You are on page 1of 24

JURNAL

ACUPRESSURE METAKARPAL DAPAT MENGURANGI RASA NYERI


PADA IBU DALAM PROSSES PERSALINAN KALA I

Disusun Oleh :

IRMA NURMALA
NIM : 015.201.1.018

AKADEMI KEBIDANAN BHAKTI NUGRAHA SUBANG


Jln. Ki Hajar Dewantara No.15A Subang Telp (0260) 7707775
2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan YME yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya. Sehingga kami dapat menyelesai makalah yang berjudul “Observasi
Kala IV Persalinan” dapat terselesaikan.

Penyusun menyadari sebelumnya bahwa di dalam makalah ini mungkin


masih ada kesalahan dan kekurangan karena terbatasnya kemampuan walaupun
telah dikaji ulang. Oleh karena itu, Penyusun menerima kritik dan saran yang
bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.

Demikian makalah ini kami buat semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi semua pihak yang telah berkenan membacanya.

Subang, Nopember 2016

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang........................................................................ 1
1.2. Rumusan Masalah................................................................... 1
.......................................................................................................
1.3. Tujuan..................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi Persalinan ................................................................. 2
2.2 Tahap Persalinan .................................................................... 2
2.3 Definisi Kala IV Persalinan ................................................... 3
2.4 Pemantauan Pada Kala IV ..................................................... 3
2.5 Penilaian Klinik Kala IV ....................................................... 12
2.6 Bentuk Tindakan Dalam Kala IV .......................................... 13
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan............................................................................. 15
3.2 Saran ...................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 16

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kala IV adalah masa dua jam setelah plasenta lahir. Dalam kala IV
ini, ibu membutuhkan pengawasan yang intensif karena dikhawatirkan akan
terjadi pendarahan. Pada keadaan ini atonia uteri masih mengancam. Pada
saat proses persalinan terkadang harus dilakukan episiotomi misalnya kepala
bayi terlalu besar atau mencegah ruptur perineum totalis. Oleh karena itu kala
IV penderita belum boleh dipindahkan kekamarnya dan tidak boleh
ditinggalkan. Selama masih dalam proses kala IV ibu berada dalam masa
kritis maka harus selalu dilakukan pemantauan kala IV.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa saja yang dilakukan pada saat persalinan kala IV?
2. Apa saja yang harus dipantau pada kala IV?
3. Apa saja tindakan pada kala IV?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui dan memahami yang harus dilakukan pada kala IV
2. Untuk mengetahui hal0hal yang perlu dipantau pada kala IV
3. Untuk mengetahui dan memahami tindakan pada kala IV

1
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi Persalinan


Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat
hidup di luar uterus melalui vagina ke dunia luar. Persalinan normal atau
persalinan spontan adalah bila bayi lahir dengan letak belakang kepala tanpa
melalui alat-alat atau pertolongan istimewa serta tidak melukai ibu dan bayi,
dan umumnya berlangsung dalam waktu kurang dari 24 jam.

2.2 Tahap Persalinan


Tahap persalinan dibagi menjadi 4 fase/kala yaitu :
1. Kala I : Dinamakan kala pembukaan, pada kala ini serviks membuka
sampai terjadi pembukaan 10 cm. Proses membukanya serviks dibagi atas
2 fase :
a. Fase laten berlangsung selama 7-8 jam pembukaan terjadi sangat
lambat sampai mencapai ukuran diameter 3 cm.
b. Fase aktif dibagi dalam 3 fase yaitu fase akselerasi dalam waktu 2
jam, pembukaan 3 cm tadi menjadi 4 cm dan fase dilatasi maximal
dalam waktu 2 jam pembukaan berlangsung sangat cepat dari 4
menjadi 9 cm dan fase deselerasi pembukaan menjadi lambat kembali
dalam waktu 2 jam pembukaan dari 9 cm menjadi lengkap 10 cm.
Kala I ini selesai apabila pembukaan serviks uteri telah lengkap. Pada
primigravida kala I berlangsung kira-kira 12 jam sedang pada
multigravida 8 jam. Pembukaan primigravida 1 cm tiap jam dan
multigravida 2 cm tiap jam.1
2. Kala II : Kala pengeluaran karena berkat kekuatan his dan kekuatan
mengedan janin didorong keluar sampai lahir. Kala ini berlangsung 1,5
jam pada primigravida dan 0,5 jam pada multipara. Batasan persalinan
kala II yaitu dimulai saat pembukaan serviks lengkap (10 cm) dan
berakhir dengan lahirnya seluruh tubuh janin. Kontraksi pada kala II ini
biasanya sangat kuat sehingga kemampuan ibu untuk menggunakan otot-

