You are on page 1of 63

PENGARUH KOMPENSASI, BEBAN KERJA DAN JOB INSECURITY

TERHADAP TURNOVER INTENTION KARYAWAN DIAMOND


EDUCATION CABANG DENPASAR

Oleh :

NAMA : SERI ADI UTARI


NPM 2002612010738
PRODI : MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS MAHASARSWATI
DENPASAR DENPASAR
2023
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Manajemen sumber daya manusia adalah proses menangani berbagai

masalah yang terjadi pada pegawai dalam organisasi tersebut, demi mencapai

tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Menurut Hasmin dan Nurung (2021:1)

manajemen sumber daya manusia merupakan suatu proses pemanfaatan orang

atau pegawai, yang meliputi menerima, menggunakan, mengembangkan, dan

memelihara sumber daya manusia yang ada agar dapat mendukung organisasi atau

kegiatan organisasi. dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Pada era sekarang lingkungan bisnis sudah semakin kompetitif, banyak

perusahaan yang mencoba untuk berinovasi mengenai strategi yang dijalankan.

Suatu perusahaan memiliki sumber daya manusia disamping sumber daya lainnya

seperti mesin, material dan modal. Sumber daya manusia (SDM) merupakan salah

satu faktor yang sangat berperan penting dalam keberhasilan suatu perusahaan.

Sumber daya manusia bukan lagi menjadi beban biaya saja bagi perusahaan

namun sebagai investasi (Kurniasari, 2020). Ardana dkk. (2012:3) menyatakan

bahwa sumber daya manusia adalah harta atau asset yang paling berharga dan

paling penting dimiliki oleh suatu organisasi, karena keberhasilan organisasi

sangat ditentukan oleh unsur manusia. Agar tujuan perusahaan dapat tercapai

maka harus memperhatikan dan memelihara karyawan dengan baik. Persiapan

harus selalu dilakukan demi mendapatkan mutu yang tinggi dan kualifikasi yang

sesuai dengan yang dibutuhkan perusahaan.


Kontribusi yang optimal dari karyawan merupakan sebuah bentuk loyalitas

pengabdian terhadap perusahaan, sehingga perusahaan perlu dan

mempertahankannya dalam jangka waktu yang panjang. Salah satu faktor yang

mempengaruhi sulitnya mengembangkan sumber daya manusia adalah tingginya

turnover intention. Turnover intention sendiri mengarah pada kenyataan akhir

yang dihadapi perusahaan berupa jumlah karyawan yang meninggalkan

perusahaan pada periode tertentu. Tingkat turnover yang tinggi akan

menunjukkan bahwa perusahaan belum mampu mengelola dan membimbing

karyawan dengan baik (Kurniasari, 2020). Apabila perusahaan tidak dapat

mengelola karyawannya dengan baik, ini akan menjadi masalah bagi perusahaan

karena dapat mempengaruhi segala sektor yang ada didalam perusahaan. Salah

satu akibat apabila perusahaan tidak dapat mengelola karyawannya dengan baik

adalah tingginya tingkat karyawan yang menundurkan diri dari perusahaan.

(Ihsan, et al., 2018 dalam Muhammad, 2021). Turnover intention merupakan

suatu keadaan dimana karyawan memiliki niat atau kecenderungan yang

dilakukan secara sadar untuk mencari suatu pekerjaan lain sebagai alternatif di

perusahaan yang berbeda, dan turnover adalah penggerak keluarnya tenaga kerja

dari tempatnya bekerja (Abdillah, 2012).

Menurut Hartono (2002:2) Turnover intention adalah kadar atau intensitas

karyawan yang memiliki keinginan untuk keluar dari perusahaan tersebut, banyak

factor yang dapat menyebabkan turnover intention seperti adanya keinginan

karyawan untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik dari sebelumnya.

Turnover yang tinggi dapat berdampak buruk bagi organisasi seperti menciptakan

ketidakstabilan dan ketidakpastian terhadap kondisi tenaga kerja yang ada serta
tingginya biaya pengelolaan SDM seperti biaya pelatihan yang sudah dilakukan

pada karyawan sampai dengan biaya rekruitmen dan pelatihan kembali (Sartika,

2014 dalam Kurniasari, 2020)). Turnover intention dapat disebabkan oleh

beberapa hal diantaranya kompensasi, beban kerja dan job insecurity.

Faktor utama penyebab karyawan mengundurkan diri dari perusahaan

adalah kompensasi. Menurut Rivai (2009:240) salah satu karakteristik pekerjaan

yang dapat mempengaruhi keinginan untuk pindah kerja (turnover intention)

adalah kompensasi, dimana kompensasi yang tidak memadai akan menimbulkan

terjadinya turnover intention. Menurut Dessler (2009:46) kompensasi karyawan

merujuk kepada semua bentuk bayaran atau hadiah bagi karyawan dan berasal

dari pekerjaan mereka. Kompensasi karyawan memiliki dua komponen utama:

pembayaran langsung dalam bentuk upah, gaji, insentif, komisi, bonus dan

pembayaran tidak langsung dalam bentuk tunjangan keuangan seperti asuransi dan

liburan yang di bayar oleh perusahaan. Menurut Hasibuan (2012:118) kompensasi

adalah semua pendapatan yang berbentuk uang, barang langsung atau tidak

langsung yang diterima karyawan sebagai imbalan jasa atas jasa yang diberikan

kepada perusahaan.

Kompensasi diharapkan mampu memotivasi karyawan agar dapat

menyelesaikan pekerjaannya dengan baik, dengan adanya kompensasi yang

memadai dan peningkatan motivasi yang dijalankan berhasil, maka seorang

karyawan akan termotivasi dalam pelaksanaan pekerjaan yang dibebankan

kepadanya dan berupaya mengatasi permasalahan yang terjadi serta meningkatkan

kinerja karyawan (Mangkunegara, 2009:84). Kepentingan perusahaan dengan

pemberian kompensasi yaitu memperoleh imbalan prestasi kerja yang lebih besar
dari karyawan. Sedangkan kepentingan karyawan atas kompensasi yang yaitu

dapat memenuhi kebutuhan dan keinginannya dan menjadi keamanan ekonomi

rumah tangganya. (Hasibuan, 2012:135).

Faktor lain penyebab karyawan mengundurkan diri dari perusahaan adalah

beban kerja. Beban kerja merupakan sebuah proses atau kegiatan yang harus

diselesaikan oleh seorang pekerja dalam jangka waktu tertentu. Jika seseorang

pekerja mampu menyelesaikan dan menyesuaikan diri terhadap sejumlah tugas

yang telah diberikan, maka hal itu tidak menjadi suatu beban kerja yang berat.

Tapi jika pekerja tidak berhasil, maka tugas dan juga kegiatan tersebut menjadi

suatu beban kerja yang terasa berat (Rokhmat, 2021). Beban kerja yang

ditanggung karyawan satu dengan yang lainnya berbeda, hal ini disebabkan oleh

jenis pekerjaan yang beragam. Tinggi rendahnya beban kerja tergantung dari

tingkat kompleksitas prosedur kerja, tuntutan kerja dan tanggung jawab

pekerjaan yang tidak sama. Tingginya beban kerja akan membuat karyawan

menjadi lelah dan juga membuat karyawan berfikir untuk mencari pekerjaan lain

yang dirasa lebih rasional didalam memberikan beban kerja yang sesuai dengan

kompensasi yang diterima karyawan. Selain faktor kompensasi dan beban kerja,

faktor lain yang mempengaruhi turnover intention adalah job insecurity. Menurut

Smithson dan Lewis (2000) job insecurity merupakan suatu kondisi psikologis

seseorang (karyawan) yang menunjukkan rasa bingung atau merasa tidak aman

dikarenakan kondisi lingkungan yang berubah-ubah. Karyawan mengalami rasa

tidak aman (job insecurity) yang makin meningkat karena ketidakstabilan

terhadap status kepegawaian mereka dan

tingkat pendapatan yang makin tidak bisa diramalkan.


Karyawan yang mengalami job insecurity dapat mengganggu efektivitas

dan efesiensi dalam melaksanakan tugas dan mengakibatkan naiknya tingkat

turnover intention karyawan.

Hellgren et al., (1999) mendefinisikan job insecurity sebagai kondisi

ketidakberdayaan untuk mempertahankan kesinambungan yang diinginkan dalam

situasi kerja yang mengancam. Job insecurity juga diartikan sebagai perasaan

tegang, gelisah, khawatir, stres dan merasa tidak pasti dalam kaitannya dengan

sifat dan keberadaan pekerjaan yang dirasakan para pekerja.

Ketidakamanan kerja merupakan ketidakberdayaan untuk

mempertahankan kesinambungan yang diinginkan dalam kondisi kerja yang

terancam (Suciati dkk. dalam Kurniasari, 2020). Keamanan kerja menjadi sebuah

jaminan kerja yang sangat penting, sehingga karyawan yang merasa aman dan

tidak terancam dalam bekerja akan menikmati kepuasan kerja yang tinggi

sehingga kecil kemungkinannya untuk berkeinginan pindah pekerjaan (Utama

dkk. 2015 dalam Prabawa dan Suwandana, 2017).

Penelitian ini dilakukan di Diamond Education yang berlokasi di Jl. Ayani

Utara, Denpasar Utara, Bali. Letak Diamond Education yang sangat strategis yaitu

berada dikawasan jalan alternatif merupakan kawasan umum yang dilalui

Diamond Education merupakan suatu perusahaan yang bergerak dalam

bidang jasa layanan bimbingan belajar. Berdasarkan hasil wawancara dengan

oprasional manajer Diamond Education, didapatkan bahwa tingkat turnover pada

Diamond Education cukup tinggi. Tingkat turnover karyawan dapat dilihat pada

tabel 1.1 berikut ini.


Tabel 1.1

Tingkat turnover karyawan Diamond Education tahun 2019 - 2022

Tahun Jumlah Karyawan Jumlah karyawan Jumlah karyawan


keluar masuk
2019 57 5 10
2020 62 8 4
2021 58 9 6
2022 55 10 5
Sumber: Diamond Education (2022)

Berdasarkan tabel 1.1 dapat dilihat tingkat turnover yang terjadi pada

Diamond Education Cabang Denpasar dari tahun ke tahun terus meningkat,

puncaknya pada tahun 2022 hingga menyentuh angka 10 orang karyawan keluar

dari perusahaan dengan berbagai alasan. Turnover karyawan yang cukup tinggi

mengakibatkan tidak sebandingnya antara karyawan yang masuk dan yang keluar,

yang akan berdampak pada kegiatan pelayanan . Faktor yang menyebabkan

banyaknya karyawan yang keluar dari perusahaan tidak terlepas dari pengaruh

kompensasi, beban kerja dan job insecurity.

Fenomena yang terjadi pada Diamond Education berdasarkan hasil

wawancara yang dilakukan dengan beberapa karyawan adalah banyaknya keluhan

mengenai kompensai yang diterima oleh karyawan . Disamping itu pula karyawan

merasa gelisah, merasa tidak aman mengenai status system pekerjaan yang kurang

oprasional.

Beban kerja yang karyawan terima dirasa lebih berat dikarenakan tuntutan

untuk mencapai target terlalu tinggi . Hal ini disebabkan karena banyak

bimbingan belajar di area dimana outlet didirikan . Apabila jumlah target tidak

sesuai maka karyawan ditekan untuk terus sebar brosur sebagai media promosi

tanpa adanya
imbalan, Adapun beban kerja lainnya yang dirasakan dimana mereka harus

mengikuti SOP yang berubah rubah setiap bulannya.

