You are on page 1of 16

LAPORAN PENDAHULUAN (LP)

PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN ANAK


TINGKAT II SEMESTER IV TAHUN AKADEMIK 2022/2023
STUNTING PADA ANAK

Disusun Oleh : M.Rizky Difa Pratama


NIM : 04416021023

PRODI D III KEPERAWATAN


AKADEMI KEPERAWATAN BUNTET PESANTREN CIREBON
2023
A. Konsep Dasar

1. Definisi

Stunting adalah masalah gizi kronis yang disebabkan oleh


asupan zat gizi yang kurang dalam waktu cukup lama akibat
pemberian makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi
(Millenium Challenge Account,2014). Stunting terjadi dimulai dari
janin dalam kandungan serta akan nampak saat berusia dua tahun.
Menurut UNICEF (2018), Stunting (bertubuh pendek) adalah
kegagalan untuk mencapai potensi pertumbuhan seseorang
disebabkan oleh malnutrisi kronis dan penyakit berulang selama
masa kanak-kanak. Hal ini dapat membatasi kapasitas fisik dan
kognitif anak secara permanen dan menyebabkan kerusakan yang
lama.
Menurut Kemenkes RI (2016), stunting adalah kondisi gagal
tumbuh pada tubuh dan otak akibat kekurangan gizi dalam waktu
yang lama. Sehingga, anak lebih pendek dari anak normal seusianya
dan memiliki keterlambatan dalam berfikir. Anak balita dengan nilai z-
scorenya kurang dari -2SD dan kurang dari -3SD atau dengan kata
lain status gizi yang didasarkan pada parameter Panjang Badan
menurut Umur (PB/U) atau Tinggi Badan menurut Umur (TB/U),
dimana hasil pengukuran antropometri berdasarkan parameter
tersebut dibandingkan anak tergolong pendek (<-2 SD) atau sangat
pendek (<-3 SD).

2. Anatomi Fisiologi

3. Etiologi

Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya keadaan stunting


pada anak. Faktor penyebab stunting ini dapat disebabkan oleh faktor
langsung maupun tidak langsung. Penyebab langsung dari kejadian
stunting adalah asupan gizi dan adanya penyakit infeksi sedangkan
penyebab tidak langsung adalah pemberian ASI dan MP-ASI,
kurangnya pengetahuan orang tua, faktor ekonomi, rendahnya
pelayanan kesehatan dan masih banyak faktor lainnya (Mitra, 2015).

1. Faktor penyebab langsung


a) Asupan Gizi.
Asupan gizi yang adekuat sangat diperlukan untuk
pertumbuhan dan perkembangan tubuh. Usia anak 1 – 2,5
tahun merupakan masa kritis dimana pada tahun ini terjadi
pertumbuhan dan perkembangan secara pesat. Konsumsi
makanan yang tidak cukup merupakan salah satu faktor yang
dapat menyebabkan stunting (Kinasih dkk, 2016).
b) Penyakit infeksi kronis
Adanya penyakit infeksi dalam waktu lama tidak hanya
berpengaruh terhadap berat badan akan tetapi juga
berdampak pada pertumbuhan linier. Infeksi juga mempunyai
kontribusi terhadap defisiensi energi, protein, dan gizi lain
karena menurunnya nafsu makan sehingga asupan makanan
berkurang. Pemenuhan zat gizi yang sudah sesuai dengan
kebutuhan namun penyakit infeksi yang diderita tidak
tertangani tidak akan dapat memperbaiki status kesehatan
dan status gizi anak balita. (Dewi dan Adhi, 2016).

