You are on page 1of 127

“ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN STROKE NON

HEMORAGIK DENGAN TINDAKAN RANGE OF MOTION (ROM) DI


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR GONDO SUWARNO UNGARAN”

KARYA TULIS ILMIAH

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Ahli Madya Keperawatan

Alfia Salmadhea Nur Pramesthi


NIM. P1337420119311

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN KELAS KENDAL


JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG
2022

i
“ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN STROKE NON HEMORAGI
K DENGAN TINDAKAN RANGE OF MOTION (ROM) DI RUMAH SAKI
T UMUM DAERAH DR GONDO SUWARNO UNGARAN”

KARYA TULIS ILMIAH

Disusun untuk memenuhi persyaratan mata kuliah Metode Penulisan Karya


Ilmiah Pada Program Studi D III Keperawatan Semarang Kelas Kendal

Alfia Salmadhea Nur Pramesthi


NIM. P1337420119311

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN KELAS KENDAL


JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG
2022

ii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertandatangan di bawah ini :


Nama : Alfia Salmadhea Nur Pramesthi
NIM : P1337420119311
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Laporan Karya Tulis Ilmiah yang berjudul
“Asuhan Keperawatan Pada Pasien Stroke Non Hemoragik Dengan
Tindakan Range Of Motion (ROM) di Rumah Sakit Umum Daerah Dr
Gondo Suwarno Ungaran” ini adalah benar-benar merupakan hasil karya saya
sendiri. Bukan merupakan pengambil alihan tulisan atau pikiran orang lain yang
saya aku sebagai hasil tulisan atau pikiran saya sendiri.

Apabila di kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan laporan pengelolaan


kasus ini adalah hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas
perbuatan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Semarang, 17 Juni 2022


Yang membuat Pernyataan,

Alfia Salmadhea Nur Pramesthi

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

iii
Laporan Karya Tulis Ilmiah oleh Alfia Salmadhea Nur Pramesthi NIM. P133
7420119311 dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada Pasien Stroke Non
Hemoragik Dengan Tindakan Range Of Motion (ROM) di Rumah Sakit
Umum Daerah dr Gondo Suwarno Ungaran” ini telah diperiksa dan disetujui u
ntuk diuji.

Semarang, 17 Juni 2022


Mengetahui,
Pembimbing

Supardi, S.Kep., Ners


NIP.196808061990031016
Tanggal: 17 Juni 2021

iv
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Karya Tulis Ilmiah oleh Alfia Salmadhea Nur Pramesthi NIM P1337
420119311 dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada Pasien Stroke Non
Hemoragik Dengan Tindakan Range Of Motion (ROM) di Rumah Sakit
Umum Daerah dr Gondo Suwarno” telah dipertahankan di depan dewan penguj
i pada tanggal 25 Juni 2022

Dewan Penguji

Dr. Sudirman, MN Ketua


NIP.196660510198031001

Sherly Metasari, S.ST, M.Tr.Kep Anggota


NIP.199305152022032001

Supardi, S.Kep, Ners Anggota


NIP.196808061990031016

Mengetahui,
a.n. Direktur
Ketua Jurusan Keperawatan

Suharto, S.Pd., MN
NIP. 196660510198031001

v
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, ata


s rahmat dan hidayah-Nya, penulis mampu menyelesaikan Laporan Karya Tulis Il
miah dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada Pasien Stroke Non Hemoragik
Dengan Tindakan Range Of Motion (ROM) di RSUD dr Gondo Suwarno”.
Penyusunan Laporan Karya Tulis Ilmiah ini sebagai pemenuhan syarat untuk
memperoleh gelar Ahli Madya Keperawatan.
Penulis menyadari bahwa selama kegiatan penulisan ini dapat diselesaikan
berkat adanya dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini
penulis menyampaikan rasa hormat dan terimakasih kepada yang terhormat:
1. Dr. Marsum, BE, S.Pd, MHP selaku Direktur Politeknik Kesehatan Kementri
an Kesehatan Semarang.
2. Suharto, S.Pd. MN selaku Ketua Jurusan Keperawatan Semarang.
3. Dr. Sudirman, BN, MN selaku Ketua Program Studi Diploma III Keperawata
n Semarang dan Ketua Penguji.
4. Khobibah, S.SiT, M.Kes selaku Ketua UPP Kampus Kendal.
5. Supardi S.Kep, Ners selaku pembimbing yang sabar dan teliti memberikan ar
ahan pada proses penyusunan Laporan Karya Tulis Ilmiah.
6. Sherly Metasari, S.ST, M.Tr.Kep selaku dosen penguji anggota 1 yang telah
mengarahkan meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk menguji penulis d
an mengarahkan penulis dalam menyelesaikan Laporan Karya Tulis Ilmiah.
7. Kedua Orang Tua Bapak Arman Ramadhan dan Ibu Heny Dwi Arisanti,
eyang putri, dan eyang kakung serta keluarga yang senantiasa selalu mendoak
an atas kelancaran proses penyusunan Laporan Karya Tulis Ilmiah dan memb
erikan motivasi secara penuh.
8. Bidan Tiyem Siswanto, A.md. Keb yang sudah seperti orang tua saya yang se
lalu ikut serta mendukung, mengarahkan, serta memfasilitasi saya dari awal u
ntuk bisa meraih cita-cita di Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan Se
marang.

vi
9. Ferly Fernanda Ali yang selalu memberi dukungan semangat, selalu
mendoakan, dan memberi masukan hingga menemani sampai saat ini.
10. Sahabat saya Elfina Nur Fadila, Ratna Widianti, Naily Tasyakurillah yang sel
alu menemani dari semasa dibangku SMA hingga sekarang dan memotivasi u
ntuk senantiasa tetap semangat serta percaya bahwa penulis mampu meraih a
pa yang menjadi harapannya.
11. Kakak tingkat saya yang selalu membantu dalam membimbing di organisasi
Dewan Mahasiswa dan dalam pembelajaran di kampus yaitu Inka Ayu
Permata Setiani, A. Md. Kep dan Sheyla Nur Alifah, A. Md. Kep
12. Teman-teman angkatan tahun 2019 terutama Awalia, Icha, Yunita, Nafiatun,
Nazalatul, dan Mahira yang selama ini selalu berjuang bersama dari awal dias
rama hingga membantu penulis selama 3 tahun bersama di Prodi D III Kepera
watan Semarang Kelas Kendal Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan S
emarang.
Peneliti berharap semoga penulisan ini dapat memberikan manfaat khususnya
untuk pengelolaan klien dengan tindakan range of motion (ROM) terhadap pasien
stroke non hemoragik. Penulis menyadari bahwa Laporan Karya Tulis Ilmiah ini
masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu masukan dan kritikan untuk perbai
kan penulis Karya Ilmiah pada masa mendatang sangat penulis harapkan.

Semarang, 17 Juni 2022

Penulis

vii
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN STROKE NON HEMORAGI
K DENGAN TINDAKAN RANGE OF MOTION (ROM) DI RUMAH SAKI
T UMUM DAERAH DR GONDO SUWARNO UNGARAN

Alfia Salmadhea Nur Pramesthi1, Supardi2


1
Mahasiswa program studi DIII Keperawatan Semarang
2
Dosen Jurusan Keperawatan Semarang
Email : alfiapramesthi@gmail.com

Abstrak

Latar belakang : Stroke Non Hemoragik dapat menyebabkan pasien mengalami


gangguan saat menggerakan tubuh dan kesulitan berjalan karena adanya gangguan
pada kekuatan otot serta keseimbangan tubuh (imobilisasi).
Tujuan : Menggambarkan asuhan keperawatan gangguan mobilitas fisik pada
pasien stroke non hemoragik di RSUD Dr Gondo Suwarno Ungaran.
Metode : Mendiskripsikan asuhan keperawatan gangguan mobilitas fisik pada
pasien stroke non hemoragik. Subyek menggunakan 2 pasien dan pengelolaan
dilakukan 3x24 jam dengan memonitor tingkat derajat kemampuan kekuatan otot
serta diberikan tindakan ROM.
Hasil : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam masalah
gangguan mobilitas fisik pada pasien teratasi sebagian dengan monitor tanda-
tanda vital, melakukan ROM 2x sehari, dan ubah posisi setiap 2 jam.

Kata kunci : Stroke Non Hemoragik, Gangguan Mobilitas Fisik, ROM.

viii
NURSING CARE OF NON-HEMORAGIC STROKE PATIENTS WITH
RANGE OF MOTION (ROM) MEASURES IN DR GONDO SUWARNO
REGIONAL GENERAL HOSPITAL UNGARAN

Alfia Salmadhea Nur Pramesthi1, Supardi2


1
Student of DIII Nursing study program in Semarang
2
Lecturer in Semarang Nursing Department
Email : alfiapramesthi@gmail.com

Abstract

Background : Non-Hemorrhagic Stroke can cause patients to experience


disturbances when moving the body and difficulty walking due to disturbances in
muscle strength and body balance (immobilization).
Objective : To describe nursing care for impaired physical mobility in non-
hemorrhagic stroke patients at Dr Gondo Suwarno Hospital Ungaran.
Methods : To describe nursing care for impaired physical mobility in non-
hemorrhagic stroke patients. Subjects used 2 patients and the management was
carried out 3x24 hours by monitoring the level of muscle strength and being given
ROM measures.
Results : After nursing actions for 3x24 hours, the problem of impaired physical
mobility in the patient was partially resolved by monitoring vital signs, doing
ROM 2x a day, and changing positions every 2 hours.

Keywords : Non-Hemorrhagic Stroke, Physical Mobility Disorders, ROM.

ix
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL................................................................................
HALAMAN JUDUL....................................................................................
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN...................................................
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING..............................................
LEMBAR PENGESAHAN.........................................................................
KATA PENGANTAR.................................................................................
ABSTRAK...................................................................................................
ABSTRACT.................................................................................................
DAFTAR ISI................................................................................................
DAFTAR TABEL........................................................................................
DAFTAR GAMBAR...................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................
DAFTAR SINGKATAN.............................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...........................................................................
B. Rumusan Masalah......................................................................
C. Tujuan Penulisan........................................................................
D. Manfaat Penulisan......................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Stroke Non Hemoragik.................................................
1. Pengertian.............................................................................
2. Tanda dan Gejala.................................................................
3. Etiologi.................................................................................
4. Faktor Risiko........................................................................
5. Pemeriksaan Penunjang.......................................................

x
6. Patofisiologi Stroke Non Hemoragik...................................
7. Pathway Stroke Non Hemoragik .........................................
8. Penatalaksanaan ..................................................................
9. Pencegahan...........................................................................
B. Konsep Dasar Gangguan Mobilitas Fisik..................................
1. Pengertian.............................................................................
2. Etiologi ................................................................................
3. Tanda dan Gejala.................................................................
4. Faktor yang Berhubungan ...................................................
5. Dampak Gangguan Mobilitas Fisik ....................................
6. Penatalaksanaan...................................................................
C. Konsep Asuhan Keperawatan Gangguan Mobilitas Fisik Pada P
asien Stroke Non Hemoragik ....................................................
BAB III METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian.................................................................
B. Subjek Penelitian .......................................................................
C. Tempat dan Waktu Penelitian....................................................
D. Definisi Operasional..................................................................
E. Pengumpulan Data.....................................................................
F. Teknik Analisa Data...................................................................
G. Etika Penelitian..........................................................................
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil ..........................................................................................
B. Pembahasan................................................................................
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan....................................................................................
B. Saran...........................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

xi
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 SOP.........................................................................................


Tabel 2.2 SOP ROM...............................................................................
Tabel 4.1 Identitas klien..........................................................................
Tabel 4.2 Riwayat kesehatan..................................................................
Tabel 4.3 Perubahan pola kesehatan.......................................................
Tabel 4.4 Pemeriksaan fisik....................................................................
Tabel 4.5 Pemeriksaan diagnostik..........................................................
Tabel 4.6 Analisis data Tn. T..................................................................
Tabel 4.7 Analisis data Tn. S..................................................................
Tabel 4.8 Diagnosis Tn. T......................................................................
Tabel 4.9 Diagnosis Tn. S.......................................................................
Tabel 4.10 Intervensi Tn. T......................................................................
Tabel 4.11 Intervensi Tn. S.......................................................................
Tabel 4.12 Implementasi Tn. T.................................................................
Tabel 4.13 Implementasi Tn. S.................................................................
Tabel 4.14 Evaluasi Tn. T.........................................................................
Tabel 4.15 Evaluasi Tn. S.........................................................................

xii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Pathway....................................................................................


Gambar 4.1 Genogram Tn. T.......................................................................
Gambar 4.2 Genogram Tn. S.......................................................................

xiii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 INFORMED CONSTENT


Lampiran 2 SATUAN ACARA PENYULUHAN
Lampiran 3 DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Lampiran 4 LEMBAR BIMBINGAN

xiv
DAFTAR SINGKATAN

ROM : Range Of Motion


WHO : World Health Organization
PTM : Penyakit Tidak Menular
SNH : Stroke Non Hemoragik
CT Scan : Computerized Tomography Scan
MRI : Magnetic Resonance Imaging
EEG : Electroencephalogram
AHA : American Heart Association
GCS : Glaslow Coma Scale
ADL : Activity Daily Living
RR : Respiratory Rate

xv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Seperti yang kita ketahui, banyak penyakit yang sering menyerang
tubuh manusia diantaranya adalah penyakit stroke. Stroke merupakan
penyebab utama kematian dan disabilitas tertinggi di Dunia salah satunya
Indonesia (Presley, 2013). Terdapat dua jenis penyakit stroke yaitu stroke
hemoragik dan stroke non hemoragik (Agusrianto & Rantesigi, 2020).
Masalah yang sering muncul pada pasien stroke khususnya stroke non
hemoragik yaitu gangguan mobilitas fisik. Pasien mengalami gangguan gerak
dan kesulitan saat berjalan. Kekuatan otot dan keseimbangan tubuh menjadi
menurun sehingga dapat mengakibatkan kecatatan. Hemiparese juga
merupakan masalah umum yang dialami penderita stroke non hemoragik.
Pasien mengalami berbagai keterbatasan sehingga pasien bergantung dalam
melakukan aktivitas (Idea Nursing Journal, 2016 ).
Dari data penelitian stroke menurut World Health Organization
(WHO) menunjukkan bahwa dari 57 juta kematian di dunia pada tahun 2014
sebanyak 36 juta yang disebabkan oleh PTM (Penyakit tidak menular).
Sebesar 70% dari populasi global meninggal akibat penyakit jantung, stroke,
dan kanker (Yarmaliza & Zakiyuddin, 2019). Indonesia pada tahun 2018
tercatat 12,1 per 1000 penduduk yang menjadi penyebab kematian di
Indonesia (Yuda & Yuwono, 2020). Proporsi kasus stroke tahun 2018 di Jawa
Tengah mencapai 3,09% dari jumlah keseluruhan kasus PTM yang dilaporkan
atau sekitar 74.540 kasus (JATENG, 2017). Jumlah kasus stroke di Kota
Semarang menurut Dinkes Jateng (2018) yaitu 8.493 kasus. Berdasarkan
penelitian Yoel, Laudri J. L (2019) di RSUD dr Gondo Suwarno terdapat 285
pasien stroke non hemoragik di tahun 2017. Pada tahun 2018 mengalami
peningkatan menjadi 312 pasien stroke non hemoragik. Tahun 2019 jumlah
pasien stroke non hemoragik yaitu 98. Dari data prevalensi diatas penyakit
stroke terlebih pada stroke non hemoragik masih banyak penderitanya.
2

Gangguan mobilitas fisik adalah keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu
atau lebih ekstremitas secara mandiri (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016).
Masalah yang sering dialami oleh penderita stroke pada gangguan sistem
syaraf akan menimbulkan tanda dan gejala antara lain: kelumpuhan wajah
atau anggota badan sebelah (hemiparesis), bicara tidak lancar (disatria)
dan pelo (afasi), penurunan kesadaran, gangguan pada penglihatan
(Trihono, 2013). Dimana penderita stroke terhambat dalam melakukan
aktivitas mandiri karena adanya komplikasi hemiparase, oleh karena itu
diperlukan proses penyembuhan dengan tindakan dan latihan agar dapat
mengurangi tingkat ketergantungan pada orang lain (Muttaqin, 2012).
Tindakan yang dinilai efektif untuk mencegah terjadinya kecacatan
dan hemiparese pada pasien stroke non hemoragik adalah latihan range of
motion (ROM) baik aktif maupun pasif. ROM dapat mencegah terjadinya
penurunan fleksibelitas sendi dan kekakuan pada sendi pada ekstermitas
atas (Agusrianto & Rantesigi, 2020). Latihan range of motion (ROM)
dapat berguna untuk memperbaiki atau mempertahankan tingkat
kesempurnaan kemampuan dalam menggerakan persendian secara normal
untuk meningkatkan massa dan tonus otot sehingga kecacatan dapat
dihindari. Latihan ini mudah dipelajari dan diingat oleh pasien maupun
keluarga dan dapat diterapkan untuk meningkatkan kesehatan serta
memberi dampak positif baik secara fisik maupun psikologis (Astriani &
Ariana, 2016).
Dari penjelasan diatas menunjukkan bahwa betapa pentingnya
penerapan penatalaksanaan tindakan keperawatan dalam mengurangi
kecacatan dan kelemahan otot pada pasien stroke non hemoragik dengan
masalah gangguan mobilitas fisik, maka dari itu penulis memilih tindakan
tersebut sebagai solusi dalam melakukan studi kasus dengan Judul “Asuha
n Keperawatan Pada Pasien Stroke Non Hemoragik dengan Range Of
Motion (ROM) di RSUD dr Gondo Suwarno Ungaran”.
3

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian data latar belakang diatas, di dapatkan rumusan
masalah sebagai berikut “Bagaimana memberikan asuhan keperawatan dengan
tindakan ROM (Range Of Motion) pada pasien stroke non hemoragik di
RSUD dr Gondo Suwarno?”.

C. Tujuan Penulisan
Tujuan studi kasus asuhan keperawatan pada klien dengan tindakan
ROM (Range Of Motion) akibat stroke non hemoragik, sebagai berikut:
1. Tujuan umum
Menggambarkan hasil asuhan keperawatan pada klien dengan range of
motion (ROM) terhadap pasien stroke non hemoragik.
2. Tujuan khusus
a. Memaparkan hasil pengkajian klien dengan range of motion (ROM)
terhadap stroke non hemoragik.
b. Memaparkan diagnosis keperawatan pada klien dengan range of
motion (ROM) terhadap stroke non hemoragik.
c. Memaparkan perencanaan untuk mengatasi diagnosis keperawatan
pada klien dengan range of motion (ROM) terhadap stroke non
hemoragik.
d. Memaparkan tindakan keperawatan yang dilakukan dengan range of
motion (ROM) terhadap stroke non hemoragik.
e. Memaparkan hasil evaluasi masalah keperawatan klien X dengan
range of motion (ROM) terhadap stroke non hemoragik.
f. Membandingkan asuhan keperawatan sejak pengkajian, diagnosis
keperawatan, perencanaan, tindakan, dan evaluasi, melalui proses
komparasi 2 kasus berdasarkan sumber-sumber primer yang relevan.

D. Manfaat Penulisan
1. Manfaat teoritis
4

Hasil penulisan Karya Tulis Ilmiah ini diharapkan memberikan


manfaat untuk meningkatkan pengetahuan dan pengembangan asuhan
keperawatan terutama dalam pengelolaan klien dengan range of motion
(ROM) terhadap stroke non hemoragik.
2. Manfaat praktis
a. Bagi perawat
Memberikan referensi dalam peningkatan kualitas pelayanan asuhan
keperawatan khususnya dengan range of motion (ROM) terhadap
stroke non hemoragik.
b. Bagi institusi
Memberikan manfaat dan ilmu pengetahuan bagi mahasiswa yang
menempuh pendidikan jurusan kesehatan dan sebagai konstribusi
dalam peningkatan status kesehatan melalui upaya promotif dan
rehabilitatif khususnya dengan range of motion (ROM) terhadap
stroke non hemoragik.
c. Bagi klien dan keluarga
Menambah informasi dan pemahaman tentang penerapan tindakan
range of motion (ROM) pada klien dan keluarga terhadap stroke non
hemoragik.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Stroke Non Hemoragik


1. Pengertian
Penyakit stroke merupakan penyakit yang cukup berbahaya di
Indonesia. Penyakit stroke berhubungan dengan aliran darah ke otak yang
disebabkan karena hambatan atau pecahnya gumpalan darah di pembuluh
darah otak (Rachman, 2021).
Stroke dibagi menjadi dua, yaitu stroke hemoragik dan stroke non
hemoragik. Stroke non hemoragik dapat disebabkan oleh trombus dan
emboli (Wijaya, 2013).
Stroke non hemoragik adalah stroke yang terjadi akibat
tersumbatnya pembuluh darah sehingga dapat menyebabkan aliran darah
ke otak sebagian atau keseluruhan akan terhenti (Sunusi et al., 2019).
Stroke non hemoragik merupakan tanda klinis disfungsi atau
kerusakan jaringan otak yang disebabkan karena kurangnya aliran darah ke
otak sehingga menunggu kebutuhan darah dan oksigen di jaringan otak.
Stroke non hemoragik juga dapat disebabkan oleh trombosis dan emboli,
sekitar 80-85% menderita penyakit stroke non hemoragik dan 20% sisanya
adalah stroke hemoragik yang dapat disebabkan oleh pendarahan
intraserebrum hipertensi dan perdarahan subarachnoid (Wijaya, 2013).
Stroke non hemoragik (SNH) merupakan tanda klinis disfungsi
atau kerusakan pada jaringan otak yang disebabkan oleh kurangnya aliran
darah ke otak yang mengganggu kebutuhan darah dan oksigen ke otak
(Kabi et al., 2015).
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa stroke non
hemoragik merupakan kerusakan jaringan otak akibat adanya
penyumbatan di pembuluh darah otak sehingga kebutuhan oksigen
terhenti.
6

2. Tanda dan Gejala


Menurut (Rachman, 2021) tanda dan gejala yang timbul pada
stroke non hemoragik tergantung berat ringannya gangguan pembuluh
darah dan lokasinya, diantaranya yaitu:
a. Wajah terkulai pada satu sisi wajah (mati rasa)
b. Afisia (tidak dapat berbicara, mengulang kalimat dengan jelas, atau
kesulitan memahami ucapan)
c. Tidak mampu menggerakan satu sisi tubuh (gangguan hemisensorik)
d. Gangguan penglihatan atau kesulitan menglihat (hemianopia, diplopia,
atau monokuler)
e. Nyeri kepala, mual, dan muntah.

3. Etiologi
Menurut (Muttaqin, 2014) penyebab stroke non hemoragik yaitu:
a. Thrombosis serebral
Terhentinya aliran darah ke otak karena atherosklerosis (penumpukan
lemak di dinding arteri) yang menyebabkan aliran darah terhalang,
jika gumpalan plak pecah akan menyebabkan okulasi sehingga terjadi
iskemi jaringan otak dan menimbulkan edema.
b. Emboli serebral
Penyumbatan yang terjadi disepanjang aliran pembuluh darah arteri
menuju ke otak yaitu dua arteri karotis interna dan dua arteri
vertebralis. Suatu ateroma terbentuk didalam pembuluh darah arteri
karotis sehingga menyebabkan berkurangnya aliran darah.

4. Faktor Risiko
Menurut (Kabi et al., 2015) faktor yang dapat memicu tingginya
angka kejadian stroke non hemoragik adalah faktor yang tidak dapat
dimodifikasi (non-modifable risk factors) antara lain:
a. Usia
b. Ras
7

c. Gender
d. Genetik
e. Riwayat transient ischemic attack (stroke sebelumnya).
Sedangkan faktor yang dapat dimodifikasi (modifiable risk factors)
berupa:
a. Hipertensi
b. Merokok
c. Penyakit jantung
d. Diabetes
e. Obesitas
f. Penggunaan oral kontrasepsi
g. Alkohol
h. Hiperkolesterolemia.