Kompensasi, beban kerja dan job insecurity sangat berpengaruhi terhadap

turnover karyawan, di lihat dari penelitian terdahulu yang dilakukan oleh

Kurniasari (2020) tentang pengaruh job insecurity, beban kerja dan

kompensasi terhadap turnover intention pada karyawan JNE Jember menyatakan

bahwa job insecurity, beban kerja dan kompensasi secara parsial berpengaruh

singnifikan terhadap turnover intention, namun dari penelitian terdahulu juga

terdapat perbedaan hasil penelitian pada kompensasi dan beban kerja terhadap

turnover karyawan seperti penelitian yang dilakukan oleh Safitri dan

Gunaningrat (2022) tentang pengaruh stres kerja, kepuasan kerja, kompensasi,

beban kerja terhadap turnover intention karyawan di PT. Liebra Permana

Wonogiri menunjukkan hasil yang berbeda dimana kompensasi dan beban kerja

tidak berpengaruh terhadap turnover intention. Berdasarkan fenomena atau

permasalahan yang terjadi pada Diamond Education Cabang Denpasar dan dari

hasil penelitian terdahulu yang menunjukkan adanya perbedaan hasil penelitian

tersebut dijadikan dasar untuk melaksanakan penelitian tentang turnover

intention karyawan, maka peneliti mengambil judul “Pengaruh Kompensasi,

Beban Kerja dan Job Insecurity Terhadap Turnover

Intention Pada Karyawan Diamond Education Cabang Denpasar".

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya, maka dapat

dirumuskan masalah sebagai berikut:

1.2.1 Apakah kompensasi berpengaruh terhadap turnover intention karyawan

Diamond Education?
1.2.2 Apakah beban kerja berpengaruh terhadap turnover intention

karyawan Diamond Education?

1.2.3 Apakah job insecurity berpengaruh terhadap turnover intention karyawan

Diamond Education?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukakan di atas, maka tujuan

penelitian ini adalah:

1.3.1 Untuk mengetahui pengaruh konpensasi terhadap turnover intention

karyawan Diamond Education.

1.3.2 Untuk mengetahui pengaruh beban kerja terhadap turnover intention

Diamond Education.

1.3.3 Untuk mengetahui pengaruh job insecurity terhadap turnover intention

karyawan Diamond Education.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Secara Teoritis

Penelitian ini di harapkan dapat di gunakan sebagai bahan referensi

menambah wawasan, pengetahuan dan tambahan informasi untuk

mengembangkan penelitian lebih lanjut tentang kompensasi, beban kerja dan job

insecurity dalam kaitannya dengan turnover intention karyawan.

1.4.2 Secara Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukan untuk

menyusun dan menyempurnakan kebijakan maupun strategi pengelolaan

manajemen SDM terutama yang berhubungan dengan kompensasi, beban kerja

dan
job insecurity (ketidakamanan kerja) dalam kaitannya dengan turnover intention

karyawan, dan bagi peneliti untuk mengetahui sejauh mana pengaruh kompensasi,

beban kerja dan job insecurity (ketidakamanan kerja) dalam kaitannya dengan

turnover intention karyawan.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

Grand theory yang digunakan dalam penelitian ini adalah Theory of

Planned Behavior atau Teori Perilaku Terencana dan landasan teori mengenai

turnover intention, kompensasi, beban kerja dan job insecurity.

2.1.1 Teori Perilaku Terencana (Theory of Planned Behavior)

Theory of Planned Behavior atau Teori Perilaku Terencana adalah bentuk

perkembangan baru dari Theory of Reasoned Action. Teori perilaku terencana

yaitu suatu struktur model yang dirancang untuk menggambarkan perilaku

individu tertentu. Faktor inti dari perilaku individu adalah perilaku tertentu yang

mempunyai hubungan terhadap perilaku individu (behavior intention) yang dapat

memberi pengaruh terhadap perilaku tersebut. Ada beberapa komponen yang bisa

memberi pengaruh niat seseorang berperilaku, yaitu : (1) sikap (attitude), (2)

norma subjektif (subjective norm), dan (3) persepsi kontrol keperilakuan

(perceived behavior control) (Ajzen, 2002). Dalam Teori Perilaku Terencana

(TPB) keyakinan utama akan menentukan sikap, norma subjektif, dan persepsi

kontrol keperilakuan. Teori Perilaku Terencana (TPB) mengasumsikan bahwa

manusia cerdas dan sistematis menggunakan informasi yang tersedia bagi mereka

(Achmat, 2010). Individu mempertimbangkan konsekuensi tindakan yang akan

mereka lakukan sebelum membuat keputusan apakah akan melakukan atau tidak

melakukan perilaku- perilaku tersebut.


Sikap menggambarkan suatu ekspresi emosi individu yang mencerminkan

suka atau tidak sukanya akan sebuah objek. Sikap pribadi merupakan dampak

akan proses psikologis, sehingga hubungan ini tidak akan mampu dilihat atau

diamati secara langsung, tetapi tergantung pada apa yang sedang dilakukan atau

sedang dikatakan (Suprapti, 2010). Sikap dan niat terhadap suatu objek

mempunyai pengaruh yang kuat dan bermakna. Sikap bisa dibilang konsep yang

paling spesial yang begitu esensial dalam psikologis sosial kontemporer.

Norma subjektif adalah pendapat pribadi tentang harapan orang-orang

disekitarnya, baik individu atau kelompok yang bisa mempengaruhi individu

melakukan suatu perilaku. Norma-norma ini dapat digunakan sebagai bentuk

fungsi keyakinan, terutama perilaku yang disetujui atau tidak setujui oleh individu

(Achmat, 2010). Ketika individu berpikiran untuk menampilkan suatu perilaku

tertentu bila mana orang penting lainnya berpikir bahwa seseorang sudah

seharusnya melakukan perilaku tertentu tersebut. Menurut (Ajzen, 2002) norma

subjektif adalah pandangan pribadi tentang norma, orang-orang disekitarnya, dan

motivasi pribadi untuk mengikuti norma.

Persepsi kontrol keperilakuan (perceived behavior control) menunjukkan

efikasi diri seseorang dalam melakukan perilaku. Kontrol perilaku akan

didasarkan pada kesulitan melakukan perilaku dan persepsi seseorang tentang

kontrol untuk mencapai tujuan perilaku (Teo & Lee, 2010). Persepsi kontrol

perilaku adalah kepercayaan akan ada atau tidak adanya faktor yang mendorong

dan mencegah orang melakukan perilaku. Pengalaman di masa dulu akan

menentukan persepsi kontrol perilaku Persepsi yang akan memberikan kesulitan

melakukan perilaku di masa depan.


Dalam model Teori Perilaku Terencana (TPB), persepsi kontrol

keperilakuan (perceived behavior control) beracuan pada anggapan seseorang

tentang kesulitan melakukan tindakan yang diinginkan, dan keyakinan bahwa

sumber daya dan keterampilan yang dibutuhkan untuk melakukan perilaku

tertentu tersedia (Ajzen, 2005). Jika seorang individu tidak memiliki sumber daya

atau kesempatan, bahkan jika mereka mempunyai perilaku yang positif dan

mereka yakin kalau seseorang yang mereka anggap penting akan menyetujuinya,

mereka tidak akan cenderung membentuk niat untuk melakukan perilaku tertentu.

Persepsi kontrol perilaku memberikan pengaruh keperilakuan seseorang baik itu

secara langsung maupun tidak (Achmat, 2010).

2.1.2 Turnover Intention

1) Pengertian Turnover Intention

Menurut Harnoto (2002) turnover intention adalah kadar atau intensitas

dari keinginan untuk keluar dari perusahaan, banyak alasan yang menyebabkan

timbulnya turnover intention dan diantaranya adalah keinginan untuk

mendapatkan pekerjaan yang lebih baik. Menurut Moblye (2011:15) Turnover

intention didefinisikan sebagai keinginan pemberhentian keterikatan dalam suatu

organisasi oleh individu yang menerima kompensasi dari organisasi dimana dia

berkerja. Turnover intention haruslah disikapi sebagai suatu fenomena dan

perilaku manusia yang penting dalam kehidupan suatu perusahaan, baik dari sudut

pandang individu maupun sosial, mengingat bahwa tingkat keinginan berpindah

karyawan tersebut akan berdampak cukup signifikan bagi perusahaan dan individu

yang bersangkutan (Lompoliu dkk., 2020).


Menurut Sartika dalam Dewi dan Sriathi (2019) Turnover yang tinggi

dapat berdampak buruk bagi organisasi seperti menciptakan ketidakstabilan dan

ketidakpastian terhadap kondisi tenaga kerja yang ada serta tingginya biaya

pengelolaan SDM seperti biaya pelatihan yang sudah dilakukan pada karyawan

sampai dengan biaya rekrutmen dan pelatihan kembali.

2) Kalsifikasi Turnover Intention

Menurut Mathis dan Jackson (2011), turnover dikelompokkan dalam

beberapa klasifikasi, yaitu:

1) Turnover secara tidak langsung (Invenluntary Turnover) Pemberhentian

karyawan karena melanggar aturan atau karena memiliki kinerja yang

buruk, hal ini disebabkan juga oleh kebijakan perusahaan untuk hal-hal

tertentu.

2) Turnover secara sukarela (Voluntary Turnover)

Berhentinya seseorang karyawan dari perusahaan karena keinginan

sendiri. Keinginan karyawan untuk berhenti ini seringkali disebut sebagai

Intensitas Keluar. Penyebab Intensitas Keluar salah satunya adalah karena

faktor pribadi karyawan.

3) Functional Turnover Pemberhentian seseorang karyawan dari perusahaan

karena memiliki kinerja atau performa yang rendah, karyawan yang

kurang bisa diandalkan, dan karyawan yang hanya mengganggu rekan

kerjanya saja selama diperusahaan.

4) Dysfunctional Turnover Berhentinya seseorang karyawan yang memiliki

posisi penting saat masa- masa kritis di perusahaan. Hal ini

memungkinkan banyak asumsi sebagai bentuk motivasi dari berhentinya,

yaitu bisa dalam


bentuk kepuasan atas posisi yang didapatkan atau peluang yang lebih baik

didapatkan ditempat lain dibandingkan tempatnya bekerja.

5) Uncontrollable Turnover

Berhentinya seseorang karyawan dengan alasan diluar pekerjaan kantor,

seperti pindah rumah tinggal, memilih bekerja dirumah, pasangan

karyawan dipindah tugaskan oleh perusahaan.

6) Controllable Turnover

Berhentinya seseorang karyawan karena adanya faktor yang datang dari

perusahaan. Hal ini sebagai bentuk keputusan perusahaan yang dibuat

dengan upaya tertentu seperti efisiensi biaya tenaga kerja atau

memaksimalkan kinerja dengan tenaga kerja yang ada.

3) Faktor-faktor yang mempengaruhi turnover intention

Ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan atau menurunkan keinginan

karyawan untukn mencari tempat kerja lain. Ridlo (2012) menyebutkan ada 5

faktor yang dapat memperngaruhi turnover intention, yaitu:

1) Usia,

Karyawan yang usianya muda memiliki kemungkinan pindah yang lebih

tinggi dibandingkan yang berusia lebih tua. Hal ini mungkin karena

berusia tua enggan memulai pekerjaan ditempat yang baru, mobilitas yang

mulai menurun, dan kesenioritasan yang belum tentu didapatkan jika

berada diptempat kerja baru.

2) Masa jabatan,

Turnover lebih banyak terjadi pada karyawan dengan masa kerja singkat

dibandingkan karyawan yang telah lama bekerja. Interaksi dengan usia dan
kurangnya sosialisasi meurpakan keadaan terjadinya turnover intention.

yang mendukung

3) Tingkat Pendidikan,

Pendidikan yang tinggi dan kesesuaian jabatan berpengaruh terhadap

retensi karyawan. Apabila pendidikan tidak sesuai dengan jabatan yang

diinginkan maka akan meningkatkan turnover intention.

4) Komitmen terhadap organisasi,

Karyawan yang memiliki komitmen dengan perusahaan berati ia

mempunyai perasaan memiliki terhadap perusahaan, nrasa aman, tujuan

dan arti hidup, nserta gambaran diri yang positif sehingga akibatnya dapat

menurunkan keinginan untuk berpindah kerja.

5) Kepuasan kerja,

Ketidakpuasan karyawan terhadap pekerjaannya akan meningkatkan

keinginan untuk pindah kerja.

6) Budaya perusahaan.