2. Faktor penyebab tidak langsung


a) Faktor ASI Eksklusif dan MP-ASI
ASI eksklusif merupakan pemberian ASI tanpa
makanan dan minuman tambahan lain pada bayi berusia 0-
6 bulan. ASI sangat penting bagi bayi karena memiliki
komposisi yang dapat berubah sesuai kebutuhan bayi.
Pada ASI terdapat kolostrum yang banyak mengandung
gizi dan zat pertahanan tubuh, foremik (susu awal) yang
mengandung protein laktosa dan kadar air tinggi dan lemak
rendah sedangkan hidramik (susu akhir) memiliki
kandungan lemak yang tinggi yang banyak memberi energi
dan memberi rasa kenyang lebih lama (Ruslianti dkk,
2015).
Pemberian MP-ASI merupakan sebuah proses
transisi dari asupan yang semula hanya ASI menuju ke
makanan semi padat. Tujuan pemberian MP-ASI adalah
sebagai pemenuhan nutrisi yang sudah tidak dapat
terpenuhi sepenuhnya oleh ASI selain itu sebagai latihan
keterampilan makan, pengenalan rasa. MP-ASI sebaiknya
diberikan setelah bayi berusia 6 bulan secara bertahap
dengan mempertimbangkan waktu dan jenis makanan agar
dapat memenuhi kebutuhan energinya (Ruslianti dkk,
2015).
3. Pengetahuan OrangTua
Orangtua yang memiliki tingkat pengetahuan yang baik
akan memberikaan asuhan pada keluarga dengan baik pula.
Pengetahuan orangtua tentang gizi akan memberikan dampak
yang baik bagi keluarganya karena, akan berpengaruh
terhadap sikap dan perilaku dalam pemilihan makanan yang
pada akhirnya dapat mempengaruhi kebutuhan gizi. (Nikmah,
2015).
4. Faktor Ekonomi
Pendapatan yang rendah, biasanya mengkonsumsi
makanan yang lebih murah dan menu yang kurang bervariasi,
sebaliknya pendapatan yang tinggi umumnya mengkonsumsi
makanan yang lebih tinggi harganya, tetapi penghasilan yang
tinggi tidak menjamin tercapainya gizi yang baik. Pendapatan
yang tinggi tidak selamanya meningkatkan konsumsi zat gizi
yang dibutuhkan oleh tubuh, tetapi kenaikan pendapatan akan
menambah kesempatan untuk memilih bahan makanan dan
meningkatkan konsumsi makanan yang disukai meskipun
makanan tersebut tidak bergizi tinggi. (Ibrahim dan Faramita,
2014).

4. Patofisiologi/Pathway

Stunting merupakan bentuk kegagalan pertumbuhan akibat


akumulasi ketidakcukupan nutrisi yang berlangsung lama mulai dari
kehamilan sampai usia 24 bulan. Keadaan ini diperparah dengan
tidak terimbanginya kejar tumbuh (catch up growth) yang memadai
(Mitra, 2015).

Masalah stunting terjadi karena adanya adaptasi fisiologi


pertumbuhan atau non patologis, karena penyebab secara langsung
adalah masalah pada asupan makanan dan tingginya penyakit infeksi
kronis terutama ISPA dan diare, sehingga memberi dampak terhadap
proses pertumbuhan balita (Sudiman, 2018).

Tidak terpenuhinya asupan gizi dan adanya riwayat penyakit


infeksi berulang menjadi faktor utama kejadian kurang gizi. Faktor
sosial ekonomi, pemberian ASI dan MP-ASI yang kurag tepat,
pendidikan orang tua, serta pelayanan kesehatan yang tidak
memadai akan mempengaruhi pada kecukupan gizi. Kejadian kurang
gizi yang terus berlanjut dan karena kegagalan dalam perbaikan gizi
akan menyebabkan pada kejadian stunting atau kurang gizi kronis.
Hal ini terjadi karena rendahnya pendapatan sehingga tidak mampu
memenuhi kecukupan gizi yang sesuai (Maryunani, 2016).

Pada balita dengan kekurangan gizi akan menyebabkan


berkurangnya lapisan lemak di bawah kulit hal ini terjadi karena
kurangnya asupan gizi sehingga tubuh memanfaatkan cadangan
lemak yang ada, selain itu imunitas dan produksi albumin juga ikut
menurun sehingga balita akan mudah terserang infeksi dan
mengalami perlambatan pertumbuhan dan perkembangan. Balita
dengan gizi kurang akan mengalami peningkatan kadar asam basa
pada saluran cerna yang akan menimbulkan diare (Maryunani, 2016).