5. Pemeriksaan Penunjang
Menurut (Muttaqin, 2014) pemeriksaan penunjang yang dilakukan
pada pasien stroke non hemoragik sebagai berikut:
a. Pemeriksaan diagnostik
1) Angiografi serebri
Membantu menentukan adnaya stroke secara spesifik dari dalam
pembuluh darah untuk melihat adanya penyempitan, sumbatan atau
kerusakan pada pembuluh darah.
2) CT scan
Memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma,
posisi adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dengan pasti
dan akan terlihat gambaran lesi hipodens.
3) MRI
Menggunakan gelombang magnetik untuk menentukan posisi dan
ukuran terjadinya perdarahan otak. Hasil yang didapatkan area
yang mengalami lesi dan infark akibat dari hemoragik.
8

4) EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat dampak masalah
yang timbul dari jaringan infark sehingga dapat menurunnya
impuls listrik dalam jaringan otak.
b. Pemeriksaan laboratorium
1) Pemeriksaan darah lengkap
Pemeriksaan tes darah lengkap seperti Hb, leukosit, eritrosit,
trombosit. Leukosit untuk melihat sistem imun pasien. Apabila
kadar leukosit diatas normal maka terdapat penyakit infeksi yang
sedang menyerang pasien. Sedangkan Trombosit untuk
mengerahui adanya anemia
2) Test kimia darah
Test kimia darah dilakukan untuk melihat kadar asam urat,
kandungan gula darah, kolestrol, dll. Bila kadar gula darah dan
kolestrol berlebih maka menjadi pertanda bahwa pasien menderita
diabetes dan jantung. Kedua penyakit tersebut termasuk dalam
salah satu pemicu stroke.

6. Patofisiologi Stroke Non Hemoragik


Menurut (Wijaya, 2013), faktor resiko pada pasien stroke salah
satunya yaitu gaya hidup, diabetes mellitus, dan riwayat penyakit jantung
dapat mengalami hambatan mobilitas fisik yang disebabkan karena adanya
gangguan pada neuromuskuler. Bila neuromuskuler terjadi secara terus
menerus dapat menyebabkan nyeri yang berlebih, kekuatan otot menurun
drastis, sendi akan kaku, dan fisik pun melemah sehingga adanya defisit
suplai darah yang terjadi di dalam otak atau disebut infark. Mekanisme
infark bergantung pada lokasi dan volume besarnya pembuluh darah serta
sirkulasi koleteral yang tidak adekuat pada area yang disuplai akibat
tersumbatnya pembuluh darah. Suplai darah ke otak bisa berubah semakin
cepat atau lambat terhadap gangguan lokal (emboli, thrombus, perdarahan
dan spasme vaskuler) atau karena gangguan umum akibat gangguan paru
9

dan jantung sehingga terjadi hipoksia. Aterosklerotik merupakan faktor


penting bagi otak, thrombus yang dapat berasal dari flak arterosklerotik
atau bekuan darah pada area yang mengalami stenosis, dimana akan terjadi
turbulensi yaitu melambatnya aliran darah.
Otak sangat membutuhkan oksigen dan tidak bisa menyimpan
oksigen, jika aliran darah pada setiap otak melambat karena embolus dan
thrombus maka otak akan kekurangan oksigen untuk menuju jaringan
otak. 1 menit otak tidak diberi pasokan oksigen maka bisa menyebabkan
kehilangan kesadaran, tetapi jika hal tersebut berlangsung lama maka akan
menyebabkan nekrosis mikroskopik neuron, area nekrotik atau infark.
Setelah serangan pertama cva infark juga bisa berkelanjutan dengan
terjadinya edema cerebral akibat penumpukan bekuan darah, flak dan
atheroma flakmen lemak sehingga terjadi peningkatan tekanan
intrakranial. Tergantung pada daerah dan luasnya otak yang mengalami
obtruksi.
10

7. Pathway Stroke Non Hemoragik (Nanda, 2020)

Diabettes Melitus, Kardiovaskuler, Hipertensi, Alkohol, Merokok,


Hiperkolestrol, dan Obesitas

Embolisme Iskemia Thrombosis


Hemoragik

Stroke

Gangguan aliran darah ke otak

Kerusakan neuromotorik

Transmisi UMN ke ULN terganggu

Kelemahan otot progresif

Mobilitas terganggu

Gangguan Mobilitas Fisik

Gambar 2.1 Pathway

8. Penatalaksanaan
Menurut Purwani (2017) penatalaksanaan farmakologi meliputi:
11

a. Antikoagulan
b. Warfarin
c. Antiplatelet
d. Aspirin
e. Klopidogreaspirin-dipiridamol
f. Fibrinolitik
1) r-TPA (recombina tissue plasminogen activator atau alteplase)
2) streptokinase
g. Obat anthipertensi
1) Captopril
2) Lisinopril
Sedangkan menurut Wati (2019) penatalaksanaan non farmakologi
yang dapat dilakukan pada pasien yang mengalami stroke non hemoragik,
sebagai berikut:
a. Terapi stroke non hemoragik pada serangan akut
1) Saran operasi diikuti dengan pemeriksaan
2) Masukkan pasien ke unit perawatan saraf untuk dirawat di bagian
bedah saraf
3) Pada stroke non hemoragik, manajemen cairan merupakan
prioritas, sehingga pasien berada dalam status euvolemi dengan
pemberian cairan isotonik. Tidak dianjurkan menggunakan cairan
hipotonik karena dapat mencetuskan atau memperberat edema
serebral yang terjadi dan larutan yang mengandung glukosa
sebaiknya tidak diberikan kecuali pasien berada dalam keadaan
hipoglikemik.
4) Penatalaksanaan umum di bagian saraf
Neuroprotektor yang umum digunakan pada pasien stroke adalah
citicolin dan piracetam. Berdasarkan penelitian penggunaan
neuroprotektor memberikan luaran yang signifikan terhadap
kesadaran, fungsi kognitif, dan motorik pada pasien stroke.
Citicolin dengan dosis 2x250mg maupun 2x500mg memberikan
12

nilai GCS yang tidak jauh berbeda baik pada pasien stroke
hemoragik dan non hemoragik.
5) Penatalaksanaan khusus pada kasus
a) Subarakhnoid hemorrhage dan intraventricular hemorrahage
b) Kombinasi antara parenchymatous dan subarakhnoid
hemorrhage
c) Parenchymatous hemorrhage.
6) Neurologis
a) Pengawasan tekanan darah dan konsentrasinya. American
Heart Association (AHA) merekomendasikan pengelolaan
tekanan darah pada pasien perdarahan intraserebral dengan
konsep memilih target tekanan darah sesuai dengan faktor-
faktor yang ada pada pasien, yaitu tekanan darah awal,
penyebab dicurigai perdarahan, usia, dan peningkatan tekanan
intrakranial. Alasan utama untuk menurunkan tekanan darah
adalah untuk menghindari perdarahan akibat rupture aneurisma
atau malformasi arteriovenosa dimana terjadi peningkatan
risiko perdarahan berlanjut atau perdarahan berulang.
Pemberian antihipertensi jika didapatkan tekanan darah yang
tinggi (hipertensi emergensi) diberikan dengan pertimbangan
bukan hanya terhadap otak saja, tetapi juga terhadap kerusakan
organ lain misalnya jantung dan ginjal. Meskipun demikian
jika tekanan darahnya rendah pada pasien yang mempunyai
riwayat hipertensi pada fase akut serangan stroke, hal tersebut
mungkin menandakan deteriorasi neurologis dini atau
peningkatan volume infark dan merupakan outcome yang
buruk pada bulan pertama saat serangan khususnya penurunan
tekanan darah sistolik lebih dari 20mmHg,
7) Terapi perdarahan dan perawatan pembuluh darah
a) Antifibrinolitik untuk meningkatkan mikrosirkulasi dosis kecil
b) Natrii etamsylate
13

c) Kalsium
d) Profilaksis vasopasme.
8) Kontrol adanya edema yang dapat menyebabkan kematian jaringan
otak
9) Pengawasan tekanan darah dan kosentrasinya
10) Perawatan umum pasien dengan serangan stroke akut
11) Pengaturan suhu, atur suhu ruangan menjadi 18-20℃
12) Pemantauan (monitoring) keadaan umum pasien (EKG, nadi,
saturasi oksigen, PO2, PCO2)
13) Pengukuran suhu tiap jam.
b. Range Of Motion (ROM)
ROM bertujuan meningkatkan atau mempertahankan fleksibelitas dan
kekuatan otot dan bermanfaat untuk menentukan nilai kemampuan
sendi, tulang, dan otot dalam melakukan pergerakan. Jenis jenis ROM
yaitu latihan ROM aktif dan pasif. Untuk ROM aktif merupakan
latihan dengan meminta klien menggunakan otot untuk melakukan
grakan secara mandiri tanpa bantuan atau didampingi. ROM pasif
dilakukan oleh klien dengan bantuan perawat atau tenaga kesehatan
lain karena klien memiliki keterbatasan pergerakan. Prinsip ROM
diantaranya yaitu, ROM dilakukan perlahan dan hati-hati sehingga
tidak melelahkan pasien, ROM harus diulang 8 kali dan dikerjakan
minimal 2 kali sehari, perhatikan umur, diagnosa, tanda-tanda vital dan
lamanya tirah baring, ROM dapat dilakukan pada semua persendian
atau hanya pada bagian-bagian yang dicurigai mengalami proses
penyakit dan melakukan ROM harus sesuai waktunya (misalnya
setelah mandi atau perawatan rutin telah dilakukan).
Mengenai standar operasional (SOP) ROM:
1. Pengertian Latihan range of motion (ROM) adalah latihan
yang dilakukan untuk mempertahankan atau
meningkatkan mobilitas sendi secara penuh dan
normal guna meningkatkan massa dan tonus otot
(Kasiati & Roslamawati, 2016)
ROM dibagi menjadi dua yaitu ROM aktif dan
14

ROM pasif. ROM aktif yaitu gerakan yang


dilakukan oleh seseorang (pasien) dengan
mandiri tanpa bantuan perawat pada saat
melakukan gerakan. Perawatan memberikan
motivasi dan membimbing klien dalam
melaksanakan pergerakan sendiri secara mandiri
sesuai dengan rentang gerak sendi normal (klien
aktif) dengan kekuatan otot 75%. ROM pasif
yaitu latihan ROM yang dilakukan klien dengan
bantuan dari orang lain perawat atau alat bantu
melakukan gerakan. Perawat melakukan gerakan
persendian klien sesuai dengan rentang gerak
yang normal (klien pasif) dengan kekuatan otot
50% (Ananda, 2017).
2. Tujuan a. Meningkatkan atau mempertahankan
fleksibelitas dan kekuatan otot
b. Mempertahankan fungsi jantung dan
pernapasan
c. Mencegah kontraktur, kelainan bentuk, dan
kekakuan pada persendian.
3. Indikasi Pada saat pasien memiliki kelemahan otot dan
tidak dapat menggerakan persendian
sepenuhnya.
4. Persiapan a. Persiapan klien
1) Berikan ucapan salam
2) Perkenalan
3) Kaji responden dengan memeriksa
identitas responden secara teliti
4) Jelaskan prosedur tindakan yang akan
diberikan
5) Beri kesempatan klien untuk mengajukan
pertanyaan
6) Aturlah posisi responden hingga ia
merasa nyaman dan aman selama
memberikan tindakan
7) Anjurkan klien untuk berdoa terlebih
dahulu.
b. Persiapan alat
1) Lotion
2) Minyak penghangat (jika perlu)
3) Handscoon (jika dibutuhkan)
5. Prosedur 1. Tahap prainteraksi
pelaksanaan a. Konfirmasi ke responden bahwa tindakan
akan segera dilakukan
b. Lakukan cuci tangan
c. Usapkan lotion atau minyak hangat pada
15

tangan
d. Posisikan responden senyaman mungkin.
2. Tahap kerja
a. Leher
1) Fleksi: menggerakan bagian dagu dan
menempel ke dada
2) Ekstensi: mengembalikan posisi
kepala ke posisi tegak
3) Fleksi lateral: memiringkan bagian
kepala sejauh meungkin ke arah setiap
bahu
4) Rotasi: memutar kepala sejauh
mungkin dalam gerakan sirkuler.
b. Bahu
1) Fleksi: menaikkan bagian lengan dari
posisi samping tubuh ke bagian depan
ke posisi di atas kepala
2) Ekstensi: mengmbalikkan bagian
lengan ke poisisi di samping tubuh
3) Abduksi: menaikkan bagian lengan ke
posisi samping di atas kepala dengan
telapak tangan jauh dari kepala
4) Adduksi: menurunkan bagian lengan
ke samping dan meyilang tubuh
sejauh mungkin
5) Hiperekstensi: menggerakan lengan
ke belakang tubuh dan siku tetap lurus
6) Rotasi internal dan eksternal: dengan
siku posisi fleksi, memutar bahu
dengan menggerakan bagian lengan
sampai ibu jari ke atas dan ke samping
kepala.
3. Siku
a. Fleksi: menekuk bagian siku sehingga
lengan bagian bawah bergerak ke depan
sendi bahu dan tangan sejajar dengan
bahu
b. Ekstensi: meluruskan bagian siku dengan
menurunkan lengan.
4. Lengan bawah
a. Supinasi: memutar bagian lengan bawah
dan bagian tangan sehingga telapak
tangan menghadap ke atas
b. Pronasi: memutar bagian lengan bawah
sehingga telapak tangan menghadap ke
bawah.
16

5. Pergelangan tangan
a. Fleksi: menggerakan bagian telapak
tangan ke atas
b. Ekstensi: menggerakan bagian telapak
tangan ke bawah
c. Abduksi: menekuk pergelangan tangan
miring ke ibu jari
d. Adduksi: menekuk pergelangan tangan
miring ke arah lima jari.
6. Jari-jari tangan
a. Fleksi: membuat genggaman
b. Ekstensi: meluruskan jari-jari tangan
c. Hiperekstensi: menggerakan jari-jari
tangan ke belakang sejauh mungkin
d. Abduksi: menggerakan jari-jari tangan
yang satu dengan yang lain
e. Adduksi: merapatkan kembali jari-jari
tangan.
7. Ibu jari
a. Oposisi: menyentuh ibu jari ke setiap jari-
jari tangan pada tangan yang sama.
8. Pinggul
a. Fleksi: menggerakan tungkai ke depan
dan ke atas
b. Ekstensi: menggerakan kembali ke arah
samping tungkai yang lain
c. Hiperekstensi: menggerakan bagian
tungkai ke belakang tubuh
d. Rotasi dalam: memutar kaki dan tungkai
ke arah tungkai lain
e. Rotasi luar: memutar kaki dan tungkai
menjauhi tungkai lain
f. Abduksi: menggerakan tungkai ke
samping menjauhi tubuh
g. Adduksi: menggerakan kembali bagian
tungkai ke posisi medial dan melebihi jiki
mungkin.
9. Lutut
a. Fleksi: mengangkat lutut pasien
membentuk sudut 90°
b. Ekstensi: mengembalikan ke sisi semula
dengan lutut lurus.
10. Pergelangan kaki
a. Plantar fleksi: meluruskan pergelangan
kaki
b. Dorso fleksi: menaikan pergelangan kaki
17

secara perlahan.
11. Jari-jari kaki
a. Fleksi: melengkungkan bagian jari-jari ke
bawah
b. Ekstensi: meluruskan jari-jari kaki
c. Abduksi: meregangkan jari-jari kaki satu
dnegan yang lain
d. Adduksi: merapatkan kembali jari-jari
kaki bersamaan.
12. Tahap terminasi
a. Mengatakan bahwa terapi sudah selesai
dilaksanakan
b. Menanyakan perasaan pasien setelah
dilakukan terapi
c. Menjelaskan pasien bahwa terapi ini
boleh dilakukan setiap 1-5 kali sehari.
Hal-hal Observasi respon verbal klien selama dilakukan
terapi ROM.
Tabel 2.1 SOP

c. Akupresur
Akupresur yang juga biasa disebut dengan pijat akupuntur adalah
metode pemijatan berdasarkan ilmu akupuntur tanpa menggunakan
jarum. Akupresur merupakan terapi yang aman diberikan karena tidak
melibatkan penggunaan teknik invasif hanya menggunakan jempol dan
jari (kadang-kadang siku) untuk menekan ke titik tubuh tertentu.
d. Pengaturan posisi
Pengaturan posisi pasien di tempat tidur setiap dua jam untuk memberi
peluang tubuh beraktivitas secara pasif dan memaksimalkan
pengembangan paru serta mencegah terjadinya dekubitus tetapi jika
membalikan tubuh pasien terlalu sering dikhawatirkan akan
meningkatkan tekanan intrakranial oleh karena itu dilakukan
perubahan posisi dalam selang waktu 2 jam.
e. Penilaian kesadaran
Kesadaran mempunyai dua komponen yaitu penilaian kualitatif dan
kuantitatif. Penilaian kesadaran secara kualitatif antara lain compos
mentis pasien mengalami kesadaran penuh dan memberikan respon
18

yang cukup terhadap stimulasi rangsangan, apatis pasien mengalami


acuh tak acuh terhadap keadaan disekitarnya, semnolen pasien
mengalami penurunan kesadaran ringan sampai sedang, terbatasnya
terhadap respon lingkungan, mudah jatuh tertidur dan respon minimal
terhadap pertanyaan, tetapi masih memberikan rangsangan yang kuat,
supor pasien tidak memberikan respon sedikit terhadap rangsangan
dengan adanya reflek pupil terhadap cahaya yang masih positif, dan
respon terhadapt stimul berupa gerakan, koma pasien tidak bisa
memberikan respons motorik atau verbal terhadap rangsangan
eksternal sehinggan reflek pupil terhadap cahaya tidak ada. Nilai
glaslow coma scale (GCS) yaitu, compos mentis : 15, somnolen (agak
menurun atau apatis) : 12-14, sopor (mengantuk) : 9-11, koma (tidak
sadar) : 3-8.
f. Penilaian kekuatan otot
Diharapkan kekuatan otot meingkat dengan kriteria inklusi 4.
Kekuatan otot dinilai dalam skala 0 sampai 5 :
1) 0 : tidak terdeteksi adanya kontraksi otot
2) 1 : kontraksi yang nyaris tidak terdeteksi atau hanya kedutan
3) 2 : gerakan aktif bagian tubuh tanpa pengaruh gravitasi
4) 3 : gerakan aktif melawan gravitasi
5) 4 : gerakan aktif melawan gravitasi dan sedikit resistensi penuh
tanpa tanda-tanda kelelahan
6) 5 : inilah kekuatan otot normal.

9. Pencegahan
Dalam upaya pencegahan stroke berulang maka hal-hal yang perlu
dilakukan yaitu (Purwani, 2017):
a. Hindari faktor yang berisiko dengan melakukan aktivitas fisik,
konsumsi sayur dan buah, serta memeriksa kesehatan berkala.
b. Pemeriksaan rutin bagi pasien yang memiliki keluarga dengan riwayat
stroke.
19

c. Tatalaksana faktor risiko stroke dengan menurunkan tekanan darah


±10 mmHg dan risiko stroke turun 1/3.
d. Pemberian obat-obat seperti aspirin, statin, darah tinggi, atau warfarin.
e. Perawatan paripurna pasien stroke.
f. Berhenti merokok.
g. Lakukan olahraga secara rutin.
h. Kurangi konsumsi garam terlalu banyak.
i. Hentikan terapi hormon.
j. Kurangi stres dan istirahat yang cukup.

B. Konsep Dasar Gangguan Mobilitas Fisik


1. Pengertian
Gangguan mobilitas fisik dapat mempengaruhi keterbatasan seseorang
dalam gerakan fisik, satu atau lebih pada ekstermitas secara mandiri atau
terarah (Nanda, 2020).
Gangguan mobilitas fisik yaitu keterbatasan dalam pergerakan fisik
dari satu ekstermitas atau lebih secara mandiri. Perubahan tingkat
mobilitas fisik dapat menyebabkan instruksi pembatasan gerak dalam
bentuk tirah baring, pembatasan gerak fisik selama penggunaan alat bantu
eksternal, pembatasan gerakan volunter, atau kehilangan fungsi motorik.
Dimana seseorang tidak dapat bergerak secara bebas karena kondisi yang
mengganggu pergerakan (Sugiartini, 2018).
Menurut Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2016), gangguan mobilitas fisik
adalah keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih ekstermitas
secara mandiri.
Pengertian dari ketiga sumber diatas dapat disimpulkan bahwa
hambatan mobilitas fisik mengacu pada keterbatasan seseorang dalam
melakukan aktivitas secara mandiri.
20

2. Etiologi
Menurut (Nanda, 2020), etiologi gangguan mobilitas fisik yaitu
intoleransi aktivitas, kepercayaan budaya tentang aktivitas, penurunan
ketahanan tubuh, depresi, disuse, kurang dukungan lingkungan, fisik tidak
bugar, dan gaya hidup yang kurang gerak.
Sedangkan menurut (Sugiartini, 2018) penyebab dari gangguan mobilitas
fisik, yaitu:
a. Kerusakan integritas struktur tulang
b. Perubahan metabolisme
c. Ketidakbugaran fisik
d. Penurunan kendali otot
e. Penurunan massa otot
f. Penurunan kekuatan otot
g. Keterlambatan perkembangan
h. Gangguan musculoskeletal
i. Gangguan neuromuskulal
j. Efek agen farmakologis
k. Program pembatasan gerak, nyeri, kecemasan, gangguan kognitif,
keengganan melakukan pergerakan, gangguan sensori persepsi.

3. Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala pada gangguan mobilitas fisik dalam (Sugiartini,
2018) terdapat dua bagian, diantaranya:
a. Tanda dan gejala mayor
Tanda dan gejala mayor secara subjektif yaitu mengeluh sulit
menggerakan ekstermitas, sedangkan secara objektif adalah kekuatan
otot menurun dan rentang gerak (ROM) menurun.
b. Tanda dan gejala minor
Tanda dan gejala minor secara subjektif yaitu nyeri saat bergerak,
enggan untuk melakukan pergerakan, merasa cemas saat bergerak,
21

sedangkan secara objektif adalah sendi kaku, gerakan tidak


terkoordinasi, gerakan terbatas, dan fisik lemah.

4. Faktor yang Berhubungan


Faktor yang berhubungan dengan gangguan mobilitas fisik yaitu disuse,
gangguan muskuloskeletal, gangguan neuromuskular, gaya hidup kurang
bergerak, intoleransi aktivitas, kaku sendi, kontraktur, kurang pengetahuan
tentang aktivitas fisik, penurunan kekuatan otot, penurunan kendali otot,
dan penurunan massa otot.

5. Dampak Gangguan Mobilitas Fisik


Menurut (Aguilar, 2020) dampak yang akan terjadi apabila gangguan
mobilitas fisik tidak segera ditangani yaitu:
a. Perubahan metabolisme
b. Ketidakseimbangan carian dan elektrolit
c. Gangguan fungsi gastrointestinal
d. Perubahan sistem pernapasan perubahan kardiovaskule
e. Perubahan sistem muskuloskeletal.