Dalam budaya yang kuat, nilai-nilai utama sebuah organisasi sangat

dipegang teguh dan telah tertanam pada seluruh karyawannya. Semakin

banyak karyawan yang menerima dan menerapkan nilai-niai perusahaan

maka makin besar rasa komitmen yang dimiliki. Budaya yang kuat akan

menciptakan rasa setia dan komitmen yang tinggi terhadap perusahaan, hal

inilah yang dapat mengurangi keinginan karyawan untuk berpindah tempat

kerja.
Sedangkan menurut Rivai (2009:240), beberapa karateristik pekerjaan

yang dapat mempengaruhi keinginan pindah kerja adalah sebagai berikut:

1) Beban Kerja

Beban kerja merupakan sesuatu yang muncul dari interaksi antara tuntutan

tugastugas, lingkungan kerja dimana digunakan sebagai tempat kerja,

keterampilan, perilaku, dan persepsi dari pekerjaan. Beban kerja dibedakan

menjadi dua yaitu secara kuantitatif dan kualitatif. Beban kerja kuantitatif

timbul karena tugas-tugas yang terlalu banyak yang diberikan kepada

tenaga kerja untuk diselesaikan dalam waktu tertentu, sedangkan secara

kuantitatif yaitu jika seseorang tidak dapat mengerjakan suatu tugas atau

tugas yang diberikan tidak menggunakan keterampilan potensi yang sesuai

dari tenaga kerja.

2) Lama Kerja

Pada dasarnya, karyawan yang ingin pindah dari tempat kerja disebabkan

karena setelah lama bekerja, dimana harapan - harapan yang semula dari

pekerjaan itu berbeda dengan kenyataan yang didapat. Adanya korelasi

yang negatif antara masa kerja dengan kecenderungan turnover, yang

berarti semakin lama masa kerja semakin rendah kecenderungan

perpindahan tenaga kerja. Perpindahan tenaga kerja ini lebih banyak

terjadi pada karyawan dengan masa kerja lebih singkat.

3) Dukungan Sosial

Dukungan sosial yang dimaksud adalah adanya hubungan saling

membantu untuk memecahkan masalah yang berkaitan dengan pekerjaan

baik secara langsung maupun tidak langsung. Dukungan sosial memiliki

pengaruh yang
cukup besar dalam mendukung aspek psikologis karyawan, sehingga

mereka mampu bekerja dengan tenang, konsentrasi, termotivasi, dan

mempunyai komitmen yang tinggi terhadap organisasinya. Sedangkan

karyawan yang kurang mendapatkan dukungan sosial bisa mengalami

frustasi, stress dalam bekerja sehingga prestasi kerja menjadi buruk, dan

dampak lainnya tingginya absensi kerja, keinginan pindah kerja bahkan

sampai pada berhenti bekerja.

4) Kompensasi

Kompensasi didefenisikan sebagai setiap bentuk penghargaan yang

diberikan kepada buruh sebagai balas jasa atas kontribusi yang mereka

berikan kepada organisasi. Kompensasi mempunyai arti yang sangat

penting karena kompensasi mencerminkan upaya organisasi dalam

mempertahankan dan meningkatkan kesejahteraan buruhnya. Kompensasi

yang tidak memadai akan menimbulkan terjadinya turnover intention pada

buruh. Kompensasi terbagi menjadi kompensasi finansial dan kompensasi

nonfinansial.

i. Kompensasi finansial adalah kompensasi yang diwujudkan dengan

sejumlah uang.

ii. Kompensasi nonfinansial adalah balas jasa yang diterima buruh bukan

dalam bentuk uang. Bentuk dari kompensasi nonfinansial yaitu lingkungan

fisik/psikologi dimana seseorang bekerja.


4) Dampak Turnover Intention

Turnover intention pada karyawan dapat berakibat pada perusahaan ketika

karyawan memutuskan untuk benar-benar meninggalkan perusahaan, karena

keinginan karyawan untuk keluar muncul dari perseorangan karyawan sendiri dan

bukan keinginan yang berasal dari perusahaan atau organisasi. Terdapat beberapa

dampak negatif yang akan terjadi pada perusahaan/organisasi akibat pergantian

karyawan, seperti:

1) Meningkatnya potensi biaya perusahaan, seperti membutuhkan biaya yang

besar untuk merekrut atau seleksi karyawan baru yang mencakup ke dalam

fasilitas sarana dan pra-sarana selama berlangsungya kegiatan perekrutan.

2) Masalah prestasi, seperti kegiatan pelatihan untuk memberikan edukasi

kepada karyawan baru terhadap penyesuaian tanggung jawab dan

lingkungan kerja baru yang mana akan membutuhkan waktu cukup lama.

3) Masalah pola komunikasi dan sosial, hal ini menjadi salah satu dampak

dari turnover intention karena karyawan baru harus cepat beradptasi

dengan karyawan lama dalam berkomunikasi baik secara pribadi maupun

bekerjasama dalam tim.

4) Menurunnya semangat kerja, seperti beban kerja yang terlalu banyak, stres

kerja karena lingkungan kerja, serta konflik kerja yang terjadi tidak dapat

memberikan kenyamanan pada karyawan perusahaan sehingga karyawan

tidak bersemangat dalam menyelesaikan tugas-tugas tersebut.

5) Strategi-strategi pengendalian yang kaku, merasa canggung dalam

merencanakan strategi perusahaan karena karyawan baru belum

memahami sepenuhnya tentang peraturan perusahaan.


6) Hilangnya biaya-biaya peluang strategi, hal ini disebabkan karena sudah

terpakainya untuk perekrutan karyawan baru yang cukup membutuhkan

biaya yang besar.

5) Indikator Turnover Intention

Karyawan biasanya akan menunjukkan perilaku tertentu mengindikasikan

keinginannya untuk pindah kerja. Tabroni dan Maksum (2018) menjelaskan

indikator turnover intention adalah:

1) Absensi yang meningkat

Karyawan yang sudah mempunyai keinginan untuk keluar dari perusahaan

akan sering melakukan absen kerja atau bolospkerja serta tanggung jawab

terhadap pekerjaannya mulai menurun.

2) Mulai malas bekerja

Karyawan yang ingin berpindah kerja biasanya ditandai dengan

meningkatnya kemalasan lalu dilanjutkan dengan mencari tempat kerja

yang menurutnya mampu memenuhi semua keinginannya. Kemalasan

dapat ditunjukkan melalui keterlambatan karyawan dating ke tempat kerja.

3) Peningkatan pelanggaran tata tertib

Berbagai pelanggaran terhadap tata tertib dalam lingkugan pekerjaan

sering dilakukan karyawan yang ingin melakukan turnover. Karyawan

akan sering melakukan pelanggaran peraturan perusahaan seperti

meninggalkan tempat kerja sebelum waktunya dan pelanggaran lainnya.


4) Peningkatan protes terhadap atasan

Karyawan akan semakin kritis dalam menghadapi kebijakan perusahaan

dan biasanya berhubungan dengan balas jasa atau aturan lainnya yang

tidak sependapat dengan keinginan karyawan.

5) Perilaku positif yang berbeda dari biasanya

Dengan indicator karyawan ini mempunyai tanggung jawab yang tinggi

terhadap tugas yang dibebankan, dan positif karyawan meningkat jauh.

Adapun indikator untuk mengukur turnover intention menurut Mobley

dalam Ardiyan (2021) yaitu:

1. Pikiran untuk keluar (Thinking of Quitting)

Mencerminkan individu untuk berpikir keluar dari pekerjaan atau tetap berada

di lingkungan pekerjaan. Diawali dengan ketidakpuasan kerja yang dirasakan

oleh karyawan, kemudian karyawan mulai berfikir untuk keluar dari tempat

bekerjanya saat ini.

2. Pencarian alternatif pekerjaan (Intention to search for alternatives)

Mencerminkan individu berkeinginan untuk mencari pekerjaan pada

perusahaan lain. Jika karyawan sudah mulai sering berpikir untuk keluar dari

pekerjaannya, karyawan tersebut akan mencoba mencari pekerjaan diluar

perusahaannya yang dirasa lebih baik.

3. Niat untuk keluar (Intention to quit)

Mencerminkan individu yang berniat untuk keluar. Karyawan berniat untuk

keluar apabila telah mendapatkan pekerjaan yang lebih baik dan nantinya akan

diakhiri dengan keputusan karyawan tersebut untuk tetap tinggal atau keluar

dari pekerjaannya.
2.1.3 Kompensasi

1) Pengertian Kompensasi

Menurut Sedarmayanti (2011), kompensasi merupakan suatu bentuk

penghargaan yang diberikan perusahaan terhadap karyawannya atas apa yang

karyawan berikan kepada organisasinya. Kompensasi sebagai alasan yang utama

bagi karyawan untuk bergabung dalam sebuah perusahaan. Kompensasi yang adil

lebih mungkin untuk menarik, mengembangkan, memotivasi dan

mempertahankan pegawai yang berkualitas dan kompeten (Quartey, 2013).

Menurut Rivai dalam Sutikno (2020) kompensasi adalah sesuatu yang diterima

karyawan sebagai imbalan atau penggantian kontribusi jasa mereka kepada

perusahaan. Pada dasarnya motivasi terbesar manusia untuk bekerja adalah agar

mendapatkan imbalan untuk dapat menghidupi diri dan keluarganya.

Berdasarkan beberapa pendapat tentang kompensasi dapat disimpulkan

kompensasi adalah upaya yang dilakukan perusahaan untuk mempertahankan dan

meningkatkan kesejahteraan karyawan dalam bentuk finansial maupun non

finansial.

2) Jenis Kompensasi

Dalam prakteknya, ada beberapa jenis kompensasi yang di berikan kepada

karyawan. Menurut Hasibuan (2012:118), secara umum kompensasi finansial

dapat dibagi menjadi dua yaitu :

1) Kompensasi secara langsung (Direct compensation)

Kompensasi yang diterima oleh karyawan dalam bentuk gaji, upah, dan

upah insentif yang mempunyai hubungan langsung dengan pekerjaan.

2) Kompensasi tidak langsung (Indirect compensation)


Kompensasi yang diterima oleh karyawan dalam bentuk asuransi

kesehatan, bantuan pendidikan, dan pembayaran selama cuti atau sakit

yang tidak mempunyai hubungan secara langsung dengan pekerjaannya.

Mathis dan Jackson dalam Farizka (2018), berpendapat bahwa pada

dasarnya kompensasi dapat dikelompokan dalam dua kelompok yaitu kompensasi

langsung dan kompensasi tidak langsung. Kompensasi langsung berupa gaji

pokok dan gaji variabel. Sedangkan kompensasi tidak langsung berupa tunjangan,

dengan penjelasan sebagai berikut :

1) Gaji Pokok

Kompensasi langsung yang diterima pekerja/buruh sebagai kompensasi

dasar disebut gaji pokok. Gaji merupakan salah satu hal yang mendorong

atau memotivasi pekerja/buruh untuk bekerja atau mengabdi secara

menyeluruh terhadap perusahaan

2) Gaji Variabel

Jenis gaji lain yang diberikan secara langsung adalah gaji variabel atau

biasa disebut bonus atau insentif. Sedangkan untuk eksekutif, pada

umumnya mendapatkan imbalan yang sifatnya jangka panjang seperti

kepemilikan saham.

3) Tunjangan

Tunjangan pekerja/buruh adalah imbalan tidak langsung, seperti asuransı

kesehatan, uang cuti atau uang pensiun, yang diberikan kepada

pekerja/buruh sebagai bagian dari keanggotaannya di organisasi.


3) Tujuan Kompensasi

Kompensasi yang diberikan oleh perusahaan kepada karyawan memiliki

tujuan tertentu seperti untuk mempertahankan karyawan yang berprestasi dan

memotivasi karyawan agar mau bekerja dengan baik. Mulyadi (2016:11)

menyebutkan ada 4 kompensasi, antara lain:

1) Kesejahteraan karyawan Kompensasi yang ditetapkan perusahaan mengikuti

peraturan pemerintah ini tentunya akan meningkatkan tentang

ketenagakerjaan. Hal kesejahteraan karyawan.

2) Memotivasi karyawan

Ketentuan pemberian kompensasi yang tinggi akan dapat memotivasi

karyawan untuk bekerja lebih giat.

3) Peningkatan produktivitas

Peningkatan kompensasi dengan sendirinya akan meningkatkan motivasi

yang berdampak pada peningkatan produktivitas karyawan.

4) Mempertahankan karyawan yang berprestasi

Pemberian kompensasi yang memadai akan menekan tingkat keluar

masuknya karyawan, terutama bagi karyawan yang memiliki potensi lebih.