2
otot abdomen dan posisi presentasi mempengaruhi durasi kala II. Kala II
persalinana dirasakan oleh ibu bersalin sebagai hal yang lebih berat beban
penderitaannya dibandingkan dengan kala I. Transisi kala II ini biasanya
berlangsung singkat dan umumnya terjadi hanya dalam tempo beberapa
menit saja. Periode ini dapat menakutkan karena onsetnya yang begitu
cepat. Sehingga pada saat ini banyak ibu mengatakan “saya mau pulang‟
ibu akan kehilangan kendali atas dirinya dan akan merasa tertekan
sehingga pengendalian saat ini sangat penting bagi ibu.
3. Kala III : Kala uri/plasenta terlepas dari dinding uterus dan dilahirkan.
Prosesnya 6-15 menit setelah bayi lahir.
4. Kala IV : Observasi dilakukan mulai lahirnya plasenta selama 1 jam, hal
ini dilakukan untuk menghindari terjadinya perdarahan postpartum.
Observasi yang dilakukan melihat tingkat kesadaran penderita,
pemeriksaan tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi dan pernapasan),
kontraksi uterus dan terjadinya pendarahan.

2.3 Definisi Kala IV Persalinan


Dan menurut reni saswita, 2011 kala IV dimulai setelah lahirnya
plasenta dan berakhir dua jam setelah proses tersebut. Observasi yang akan
dilakukan pada kala IV : tingkat kesadaran pemeriksaan tanda-tanda vital :
tekanan darah, nadi dan pernafasan kontraksi uterus .
Kala IV persalinan adalah waktu setelah plasenta lahir sampai empat
jam pertama setelah melahirkan.
Hal – hal yang perlu diperhatikan adalah kontraksi uterus sampai
uterus kembali dalam bentuk normal. Hal ini dapat dilakukan dengan
rangsangan taktil (masase) untuk merangsang uterus berkontraksi baik dan
kuat. Perlu juga dipastikan bahwa plasenta telah lahir lengkap dan tidak ada
yang tersisa dalam uterus serta benar-benar dijamin tidak terjadi perdarahan
lanjut.

3
2.4 Pemantauan Pada Kala IV
2.4.1 Definisi Observasi Kala IV
Setelah plasenta lahir lakukan rangsangan taktil (masase
uterus) yang bertujuan untuk merangsang uterus berkontraksi baik dan
kuat.Lakukan evaluasi tinggi fundus dengan meletakkan jari tangan
secara melintang dengan pusat sebagai patokan. Umumnya, fundus
uteri setinggi atau beberapa jari di bawah pusat. Kemudian perkirakan
kehilangan darah secara keseluruhan periksa kemungkinan perdarahan
dari robekan perineum. Lakukan evaluasi keadaan umum ibu dan
dokumentasikan semua asuhan dan temuan selama persalinan kala IV
(Wiknjosastro, 2008, hlm. 110). 
Menurut Sulisetyawati dan Nugraheny (2010) kala IV mulai
dari lahirnya plasenta selama 1-2 jam. Kala IV dilakukan observasi
terhadap perdarahan pascapersalinan, paling sering terjadi 2 jam
pertama. 
2.4.2 Pemantauan Keadaan Umum
Kala IV dimulai setelah lahirnya plasenta dan berakhir dua jam
setelah proses tersebut. Observasi yang harus dilakukan pada kala IV:
1. Tingkat kesadaran
2. Pemeriksaan tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi dan pernafasan
3. Kontraksi uterus
4. Terjadinya perdarahan. Perdarahan dianggap masih normal jika
jumlahnya tidak melebihi 400 sampai 500 cc.

7 pokok penting yang harus diperhatikan pada kala 4 : 


1. Kontraksi uterus harus baik
2. Tidak ada perdarahan pervaginam atau dari alat genital lain
3. Plasenta dan selaput ketuban harus sudah lahir lengkap
4. Kandung kencing harus kosong
5. Luka-luka di perineum harus dirawat dan tidak ada hematoma
6. Resume keadaan umum bayi
7. Resume keadaan umum ibu.

4
2.4.3 Tindakan Pemantauan Kala IV
Pemantauan pada kala IV yaitu:
1. Lakukan rangsangan taktil (seperti pemijatan) pada uterus, untuk
merangsang uterus berkontraksi.
2. Evaluasi tinggi fundus dengan meletakkan jari tangan secara
melintang antara pusat dan fundus uteri.
3. Perkirakan kehilangan darah secara keseluruhan.
4. Periksa perineum dari perdarahan aktif (misalnya apakah ada
laserasi atau episotomi).
5. Evaluasi kondisi ibu secara umum
6. Dokumentasikan semua asuhan dan temuan selama kala IV
persalinan di halaman belakang partograf segera setelah asuhan
diberikan atau setelah penilaian dilakukan.