6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan gangguan mobilitas fisik yaitu:
a. Pengaturan posisi tubuh sesuai kebutuhan pasien
Pengaturan posisi untuk mempertahankan kenyamanan pasien dalam
mengatasi masalah kebutuhan mobilitas dapat disesuaikan dengan
tingkat gangguan, seperti trendelenburg, posisi fowler, sim, lithotomi,
drosal recumbent, dan genu pectoral.
b. Latihan ROM
ROM bertujuan meningkatkan atau mempertahankan fleksibelitas dan
kekuatan otot dan bermanfaat untuk menentukan nilai kemampuan
sendi, tulang, dan otot dalam melakukan pergerakan. Jenis jenis ROM
yaitu latihan ROM aktif dan pasif. Untuk ROM aktif merupakan
22

latihan dengan meminta klien menggunakan otot untuk melakukan


grakan secara mandiri tanpa bantuan atau didampingi. ROM pasif
dilakukan oleh klien dengan bantuan perawat atau tenaga kesehatan
lain karena klien memiliki keterbatasan pergerakan. Prinsip ROM
diantaranya yaitu, ROM dilakukan perlahan dan hati-hati sehingga
tidak melelahkan pasien, ROM harus diulang 8 kali dan dikerjakan
minimal 2 kali sehari, perhatikan umur, diagnosa, tanda-tanda vital dan
lamanya tirah baring, ROM dapat dilakukan pada semua persendian
atau hanya pada bagian-bagian yang dicurigai mengalami proses
penyakit dan melakukan ROM harus sesuai waktunya (misalnya
setelah mandi atau perawatan rutin telah dilakukan).
Mengenai standar operasional (SOP) ROM:
1. Pengertian Latihan range of motion (ROM) adalah latihan
yang dilakukan untuk mempertahankan atau
meningkatkan mobilitas sendi secara penuh dan
normal guna meningkatkan massa dan tonus otot
(Kasiati & Roslamawati, 2016)
ROM dibagi menjadi dua yaitu ROM aktif dan
ROM pasif. ROM aktif yaitu gerakan yang
dilakukan oleh seseorang (pasien) dengan
mandiri tanpa bantuan perawat pada saat
melakukan gerakan. Perawatan memberikan
motivasi dan membimbing klien dalam
melaksanakan pergerakan sendiri secara mandiri
sesuai dengan rentang gerak sendi normal (klien
aktif) dengan kekuatan otot 75%. ROM pasif
yaitu latihan ROM yang dilakukan klien dengan
bantuan dari orang lain perawat atau alat bantu
melakukan gerakan. Perawat melakukan gerakan
persendian klien sesuai dengan rentang gerak
yang normal (klien pasif) dengan kekuatan otot
50% (Ananda, 2017).
2. Tujuan a. Meningkatkan atau mempertahankan
fleksibelitas dan kekuatan otot
b. Mempertahankan fungsi jantung dan
pernapasan
c. Mencegah kontraktur, kelainan bentuk, dan
kekakuan pada persendian.
3. Indikasi Pada saat pasien memiliki kelemahan otot dan
tidak dapat menggerakan persendian
23

sepenuhnya.
4. Persiapan Persiapan klien
1) Berikan ucapan salam
2) Perkenalan
3) Kaji responden dengan memeriksa
identitas responden secara teliti
4) Jelaskan prosedur tindakan yang akan
diberikan
5) Beri kesempatan klien untuk mengajukan
pertanyaan
6) Aturlah posisi responden hingga ia
merasa nyaman dan aman selama
memberikan tindakan
7) Anjurkan klien untuk berdoa terlebih
dahulu.
Persiapan alat
1) Lotion
2) Minyak penghangat (jika perlu)
3) Handscoon (jika dibutuhkan)
5. Prosedur 1. Tahap prainteraksi
pelaksanaan a. Konfirmasi ke responden bahwa tindakan
akan segera dilakukan
b. Lakukan cuci tangan
c. Usapkan lotion atau minyak hangat pada
tangan
d. Posisikan responden senyaman mungkin.
2. Tahap kerja
a. Leher
1) Fleksi : menggerakan bagian dagu dan
menempel ke dada
2) Ekstensi: mengembalikan posisi
kepala ke posisi tegak
3) Fleksi lateral: memiringkan bagian
kepala sejauh meungkin ke arah setiap
bahu
4) Rotasi: memutar kepala sejauh
mungkin dalam gerakan sirkuler.
b. Bahu
1) Fleksi: menaikkan bagian lengan dari
posisi samping tubuh ke bagian depan
ke posisi di atas kepala
2) Ekstensi: mengmbalikkan bagian
lengan ke poisisi di samping tubuh
3) Abduksi: menaikkan bagian lengan ke
posisi samping di atas kepala dengan
telapak tangan jauh dari kepala
24

4) Adduksi: menurunkan bagian lengan


ke samping dan meyilang tubuh
sejauh mungkin
5) Hiperekstensi: menggerakan lengan
ke belakang tubuh dan siku tetap lurus
6) Rotasi internal dan eksternal: dengan
siku posisi fleksi, memutar bahu
dengan menggerakan bagian lengan
sampai ibu jari ke atas dan ke samping
kepala.
3. Siku
a. Fleksi: menekuk bagian siku sehingga
lengan bagian bawah bergerak ke depan
sendi bahu dan tangan sejajar dengan
bahu
b. Ekstensi: meluruskan bagian siku dengan
menurunkan lengan.
4. Lengan bawah
a. Supinasi: memutar bagian lengan bawah
dan bagian tangan sehingga telapak
tangan menghadap ke atas
b. Pronasi: memutar bagian lengan bawah
sehingga telapak tangan menghadap ke
bawah.
5. Pergelangan tangan
a. Fleksi: menggerakan bagian telapak
tangan ke atas
b. Ekstensi: menggerakan bagian telapak
tangan ke bawah
c. Abduksi: menekuk pergelangan tangan
miring ke ibu jari
d. Adduksi: menekuk pergelangan tangan
miring ke arah lima jari.
6. Jari-jari tangan
a. Fleksi: membuat genggaman
b. Ekstensi: meluruskan jari-jari tangan
c. Hiperekstensi: menggerakan jari-jari
tangan ke belakang sejauh mungkin
d. Abduksi: menggerakan jari-jari tangan
yang satu dengan yang lain
e. Adduksi: merapatkan kembali jari-jari
tangan.
7. Ibu jari
a. Oposisi: menyentuh ibu jari ke setiap jari-
jari tangan pada tangan yang sama.
8. Pinggul
25

a. Fleksi: menggerakan tungkai ke depan


dan ke atas
b. Ekstensi: menggerakan kembali ke arah
samping tungkai yang lain
c. Hiperekstensi: menggerakan bagian
tungkai ke belakang tubuh
d. Rotasi dalam: memutar kaki dan tungkai
ke arah tungkai lain
e. Rotasi luar: memutar kaki dan tungkai
menjauhi tungkai lain
f. Abduksi: menggerakan tungkai ke
samping menjauhi tubuh
g. Adduksi: menggerakan kembali bagian
tungkai ke posisi medial dan melebihi jiki
mungkin.
9. Lutut
a. Fleksi: mengangkat lutut pasien
membentuk sudut 90°
b. Ekstensi: mengembalikan ke sisi semula
dengan lutut lurus.
10. Pergelangan kaki
a. Plantar fleksi: meluruskan pergelangan
kaki
b. Dorso fleksi: menaikan pergelangan kaki
secara perlahan.
11. Jari-jari kaki
a. Fleksi: melengkungkan bagian jari-jari ke
bawah
b. Ekstensi: meluruskan jari-jari kaki
c. Abduksi: meregangkan jari-jari kaki satu
dnegan yang lain
d. Adduksi: merapatkan kembali jari-jari
kaki bersamaan.
12. Tahap terminasi
a. Mengatakan bahwa terapi sudah selesai
dilaksanakan
b. Menanyakan perasaan pasien setelah
dilakukan terapi
c. Menjelaskan pasien bahwa terapi ini
boleh dilakukan setiap 1-5 kali sehari.
Hal-hal Observasi respon verbal klien selama dilakukan
terapi ROM.
Tabel 2.2 SOP ROM

c. Latihan ambulasi
26

Ambulasi adalah kemampuan dalam berjalan dari satu tempat ke


tempat lainnya secara mandiri dengan atau tanpa alat bantu
(Wilkinson, 2016). Latihan ini dapat dilakukan sebagai berikut (Kasiati
& Rosmalawati, 2016):
1) Membantu pasien duduk diatas tempat tidur
2) Membantu turun dari tempat tidur, berdiri, kemudian
menengadahkan tangah, menghadap ke atas (superior)
3) Inversi yaitu gerakan sendi ke arah dalam
4) Eversi yaitu duduk dikursi roda
5) Membantu pasien berjalan dan ikuti sesuai dengan langkah.

C. Konsep Asuhan Keperawatan Gangguan Mobilitas Fisik Pada Pasien Str


oke Non Hemoragik
1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan.
Pengkajian yaitu proses pengumpulan data klien, keluarga, kelompok atau
komunitas menjadi informasi dan kemudian mengatur informasi yang
bermakna dalam kategori pengetahun yang dikenal sebagai diagnosis
keperawatan. (Nanda, 2020).
Pengkajian keperawatan pada klien stroke non hemoragik, sebagai
berikut:
a. Anamnesis sebagai berikut:
1) Identitas klien
a) Umur
Stroke dapat menyerang semua umur, namun sering
dijumpai pada usia tua. Setelah berumur 55 tahun, risikonya
berlipat ganda setiap kurun waktu sepuluh tahun. Pada stroke
sering dijumpai pada usia 45-70 tahun.
b) Jenis kelamin
Laki-laki lebih cenderung terkena stroke lebih tinggi
dibandingkan perempuan, dengan perbandingan 1,3 : 1.
27

Kecuali pada usia lanjut laki-laki dan wanita hampir tidak


berbeda. Laki-laki yang berumur 45 tahun bila bertahan hidup
sampai 85 tahun kemungkinan terkena stroke 25%, sedangkan
risiko bagi perempuan hanya 20%.
c) Pekerjaan
Stroke dapat menyerang jenis pekerjaan lainnya dan
beberapa ahli menyebutkan bahwa stroke cenderung dijumpai
oleh golongan sosial ekonomi yang tinggi karena berhubungan
dengan pola hidup, pola makan, pola istirahat dan aktivitas.
2) Keluhan utama
Keluhan yang dijumpai biasanya meminta bantuan seperti
kelemahan anggota gerak separuh tubuh, bicara pelo, tidak dapat
berkomunikasi, dan nyeri kepala (Ramadhani, 2018).
3) Riwayat penyakit sekarang
Serangan pasien stroke saat ini menyebabkan terjadi nyeri
kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar selain
gejala lemahnya anggota gerak separuh tubuh atau gangguan
fungsi otak yang lain, dan lama terjaidnya gangguan mobilitas fisik
(Mubarak et al., 2015).
4) Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes mellitus, jantung, anemia,
trauma kepala, kontrasepsi oral, penggunaan obat antikoagulan,
aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan.
5) Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi,
diabetes mellitus atau stroke dari generasi terdahulu.
b. Pemeriksaan fisik menurut Padila (2012) yaitu:
1) Keadaan umum
Tingkat kesadaran menurun karena terjadinya perdarahan yang
menyebabkan kerusakan otak kemudian menekan batang otak.
Evaluasi tingkat kesadaran secara sederhana terdiri dari :
28

a) Compos mentis (kesadaran baik)


b) Apatis (perhatian kurang)
c) Samnolen (kesadaran mengantuk)
d) Stupor (kantuk yang dalam bila pasien dibangunkan dengan
rangsangan nyeri yang kuat)
e) Soparokomatus (keadaan tidak ada respon verbal)
f) Tidak ada respon sama sekali.
2) Tanda-tanda vital
a) Tekanan darah
Pasien stroke memiliki riwayat tekanan darah dengan tekanan
sistole > 140 dan diastole > 80mmHg
b) Nadi
Pasien stroke nadi terhitung normal.
c) Pernapasan
Pasien stroke mengalami napas cepat dan terdapat gangguan
pada bersihan jalan napas.
d) Suhu tubuh
Pada pasien stroke tidak ada masalah suhu.
3) Pemeriksaan head to toe
a) Pemeriksaan kepala
(1) Kepala
Pada umumnya bentuk kepala pasien stroke normocephalik.
(2) Rambut
Pada umumnya tidak ada kelainan pada rambut pasien.
(3) Wajah
Biasanya pada wajah pasien stroke terlihat miring kesalah
satu sisi.
b) Pemeriksaan integumen
(1) Kulit
29

Biasanya pada pasien yang kekuranga oksigen kulit akan


tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit
akan jelek.
(2) Kuku
Biasanya pada pasien stroke hemoragik ini capilary refill
timenya ≤ 3 detik bila ditangani secara cepat dan baik.
c) Pemeriksaan dada
Pada inspeksi biasanya didapatkan klien batuk,
peningkatan produksi sputum, sesak nafas, penggunaan otot
bantu nafas, dan peningkatan frekuensi pernapasan. Pada
auskultasi biasanya terdengar bunyi nafas tambahan seperti
ronchi pada pasien dengan peningkatan produksi sekret dan
kemampuan batuk menurun yang sering didapatkan pada
pasien stroke dengan penurunan tingkat kesadaran koma. Pada
pasien dengan tingkat kesadaran compos mentis, pada
pengkajian inspeksi biasanya pernapasan tidak ada kelainan.
Palpasi thorax didapatkan fremitus kiri dan kanan dan pada
auskultasi tidak didapatkan bunyi nafas tambahan.
d) Pemeriksaan abdomen
Biasanya pada pasien stroke didapatkan distensi pada
abdomen, dapatkan penurunan peristaltik usus dan kadang-
kadang perut pasien terasa kembung.
e) Pemeriksaan genitalia
Biasanya pasien stroke dapat mengalam inkontinensia
urinarius sementara karena konfusi dan ketidakmampuan
mengungkapkan kebutuhan dan ketidakmampuan untuk
menggunkana urinal karena kerusakan kontrol motorik dan
postural. Kadang-kadang kontrol sfingter urinarius eksternal
hilang atau berkurang. Selama periode ini dilakukan
kateterisasi intermiten dengan teknik steril, inkontensia urine
yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.
30

f) Pemeriksaan neurologis
1) Pemeriksaan nervus cranialis
(a) Nervus I (olfaktorius)
Bisanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada
fungsi penciuman.
(b) Nervus II (optikus)
Disfungsi persepsi visual karena gangguan jarak sensori
primer diantara mata dan korteks visual. Gangguan
hubungan visual spasial biasanya sering terlihat pada
pasien hemiplegia kiri. Pasien mungkin tidak dapat
memakai pakaian tanpa bantuan karena
ketidakmampuan untuk mencocokan pakaian ke bagian
tubuh.
(c) Nervus III (okulomotoris), IV (roklearis), dan VI
(abdusen). Pemeriksaan ini diperiksa secara bersamaan
karena saraf ini bekerjasama dalam mengatur otot-otot
ekstraokular. Jika akibat stroke menyebabkan paralisis,
pada satu sisi okularis biasanya didapatkan penurunan
kemampuan gerakan konjugat unilateral disisi yang
sakit.
(d) Nervus V (trigeminus) pada beberapa keadaan stroke
menyebabkan paralisis saraf trigeminus, penurunan
kemampuan koordinasi gerakan mengunyah,
penyimpanan rahang bawah ke sisi ipsilateral, serta
kelumpuhan satu sisi pterigoideus internus dan
eksternus.
(e) Nervus VII (fasiliasis) pada keadaan stroke biasanya
persepsi pengecapan dalam batas normal, namun wajah
asimetris, dan otot wajah tertarik kebagian sisi yang
sehat.
31

(f) Nervus VIII (vestibulokoklearis atau akustikus)


biasanya tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli
persepsi.
(g) Nervus IX (glosofaringeus) dan X (vagus). Secara
anatomi dan fisiologi berhubungan erat karena
glosofaringeus mempunyai bagian sensori yang
mengantarkan rangsangan pengecapan, mempersyarafi
sinus karotikus dan korpus karotikus juga mengatur
sensasi faring. Bagian dari faring dipersarafi oleh saraf
vagus. Biasanya pada klien stroke mengalami
penurunan kemampuan menelan dan kesulitan
membuka mulut.
(h) Nervus XI (aksesoris) biasanya tidak ada atrofi otot
sternokleisomastoideus dan trapezius.
(i) Nervus XII (hipoglous) biasanya lidah simetris terdapat
deviasi pada satu sisi dan fasikulasi serta inra
pengecapan normal.
2) Pemeriksaan motorik
Biasanya didapatkan hemiplegia (paralisis pada salah
satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan.
Hemiparise atau kelemahan salah satu sisi tubuh adalah
tanda yang lain. Biasanya juga mengalami gangguan
keseimbangan dan koordinasi karena hemiplegia dan
hemiparese. Pada penilaian dengan menggunakan kekuatan
otot dan tingkat kekuatan otot pada sisi yang sakit adalah 0.
3) Pemeriksaan refleks
Biasanya pada fase akut reflek fisiologis sisi yang
lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa hari refleks
fisiologis akan muncul kembali diawali dengan adanya
reflek patologis.
g) Pemeriksaan pada penderita koma
32

1) Gerakan penduler tungkai


Pasien tetap duduk di tepi tempat tidur dengan tungkai
tergantung, kemudian kaki diangkat ke depan dan dilepas.
Pada waktu dilepas akan ada gerakan penduler yang
semakin lama akan kecil dan biasanya berhenti 6 atau 7
gerakan. Beda pada rigiditas ekstrapiramidal akan ada
pengurangan waktu, namun tidak teratur atau tersendat-
sendat.
2) Menjatuhkan tangan
Tangan pasien diangkat kemudian dijatuhkan. Pada
kenanikan tonus (hipertoni) terdapat penundaan jatuhnya
lengan ke bawah. Sementara pada hipotomisitas jatuhnya
cepat.
3) Tes menjatuhkan kepala
Pasien berbaring tanpa bantal, pasien dalam keadaan
relaksasi, mata terpejam. Tangan pemeriksa yang satu
diletakkan di bawah kepala pasien, tangan yang lain
mengangkat kepala, dan menjatuhkan kepala secara lambat.
Pada kaku kuduk (nuchal rigidity) karena iritasi meningeal
terdapat hambatan dan nyeri pada fleksi leher.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu penilain klinis mengenai respons
pasien teradap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya
baik yang berlangsung potensial maupun aktual yang dimana bertujuan
untuk mengidentifikasi respon pasien individu, keluarga, dan komunitas
terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan (Bruno, 2019).
Diagnosis keperawatan memiliki dua komponen penting yaitu
masalah (problem) merupakan label diagnosis keperawatan yang
menggambarkan sebagai inti dari respons klien terhadap masalah
kesehatan, dan indikator diagnostik yang terdiri atas penyebab,
33

tanda/gejala, dan faktor risiko, tetapi dalam diagnosis aktual, indikator


diagnostik hanya terdapat penyebab dan tanda/gejala (Tim Pokja SDKI
PPNI, 2016).
Salah satu diagnosa keperawatan yang diambil dalam masalah stroke
non hemoragik menurut SDKI (2016) adalah gangguan mobilitas fisik
yang merupakan keterbatasan dan gerak fisik dari satu atau lebih secara
mandiri, dengan kode D.0054. Adapun penyebab (etiologi) yang
menimbulkan terjadinya masalah dari gangguan mobilitas fisik yaitu
adanya kerusakan integritas struktur tulang, perubahan metabolisme,
ketidakbugaran fisik, penurunan kendali otot, penurunan massa otot,
keterlambatan perkembangan, kekuatan sendi, kontraktur, malnutrisi,
gangguan muskuloskeletal, gangguan neuromuskuler, indeks massa tubuh
diatas presentik ke-75 sesuai usia, efek agen farmakologis, program
pembatasan gerak, nyeri, kurang terpapar informasi aktivitas fisik,
kecemasan, gangguan kognitif, keengganan melakukan pergerakan, dan
gangguan sensori persepsi.
Ditandai dengan tanda dan gejala mayor dan minor. Dimana pada
tanda dan gejala mayor terdapat mengeluh sulit menggerakan ekstermitas,
nyeri saat bergerak, enggan melakukan pergerakan, merasa cemas saat
bergerak, sedangkan tanda dan gejala minor terdapat kekuatan otot
menurun, rentang gerak (ROM) menurun, sendi kaku, gerakan tidak
terkoordinasi, gerakan terbatas, dan fisik lemah (Tim Pokja SDKI DPP
PPNI, 2016).

3. Intervensi Keperawatan
Perencanaan atau intervensi adalah segala treatment yang dikerjakan
oleh perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan penilain klinis untuk
mencapai luaran (outcome) yang diharapkan. Dalam tahap perencanaan
keperawatan terdiri dari dua rumusan utama yaitu rumusan luaran
keperawatan dan rumusan intervensi keperawatan (PPNI, 2018).
34

Luaran keperawatan menunjukkan status diagnosis keperawatan


setelah dilakukan intervensi keperawatan. Adapun komponen luaran
keperawatan diantaranya label (nama luaran keperawatan berupa kata-kata
kunci informasi luaran), ekspetasi (terdiri dari ekspetasi meningkat yang
artinya bertambah baik dalam ukuran, jumlah, maupun derajat atau
tingkatan, menurun artinya menimbulkan efek yang lebih baik, adekuat,
atau efektif), kriteria hasil (karakteristik pasien yang dapat diamati atau
diukur dan dijadikan sebagai dasar untuk menilai pencapaian hasil
intervensi) (PPNI, 2019).
Perencanaan keperawatan gangguan mobilitas fisik pada pasien storke
non hemoragik:
a. Tujuan (SLKI, 2018) sebagai berikut:
Setelah dilakukan tindakan keperawata diharapkan mobilitas fisik
meningkat.
b. Kriteria hasil (SLKI, 2018) yaitu:
1) Pergerakan ekstermitas meningkat
2) Kekuatan otot meningkat
3) Rentang gerak (ROM) meningkat
4) Nyeri menurun
5) Kaku sendi menurun
6) Gerakan tidak ter-koordinasi menurun
7) Gerakan terbatas menurun
8) Kelemahan fisik menurun
9) Kecemasan menurun
Pada perencanaan keperawatan terdapat langkah-langkah yang
dilakukan secara mandiri maupun secara kolaborasi (SIKI, 2018) meliputi:
a. Dukungan mobilisasi
Observasi
1) Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
2) Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan
35

3) Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai


mobilitas
4) Monitor kondisi umum selama melakukan mobilitas
Terapeutik
1) Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu (misalnya pagar
tempat tidur)
2) Fasilitasi melakukan pergerakan (jika perlu)
3) Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam melakukan
pergerakan
Edukasi
1) Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
2) Anjurkan melakukan mobilisasi dini
3) Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus dilakukan (misalnya
duduk ditempat tidur, duduk disisi tempat tidur, dan berpindah dari
tempat tidur ke kursi).
b. Pengaturan posisi
Observasi
1) Monitor status oksigen sebelum dan sesudah mengubah posisi
Terapeutik
1) Motivasi melakukan ROM aktif atau pasif.
2) Hindari menempelkan pada posisi yang dapat meningkatkan nyeri.
Edukasi
1) Informasikan saat akan dilakukan perubahan posisi