Selain 4 tujuan kompensasi yang dijelaskan oleh Mulyadi (2016), masih ada

tujuan administrasi kompensasi. Handoko (2014:156) menyebutkan tujuan

administrasi kompensasi adalah sebagai berikut:

1) Memperoleh personalia yang qualified

Kompensasi perlu ditetapkan cukup tinggi untuk menarik para pelamar kerja

yang cakap, baik yang belum bekerja atau yang telah bekerja diperusahaan

lain.
2) Mempertahankan karyawan yang ada sekarang

Untuk mencegah perputaran karyawan, kompensasi harus dijaga agar tetap

kompetitif dengan perusahaan lain.

3) Menjamin keadilan

Keadilan penting diperhatikan dalam penentuan tingkat kompensasi.

4) Menghargai perilaku yang diinginkan

Kompensasi hendaknya mendorong perilaku yang diinginkan perusahaan,

seperti prestasi kerja baik dan kesetiaan.

5) Mengendalikan biaya

Tanpa struktur pengupahan dan penggajian sistematik organisasi dapat

membayar kurang atau lebih kepada karyawan.

6) Memenuhi peraturan legal

Program kompensasi yang baik memperhatikan dan memenuhi semua

peraturan pemerintahan yang mengatur kompensasi karyawan.

4) Asas Pemberian Kompensasi

Menurut Farizka (2018) pemberian kompensasi harus sesuai dengan

peraturan / undang-undang ketenagakerjaan serta didasarkan atas asas adil dan

layak. Asas adil dan layak mesti benar-benar diperhatikan sehingga akan dapat

memotivasi dan meningkatkan kepuasan kerja pegawai.

(1) Asas Adil

Besarnya kompensasi yang dibayar kepada setiap pekerja/buruh harus

disesuaikan dengan prestasi kerja, jenis pekerjaan, resiko pekerjaan,

tanggung jawab, jabatan pekerjaan. Porsi adil dalam hal ini tidak harus

disamakan antar setiap pekerja/buruh.


(2) Asas Layak dan Wajar

Kompensasi yang diterima oleh pekerja/buruh dapat memenuhi

kebutuhannya pada tingkat normatif yang ideal. Tolak ukur layak adalah

relatif, penetapan besarnya kompensasi didasarkan atas upah minimal

pemerintah yang berlaku.

5) Indikator Kompensasi

Indikator kompensasi menurut Simamora (2010) dalam Kurniasari (2020):

(1) Upah dan gaji

Upah pada umumnya berhubungan dengan tarif gaji per jam. Gaji

merupakan bentuk pembayaran periodik seperti tahunan, bulanan atau

mingguan. Upah adalah basis bayaran yang seringkali digunakan bagi para

pekerja produksi dan pemeliharaan.

(2) Insentif

Pengertian insentif adalah tambahan kompensasi di atas atau di luar, selain

gaji atau upah yang diberikan oleh perusahaan.

(3) Tunjangan

Pengertian tunjangan adalah asuransi kesehatan dan jiwa, program

pensiun, liburan yang ditanggung perusahaan, dan tunjangan-tunjangan

lainnya yang berkaitan dengan hubungan kepegawaian.

(4) Fasilitas

Pengertian fasilitas adalah pada umumnya berhubungan dengan

kenikmatan yang diberikan oleh perusahaan kepada karyawan seperti

mobil perusahaan, tempat parkir khusus dan perlakuan khusus yang

diperoleh karyawan.
2.1.4 Beban Kerja

1) Pengertian Beban Kerja

Menurut Manuaba (2000) beban kerja merupakan kemampuan tubuh

dalam menerima pekerjaan. Beban kerja dapat berupa tuntutan tugas atau

pekerjaan, organisasi dan lingkungan kerja.

Munandar (2001) berpendapat bahwa beban kerja merupakan keadaan

karyawan yang dihadapkan pada tugas yang harus diselesaikan pada waktu

tertentu. Beban kerja seseorang sudah ditentukan dalam bentuk standar kerja

perusahaan menurut jenis pekerjaannya. Kurniawan dkk. (2016) dalam Sutikno

(2020) berpendapat apabila sebagian besar karyawan bekerja sesuai dengan

standar perusahaan, maka tidak akan terjadi masalah. Namun, apabila karyawan

bekerja dibawah standar perusahaan maka beban kerja yang ditanggung akan

meningkat atau berlebih. Wardati (2018) dalam Khasanah (2021) menyatakan

beban kerja terdiri dari tiga kategori diantaranya :

1. Beban kerja diatas normal

Beban tersebut menunjukan bahwa pekerjaan yang diberikan harus

diselesaikan dengan jangka waktu tertentu dan pekerjaan yang diberikan

melebihi batas kemampuan seseorang.

2. Beban kerja normal

Beban tersebut sesuai dengan batas kemampuan seseorang dan waktu yang

diberikan.

3. Beban kerja dibawah normal

Beban kerja tersebut memiliki waktu yang lebih banyak dengan jumlah

pekerjaan yang sedikit.


Menurut definisi-definisi di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa

beban kerja adalah sejumlah aktivitas yang harus dilaksanakan atau tugas yang

harus diselesaikan oleh setiap karyawan dalam jangka waktu tertentu. Beban kerja

karyawan perlu diperhatikan agar tidak terjadi work overload yang menyebabkan

timbulnya stres dan dapat berakibat pada menurunnya kinerja karyawan.

2) Faktor yang mempengaruhi Beban Kerja

Secara umum, hubungan antara beban kerja dan kapasitas kerja menurut

Tarwaka dalam Asriani (2018) dipengaruhi oleh beberapa faktor yang sangat

kompleks, baik faktor internal maupun faktor eksternal.

1. Faktor Eksternal

Faktor eksternal yang berpengaruh terhadap beban kerja adalah beban

yang berasal dari luar tubuh karyawan. Termasuk beban kerja eksternal

adalah:

i. Tugas yang dilakukan bersifat fisik seperti beban kerja, stasiun kerja, alat

dan sarana kerja, kondisi atau medan kerja, alat bantu kerja dan lain-lain.

ii. Organisasi yang terdiri dari lamanya waktu kerja, waktu istirahat, kerja

bergilir, dan lain-lain. iii. Lingkungan kerja yang meliputi suhu, intensitas

penerangan, debu, hubungan karyawan dengan karyawan dan sebagainya

2. Faktor Internal

Faktor internal yang berpengaruh terhadap beban kerja adalah faktor yang

berasal dari dalam tubuh sendiri sebagai akibat adanya reaksi dari beban

kerja eksternal. Reaksi tubuh tersebut dikenal sebagai strain (ketegangan).

Berat ringannya strain dapat nilai baik secara objektif maupun subjektif.

Penilaian secara objektif melalui perubahan perubahan reaksi fsiologis,

sedangkan penilaian subjektif dapat dilakukan melalui perubahan reaksi


psikologis dan perubahan perilaku. Karena itu strain secara subjektif

berkaitan erat dengan harapan, keinginan, kepuasan dan penilaian subjektif

lainnya. Secara lebih ringkas faktor internal meliputi :

a) Faktor somatis meliputi jenis kelamin, umur, ukuran tubuh, kondisi

kesehatan, status gizi.

b) Faktor psikis terdiri dari motivasi, presepsi, kepercayaan, keinginan dan

kepuasan.

Sedangkan menurut Hart dan Staveland dalam Asriani (2018), tiga faktor

utama yang menentukan beban kerja adalah :

i. Tugas yang dilakukan bersifat fisik seperti beban kerja, stasiun kerja, alat

dan sarana kerja, kondisi atau medan kerja, alat bantu kerja dan lain-lain.

ii. Organisasi yang terdiri dari lamanya waktu kerja, waktu istirahat, kerja

bergilir, dan lain-lain.

iii. Lingkungan kerja yang meliputi suhu, intensitas penerangan, debu,

hubungan karyawan dengan karyawan dan sebagainya.

(2) Faktor Internal

Faktor internal yang berpengaruh terhadap beban kerja adalah faktor

yang berasal dari dalam tubuh sendiri sebagai akibat adanya reaksi dari beban

kerja eksternal. Reaksi tubuh tersebut dikenal sebagai strain (ketegangan).

Berat ringannya strain dapat nilai baik secara objektif maupun subjektif.

Penilaian secara objektif melalui perubahan perubahan reaksi fsiologis,

sedangkan penilaian subjektif dapat dilakukan melalui perubahan reaksi

psikologis dan perubahan perilaku. Karena itu strain secara subjektif

berkaitan erat dengan


harapan, keinginan, kepuasan dan penilaian subjektif lainnya. Secara lebih

ringkas faktor internal meliputi :

a) Faktor somatis meliputi jenis kelamin, umur, ukuran tubuh, kondisi

kesehatan, status gizi.

b) Faktor psikis terdiri dari motivasi, presepsi, kepercayaan, keinginan dan

kepuasan.

Sedangkan menurut Hart dan Staveland dalam Asriani (2018), tiga faktor

utama yang menentukan beban kerja adalah :

1. Faktor tuntutan tugas (task demands).

Faktor tuntutan tugas yaitu beban kerja dapat ditentukan dari analisis

tugas- tugas yang dilakukan oleh pekerja. Bagaimanapun perbedaan-

perbedaan secara individu harus selalu diperhitungkan.

2. Usaha atau tenaga (effort).

Jumlah yang dikeluarkan pada suatu pekerjaan mungkin merupakan suatu

bentuk intuitif secara alamiah terhadap beban kerja. Bagaimanapun juga,

sejak terjadinya peningkatan tuntutan tugas, secara individu mungkin tidak

dapat meningkatkan tingkat usaha.

3. Performansi.

Sebagian besar studi tentang beban kerja mempunyai perhatian dengan

performansi yang akan dicapai.

3) Efek Beban Kerja

Menurut Manuaba (2000) dalam kutipan (Asriani, 2018), beban kerja yang

berlebihan akan menimbulkan efek berupa kelelahan baik fisik maupun mental

dan reaksi-reaksi emosional seperti kepala, gangguan pencernaan dan mudah

marah.
Sedangkan pada beban kerja yang terlalu sedikit dimana pekerjaan yang terjadi

karena pengurangan gerak akan menimbulkan kebosanan dan rasa monoton.

Kebosanan dalam kerja rutin sehari-hari karena tugas atau pekerjaan yang terlalu

sedikit mengakibatkan kurangnya perhatian pada pekerjaan sehingga secara

potensial membahayakan dan menurunkan kinerja karyawan.

Bertambahnya target yang harus dicapai perusahaan, bertambah pula

beban karyawannya, menurut Setyawan dan Kuswati dalam Asriani (2018))

apabila beban kerja terus menerus bertambah tanpa asanya pembagian beban kerja

yang susai maka kinerja karyawan akan menurun. Menurut Arif (2022) beban

kerja juga dapat menimbulkan dampak negatif bagi karyawan, dampak negatif

tersebut dapat berupa:

1. Kualitas Kerja Menurun

Beban kerja yang terlalu berat tidak diimbangi dengan kemampuan tenaga

kerja, kelebihan beban kerja akan megakibatkan menurunnya kualitas

kerja akibat dari kelelahan fisik dan turunnya konesentrasi, pengawasan

diri, akurasi kerja sehingga kerja tidak sesuai dengan standar.

2. Keluhan Pelanggan

Keluhan pelanggan timbul karena hasil kerja yaitu karena pelayanan yang

diterima tidak sesuai dengan harapan. Seperti harus menunggu lama, hasil

layanan yang tidak memuaskan.

3. Tingkat Absensi

Beban kerja yang terlalu banyak biasanya juga mengakibatkan pegawai

terlalu lelah atau sakit. Hal ini berakibat buruk bagi kelancaran kerja
organisasi karena tingkat absensi terlalu tinggi, sehingga dapat

mempengaruhi kinerja organisasi secaara keseluruhan.