2.4.4 Jadwal Pemantauan Keadaan Ibu


Hal-hal yang perlu dipantau selama dua jam pertama pasca persalinan.
1. Pantau tekanan darah, nadi, tinggi fundus, kandung kemih, dan
perdarahan setiap 15 menit dalam satu jam pertama dan setiap 30
menit dalam satu jam kedua pada kala IV.
2. Pemijatan uterus untuk memastikan uterus menjadi keras, setiap 15
menit dalam satu jam pertama dan setiap 30 menit dalam jam
kedua kala IV.
3. Pantau suhu ibu satu kali dalam jam pertama dan satu kali pada
jam kedua pascapersalinan.
4. Nilai perdarahan, periksa perineum dan vagina setiap 15 menit
dalam satu jam pertama dan setiap 30 menit pada jam kedua.

2.4.5 Tabel Observasi Kala IV

5
2.4.6 Evaluasi Uterus
Setelah kelahiran plasenta, periksa kelengkapan dari plasenta
dan selaput ketuban. Jika masih ada sisa plasenta dan selaput ketuban
yang tertinggal dalam uterus akan mengganggu kontraksi uterus
sehingga menyebabkan perdarahan.
Jika dalam waktu 15 menit uterus tidak berkontraksi dengan
baik, maka akan terjadi atonia uteri. Oleh karena itu, diperlukan
tindakan rangsangan taktil (massase) fundus uteri dan bila perlu
dilakukan Kompresi Bimanual.

2.4.7 Pemeriksaan Servik, Vagina, Dan Perineum


Untuk mengetahui apakah ada tidaknya robekan jalan lahir,
maka periksa daerah perineum, vagina dan vulva. Setelah bayi
lahir, vagina akan mengalami peregangan, oleh kemungkinan edema
dan lecet. Introitus vagina juga akan tampak terkulai dan terbuka.
Sedangkan vulva bisa berwarna merah, bengkak dan mengalami lecet-
lecet.
Untuk mengetahui ada tidaknya trauma atau hemoroid yang
keluar, maka periksa anus dengan rectal toucher.
Laserasi dapat dikategorikan dalam :
1. Derajat pertama: laserasi mengenai mukosa dan kulit perineum,
tidak perlu dijahit.
2. Derajat kedua: laserasi mengenai mukosa vagina, kulit dan
jaringan perineum (perlu dijahit).

6
3. Derajat ketiga: laserasi mengenai mukosa vagina, kulit,
jaringan perineum dan spinkter ani.
4. Derajat empat: laserasi mengenai mukosa vagina, kulit,
jaringan perineum dan spinkter ani yang meluas hingga ke rektum.
Rujuk segera.

Prinsip Penjahitan Luka Episiotomi / Laserasi Perineum


Indikasi Episiotomi
1. Gawat janin
2. Persalinan per vaginam dengan penyulit (sungsang, tindakan
vakum ataupun forsep).
3. Jaringan parut (perineum dan vagina) yang menghalangi kemajuan
persalinan.
Tujuan Penjahitan
1. Untuk menyatukan kembali jaringan yang luka.
2. Mencegah kehilangan darah.
Keuntungan Teknik Jelujur
Selain teknik jahit satu-satu, dalam penjahitan digunakan teknik
penjahitan dengan model jelujur. Adapun keuntungannya adalah:
 Mudah dipelajari.
 Tidak nyeri.
 Sedikit jahitan.

7
Hal Yang Perlu Diperhatikan
Dalam melakukan penjahitan perlu diperhatikan tentang:
1. Laserasi derajat satu yang tidak mengalami perdarahan, tidak perlu
dilakukan penjahitan.
2. Menggunakan sedikit jahitan.
3. Menggunakan selalu teknik aseptik.
4. Menggunakan anestesi lokal, untuk memberikan kenyamanan ibu.