4. Implementasi Keperawatan
Tindakan keperawatan pada pasien gangguan mobilitas fisik untuk
mencapai tujuan agar kebutuhan pasien terpenuhi secara optimal dengan
mengidentifikasi adanya nyeri, mengidentifikasi toleransi fisik melakukan
pergerakan, memonitor kondisi umum selama melakukan mobilitas,
melakukan mobilisasi dini, dengan mengajarkan mobilisasi yang
sederhana, memonitor status oksigenasi sebelum dan sesudah mengubah
36

posisi, memfasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu, melibatkan


keluarga unutk membantu pasien dalam meningkatkan pergerakan,
memotivasi melakukan range of motion (ROM) (PPNI, 2018).
Dalam Jurnal Riset Hesti Medan (2018) latihan ROM pada penderita
stroke non hemoragik dilakukan pada bagian-bagian tubuh untuk
menghindari adanya kekakuan sebagai dampak dari perjalanan penyakit
ataupun gejala sisa. Ada dua jenis ROM yaitu ROM aktif dan ROM pasif.
ROM aktif yaitu pasien menggunakan ototnya untuk melakukan gerakan
secara mandiri, sedangkan ROM pasif adalah latihan yang dilakukan
dengan bantuan orang lain. ROM pasif dilakukan karena pasien belum
mampu menggerakan anggota badan secara mandiri.
Manfaat dan tujuan ROM:
a. Mengkaji kemampuan otot, tulang, dan snedi dalam melakukan
pergerakan
b. Mempertahankan atau memelihara fleksibelitas dan kekuatan otot
c. Memelihara mobilitas persendian
d. Merangsang sirkulasi darah
e. Mencegah kelainan bentuk, kekakuan, dan kontraktur
f. Mempertahankan fungsi jantung dan pernapasan.
Waktu dan frekuensi ROM:
a. Idealnya latihan ROM dilakukan 2x/hari
b. Lakukan masing-masing gerakan sebanyak 10 hitungan, latihan
dilakukan dalam waktu 30 menit.
c. Mulai latihan secara perlahan dan bertahap
d. Usahakan sampai mencapai gerakan penuh tetapi jangan memaksakan
gerakan
e. Jangan memaksakan suatu gerakan pada pasien, gerakan hanya sampai
pada batas yang ditoleransi pasien
f. Jaga supaya tungkai dan lengan, anggota badan menyokong seluruh
gerakan
g. Hentikan latihan apabila pasien merasa nyeri
37

h. Lakukan secara perlahan dan hati-hati dengan melihat respon atau


keadaan pasien.
Gerakan sendi ROM menurut Indriani, W (2019) sebagai berikut:
1. Leher
a. Fleksi: menggerakan bagian dagu dan menempel ke dada
b. Ekstensi: mengembalikan posisi kepala ke posisi tegak
c. Fleksi lateral: memiringkan bagian kepala sejauh meungkin ke arah
setiap bahu
d. Rotasi: memutar kepala sejauh mungkin dalam gerakan sirkuler.
2. Bahu
a. Fleksi: menaikkan bagian lengan dari posisi samping tubuh ke
bagian depan ke posisi di atas kepala
b. Ekstensi: mengmbalikkan bagian lengan ke poisisi di samping
tubuh
c. Abduksi: menaikkan bagian lengan ke posisi samping di atas kepala
dengan telapak tangan jauh dari kepala
d. Adduksi: menurunkan bagian lengan ke samping dan meyilang
tubuh sejauh mungkin
e. Hiperekstensi: menggerakan lengan ke belakang tubuh dan siku
tetap lurus
f. Rotasi internal dan eksternal: dengan siku posisi fleksi, memutar
bahu dengan menggerakan bagian lengan sampai ibu jari ke atas
dan ke samping kepala.
3. Siku
a. Fleksi: menekuk bagian siku sehingga lengan bagian bawah
bergerak ke depan sendi bahu dan tangan sejajar dengan bahu
b. Ekstensi: meluruskan bagian siku dengan menurunkan lengan.
4. Lengan bawah
a. Supinasi: memutar bagian lengan bawah dan bagian tangan
sehingga telapak tangan menghadap ke atas
38

b. Pronasi: memutar bagian lengan bawah sehingga telapak tangan


menghadap ke bawah.
5. Pergelangan tangan
a. Fleksi: menggerakan bagian telapak tangan ke atas
b. Ekstensi: menggerakan bagian telapak tangan ke bawah
c. Abduksi: menekuk pergelangan tangan miring ke ibu jari
d. Adduksi: menekuk pergelangan tangan miring ke arah lima jari.
6. Jari-jari tangan
a. Fleksi: membuat genggaman
b. Ekstensi: meluruskan jari-jari tangan
c. Hiperekstensi: menggerakan jari-jari tangan ke belakang sejauh
mungkin
d. Abduksi: menggerakan jari-jari tangan yang satu dengan yang lain
e. Adduksi: merapatkan kembali jari-jari tangan.
7. Ibu jari
a. Oposisi: menyentuh ibu jari ke setiap jari-jari tangan pada tangan
yang sama.
8. Pinggul
a. Fleksi: menggerakan tungkai ke depan dan ke atas
b. Ekstensi: menggerakan kembali ke arah samping tungkai yang lain
c. Hiperekstensi: menggerakan bagian tungkai ke belakang tubuh
d. Rotasi dalam: memutar kaki dan tungkai ke arah tungkai lain
e. Rotasi luar: memutar kaki dan tungkai menjauhi tungkai lain
f. Abduksi: menggerakan tungkai ke samping menjauhi tubuh
g. Adduksi: menggerakan kembali bagian tungkai ke posisi medial
dan melebihi jiki mungkin.
9. Lutut
a. Fleksi: mengangkat lutut pasien membentuk sudut 90°
b. Ekstensi: mengembalikan ke sisi semula dengan lutut lurus.
10. Pergelangan kaki
a. Plantar fleksi: meluruskan pergelangan kaki
39

b. Dorso fleksi: menaikan pergelangan kaki secara perlahan.


11. Jari-jari kaki
a. Fleksi: melengkungkan bagian jari-jari ke bawah
b. Ekstensi: meluruskan jari-jari kaki
c. Abduksi: meregangkan jari-jari kaki satu dnegan yang lain
d. Adduksi: merapatkan kembali jari-jari kaki bersamaan.
12. Melakukan observasi verbal dan non verbal saat maupun setelah
dilakukan tindakan ROM. Apakah pasien merasa nyaman.

5. Evaluasi Keperawatan
Menurut (Muklasin, 2018) evaluasi adalah tahap akhir dari proses
keperawatan untuk dapat menentukan keberhasilan dalam asuhan
keperawatan.
Menurut (Nursalam, 2015) evaluasi keperawatan terdiri dari dua jenis,
yaitu:
a. Evaluasi Formatif
Evaluasi ini disebut juga evaluasi berjalan dimana evaluasi ini
dilakukan tercapai ketika tindakan berlangsung. Pada evaluasi formatif
ini penulis menilai klien tentang ketepatan gerak pada saat melakukan
latihan ROM (Range Of Motion) yang penulis ajarkan terlebih dahulu
kepada pasien.
b. Evaluasi Somatif
Evaluasi akhir dimana dilakukan setelah berlangsugnnya tindakan
keperawatan dengan metode SOAP (Subjektif, Objektif, Analisa,
Planning). Pada evaluasi somatif penulis menilai tujuan akhir dari
latihan ROM (Range Of Motion) yang penulis ajarkan yaitu baik atau
tidaknya rentang gerak ataupun mobilitas fisik pada pasien setelah
melakukan latihan ROM (Range Of Motion) tersebut.
Menurut Potter, Perry (2017) format yang digunakan dalam tabel evaluasi
adalah SOAP, sebagai berikut:
1. S (subjektif) yaitu ungkapan dari pasien setelah diberikan tindakan
40

2. O (objektif) yaitu data observasi, penilaian, dan pengukuran setelah


dilakukan tindakan.
3. A (analisis) yaitu kesimpulan setelah dilakukan tindakan dari data
subjektif dan objektif bahwa masalah teratasi, teratasi sebagian, atau tidak
teratasi.
4. P (planning) yaitu rencana tindakan lanjutan yang akan dilakukan
berdasarkan analisis.
Evaluasi pada masalah keperawatan gangguan mobilitas fisik
berhubungan dengan gangguan neuromuskular yaitu diharapkan mobilitas
fisik dapat mencapai kriteria hasil dengan pergerakan ekstermitas,
kekuatan otot meningkat, rentang gerak (ROM) meningkat, nyeri
menurun, kecemasan menurun, kaku sendi menurun, gerakan tidak
terkoordinasi menurun, gerakan terbatas menurun, kelemahan fisik
menurun (Tim Pokja SLKI DPP PPNI, 2018).
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian
Penelitian deskriptif adalah penelitian yang bertujuan untuk
mendeskripsikan atau menganalisis keadaan secara subjek atau objek yang
akan diteliti (Nursalam, 2015).
Studi kasus ini didapat dari berbagai sumber buku, jurnal, dokumentasi,
dan pustaka. Dengan metode pengumpulan data, membaca, mencatat, dan
mengelolah bahan penulisan (Nursalam, 2016, 2013).
Metode penelitian yang digunakan dalam penyusunan karya tulis ilmiah
yaitu penelitian deskriptif dalam bentuk studi kasus untuk menggambarkan
tindakan range of motion (ROM) pada pasien stroke non hemoragik di RSUD
dr Gondo Suwarno. Pengelolaan kasus diawali dengan melakukan pengkajian
kepada pasien, menentukan diagnosis keperawatan yang tepat, membuat
intervensi keperawatan sesuai dengan diagnosa yang ada, melaksanakan
implementasi keperawatan sesuai dengan perencanaan keperawatan, dan
melakukan evaluasi pada masalah gangguan mobilitas fisik pada pasein stroke
non hemoragik.
Untuk jenis penulisan ini berfokus pada hasil penelitian yang berkaitan
dengan asuhan keperawatan pada pasien stroke non hemoragik dengan
tindakan range of motion (ROM) di RSUD dr Gondo Suwarno.

B. Subjek Penelitian
Subjek penelitian dapat diartikan sebagai responden yaitu orang yang
memberi respon perlakuan yang diberikan. Subjek dalam penelitian ini
diambil dari dua orang pasien dengan stroke non hemoragik dengan tindakan
range of motion (ROM) di RSUD dr Gondo Suwarno.
Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah Convenience
Sampling Method (Non-probability) yaitu teknik pengambilan sampel yang
tidak memberikan kesempatan sama bagi setiap unsur atau populasi yang
42

dipilih sebagai sampel (Sugiyono, 2016). Subjek penelitian yang digunakan


dalam studi kasus ini adalah pasien stroke non hemoragik. Adapun kriteria
dalam pengambilan sampling, sebagai berikut:
1. Kriteria inklusi
a. Pasien stroke non hemoragik dengan masalah gangguan mobilitas yang
dirawat di RSUD dr Gondo Suwarno.
b. Pasien dan keluarga bersedia dan menyetujui sebagai subjek penelitian.
c. Tingkat kesadaran dengan kriteria penilaian 15 (composmentis).
d. Penilaian kekuatan otot dengan kriteria hasil dalam skala 4 (gerakan
aktif tidak kelelahan).
2. Kriteris eksklusi
a. Pasien dengan komplikasi penyakit
b. Pasien dalam kondisi gawat darurat.

C. Tempat dan Waktu Penelitian


1. Tempat penelitian
Penelitian akan dilakukan di RSUD dr Gondo Suwarno yang tepatnya di
Jalan Diponegoro No. 125 Kelurahan Genuk Kecamatan Ungaran Barat
Kabupaten Semarang Provinsi Jawa Tengah.
2. Waktu penelitian
Penelitian akan dilaksanan pada tanggal 30 Mei - 1 Juni 2022
dilaksanakan selama 3x24 jam.

D. Definisi Operasional
Definisi operasional adalah definisi variabel-variabel yang akan diteliti
secara operasional di lapangan. Definisi ini dibuat untuk memudahkan dalam
pelaksanaan pengumpulan data dan pengelolaan serta analisis data karena data
yang dihasilkan sudah terukur dan siap untuk diolah dan dianalisis. Pada saat
melakukan pengumpulan data, definisi operasional yang dibuat mengarahkan
dalam pembuatan dan pengembangan instrumen penelitian. Dengan definisi
43

operasional yang tepat maka batasan ruang lingkup penelitian atau pengertian
variabel-variabel yang akan diteliti lebih fokus (Masturoh, imas, 2018).
Asuhan keperawatan dengan range of motion (ROM) adalah tindakan
yang diberikan pada pasien stroke non hemoragik agar dapat membantu
melatih kekuatan otot untuk pasien rawat inap di RSUD dr Gondo Suwarno
dengan tindakan mengajarkan range of motion (ROM) yang diberikan 2x/hari
selama 1-5 menit. Metode ini dilakukan dalam proses keperawatan secara
menyeluruh dan bersinambung untuk mengurangi kecacatan dan latihan
kekuatan otot dengan tindakan range of motion (ROM) dari pengkajian,
penilaian, dan menilai rentang kekuatan otot, perencanaan, pengumpulan data,
analisa kemudian merumuskan masalah sampai dengan perencanaan
keperawatan (intervensi) berdasarkan SLKI dan SIKI, melakukan tindakan
(implementasi,) dan evaluasi terhadap asuhan keperawatan pada
perkembangan latihan gerak serta pendokumentasian hasil dari tindakan
asuhan keperawatan dengan menggunakan lembar SOP.

E. Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari hasil-hasil
penelitian yang sudah dilakukan dan diterbitkan dalam jurnal online nasional.
Dalam melakukan penelitian ini peneliti melakukan pencarian jurnal
penelitian yang dipublikasikan di internet menggunakan Google scholar,
pubmed, mendeley, dan science direct, artikel yang diterbitkan dari tahun
2012-2021 dengan kata kunci : stroke, gangguan mobilitas fisik, dan range of
motion.
Proses pengumpulan data dilakukan dengan penyaringan berdasarkan
kriteria yang ditemukan oleh penulis dari setiap jurnal yang daimbil. Adapun
kriteria pengumpulan jurnal sebagai berikut :
1. Tahun sumber literatur yang daimbil mulai tahun 2012 sampai 2021.,
kesesuain keyword penulisan, keterkaitan hasil penulisan dan pembahasan.
44

2. Strategi dalam pengumpulan jurnal berbagai literatur dengan


menggunakan situs jurnal yang sudah terakreditasi seperti google scholar,
pubmed, mendeley, dan science direct.
3. Melakukan pencarian berdasarkan full text.
4. Melakukan penilaian terhadap jurnal dari abstrak apakah berdasarkan
tujun penelitian dan melakukan critical appraisal dengan tool yang ada.
Pengumpulan data dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Penulis terlebih dahulu mengajukan surat permohonan studi pendahuluan
dan pengambilan kasus kepada sekretaris Jurusan Keperawatan Semarang
Poltekkes Kemenkes Semarang.
2. Surat permohonan studi pendahuluan dan proposal Karya Tulis Ilmiah
diajukan kepada Direktur RSUD dr Gondo Suwarno melalui bidang
Akademik atau Diklat RSUD dr Gondo Suwarno.
3. Bila mendapat perizinan studi kasus dari Diklat RSUD dr Gondo Suwarno,
selanjutnya menyampaikan permohonan izin kepada kepala ruang bangsal
rawat inap dan menjelaskan tujuan dari pelaksanaan studi kasus.
4. Berkolaborasi dengan perawat di ruangan dalan memilih klien untuk
melakukan asuhan keperawatan pada pasien stroke non hemoragik dengan
tindakan range of motion (ROM).
5. Peneliti menetapkan satu calon responden berdasarkan kriteria inklusi
dengan menjelaskan maksud dan tujuan dilaksanakannya penelitian
sekaligus peneliti membawa lembar observasi untuk mengetahui sejauh
mana perkembangan dan keberhasilan tindakan yang dilakukan. Jika klien
bersedia menjadi responden maka langkah selanjutnya klien diminta untuk
menandatangani surat kebersediaan pelaksanaan tindakan, jika klien
menolak maka itu hak klien dimana penolakan tersebut tidak memiliki
pengaruh terhadap kualitas pelayanan keperawatan selama di rumah sakit.
6. Melakukan pengambilan data kedua responden dengan teknik auto
anamesa dan alloanamesa, melakukan pengkajian fisik, dan
membandingkan dengan hasil pemeriksaaan penunjang.
7. Menentukan prioritas masalah dalam menegakkan diagnosa keperawatan.
45

8. Melakukan tindakan keperawatan yang sesuai berdasarkan standar


Intervensi Keperawatan (SIKI)
9. Melakukan evaluasi terhadap tindakan yang telah dilaksanakan
berdasarkan respon klien.
10. Menulis dan membahas hasil pengaruh penerapan range of motion (ROM )
pada asuhan keperawatan gangguan mobilitas fisik terhadap pasien stroke
non hemoragik.
Pengumpulan data dengan materi hasil penelitian yang secara logis
diperhatikan dari yang paling relevan, relevan, dan cukup relevan.
Kemudian membaca abstrak, setiap jurnal terlebih dahulu untuk
memberikan penilaian apakah permasalahan yang dibahas sesuai yang
ingin dipecahkan dalam suatu jurnal. Mencatat poin-poin penting dan
relevansinya dengan permasalahan penelitian. Untuk menjaga tidak
terjebak dalam unsur plagiat, maka penulis mencatat sumber informasi dan
mencantumkan daftar pustaka. Jika memang berasal dari ide atau hasil
penulisan orang lain. Membuat catatan, kutipan, atau informasi yang
disusun secara sistematis sehingga penulisan dengan mudah dapat mencari
kembali jika sewaktu-waktu diperlukan (Nursalam, 2016, 2013).
Teknik pengumpulan dalam penyusunan proposal Karya Tulis Ilmiah ini
dengan teknik sebagai berikut:
1. Wawancara
Percakapan yang terdiri dari tanyajawab secara langsung dengan pasien,
keluarga pasien, perawat ruagnan, dan petugas kesehatan lain mengenai
masalah kesehatan pasien untuk mengetahui respon verbal maupun non
verbal. Data yang diperoleh meliputi identitas pasien, keluhan, riyawat
keperawatan (sekarang, dahulu, dan keluarga), kesehatan saat ini, dan
pengetahuan keluarha terhadap pemenuhan latihan genggam bola karet
mini yang dilakukan di RSUD dr Gondo Suwarno.
2. Observasi
46

Observasi dengan mengumpulkan data terhadap pemberian asuhan


keperawatan dengan pengamatan secara langsung terhadap pasien agar
mengetahui keadaan pasien dan megurangi atau mengatasi keluhan.
3. Pemeriksaaan fisik
Pemeriksaan fisik pada studi kasus ini menggunakan pendekatan head to
toe (alat indera) dan dengan pendekatan IPPA (Inspeksi, Palpasi, Perkusi,
Auskultasi). Dengan menyajikan gambaran realistis perilaku atau kejadian
perilaku pasien untuk melakukan pengukuran terhadap aspek tertentu dan
observasi ROM dengan format yang sudah disediakan.
4. Dokumentasi
Kegiatan mengumpulkan dan mencari data sekunder melalui dokumen
berupa catatan, hasil laboratorium, rontgen, CT Scan, dan lain-lain dari
pemeriksaan diagnostik dan catatan hasil data rekam medis pasien.

F. Teknik Analisa Data


Analisa data dilakukan ketika pengumpulan data pertama hingga akhir
terkumpul. Analisa data dalam laporan Karya Tulis Ilmiah diamati,
mengemukakan fakta yang ada, dan membandingkan dua pasien yang telah
diberikan asuhan dengan penerapan teori yang dituang dengan opini
pembahasan pada pasien dengan range of motion (ROM).
Berikut adalah analisa data yang akan dilakukan oleh penulis sebagai berikut:
1. Pengumpulan data
Data yang dikumpulkan berasal dari pengkajian pada pasien dengan range
of motion (ROM) dengan menerapkan metode wawancara, observasi, dan
dokumentasi.
2. Meredukasi data
Setiap data hasil wawancara yang terkumpul dikelompokkan menjadi data
objektif dan subjektif kemudian di identifikasi, dianalisis, memfokuskan,
dan mengatasi kebutuhan spesifik pasien serta respon terhadap masalah
untuk dibandingkan dengan nilai normal antar kasus.
3. Kesimpulan
47

Penulis menggunakan metode induksi untuk mendapatkan penarikan


kesimpulan dari data yang telah dikumpulkan berupa hasil pengkajian,
perumusan diagnosa keperawatan, penetapan intervensi keperawatan,
pelaksanaan implementasi keperawatan dan evaluasi keperawatan.
G. Etika Penelitian
Secara umum prinsip etik penelitian atau pengumpulan data dapat dibedakan
menurut (Nursalam, 2016, 2013) sebagai berikut:
1. Prinsip manfaat
a. Bebas dari penderitaan
Persediaan harus dilakukan tanpa mengakibatkan penderitaan kepada
subjek, khususnya jika menggunakan tindakan khusus.
b. Bebas dari eksploitasi
Partisipasi subjek pada penelitian, harus dihindarkan dari keadaan
yang tidak menguntungkan. Subjek harus diyakinkan bahwa
partisipasinya dalam penelitian atau informasi yang telah diberikan
tidak akan dipergunakan dalam hal-hal yang dapat merugikan.
c. Risiko (benefit ratio)
Peneliti harus berhati-hati untuk mempertimbangkan risiko dan
keuntungan yang akan berakibat pada subjek setiap tindakan.
2. Prinsip menghargai hak asasi manusia (respect human dignity)
a. Hak untuk ikut atau tidak mejadi responde (right to self determination)
Subjek harus diperlakukan secara manusiawi. Subjek mempunyai hak
memutuskan apakah mereka bersedia menjadi subjek atau tidak, tanpa
adanya sangsi apapun atau akan berakibat pada kesembuhannya.
b. Hak untuk mendapatkan jaminan
Jaminan dari perlakuan yang diberikan (right to full disclosure) yaitu
seorang peneliti harus memberikan penjelasan secara terperinci dan
bertanggungjawab jika ada sesuatu yang terjadi kepada subjek.
c. Informed consent
Subjek harus mendapatkan informasi secara lengkap tentang
tujuan penelitian yang akan dilaksanakan, mempunyai hak untuk bebas
48

berpartisipasi atau menolak menjadi responden. Pada informed consent


juga perlu dicantumkan bahwa data yang diperoleh hanya akan
dipergunakan untuk mengembang ilmu.
Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti
dan responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan
informed consent tersebut diberikan sebelum penelitian dilakukan
dengan memberikan persetujuna untuk menjadi responden. Jika subjek
bersedia maka mereka harus menandatangani lembar persetujuan. Jika
responden tidak bersedia, maka peneliti harus menghormati hak
pasien.
3. Prinsip keadilan (right to justice)
a. Hak untuk mendapatkan pengobatan yang adil (right in fair treatment)
Subjek harus diperlakukan secara adil baik sebelum, selama, dan
sesudah keikutsertaanya, tanpa adanya diskriminatif apabila dia tidak
bersedia atau dikeluarkan dalam penelitian.
b. Hak dijaga kerahasiaanya (right to privacy)
Subjek mempunyai hak untuk meminta bahwa data yang diberikan
harus dirahasiakan maka perlu adanya tanpa nama (anonymity) dan
rahasia (confidentiality).
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada Bab IV berisi tentang hasil penelitian dan pembahasan dari pelaksanaan
studi kasus Asuhan Keperawatan Pada Pasien Stroke Non Hemoragik Dengan
Tindakan Range Of Motion (ROM) di Ruang Alamanda RSUD Dr. Gondo
Suwarno Ungaran.