4. Indikator Beban Kerja

Indikator-indikator beban kerja menurut Putra (2012) dalam Rokhmat

(2019) adalah:

i. Target yang Harus Dicapai

Pandangan individu mengenai besarnya target kerja yang diberikan untuk

menyelesaikan pekerjaannya, misalnya untuk mendesain, mencetak, dan

finishing. Pandangan mengenai hasil kerja yang harus diselesaikan dalam

jangka waktu tertentu.

ii. Kondisi Pekerjaan

Mencakup tentang bagaimana pandangan yang dimiliki oleh individu

mengenai kondisi pekerjaannya, misalnya mengambil keputusan dengan

cepat pada saat pengerjaan barang dan kerusakan pada mesin produksi,

serta mengatasi kejadian yang tak terduga seperti melakukan pekerjaan

ekstra diluar waktu yang telah ditentukan.

iii. Standar Pekerjaan

Kesan yang dimiliki oleh individu mengenai pekerjaannya, misalnya

perasaan yang timbul mengenai beban kerja yang harus diselesaikan dalam

jangka waktu tertentu.

2.1.5 Job Insecurity

1) Pengertian Job Insecurity

Menurut Suciati dkk. dalam Kurniasari (2020) job insecurity adalah

ketidakberdayaan untuk memepertahankan kesinambungan yang diinginkan

dalam
kondisi kerja yang terancam. Smithson dan Lewis (2000) mengartikan job

insecurity sebagai kondisi psikologis seseorang (karyawan) yang menunjukkan

rasa bingung atau merasa tidak aman dikarenakan kondisi lingkungan yang

berubah- ubah. Karyawan mengalami rasa tidak aman (job insecurity) yang makin

meningkat karena ketidakstabilan terhadap status kepegawaian mereka dan tingkat

pendapatan yang makin tidak bisa diramalkan. Karyawan yang mengalami job

insecurity dapat mengganggu efektivitas dan efesiensi dalam melaksanakan tugas

dan mengakibatkan naiknya tingkat turnover intention karyawan.

Kemudian Hellgren et al., (1999) mendefinisikan job insecurity sebagai

kondisi ketidakberdayaan untuk mempertahankan kesinambungan yang

diinginkan dalam situasi kerja yang mengancam. Job insecurity juga diartikan

sebagai perasaan tegang, gelisah, khawatir, stres, dan merasa tidak pasti dalam

kaitannya dengan sifat dan keberadaan pekerjaan yang dirasakan para pekerja.

Greenglass (2002) menjelaskan job insecurity sebagai kondisi yang

berhubungan dengan rasa takut seseorang akan kehilangan pekerjaannya atau

prospek akan demosi atau penurunan jabatan serta berbagai ancaman lainnya

terhadap kondisi kerja yang berasosiasi dengan menurunnya kepuasan kerja.

Berdasarkan pengertian-pengertian yang dikemukakan oleh para ahli di

atas, maka peneliti menyimpulkan bahwa job insecurity adalah perasaan terancam,

khawatir, dan rasa ketidakberdayaan yang dirasakan karyawan terhadap situasi

yang ada dalam organisasi di tempat kerja akan kelangsungan pekerjaan dimasa

yang akan datang.

2) Dampak Job Insecurity


Menurut Sverke & Hellgren, (2002) dalam Rohman (2018) dari hasil

beberapa studi yang dilakukan, ditemukan adanya pengaruh job insecurity

terhadap karyawan, diantaranya:

(1) Meningkatnya ketidakpuasan dalam bekerja

(2) Meningkatnya gangguan fisik

(3) Meningkatnya gangguan psikologis.

Penurunan kondisi kerja seperti rasa tidak aman (insecure) menurunkan

kualitas individu bukan dari pekerjaannya semata, namun juga mengarahkan pada

munculnya rasa kehilangan martabat (demotion) yang pada akhirnya menurunkan

kondisi psikologis dari karyawan yang bersangkutan. Jangka panjangnya akan

muncul ketidakpuasan dalam bekerja dan akan mengarah pada intensi turnover.

(4) Karyawan cenderung menarik diri dari lingkungan kerjanya.

(5) Makin berkurangnya komitmen organisasi.

(6) Peningkatan jumlah karyawan yang berpindah (employee turnover).

3) Aspek - Aspek Job Insecurity

Job insecurity dianggap sebagai fase pertama sebelum seseorang benar -

benar kehilangan pekerjaanya. Rowntree (2005) dalam Rohman (2018)

mengklasifikasikan aspek-aspek job insecurity yang terjadi dalam lingkup

organisasi sebagai berikut:

(1) Ketakutan akan kehilangan pekerjaan, karyawan yang mendapat ancaman

negatif tentang pekerjaannya akan memungkinkan timbulnya job

insecurity pada karyawan begitu pula sebaliknya.


(2) Ketakutan akan kehilangan status sosial di masyarakat. Individu yang

terancam kehilangan status sosial akan memiliki job insecurity yang tinggi

dibanding yang tidak merasa terancam mengenai pekerjaannya.

(3) Rasa tidak berdaya. Karyawan yang kehilangan pekerjaan akan merasa

tidak berdaya dalam menjalankan pekerjaannya.

Menurut Suhartono (2007) dalam Rohman (2018), beberapa hal yang

menjadi masalah dalam job insecurity diantaranya sebagai berikut.

1. Kondisi pekerjaan

Kondisi pekerjaan yang dimaksud adalah segala sesuatu yang ada di

sekitar individu yang dimaksud, baik itu berinteraksi langsung maupun

tidak langsung dengan pekerja yang bersangkutan. Hal ini meliputi:

a. Lingkungan kerja.

Masalah seringkali timbul karena pekerja merasa tidak nyaman

dengan lingkungannya, seperti bekerja di tempat yang tidak nyaman,

panas, sirkulasi udara kurang memadai, ruangan kerja sangat padat,

lingkungan kurang bersih, dan sebagainya.

b. Beban kerja.

Kelebihan beban kerja akan mengakibatkan kita mudah lelah dan

berada dalam tegangan tinggi. Beban kerja dibedakan menjadi dua

yaitu, beban kerja kuantitatif adalah jika pekerjaan yang kita terima

dan ditargetkan, melebihi kapasitas yang kita miliki dan beban kerja

kualitatitif adalah suatu pekerjaan yang kita terima sangat kompleks

dan sulit, sehingga dapat menyita kemampuan teknis dan pikiran.


c. Pekerjaan beresiko tinggi.

Pekerjaan-pekerjaan yang beresiko tinggi dan berbahaya bagi

keselamatan, seperti bekerja di perusahaan kayu lapis, pertambangan

minyak, listrik, dan sebagainya, dapat menimbulkan perasaan tidak

nyaman dan kekhawatiran yang berlebihan akan masalah kecelakaan

yang setiap saat dihadapi oleh karyawan.

2. Konflik Peran.

Masalah lain yang timbul adalah ketidak jelasan peran dalam

bekerja sehingga tidak tahu apa yang diharapkan manajemen dari diri

karyawan tersebut. Masalah ini sering timbul pada karyawan yang

bekerja di perusahaan besar, yang kurang memiliki struktur yang jelas,

tuntutan kerja, tanggung jawab kerja, prosedur tugas dan kerja.

3. Pengembangan Karir.

Ketidakjelasan jenjang karir, penilaian prestasi kerja, budaya

nepotisme dalam manajemen perusahaan atau karena tidak adanya

kesempatan pengembangan karir (untuk naik jabatan dan mendapatkan

promosi), seringkali menimbulkan suatu kecemasan terhadap

keberlangsungan pekerjaan, rasa bosan, dan dismotivasi sehingga

karyawan tidak produktif lagi.

4. Pusat pengendalian,

Mencerminkan tingkat kepercayaan individu mengenai

kemampuannya untuk mempengaruhi kejadian-kejadian yang

berhubungan dengan kehidupan atau lingkungannya.


4) Faktor yang mempengaruhi Job Insecurity

Menurut Greenhalgh dan Rosenblatt (1984) dalam Azis (2017)

mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi job insecurity berada pada

level atau tingkatan yang berbeda, yaitu:

1. Kondisi lingkungan dan organisasional,

Misalnya komunikasi organisasional dan perubahan organisasional.

Perubahan organisasional yang terjadi antara lain dengan dilakukannya

down-sizing, restrukturisasi, dan merger oleh perusahaan.

2. Karakteristik individual dan jabatan, yaitu: umur, gender, status sosial

ekonomi, pendidikan, posisi pada perusahaan, dan pengalaman kerja

sebelumnya.

3. Karakteristik personal karyawan, misalnya: locus of control, self-esteem,

dan rasa kebersamaan.

Dengan demikian, maka dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang

mempengaruhi job insecurity terdiri dari karakteristik demografi, karakteristik

pekerjaan, karakteristik individual, ketidakjelasan peran, kondisi lingkungan kerja,

perbedaan individual dan perubahan organisasi.

5) Indikator Job Insecurity

Indikator ketidakamanan dalam bekerja menurut Grennbalgh Rosenbaltt

dalam Rokhmat (2021) adalah :

(1) Tingkat ancaman yang dirasakan karyawan mengenai aspek-aspek

pekerjaan seperti kemungkinan untuk mendapat promosi, mempertahankan

tingkat gaji yang sekarang atau memperoleh kenaikan gaji.


(2) Arti pekerjaan itu seperi individu seberapa pentingnya aspek pekerjaan

tersebut bagi individu mempengaruhi tingkat insecure atau rasa tidak

aman.

(3) Tingkat ancaman yang kemungkinan terjadi mempengaruhi keseluruhan

kerja individu.

(4) Tingkat kepentingan yang dirasakan individu mengenai potensi setiap

peristiwa tersebut.

2.2 Hasil Penelitian Terdahulu

Penelitian-penelitian yang berkaitan dengan pengaruh kompensasi beban

kerja dan job insecurity terhadap turnover intention karyawan adalah sebagai

berikut:

(1) Penelitian yang dilakukan oleh Purwati, Salim dan Hamzah (2020) tentang

Pengaruh Kompensasi, Motivasi Kerja dan Beban Kerja Terhadap Turnover

Intention Karyawan PT. Sumatera Inti Seluler Pekan Baru Riau. Hasil dari

penelitian ini menemukan bahwa variabel kompensasi tidak berpengaruh dan

tidak signifikan terhadap turnover intention karyawan, sedangkan variabel

motivasi kerja berpengaruh dan signifikan terhadap turnover intention

karyawan dan variable beban kerja tidak berpengaruh dan tidak signifikan

terhadap turnover intention karyawan PT. Sumatera Inti Seluler.

(2) Penelitian yang dilakukan oleh Pratiwi dan Azizah (2019) tentang Pengaruh

Beban Kerja, Ketidakpuasan Kerja, dan Kompensasi Terhadap Turnover

Intention Karyawan (Studi pada Karyawan Bagian Marketing Mataram Sakti

Kebumen). Dari penelitian ini ditemukan bahwa variabel beban kerja

berpengaruh positif dan signifikan terhadap turnover intention karyawan,

sedangkan variabel ketidakpuasan kerja berpengaruh positif dan signifikan


terhadap turnover intention karyawan dan variabel kompensasi berpengaruh

negatif dan signifikan terhadap turnover intention karyawan bagian marketing

Mataram Sakti Kebumen. Secara simultan beban kerja, ketidakpuasan kerja

dan kompensasi berpengaruh signifikan terhadap turnover intention karyawan

bagian marketing Mataram Sakti Kebumen.

(3) Penelitian yang dilakukan oleh Rokhmat (2021) tentang Pengaruh

Kompensasi, Beban Kerja dan Job Insecurity Terhadap Turnover Intention

(Studi pada CV. Gunung Mas Satria Mandiri Kab. Kebumen). Hasil dari

penelitian ini menunjukkan bahwa variabel kompensasi, beban kerja dan job

insecurity secara parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap turnover

intention pada CV. Gunung Mas Satria andiri Kebumen.

(4) Penelitian yang dilakukan oleh Solehah dan Ratnasari (2019) tentang

Pengaruh Gaya Kepemimpinan, Beban Kerja, Job Insecurity Terhadap

Turnover Intention Karyawan PT. Federal Internasional Finance Cabang

Batam. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa variabel gaya

kepemimpinan, beban kerja, dan job insecurity secara simultan berpengaruh

signifikan terhadap variabel turnover intention. Secara parsial variabel gaya

kepemimpinan tidak berpengaruh terhadap turnover intention, variabel beban

kerja dan job insecurity berpengaruh positif dan signifikan terhadap turnover

intention karyawan PT. Federal Internasional Finance Cabang Batam.