2.4.8 Pemantauan dan evaluasi lanjut


a. Tanda Vital
Pemantauan tanda-tanda vital pada persalinan kala IV antara lain:
1) Kontraksi uterus harus baik
2) Tidak ada perdarahan dari vagina atau alat genitalia lainnya.
3) Plasenta dan selaput ketuban harus telah lahir lengkap.
4) Kandung kencing harus kosong.
5) Luka-luka pada perineum harus terawat dengan baik dan tidak
terjadi hematoma.
6) Bayi dalam keadaan baik.
7) Ibu dalam keadaan baik.
Pemantauan tekanan darah pada ibu pasca persalinan
digunakan untuk memastikan bahwa ibu tidak mengalami syok
akibat banyak mengeluarkan darah. Adapun gejala syok yang
diperhatikan antara lain: nadi cepat, lemah (110 kali/menit atau
lebih), tekanan rendah (sistolik kurang dari 90 mmHg, pucat,
berkeringat atau dingin, kulit lembab,nafas cepat (lebih dari 30
kali/menit), cemas, kesadaran menurun atau tidak sadar serta

8
produksi urin sedikit sehingga produksi urin menjadi pekat, dan
suhu yang tinggi perlu diwaspadai juga kemungkinan terjadinya
infeksi dan perlu penanganan lebih lanjut.
b. Kontraksi uterus
Pemantauan adanya kontraksi uterus sangatlah penting
dalam asuhan kala IV persalinandan perlu evaluasi lanjut setelah
plasenta lahir yang berguna untuk memantau terjadinya
perdarahan.Kalau kontraksi uterus baik dan kuat kemungkinan
terjadinya perdarahan sangat kecil. Pasca melahirkan perlu
dilakukan pengamatan secara seksama mengenai ada tidaknya
kontraksi uterus yang diketahui dengan meraba bagian perut ibu
serta perlu diamati apakah tinggi fundus uterus telah turun dari
pusat, karena saat kelahiran tinggi fundus uterus telah berada 1-2
jari dibawah pusat dan terletak agak sebelah kanan sampai
akhirnya hilang dihari ke-10 kelahiran.
c. Lochea
Melalui proses katabolisme jaringan, berat uterus dengan
cepat menurun dari sekitar 1000gr pada saat kelahiran menjadi
sekitar 50gr pada saat 30 minggu masa nifas.Serviks juga
kahilangan elastisitasnya dan menjadi kaku seperti
sebelum kehamilan.Selama beberapa hari pertama setelah
kelahiran sekret rahim (lochea) tampak merah (lochea rubra)
karena adanya eritrosit. Setelah 3 sampai 4 hari lochea menjadi
lebih pucat (lochea serosa) dan di hari ke-10 lochea tampak putih
atau putih kekuningan (lochea alba). Lochea yang berbau busuk
diduga adanya suatu di endometriosis.
d. Kandung Kemih
Pada saat setelah plasenta keluar kandung kencing harus
diusahakan kosong agar uterus dapat berkontraksi dengan kuat
yang berguna untuk menghambat terjadinya perdarahan lanjut yang
berakibat fatal bagi ibu. Jika kandung kemih penuh, bantu ibu
untuk mengosongkan kandung kemihnya dan ibu dianjurkan untuk

9
selalu mengosongkannya jika diperlukan, dan ingatkan
kemungkinan keinginan berkemih berbeda setelah dia melahirkan
bayinya. Jika ibu tidak dapat berkemih,bantu dengan menyiramkan
air bersih dan hangat pada perineumnya atau masukkan jari-jari ibu
kedalam air hangat untuk merangsang keinginan berkemih scara
spontan. Kalau upaya tersebut tidak berhasil dan ibu tidak dapat
berkemih secara spontan maka perlu dan dapat dipalpasi maka
perlu dilakukan kateterisasi secara aseptik dengan memasukkan
kateter Nelaton DTT atau steril untuk mengosongkan kandung
kemih ibu, setelah kosong segera lakukan masase pada fundus
untuk menmbantu uterus berkontraksi dengan baik.
e. Perineum
Terjadinya laserasi atau robekan perineum dan vagina dapat
diklarifikasikan berdasarkan luas robekan.Robekan perineum
hampir terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan tidak
jarang juga pada persalinan berikutnya. Hal ini dapat dihindarkan
atau dikurangi dengan cara menjaga jangan sampai dasar panggul
dilalui oleh kepala janin dengan cepat. Sebaliknya kepala janin
akan lahir jangan ditekan terlalu kuat dan lama.

2.4.9 Perkiraan Darah Yang Hilang


Perkiraan darah yang hilang sangat penting untuk keselamatan
ibu, namun untuk menentukan banyaknya darah yang hilang sangatlah
sulit karena sering kali bercampur cairan ketuban atau urin dan
mungkin terserap kain, handuk atau sarung.
Sulitnya menilai kehilangan darah secara akurat melalui
perhitungan jumlah sarung, karena ukuran sarung bermacam-macam
dan mungkin telah diganti jika terkena sedikit darah atau basah oleh
darah. Mengumpulkan darah dengan wadah atau pispot yang
diletakkan dibawah bokong ibu bukanlah cara yang efektif untuk
mengukur kehilangan dan bukan cerminan asuhan sayang ibu karena