A. Hasil
1. Gambaran Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di RSUD Dr. Gondo Suwarno Ungaran yang
berada di Jl. Diponegoro No. 125, Ungaran tepatnya di Ruang Alamanda.
Ruang Alamanda terletak di lantai 4 dan terdiri dari kelas VIP, kelas 1,
kelas 2, dan kelas 3. Fasilitas dan tempat tidur masing-masing kelas pun
berbeda. Kelas VIP memiliki 2 tempat tidur dengan fasilitas tv, pemanas,
kulkas, dan kamar mandi dalam. Kelas 1 dengan 4 tempat tidur, fasilitas
tv, dan 1 kamar mandi. Kelas 2 dengan 6 tempat tidur, fasilitas tv, dan 1
kamar mandi. Sedangkan kelas 3 dengan 8 tempat tidur, fasilitas tv dan 1
kamar mandi. Di Ruang Alamanda terdapat perawat jaga yang sistem
kerjanya terdiri dari 3 shift yaitu shift pagi dengan jumlah 6-7 perawat
yang terdiri dari kepala ruang, ketua tim, dan perawat pelaksana. Untuk
shift sore terdiri 3-4 perawat jaga, dan shift malam terdiri dari 3-4 perawat
jaga.
Ruang Alamanda merupakan ruang yang dikhususkan untuk kasus
kegawatan neurologi salah satunya yaitu penyakit stroke.
50

2. Pengkajian
a. Identitas Klien
Identitas Klien Klien 1 Klien 2
Nama Tn. T Tn. S
Umur 68 tahun 63 tahun
Pendidikan SMP SMA
Pekerjaan Pensiunan Wiraswasta
Status Pernikahan Kawin Kawin
Alamat Semarang Ungaran
Nomor Registrasi 1605xx 1572xx
Diagnosa Medis Stroke Non Stroke Non
Hemoragik Hemoragik
Tabel 4.1 Identitas klien

b. Riwayat Kesehatan
Riwayat Klien 1 Klien 2
Kesehatan
Keluhan Utama Tn. T mengeluh Tn. S mengeluh
ekstermitas bagian kanan ekstermitas bagian kiri
melemah sehingga sulit sulit digerakan
digerakan, merasa (melemah), merasa
pusing, lemas, dan lemas.
memiliki riwayat
penyakit hipertensi.
Riwayat Tn. T mengatakan bahwa Tn. S mengatakan
Kesehatan ia habis jatuh di kamar bahwa ia merasa
Sekarang mandi sehingga badannya lemas,
badannya lemas, ekstermitas bagian kiri
kepalanya pusing karena sulit digerakan.
Tn. T memiliki riwayat Kemudian keluarga Tn.
penyakit hipertensi, S langsung membawa
ekstermitas bagian kanan Tn. S ke IGD RSUD
sulit digerakan. Dr. Gondo Suwarno
Kemudian keluarga Tn. Ungaran untuk
T membawa ke IGD mendapatkan perawatan
RSUD Dr. Gondo lebih lanjut dan dokter
Suwarno Ungaran untuk jaga menyarankan
mendapatkan perawatan rawat inap agar dapat
lebih lanjut dan dipantau
disarankan rawat inap di perkembangannya di
Ruang Alamanda. Ruang Alamanda.
Perawatan yang Perawatan yang
51

diberikan selama di diberikan selama di


IGD : IGD :
a. Pemeriksaan TTV : a. Pemeriksaan TTV :
TD : 180/130 mmHg TD : 150/100
Nadi : 83 x/menit mmHg
RR : 20 x/menit Nadi : 90 x/menit
Suhu : 36,8 ◦C RR : 20 x/menit
SpO2 : 99% Suhu : 36,5 ◦C
b. Pemeriksaan GCS : SpO2 : 99%
E4M5V5 b. Pemeriksaan GCS :
c. GDS : 125 mg/dL E4M5V5
d. Infus : c. GDS : 140 mg/dL
Infus Assering 20 d. Infus :
tpm Infus Assering 20
e. Terapi obat tpm
Injeksi piracetam e. Terapi obat :
3x3 gr Injeksi piracetam
Injeksi ranitidin 3x3 gr
2x150 mg Injeksi ranitidin
Injeksi citicolin 2x150 mg
3x500 mg Injeksi citicolin
Tablet aspilet 1x80 3x500 mg
mg Tablet aspilet 1x80
Amlodipine 5 mg. mg.
Riwayat Tn. T mengatakan bahwa Tn. S tidak memiliki
Kesehatan ia memiliki riwayat riwayat hipertensi dan
Dahulu penyakit hipertensi ± 7 DM.
tahun. Tn T tidak ada
yang memiliki riwayat
DM.
Riwayat Keluarga Tn. T ada yang Keluarga Tn. S ada
Penyakit memiliki riwayat yang memiliki riwayat
Keluarga penyakit hipertensi dan penyakit hipertensi dan
tidak ada yang memiliki tidak ada yang memiliki
riwayat DM. riwayat DM.
Tabel 4.2 Riwayat kesehatan
52

c. Genogram
Pasien I
Hipertensi

Tn. T Ny. G
SNH &
Hipertensi

Gambar 4.1 Genogram Tn. T


Keterangan :

: Meninggal

: Perempuan

: Laki-Laki

: Pasien

: Garis keturunan

: Tinggal Serumah
53

Pasien 2
Hipertensi

Tn. S Ny. M
SNH

Gambar 4.2 Genogram Tn. S


Keterangan :

: Meninggal

: Perempuan

: Laki-Laki

: Pasien

: Garis keturunan

: Tinggal Serumah

d. Perubahan Pola Kesehatan


Perubahan Klien 1 Klien 2
Pola Kesehatan
Manajemen Tn. T sudah Tn. S sudah
Kesehatan mengetahui penyakit mengetahui penyakit
yang dideritanya yang dideritanya
setelah diberi tahu oleh setelah diberi tahu oleh
perawat perawat
54

Nutrisi 1) Sebelum sakit 1) Sebelum sakit


Tn. T makan 3x Tn. S makan 3x
sehari dengan porsi sehari dengan
cukup. Untuk jenis porsi cukup.
makanan yang Untuk jenis
dikonsumsi pasien makanan yang
cukup bervariatif. dikonsumsi pasien
Untuk minum Tn. cukup bervariatif.
T minum air putih Untuk minum Tn.
dengan cukup. S sering meminum
2) Saat sakit kopi daripada
Tn. T makan 3 x minum air putih.
sehari dengan 2) Saat sakit
menghabiskan 1 Tn. S makan 3 x
porsi meliputi sehari namun ½
bubur, sayur, lauk, porsi meliputi
dan buah. bubur, sayur, lauk,
Sedangkan untuk dan buah.
minum Tn. T Sedangkan untuk
meminum teh dan minum Tn. S
air putih secara meminum teh dan
teratur dan dibantu air putih secara
keluarga. teratur dan dibantu
keluarga.
Eliminasi 1) Sebelum sakit 1) Sebelum sakit
Tn. T mengatakan Tn. S mengatakan
BAB 1 x sehari BAB 1 x sehari
dan BAK ± 4 x dan BAK ± 3-4 x
sehari. sehari.
2) Saat sakit 2) Saat sakit
Tn. T mengatakan Tn. S mengatakan
BAB dan BAK BAB dan BAK
lancar dan tidak lancar dan tidak
ada gangguan . ada gangguan .
Istirahat dan 1) Sebelum sakit 1) Sebelum sakit
Tidur Tn. T mengatakan Tn. S mengatakan
tidur pulas 8 jam/ tidur pulas 6-8 jam
hari dan jarang dan jarang
terbangun untuk terbangun untuk
BAK. BAK.
2) Saat sakit 2) Saat sakit
Tn. T mengatakan Tn. S mengatakan
bisa tidur 8 jam tidur terganggu 5-
meskipun sedikit 6 jam/hari dan
terganggu dengan sering terbangun
anggota geraknya karena anggota
55

yang sulit geraknya sulit


digerakan. digerakan.

Aktivitas dan 1) Sebelum sakit 1) Sebelum sakit


Latihan Tn. T mengatakan Tn. S mengatakan
kesehariannya kesehariannya
melakukan melakukan
aktivitas dirumah aktivitas bekerja di
seperti berkebun toko miliknya
dan bertani secara secara mandiri
mandiri tanpa tanpa bantuan
bantuan orang lain. orang lain.
2) Saat sakit 2) Saat sakit
Tn. T dalam Tn. S dalam
melakukan melakukan
kegiatan dibantu kegiatan dibantu
seperti keluarga seperti
makan/minum makan/minum
disuapi keluarga, disuapi keluarga,
mandi dilakukan mandi
diatas tempat tidur menggunakan
dengan waslap (sibin)
menggunakan dengan keluarga,
waslap (sibin), toileting pasien
toileting pasien menggunakan
menggunakan pampers apabila
pampers apabila sudah berat akan
sudah berat akan diganti keluarga
diganti keluarga atau perawat.
atau perawat.
Peran dan 1) Sebelum sakit 1) Sebelum sakit
Hubungan Tn. T sebagai ayah Tn. S sebagai ayah
dan memiliki anak dan memiliki anak
yang harmonis. yang harmonis.
Anaknya sudah Anaknya ada yang
bekerja. sudah bekerja dan
2) Saat sakit masih sekolah.
Tn. T masih 2) Saat sakit
berperan sebagai Tn. S masih
seorang ayah tetapi berperan sebagai
sudah tidak seorang ayah
memberi nafkah tetapi tidak dapat
karena anaknya memberi nafkah
sudah bekerja dan kepada anaknya
anaknya sering hanya saja
menemani di menggunakan
56

rumah sakit. tabungan yang


tersisa.

Persepsi Selama peneliti Selama peneliti


Kognitif melakukan perawatan melakukan perawatan
Tn. T kooperatif dan Tn. S cukup kooperatif
komunikatif dalam dan komunikatif dalam
menjawab pertanyaan menjawab pertanyaan
mengenai apa yang yang diajukan peneliti
diketahui pasien seperti seperti mengenai apa
makanan yang yang diketahui pasien
dikonsumsi dan apa dalam mengonsumsi
kegiatan yang makanan dan kegiatan
dilakukan pasien. apa yang dilakukan
Meskipun harus pasien.
mengulang sebagian
pertanyaan dengan
suara agak keras karena
Tn. T kurang
mendengar dan merasa
tidak begitu jelas saat
peneliti bertanya.
Konsep Diri Tn. T sudah memahami Tn. S sudah
penyakit yang memahami penyakit
dideritanya yang dideritanya
1) Body image : 1) Body image :
pasien optimis pasien optimis
dengan keadaan dengan keadaan
tubuhnya dan tubuhnya dan
memiliki memiliki
keyakinan dapat keyakinan dapat
sembuh. sembuh.
2) Identitas diri : 2) Identitas diri :
pasien mengetahui pasien mengetahui
tentang tentang
penyakitnya. penyakitnya.
3) Harga diri : pasien 3) Harga diri : pasien
merasa bersyukur, mau menerima
tidak rendah diri, bahwa dirinya
dan tetap semangat dalam keadaan
dengan keadaan seperti ini dan
yang dialaminya tetap semangat
karena pasien dengan keadaan
yakin dan hanya yang dialaminya.
berserah kepada 4) Ideal diri : pasien
Tuhan. percaya dan yakin
57

4) Ideal diri : pasien akan sembuh.


percaya dan yakin
akan sembuh.
Seksual dan Tn. T mengatakan Tn. S mengatakan
Reproduksi tidak ada gangguan tidak ada gangguan
dengan organ seksual. dengan organ seksual.
Tn T sudah menikah Tn S sudah menikah
memiliki anak. dan memiliki anak.
Mekanismen Tn. T dan keluarga Tn. S dan keluarga
Koping merasa ikhlas, yakin, merasa percaya dan
dan percaya bahwa Tn. ikhlas bahwa Tn. S
T akan sembuh dari akan sembuh dari
penyakit yang penyakit yang
dideritanya. Tn. T tetap dideritanya. Dengan
berusaha, semangat, adanya usaha dan
dan memiliki dukungan semangat Tn. S serta
dari keluarga yang support system dari
tinggi untuk berobat keluarga agar lekas
agar sembuh. sembuh.
Kepercayaan Tn. T mempunyai Tn. S mempunyai
keyakinan beragama keyakinan beragama
islam. Tn T rajin islam. Tn S rajin
menjalankan sholat 5 menjalankan sholat 5
waktu meskipun waktu meskipun
dilakukan ditempat dilakukan ditempat
tidur dan dibantu tidur dan dibantu
keluarga. keluarga.
Tabel 4.3 Perubahan pola kesehatan

e. Pemeriksaan Fisik
Observasi Klien 1 Klien 2
Kesadaran Composmentis Composmentis
GCS E4M5V5 E4M5V5
TD 180/130 mHg 150/100 mmHg
Nadi 83 x/menit 90 x/menit
RR 20x/menit 20 x/menit
Suhu 36,8 ◦C 36,5 ◦C
SpO2 99% 99%
Rentang gerak Ekstremitas kanan pada Ekstremitas kiri pada
sendi fleksi bahu 75◦, fleksi fleksi bahu 80◦, fleksi
siku 60◦, abduksi jari siku 70◦, abduksi jari
tangan 30◦, fleksi jari tangan 30◦, fleksi jari
45◦, fleksi telapak 45◦, fleksi telapak tangan
tangan 45◦, dan fleksi 45◦, dan fleksi pinggul
58

pinggul 60◦. 70◦.


Pemeriksaan 1) Kepala simetris 1) Kepala simetris
fisik 2) Rambut berwarna 2) Rambut bersih
hitam sedikit ada berwarna hitam
putih 3) Kulit sawo matang
3) Kulit berwarna sawo 4) Kedua mata simetris
matang 5) Konjungtiva tidak
4) Kedua mata simetris anemis
5) Konjungtiva tidak 6) Tidak ada lendir
anemis hidung
6) Tidak ada lendir 7) Tidak menggunakan
hidung otot bantu nafas
7) Tidak menggunakan 8) Kedua telinga bersih
otot bantu nafas 9) Tidak ada sariawan di
8) Kedua telinga bersih mulut
9) Tidak sariawan di 10) Leher tidak ada
mulut pembesaran kelenjar
10) Leher tidak ada thyroid
pembesaran kelenjar 11) Tidak terdapat nyeri
thyroid tekan di dada
11) Tidak terdapat nyeri 12) Abdomen bersih
tekan di dada 13) Umbilikus bersih
12) Abdomen bersih 14) Tidak terdapat oedem
13) Umbilikus bersih 15) Kaki kiri mengalami
14) Tidak terdapat kelemahan
oedem
15) Kaki kanan
mengalami
kelemahan
Pemeriksaan 1) Inspeksi : dada 1) Inspeksi : dada
dada simetris, tidak simetris, tidak
menggunakan otot menggunakan otot
bantu pernapasan bantu pernapasan
2) Auskultasi : 2) Auskultasi : vesikuler
vesikuler di kedua di kedua dada kanan
dada kanan kiri kiri
3) Perkusi : suara 3) Perkusi : suara
dullnes pada dullnes pada
interkosta 4-6 dada interkosta 4-6 dada
kiri kiri
4) Palpasi : dada kanan 4) Palpasi : dada kanan
dan kiri tidak ada dan kiri tidak ada
nyeri tekan. nyeri tekan.
Pemeriksaan 1) Inspeksi : perut 1) Inspeksi : terdapat
abdomen bersih, tidak sedikit rambut halus,
terdapat rambut umbilikus bersih,
59

halus, umbilikus warna kulit sama


bersih, warna kulit dengan kulit
sama dengan kulit sekitarnya, tidak
sekitarnya, tidak terlihat ada benjolan
terlihat ada benjolan 2) Auskultasi : bising
2) Auskultasi : bising usus 8x/ menit
usus 8x/ menit 3) Perkusi : suara
3) Perkusi : suara timpani di kuadran ii,
timpani di kuadran iiii, iv dan suara
ii, iiii, iv dan suara redup di kuadran i
redup di kuadran i 4) Palpasi : tidak ada
4) Palpasi : tidak ada nyeri tekan.
nyeri tekan.
Pemeriksaan 1) Inspeksi : anggota 1) Inspeksi : anggota
ekstremitas gerak lengkap, gerak lengkap,
atas terpasang infus terpasang infus
Asering 20 tpm Asering 20 tpm
ditangan kiri, tidak ditangan kanan, tidak
terdapat oedem terdapat oedem pada
pada tangan kanan tangan kanan dan kiri
dan kiri 2) Palpasi : tangan kiri
2) Palpasi : tangan terdapat kontraksi
kanan terdapat tetapi tidak ada
kontraksi tetapi gerakan yang terlihat.
tidak ada gerakan Dengan skala
yang terlihat. kekuatan otot 2 (otot
Dengan skala hanya mampu
kekuatan otot 2 menggerakan
(otot hanya mampu persendian, tetapi
menggerakan kekuatannya tidak
persendian, tetapi dapat melawan
kekuatannya tidak pengaruh gravitasi)
dapat melawan
pengaruh gravitasi).
Pemeriksaan 1) Inspeksi : anggota 1) Inspeksi : anggota
ekstremitas gerak lengkap, kaki gerak lengkap, kaki
bawah kanan mengalami kiri mengalami
kelemahan, warna kelemahan, warna
kuit sawo matang kuit sawo matang
2) Palpasi : kaki kanan 2) Palpasi : kaki kiri
terdapat kontraksi terdapat kontraksi
tetapi tidak ada tetapi tidak ada
gerakan yang gerakan yang terlihat.
terlihat.
Pemeriksaan 1) Nervus I : pasien 1) Nervus I : pasien
sistem syaraf mampu mencium dapat mencium dan
60

dan membedakan membedakan aroma


aroma freshcare freshcare melalui
melalui hidung kiri hidung kanan dan
dan minyak kayu minyak kayu putih
putih melalui melalui hidung kiri
hidung kanan 2) Nervus II : ketajaman
2) Nervus II : pasien baik saat
ketajaman pasien membaca
kurang baik dan 3) Nervus III, IV, VI :
pasien dapat pasien mampu
membaca dengan membuka kelopak
bantuan kacamata mata dan gerakan bola
3) Nervus III, IV, VI : mata normal
pasien mampu 4) Nervus V : kekuatan
membuka kelopak otot rahang saat
mata dan gerakan mengatupkan gigi
bola mata normal normal
4) Nervus V : kekuatan 5) Nervus VII : pasien
otot rahang saat mampu mengerutkan
mengatupkan gigi dahi, mampu
normal tersenyum, wajah
5) Nervus VII : pasien simetris, bicara jelas
mampu 6) Nervus VIII : pasien
mengerutkan dahi, tidak mengalami
mampu tersenyum, gangguan
wajah simetris, pendengaran
bicara jelas 7) Nervus IX : pasien
6) Nervus VIII : pasien dapat merasakan
mengalami pahitnya obat
gangguan 8) Nervus X : pasien
pendengaran tidak mengalami
7) Nervus IX : pasien gangguan menelan
dapat merasakan 9) Nervus XI : pasien
pahitnya obat mampu menoleh ke
8) Nervus X : pasien satu sisi melawan
tidak mengalami tangan peneliti
gangguan menelan 10) Nervus XII : pasien
9) Nervus XI : pasien mampu menjulurkan
mampu menoleh ke lidah.
satu sisi melawan
tangan peneliti
10) Nervus XII : pasien
mampu
menjulurkan lidah.
Tabel 4.4 Pemeriksaan fisik
61

f. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan Klien 1 Klien 2
Diagnostik
Keadaan Kesadaran: Kesadaran:
umum composmentis composmentis
GCS : E4M5V5 GCS : E4M5V5
Laboratorium Berdasarkan hasil Berdasarkan hasil
pemeriksaan pemeriksaan
laboratorium Tn. T pada laboratorium Tn. S pada
tanggal 30 mei 2022 tanggal 1 juni 2022
didapatkan nilai : didapatkan nilai :
1) GDS 125 mg/dL 1) GDS 140 mg/dL
2) Kreatinin 0,96 mg/ dl 2) Kreatinin 0,80 mg/
3) Hematokrit 41,4% dl
4) Kolestrol 185 mg/dL 3) Hematokrit 44,5%
4) Kolestrol 170 mg/dL
CT-Scan Berdasarkan hasil Berdasarkan hasil
pemeriksaan CT-Scan pemeriksaan CT-Scan
tanggal 31 mei 2022 tanggal 2 juni 2022
yaitu infark yaitu infark pada lobus
periventricular sinistra temporo pariental
cornu anterior. kanan.
Rapid Antigen Berdasarkan hasil tes Berdasarkan hasil tes
Rapid Antigen Sars-Cov Rapid Antigen Sars-Cov
tanggal 29 mei 2022 tanggal 30 mei 2022
negatif negatif
Terapi 1) Infus Assering 20 1) Infus Assering 20
tpm tpm
2) Injeksi Piracetam 2) Injeksi Piracetam
3x3gr 3x3gr
3) Injeksi ranitidin 3) Injeksi ranitidin
2x150 mg 2x150 mg
4) Injeksi citicolin 4) Injeksi citicolin
3x500 mg 3x500 mg
5) Tablet Aspilet 1x80 5) Tablet Aspilet 1x80
mg (extra) mg (extra)
Tabel 4.5 Pemeriksaan diagnostik

3. Analisis Masalah
Analisis Data Penyebab (Etiologi) Masalah
Klien 1 Penurunan kendali Gangguan mobilitas
62

Data Subjektif : otot, penurunan massa fisik berhubungan


Tn. T mengatakan otot, dan penurunan dengan penurunan
aktivitas yang kekuatan otot kekuatan otot
dilakukan dibantu oleh
keluarga, mengalami
kelemahan pada
anggota gerak kanan
Data Objektif : Penurunan kendali Gangguan mobilitas
Diperoleh perubahan otot, penurunan massa fisik berhubungan
tonus otot hemiparesis otot, dan penurunan dengan penurunan
dextra, kekuatan otot kekuatan otot kekuatan otot
ekstremitas atas dan
ekstremitas bawah
bagian kanan bernilai
2 (otot hanya dapat
menggerakan
persendian, tetapi tidak
dapat melawan
pengaruh gravitasi),
tangan dan kaki bagian
kiri bernilai 5 (rentang
gerak penuh melawan
gravitasi, resistensi
penuh, kekuatan otot
normal). Rentang
gerak sendi
ekstremitas kanan pada
fleksi bahu 75◦, fleksi
siku 60◦, fleksi telapak
tangan 45◦, fleksi jari
45◦, abduksi jari
tangan 30◦, dan fleksi
pinggul 60◦. Hasil CT-
Scan diperoleh infark
periventricular sinistra
cornu anterior.
Tabel 4.6 Analisis data Tn. T

Analisis Data Penyebab (Etiologi) Masalah


Klien 2 Penurunan kendali Gangguan mobilitas
Data Subjektif : otot, penurunan massa fisik berhubungan
Tn. S mengatakan otot, dan penurunan dengan penurunan
kebutuhan dan kekuatan otot kekuatan otot
aktivitas dibantu oleh
keluarga dan perawat.
63

Data Objektif : Penurunan kendali Gangguan mobilitas


Diperoleh adanya otot, penurunan massa fisik berhubungan
perubahan tonus otot, otot, dan penurunan dengan penurunan
hemiparesis sinistra, kekuatan otot kekuatan otot
kekuatan otot
ekstremitas atas dan
ekstremitas bawah
bagian kiri bernilai 2
(otot hanya dapat
menggerakan
persendian, tetapi
kekuatannya tidak
dapat melawan
gravitasi), tangan dan
kaki kanan bernilai 5
(rentang gerak penuh
melawan gravitasi,
resistensi penuh,
kekuatan otot normal).
Rentang gerak sendi
ekstremitas kiri pada
fleksi bahu 80◦, fleksi
siku 70◦, fleksi telapak
tangan 45◦, fleksi jari
45◦, abduksi jari
tangan 30◦, dan fleksi
pinggul 70◦. Hasil CT-
Scan diperoleh infark
pada lobus temporo
pariental kanan.
Tabel 4.7 Analisis data Tn. S

4. Diagnosis Keperawatan
Data Klien 1 Masalah Etiologi
Data Subjektif : Gangguan mobilitas Penurunan kendali otot,
Tn. T mengatakan fisik berhubungan penurunan massa otot,
aktivitas yang dengan penurunan dan penurunan
dilakukan dibantu oleh kekuatan otot kekuatan otot
keluarga
Data Objektif : Gangguan mobilitas Penurunan kendali otot,
Diperoleh perubahan fisik berhubungan penurunan massa otot,
tonus otot hemiparesis dengan penurunan dan penurunan
dextra, kekuatan otot kekuatan otot kekuatan otot
ekstermitas kanan
64

bernilai 2 (otot hanya


dapat menggerakan
persendian, tetapi
tidak dapat melawan
pengaruh gravitasi),
tangan dan kaki
bagian kiri bernilai 5
(rentang gerak penuh
melawan gravitasi,
resistensi penuh,
kekuatan otot normal).
Hasil CT-Scan
diperoleh infark
periventricular sinistra
cornu anterior.
Tabel 4.8 Diagnosis Tn. T