5. Manifestasi klinis

Ciri-ciri stunting Menurut Kementrian Desa, Pembangunan


Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (2017) adalah :
1. Tanda pubertas terlambat

Anak yang mengalami stunting akan memengaruhi


perkembangan reproduksinya atau masa pubertas. Pubertas
merupakan salah satu periode dalam proses pematangan seksual
dengan hasil tercapainya kemampuan reproduksi. Salah satu
tanda pubertas pada remaja perempuan aadalah mentruasi.

2. Perfoma buruk pada tes perhatian dan memori belajar.

3. Pertumbuhan melambat.

4. Wajah tampak lebih muda dari usia.

5. Pertumbuhan gigi terhambat.

6. Usia 8-10 tahun anak menjadi lebih pendiam, tidak banyak


melakukan eye contact.

6. Penatalaksanaan

Menurut Khoeroh dan Indriyanti, (2017) beberapa cara yang


dapat dilakukan untuk mengatasi stunting yaitu:
1. Penilaian status gizi yang dapat dilakukan melalui kegiatan
posyandu setiap bulan.
2. Pemberian makanan tambahan pada balita.
3. Pemberian vitamin A.
4. Memberi konseling oleh tenaga gizi tentang kecukupan gizi balita.
5. Pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan dan dilanjutkan sampai
usia 2 tahun dengan ditambah asupan MP-ASI.
6. Pemberian suplemen menggunakan makanan penyediaan
makanan dan minuman menggunakan bahan makanan yang sudah
umum dapat meningkatkan asupan energi dan zat gizi yang besar
bagi banyak pasien.
7. Pemberian suplemen menggunakan suplemen gizi khusus peroral
siap guna yang dapat digunakan bersama makanan untuk memenuhi
kekurangan gizi.

7. Komplikasi

Menurut dr.yoke k. Putri Sp.A (2021) Komplikasi stunting


biasanya disebabkan oleh infeksi yang menyertai. Konsekuensi
jangka pendek dari stunting adalah peningkatan morbiditas anak,
penurunan fungsi kognitif, perkembangan motorik dan bahasa,
serta berdampak pada ekonomi dengan meningkatkan
pengeluaran di bidang kesehatan dan perawatan anak sakit
Konsekuensi jangka panjang stunting adalah risiko obesitas dan
komorbid lain seperti diabetes, penurunan kesehatan reproduksi,
penurunan prestasi akademik, penurunan potensi belajar, serta
penurunan kapasitas kerja dan produktivitas.

8. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Nurarif dan Kusuma, (2016) mengatakan
pemeriksaan penunjang untuk stunting antara lain:
1. Melakukan pemeriksaan fisik.
2. Melakukan pengukuran antropometri BB, TB/PB, LILA, lingkar
kepala.
3. Melakukan penghitungan IMT.
4. Pemeriksaan laboratorium darah: albumin, globulin, protein total,
elektrolit serum.
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah pertama dari proses yang
bertujuan untuk memperoleh informasi dari klien, sehingga masalah
keperawatan dapat dirumuskan secara akurat. (subekti, 2016).
a. Keluhan utama
Mengapa pasien masuk rumah sakit dan apa keluahan utama
pasien, sehingga dapat ditegakkan prioritas masalah keperawatan yang
dapat muncul.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Tanyakan pada klien atau keluarga tentang gejala penyakit, faktor
yang menyebabkan timbulnya penyakit, upaya yang pernah dilakukan.
c. Riwayat kesehatan dahulu
Apakah sudah pernah sakit dan dirawat dengan penyakit yang
sama,pernah mengalami penyakit kronis dan infeksi yang berat, anak
mengikuti kegiatan posyandu secara rutin dan imunisasi secara lengkap.
d. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik pada anak meliputi:
a) Perhatikan tingkat kesadaran anak, apakah anak dalam kesadaran
compos mentis (sadar penuh), apatis (acuh terhadap sekitarnya),
samnolen (kesadaran menurun ditandai anak mengantuk), sopor
(berespon dengan rangsangan kuar), koma (tidak ada respon
terhadap stimulus apapun termasuk pupil) dan delirium (disorientasi,
gelisah).
b) Perhatikan ekspresi dan penampilan anak apakah terlihat kesakitan.
c) Perhatikan tangisan anak.
d) Perhatikan gerakan anak, bergerak aktif atau pasif.
e) Perhatikan kebersihan anak, bau badan, keadaan kulit kepala,
rambut,leher, kuku, gigi dan pakaian anak.
Tanda-tanda vital.
Lakukan pengukuran suhu, nadi, pernapasan dan tekanan darah.
1) Pemeriksaan kepala leher.
Inspeksi dan Palpasi :
a) Kepala :Inspeksi posisi kepala dan gambaran wajah tegak dan stabil
serta simeteris/tidak, kebersihan kepala, kekuatan rambut, keadaan
sutura.
b) Mata :Periksa ketajaman penglihatan, lapang pandang, konjungtiva
dan sklera mata anemis, reaksi pupil.
c) Telinga : Bentuk telinga simetris/tidak, kaji ketajaman pendengaran
saat percakapan berlangsung.
d) Hidung :kaji keadaan mukosa hidung, rambut hidung, pernapasan
cuping hidung.
e) Mulut :kaji keadaan mukosa mulut, keadan gusi, gigi, lidah.
f) Leher :kaji adanya pembesaran kelenjar getah bening, letak trakea,
kaku kuduk, periksa kelenjar tiroid.
 Pemeriksaan integumen.
1)Inspeksi :kaji warna kulit, adanya sianosis, eritema, petekhie dan
ekhimosis, ikterik, adanya keringat dingin dan lembab, kuku
sianosis/tidak, oedema/tidak, adakah lesi pada kulit, memar/tidak.
2). Palpasi : Turgor kulit normalnya <2 detik, CRT < 2detik, akral teraba
hangat.
Pemeriksaan dada dan thorax.
1). Inspeksi :lihat ukuran dada, bentuk, pergerakan dinding dada,
perkembangan paru, kedalaman pernapasan, kesulitan bernapas.
2). Palpasi: Keadaan kulit dinding dada, nyeri tekan, masa, peradangan,
kesimetrisan ekspansi, vibrasi yang dapat teraba, batas jantung, periksa
taktil femitus.
3). Perkusi : Suara sonor/resonan.
4). Auskultasi :dengarkan suara napas vaskuler (+/-), dengarkan suara
napas tambahan whezing (+/-), ronchi (+/-), murmur jantung (+/-
Abdomen.
1)Inspeksi : Bentuk dan gerakan-gerakan abdomen, kontur permukaan
abdomen, adanya retraksi, penonjolan, serta ketidaksimetrisan.
2). Palpasi :Mengalami nyeri tekan, pembesaran hati (hepatomegali),
dan
asites.
3). Perkusi : Terdengar bunyi tympani/kembung.
4). Auskultasi : Terdengar bising usus/peristaltik.
Genetalia dan Anus.
Inspeksi dan palpasi :
Inspeksi genetalia periksa posisi lubang uretra, periksa adanya
hipospadia/tidak, pada anak laki-laki skrotum di palpasi untuk
memastikan jumlah testis ada dua, pada perempuan labia mayora sudah
menutupi labia minora, inspeksi lubang uretra dan vagina terpisah,
inspeksi lubang anus ada/tidak.
Ekstremitas.
1)Inspeksi : Bentuk simetris/tidak, Oedem/tidak, jika anak sudah dapat
berdiri inspeksi gaya berdiri tegap/tidak sejajar antara pinggul dan bahu,
inspeksi gaya berjalan.
2)Palpasi : Akral dingin, terjadi nyeri otot dan sendi serta tulang, ukur
berapa tonus dan kekuatan otot.
Pemeriksaan tingkat perkembangan (KPSP).
Pada pemeriksaan tingkat perkembngan menggunakan parameter
termasuk berat badan, tinggi badan, lingkar lengan, lingkar kepala,
perkembanga motoring dengan hasil interpretasi perkembangan
(normal /
meragukan / penyimpangan) (Kemenkes RI, 2016).
Pemeriksaan penunjang.
Pemeriksaan berupa hasil pengukuran lingkar kepala, lingkar
lengan atas, tinggi badan, berat badan dan nilai z-score TB/U
e. Data fokus
-
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respons
klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik
yang berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosa keperawatan
bertujuanuntuk mengidentifikasi respons klien individu, keluarga dan komunitas
terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan.