10
berbaring diatas wadah atau pispot sangat tidak nyaman dan
menyulitkan ibu untuk  memegang dan menyusui bayinya.
Cara yang baik untuk memperkirakan kehilangan darah adalah
dengan menyiapkan botol 500 ml yang digunakan untuk menampung
darah dan dinilai berapa botol darah yang telah digunakan untuk
menampung darah, kalau setengah berarti 250 ml dan kalau 2 botol
sama dengan 1 liter. Dan ini merupakan salah satu cara untuk menilai
kondisi ibu.
Cara tak langsung untuk mengukur jumlah kehilangan darah
adalah melalui penampakan gejala dan tekanan darah. Kalau
menyebabkan lemas, pusing dan kesadaran menurun serta tekanan
darah sistolik turun lebih dari 10 mmHg dari kondisi sebelumnya maka
telah terjadi perdarahan lebih dari 500ml. Kalau ibu mengalami syok
hipovolemik maka ibu telah kahilangan darah 50% dari total darah ibu
(2000-2500 ml).
Perdarahan pasca persalinan sangat penting untuk diperhatikan
karena sangat berhubungan erat dengan kondisi kesehatan ibu.Akibat
banyaknya darah yang hilang dapat menyebabkan kematian
ibu.Perdarahan terjadi karena kontraksi uterusyang tidak kuat dan baik,
sehingga tidak mampu menjepit pembuluh darah yang ada disekitarnya
akibatnya perdarahan tak dapat berhenti.Perdarahan juga dapat
disebabkan karena adanya robekan perineum, serviks bahkan vagina
dan untuk menghentikan perdarahannya maka harus dilakukan
penjahitan.

2.4.10 Prinsip Penjahitan Luka Episiotomi / Laserasi Perineum


a. Indikasi Episiotomi
1)   Gawat janin
2)   Persalinan per vaginam dengan penyulit (sungsang, tindakan
vakum ataupun forsep).
3)   Jaringan parut (perineum dan vagina) yang menghalangi
kemajuan persalinan.

11
b. Tujuan Penjahitan
1.  Untuk menyatukan kembali jaringan yang luka.
2.  Mencegah kehilangan darah.
c. Keuntungan Teknik Jelujur
Selain teknik jahit satu-satu, dalam penjahitan digunakan teknik
penjahitan dengan model jelujur. Adapun keuntungannya adalah:
o   Mudah dipelajari.
o   Tidak nyeri.
o   Sedikit jahitan.
d. Hal Yang Perlu Diperhatikan
Dalam melakukan penjahitan perlu diperhatikan tentang:
1.      Laserasi derajat satu yang tidak mengalami perdarahan, tidak
perlu dilakukan penjahitan.
2.      Menggunakan sedikit jahitan.
3.      Menggunakan selalu teknik aseptik.
4.      Menggunakan anestesi lokal, untuk memberikan kenyamanan
ibu.
e. Nasehat Untuk Ibu
Setelah dilakukan penjahitan, bidan hendaklah memberikan
nasehat kepada ibu.Hal ini berguna agar ibu selalu menjaga dan
merawat luka jahitannya. Adapun nasehat yang diberikan
diantaranya:
o   Menjaga perineum ibu selalu dalam keadaan kering dan bersih.
o   Menghindari penggunaan obat-obat tradisional pada lukanya.
o  Mencuci perineum dengan air sabun dan air bersih sesering
mungkin.
o  Menyarankan ibu mengkonsumsi makanan dengan gizi yang
tinggi.
o   Menganjurkan banyak minum.
o   Kunjungan ulang dilakukan 1 minggu setelah melahirkan untuk
memeriksa luka jahitan.

12
2.5 Penilaian Klinik Kala IV
Saat yang paling kritis pada ibu pasca melahirkan adalah pada
masa post partum. Pemantauan ini dilakukan untuk mencegah
adanya kematian ibu akibat perdarahan. Kematian ibu pasca persalinan
biasanya tejadi dalam 6 jam post partum. Hal ini disebabkan oleh infeksi,
perdarahan dan eklampsia post partum.Selama kala IV, pemantauan
dilakukan 15 menit pertama setelah plasentalahir dan 30 menit kedua setelah
persalinan.
Setelah plasenta lahir, berikan asuhan yang berupa :
a. Rangsangan taktil (massase) uterus untuk merangsang kontraksi uterus.
b. Evaluasi tinggi fundus uteri – Caranya : letakkan jari tangan Anda secara
melintang antara pusat dan fundus uteri. Fundus uteri harus sejajar dengan
pusat atau dibawah pusat.
c. Perkirakan darah yang hilang secara keseluruhan.
d. Pemeriksaan  perineum  dari  perdarahan  aktif  (apakah dari laserasi atau
luka episiotomi).
e. Evaluasi kondisi umum ibu dan bayi.
f. Pendokumentasian
No Penilaian Keterangan
1 Fundus dankontraksiuterus Rangsangan taktil uterus dilakukan untuk
merangsang terjadinya kontraksiuterus yang
baik. Dalam hal ini sangat penting diperhatikan
tingginya fundus uteri dan kontraksi uterus.
2 Pengeluaranpervaginam Pendarahan: Untuk mengetahui apakah jumlah
pendarahan yang terjadi normalatau tidak.
Batas normal pendarahan adalah 100-300 ml.
Lokhea: Jika kontraksi uterus kuat, maka lokea
tidak lebih dari saat haid.
3 Plasenta dan Periksa kelengkapannya untuk memastikan ada
selaputketuban tidaknya bagian yang tersisa dalam uterus.
4 Kandung kencing Yakinkan bahwa kandung kencing kosong. Hal
ini untuk membantu involusio uteri

