Professional Documents
Culture Documents
Kisi-Kisi SOCA Blok 17
Kisi-Kisi SOCA Blok 17
Prasyarat :
- Anatomi cranium & struktur peka nyeri pada kepala
- Fisiologi reseptor nyeri pada kepala
- Farmakologi obat analgetik & golongan triptan
I. DEFINISI
Migren adalah nyeri kepala yang sifatnya berdenyut, biasanya unilateral, intensitas sedang sampai berat, berlangsung 4-72 jam,
berulang, disertai mual dan atau muntah, photophobia, phonophobia, atau aura
II. ETIOLOGI
- Perubahan hormon : pada siklus menstruasi, kehamilan, menarche, menopause
- Makanan :
o yang mengandung histamin : anggur merah
o yang mengandung tiramin : keju
o yang mengandung feniletilamin : coklat
o zat tambahan pada makanan : Na nitrat atau aspartam
- Obat-obatan
- Stress
- Puasa, kurang tidur
V. KLASIFIKASI
A. Migren tanpa aura/ migren umum/ hemicrania simpleks
- Disini tidak didapatkan aura, tapi bisa didapatkan gejala prodromal
- Migren tanpa aura 80-90% dari migren
B. Migren dengan aura/ migren klasik
- Pada type ini, sebelum nyeri kepala timbul didahului oleh aura, yaitu gejala neurologis fokal yang komplek
Aura dapat berupa:
- Aura visual (tersering) dapat berupa: scincilating scotoma, hemianopsi, distorsI penglihatan, kilatan cahaya
- Aura sensorik: parestesi, rasa panas, rasa baal
- Aura motorik: disfasia, hemiparese
Kriteria Diagnosis:
1. Migraine tanpa aura
A. Sekurang-kurangnya terjadi 5 serangan nyeri kepala berulang yang memenuhi kriteria B-D
B. Serangan nyeri kepala berlangsung 4-72 jam
C. Nyeri kepala mempunyai sedikitnya 2 karakteristik berikut:
a. Lokasi unilateral
b. Berdenyut
c. Intensitas sedang / berat
d. Bertambah berat dengan aktivitas fisik
D. Selama nyeri kepala disertai salah satu dibawah ini:
a. Nausea dan/atau vomitus
b. Photophobia dan phonophobia
E. Tidak berkaitan dengan kelainan lain
2. Migraine dengan aura
- Sekurang-kurangnya sudah terjadi 2 serangan yang memenuhi kriteria B-E dari kriteria migraine tanpa aura dan didapat
adanya aura
Tanda Bahaya (Harus di rujuk ke dokter Sp. S):
1. Nyeri kepala yang timbul mendadak, baru pertama kali dan hebat
2. Nyeri kepala yang progresif, makin lama makin hebat
3. Nyeri kepala yang bertambah hebat, bila batuk atau mengedan
4. Nyeri kepala disertai:
- Panas - Hemiparese, hemihipestesi
- Muntah proyektil - Kelumpuhan saraf otak
- Kaku kuduk - Kejang
- Diplopia - Penurunan kesadaran
5. Nyeri kepala dengan awitan pertama pada umur lebih dari 50 tahun
IX. PENATALAKSANAAN
a. NON – FARMAKOLOGI
- Menghindari faktor pencetus, misalnya: stress, kurang tidur, letih, makanan (keju), pil KB, rokok, alcohol
- Bila memungkinkan beristirahat di tempat gelap dan tenang dengan dikompres dingin.
b. FARMAKOLOGI
Efektivitas obat terhadap migren sangat bervariatif bergantung pada :
- Frekuensi serangan
- Beratnya serangan
X. PENCEGAHAN
- Hindari pencetus
- Perubahan pola hidup
- Obat preventive
XI. KOMPLIKASI
- Status migren (serangan migren dengan nyeri kepala lebih dari 72 jam
- Migren infark (bila gejala aura migren tidak pulih sempurna dalam 1 jam, atau pada pemeriksaan neuroimaging didapat
kelainan infark pada otak)
- Chronic migraine
- Migraine-triggered seizures
- Aura persisten tanpa infark
XII. PROGNOSIS
Quo ad Vitam : bonam (tanda vital baik, tidak ada penyakit penyerta dan penyulit)
Quo ad Fungsionam : dubia ad bonam (termasuk nyeri kepala primer namun dapat mengganggu aktivitas sehari-hari)
Quo ad Sanationam : dubia ad bonam (kadang kambuh)
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
KEJANG DEMAM
Prasyarat :
- Anatomi & Faal cortex cerebri
- Biokimia neurotransmitter
I. DEFINISI
Kejang Demam (KD) adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal > 38° C) akibat dari suatu
proses ekstra kranial. Kejang berhubungan dengan demam, tetapi tidak terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab lain.
