
1.1.4 Prasasti lain
1.2 Naskah Wangsakerta
1.2.1 Raja-raja Tarumanagara menurut Naskah Wangsakerta

SEJARAH

Bila menilik catatan prasasti, tidak ada penjelasan yang pasti siapa yang mendirikan pertama kal
kerajaan Taruma. Raja yang berkuasa adalah Purnawarman. Pada tahun 417 ia memerintahkan
penggalian Sungai Gomati dan Candrabaga sepanjang 6112 tombak (sekitar 11 km). Selesai
penggalian, sang prabu mengadakan selamatan dengan menyedekahkan 1.000 ekor sapi kepada kaum
brahmana.

PRASASTI KEBON KOPI

dibuat sekitar 400 M (H Kern 1917), ditemukan di perkebunan kopi milik Jonathan Rig, Ciampea,
Bogor
PRASASTI TUGU
ditemukan di Kampung Batutumbu, Desa Tugu, Kecamatan Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, sekarang
disimpan di museum di Jakarta. Prasasti tersebut isinya menerangkan penggalian Sungai Candrabaga
oleh Rajadirajaguru dan penggalian Sungai Gomati oleh Purnawarman pada tahun ke-22 masa
pemerintahannya.Penggalian sungai tersebut merupakan gagasan untuk menghindari bencana alam
berupa banjir yang sering terjadi pada masa pemerintahan Purnawarman, dan kekeringan yang terjadi
pada musim kemarau.
Prasasti Munjul atau Prasasti Cidanghiang, ditemukan di aliran Sungai Cidanghiang yang mengalir di
Desa Lebak, Kecamatan Munjul, Kabupaten Pandeglang, Banten, berisi pujian kepada Raja
Purnawarman.
Prasasti yang ditemukan di Bogor:
Prasasti Ciaruteun, Ciampea, Bogor
Prasasti Muara Cianten, Ciampea, Bogor
Prasasti Jambu, Nanggung, Bogor
Prasasti Pasir Awi, Citeureup, Bogor
Lahan tempat prasasti itu ditemukan berbentuk bukit rendah berpermukaan datar dan diapit tiga batang
sungai: Cisadane, Cianten dan Ciaruteun. Sampai abad ke-19, tempat itu masih dilaporkan dengan
nama Pasir Muara. Dahulu termasuk bagian tanah swasta Ciampea. Sekarang termasuk wilayah
Kecamatan Cibungbulang.
Kampung Muara tempat prasasti Ciaruteun dan Telapak Gajah ditemukan, dahulu merupakan sebuah
"kota pelabuhan sungai" yang bandarnya terletak di tepi pertemuan Cisadane dengan Cianten. Sampai
abad ke-19 jalur sungai itu masih digunakan untuk angkutan hasil perkebunan kopi. Sekarang masih
digunakan oleh pedagang bambu untuk mengangkut barang dagangannya ke daerah hilir.

Prasasti pada zaman ini menggunakan aksara Sunda kuno, yang pada awalnya merupakan
perkembangan dari aksara tipe Pallawa Lanjut, yang mengacu pada model aksara Kamboja dengan
beberapa cirinya yang masih melekat. Pada zaman ini, aksara tersebut belum mencapai taraf
modifikasi bentuk khasnya sebagaimana yang digunakan naskah-naskah (lontar) abad ke-16.

PRASASTI PASIR MULYA

Di Bogor, prasasti ditemukan di Pasir Muara, di tepi sawah, tidak jauh dari prasasti Telapak Gajah
peninggalan Purnawarman. Prasasti itu kini tak berada ditempat asalnya. Dalam prasasti itu dituliskan

ini sabdakalanda rakryan juru panga-mbat i kawihaji panyca pasagi marsa-n desa barpulihkan haji su-
nda
Terjemahannya menurut Bosch:

Ini tanda ucapan Rakryan Juru Pengambat dalam tahun (Saka) kawihaji (8) panca (5) pasagi (4),
pemerintahan begara dikembalikan kepada raja Sunda.

