Professional Documents
Culture Documents
Hanjar PA Anyar
Hanjar PA Anyar
BAB I
PENDAHULUAN
1. UMUM
2. DASAR
Bahan ajaran ini disusun sebagai salah satu persyaratan penyajian materi
pelatihan Teknik Pembelaan Perkara di Pengadilan Agama, untuk
memudahkan para Perwira Siswa memulai upaya penguasaan teknik, taktik
dan strategi beracara pada saat pelaksanaan tugas.
4. Pengertian
d. Juru Sita atau Juru Sita Pengganti adalah Juru Sita atau Juru Sita
Pengganti pada Pengadilan Agama yang tugasnya melakukan
penyitaan, menyampaikan pengumuman, teguran, pemberitahuan
penetapan atau putusan Pengadilan, membuat berita acara penyitaan.
BAB II
PEMBAHASAN
6. Peradilan Agama
1) Perkawinan;
2) kewarisan;
3) wasiat;
4) hibah;
5) wakaf;
6) zakat;
7) shadaqah;
8) infak; dan
9) ekonomi syariah. (Pasal 49 UU No. 3 Tahun 2006)
Penjelasan Pasal 49 UU No. 3 Tahun 2006 diatas menyebutkan
yang dimaksud dengan ekonomi syariah adalah :
• Bank syariah,
• Asuransi syariah,
• Reasuransi syariah,
• Reksadana syariah,
• Obligasi syariah dan surat berharga berjangka menengah
syariah,
8
• Sekuritas syariah,
• Pembiayaan syariah,
• Pegadaian syariah,
• Dana pensiun lembaga keuangan syariah,
• Bisnis syariah, dan
• lembaga keuangan mikro syariah.
Berdasarkan ketentuan pasal 118 HIR atau Pasal 142 RBG ada
beberapa faktor yang menjadi patokan menentukan kompetensi relatif
Peradilan Agama, yaitu :
Ketentuan tentang Hak Opsi ini dapat dijumpai dalam UU PA pada bagian
Penjelasan Umum angka 2 alinea ke enam, yang berbunyi:
“Sehubungan dengan hal tersebut, para pihak yang berperkara dapat
mempertimbang untuk memilih hukum apa yang akan dipergunakan dalam
pembagian warisan”.
Adanya Hak Opsi disebabkan oleh karena masih adanya beberapa sistem
hukum kewarisan yang masih berlaku dalam masyarakat kita, yaitu;
11
a. Pengajuan Gugatan/Permohonan;
Pemeriksaan perkara di peradilan agama hanya akan dilaksanakan
setelah salah satu pihak yang berperkara mengajukan permohonan
atau gugatan kepada pengadilan dan pihak-pihak yang berperkara
telah dipanggil menurut ketentuan yang berlaku. hal ini sebagimana
telah ditegaskan dalam Pasal 55 Undang Undang No. 7 ahun 1989
tentang Peradilan Agama
b. Bentuk Gugatan
Tentang bentuk gugatan, dapat dilihat dari ketentuan pasal 118 Ayat
(1) HIR atau pasal 142 Ayat (1) RBG dan pasal 120 HIR atau pasal
144 ayat (1) RBG. Dari ketentuan pasal-pasal tersebut, gugatan dapat
berbentuk :
• Berbentuk Tertulis;
– ditandatangani, dan
– memenuhi peraturan perundang-undangan materei (zegel
verordering).
• Berbentuk Lisan;
– Bagi penggugat yang buta huruf, dan
– Diajukan langsung kepada Ketua Pengadilan.
c. Format Gugatan
d. Perubahan Gugatan
f. Upaya Hukum
Bagi para pihak yang tidak puas atas putusan hakim, dapat
mengajukan langkah-langkah hukum sebagai berikut:
15
a. Bentuk “Penetapan”.
Menurut ketentuan dari penjelasan pasal 60 UU PA, “Penetapan”
adalah putusan pengadilan atas perkara yang lahir dari Gugatan
Permohonan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa putusan
pengadilan atas perkara yang sifatnya Permohonan bentuknya adalah
“Penetapan” atau lazim juga disebut dengan beschikking dalam arti
luas.
16
b. Bentuk “Putusan”
Produk lain dari keputusan peradilan agama adalah “Putusan”.
Menurut penjelasan pasal 60, yang dimaksud Putusan adalah “
keputusan pengadilan atas perkara gugatan berdasarkan adanya
sengketa”. Lazimnya, Gugat yang bersifat sengketa atau yang
mengandung sengketa disebut dengan gugat contentiosa.
BAB III
PENUTUP
Demikian bahan ajaran ini dibuat untuk dapat digunakan sebagai pedoman dalam
pelaksanaan tugas pembelaan perkara di Pengadilan Agama.