II. ETIOLOGI
Genetik ( pada kejang demam : FEB1 dan FEB2 ditemukan pada kromosom 8 dan 19p , pada kejang demam + epilepsi
generalisata (GEFS+) : mutasi pada SCN1A dan B ,GABRG2
Pencetus : infeksi virus atau bakteri baru ,antara lain : ISPA, gastroenteritis, infeksi otitis media, pneumonia , ISK, rosella,
dan lain-lain.
IV. EPIDEMIOLOGI
Insidensi: laki-lakki > perempuan
Paling seriing terjadi pada anak-anak usia 6 bulan – 5 tahun
Prevalensi kasus di dunia bervariasi:
o AS 2-5 % anak telah mengalami kejang demam sebelum dan/atau saat mencapai usia 5 tahun
o Indonesia 2-4 % terjadi pada anak usia 6 bulan – 5 tahun (Data 2009-2010)
Mortalitas / morbiditas: Sebagian besar kasus KD sembuh sempurna, sebagian berkembang menjadi epilepsy (2-7 %)
dengan angka kematian 0.64-0.75 %
V. KLASIFIKASI
Kejang demam sederhana (Simple febrile seizure)
o Kejang generalisata
o Durasi < 15 menit
o Kejang tidak berulang dalam 24 jam
o Kejang tidak disebabkan oleh adanya infeksi SSP (meningitis, encephalitis / penyakit gg. otak)
Kejang demam kompleks (Complex febrile seizure)
o Kejang fokal
o Durasi > 15 menit
o Dapat terjadi berulang dalam 24 jam
Terjadi pada anak usia 6-60 bulan (kejang pertama paling sering pada anak usia 17 bulan – 3 tahun, puncak 18 bulan)
Kejang pada anak bersuhu > 38 ºC
Tidak terdapat infeksi SSP
Tidak terdapat kelainan metabolic (cth. hipoglikemia)
Pem. Saraf (fungsi & struktur susunan saraf) sebelum & sesudah kejang Normal
Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang dengan demam tidak termasuk dalam KD
VIII. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pem. Laboratorium mencari sumber infeksi penyebab demam
o Darah perifer
o Elektrolit
o Kadar gula darah
Pem. Pungsi lumbal
Indikasi: menegakkan / menyingkirkan kemungkinan meningitis.
o Bayi < 12 bulan sangat dianjurkan
o Bayi 12-18 bulan dianjurkan
o Bayi > 18 bulan tidak rutin
Elektroensefalografi (EEG)
o Dapat dilakukan pada KD yang tidak khas
o Tidak dapat memprediksi berulangnya kejang
o Tidak direkomendasikan
Neuroimaging
o CT scan / MRI jarang sekali dikerjakan, tidak rutin, indikasi:
Kelainan neurologic fokal yang menetap (hemiparese)
Paresis n. VI
Papilledema
IX. PENATALAKSANAAN
A.NON FARMAKOLOGI
KONSELING & EDUKASI
Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua. Pada saat kejang sebagian besar orang tua beranggapan
bahwa anaknya telah meninggal. Kecemasan ini harus dikurangi dengan cara yang diantaranya:
1. Menyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik.
2. Memberitahukan cara penanganan kejang
3. Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali
4. Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi harus diingat adanya efek samping.
BEBERAPA HAL YANG HARUS DILAKUKAN APABILA ANAK KEJANG:
1. Tetap tenang dan tidak panik.
2. Kendorkan pakaian yang ketat terutama di sekitar leher.
3. Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring. Bersihkan muntahan atau lendir di mulut atau hidung.
Walaupun kemungkinan lidah tergigit, jangan memasukkan sesuatu kedalam mulut.
4. Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang.
5. Tetap bersama pasien selama kejang.
6. Berikan diazepam rektal. Dan jangan diberikan bila kejang telah berhenti.
7. Bawa ke dokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau lebih.
B.FARMAKOLOGI
Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu pasien datang kejang sudah berhenti. Apabila datang dalam
keadaan kejang obat yang paling cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan secara intravena.
Dosis Diazepam:
Diazepam IV (D: 0,3-0,5 mg/kg perlahan-lahan dengan kecepatan 1-2 mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit, dengan
dosis maksimal 20 mg).
Diazepam rektal (D: 0,5-0,75 mg/kg) atau diazepam rektal 5 mg untuk anak BB <10 kg dan 10 mg untuk BB>10 kg atau
Diazepam rektal dengan dosis 5 mg u/ anak usia < 3 tahun dan dosis 7,5 mg untuk anak usia > 3 tahun
Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti, diulang lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan interval
waktu 5 menit. Bila setelah 2 kali pemberian diazepam rektal masih tetap kejang, diberikan Diazepam IV dosis 0,3-0,5 mg/kg. Bila
kejang tetap belum berhenti diberikan fenitoin secara IV dengan dosis awal 10-20 mg/kg/kali dengan kecepatan 1 mg/kg/menit
atau kurang dari 50 mg/menit. Bila kejang berhenti dosis selanjutnya adalah 4-8 mg/kg/hari, dimulai 12 jam setelah dosis awal. Bila
dengan fenitoin kejang belum berhenti maka pasien harus dirawat di ruang rawat intensif.