Karena angka tahunnya bercorak "sangkala" yang mengikuti ketentuan "angkanam vamato gatih"
(angka dibaca dari kanan), maka prasasti tersebut dibuat dalam tahun 458 Saka atau 536 Masehi.
PRASASTI CIARUTEUN

Prasasti Ciaruteun ditemukan pada aliran Sungai Ciaruteun, seratus meter dari pertemuan sungai
tersebut dengan Sungai Cisadane; namun pada tahun 1981 diangkat dan diletakkan di dalam cungkup.
Prasasti ini peninggalan Purnawarman, beraksara Palawa, berbahasa Sansekerta. Isinya adalah puisi
empat baris, yang berbunyi:

vikkrantasyavanipateh shrimatah purnavarmmanah tarumanagararendrasya vishnoriva padadvayam

Terjemahannya menurut Vogel:

Kedua (jejak) telapak kaki yang seperti (telapak kaki) Wisnu ini kepunyaan raja dunia yang gagah
berani yang termashur Purnawarman penguasa Tarumanagara.

Selain itu, ada pula gambar sepasang "pandatala" (jejak kaki), yang menunjukkan tanda kekuasaan
&mdash& fungsinya seperti "tanda tangan" pada zaman sekarang. Kehadiran prasasti Purnawarman di
kampung itu menunjukkan bahwa daerah itu termasuk kawasan kekuasaannya. Menurut Pustaka
Rajyarajya i Bhumi Nusantara parwa II, sarga 3, halaman 161, di antara bawahan Tarumanagara pada
masa pemerintahan Purnawarman terdapat nama "Rajamandala" (raja daerah) Pasir Muhara.

PRASASTI TELAPAK GAJAH

Prasasti Telapak Gajah bergambar sepasang telapak kaki gajah yang diberi keterangan satu baris
berbentuk puisi berbunyi:

jayavi s halasya tarumendrsaya hastinah airavatabhasya vibhatidam padadavayam

Terjemahannya:

Kedua jejak telapak kaki adalah jejak kaki gajah yang cemerlang seperti Airawat kepunyaan penguasa
Tarumanagara yang jaya dan berkuasa.

Menurut mitologi Hindu, Airawata adalah nama gajah tunggangan Batara Indra dewa perang dan
penguawa Guntur. Menurut Pustaka Parawatwan i Bhumi Jawadwipa parwa I, sarga 1, gajah perang
Purnawarman diberi nama Airawata seperti nama gajah tunggangan Indra. Bahkan diberitakan juga,
bendera Kerajaan Tarumanagara berlukiskan rangkaian bunga teratai di atas kepala gajah. Demikian
pula mahkota yang dikenakan Purnawarman berukiran sepasang lebah.
Ukiran bendera dan sepasang lebah itu dengan jelas ditatahkan pada prasasti Ciaruteun yang telah
memancing perdebatan mengasyikkan di antara para ahli sejarah mengenai makna dan nilai
perlambangannya. Ukiran kepala gajah bermahkota teratai ini oleh para ahli diduga sebagai "huruf
ikal" yang masih belum terpecahkan bacaaanya sampai sekarang. Demikian pula tentang ukiran
sepasang tanda di depan telapak kaki ada yang menduganya sebagai lambang labah-labah, matahari
kembar atau kombinasi surya-candra (matahari dan bulan). Keterangan pustaka dari Cirebon tentang
bendera Tarumanagara dan ukiran sepasang "bhramara" (lebah) sebagai cap pada mahkota
Purnawarman dalam segala "kemudaan" nilainya sebagai sumber sejarah harus diakui kecocokannya
dengan lukisan yang terdapat pada prasasti Ciaruteun.