(5) Penelitian yang dilakukan oleh Sutikno (2020) tentang Pengaruh Beban Kerja

dan Kompensasi Terhadap Turnover Intention dengan Kepuasan Kerja

sebagai Variabel Intervening (Studi Pada Karyawan PT. Delta Dunia Sandang

Tekstil Demak). Penelitian ini menemukan bahwa variabel beban kerja

berpengaruh
negatif dan signifikan terhadap kepuasan kerja, sedangkan variabel

kompensasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja,

variable beban kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap turnover

intention, variabel kompensasi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap

turnover intention, variabel kepuasan kerja berpengaruh negatif dan

signifikan terhadap turnover intention, dan variabel kepuasan mampu

memediasi pengaruh beban kerja dan kompensai terhadap turnover intention

(Studi Pada Karyawan PT. Delta Dunia Sandang Tekstil Demak).

(6) Penelitian yang dilakukan oleh Safitri dan Gunaningrat (2022) tentang

Pengaruh Stres Kerja, Kepuasan Kerja, Kompensasi, Beban Kerja Terhadap

Turnover Intention Karyawan di PT. Liebra Permana Wonogiri. Hasil

penelitian ini menunjukkan bahwa variabel stres kerja berpengaruh positif

terhadap turnover intention, sedangkan variabel kepuasan kerja, kompensasi

dan beban kerja tidak berpengaruh terhadap turnover intention karyawan PT.

Liebra Permana Wonogiri.

(7) Penelitian yang dilakukan oleh Ayuningtyas dan Nugraha (2018) tentang

Pengaruh Kompensasi dan Job Insecurity Terhadap Turnover Intention pada

Buruh di Kabupaten Kudus (Studi kasus pada PT. Pura Barutama Unit Offset

Divisi Produksi). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel

kompensasi berpengaruh negatif terhadap turnover intention, sedangkan

variabel job insecurity berpengaruh positif terhadap turnover intention

karyawan pada PT.

Pura Barutama Unit Offset Divisi Produksi

(8) Penelitian yang dilakukan oleh Kristiyanto dan Khasanah (2021) tentang

Pengaruh Beban Kerja, Job Insecurity dan Gaya Kepemimpinan Terhadap


Turnover Intention (Studi Kasus pada Kurir J&T Express Cabang Kebumen).

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel beban kerja dan job

insecurity berpengaruh signifikan terhadap turnover intention, sedangkan

variabel gaya kepemimpinan tidak berpengaruh terhadap turnover intention

pada Kurir J&T Express Cabang Kebumen

(9) Penelitian yang dilakukan oleh Muhammad (2021) tentang Pengaruh Job

insecurity dan Beban Kerja Terhadap Turnover intention pada karyawan

Industri Pengolahan Susu. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel

job insecurity dan beban kerja mempunyai pengaruh positif dan signifikan

terhadap turnover intention pada karyawan Industri Pengolahan Susu di

Jakarta Timur.

(10) Penelitian yang dilakukan oleh Rahayu dan Fitri (2022) tentang Pengaruh

Kepuasan Kerja dan Job Insecurity Terhadap Turnover Intention karyawan

pada PT. Alno Agro Utama di Bengkulu Utara. Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa variabel kepuasan kerja dan job insecurity baik secara

parsial maupun simultan berpengaruh signifikan terhadap turnover

intention, sedangkan variabel kepuasan kerja, kompensasi dan beban kerja

tidak berpengaruh terhadap turnover intention karyawan pada PT. Alno

Agro Utama di Bengkulu Utara.


BAB III

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Berpikir

Kerangka berpikir adalah serangkaian konsep dan kejelasan hubungan

antar konsep tersebut yang dirumuskan oleh peneliti berdasarkan tinjauan pustaka,

dengan meninjau teori yang disusun dan hasil-hasil penelitian yang terdahulu

yang terkait. Kerangka tersebut menggambarkan penelitian yang akan dilakukan

dan memberikan landasan yang kokoh untuk topik dan menyesuaikan dengan

masalah yang muncul. Kerangka pikir itu penting untuk membantu dan

mendorong peneliti memusatkan usaha penelitiannya untuk memahami hubungan

antara variable tertentu yang telah dipilihnya, mempermudah peneliti memahami

dan menyadari kelemahan/keunggulan dari penelitian yang dilakukannya

dibandingkan peneliti terdahulu.

Kerangka berpikir disusun dengan berdasarkan pada tinjauan pustaka dan

hasil penelitian yang relevan dan terkait, disamping berfungsi sebagai pedoman

yang memperjelas jalan, arah, dan tujuan penelitian juga akan membantu pemilih

konsep-konsep yang diperlukan guna pembentukan hipotesis. Dalam penelitian

ini, kerangka berpikir akan menjadi landasan untuk menjelaskan bagaimana

kompensasi, beban kerja dan job insecurity dapat mempengaruhi turnover

intention. Penelitian ini terdiri dari variabel bebas, yaitu Kompensasi (X1), Beban

Kerja (X2) dan Job Insecurity (X3) serta variabel terikat yaitu Turnover Intention

(Y). Adapun kerangka berpikir dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.1

berikut.
Fenomena
Penelitian

Fenomena yang terjadi di Diamond Education yaitu adanya turnover karyawan yang tinggi dan
tiap tahun terus meningkat, kurang puasnya karyawan terhadap kompensasi Fenomena berupa
upah yang diterima, beban kerja yang tinggi sehingga sering karyawan diharuskan kerja memenuhi
target pasar, adanya rasa ketidaknyamanan karyawan mengenai status SOP dan kesenjangan dari
hasil penelitian terdahulu mengenai pengaruh kompensasi dan beban kerja terhadap turnover
intention karyawan.

Rumusan Masalah
Pembahasan
(1) Apakah kompensasi berpengaruh terhadap turnover intention karyawan Diamond Education?
(2) Apakah beban kerja berpengaruh terhadap turnover intention karyawan Diamond Education?
(3) Apakah job insecurityberpengaruh terhadap turnover intention karyawan Diamond
Kesimpulann,
Planned Keterbatasan dan
Hipotesis
(H₁): Kompensasi
saran berpengaruh negatif Penelitian Terdahulu
Behavior dan signifikan terhadap turnover
intention AstriAyuPurwati dkk.
Theory (2020).
(H2): Beban kerla berpengaruh positif Puput Pratiwi dan Siti
dan signifikan terhadap turnover Nur Azizah (2019)
intention Rokhmat (2021)
 Moblye Siti Solehah dan Sri
(2011) (H3): Job Insecurity berpengaruh positf
dan signifikan terhadap turnover Langgeng Ratnasari
 Sodarmaya intention (2019)
(5) Muhamad Sutikno
nti (2011). (2020)

 Manua Rizqi Ayu Safitri dan


Rayhan Gunaningrat
ba Teknik Analisis: (2022)
Statistik Deskritif, Analisis Regresi Farizka Ayuningtyas dan
(2000) Berganda, Uji Asumsi Klasik dan Uji Hari Susanta Nugraha
(2018)
 Smithson Tomi Kristiyanto dan Nur
Khasanah (2021)
Arfian Muhammad.
(2021)
Nita Puji Rahayu dan
Marliza Ade
Fitri (2022)
Gambar 3.2

Kerangka

Konseptual
X1 Kompensasi

Turnover
X2 Beban Kerja Y Intention

X3 Job Insecurity

3.2 Hubungan Antar Variabel dan Hipotesis

3.2.1 Hubungan Kompensasi dengan Turnover Intention

Kompensasi mempunyai peran penting dalam perputaran karyawan. makin

besar kompensasi finansial yang diterima, maka niat karyawan untuk keluar dari

pekerjaannya akan berkurang. Kompensasi adalah segala hal yang berbentuk uang

ataupun non uang yang diterima karyawan dari perusahaan atas pekerjaannya

(Hasibuan, 2012). Kompensasi yang diterima oleh karyawan inilah yang akan

menjadi ukuran harapan karyawan terhadap kompensasi yang diterimanya atas

pekerjaannya. Ketika karyawan tidak mendapatkan haknya atau kompensasi yang

diberikan kurang maka karyawan akan merasa tidak puas dan berkeinginan untuk

mencari pekerjaan lain yang menjanjikan kompensasi lebih layak. Namun ketika

karyawan mendapatkan hak-haknya dan merasa puas terhadap kompensasinya

maka karyawan akan cenderung bertahan didalam organisasinya (Palupi, 2013

dalam Sutikno, 2020).


Kepuasan mempunyai porsi yang tidak sama setiap individu satu ke

individu yang lain, hal ini dikarenakan kepuasan merupakan hal seseorang

tersebut menyukai atau tidak menyukai akan suatu hal, dikaitkan dalam yang

mendasari teori TPT kepuasan cenderung perasaan yang bersifat subjektif yang

dimana tidak semua sama tingkatan kepuasan yang orang alami.

Penelitian Sutikno (2020) mengemukakan bahwa pemberian kompensasi

yang layak dapat menurunkan tingkat turnover intention. Hasil tersebut juga

selaras dengan penelitian Pratiwi dan Azizah (2019), yang menemukan bahwa

kompensasi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Turnover intention.

Penelitian yang dilakukan oleh Ayuningtyas dan Nugraha (2018) juga

mendapatkan hasil bahwa kompensasi berpengaruh negative dan signifikan

terhadap turnover intention. Purwati dkk. (2017), Safitri, dan Gunaningrat (2022)

menyimpulkan bahwa kompensasi tidak berpengaruh terhadap turnover intention

dan dalam penelitian yang dilakukan oleh Rokhmat (2021) menyatakan bahwa

kompensasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap turnover intention.

Dari uraian diatas, maka hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini

adalah :

H₁: Kompensasi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap turnover

intention.

3.2.2 Hubungan Beban Kerja dengan Turnover Intention

Beban kerja merupakan sejumlah kegiatan yang membutuhkan proses

mental atau kemampuan yang harus diselesaikan dalam jangka waktu tertentu,

baik dalam bentuk fisik maupun psikis. Menurut Hariyono dkk. dalam Sutikno

(2020)
beban kerja adalah lama seseorang melakukan aktivitas pekerjaan sesuai dengan

kemampuan dan kapasitas kerja yang bersangkutan tanpa menunjukan tanda

kelelahan. Menurut Manuaba (2000) beban kerja merupakan kemampuan tubuh

dalam menerima pekerjaan. Beban kerja dapat berupa tuntutan tugas atau

pekerjaan, organisasi dan lingkungan kerja. Munandar (2001) berpendapat bahwa

beban kerja merupakan keadaan karyawan yang dihadapkan pada tugas yang

harus diselesaikan pada waktu tertentu. Beban kerja seseorang sudah ditentukan

dalam bentuk standar kerja perusahaan menurut jenis pekerjaannya.

Beban kerja karyawan harus disesuaikan dengan kuantitas dimana

pekerjaan yang harus dikerjakan terlalu banyak atau sedikit maupun secara

kualitas dimana pekerjaan yang dikerjakan membutuhkan keahlian. Jika beban

kerja sebanding dengan kemampuan baik fisik maupun keahlian dan waktu yang

tersediakan maka karyawan akan merasa nyaman dengan pekerjaan yang

dilakukannya dan akan merasa betah untuk tinggal diperusahaan. Namun, bila

banyaknya tugas tidak sebanding dengan kemampuan baik fisik maupun keahlian

dan waktu yang tersedia maka akan menjadi sumber stres sehingga menimbulkan

keinginan karyawan untuk meninggalkan perusahaan.

Beban kerja dalam teori perilaku terencana termasuk kedalam

penggambaran sikap yang telah mereka alami dari apa yang telah dirasakan oleh

suatu objek, yang menjadikan terdampaknya pada kondisi psikologis yang

terakibat dari permasalahan yang berada pada lingkungan bekerjanya yang

memunculkan niat untul melakukan intensi keluar dari pekerjaannya.