Obat saat Demam antipiretik
XI. KOMPLIKASI
Kerusakan sel otak
Risiko kejang atipikal apabila KD seeing berulang
Epilepsy
XII. PROGNOSIS
Quo ad Vitam: dubia ad bonam
Quo ad Fungsionam: dubia ad bonam
Quo ad Sanationam: dubia ad bonam
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
MENINGITIS
Prasyarat :
- Anatomi meningens & system ventrikel
- Jenis infeksi SSP
- Mikrobra / parasite penyebab infeksi SSP
I. DEFINISI
Merupakan peradangan pada meningen
Tanda peradangan umum (demam, nyeri kepala) dan gejala perangsangan meningen (kaku kuduk, Laseque/Kernig
terbatas, Brudzinski I/II/III). Dapat disertai gangguan kesadaran, kejang, hemiparese, maupun gangguan saraf otak
II. ETIOLOGI
1) Bakteri
Akut: Streptococcus pneumoniae, Neisseria meningitidis, Haemophilus influenzae, Escherichia coli, dan bakteri
gram negatif lainnya, Pseudomonas aeruginosa
Kronis: Mycobacterium tuberculosis, Brucella sp, Salmonella sp, Staphylococcus sp
2) Virus
Enterovirus: Coxsackie, Echovirus
Herpes simplex virus, Ebstein-Barr virus, HIV, Varicella zoster
3) Jamur
Cryptococcus neoformans, Histoplasma capsulatum, Candida sp, Blastomyces, Aspergillus sp
4) Parasit:
Taenia solium (cysticercosis), Toxoplasma gondii (toksoplasmosis), Echinococcus granulosus, E. multilocularis
(echinococcosis), Schitosoma sp (schistosomiasis)
III. KLASIFIKASI
- Meningitis tuberculosis - Meningitis viral
- Meningitis - Meningitis jamur
purulenta/bakterialis - Meningitis parasite
Jenis meningitis
Meningitis TB Meningitis purulenta Meningitis viral Meningitis jamur
Perjalanan Subakut – kronik Akut Akut Subakut - kronik
Profil LCS:
Jumlah sel 100-500 1000-10000 100-500 100-500
PMN/MN MN dominan PMN dominan MN dominan PMN dominan
Glukosa Menurun (<40 mg%) Menurun s/d 0 mg% Menurun ringan Menurun
None + + +/- +
Pandy + + +/- +
Protein Meningkat Sangat meningkat Meningkat ringan Meningkat
Mikroskopik BTA dapat (+) Bakteri dapat (+) Negative Jamur (+) dengan
pewarnaan tinta India
VII. PENATALAKSANAAN
Regimen: RHZE/RHZS
IX. KOMPLIKASI
- Hydrocephalus Hiponatremia Tuberkuloma
- Vasculitis & stroke
- Cranial nerves palsies
- Epileptic seizures
- Diabetes insiplidus
- Myeloradiculopathy
- Hypothalamic syndrome
X. PROGNOSIS
Prognosis meningitis tuberkulosa lebih baik sekiranya didiagnosis dan diterapi seawall mungkin. Sekitar 15% meningitis non
meningococcal akan dijumpai gejala sisanya. Secara umumnya, penderita meningitis dapat sembuh, baik sembuh dengan cacat
motorik atau mental atau meninggal tergantung:
- Umur penderita
- Jenis kuman penyebab
- Berat ringan infeksi
- Lama sakit sebelum mendapat pengobatan
- Kepekaan kuman terhadap antibiotik yang diberikan
- Adanya dan penanganan penyakit
MENINGITIS BAKTERIALIS
I. DEFINISI
Meningitis bakterial (MB) adalah inflamasi meningen, terutama arachnoid dan piamater, yang terjadi karena invasi bakteri ke dalam
ruang subarachnoid.