PRASASTI LAIN

Di daerah Bogor, masih ada satu lagi prasasti lainnya yaitu prasasti batu peninggalan Tarumanagara
yang terletak di puncak Bukit Koleangkak, Desa Pasir Gintung, Kecamatan Leuwiliang. Pada bukit ini
mengalir (sungai) Cikasungka. Prasasti inipun berukiran sepasang telapak kaki dan diberi keterangan
berbentuk puisi dua baris:
shriman data kertajnyo narapatir - asamo yah pura tarumayam nama shri purnnavarmma
pracurarupucara fedyavikyatavammo tasyedam - padavimbadavyam arnagarotsadane nitya-dksham
bhaktanam yangdripanam - bhavati sukhahakaram shalyabhutam ripunam.
Terjemahannya menurut Vogel:

Yang termashur serta setia kepada tugasnya ialah raja yang tiada taranya bernama Sri Purnawarman
yang memerintah Taruma serta baju perisainya tidak dapat ditembus oleh panah musuh-musuhnya;
kepunyaannyalah kedua jejak telapak kaki ini, yang selalu berhasil menghancurkan benteng musuh,
yang selalu menghadiahkan jamuan kehormatan (kepada mereka yang setia kepadanya), tetapi
merupakan duri bagi musuh-musuhnya.

Naskah Wangsakerta

Penjelasan tentang Tarumanagara cukup jelas di Naskah Wangsakerta. Sayangnya, naskah ini
mengundang polemik dan banyak pakar sejarah yang meragukan naskah-naskah ini bisa dijadikan
rujukan sejarah.

Pada Naskah Wangsakerta dari Cirebon itu, Tarumanegara didirikan oleh Rajadirajaguru
Jayasingawarman pada tahun 358, yang kemudian digantikan oleh putranya, Dharmayawarman (382-
395). Jayasingawarman dipusarakan di tepi kali Gomati, sedangkan putranya di tepi kali Candrabaga.

Maharaja Purnawarman adalah raja Tarumanagara yang ketiga (395-434 M). Ia membangun ibukota
kerajaan baru pada tahun 397 yang terletak lebih dekat ke pantai. Dinamainya kota itu Sundapura--
pertama kalinya nama "Sunda" digunakan.

Prasasti Pasir Muara yang menyebutkan peristiwa pengembalian pemerintahan kepada Raja Sunda itu
dibuat tahun 536 M. Dalam tahun tersebut yang menjadi penguasa Tarumanagara adalah

Suryawarman (535 - 561 M) Raja Tarumanagara ke-7. Pustaka Jawadwipa, parwa I, sarga 1 (halaman
80 dan 81) memberikan keterangan bahwa dalam masa pemerintahan Candrawarman (515-535 M),
ayah Suryawarman, banyak penguasa daerah yang menerima kembali kekuasaan pemerintahan atas
daerahnya sebagai hadiah atas kesetiaannya terhadap Tarumanagara. Ditinjau dari segi ini, maka
Suryawarman melakukan hal yang sama sebagai lanjutan politik ayahnya.

Rakeyan Juru Pengambat yang tersurat dalam prasasti Pasir Muara mungkin sekali seorang pejabat
tinggi Tarumanagara yang sebelumnya menjadi wakil raja sebagai pimpinan pemerintahan di daerah
tersebut. Yang belum jelas adalah mengapa prasasti mengenai pengembalian pemerintahan kepada
Raja Sunda itu terdapat di sana? Apakah daerah itu merupakan pusat Kerajaan Sunda atau hanya
sebuah tempat penting yang termasuk kawasan Kerajaan Sunda?

Baik sumber-sumber prasasti maupun sumber-sumber Cirebon memberikan keterangan bahwa


Purnawarman berhasil menundukkan musuh-musuhnya. Prasasti Munjul di Pandeglang menunjukkan
bahwa wilayah kekuasaannya mencakup pula pantai Selat Sunda. Pustaka Nusantara, parwa II sarga 3
(halaman 159 - 162) menyebutkan bahwa di bawah kekuasaan Purnawarman terdapat 48 raja daerah
yang membentang dari Salakanagara atau Rajatapura (di daerah Teluk Lada Pandeglang) sampai ke
Purwalingga (sekarang Purbolinggo) di Jawa Tengah. Secara tradisional Cipamali (Kali Brebes)
memang dianggap batas kekuasaan raja-raja penguasa Jawa Barat pada masa silam.