Penelitian Sutikno (2020) menyimpulkan bahwa beban kerja yang tinggi

dapat mendorong terjadinya turnover intention. Hasil tersebut juga selaras dengan
penelitian Pratiwi dan Azizah (2019), Rokhmat (2021) yang menemukan bahwa

beban kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap turnover intention. Hasil

penelitian Solehah dan Ratnasari (2019), Kristiyanto dan Khasanah (2021),

Muhammad (2021) juga menunjukkan bahwa beban kerja berpengaruh positif dan

signifikan terhadap turnover intention. Sementara Purwati dkk. (2020), Safitri,

dan Gunaningrat (2022) menyimpulkan bahwa beban kerja tidak berpengaruh

terhadap turnover intention.

Dari uraian diatas, maka hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini

adalah :

H2: Beban kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap turnover

intention.

3.2.3 Hubungan Job Insecurity dengan Turnover Intention

Job Insecurity adalah perasaan terancam, khawatir, dan rasa

ketidakberdayaan yang dirasakan karyawan terhadap situasi yang ada dalam

organisasi di tempat kerja akan kelangsungan pekerjaan dimasa yang akan datang.

Ketidakamanan kerja merupakan kondisi psikologis karyawan yang

mencerminkan rasa tidak aman sehingga akan berpengaruh langsung terhadap

turnover intention.

Menurut Smithson dan Lewis (2000), job insecurity sebagai kondisi

psikologis seseorang (karyawan) yang menunjukkan rasa bingung atau merasa

tidak aman dikarenakan kondisi lingkungan yang berubah-ubah. Karyawan

mengalami rasa tidak aman (job insecurity) yang makin meningkat karena

ketidakstabilan terhadap status kepegawaian mereka dan tingkat pendapatan yang

makin tidak bisa diramalkan. Karyawan yang mengalami job insecurity dapat

mengganggu
efektivitas dan efesiensi dalam melaksanakan tugas dan mengakibatkan naiknya

tingkat turnover intention karyawan.

Job insecurity akan berdampak terhadap perilaku individu yang

bersangkutan, hal ini dikarenakan ketidakamanan dalam pekerjaannya akan

menimbulkan efikasi diri seseorang untuk melakukan perilaku, salah satunya

dengan memutuskan untuk keluar dari pekerjaannya.

Hal ini didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Rokhmat (2021)

yang menunjukkan bahwa ada pengaruh positif variabel job insecuirty terhadap

turnover intention. Penelitian yang dilakukan oleh Solehah dan Ratnasari (2019)

juga menyatakan bahwa job insecurity berpengaruh positif dan signifikan terhadap

turnover intention, begitu pula penelitian yang dilakukan oleh Muhammad (2021),

Rahayu dan Fitri (2022) juga mendapatkan hasil yang sama.

Dari uraian diatas, maka hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini

adalah :

H3: Job Insecurity berpengaruh positif dan signifikan terhadap turnover

intention.
BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Diamond Education yang beralamat di seluruh

outlet yang berada di wilayah Denpasar. Peneliti memilih tempat penelitian

tersebut dikarenakan adanya fenomena yang terjadi di Diamond Education yang

mengindikasikan tingkat turnover intention karyawan yang tinggi yaitu kurang

puasnya karyawan terhadap kompensasi berupa upah yang diterima, beban kerja

yang tinggi dimana sering karyawan diharuskan kerja lembur, adanya rasa

ketidakamanan karyawan mengenai status kepegawaiannya.

4.2 Objek Penelitian

Menurut Sugiyono (2017:41) objek penelitian adalah sasaran ilmiah untuk

mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu tentang suatu hal objektif,

valid dan reliable tentang suatu hal (variabel tertentu). Obyek penelitian ini adalah

kompensasi, beban kerja, job insecurity dan turnover intention pada karyawan

Diamond Education.

4.3 Identifikasi Variabel

Variabel penelitian adalah objek penelitian, atau apa yang menjadi titik

perhatian suatu penelitian (Arikuntoro, 2006:118). Dengan demikian variabel -

variabel dalam penelitian ini didefinisikan sebagai berikut :

4.3.1 Variabel Bebas

Variabel bebas atau variabel yang tidak dipengaruhi variabel lainnya.


Dalam penelitian ini yang menjadi variabel bebas adalah Kompensasi (X1), Beban

Kerja (X2) dan Job Insecurity (X3).

4.3.2 Variabel Terikat

Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi

akibat, karena adanya variabel bebas. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel

terikat adalah Turnover Intention (Y).

4.4 Definisi Operasional Variabel

Definisi operasional variabel adalah sebuah petunjuk yang didefinisikan

sebagai sebuah petunjuk yang menjelaskan tentang bagaimana mengukur variabel

secara konkret. Berikut definisi variabel yang menjelaskan tentang kompensasi

(X₁), beban kerja (X2) dan job insecurity (X3) terhadap turnover intention (Y),

maka secara operasional dapat dijabarkan sebagai berikut :

4.4.1 Variabel Kompensasi

Kompensasi adalah semua pendapatan yang berbentuk uang, barang

langsung atau tidak langsung sebagai imbalan atas jasa yang telah diberikan

kepada perusahaan (Hasibuan, 2012). Beberapa indikator untuk mengukur

kompensasi karyawan menurut Simamora dalam Erika Maulidina Kurniasari

(2020) adalah sebagai berikut :

1. Gaji dan upah

Pembayaran gaji atau imbalan yang diberikan kepada karyawan secara adil

sesuai dengan pekerjaan.

2. Insentif

Insentif dapat berupa imbalan secara finansial yang dapat diberikan secara

langsung kepada karyawan apabila karyawan tersebut mencapai kinerja


melebihi standar yang telah ditentukan.

3. Tunjangan

Tunjangan adalah kompensasi yang diberikan kepada karyawan tertentu

sebagai bentuk balas jasa atas pengorbanan yang dilakukan.

4. Fasilitas

Fasilitas dapat berupa penyediaan sarana-sarana penunjang yang diberikan

oleh organisasi.

4.4.2 Variabel Beban Kerja

Beban kerja merupakan keadaan karyawan yang dihadapkan pada tugas

yang harus diselesaikan pada waktu tertentu. Beban kerja seseorang sudah

ditentukan dalam bentuk standar kerja perusahaan menurut jenis pekerjaannya

(Munandar, 2001). Indikator-indikator beban kerja menurut Putra (2012) dalam

Rokhmat (2019) adalah :

1. Target yang Harus Dicapai

Pandangan individu mengenai besarnya target kerja yang diberikan untuk

menyelesaikan pekerjaannya, misalnya untuk mendesain, mencetak, dan

finishing. Pandangan mengenai hasil kerja yang harus diselesaikan dalam

jangka waktu tertentu.

2. Kondisi Pekerjaan

Mencakup tentang bagaimana pandangan yang dimiliki oleh individu

mengenai kondisi pekerjaannya, misalnya mengambil keputusan dengan

cepat pada saat pengerjaan barang dan kerusakan pada mesin produksi,

serta mengatasi kejadian yang tak terduga seperti melakukan pekerjaan

ekstra diluar waktu yang telah ditentukan.


3. Standar Pekerjaan

Kesan yang dimiliki oleh individu mengenai pekerjaannya, misalnya

perasaan yang timbul mengenai beban kerja yang harus diselesaikan dalam

jangka waktu tertentu.

4.4.3 Variabel Job Insecurity

Smithson dan Lewis (2000) mengartikan job insecurity sebagai kondisi

psikologis seseorang (karyawan) yang menunjukkan rasa bingung atau merasa

tidak aman dikarenakan kondisi lingkungan yang berubah-ubah. Karyawan

mengalami rasa tidak aman (job insecurity) yang makin meningkat karena

ketidakstabilan terhadap status kepegawaian mereka dan tingkat pendapatan yang

makin tidak bisa diramalkan. Karyawan yang mengalami job insecurity dapat

mengganggu efektivitas dan efesiensi dalam melaksanakan tugas dan

mengakibatkan naiknya tingkat turnover intention karyawan. Indikator

ketidakamanan dalam bekerja menurut Grennbalgh dan Rosenbaltt dalam Saputro

dkk. (2016:6) adalah :

1. Tingkat ancaman yang dirasakan karyawan mengenai aspek-aspek pekerjaan

untuk mendapat promosi, mempertahankan tingkat gaji yang sekarang atau

memperoleh kenaikan seperti kemungkinan gaji.

2. Arti pekerjaan itu seperi individu seberapa pentingnya aspek pekerjaan tersebut

bagi individu mempengaruhi tingkat insecure atau rasa tidak aman.

3. Tingkat ancaman yang kemungkinan terjadi mempengaruhi keseluruhan kerja

individu.

4. Tingkat kepentingan yang dirasakan individu mengenai potensi setiap peristiwa

tersebut.
4.4.4 Variabel Turnover Intention

Turnover intention adalah kadar atau intensitas dari keinginan untuk keluar

dari perusahaan, banyak alasan yang menyebabkan timbulnya turnover intention

dan diantaranya adalah keinginan untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik

(Harnoto 2002). Adapun indikator untuk mengukur turnover intention menurut

Mobley dalam Ardiyan (2021) yaitu:

1. Intention to quit (niat untuk keluar): mencerminkan individu berniat untuk

keluar.

2. Job search (pencarian pekerjaan): mencerminkan individu berkeinginan

untuk mencari pekerjaan pada organisasi lain.

3. Thinking of quit (memikirkan untuk keluar): mencerminkan individu untuk

berpikir keluar dari pekerjaan atau tetap berada di lingkungan pekerjaan

4. Stay (Berencana untuk tinggal di perusahaan): mencerminkan keadaan

dimana individu berencana untuk tetap tinggal dalam pekerjaannnya saat ini,

atau tidak ada rencana untuk keluar dari pekerjaannya.

4.5 Jenis dan Sumber Data

4.5.1 Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam bentuk data kualitatif yang

dikuantitatifkan. Data kuantitatif berfungsi untuk nmengetahui jumlah atau

besaran dari sebuah objek yang akan diteliti. Data kuantitatif dari penelitian ini

didapatkan dari penyebaran kuesioner yang nantinya akan diolah menggunakan

teknik statistika.

4.5.2 Sumber Data

Adapun jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Data Primer

Data primer yaitu sumber informasi yang langsung diberikan kepada

pengumpul data (Sugiyono, 2017). Data responden sangat diperlukan untuk

mengetahui tanggapan responden mengenai turnover intention yang dilihat

dari kompensasi, beban kerja dan job insecurity. Dalam hal ini data diperoleh

langsung dengan membagi angket atau daftar pertanyaan kepada karyawan.

2. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang diperoleh penelaah dari sumber yang

telah tersedia (Sugiyono, 2017). Data yang diperoleh peneliti secara tidak

langsung melalui media perantara. Data sekunder umumnya berupa bukti,

catatan atau laporan historis yang telah tersusun dalam arsip (data

dokumentar) yang dipublikasikan dan tidak dipublikasikan. Data sekunder

dari penelitian ini diambil dari Diamond Education.

4.6 Populasi dan Sampel

4.6.1 Populasi

Menurut Sugiyono (2017:80) populasi adalah wilayah generalisasi yang

terdiri dari atas obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik

tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik

kesimpulannya Populasi bukan hanya orang, tetapi juga obyek dan benda benda

alam yang lain. Populasi dalam penelitian ini adalah karyawan Diamond

Education yang berjumlah 60 orang.

4.6.2 Sampel

Menurut Sugiyono (2017:81) Sampel meruapakan bagian dari jumlah dan

karakteristik yang dimiliki oleh populasi dengan meneliti sebagian dari populasi.
Penelitian mengharapkan bahwa hasil yang didapat menggambarkan sifat dari

populasi yang diteliti. Untuk itu sampel yang diambil dari populasi harus benar-

benar mewakili. Menurut sugiyono (2017:85) pengertian dari sampling jenuh

adalah teknik penentuan sampel bila semua anggota populasi dijadikan sampel,

hal ini dilakukan bila jumlah populasi relative kecil atau penelitian ingin membuat

generalisasi dengan kesalahan yang sangat kecil. Istilah lain sampel jenuh adalah

sensus, dimana semua populasi dijadikan sampel. Maka dalam penelitian ini

sampel yang digunakan adalah menggunakan teknik sampel jenuh yaitu semua

karyawan Diamond Education yang berjumlah 60 orang.