II. ETIOLOGI
Neonates (usia < 3 bulan) Escherichia coli; Steptococcus grup B; Listeria monocytogenes
Bayi & anak (usia > 3 S. pneumonia; N. meningitides; H. influenzae
bulan)
Dewasa usia < 50 tahun S. pneumonia; N. meningitides
(imunokompeten)
Dewasa usia > 50 th S. pneumonia; N. meningitides; Listeria monocytogenes
Fraktur cranium / pasca Staphylococcus epidermidis; Staphylococcus aureus; bakteri gram (-) (Klebsiella, Proteus,
bedah saraf Pseudomonas, E.coli); Streptococcus grup A & D; S. pneumonia; H. influenza
Kebocoran LCS Bakteri gram (-); S. pneumonia
Kehamilan Listeria monocytogenes
Imunodefisiensi Listeria monocytogenes; bakteri gram (-); S. pneumonia, Pseudomonas aeruginosa;
Streptococcus grup B; Staphylococcus aureus
IV. EPIDEMIOLOGI
- MB lebih banyak terjadi pada pria
- Insiden MB adalah 2-6/100.000 per tahun dengan puncak kejadian pada kelompok bayi, remaja, dan lansia
- insiden tahunan (per 100.000) MB sesuai patogennya adalah sebagai berikut:
o Streptococcus pneumonia, 1,1
o Neisseria meningitidis, 0,6
o Streptococcus, 0,3
o Listeria monocytogenes, 0,2
o Haemophilus influenza, 0,2
B. FARMAKOLOGI
1. Terapi antibiotic
Antibiotic empiric segera dimuali sambil menunggu hasil tes diagnostic
Segera diberikan bila ada syok sepsis
Durasi terapi antibiotic bergantung pada bakteri penyebab, keparahan penyakit, dan jenis antibiotic yang digunakan
Jika konsis klinis pasien belum membail dalam 48 jam setelah terapi antibiotic dimuali, maka analisi LCS ulang
harus dilakukan
WHO : Meningitis meningococcal epidemik dapat diterapi secara efektif dengan satu dosis ceftriaxone intramuskuler →
paling sedikit selama 5 hari pada situasi nonepidemik atau jika terjadi koma atau kejang yang bertahan selama lebih dari
24 jam.Minimal 7 hari untuk meningitis meningococcal dan haemofilus; 10-14 hari untuk terapi antibiotik pada meningitis
pneumococcal.
2. Terapi dexamethasone
Terapi dexamethasone diberikan sebelum atau bersamaan dosis pertama antibiotic → menurunkan morbiditas
dan mortalitas terutama meningitis pneumokokal.
Dexamethasone dapat menurunkan respons inflamasi di ruang subaraknoid yang secara tak langsung dapat
menurunkan risiko edema serebral, peningkatan tekanan intrakranial, gangguan aliran darah otak, vaskulitis, dan
cedera neuron.
Dexamethasone diberikan selama 4 hari dengan dosis 10 mg setiap 6 jam secara intravena.
3. Terapi profilaksis
Individu yang mengalami kontak dengan pasien meningitis meningokokal harus diberi antibiotik profilaksis.
Kontak dekat didefinisikan sebagai orang dalam jarak 3 kaki dari pasien selama lebih dari 8 jam selama tujuh
hari sebelum dan 24 jam setelah menerima antibiotic dan juga orang-orang yang terpapar sekret mulut pasien
selama waktu ini juga harus dirawat.
Pilihan antibiotik yang biasa diberikan adalah ciprofloxacin 500 mg dosis tunggal atau rifampicin 2 x 600 mg
selama 2 hari.
Profilaksis tidak dibutuhkan jika durasi sejak penemuan kasus meningitis meningokokal sudah lebih dari 2
minggu.
IX. PENCEGAHAN
1. Vaksinasi
- Hib
- Polio
- Measles
- Mumps
- Pneumococcal Pneumococcal Conjugate Vaccine
2. Mencuci tangan
X. KOMPLIKASI
- Efusi subdural
- Ventriculitis
- Hydrocephalus
- Abses otak
- Epilepsy
- Gangguan indra kebutaan, tuli
- Gangguan neurologis ataksia, hemiparesis
XI. PROGNOSIS
Meskipun telah dilakukan terapi antibiotik dan terapi suportif, komplikasi dan angka mortalitas tetap segnifikan. Angka mortalitas
untuk bacterial meningitis 5-10% bervariasi umur dan gender. Pada neonatus didapatkan 15-20% sedangkan pada anak sekitar 3-
10%..
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
STROKE
Prasyarat :
- Anatomi pembuluh darah otak
- Faal jaras motoric, sensorik, dan cortex cerebri
I. DEFINISI
Stroke merupakan suatu deficit neurologis fokal atau global yang timbul mendadak berlangsung >24 jam atau meninggal karena
gangguan pembuluh darah otak.
II. ETIOLOGI
- Iskemik
o Adanya penyempitan pembuluh darah arteri otak, sehingga aliran darah ke otak berkurang
o Thrombosis, emboli
- Hemoragik
o Karena pecah / rupturnya pembuluh
darah otak yang menyebabkan
perdarahan
PIS, PSA
IV. EPIDEMIOLOGI
- Insidensi stroke meningkat secara eksponensial dari 30 tahun, dan etiologi bervariasi menurut usia. Usia lanjut adalah
salah satu factor paling signifikan risiko stroke. 95% dari stroke terjadi pada orang usia 45 dan lebih tua, dan dua-pertiga
dari stroke terjadi pada orang-orang di atas usia 65. Namun, stroke dapat terjadi pada semua usia. Pria 25% lebih
mungkin untuk menderita stroke daripada wanita.