13
5 Perineum Periksa ada tidaknya luka / robekan
pada perineum dan vagina.
6 Kondisi ibu Periksa vital sign, asupan makan dan minum.
7 Kondisi bayi baru lahir Apakah bernafas dengan baik?
Apakah bayi merasa hangat?
Untuk mengetahui pemberian ASI?

2.6 Bentuk Tindakan Dalam Kala IV


1. Tindakan Baik :
1) Mengikat tali pusat.
2) Memeriksa tinggi fundus uteri.
3) Menganjurkan ibu untuk cukup nutrisi dan hidrasi.
4) Membersihkan ibu dari kotoran.
5) Memberikan cukup istirahat.
6) Menyusui segera.
7) Membantu ibu ke kamar mandi.
8) Mengajari ibu dan keluarga tentang pemeriksaan fundus dan tanda
bahaya baik bagi ibu maupun bayi.
2. Tindakan Yang Tidak Bermanfaat :
1) Tampon vagina – menyebabkan sumber infeksi.
2) Pemakaian gurita – menyulitkan memeriksa kontraksi.
3) Memisahkan ibu dan bayi.
4) Menduduki sesuatu yang panas – menyebabkan vasodilatasi,
menurunkan tekanan darah, menambah perdarahan dan menyebabkan
dehidrasi.
3. Pemantauan Lanjut Kala IV
Hal yang harus diperhatikan dalam pemantauan lanjut selama kala
IV adalah :
1) Vital sign – Tekanan darah normal < 140/90 mmHg; Bila TD < 90/ 60
mmHg, N > 100 x/ menit (terjadi masalah); Masalah yang timbul
kemungkinan adalah demam atau perdarahan.

14
2) Suhu – S > 380 C (identifikasi masalah); Kemungkinan
terjadi dehidrasi ataupun infeksi.
3) Nadi
4) Pernafasan
5) Tonus uterus dan tinggi fundus uteri – Kontraksi tidak baik
maka uterus teraba lembek; TFUnormal, sejajar dengan pusat atau
dibawah pusat; Uterus lembek (lakukan massase uterus, bila perlu
berikan injeksi oksitosin atau methergin).
6) Perdarahan – Perdarahan normal selama 6 jam pertama yaitu satu
pembalut atau sepertidarah haid yang banyak. Jika lebih
dari normal identifikasi penyebab (dari jalan lahir, kontraksiatau
kandung kencing).
7) Kandung kencing – Bila kandung kencing penuh, uterus berkontraksi
tidak baik.
8) Tanda Bahaya Kala IV
Selama kala IV, bidan harus memberitahu ibu dan keluarga tentang
tanda bahaya :
a. Demam.
b. Perdarahan aktif.
c. Bekuan darah banyak.
d. Bau busuk dari vagina.
e. Pusing.
f. Lemas luar biasa.
g. Kesulitan dalam menyusui.
h. Nyeri panggul atau abdomen yang lebih dari kram uterus biasa.

2.7 Komplikasi Pada Kala IV


1. Perdarahan Masa Nifas
Perdarahan postpartum atau pendarahan pasca persalinan adalah
perdarahan dengan jumlah lebih dari 500 ml setelah bayi lahir. Ada dua
jenis menurut waktunya, yaitu perdarahan dalam 24 jam pertama setelah
melahirkan dan perdarahan nifas.