4.7 Metode Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dipergunakan pada penelitian ini adalah :

4.7.1 Teknik Pengamatan / Observasi

Menurut Sugiyono (2017;203) mengemukakan bahwa observasi adalah

teknik pengumpulan data untuk mengamati perilaku manusia, proses kerja, dan

gejala-gejala alam, dan responden. Dalam penelitian ini peneliti melakukan

pengamatan langsung untuk menemukan fakta-fakta di lapangan.

4.7.2 Wawancara

Wawancara merupakan metode pengumpulan data dengan melakukan

tanya jawab secara langsung dengan manager dan karyawan Diamond Education

untuk dimintai keterangan yang berhubungan dengan masalah yang dibahas dalam

penelitian ini. Teknik wawancara ini jugadigunakan untuk melengkapi apabila ada

jawaban responden terhadap kuisioner yang diberikan kurang jelas.


4.7.3 Kuesioner

Menurut Sugiyono (2017;199) mengemukakanbahwa kuesioner

merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi

seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk

dijawabnya. Kuesioner dapat berupa pertanyaan-pertanyaan tertutup atau terbuka

dapat diberikan kepada responden secara langsung atau dikirim melalui pos atau

internet.

Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini diberikan kepada

responden secara langsung dengan sistem kuesioner tertutup, artinya responden

diberikan alternatf jawaban untuk memilih salah satu dari lima katagori jawaban.

Kategori jawaban tersebut akan diberi skor dengan skala likert. Dalam hal ini

digunakan 5 tingkat (likert) yang terdiri dari sangat setuju (SS), setuju (S), netral

(N), tidak setuju (TS), dan sangat tidak setuju (STS), kelima penilaian tersebut

diberikan bobot sebagai berikut:

1) Jawaban sangat setuju diberi bobot 5

2) Jawaban setuju diberi bobot 4

3) Jawaban netral diberi bobot 3

4) Jawaban tidak setuju diberi bobot 2

5) Jawaban sangat tidak setuju diberi bobot 1

4.7.4 Studi Pustaka

Teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan mempelajari buku buku

referensi, laporan-laporan, majalah, jurnal-jurnal, dan media lainnya yang

berkaitan dengan objek penelitian.

4.8 Teknik Analisis Data

Analisis data yang di gunakan dalam penelitian ini agar dapat memecahkan
masalah dan membuktikan kebenaran hipotesis yang telah di ajukan

sebelumnya dengan menggunakan teknik analisis sebagai berikut:

4.8.1 Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif memberikan gambaran atau deskripsi suatu data yang

dilihat dari nilai rata-rata (mean), standar deviasi, varian, maksimum dan

minimum. Statistik deskriptif mendeskripsikan data yang akan menjadi sebuah

lebih jelas dan mudah untuk dipahami (Ghozali, 2018:19).

4.8.2 Uji Instrumen

Intsrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan mengukur

fenomena alam maupun sosial yang diamati (Sugiyono, 2017:148). Instrumen

penelitian yang baik harus memenuhi persyaratan yaitu valid dan reliable. Untuk

mengetahui validitas dan rehabilitas kuesioner maka perlu dilakukan pengujian

atau kuesioner dengan menggunakan uji validitas dan uji reliabilitas. Karena

validitas dan reliabilitas ini bertujuan menguji apakah kuesioner yang disebarkan

adalah valid dan reliable, maka penelitian ini akan melakukan kedua uji ini

terhadap instrument penelitian (kuesioner).

1) Uji Validitas

Uji validasi adalah uji yang dipakai sebagai pengukur validitas atau keabsahan

suatu angket. Pernyatan-pernyataan pada angket atau kuesioner dapat

dinyatakan valid apabila pertanyaan di angket atau kuesioner dapat

menyatakan sesuai yang diukur dalam angket atau kuesioner (Ghozali,

2018:51). Uji signifikansi dilakukan dengan cara membandingkan nilai r hitung

dengan nilai r tabel untuk degre of freeedom (df) = n-2. Apabila r- hitung lebih

besar dari r- tabel serta bernilai positif atau bersignifikansi < 0,05 berarti

pertanyaan atau
indikator tersebut dapat dikatakan valid. Kebalikanya, apabila r-hitung lebih

kecil dari r-tabel atau bersignifikansi > 0,05 berarti pertanyaan atau indikator

tersebut dikatakan tidak valid.

2) Uji Reliabilitas

Menurut Ghozali (2018:45) reliabilitas sebenarnya adalah alat untuk mengukur

suatu kuesioner yang merupakan indikator dari variabel atau konstruk. Suatu

kuesioner dikatakan reliabel atau handal jika jawaban seseorang terhadap

pernyataan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu. Uji reliabilitas

digunakan untuk mengukur konsistensi hasil pengukuran dari kuesioner dalam

penggunaan yang berulang. Jawaban responden terhadap pertanyaan dikatakan

reliabel jika masing-masing pertanyaan dijawab secara konsisten atau jawaban

tidak boleh acak.

Dalam mencari reliabilitas dalam penelitian ini penulis menggunakan teknis

Cronbach Alpha untuk menguji reliabilitas, ukur yaitu kompleksitas tugas,

tekanan ketaatan, pengetahuan auditor serta audit judgment. Dengan kriteria

pengambilan keputusan sebagaimana dinyatakan oleh Ghozali (2018:46),

"Dikatakan riliabel apabila suatu variabel atau konstruk memberikan nilai

Cronbach Alpha > 0,60”. Perhitungan reliabilitas formulasi Cronbach Alpha ini

dilakukan dengan bantuan program IBM SPSS 25.

4.8.3 Uji Asumsi Klasik

Agar regresi linear berganda bisa memberikan manfaat dengan benar maka

perlu dilakukan uji asumsi klasik, dimana model regresi yang baik adalah data

terdistribusi normal, tidak terjadi korelasi antar variabel bebasnya

(multikolinearitas), tidak terjadi autokorelasi dan tidak terjadi heteroskedatisitas.


Asumsi dasar yang sering disebut asumsi klasik pengujiannya dilakukan dengan

menggunakan SPSS yaitu sebagai berikut:

1) Uji Normalitas

Menurut Ghozali (2018:161) Uji normalitas bertujuan untuk menguji

apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki

distribusi normal. Ada dua cara untuk mendeteksi apakah residual

berdistribusi normal atau tidak, yaitu dengan analisis grafik dan uji

statistik.

1) Analisis Grafik

Pada prinsipnya normalitas dapat dideteksi dengan melihat penyebaran

data (titik) pada sumbu diagonal dari grafik atau dengan melihat histogram

dari residualnya (Ghozali, 2018:163). Dasar pengambilan keputusan

dengan menggunakan analisis grafik adalah:

a. Jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis

diagonal atau grafik histogramnya menunjukkan pola distribusi

normal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas.

b. Jika data menyebar jauh dari diagonal atau tidak mengikuti arah garis

diagonal atau grafik histogram tidak menunjukkan pola distribusi

normal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas.

(2) Uji Kolmogorov-Smirnov

Uji normalitas Kolmogorov-Smirnov merupakan pengujian terhadap

model yang diuji untuk menguji normalitas residual. Uji Kolmogorof-

Smirnov dilakukan dengan membuat hipotesis:

Ho: data residual terdistribusi normal, apabila sig. 2-tailed > 0,05

Ha: data residual tidak terdistribusi normal, apabila sig. 2-tailed <0,05
2) Uji Multikolinearitas

Menurut Ghozali (2018:107) uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji

apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas

(independen). Jika variabel independen saling berkorelasi, maka variabel-

variabel ini tidak ortogonal. Variabel ortogonal adalah variabel independen

yang nilai korelasi antar sesama variabel independen sama dengan nol.

Untuk menguji ada tidaknya multikolinieritas dapat digunakan nilai

tolerance atau variance inflation factor (VIF). Nilai tolerance yang rendah

sama dengan nilai VIF tinggi (karena VIF = 1/Tolerance). Nilai cutoff

yang umum dipakai untuk menunjukkan adanya multikolinieritas adalah

nilai tolerance < 0,10 atau sama dengan nilai VIF > 10. Jika nilai

tolerance> 0,10 atau nilai VIF < 10 maka hal tersebut menunjukan tidak

terjadi multikolinieritas.

1) Nilai Tolerance < 0,10 dan VIF > 10, maka terdapat gejala

multikolinieritas

2) Nilai Tolerance > 0,10 dan VIF < 10, maka tidak terdapat gejala

multikolinieritas

3) Uji Heteroskedastisitas

Menurut Ghozali (2018:137) uji heteroskedastisitas bertujuan untuk

mengetahui apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance

dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika variance dari

residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut

Homoskedastisitas dan jika berbeda disebut Heteroskedastisitas. Model

regresi yang baik adalah yang Homoskedastisitas atau tidak terjadi


Heteroskedastisitas. Untuk mendeteksi ada tidaknya heteroskedastisitas

dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik dimana

sumbu X dan Y telah diproduksi, Dengan dasar analisis sebagai berikut:

1. Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola

tertentu yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit),

maka mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas.

2. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di

bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.

Untuk memperkuat hasil uji scatter plot digunakan cara lain yaitu uji

Glejser, dengan meregresi nilai absolut residual terhadap variabel

independen. Tidak terjadi heteroskedasitas apabila nilai

signifikansinya

> 0,05. Sebaliknya, terjadi heteroskedasitas apabila nilai

signifikansinya < 0,05 (Ghozali, 2018:142).

4.8.4 Analisis Regresi Linear Berganda

Metode ini digunakan untuk mengetahui pengaruh antara varabel bebas

(X₁) yaitu kompensasi, variabel bebas (X2) yaitu beban kerja, variabel bebas job

insecurity (X3) dan variabel terikat (Y) yaitu turnover intention.

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik analisis Regresi Linear

Berganda untuk menguji kebenaran hipotesis, yaitu kompensasi, beban kerja dan

job insecurity berpengaruh terhadap turnover intention pada karyawan Diamond

Education. Dalam persamaan regresinya dapat dirumuskan sebagai berikut:

Y=a+b,X, +b2X2+ b3X3

Keterangan:

Y = turnover intention
a = konstanta

by = koefisien regresi kompensasi

b2 = koefisien regresi beban kerja

by = koefisien regresi job insecurity

X₁ = kompensasi

X₂ = beban kerja

X3 = job insecurity

4.8.4 Uji t

Menurut Ghozali (2018:179) uji parsial (t test) digunakan untuk

mengetahui pengaruh masing-masing variabel independen terhadap variabel

dependen. Uji parsial dalam data penelitian ini menggunakan tingkat signifikasi

sebesar 0,05. Dengan tingkat signifikansi 5% maka kriteria pengujian adalah

sebagai berikut: Untuk hipotesis satu arah positif :

1. Jika thitung <ttabel atau sig > 0,05 maka tidak ada pengaruh positif yang

signifikan antara variabel independen terhadap variabel dependen.

2. Jika thitung > ttabel atau signifikansi < 0,05 maka terdapat pengaruh

positif yang signifikan antara variabel independen terhadap variabel

dependen.

Untuk hipotesis satu arah negatif :

1. Jika thitung > -ttabel atau sig > 0,05 maka tidak ada pengaruh negatif yang

signifikan antara variabel independen terhadap variabel dependen.

2. Jika thitung < -ttabel atau sig < 0,05 maka terdapat pengaruh negatif yang

signifikan antara variabel independen terhadap variabel dependen.

Dalam penelitian ini uji signifikansi ini digunakan untuk mengetahui

apakah ada pengaruh yang signifikan antara variabel bebas yaitu pengaruh

kompensasi,
beban kerja dan job insecurity terhadap turnover intention karyawan. Untuk

mempermudah dalam menganalisis data dibantu dengan program komputer SPSS

for windows dengan melihat angka signifikansi < 0,05 berarti ada pengaruh yang

signifikan antara kompensasi, beban kerja dan job insecurity secara parsial

terhadap turnover intention karyawan Diamond Education. Signifikansi > 0,05

berarti tidak ada pengaruh yang signifikan antara kompensasi, beban kerja dan job

insecurity secara parsial terhadap turnover karyawan Diamond Education.

You might also like