Menurut SDKI (2017) diagnosa keperawatan yang muncul pada klien stunting adalah:
1) Defisit Nutrisi (D.0019) berhubungan dengan ketidakmampuan
mengasorbsi nutrient
Definisi : Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme.
2) Gangguan integritas kulit (D.0139) dbuktikan dengan perubahan status
nutrisi (kelebihan atau kekurangan)
Definisi : Beresiko kerusakan kulit (dermis atau epidermis) atau
jaringan(membrane
mukosa,kornea,fasia,otot,tendon,tulang,kartilago,kapsul sendi atau
ligament)
3) Risiko infeksi (D.0142) dibuktikan dengan malnutrisi
Definisi : Beresiko mengalami peningkatan terserang organisme
patogenik.
4) Defisit Perawatan Diri: makan (D.0109) berhubungan dengan
kelemahan
Definisi : Beresiko mengalami peningkatan terserang organisme
patogenik.
5) Defisit Pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi
Definisi : ketiadaan atau kurangnya informasi kognitif yang
berkaitan dengan topik tertentu.
3. Perencanaan
Intervensi keperawatan adalah segala perawatan yang dikerjakan oleh perawat yang
didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai luaran (outcome)
yang diharapkan. Tindakan ini terdiri atas observasi, terapeutik, edukasi, dan
kolaborasi (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018). Luaran keperawatan ini mengarahkan
status diagnosis keperawatan setelah dilakukan intervensi keperawatan (Tim Pokja
SLKI DPP PPNI, 2018). Pada teori tidak ditemukan adanya standar waktu dalam
mencapai kriteria hasil yang diinginkan namun, pada saat pengimplementasian
rencana keperawatan perlu adanya waktu pada kriteria hasil guna mengukur kamajuan
klien dalam mencapai hasil.
1. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mengasorbsi nutrient
Setelah dilakukan kunjungan sebanyak tiga kali selama 45-60 menit diharapkan
keluarga mampu merawat klien agar status nutrisi dapat membaik dengan kriteria
hasil:
1. Porsi makan dari yang tidak habis menjadi habis
2. Kekuatan otot mengunyah meningkat
3. Nafsu makan meningkat
Observasi :
1. Identifikasi status nutrisi
2. Identifikasi makanan yang disukai
3. Monitor asupan makanan
4. Monitor berat badan
Terapeutik :
5. Lakukan Oral hygien sebelum makan,jika perlu
6. Berikan Makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
7. Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
8. Berikan suplemen makanan,jika perlu
Edikasi :
9. Ajarkan diet yang diprogramkan

2. Resiko gangguan integritas kulit dibuktikan dengan malnutrisi


Setelah dilakukan intervensi keperawatan 3x24 jam diharapkan keluarga mampu
merawat klien agar risiko gangguan integritas kulit menurun dengan kriteria hasil :
1). Integritas kulit dan jaringan meningkat
a. Elastisitas meningkat
b. Hidrasi meningkat
c. Tekstur kulit meningkat
Observasi :
1. Identifikasi status nutrisi
2. Identifikasi makanan yang disukai
3. Monitor asupan makanan
4. Monitor berat badan
Terapeutik :
5. Lakukan Oral hygien sebelum makan,jika perlu
6. Berikan Makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
7. Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
8. Berikan suplemen makanan,jika perlu
Edikasi :
9. Ajarkan diet yang diprogramkan