Kehadiran Prasasti Purnawarman di Pasir Muara, yang memberitakan Raja Sunda dalam tahun 536 M,
merupakan gejala bahwa Ibukota Sundapura telah berubah status menjadi sebuah kerajaan daerah. Hal
ini berarti, pusat pemerintahan Tarumanagara telah bergeser ke tempat lain. Contoh serupa dapat
dilihat dari kedudukaan Rajatapura atau Salakanagara (kota Perak), yang disebut Argyre oleh
Ptolemeus dalam tahun 150 M. Kota ini sampai tahun 362 menjadi pusat pemerintahan Raja-raja
Dewawarman (dari Dewawarman I - VIII).

Ketika pusat pemerintahan beralih dari Rajatapura ke Tarumangara, maka Salakanagara berubah status
menjadi kerajaan daerah. Jayasingawarman pendiri Tarumanagara adalah menantu Raja Dewawarman
VIII. Ia sendiri seorang Maharesi dari Salankayana di India yang mengungsi ke Nusantara karena
daerahnya diserang dan ditaklukkan Maharaja Samudragupta dari Kerajaan Magada.

Suryawarman tidak hanya melanjutkan kebijakan politik ayahnya yang memberikan kepercayaan lebih
banyak kepada raja daerah untuk mengurus pemerintahan sendiri, melainkan juga mengalihkan
perhatiannya ke daerah bagian timur. Dalam tahun 526 M, misalnya, Manikmaya, menantu
Suryawarman, mendirikan kerajaan baru di Kendan, daerah Nagreg antara Bandung dan Limbangan,
Garut. Putera tokoh Manikmaya ini tinggal bersama kakeknya di ibukota Tarumangara dan kemudian
menjadi Panglima Angkatan Perang Tarumanagara. Perkembangan daerah timur menjadi lebih
berkembang ketika cicit Manikmaya mendirikan Kerajaan Galuh dalam tahun 612 M.

Tarumanagara sendiri hanya mengalami masa pemerintahan 12 orang raja. Pada tahun 669,
Linggawarman, raja Tarumanagara terakhir, digantikan menantunya, Tarusbawa. Linggawarman
sendiri mempunyai dua orang puteri, yang sulung bernama Manasih menjadi istri Tarusbawa dari
Sunda dan yang kedua bernama Sobakancana menjadi isteri Dapuntahyang Sri Jayanasa pendiri
Kerajaan Sriwijaya. Secara otomatis, tahta kekuasaan Tarumanagara jatuh kepada menantunya dari
putri sulungnya, yaitu Tarusbawa.

Kekuasaan Tarumanagara berakhir dengan beralihnya tahta kepada Tarusbawa, karena Tarusbawa
pribadi lebih menginginkan untuk kembali ke kerajaannya sendiri, yaitu Sunda yang sebelumnya
berada dalam kekuasaan Tarumanagara. Atas pengalihan kekuasaan ke Sunda ini, hanya Galuh yang
tidak sepakat dan memutuskan untuk berpisah dari Sunda yang mewarisi wilayah Tarumanagara.

Raja-raja Tarumanagara menurut Naskah Wangsakerta

-Jayasingawarman 358-382
-Dharmayawarman 382-395
-Purnawarman 395-434
-Wisnuwarman 434-455
-Indrawarman 455-515
-Candrawarman 515-535
-Suryawarman 535-561
-Kertawarman 561-628
-Sudhawarman 628-639
-Hariwangsawarman 639-640
-Nagajayawarman 640-666
-Linggawarman 666-669

Kelompok 5 :

 Jessica
 Juan
 Capri
 Yoshua
 Ira
 Ali
 Fahmi

You might also like