- Anggota keluarga mungkin memiliki kecenderungan genetik untu stroke atau berbagi gaya hidup yang memberikan
kontribusi untuk stroke. Setelah mengalami stroke di masa lalu sangat meningkatkan risiko seseorang stroke di masa
depan.
V. KLASIFIKASI
Berdasarkan gambaran patologis intrakranial :
- Stroke infark : berkurangnya perfusi vascular (cerebral blood flow) akibat stenosis/oklusi pembuluh darah
o Infark Aterotrombotik, kardioemboli, lakunar
- Perdarahan intraserebral (PIS) : perdarahan ke dalam jaringan parenkim otak akibat ruptur vaskular
- Perdarahan subarachnoid (PSA) : pecahnya pembuluh darah dan masuknya darah ke dalam rongga subarachnoid
Berdasarkan lokalisasi lesi pembuluh darah yang terkena :
- Sistem karotis
- Sistem vertebrobasiler
Berdasarkan gambaran klinis dan profil waktu (temporal profile) :
- Improving stroke / Reversible Ischemic Neurological Deficit (RIND)
o Apabila terjadi defisit neurologik sembuh dalam kurun waktu > 24 jam - 3 minggu
- Worsening stroke / Stroke in Evolution (SIE)
o Apabila defisit neurologik menjadi berat secara progresif, baik secara kuantitatif maupun kualitatif baik dari
anamnesis maupun follow up. Progresivitas deficit neurologis biasanya terjadi dalam beberapa menit - jam
o Berdasarkan perjalanan klinisnya
Smooth worsening
Steplike worsening
Fluctuating worsening
- Stable stroke
o Apabila defisit neurologis langsung lengkap tidak banyak berubah lagi dalam perjalanan waktu
Gambaran CT Scan :
- Stroke iskemik akut
o Pengaburan daerah kasula interna,
o Hilangnya batas-batas dari insular ribbon cortex
o Hilangnya batas-batas antara substansia alba dan grisea
o Hilangnya daerah sulci dan hyperdens artery sign (MCA / A. Meningea media dan A. basilaris
- Stroke iskemik sub-akut
o Area “wedged-shaped”, penurunan atenuasi daerah gray matter dan white matter
o Peningkatan “mass effect”, berkurang dalam 7-10 hari
- Stroke iskemik kronik
o Penurunan densitas dengan batas tegas
o Tanda-tanda ensephalomalacia sesuai dengan distribusi vaskulernya,
o Sulci disekitarnya akan tampak melebar disertai
o Pelebaran ventrikel ipsilateral.
IX. PENATALAKSANAAN
A. NON FARMAKOLOGI
1. Memodifikasi gaya hidup sehat
- Edukasi untuk tidak merokok atau menghindari lingkungan perokok
- Menghentikan atau mengurangi konsumsi alkohol
- Mengurangi berat badan pada penderita stroke yang obes
- Melakukan aktivitas fisik sedang pada pasien stroke iskemik atau TIA. Intensitas sedang dapat didefinisikan
sebagai aktivitas fisik yang cukup berarti hingga berkeringat atau meningkatkan denyut jantung 1-3 kali
perminggu.
2. Mengontrol faktor risiko
- Tekanan darah
- Gula darah pada pasien DM
- Kolesterol
- Trigliserida
- Jantung
B. FARMAKOLOGI
Pada pasien stroke iskemik diberikan obat-obat antiplatelet: asetosal, klopidogrel
Anti Platelet Agregasi: Asetil Salisilat 80-300 mg/ hari ATAU Clopidogrel 1x75 mg/hari
C. REHABILITASI
Pembagian fase sebagai acuan untuk menentukan tujuan dan jenis intervensi rehabilitasi yang akan diberikan:
1. Stroke fase akut: 2 minggu pertama pasca serangan stroke
- Pada fase ini kondisi hemodinamik pasien belum stabil, umumnya dalam perawatan di rumah sakit, bisa di ruang
rawat biasa ataupun di unit stroke.
- Dibandingkan dengan perawatan di ruang rawat biasa, pasien yang di rawat di unit stroke memberikan outcome
yang lebih baik.
- Pasien menjadi lebih mandiri, lebih mudah kembali dalam kehidupan sosialnya di masyarakat dan mempunyai
kualitas hidup yang lebih baik.