3. Resiko infeksi dibuktikan dengan malnutrisi


Setelah dilakukan intervensi keperawatan 3x24jam diharapkan keluarga mampu
merawat klien agar risiko infeksi menurun dengan kriteria hasil :
.
1). Tingkat Infeksi menurun
a. Kebersihan tangan meningkat
b. Kebersihan badan meningkat
c. Nafsu makan meningkat
Observasi :
1. Monitor tanda dan gejala infeksi lokal
dan sistemik
Edukasi :
2. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
3. Ajarkan meningkatkan asupan nutrisi

4. Defisit perawatan diri: makan berhubungan dengan kelemahan


Setelah dilakukan intervensi keperawatan 3x24jam diharapkan keluarga mampu
merawat klien agar defisit perawatan diri : makan meningkat dengan kriteria hasil :
1). Perawatan Diri : makan meningkat
a. Mempertahankan kebersihan diri meningkat
b. Mempertahankan kebersihan mulut meningkat
c. Kemampuan makan meningkat
Observasi :
1. Identifikasi diet yang dianjurkan
2. Monitor kemampuan menelan
Terapeutik :
3. Siapkan makanan dengan suhu yang
meningkatkan nafsu makan
4. Sediakan makanan dan minuman yang disukai

5. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi


Setelah dilakukan kunjugan sebanyak tiga kali selama 45-60 menit diharapkan
keluarga mampu mengenal masalah kesehatan klien agar tingkat pengetahuan
membaik dengan kriteria hasil :
1). Tingkat Pengetahuan membaik
a. Kemampuan menjelaskan pengetahuan tentang suatu topik meningkat
b. Perilaku sesuai dengan pengetahuan meningkat
Observasi :
1. Identifikasi kesiapan dan kemampuanmenerima informasi
Terapeutik :
2. Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai
kesepakatan
3. Berikan kesempatan bertanya
Edukasi :
4. Ajarkan strategi yang dapat digunakan untuk meningkatkan perilaku hidup
bersih dan sehat.
DAFTAR PUSTAKA
Kemenkes RI, (2006). Pedoman Umum Program Indonesia Sehat dengan
Pendekatan Keluarga. Jakarta.

Mitra, M. (2015). Permasalahan Anak Pendek (Stunting) dan Intervensi untuk


Mencegah Terjadinya Stunting (Suatu Kajian Kepustakaan). Jurnal Kesehatan
Komunitas, 2(6), 254-261.

Dewi, I. A. K. C., & Adhi, K. T. (2016). Pengaruh konsumsi protein dan seng serta
riwayat penyakit infeksi terhadap kejadian stunting pada anak balita umur 24-59
bulan di wilayah kerja Puskesmas Nusa Penida III. Arc Com Health, 3(1), 36-46.

Rusilanti, M. D., & Yulianti, Y. (2015). Gizi dan kesehatan anak prasekolah.
Bandung: Remaja Rosdakarya.

Tsaralatifah, R. (2020). Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Stunting pada


Baduta di Kelurahan Ampel Kota Surabaya Determinants of Stunted Children
Under Two Years Old in Ampel Village, Surabaya. Amerta Nutr, 171-7.

Khoeroh, H., & Indriyanti, D. R. (2017). Evaluasi penatalaksanaan gizi balita


stunting di wilayah kerja Puskesmas Sirampog. Unnes Journal of Public Health,
6(3), 189-195.

PPNI, T. P. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan


Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

PPNI. (2018a). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Dewan Pengurus Pusat


Persatuan Perawat Seluruh Indonesia.

PPNI. (2018b). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Dewan Pengurus Pusat


Persatuan Perawat Indonesia

You might also like