15
Penyebab tersering adalah atoni uteri, yakni otot rahim tidak
berkontraksi sebagaimana mestinya segera setelah bayi lahir. Normalnya,
setelah bayi dan plasenta lahir otot-otot rahim akan berkontraksi sehingga
pembuluh darah akan menutup dan perdarahan akan berhenti. Namun,
terjadi atoni uteri, rahim tidak dapat berkontraksi dengan baik, sehingga
pembuluh darah tetap terbuka. Dengan demikian terjadilah perdarahan
postpartum.
Perdarahan post partum dalam 24 jam pertama biasanya masih
berada dalam pengawasan ketat dokter. Dalam dua jam pertama, kondisi
Anda terus dipantau, salah satunya untuk mengetahui apakah terdapat
perdarahan post partum.
Sementara itu, perdarahan masa nifas dapat terjadi ketika Anda
sudah tidak berada di rumah sakit lagi. Oleh karena itu Anda harus
waspada terhadap kemungkinan terjadinya perdarahan post partum.
Beberapa hal yang lajim, misalnya wajah tampak pucat, nadi teraba cepat
dan kecil, kulit kaki dan tangan dingin, serta perdarahan melalui vagina
yang terjadi berulang, banyak, dan menetap, atau perdarahan di vagina
yang disertai bau busuk. Jika mengalami hal seperti itu segera pergi ke
dokter atau rumah sakit terdekat.
Penanganan dilakukan tergantung penyebab dan banyaknya
perdarahan. Perdarahan pada 24 jam pertama persalinan umumnya
disebabkan oleh robekan/trauma jalan lahir, adanya sisa plasenta ataupun
atoni uteri. Apabila penyebabnya adalah atoni uteri, penanganannya
disesuaikan dengan derajat keparahannya. Jika perdarahan tidak banyak,
dokter akan memberikan uterotonika (obat perangsang kontraksi rahim),
mengurut rahim, dan memasang gurita. Bila perdarahan belum berhenti
dan bertambah banyak, selanjutnya diberikan infus dan tranfusi darah,
lalu dokter akan melakukan beberapa teknik (manufer). Dan bila belum
tertolong juga maka usaha terakhir adalah menghilangkan sumber
perdarahan dengan dua cara  yaitu mengikat pembuluh darah atau
mengangkat rahim (histerektomi).

16
Perdarahan pada masa nifas umumnya disebabkan oleh infeksi.
Jika perdarahan disertai pasca persalinan, maka selain pemberian
uterotonika, dokter akan memberikan juga anti biotik yang memakai
adekuat.
2. Infeksi Pasca Persalinan (Postpartum)
Infeksi post partum adalah infeksi yang terjadi setelah ibu
melahirkan. Keadaan ini ditandai oleh peningkatan suhu tubuh, yang
dilakukan pada dua kali pemeriksaan, selang waktu enam jam dalam 24
jam pertama setelah persalinan. Jika suhu tubuh mencapai 38 derajat
celcius dan tidak ditemukan penyebab lainnya (misalnya bronhitis), maka
dikatakan bahwa telah terjadi infeksi post partum.
Infeksi yang secara langsung berhubungan dengan proses
persalinan adalah infeksi pada rahim, daerah sekitar rahim, atau vagina.
Infeksi ginjal juga terjadi segera setelah persalinan.
Beberapa keadaan pada ibu yang mungkin dapat meningkatkan
resiko terjadinya infeksi post partum, antara lain anemia, hipertensi pada
kehamilan, pemeriksaan pada vagina berulang-ulang, penundaan
persalinan selama lebih dari enam jam setelah ketuban pecah, persalinan
lama, operasi caesar, tertinggalnya bagian plasenta didalam rahim, dan
terjadinya perdarahan hebat setelah persalinan.
Gejalanya antara lain menggigil, sakit kepala, merasa tidak enak
badan, wajah pucat, denyut jantung cepat, peningkatan sel darah putih,
rasa nyeri jika bagian perut ditekan, dan cairan yang keluar dari rahim
berbau busuk. Jika infeksi menyerang jaringan disekeliling rahim, maka
nyeri dan demamnya lebih hebat.
3. Ruptur Uteri
Secara sederhana ruptur uteri adalah robekan pada rahim atau
rahim tidak utuh. Terdapat keadaan yang meningkatkan kejadian ruptur
uteri, misalnya ibu yang mengalami operasi caesar pada kehamilan
sebelumnya. Selain itu, kehamilan dengan janin yang terlalu besar,
kehamilan dengan peregangan rahim yang berlebihan, seperti pada
kehamilan kembar, dapat pula menyebabkan rahim sangat teregang dan