2. Stroke fase subakut: antara 2 minggu-6 bulan pasca stroke
- Intervensi rehabilitasi pada stroke fase subakut ditujukan untuk:
o Mencegah timbulnya komplikasi akibat tirah baring
o Menyiapkan/mempertahankan kondisi yang memungkinkan pemulihan fungsional yang paling optimal
o Mengembalikan kemandirian dalam melakukan aktivitas sehari-hari
o Mengembalikan kebugaran fisik dan mental
3. Stroke fase kronis: diatas 6 bulan pasca stroke
Tergantung pada beratnya stroke, hasil luaran rehabilitasi dapat mencapai berbagai tingkat :
a. Mandiri penuh dan kembali ke tempat kerja seperti sebelum sakit
b. Mandiri penuh dan bekerja namun alih pekerjaan yang lebih ringan sesuai kondisi
c. Mandiri penuh namun tidak bekerja
d. Aktivitas sehari-hari perlu bantuan minimal dari orang lain
e. Aktivitas sehari-hari sebagian besar atau sepenuhnya dibantu orang lain.
X. PENCEGAHAN
1) Tindakan promotif
a. Sasaran: individu sehat yang belum mempunyai faktor risiko
b. Tujuan: mencegah timbulnya faktor risiko
c. Cara: gaya hidup sehat
2) Prevensi primer
a. Sasaran: individu yang sudah mempunya faktor risiko
b. Tujuan: mencegah terjadinya TIA/ Stroke
c. Cara: gaya hidup sehat, mengendalikan faktor risiko
3) Prevensi sekunder
a. Sasaran: individu yang sudah pernah menderita TIA/ Stroke
b. Tujuan: mencegah terjadinya TIA/ Stroke
c. Cara: gaya hidup sehat, mengendalikan faktor risiko, terapi medikamentosa (antikoagulan/ antiplatelet, anti
kolestrol)
Gaya hidup sehat: melakukan aktivitas fisik yang mempunyai nilai aerobik (jalan cepat, bersepeda, berenang dll) secara teratur
(minimum 3x perminggu untuk dewasa, durasi 20-30 menit)
XI. KOMPLIKASI
Neurologik:
- Edema otak (herniasi otak)
- Infark berdarah (pada emboli otak)
- Vasospasme (terutama PSA)
- Hidrosefalus.
- Higroma
Non-Neurologik
- Akibat proses di otak: - Akibat imobilisasi:
o Tekanan darah o Bronkopneumonia
meninggi o Tromboplebitis
o Hiperglikemia o Infeksi saluran kemih
o Kelainan jantung o Dekubitus
o Kontraktur
XII. PROGNOSIS
- Prognosis ditentukan berdasarkan:
o Tanda vital
o Tipe stroke
o Luas lesi
o Letak lesi
o Berdasarkan penyulit dan penyakit penyerta lain
- Infark Serebral : prognosis adalah dubia, tergantung luas dan letak lesi. Untuk stroke hemorrhagic sebagian besar dubia
ad malam
- PSA : 10% pasien PSA meninggal sebelum sampai ke rs dan 40% meninggal tanpa sempat membaik. Tingkat mortalitas
pada tahun pertama sekitar 60%. Apabila tidak ada komplikasi dalam 5 tahun pertama sekitar 70%. Apabila tidak ada
intervensi bedah maka sekitar 30% penderita meninggal dalam 2 hari pertama, 50% dalam 2 minggu pertama, dan 60%
dalam 2 bulan pertama
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
MYASTENIA GRAVIS
Prasyarat :
- Anatomi, histologi, faal SSP & SST
I. DEFINISI
Myasthenia gravis adalah gangguan autoimun yang mempengaruhi neuromuscular junction. Penyakit ini bermanifestasi sebagai
kelemahan otot umum yang dapat melibatkan otot-otot pernapasan dan dapat menyebabkan krisis myasthenia, yang merupakan
keadaan darurat medis.(ncbi)
Myasthenia gravis adalah suatu penyakit autoimun yang ditandai dengan kelemahan otot yang berfluktuasi dan kelelahan yang
berlebihan akibat gangguan tranmisi di sambungan saraf otot (neuromuscular junction).(modul kating 2015)
Insidensi: terutama perempuan usia 20-40 tahun
II. ETIOLOGI
Berkurangnya jumlah acetylcholine receptor (AchR) pada membran pasca sinaptik akibat adanya antibody terhadap reseptor,
sehingga mengganggu tranmisi neuromuscular junction.pemicu terjadinya autoantibodi belum diketahui pasti, namun diduga
berhubungan dengan thymus abnormal (genetik), autoimmune hyperthyroidism dan penyakit autoimun lainnya (ex: Rheumatoid
arthritis,SLE,anemia perniciousa).