Data Klien 2 Masalah Etiologi


Data Subjektif : Gangguan mobilitas Penurunan kendali otot,
Tn. S mengatakan fisik berhubungan penurunan massa otot,
kebutuhan dan dengan penurunan dan penurunan
aktivitas dibantu oleh kekuatan otot kekuatan otot
keluarga dan perawat.
Data Objektif : Gangguan mobilitas Penurunan kendali otot,
Diperoleh adanya fisik berhubungan penurunan massa otot,
perubahan tonus otot, dengan penurunan dan penurunan
hemiparesis sinistra, kekuatan otot kekuatan otot
kekuatan otot
ekstermitas kiri
bernilai 2 (otot hanya
dapat menggerakan
persendian, tetapi
kekuatannya tidak
dapat melawan
gravitasi), tangan dan
kaki kanan bernilai 5
(rentang gerka penuh
melawan gravitasi,
resistensi penuh,
kekuatan otot normal).
Hasil CT-Scan
diperoleh infark pada
lobus temporo
pariental kanan.
Tabel 4.9 Diagnosis Tn. S
65

5. Rencana Tindakan Keperawatan


Klien 1 Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
Tn. T Gangguan Setelah dilakukan a. Kaji rentang
mobilitas fisik asuhan gerak sendi
berhubungan keperawatan b. Jelaskan tujuan
dengan selama 3x24 jam, dan manfaat
penurunan diharapkan latihan rentang
kekuatan otot gangguan gerak
mobilitas fisik c. Monitor tanda
pada Tn. T vital sebelum dan
berkurang sampai sesudah latihan
dengan hilang ROM
dengan kriteria d. Ajarkan
hasil : melakukan teknik
a. Tn. T dapat latihan rentang
menggerakan gerak aktif dan
ekstermitas pasif secara
b. Tn. T dapat sistematis sesuai
meningkatkan kemampuan
kekuatan otot e. Libatkan keluarga
c. Tn. T dapat untuk membantu
meningkatkan dalam
rentang gerak meningkatkan
(ROM) pergerakan
d. Nyeri f. Ubah posisi setiap
berkurang 2 jam
sampai g. Kolaborasi dalam
dengan hilang pemberian
e. Kaku pada program terapi.
sendi Tn. T
berkurang
sampai
dengan hilang
f. Tn. T tidak
cemas dan
lemah
g. Keluarga
dapat
berpartisipasi
dalam
66

aktivitas dan
latihan
rentang
gerak.
Tabel 4.10 Intervensi Tn. T

Klien 2 Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi


Keperawatan
Tn. S Gangguan Setelah dilakukan a. Mengkaji rentang
mobilitas fisik asuhan gerak sendi
berhubungan keperawatan b. Jelaskan tujuan,
dengan selama 3x24 jam, prosedur, dan
penurunan diharapkan manfaat latihan
kekuatan otot gangguan rentang gerak
mobilitas fisik c. Monitor tanda
pada Tn. T vital sebelum dan
berkurang sampai sesudah latihan
dengan hilang ROM
dengan kriteria d. Ajarkan
hasil : melakukan teknik
a. Tn. T dapat latihan rentang
menggerakan gerak aktif dan
ekstermitas pasif secara
b. Tn. T dapat sistematis sesuai
meningkatka kemampuan
n kekuatan e. Libatkan
otot keluarga untuk
c. Tn. T dapat membantu dalam
meningkatka meningkatkan
n rentang pergerakan
gerak (ROM) f. Ubah posisi
d. Nyeri setiap 2 jam
berkurang g. Kolaborasi dalam
sampai pemberian
dengan hilang program terapi.
e. Kaku pada
sendi Tn. T
berkurang
sampai
dengan hilang
f. Tn. T tidak
cemas dan
lemah
g. Keluarga
dapat
67

berpartisipasi
dalam
aktivitas dan
latihan
rentang
gerak.
Tabel 4.11 Intervensi Tn. S
6. Tindakan Keperawatan
Klien 1 Diagnosa Hari/Tanggal Jam Tindakan
Keperawatan
Tn. T Gangguan 30 mei 2022 09.30 a. Mengkaji rentang
mobilitas fisik gerak sendi.
berhubungan Dengan hasil
dengan tangan dan kaki
penurunan kanan pasien
kekuatan otot terasa lemah dan
berat dengan skala
kekuatan otot
ekstremitas kanan
atas dan bawah 2.
Serta mendapatkan
derajat retang
sendi dibawah
normal yaitu fleksi
bahu 75◦, fleksi
siku 60◦, fleksi
telapak tangan 45◦,
fleksi jari 45◦,
09.45 abduksi jari tangan
30◦ dan fleksi
pinggul 60◦
b. Menjelaskan
kepada Tn. T serta
keluarga mengenai
tujuan dan
manfaat mengenai
09.50
rentang gerak
untuk pasien
stroke non
hemoragik
c. Mengecek tanda-
tanda vital Tn. T
sebelum
melakukan
10.00 tindakan ROM
68

dengan hasil:
TD:180/100mmHg
Nadi: 89 x/menit
RR: 20x/menit
Suhu : 36,7 ◦C
d. Mengajarkan
pasien untuk
melakukan teknik
rentang gerak
seperti
mengangkat
tangan dan kaki
kanan sesuai
kemampuan Tn. T.
Dengan hasil skala
kekuatan otot
pasien ekstremitas
12.00 kanan atas dan
bawah bernilai 2,
fleksi bahu 75◦,
fleksi siku 60◦,
fleksi jari 45◦,
fleksi telapak
12.00 tangan 45◦,
abduksi jari tangan
30◦, dan fleksi
pinggul 60◦.
e. Memberi arahan
Tn. T dan
mengubah posisi
ke arah kiri setiap
15.00
2 jam, terlentang 2
jam, dan miring ke
kanan 2 jam.
15.50 f. Mengecek kembali
tanda-tanda vital
setelah melakukan
rentang gerak,
dengan hasil:
TD: 170/90 mmHg
16.00 Nadi : 90x/menit
RR : 20x/menit
Suhu : 36,5◦C
g. Memberi arahan
dan mengubah
posisi telentang
69

selama 2 jam.
h. Melakukan
kolaborasi
pemberian terapi
obat yaitu injeksi
piracetam 3gr,
ranitidin 150mg,
citicoline 500mg
i. Mengajarkan Tn.
T untuk latihan
rentang gerak.
Dengan hasil skala
kekuatan otot
pasien ekstremitas
kanan atas dan
bawah bernilai 2,
fleksi bahu 75◦,
fleksi siku 60◦,
fleksi jari 45◦,
fleksi telapak
tangan 45◦,
abduksi jari tangan
30◦, dan fleksi
pinggul 60◦.
31 mei 2022 10.00 a. Mengecek tanda-
tanda vital
sebelum
melakukan
tindakan ROM,
dengan hasil:
TD:
160/100mmHg
Nadi : 90x/menit
10.15 RR : 20x/menit
Suhu : 36,8 ◦C
b. Mengajarkan
rentang gerak
kepada Tn. T.
Dengan skala
kekuatan otot
ekstremitas kanan
atas bawah 2,
fleksi bahu 75◦,
fleksi siku 60◦,
fleksi jari 45◦,
fleksi telapak
70

11.00 tangan 45◦,


abduksi jari tangan
30◦, dan fleksi
pinggul 60◦.
12.00
c. Memberi arahan
dan mengubah
posisi ke kiri
selama 2 jam
d. Mengecek kembali
tanda-tanda vital
setelah melakukan
16.00 ROM, dengan
hasil:
TD :150/90MmHg
Nadi : 86x/menit
RR : 20x/menit
Suhu : 36,5◦C
e. Mengajarkan
latihan rentang
gerak yang kedua
kali dengan skala
kekuatan otot
ekstremitas kanan
atas 3, ekstremitas
kanan bawah 3,
adapun rentang
16.30 sendi fleksi bahu
80◦, fleksi siku
65◦, fleksi jari 45◦,
fleksi telapak
tangan 45◦,
abduksi jari tangan
30◦, dan fleksi
pinggul 70◦.
f. Memberi arahan
dan mengubah
posisi telentang.
1 juni 2022 10.00 a. Mengecek tanda-
tanda vital
sebelum
melakukan ROM,
dengan hasil:
TD :150/90mmHg
Nadi : 80x/menit
RR : 20x/menit
10.15 Suhu : 36,7◦C
71

b. Mengajarkan Tn.
T untuk
melakukan rentang
gerak bersama
keluarga dengan
skala kekuatan
otot ekstremitas
kanan atas dan
bawah 3, dengan
kemampuan
rentang sendi
fleksi bahu 85◦,
fleksi siku 65◦,
abduksi jari 30◦,
10.30 fleksi jari 45◦,
fleksi telapak
tangan 45◦, dan
fleksi pinggul 70◦
12.00 c. Memberi arahan
dan mengubah
posisi miring ke
kiri selama 2 jam
d. Mengecek tanda-
tanda vital setelah
melakukan latihan
ROM, dengan
16.00
hasil:
TD : 140/90mmHg
Nadi : 80x/menit
RR : 20x/menit
16.30 Suhu : 36,7◦C
e. Mengajarkan Tn.
T dan keluarga
untuk melakukan
rentang gerak
secara mandiri
f. Memberi arahan
dan mengubah
posisi terlentang.
Tabel 4.12 Implementasi Tn. T

Klien Diagnosa Hari/Tanggal Jam Tindakan


2 Keperawatan
Tn. S Gangguan 1 juni 2022 08.00 a. Mengkaji rentang
mobilitas fisik gerak sendi.
72

berhubungan Dengan hasil


dengan tangan dan kaki
penurunan kanan pasien terasa
kekuatan otot lemah dan berat
dengan skala
kekuatan otot
ekstremitas kiri
atas dan bawah 2.
Serta mendapatkan
derajat retang sendi
dibawah normal
yaitu fleksi bahu
80◦, fleksi siku
70◦, fleksi jari 45◦,
fleksi telapak
tangan 45◦,
08.15 abduksi jari tangan
30◦, dan fleksi
pinggul 70◦
b. Menjelaskan
kepada Tn. S dan
08.30 keluarga mengenai
tujuan dan manfaat
latihan rentang
gerak
c. Mengecek tanda-
tanda vital sebelum
melakukan
tindakan ROM,
09.00 dengan hasil:
TD:150/100mmHg
Nadi : 83x/menit
RR : 20x/menit
Suhu : 36,6◦C
d. Mengajarkan
pasien untuk
melakukan teknik
rentang gerak
seperti mengangkat
tangan dan kaki
kiri sesuai
kemampuan.
Dengan hasil skala
kekuatan otot
pasien ekstremitas
kiri atas dan bawah
73

bernilai 2 (otot
hanya mampu
menggerakan
persendian tetapi
kekuatannya tidak
11.00 dapat melawan
pengaruh
gravitasi), fleksi
bahu 80◦, fleksi
siku 70◦, fleksi jari
45◦, fleksi telapak
11.00 tangan 45◦,
abduksi jari tangan
30◦, dan fleksi
pinggul 70◦.
e. Memberi arahan
dan mengubah
posisi ke kanan
15.00 setiap 2 jam,
terlentang 2 jam,
dan miring ke kiri
2 jam.
15.50 f. Mengecek tanda-
tanda vital setelah
melakukan ROM,
dengan hasil:
TD : 140/90mmHg
Nadi : 85x/menit
RR : 20x/menit
16.00 Suhu : 36◦C
g. Memberi arahan
untuk mengubah
posisi miring ke
kanan selama 2
jam.
h. Melakukan
kolaborasi
pemberian terapi
obat yaitu injeksi
piracetam 3 gr,
ranitidin 150 mg,
dan citicoline 500
mg
i. Mengajarkan
pasien untuk
melakukan teknik
74

16.15 rentang gerak


seperti mengangkat
tangan dan kaki
kiri sesuai
kemampuan.
Dengan hasil skala
kekuatan otot
ekstremitas atas
dan bawah bagian
kiri 2, fleksi bahu
80◦, fleksi siku
70◦, fleksi jari 45◦,
fleksi telapak
tangan 45◦,
abduksi jari tangan
30◦, dan fleksi
pinggul 70◦.
j. Memberi arahan
dan mengubah
posisi Tn. S
telentang.
2 Juni 2022 08.00 a. Mengecek tanda-
tanda vital sebelum
melakukan ROM,
dengan hasil:
TD:140/100mmHg
Nadi : 90x/menit
RR : 20x/menit
08.15 Suhu : 36,8 ◦C
b. Mengajarkan Tn. S
untuk melakukan
rentang gerak.
Dengan hasil skala
kekuatan otot
ekstremitas kiri
atas bawah 2,
rentang fleksi bahu
80◦, fleksi siku
70◦, fleksi jari 45◦,
fleksi telapak
tangan 45◦,
09.00 abduksi jari tangan
30◦, dan fleksi
pinggul 70◦.
11.00 c. Melakukan
perubahan posisi
75

ke kanan selama 2
jam
d. Memonitor tanda-
tanda vital setelah
melakukan ROM,
16.00 dengan hasil:
TD : 130/90MmHg
Nadi : 82x/menit
RR : 20x/menit
Suhu : 36,5◦C
e. Mengajarkan
latihan rentang
gerak yang kedua
dengan hasil skala
kekuatan otot
ekstremitas kiri
atas dan bawah
bernilai 2, adapun
rentang sendi fleksi
16.30 bahu 80◦, fleksi
siku 75◦, fleksi jari
45◦, fleksi telapak
tangan 45◦,
abduksi jari tangan
30◦, dan fleksi
pinggul 70◦.
f. Memberi arahan
dan mengubah
posisi Tn. S
telentang.
3 Juni 2022 08.00 a. Mengecek tanda-
tanda vital sebelum
melakukan ROM
TD : 140/90 MmHg
Nadi : 80x/menit
RR : 20x/menit
08.15 Suhu : 36,2◦C
b. Mengajarkan Tn. S
untuk melakukan
rentang gerak
bersama keluarga
dengan skala
kekuatan otot
ekstremitas kiri
atas dan bawah 3,
dengan
76

kemampuan
rentang sendi fleksi
bahu 85◦, fleksi
siku 75◦, abduksi
09.00 jari 30◦, fleksi jari
45◦, fleksi telapak
tangan 45◦, dan
fleksi pinggul 80◦
11.00 c. Memberi arahan
dan mengubah
posisi miring ke
kiri selama 2 jam
d. Mengecek tanda-
tanda vital setelah
melakukan ROM,
16.00
dengan hasil:
TD : 130/90 mmHg
Nadi : 80x/menit
RR : 20x/menit
Suhu : 36,2◦C
e. Melakukan latihan
rentang gerak
dengan didampingi
keluarga, adapun
skala kekuatan otot
ekstremitas kiri
atas dan bawah 3
16.30 serta rentang sendi
fleksi bahu 85◦,
fleksi siku 75◦,
abduksi jari 30◦,
fleksi jari 45◦,
fleksi telapak
tangan 45◦, dan
fleksi pinggul 80◦.
f. Memberi arahan
dan mengubah
posisi terlentang.
Tabel 4.13 Implementasi Tn. S

7. Evaluasi Keperawatan
Klien 1 Diagnosa Hari/Tanggal Evaluasi
Keperawatan
Tn. T Gangguan 30 Mei-1 Juni 2022 S:
77

mobilitas fisik a. Pasien mengatakan


berhubungan mampu untuk
dengan mengangkat tangan
penurunan dan kaki kanan-nya
kekuatan otot namun belum
maksimal
O:
a. TTV
TD : 140/90mmHg
Nadi : 80x/menit
RR : 20x/menit
Suhu : 36,7◦C
b. Untuk ADL pasien
sesekali dibantu
keluarga dan alat
c. Skala kekuatan otot
ekstremitas kiri
pada pasien
maksimal (skala 5),
untuk ekstremitas
kanan atas dan
bawah 3. Untuk
derajat rentang
sendi fleksi bahu
85◦ (meningkat 10◦
dari sebelumnya
75◦), fleksi siku 65◦
(meningkat 5◦ dari
sebelumnya 60◦),
fleksi jari 45◦, fleksi
telapak tangan 45◦,
abduksi jari 30◦,
dan fleksi pinggul
70◦ (meningkat 10◦
dari sebelumnya
60◦).
A : masalah gangguan
mobilitas fisik teratasi
sebagian
P:
Dilanjutkan intervensi :
a. Memonitor TTV
b. Melatih ROM aktif
dan pasif
c. Merubah posisi
pasien setiap 2 jam
78

sekali.
Tabel 4.14 Evaluasi Tn. T

Klien 2 Diagnosa Hari/Tanggal Evaluasi


Keperawatan
Tn. S Gangguan 1 – 3 Juni 2022 S :
mobilitas fisik a. Pasien mengatakan
berhubungan bahwa tangan dan kaki
dengan sebelah kiri dapat
penurunan diangkat namun masih
kekuatan otot belum maksimal karena
masih sedikit lemah
O:
a. TTV
TD : 130/90 MmHg
Nadi : 80x/menit
RR : 20x/menit
Suhu : 36,2◦C
b. Untuk ADL pasien
terkadang masih
dibantu keluarga dan
alat
c. Skala kekuatan otot
pasien pada ekstremitas
kanan normal (skala 5),
sedangkan ekstremitas
kiri atas dan bawah 3,
untuk fleksi bahu 85◦
(meningkat 5◦ dari
sebelumnya 80◦), fleksi
siku 75◦ (meningkat 5◦
dari sebelumnya 70◦),
fleksi jari 45◦, fleksi
telapak tangan 45◦,
abduksi jari 30◦, dan
fleksi pinggul 80◦
(meningkat 10◦ dari
sebelumnya).
A : masalah gangguan
mobilitas fisik teratasi
sebagian
P:
Dilanjutkan intervensi :
a. Melatih ROM aktif dan
pasif
79

b. Merubah posisi pasien


setiap 2 jam sekali.
Tabel 4.15 Evaluasi Tn. S

B. Pembahasan
Pada sub bab ini penulis fokus membahas tentang asuhan keperawatan
gangguan mobilitas fisik pada pasien stroke non hemoragik di RSUD Dr.
Gondo Suwarno Ungaran. Asuhan Keperawatan ini mencakup lima tahapan
proses keperawatan yang terdiri dari pengkajian, diagnosis keperawatan,
intervensi, implementasi, dan evaluasi.
1. Pengkajian
Berdasarkan data hasil pengkajian yang dilakukan pada tanggal 30
Mei – 1 Juni 2022 di ruang Alamanda RSUD Dr. Gondo Suwarno
Ungaran bahwa Tn. T yang berusia 68 tahun dan Tn. S berusia 63
tahun menderita stroke non hemoragik dengan gangguan mobilitas
fisik. Pada data yang didapatkan Tn. T dengan keluhan jatuh di kamar
mandi, setelah jatuh mengeluh kepalanya terasa pusing, anggota gerak
sebelah kanannya terasa lemas dan lemah, dan memiliki riwayat
hipertensi. Pada Tn. S mengalami hemipharase yaitu kelemahan
pada anggota gerak (tangan dan kaki) pada separuh tubuh sehingga
mengalami keterbatasan dalam gerak.
Berdasarkan hasil pengkajian diatas sesuai dengan teori Smeltzer
dan Bare (2013) menyatakan bahwa aliran darah ke otak terganggu
sehingga terjadi iskemia yang berakibat kurangnya aliran glukosa,
oksigen, dan bahan makanan lainnya ke sel otak maka timbul keluhan
pusing pada pasien stroke non hemoragik. Selain itu efek iskemik pada
otak terjadi karena trombus dan emboli dapat menimbulkan lesi pada
saraf fungsi motorik yaitu lesi di batang otak pada kapsula interna di
pyramidal sesisi, lesi segmen lumbal (torakal), dan lesi kawasan
pyramidal bilateral (segmen C5) yang dapat menyerang wajah, nervus
vagus, dan nervus glosofaring, otot skeletal, lidah serta ekstremitas
atas maupun bawah (Trent, et al., 2011). Kondisi ini disebabakan oleh
80

iskemik yang membuat penderita dapat mengalami gangguan


komunikasi dan kelumpuhan kolateral (hemiplegia atau hemipharase)
sehingga pasien kehilangan kontrol volunter tubuh dalam
menggerakan bagian tubuh dan menyebabkan timbulnya masalah
gangguan mobilitas fisik (Muttaqin, 2012).
Menurut pengakuan pasien 1 bahwa Tn. T memiliki riwayat
hipertensi. Hipertensi (tekanan darah tinggi) merupakan faktor risiko
utama terjadinya stroke non hemoragik yang dapat mempercepat
pergeseran dinding pembuluh darah arteri dan mengakibatkan
penghancuran lemak pada sel otot polos sehingga dapat mempercepat
proses aterosklerosis melalui efek penekanan pada sel endotel (lapisan
dalam) dinding arteri yang berakibat semakin cepatnya pembentukan
plak pembuluh darah (Junaidi, 2011). Penderita hipertensi memiliki
peluang sebesar 4,117 kali menderita stroke dibandingkan pasien non
hipertenis (Ramadhanis, 2012). Sedangkan pasien 2 yaitu Tn. S
memiliki kebiasaan merokok dan minum kopi. Merokok sambil
minum kopi memang terasa nikmat, namun hal tersebut dapat
melipatgandakan risiko stroke iskemik (Anonim, 2009).
Pada pihak keluarga Tn. T dan Tn. S ibu masing-masing pasien
memiliki riwayat penyakit hipertensi. Karena adanya faktor genetik
yang ikut berperan dalam proses metabolisme dalam pengaturan garam
dan renin membran sel di dalam tubuh (Arifin, dkk, 2016). Hal
tersebut menyebabkan apabila orang tua menderita hipertensi maka
sekitar 30-45% akan menurun ke anak-anaknya (Davidson, 2010).
Pada pemeriksaan rentang gerak sendi didapatkan data bahwa Tn.
T mengalami keterbatasan anggota gerak pada ekstermitas atas dan
bawah sebelah kanan. Dengan kemampuan derajat rentang gerak pada
fleksi bahu 75◦, fleksi siku 60◦, fleksi jari 45◦, abduksi jari tangan 30◦,
fleksi telapak tangan 45◦, dan fleksi pinggu 60◦ Sedangkan Tn. S
mengalami keterbatasan gerak pada ekstermitas kiri. Dengan
kemampuan rentang gerak pada fleksi bahu 80◦, fleksi siku 70◦,
81

abduksi jari tnagan 30◦, fleksi jari 45◦¸fleksi telapak tangan 45◦¸dan
fleksi pinggul 70◦. Keterbatasan rentang gerak sendi terjadi akibat
kerusakan pada otak yang mempengaruhi sistem saraf dalam
mengontrol pergerakan otot. Gangguan kombinasi antara sistem saraf
dan otot mengakibatkan sinyal otak untuk menggerakan ekstremitas
menjadi terganggu (Herimasmur, 2012). Oleh karena itu ekstremitas
tidak mampu untuk digerakan secara maksimal berdampak pada
keterbatasan rentang gerak sendi (Guyton, 2014).
Pada kemampuan mobilitas kedua pasien mengalami keterbatasan.
Dimana dalam pemenuhan kebutuhan aktivitas dasar (ADL)
membutuhkan bantuan orang lain. Hal ini terjadi karena gangguan
mobilitas fisik dipengaruhi oleh rentang gerak sendi dan kekuatan otot
yang menurun sehingga pasien mengalami kesulitan dalam
memiringkan tubuh, bangun dari tempat tidur, kesulitan untuk berdiri
sendiri, berpindah dan berjalan secara mandiri. Maka dampak yang
ditimbulkan dari gangguan mobilitas pada sistem muskuloskeletal
adalah menyebabkan penurunan kekuatan otot, gangguan
keseimbangan, dan gangguan motorik (Potter & Perry, 2010).