17
menipis sehingga robek. Gejala yang sering muncul adalah nyeri yang
sangat berat dan denyut jantung janin yang tidak normal.
Pada keadaan awal, jika segera diketahui dan ditangani dapat
tidak menimbulkan gejala dan tidak mempengaruhi keadaan Anda dan
janin. Namun, jika robekan yang luas dan menyebaabkan perdarahan
yang banyak, dokter akan segera melakukan operasi segera untuk
melahirkan bayi sampai pada pengangkatan rahim. Hal ini bertujuan agar
Anda tidak kehilangan darah terlalu banyak, dan bayipun dapat
diselamatkan. Perdarahan hebat juga memerlukan trafusi darah dan
pertolongan darurat lainnya, sampai pada dibutuhkannya fasilitas ICU
dan NICU.
Apabila terjadi perdarahan  yang hebat dalam perut ibu, hal ini
mengakibatkan suplai darah ke plasenta dan janin menjadi berkurang,
sehingga dapat menyebabkan kematian janin dan ibu.
Jika ibu memiliki riwayat ruptur uteri pada kehamilan
sebelumnya, disarankan untuk tidak hamil lagi sebab beresiko terjadinya
ruptur uteri yang berulang. Namun, jika Anda hamil lagi, diperlukan
pengawasan yang ketet selama kehamilan, kemudian bayi akan
dilahirkan dengan cara caesar.
4. Trauma Perineum
Parineum adalah otot, kulit, dan jaringan yang ada diantara
kelamin dan anus. Trauma perineum adalah luka pada perineum sering
terjadi saat proses persalinan. Hal ini karena desakan kepala atau bagian
tubuh janin secara tiba-tiba, sehingga kulit dan jaringan perineum robek.
Berdasapkan tingkat keparahannya, trauma perineum dibagi
menjadi derajat satu hingga empat. Trauma derajat satu ditandai adanya
luka pada lapisan kulit dan lapisan mukosa saluran vagina.
Perdarahannya biasanya sedikit. Trauma derajat dua, luka sudah
mencapai otot. Trauma derajat tiga dan empat meliputi daerah yang lebih
luas, bahkan pada derajat empat telah mencapai otot-otot anus, sehingga
pendarahannya pun lebih banyak.

18
Trauma parineum lebih sering terjadi pada keadaan-keadaan
seperti ukuran janin terlalu besar, proses persalinan yang lama, serta
penggunaan alat bantu persalinan (misal forsep).
Adanya luka pada jalan lahir tentu saja menimbulkan rasa nyeri
yang bertahan selama beberapa minggu setelah melahirkan. Anda dapat
pula mengeluhkan nyeri ketika berhubungan intim.
Saat persalinan, terkadang dokter melakukan episiotomi, yaitu
menggunting perineum untuk mengurangi trauma yang berlebihan pada
daerah perineum dan mencegah robekan perineum yang tidak beraturan.
Dengan episiotomi, perineum digunting agar jalan lahir lebih luas,
dengan demikian perlukaan yang terjadi dapat diminimalkan.

2.8

19
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kala IV adalah dimulai sejak plasenta lahir 1-2 jam sesudahnya, hal-
hal ini yang perlu diperhatikan adalah kontraksi uterus sampai uterus kembali
kebentuk normal. Hal itu dapat dilakukan dengan melakukan rangsangan
taktil (masase) untuk merangsang uterus berkontraksi baik dan kuat.perlu
juga diperhatikan bahwa plasenta telah lahir lengkap dan tidak ada yang
tersisa sedikitpun dalam uterus serta benar-benar dijamin tidak terjadi
perdarahan lanjut. Perkiraan pengeluaran darah, laserasi atau luka episiotomi
serta pemantauan dan evaluasi lanjut  juga perlu diperhatikan.
Komplikasi yang sering terjadi pada kala IV persalinan adalah :
Perdarahan Masa Nifas, Infeksi Pasca Persalinan (Postpartum), Ruptur Uteri
dan Trauma Perineum.

3.2 Saran
1. Bagi keluarga agar memberi motivasi kepada ibu untuk menerima dan
beradaptasi dengan bayinya sebaik mungkin
2. Bagi petugas kesehatan agar  meningkatkan pelayanan dan memberikan
pelayanan secara berkesinambungan sehingga diharapkan dapat
meningkatkan derajat kesehatan ibu dan anak

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Sarwono, P, 2003, Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal


Dan Neonatal, YBP SP, Jakarta.
2. Ujiningtyas, Sri hari. 2009. Asuhan Keperawatan Persalinan Normal. Jakarta:
Salemba Medika
3. Saswita, Reni.2011. Asuhan Keperawatan Perawatan Normal. Jakarta:
Salemba Medika
4. Mochtar, R, 1998, Sinopsis Obstetri, Edisi 2 Jilid 1, EGC, Jakarta.
5. Pusdiknakes, 2003, Buku 3 Asuhan Intrapartum, Jakarta.
6. Cunningham FG etc, editor. Williams Obstetrics 21th edition. Connecticut:
Applenton Lange. 2001

21

You might also like