III. FAKTOR RISIKO
- Factor pencetus termasuk kondisi:
o Infeksi
o Imunisasi
o Operasi
o Obat-obatan (cth. Antibiotic, antipsychotics, cardiovascular, miscellaneous, dan antiarrhythmic)
o Stress
- Myasthenia gravis, mirip dengan gangguan autoimun lainnya, terjadi pada individu yang rentan secara genetic
IV. EPIDEMIOLOGI
- Insidensi paling sering: Wanita 20-40 tahun
- wanita lebih banyak pada usia < 40 tahun
- pria lebih banyak pada usia > 50 tahun
- USA → 20:100.000 penduduk
V. KLASIFIKASI
- Early-onset MG: Onset kurang dari usia 50
tahun dengan hiperplasia timus
- Late-onset MG: Onset lebih dari usia 50
tahun dengan atrofi timus
- Thymoma-associated MG
- MG dengan anti-MuSK antibodies
- Ocular MG: gejala hanya dari otot periocular
- MG tanpa antibodi AChR dan MuSK yang
terdeteksi
VI. PATOGENESIS & PATOFISIOLOGI
Disebabkan oleh Autoimun (mek. Belom jelas) & Kelainan thymus (thymoma & hiperplasia thymus) KELAINAN THYMUS : terdapat
auto antibodies terhadap reseptor asetilkolin nikotinik di membran post sinaptik neuromuscular (85%) - Pem. serologi anti AChR
Abs (+)
Menyebabkan 3 hal,
1. Merusak membran postsinaps melalui complement activation
2. Antibodi berkumpul dan memasuki (berikatan dgn reseptor asetilkolin)
Kedua hal ini merusak reseptor asetilkolin.
3. Antibodi jg ngehalau tempat berikatannya ACh dgn reseptornya (hal ini ditambah 2 hal diatas menyebabkan penurunan
fungsi reseptor asetilkolin
AUTOIMUN : terdapat antibodi IgG terhadap protein sacrolemmal MuSK (7% doang)
Mekanisme belom jelas tapi bisa diasumsikan bisa mengganggu sirkuit dan berikatannya asetilkolin dgn reseptor asetilkolin di
membran post sinaps Hal ini jg nyebabin penurunan fungsi reseptor asetilkolin.
Fungsi reseptor asetilkolin menurun menyebabkan - alur yg terjadi pada sinaps : stimulasi berulang menyebabkan penurunan
progresif pelepasan asetilkolin di neuromuscular junction - penurunan respon otot skelet thd sinyal asetilkolin - kontraksi otot
semakin lemah (progresif). Kekuatan otot menurun (fatigue) dan kembali kuat bila istirahat
Kelemahan pada otot skelet tanpa nyeri :
1. Otot okuler (paling sering) : Ptosis & Diplopia (Myasthenia gravis okuler)
2. Otot bulbar (leher) : Disartria & Disfagia
3. Anggota gerak atas > bawah
4. Otot ekstensor leher dan otot pernapasan : insufisiensi pernapasan (Krisis myasthenia gravis/Krisis myasthenic)
Pada pemeriksaan edrophonium (inhibitor tdh enzim asetilkolinesterase) : ada perbaikan jika bener MG
Pada pemeriksaan ice pack : peningkatan transmisi neuromuscular di suhu rendah
PATOFISIOLOGI
1. Faktor 1,tidak berikatannya ACh dgn reseptornya karna gangguan ikatan pada AChRs post sinaps sehingga kanal natrium
(sodium/potassium channel) tidak membuka shgg ion Na gagal masuk ke dalam sel otot sehingga depolarisasi pada
membran postsinap tidak terjadi dan kontraksi otot tidak terjadi..
2. Faktor 2, adanya ikatan antibodi dengan AChRs post sinaps akan mengurangi jumlah reseptor asetilkolin pada
neuromuscular junction dengan cara menghancurkan sambungan ikatan u/ reseptor pada membran post sinap, sehingga
mengurangi area permukaan yang dapat digunakan untuk insersi resptor-reseptor acethylcoline yang baru disintesis.
3. Faktor 3, ikatan silang acethylcoline receptor post sinaps dengan antibodi anti - reseptor asetilkolin akan memacu aktivasi
serum komplemen, menyebabkan kerusakan sekunder membran pasca sinap. Konsekuensi dari kerusakan komplemen,
yang bertahun - tahun, membran paska sinap kehilangan invaginasi dan menjadi struktur yang simplified. Pada kasus
kronis yang berat membran post sinaps mengalami penurunan 2/3 molekul AchR dari normal menyebabkan proses
depolarisasi menurun dan kontraksi otot tidak terjadi.