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang dapat dirumuskan berdasarkan data hasil
pengkajian Tn. T dan Tn. S adalah gangguan mobilitas fisik yang
berhubungan dengan penurunan kekuatan otot. Berdasarkan buku SDKI
(2017) diagnosa ini masuk dalam kategori fisiologis dan subkategori
aktivitas/istirahat dengan kode D.0054. Gangguan mobilitas fisik
merupakan keterbatasan pada pergerakan fisik dari satu atau lebih
ekstermitas secara mandiri. Hal tersebut terjadi karena adanya penurunan
kendali otot, penurunan massa otot, dan penurunan kekuatan otot (SDKI,
2017).

3. Rencana Tindakan Keperawatan


82

Berdasarkan masalah keperawatan dengan diagnosis gangguan


mobilitas fisik pada Tn. S dan Tn. T maka telah direncanakan dalam
3x24 jam diharapkan masalah pasien dapat teratasi dengan kriteria
hasil pasien dapat menggerakan ekstermitas, kekuatan otot
meningkatkan, rentang gerak (ROM) meningkatkan, nyeri berkurang
sampai dengan hilang, kaku pada sendi berkurang sampai dengan
hilang, pasien tidak cemas dan lemah, dan keluarga dapat
berpartisipasi dalam aktivitas serta latihan rentang gerak. (SLKI, 2019)
kode L. 05042.
Intervensi yang perlu dilakukan dalam asuhan keperawatan adalah
pertama kaji rentang gerak sendi kedua pasien. Dengan tujuan untuk
mengetahui rentang gerak sendi yang dapat dilakukan masing-masing
oleh pasien (Muttaqin, 2012). Menentukan rentang gerak sendi dengan
cara meminta pasien mengangkat ekstremitas yang mengalami
kelemahan kemudian mengukur derajat rentang gerak pada bahu, siku,
telapak tangan, jari, dan pinggul.
Kedua memberi penjelasan mengenai tujuan dan manfaat rentang
gerak (ROM). Tujuan dilakukan tindakan ini agar pasien mengerti
tentang pentingnya manfaat dan akibatnya apabila tidak melakukan
latihan ROM aktif maupun pasif (Mubarok, 2015). Manfaat latihan
ROM dilakukan untuk mempertahankan atau memperbaiki kekuatan
dan kelenturan otot, meningkatkan kemandirian, dan menjaga
fleksibilitas dari masing-masing persendian (Syikir, 2019). Namun,
jika ROM tidak dilakukan maka akan terjadi kontraktur sendir, atrofi
pada otot, bahkan paralisis atau kelumpuhan permanen (Baskara &
Warsito, 2016).
Ketiga monitor tanda-tanda vital sebelum dan sesudah latihan
ROM.Tujuan dari tindakan ini untuk mendeteksi apakah ada
penurunan tekanan perfusi serebral dan memantau keadaan umum
pasien (Saputra, 2013). Sebelum dan sesudah dilakukan ROM (Range
Of Motion) harus memperhatikan hemodinamik pasien karena
83

tindakan rentang gerak dapat dilakukan apabila hemodinamiknya


stabil. Tanda-tanda vital yang perlu diperhatikan yaitu tekanan darah,
respirasi rate, nadi, dan suhu.
Keempat mengajarkan pasien untuk melakukan teknik rentang
gerak aktif dan pasif secara sistematis sesuai kemampuan. Menurut
Potter & Perry (2010) terdapat dua macam ROM yaitu ROM aktif dan
ROM pasif. ROM aktif adalah latihan rentang gerak yang dilakukan
oleh pasien itu sendiri tanpa adanya bantuan, sedangkan ROM pasif
adalah latihan rentang gerak yang membutuhkan bantuan perawat/
keluarga dalam menggerakan masing-masing sendi. Latihan ini harus
dilakukan sebanyak 8x dalam sehari dan dikerjakan minimal 2x sehari.
ROM harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak melelahkan pasien
dan harus memperhatikan tanda-tanda vital pasien (Mubarak, 2015).
Kelima libatkan keluarga untuk membantu dalam meningkatkan
pergerakan ekstremitas. Anjurkan pasien dan keluarga untuk
memperhatikan setiap gerakan rentang gerak agar dapat melakukannya
secara mandiri saat pasien sudah pulang. Dengan adanya bantuan
keluarga pasien dapat lebih mudah berlatih sampai nantinya dapat
melakukan secara mandiri. Latihan ini dapat dilakukan secara rutin 2x
sehari dengan perlahan agar tidak mengalami kelelahan.
Keenam mengubah posisi pasien setiap 2 jam seperti miring ke
kanan atau miring ke kiri. Tujuan dilakukan tindakan ini untuk
mendistribusikan tekanan guna memberikan kenyamanan pada pasien
(Pooter &Perry, 2010). Selain ini dapat memperbaiki sirkulas darah,
mencegah kerusakan integritas kulit dan dekubitus (Andani,
Kristyawati & Purnomo, 2016).
Ketujuh melakukan kolaborasi dalam pemberian program terapi
obat injeksi seperti piracetam, citicoline, dan ranitidin. Piracetam
digunakan untuk meningkatkan deformabilitas eritrosit yang
merupakan elastisitas dan kemampuan sel darah merah melewati
mikrovaskuler dengan meningkatnya deformabilitas eritrosit maka
84

akan mempermudah aliran darah melewati pembuluh darah otak yang


kecil sehingga dapat memperbaiki keadaan iskemia (Praja, dkk., 2013).
Citicoline adalah obat yang mengandung cytidine dan choline yang
merupakan 2 komponen penyusun membran sel yang memiliki efek
mempertahankan fungsi otak secara normal, melindungi otak, serta
mengurangi jaringan otak yang rusak akibat cedera (Praja, dkk., 2013).
Sedangkan menurut DOI (Data Obat Indonesia) ranitidin merupakan
obat golongan antihistamin yang digunakan untuk mengurangi
produksi asam lambung sehingga dapat membantu mengurangi rasa
nyeri pada ulu hati akibat tukak lambung, muntah, mual, dan masalah
asam lambung tinggi lainnya.
Dengan perencanaan tindakan keperawatan yang diberikan serta
adanya terapi farmakologi kedua pasien dapat menunjang proses
penyembuhan dan masalah dapat teratasi.

4. Tindakan Keperawatan
Tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah gangguan
mobilitas fisik dilaksanakan selama 3 hari pada pasien I (Tn. T) yang
dilaksanakan pada tanggal 31 Juni – 1 Mei 2022. Sedangkan pada
pasien II (Tn. S) dilaksanakan pada tanggal 1-3 Mei 2022. Tindakan
pertama yang dilakukan yaitu mengkaji rentang gerak sendi. Tujuan
dilakukan tindakan ini untuk mengetahui rentang gerak sendi yang
dapat dilakukan masing-masing pasing (Muttaqin, 2012). Persendian
yang diukur penulis yaitu pada bahu, siku, jari, telapak tangan, dan
pinggul. Pada pengkajian Tn. T mengatakan tangan dan kaki kiri terasa
lemah dan berat dengan skala kekuatan otot ektremitas kanan 2 serta
diperoleh derajat pada ekstremitas kiri normal sedangkan ekstremitas
kanan terdapat keterbatasan dengan fleksi bahu 75◦, fleksi siku 60◦,
fleksi telapak tangan 45◦, fleksi jari 45◦, abduksi jari tangan 30◦, dan
fleksi pinggul 60◦. Dilihat dari hasil pengkajian pada pasien Tn. T
diperoleh hasil rentang gerak ekstremitas kanan tidak maksimal
85

kecuali pada abduksi jari tangan. Hal tersebut terjadi karena


ekstremitas mengalami kelemahan yang berhubungan dengan
penurunan kekuatan otot sehingga ekstremitas tidak mampu digerakan
secara maksimal kemudian berdampak pada keterbatasan rentang
gerak sendi (Guyton, 2010). Sedangkan pada pengkajian Tn. S
mengatakan tangan dan kaki kiri sulit digerakan dengan skala kekuatan
otot ekstremitas kiri bernilai 2 serta diperoleh hasil rentang gerak pada
ekstremitas kanan normal, namun ekstremitas kiri tidak normal dengan
fleksi bahu 80◦, fleksi siku 70◦, fleksi telapak tangan 45◦, fleksi jari
45◦, abduksi jari tangan 30◦, dan fleksi pinggul 70◦.
Kedua memberikan penjelasan pada pasien dan keluarga mengenai
tujuan dan manfaat latihan rentang gerak (ROM). Tujuan dilakukan
tindakan ini agar pasien mengerti tentang pentingnya manfaat dan
akibatnya apabila tidak melakukan latihan ROM aktif maupun pasif
(Mubarok, 2015). Manfaat latihan ROM dilakukan untuk
mempertahankan atau memperbaiki kekuatan dan kelenturan otot,
meningkatkan kemandirian, dan menjaga fleksibilitas dari masing-
masing persendian (Syikir, 2019). Diharapkan pasien dan keluarga
dapat mengerti manfaat dan tujuan dilakukannya tindakan rentang
gerak aktif maupun pasif. Pada pukul 09.45 WIB menjelaskan kepada
Tn. T mengenai manfaat dan tujuan dilakukannya latihan rentang
gerak (ROM), dengan respon pasien mengatakan mengerti mengenai
pentingnya dilakukan latihan rentang gerak (ROM). Sedangkan Tn. S
dilakukan pada pukul 08.15 dengan respon pasien memahami
pentingnya melakukan rentang gerak (ROM).
Ketiga memonitor tanda-tanda vital pasien sebelum melakukan
tindakan ROM. Tujuan dari tindakan ini untuk mendeteksi apakah ada
penurunan tekanan perfusi serebral dan memantau keadaan umum
pasien (Saputra, 2013). Sebelum dilakukan ROM (Range Of Motion)
harus memperhatikan hemodinamik pasien karena rentang gerak dapat
dilakukan apabila hemodinamiknya stabil. Tanda-tanda vital yang
86

perlu diperhatikan yaitu tekanan darah, respirasi rate, nadi, dan suhu.
Pada pengkajian diperoleh data Tn. T dengan hasil tekanan darah
180/130 mmHg, respirasi rate 20x/menit, nadi 83x/menit, suhu 36,8
◦C. Sedangkan Tn. S dengan hasil tekanan darah 150/100 mmHg,
respirasi rate 20x/menit, nadi 90x/menit, suhu 36,5◦C. Setelah
dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital stabil dan tidak
membahayakan maka dapat dilakukan latihan rentang gerak (ROM).
Keempat mengajarkan kedua pasien melakukan rentang gerak di
pagi hari. Tn. T melakukan rentang gerak pukul 10.00 WIB sedangkan
Tn. S pukul 08.00 WIB. Menentukan rentang gerak sendi dilakukan
dengan cara meminta pasien mengangkat ekstremitas yang mengalami
kelemahan kemudian mengukur derajat rentang gerak sendi di sumbu
persendian dengan geniometri (Kasiati & Rosmalawati, 2016).
Persendian yang diukur yaitu bahu, siku, telapak tangan, jari, dan
pinggul. Pada pengkajian hari pertama Tn. T diperoleh derajat rentang
sendi pada ekstremitas kiri maksimal/ normal, sedangkan ekstremitas
kanan terdapat keterbatasan dengan fleksi bahu 75◦, fleksi siku 60◦,
fleksi telapak tangan 45◦, fleksi jari 45◦, abduksi jari tangan 30◦, dan
fleksi pinggul 60◦. Pada hari kedua latihan ROM pukul 10.00 belum
ada peningkatan derajat rentang gerak, namun pada hari ketiga derajat
fleksi bahu meningkat menjadi 85◦, fleksi siku 65◦ dan fleksi pinggul
70◦ untuk fleksi telapak tangan, fleksi jari, abduksi jari tangan belum
ada peningkatan. Respon pasien kooperatif dan keluarga dapat
mendemonstrasikan cara latihan rentang gerak secara mandiri di
latihan rentang gerak sore hari. Sedangkan pada pengkajian Tn. S
diperoleh hasil rentang gerak pada ekstremitas kanan normal, namun
ekstremitas kiri tidak normal pada hari pertama dengan fleksi bahu
80◦, fleksi siku 70◦, fleksi telapak tangan 45◦, fleksi jari 45◦, abduksi
jari tangan 30◦, dan fleksi pinggul 70◦. Pada hari kedua belum terjadi
peningkatan rentang gerak, namun pada hari ketiga pukul 08.00
adanya peningkatan derajat rentang gerak fleksi bahu menjadi 85◦,
87

fleksi siku 75◦, fleksi pinggul 80◦, untuk fleksi telapak tangan, fleksi
jari, dan abduksi jari belum terjadi peningkatan. Respon pasien
kooperatif.
Kelima memberi instruksi ke pasien untuk merubah posisi pasien
setiap 2 jam seperti dengan miring ke kanan, miring ke kiri, atau
terlentang. Tujuan dilakukan tindakan ini untuk mendistribusikan
tekanan guna memberikan kenyamanan pada pasien (Pooter &Perry,
2010). Selain ini dapat memperbaiki sirkulas darah, mencegah
kerusakan integritas kulit dan dekubitus (Andani, Kristyawati &
Purnomo, 2016). Pada tindakan alih posisi ini diharapkan masalah
pasien dapat teratasi dengan pelaksanaan alih posisi tiap 2 jam yaitu
sirkulasi darah pasien lancar dan tidak terjadi kerusakan integritas kulit
akibat dan tirah baring. Respon pasien bersedia dan terlihat nyaman.
Keenam memonitor tanda-tanda vital pasien setelah melakukan
tindakan ROM. Setelah dilakukan tindakan rentang gerak Tn. T dan
Tn. S didapatkan tanda-tanda vitalnya stabil. Dengan respon pasien
tidak cemas dan rileks.
Ketujuh melakukan kolaborasi dalam pemberian program terapi.
Hal ini bertujuan menunjang proses penyembuhan pasien disamping
melakukan tindakan keperawatan yang lain. Pada kedua pasien terapi
yang diberikan yaitu injeksi piracetam 3 gr, injeksi citicoline 500 mg,
dan injeksi ranitidi 150 mg. Piracetam digunakan untuk meningkatkan
deformabilitas eritrosit yang merupakan elastisitas dan kemampuan sel
darah merah melewati mikrovaskuler dengan meningkatnya
deformabilitas eritrosit maka akan mempermudah aliran darah
melewati pembuluh darah otak yang kecil sehingga dapat memperbaiki
keadaan iskemia (Praja, dkk., 2013). Piracetam diberikan pada Tn. T
dan Tn. S melalui intravena dengan dosis 3gr sehari. Piracetam
memiliki efek samping seperti nyeri perut, mual, dan muntah.
Citicoline adalah obat yang mengandung cytidine dan choline yang
merupakan 2 komponen penyusun membran sel yang memiliki efek
88

mempertahankan fungsi otak secara normal, melindungi otak, serta


mengurangi jaringan otak yang rusak akibat cedera (Praja, dkk., 2013).
Obat ini diberikan melalui intravena dengan dosisi 500 mg 3x sehari.
Efek samping yang muncul seperti insomnia, diare, penglihatan
terganggu, dan mual. Sedangkan menurut DOI (Data Obat Indonesia)
ranitidin merupakan obat golongan antihistamin yang digunakan untuk
mengurangi produksi asam lambung sehingga dapat membantu
mengurangi rasa nyeri pada ulu hati akibat tukak lambung, muntah,
mual, dan masalah asam lambung tinggi lainnya. Injeksi ranitidin
diberika dengan dosisi 150 mg 2x sehari melalui intravena. Obat ini
dapat mencegah mual dan muntah karena efek samping dari pemberian
injeksi piracetam. Pemberian program terapi pada kedua pasien dengan
memperhatikan prinsip 6 benar, benar pasien, benar obat, benar dosis,
benar waktu, benar dokumentasi (Praja, dkk, 2013).
Kedelapan melatih pasien untuk melakukan teknik rentang gerak
aktif dan pasif di sore hari bersama keluarga. Pasien dan keluarga
dapat memperhatikan setiap gerakan agar dapat melakukannya secara
mandiri saat pasien pulang. Saat dilakukan pengkajian pada Tn. T,
ekstermitas kanan perlu dilakukan latihan ROM pasif karena
mengalami kelemahan, kekuatan otot ekstremitas atas dan bawah
bagian kanan bernilai 2, mengalami keterbatasan gerak pada fleksi
bahu, siku, telapak tangan, jari tangan, abduksi jari tangan, dan fleksi
pinggul. Sedangkan ekstremitas kiri melakukan latihan ROM secara
aktif. Pada Tn. S mengalami kelemahan ekstremitas atas dan bawah
bagian kiri dengan kekuatan otot 2 dan rentang gerak sendi ekstremitas
kiri yang mengalami keterbatasan pada fleksi bahu, siku, telapak
tangan, jari tangan, abduksi jari tangan, dan fleksi pinggul sehingga
perlu dilakukan ROM pasif, dan untuk ekstremitas kanan melakukan
ROM secara aktif. Pada pelaksanaan latihan rentang gerak dirumah
sakit kedua pasien menyepakati untuk latihan sore hari Tn. T dan Tn. S
89

pada pukul 16.00 WIB. Respon kedua pasien kooperatif dan keluarga
ikut serta dalam melakukan rentang gerak.
Kesembilan memberi arahan ke pasien untuk merubah posisi
pasien setiap 2 jam seperti miring ke kanan, miring ke kiri, atau
terlentang.

5. Evaluasi Keperawatan
Berdasarkan hasil pengelolaan pada pasien selama 3 hari, pada Tn.
T didapatkan data bahwa tangan dan kaki bagian kanan sudah dapat
diangkat namun masih lemah dan berat, kekuatan otot mengalami
peningkatan pada ekstremitas kanan atas dan bawah dari skala 2
menjadi 3 yang artinya dapat mengangkat tangan dan kaki serta dapat
melawan gravitasi. Tingkat pemulihan hambatan mobilitas fisik pada
pasien stroke dipengaruhi oleh jumlah luas kerusakan, lokasi otak yang
rusak, kesehatan pasien, pengobatan yang diterima, kondisi psikologi
dan dukungan keluarga (Soeharto, 2012). Peningkatan kekuatan otot
dan derajat rentang sendi dikarenakan oleh adanya motivasi pasien
yang tinggi untuk sembuh dan mungkin karena stroke ini yang pertama
untuk pasien. Motivasi yang diberikan berdampak positif dan
mengurangi stres bagi fisiknya. Data rentang gerak sendi pada
ekstremitas kanan yaitu fleksi bahu 85◦ (meningkat 10◦ dari
sebelumnya 75◦), fleksi siku 65◦ (meningkat 5◦ dari sebelumnya 60◦),
abduksi jari tangan 30◦, fleksi jari 45◦, fleksi telapak tangan 45◦, dan
fleksi pinggul 70◦ (meningkat 10◦ dari sebelumnya). Respon pasien
skala kekuatan otot dalam kemampuan mobilitas pasien perlu bantuan
dari keluarga untuk duduk, bangun, dan berpakaian (skala 2)
sedangkan untuk berdiri dan berpindah tempat membutuhkan bantuan
orang lain dan alat (skala 3). Pasien dengan tanda-tanda vital stabil dan
tidak terjadi komplikasi akibat hambatan mobilitas fisik. Sedangkan
data pasien kedua yaitu Tn. S dengan respon pasien kooperatif .
Masalah hambatan mobilitas fisik mulai teratasi, terjadi peningkatan
90

rentang gerak sendi pada bahu, siku, dan pinggul dari skala 2 menjadi
3 (mengangkat tangan dan kaki serta dapat melawan gravitasi),
kemampuan dalam beraktivitas masih dibantu oleh keluarga maupun
alat. Peningkatan dikarenakan adanya motivasi pasien yang tinggi
untuk sembuh dan mungkin karena stroke ini merupakan yang pertama
untuk pasien. Motivasi yang diberikan bagi penderita dapat berpotensi
mengurangi stress sehingga berdampak positif bagi fisik dan
psikologinya (Murtaqib, 2013). Data rentang gerak sendi pada fleksi
bahu 85◦ (meningkat 5◦ dari sebelumnya 80◦), fleksi siku 75◦
(meningkat 5◦ dari sebelumnya 70◦), fleksi jari 45◦, fleksi telapak
tangan 45◦, abduksi jari tangan 30◦ dan fleksi pinggul 80◦ (meningkat
10◦ dari sebelumnya 70◦). Pada kemampuan mobilitas fisik dalam
aktivitas harian seperti bangun, duduk, berpakaian masih
membutuhkan bantuan orang lain (skala 2), sedangkan untuk berdiri
dan berpindah tempat membutuhkan bantuan alat dan orang lain (skala
3). Pasien dengan tanda-tanda vital stabil, dan tidak terjadi komplikasi
akibat hambatan mobilitas fisik.
Berdasarkan tindakan keperawatan yang telah dilakukan dapat
disimpulkan bahwa masalah hambatan mobilitas fisik pada Tn. T dan
Tn. S mulai teratasi dengan kriteria hasil yang sudah ditentukan, yaitu
terjadi peningkatan kekuatan otot. Pada rentang gerak sendi tujuan dan
kriteria hasil mulai tercapai karena terdapat peningkatan rentang gerak
sendi pada beberapa persendian sepeti pada bahu, siku, dan pinggul.
Pada kemampuan beraktivitas kedua pasien belum mengalami
peningkatan dan masih membutuhkan bantuan oleh orang lain maupun
alat. Masalah gangguan mobilitas fisik pada Tn. T dan Tn. S belum
teratasi secara keseluruhan.
Sehingga perlunya latihan rentang gerak sendi dan alih posisi yang
dapat diterapkan setelah pasien pulang atau di rumah dibantu oleh
keluarga hingga dapat melakukannya secara mandiri dan diharapkan
masalah gangguan mobilitas fisik dapat teratasi.
91
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

A. SIMPULAN
Berdasarkan hasil pembahasan asuhan keperawatan yang telah
dilaksanakan penulis pada tanggal 30 mei – 3 Juni 2022 pada Tn. T dan Tn. S
dengan gangguan mobilitas fisik pada Stroke Non Hemoragik di RSUD Dr.
Gondo Suwarno Ungaran, dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Pada hasil pengkajian keuda pasien ditemukan sama-sama memiliki
keluhan bahwa pasien mengalami kelemahan pada ekstremitas atas dan
bawah dengan kekuatan otot skala 2. Tn. T mengalami kelemahan
ekstremitas kanannya dengan hasil CT Scan Infark Periventricular Sinistra
Cornu Anterior. Sedangkan Tn. S mengalami kelemahan pada ekstremitas
kiri dengan hasil CT Scan Infark pada lobus Temporo Pariental Kanan.
2. Diagnosa keperawatan yang sesuai dengan masalah keperawatan yang
dialami kedua pasien adalah gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan
penurunan kekuatan otot.
3. Rencana keperawatan yang dilakukan kedua pasien diharapkan masalah
keperawatan gangguan mobilitas fisik dapat teratasi dengan kriteria hasil
pasien dapat menggerakan ekstermitas, kekuatan otot meningkat, rentang
gerak (ROM) meningkat, pasien tidak cemas dan lemah. Dengan kaji
rentang gerak sendi, monitor tanda-tanda vital seperti tekanan darah,
respirasi rate, nadi, dan suhu. Libatkan keluarga agar mengerti tujuan,
prosedur, dan manfaat latihan rentang gerak (ROM) dan mampu
membantu dalam latihan rentang gerak (ROM) bersama pasien. Latihan
ROM harus dilakukan sebanyak 8x dalam sehari dan dikerjakan minimal
2x sehari. Mengubah posisi pasien setiap 2 jam seperti miring ke kanan
atau miring ke kiri. Serta kolaborasi dalam pemberian program terapi.
4. Setelah dilakukannya tindakan keperawatan Tn. S dan Tn. T memiliki
respon yang baik dan kooperatif dalam melakukan tindakan asuhan
keperawatan. Kedua pasien tenang dan stabil saat melakukan tindakan
93

yang dianjurkan sesuai jadwal, Tn. T dan Tn. S dapat memahami tujuan
dan manfaat melakukan rentang gerak (ROM), serta mengikuti ajakan
untuk ubah posisi sesuai jadwal, dan bersedia menerima program terapi.
5. Evaluasi pada tindakan keperawatan yang telah dilakukan selama 3x24
jam sesuai dengan tujuan kriteria hasil dan rencana keperawatan bahwa
pasien cukup stabil tanda-tanda vitalnya, pasien dapat menggerakan
ekstremitasnya namun masih berat dan lemas, dan tidak ada komplikasi
akibat hambatan mobilitas fisik. Meskipun masalah mobilitas fisik sudah
mulai teratasi, Tn. T dan Tn. S masih perlu melakukan latihan rentang
gerak (ROM) dan alih posisi, agar masalah keperawatan yang belum
teratasi dapat teratasi walaupun nantinya sudah kembali ke rumah.