IX. PENATALAKSANAAN
A. NON FARMAKOLOGI
B. FARMAKOLOGI
- Asetilkolinesterase inhibitor → obat anticholinesterase
o Neostigmin bromida (prostigmine ): 7,5-45 mg/2-6 jam/oral. Dosis parenteral : 0,5-1 mg/4 jam/iv atau im
o Piridostigmin bromida (mestinon) 30-120 mg/3-4 jam/oral. Dosis parenteral 3-6 mg/4-6 jam/ iv tiap hari
o Efek samping : diare, kram perut
- Kortikosteroid
o prednison : dosis rawal 10- 20 mg, dinaikkan bertahap (5-10 mg/minggu) 1x sehari selang sehari, maksimal 120
mg/6 jam/oral, kemudian diturunkan sampai dosis minimal efektif
o Efek samping: peningkatan berat badan, hiperglikemia, osteopenia, ulkus gaster dan duodenum
- Imunosupresan
o Azathioprine
Efek sampingnya sedikit jika dibandingkan dengan steroid.
Dosis : 2-3 mg/kg BB/hari/oral selama 8 minggu pertama.
Dosis awal : 25-50 mg/hari hingga dosis optimal tercapai
Setiap minggu harus dilakukan pemeriksaan darah lengkap dan fungsi hati, pemeriksaan laboratorium
dikerjakan setiap bulan sekali.
Dianjurkan diberikan bersamaan dengan prednisolon
o Cyclosporin
5 mg/kgbb/hari terbagi dalam dua atau tiga dosis.
berpengaruh pada produksi dan pelepasan interleukin-2 dari sel T- helper.Supresi terhadap aktivasi sel
T-helper, menimbulkan efek pada produksi antibodi
Es : nefrotoksisitas dan hipertensi
- Intravenous Immunoglobulin (IVIG) → untuk krisis Myasthenia
o Dosis standar : 400 mg/kgbb/hari pada 5 hari pertama, dilanjutkan 1 gram/kgbb/hari selama 2 hari
o Efek muncul sekitar 3 - 4 hari setelah mulai terapi
o Es : flulike symdrome seperti demam, menggigil, mual, muntah, sakit kepala, dan malaise
- Plasma exchange / plasmapheresis → untuk krisis Myasthenia
o Dasar terapi : pemindahan anti-asetilkolin secara efektif.
o Respon : menurunnya titer antibodi.
o Sebagai intervensi jangka pendek pada pasien dengan perburukan symptom miastenia secara mendadak /
kondisi kritis
o Untuk memaksimalkan tenaga saat operasi, mencegah exacerbasi yang diinduksi kortikosteroid
o Efek muncul dalam 24 jam pertama dan dapat bertahan hingga lebih dari 10 minggu
o Umumnya, mengganti sekitar satu volume plasma (3-4 L) tiap kali terapi untuk 5 atau 6 kali terapi setiap hari
selama 10 hari.Albumin (5%) dengan larutan salin yang disuplementasikan dengan kalsium dan natrium dapat
digunakan untuk replacement
- Operatif
o dianjurkan pada pasien umur 10-55 tahun dengan Miastenia gravis generalisata
o Tujuan : tercapainya perbaikan signifikan dari kelemahan pasien, mengurangi dosis obat yang harus dikonsumsi
pasien
o Indikasi : thymoma untuk mencegah thymoma menyebar
C. REHABILITAS MEDIK
- Terapi Fisik o Treadmill
o Berjalan - Okupasi Terapi
o Bersepeda statis - Terapi Wicara
o Latihan beban - Ortotik Prostetik
o Berenang - Psikologi
o Latihan Pernapasan - Sosial Medis
X. PENCEGAHAN
- Hindari factor pencetus:
o Infeksi
o Aktivitas berlebih
o Stress emosional
o Oabt-obatan (aminoglikosida, fluoroquinolone, beta-blocker)
- Lakukan promosi kesehatan:
o Lakukan cuci tanga
o Vaksin flu tahunan harus dilakukan
XI. KOMPLIKASI
- Myastenic crisis
o Otot tenggorokan dan diafragma terlalu lemah untuk mendukung proses pernapasan, sehingga penderitanya
mengalami sesak napas akibat kelumpuhan otot-otot pernapasan
o Penderita bisa berhenti bernapas
- ARDS
- Secondary infection
- Infeksi opurtunistik:
o Infeksi jamur
o Tuberculosis
o Pneumocystis carinii Pneumonia
- Cholinergic crisis
XII. PROGNOSIS
- Untuk Myasthenia Gravis Umum memiliki respon baik terhadap obat anti-kolinesterase, tetapi prognosis kurang baik.
- Myasthenia gravis
o Myasthenia gravis ocular → 10-20% berkembang menjadi myasthenia gravis generalisata
o Myasthenia gravis generalisata : membaik dengan pemberian imunosupresi, timektomi, dan pemberian obat
yang dianjurkan
o 50 tahun lalu : angka kematian sekitar 50-80% pada myasthenia crisis, sekarang hanya 4,47%
- Risiko MG berulang :
o Pasien dengan antibodi Kv1.4 dan penyakit autoimun → risiko tinggi kekambuhan
o Usia < 40 tahun, dilakukannya thymectomy secepat mungkin, dan penggunaan prednisolone → menurunkan
risiko kekambuhan