B. SARAN
Setelah diberikannya “Asuhan Keperawatan Gangguan Mobilitas Fisik
Pada Pasien Stroke Non Hemoragik” diharapkan tindakan keperawatan yang
telah dilakukan dapat dilanjutkan untuk mencapai kriteria hasil yang
maksimal.
Selain itu, penulis memiliki saran dan harapan sebagai berikut:
1. Bagi institusi pendidikan
Dengan adanya asuhan keperawatan ini diharapkan dapat menjadi bacaan
dan referensi bagi mahasiwa khusunya dalam pengelolaan pasien stroke
non hemoragik dengan masalah keperawatan gangguan mobilitas fisik.
2. Bagi klien dan keluarga
Diharapkan klien masih melakukan latihan rentang gerak (ROM) baik
dirumah sakit atau dirumah. Dan keluarga mampu memberikan motivasi
serta dukungan pada saat klien melakukan latihan rentang gerak (ROM),
agar masalah keperawatan dapat teratasi dengan maksimal dan klien
memiliki semangat untuk sembuh. Kemudian klien disarankan untuk rutin
mengontrol tekanan darah dan minum obat secara rutin agar mencegah
terjadinya serangan berulang.
94

3. Bagi praktis keperawatan


Diharapkan dalam mengelola pasien stroke non hemoragik dengan
gangguan mobilitas fisik mampu ikut serta dalam melakukan latihan
rentang gerak (ROM), selain itu dapat mengembangkannya secara efektif.
DAFTAR PUSTKA

Aguilar, C. V. (2020). Clasificaciones nanda, noc, nic 2018-2020. Salusplay.


Agusrianto, A., & Rantesigi, N. (2020). Penerapan Latihan Range of Motion
(Rom) Pasif terhadap Peningkatan Kekuatan Otot Ekstremitas pada Pasien
dengan Kasus Stroke. Jurnal Ilmiah Kesehatan, 2(2), 61–66.
https://doi.org/10.36590/jika.v2i2.48.
Andani, M., Kristiyawati, S., & Purnomo, E. C. (2016). Efektifitas Alih Baring
Dengan Masase Punggung Terhadap Resiko Dekubitus Pada Pasien Tirah
Baring Di RSUD Ambarawa.
http://ejournal.stikestelogorejo.ac.id/index.php/ilmukeperawatan/article/
viewFile/501/500.
Arifin, M. H., Weta, I., & Ratnawati. (2016). Faktor-Faktor yang Berhubungan
dengan Kejadian Hipertensi pada Kelompok Lanjut Usia di Wilayah Kerja
UPT Puskesmas Petang I Kabupaten Badung Tahun 2016.
https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum/article/view/21559.
Astriani, N. M. D. Y., & Ariana, P. A. (2016). Pengaruh ROM Exercise Bola
Karet terhadap Kekuatan Otot Genggam Pasien Stroke Non Hemoragik.
Jurnal Keperawatan Buleleng, 1(1).
Baskara, DM., & S, Warsito. (2016). Latihan Range Of Motion (Rom) Pasif
Terhadap Rentang Sendi Pasien Pasca Stroke.
http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/INJ/article/view/6450.
Bruno, L. (2019). (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016). Journal of Chemical
Information and Modeling, 53(9).
Davidson, G. C., Neale, J. M. & Kring, A. M. (2010). Psikologi Abnormal.
Jakarta: Rajawali Pers.
Ekania, L. (2020). Standar Operasional Prosedur (SOP) Teknik ROM Pasien
Stroke. Kemenkes RI : Jakarta.
Guyton, A. C., Hall, J. E., 2014. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 12.
Jakarta : EGC, 1022.
Herimasmur. 2012. Neuromuscular Dalam Olah Raga dan Fisiologi Gerak
96

Program Pasca Sarjana Universitas Negeri Jakarta.


Idea Nursing Journal. (2016). Peningkatan Kekuatan Otot Pasien SNH dengan
Hemiparese melalui ROM. Vol VII No 1. Bengkulu.
JATENG, D. (2017). PROFIL KESEHATAN JAWA TENGAH TAHUN 2020.
BMC Public Health.
Junaidi, I. (2011). Stroke A-Z. Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer.
Kabi, G. Y. C. R., Tumewah, R., & Kembuan, M. A. H. N. (2015). GAMBARAN
FAKTOR RISIKO PADA PENDERITA STROKE ISKEMIK YANG
DIRAWAT INAP NEUROLOGI RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU
MANADO PERIODE JULI 2012 - JUNI 2013. E-CliniC, 3(1).
https://doi.org/10.35790/ecl.3.1.2015.7404.
Kasiati, & Rosmalawati, N. wayan D. (2016). Modul Bahan Cetak Keperawatan
Kebutuhan Dasar Manusia. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Masturoh, imas, dan nauri anggita T. (2018). Metodologi penelitian kesehatan.
Bahan Ajar Rekam Medis Dan Informasi Kesehahan (RMIK), 1.
Mubarak, W. I., Indrawati, L., & Susanto, J. (2015). Buku Ajar Ilmu Keperawatan
Dasar. In Buku 1.
Muklasin, E. (2018). ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN STROKE ISKEMIK
PADA Ny. K DAN Tn. N DENGAN MASALAH KEPERAWATAN DEFISIT
PERAWATAN DIRI DI RUANG MELATI RSUD Dr. HARYOTO
LUMAJANG. Karya Tulis Ilmiah.
Murtaqib. (2013). Latihan Range Of Motion (ROM) Pasif dan Aktif Selama 1-2
Minggu Terhadap Perbedaan Peningkatan Rentang Gerak Sendi pada
Penderita Stroke di Kecamatan Tanggul Kabupaten Jember. Jurnal
Keperawatan Soedirman, 8(1), 201-209.
Muttaqin, A. (2012). Pengantar Asuhan Kepeawatan dengan Gangguan Sistem
Persyarafan. Jakarta: Salemba.
Muttaqin, A. (2014). Pengantar Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Sistem
Pernafasan. Salemba Medika, 4(2).
Nanda. (2020). Dignosticos Enfermeros. In BMC Public Health (Vol. 5, Issue 1).
Nursalam, 2016, metode penelitian. (2013). Nursalam, 2016. Journal of
97

Chemical Information and Modeling, 53(9).


Nursalam. (2015). Nursalam. 2015. Konsep dan Penerapan Metodologi
Penelitian Imu Keperawatan Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen,
Penelitian Keperawatan. Yogyakarta: Salemba Medika Padila. Journal of
Chemical Information and Modeling, 53(9).
Potter, P. A., & Perry, A. G. (2010). Fundamental of Nursing (7th ed.; R. Ervina,
Ed.). Jakarta: Salemba Medika.
PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria
Hasil Keperawatan. In Dpp Ppni.
PPNI. (2019). SLKI. In Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1. Jakarta.
Praja, dkk., 2013. Studi Penggunaan Obat Neuroprotektan Pada Pasien Stroke
Iskemik, PHARMACY, Vol. 10 No. 02.
Presley, B. (2013). Penatalaksanaan Farmakologi Stroke Iskemik Akut. Buletin
Rasional, 12(1), 6–8. http://repository.ubaya.ac.id/21378/1/Rasional Vol 12
No 1.pdf.
Rachman, R. (2021). Implementasi Case Based Reasoning Mendiagnosa Penyakit
Stroke Menggunakan Algoritma Probabilistic Symmetric. Jurnal Informatika,
8(1), 10–16. https://doi.org/10.31294/ji.v8i1.8563.
Ramadhanis, Ilham. (2012). Hubungan Antara Hipertensi Dan Kejadian Stroke
Di RSUD Kraton Kabupaten Pekalongan. Skripsi thesis, Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Riskesdas. (2018). Laporan Riskesdas 2018 Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia. In Laporan Nasional Riskesdas 2018 (Vol. 53, Issue 9).
Saputra, L. (2013). Kebutuhan Dasar Manusia. Tangerang Selatan: Binarupa
Aksara.
Sugiartini, L. P. (2018). Gambaran Asuhan Keperawatan Pada Pasien Stroke
Non Hemoragik Dengan Gangguan Mobilitas Fisik Di Ruang Oleg RSUD
Mangusada Badung Tahun 2018. The British Journal of Psychiatry.
Sugiyono. (2016). Definisi dan Operasionsl Variabel Penelitian. Definisi Dan
Operasionsl Variabel Penelitian.
98

Sunusi, G. M., Muhadi, D., & Arif, M. (2019). ANALISIS MEAN PLATELET
VOLUME (MPV), PLATELET DISTRIBUTION WIDTH (PDW), DAN
JUMLAH TROMBOSIT PADA STROKE HEMORAGIK DAN NON
HEMORAGIK. INDONESIAN JOURNAL OF CLINICAL PATHOLOGY
AND MEDICAL LABORATORY, 25(2), 202.
https://doi.org/10.24293/ijcpml.v25i2.1392.
Surani. W., Derison M. B. 2016. LATIHAN RANGE OF MOTION (ROM) PASIF
TERHADAP RENTANG GERAK SENDI PASIEN PASCA STROKE. Vol. VII
No. 2 .
Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2013). Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth. Penerjemah: Andry Hartono, dkk. Jakarta: EGC.
Soeharto I., (2012). Serangan Jantung dan Stroke Hubungannya dengan Lemak
dan Kolestrol. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Syikir, M. (2019). In Bina Generasi: Pengaruh Range Of Motion (ROM)
Terhadap Peningkatan Kekuatan Otot Pada Pasien Stroke Di Ruang
Perawatan RSUD Polewali Mandar. Jurnal Kesehatan.
https://doi.org/10.35907/bgjk.v10i2.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia :
Definisi dan Indikator Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
Trihono., (2013). Riset Kesehatan Dasar.
Trent, M. W., John, T., Sung-Cung, T., Christopher, G. S., Stephen, M. T.,
Thiruma, V. A., et al. (2011). Pathophysiologi, treatment, animal and cellular
models of human ischemic stroke. Molecular Neurodegeneration, 6:11.
Wijaya, A. K. (2013). Patofisiologi Stroke Non-Hemoragik Akibat Trombus. E-
Jurnal Medika Udayana, 2(10).
Yarmaliza, Y., & Zakiyuddin, Z. (2019). PENCEGAHAN DINI TERHADAP
PENYAKIT TIDAK MENULAR (PTM) MELALUI GERMAS. Jurnal
Pengabdian Masyarakat Multidisiplin, 2(3).
https://doi.org/10.36341/jpm.v2i3.794.
Yuda, H. T., & Yuwono, P. Y. (2020). HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN
BUDAYA TERHADAP DUKUNGAN PADA PASIEN STROKE DI RS PKU
99

MUHAMMADIYAH SRUWENG. Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan,


16(2). https://doi.org/10.26753/jikk.v16i2.395.
Yoel, Laudri J. L. 2019. Discharge Planning Pada Penderita Stroke Di Rumah
Sakit Umum Daerah Ungaran. Perpustakaan O. Notohamidjojo : Salatiga.
100

Lampiran 1
INFORMED CONSTENT PASIEN 1
(Persetujuan Menjadi Partisipan)

Saya yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa saya telah
mendapat penjelasan secara rinci dan telah mengerti mengenai pemberian asuhan
keperawatan yang akan dilakukan oleh ALFIA SALMADHEA NUR
PRAMESTHI dalam Studi Kasus dengan judul Asuhan Keperawatan Pada Pasien
Stroke Non Hemoragik Dengan Tindakan Range Of Motion (ROM). Saya
memutuskan setuju untuk ikut berpartisipasi pada pemberian asuhan keperawatan
ini secara sukarela tanpa paksaan. Bila selama pemberian asuhan keperawatan ini
saya menginginkan mengundurkan diri, maka saya dapat mengundurkan diri
sewaktu-waktu tanpa sanksi apapun.

30 Mei 2022

Yang memberikan Peneliti


Persetujuan

Tn. T Alfia Salmadhea N.P


101

INFORMED CONSTENT PASIEN 2


(Persetujuan Menjadi Partisipan)

Saya yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa saya telah
mendapat penjelasan secara rinci dan telah mengerti mengenai pemberian asuhan
keperawatan yang akan dilakukan oleh ALFIA SALMADHEA NUR
PRAMESTHI dalam Studi Kasus dengan judul Asuhan Keperawatan Pada Pasien
Stroke Non Hemoragik Dengan Tindakan Range Of Motion (ROM). Saya
memutuskan setuju untuk ikut berpartisipasi pada pemberian asuhan keperawatan
ini secara sukarela tanpa paksaan. Bila selama pemberian asuhan keperawatan ini
saya menginginkan mengundurkan diri, maka saya dapat mengundurkan diri
sewaktu-waktu tanpa sanksi apapun.

1 Juni 2022

Yang memberikan Peneliti


Persetujuan

Tn. S Alfia Salmadhea N.P


102

Lampiran 2

SATUAN ACARA PENYULUHAN


ROM

Topik : ROM
Hari/ tanggal : Senin, 30 Mei 2022
Pukul : 10.00 WIB
Tempat : RSUD Dr Gondo Suwarno
Alokasi Waktu : 30 menit
Sasaran : Pasien dan keluarga

A. Tujuan Umum
Setelah mengikuti proses penyuluhan diharapkan pasien dan keluarga pasien
memahami tentang ROM
B. Tujuan Khusus
1. Menjelaskan pengertian ROM
2. Menjelaskan tujuan ROM
3. Menjelaskan manfaat ROM
4. Menjelaskan jenis-jenis ROM
5. Menjelaskan tentang prosedur tindakan ROM
C. Materi (terlampir)
1. Pengertian ROM
2. Tujuan ROM
3. Manfaat ROM
4. Jenis ROM
5. Prosedur tindakan ROM
D. Media
Media yang digunakan adalah laptop dan materi
E. Metode
Metode yang digunakan ceramah dan tanya jawab
103

F. Kegiatan Penyuluhan
No Waktu Kegiatan Penyuluhan Kegiatan Peserta
1. 5 menit Pembukaan : - menjawab salam
- mengucapkan salam - mendengarkan
- menjelaskan nama dan penjelasan yang
akademi diberikan
- menjelaskan tujuan
pendidikan kesehatan
- menyebutkan materi
yang diberikan
- menanyakan kesiapan
peserta
2. 10 menit Pelaksanaan : - mendengarkan
- penyampaian materi penjelasan
- menjelaskan tentang - bertanya
pengertian ROM
- menjelaskan tentang
tujuan ROM
- menjelaskan tentang
manfaat ROM
- menjelaskan tentang
jenis ROM
- menjelaskan tentang
prosedur tindakan ROM
- tanya jawab
- memberikan
kesempatan kepada
peserta untuk bertanya
3. 10 menit Evaluasi : - menjelaskan
- menanyakan kembali
hal-hal yang sudah
dijelaskan mengenai
ROM
4. 5 menit Penutup : - mendengarkan
- menutup pertemuan - menjawab salam
dengan menyimpulkan
materi yang telah
dibahas
- memberikan salam
penutup.
104

G. Evaluasi
1. Setelah mengikuti penyuluhan maka pasien dan keluarga pasien mengerti
tentang :
a. Pengertian ROM
b. Tujuan ROM
c. Manfaat ROM
d. Jenis-jenis ROM
e. Prosedur tindakan ROM
2. Penyaji atau pemberi penyuluhan dapat menjalankan tugas sesuai dengan
kewajibannya
3. Peserta mampu mengikuti jalannya penyuluhan dengan baik dan antusias.
105

Lampiran Materi
A. Pengertian ROM
Latihan range of motion (ROM) adalah latihan yang dilakukan untuk
mempertahankan atau meningkatkan mobilitas sendi secara penuh dan normal
guna meningkatkan massa dan tonus otot (Kasiati & Roslamawati, 2016).
B. Tujuan ROM
1. Meningkatkan atau mempertahankan fleksibelitas dan kekuatan otot
2. Mempertahankan fungsi jantung da pernapasan
3. Mencegah kekauan pada sendi
4. Merangsang sirkulasi darah
5. Mencegah kelainan bentuk, kekakuan dan kontraktur.
C. Manfaat ROM
1. Menentukan nilai kemampuan sendi tulang dan otot dalam melakukan
pergerakan
2. Mengkaji tulang, sendi, dan otot
3. Mencegah terjadinya kekakuan sendi
4. Memperlancar sirkulasi darah
5. Memperbaiki tonus otot
6. Meningkatkan mobilisasi sendi
7. Memperbaiki toleransi otot untuk latihan
D. Jenis-jenis ROM
ROM dibedakan menjadi dua jenis, yaitu :
1. ROM aktif
ROM aktif merupakan latihan dengan meminta klien menggunakan otot
untuk melakukan grakan secara mandiri tanpa bantuan atau didampingi.
2. ROM pasif
ROM pasif dilakukan oleh klien dengan bantuan perawat atau tenaga
kesehatan lain karena klien memiliki keterbatasan pergerakan.
106

E. Prosedur tindakan ROM


a. Tahap prainteraksi
a. Konfirmasi ke responden bahwa tindakan akan segera dilakukan
b. Lakukan cuci tangan
c. Usapkan lotion atau minyak hangat pada tangan
d. Posisikan responden senyaman mungkin.
b. Tahap kerja
a. Leher
1) Fleksi: menggerakan bagian dagu dan menempel ke dada
2) Ekstensi: mengembalikan posisi kepala ke posisi tegak
3) Fleksi lateral: memiringkan bagian kepala sejauh meungkin ke arah
setiap bahu
4) Rotasi: memutar kepala sejauh mungkin dalam gerakan sirkuler.
b. Bahu
1) Fleksi: menaikkan bagian lengan dari posisi samping tubuh ke
bagian depan ke posisi di atas kepala
2) Ekstensi: mengmbalikkan bagian lengan ke poisisi di samping
tubuh
3) Abduksi: menaikkan bagian lengan ke posisi samping di atas kepala
dengan telapak tangan jauh dari kepala
4) Adduksi: menurunkan bagian lengan ke samping dan meyilang
tubuh sejauh mungkin
5) Hiperekstensi: menggerakan lengan ke belakang tubuh dan siku
tetap lurus
6) Rotasi internal dan eksternal: dengan siku posisi fleksi, memutar
bahu dengan menggerakan bagian lengan sampai ibu jari ke atas
dan ke samping kepala.
c. Siku
1) Fleksi: menekuk bagian siku sehingga lengan bagian bawah
bergerak ke depan sendi bahu dan tangan sejajar dengan bahu
2) Ekstensi: meluruskan bagian siku dengan menurunkan lengan.
107

d. Lengan bawah
1) Supinasi: memutar bagian lengan bawah dan bagian tangan
sehingga telapak tangan menghadap ke atas
2) Pronasi: memutar bagian lengan bawah sehingga telapak tangan
menghadap ke bawah.
e. Pergelangan tangan
1) Fleksi: menggerakan bagian telapak tangan ke atas
2) Ekstensi: menggerakan bagian telapak tangan ke bawah
3) Abduksi: menekuk pergelangan tangan miring ke ibu jari
4) Adduksi: menekuk pergelangan tangan miring ke arah lima jari.
f. Jari-jari tangan
1) Fleksi: membuat genggaman
2) Ekstensi: meluruskan jari-jari tangan
3) Hiperekstensi: menggerakan jari-jari tangan ke belakang sejauh
mungkin
4) Abduksi: menggerakan jari-jari tangan yang satu dengan yang lain
5) Adduksi: merapatkan kembali jari-jari tangan.
g. Ibu jari
1) Oposisi: menyentuh ibu jari ke setiap jari-jari tangan pada tangan
yang sama.
h. Pinggul
1) Fleksi: menggerakan tungkai ke depan dan ke atas
2) Ekstensi: menggerakan kembali ke arah samping tungkai yang lain
3) Hiperekstensi: menggerakan bagian tungkai ke belakang tubuh
4) Rotasi dalam: memutar kaki dan tungkai ke arah tungkai lain
5) Rotasi luar: memutar kaki dan tungkai menjauhi tungkai lain
6) Abduksi: menggerakan tungkai ke samping menjauhi tubuh
7) Adduksi: menggerakan kembali bagian tungkai ke posisi medial
dan melebihi jiki mungkin.
i. Lutut
1) Fleksi: mengangkat lutut pasien membentuk sudut 90°
108

2) Ekstensi: mengembalikan ke sisi semula dengan lutut lurus.


j. Pergelangan kaki
1) Plantar fleksi: meluruskan pergelangan kaki
2) Dorso fleksi: menaikan pergelangan kaki secara perlahan.
k. Jari-jari kaki
1) Fleksi: melengkungkan bagian jari-jari ke bawah
2) Ekstensi: meluruskan jari-jari kaki
3) Abduksi: meregangkan jari-jari kaki satu dnegan yang lain
4) Adduksi: merapatkan kembali jari-jari kaki bersamaan.
l. Tahap terminasi
1) Mengatakan bahwa terapi sudah selesai dilaksanakan
2) Menanyakan perasaan pasien setelah dilakukan terapi
3) Menjelaskan pasien bahwa terapi ini boleh dilakukan setiap 1-5 kali
sehari.
109

Lampiran 3

DAFTAR RIWAYAT HIDUP


1. Nama Lengkap : Alfia Salmadhea Nur Pramesthi
2. NIM : P1337420119311
3. Tanggal Lahir : 11 Oktober 2001
4. Jenis Kelamin : Perempuan
5. Alamat Rumah :
a. Kelurahan : Sumogawe
b. Kecamatan : Getasan
c. Kabupaten : Semarang
d. Provinsi : Jawa Tengah
6. Telepon :
a. HP : 082265118331
b. WA : 088232249110
c. Email : alfiapramesthi@gmail.com

RIWAYAT PENDIDIKAN
1. Pendidikan TK di TK Pertiwi Denpasar, lulus tahun 2006
2. Pendidikan SD di SDN Mangunsari 01 Salatiga, lulus tahun 2013
3. Pendidikan SLTP di SMPN 02 Salatiga, lulus tahun 2016
4. Pendidikan SLTA di MAN 01 Salatiga, lulus tahun 2019
5. Pendidikan Diploma III Keperawatan Poltekkes Semarang Kelas Kendal, lulus
tahun 2022

Salatiga, 17 Juni 2022

Alfia Salmadhea Nur .P.


110

NIM. P1337420119311
Lampiran 4
LEMBAR BIMBINGAN
PENULISAN KARYA TULIS ILMIAH
PRODI DIII KEPERAWATAN SEMARANG KELAS KENDAL
JURUSAN KEPERAWATAN POLTEKKES KEMENKES SEMARANG

Nama Mahasiswa : Alfia Salmadhea Nur Pramesthi


NIM : P1337420119311
Nama Pembimbing : Supardi, S. Kep., Ners
Judul KTI : Asuhan Keperawatan Pada Pasien Stroke Non Hemoragik
Dengan Tindakan Range Of Motion (ROM)

No Hari/ Materi Saran TTD MNTR


Tanggal Bimbingan Kaprodi
1. 20 Agustus Penjelasan a. Disarankan untuk mencari
2021 proses KTI fenomena yang ada melalu
referensi buku, jurnal, lalu
kasusunya dapat mencari di
puskesmas atau rumah sakit.
b. Disarankan untuk mencari
penyakit yang lebih luas dan
ada perbandingannya
2. 24 Agustus Konsul a. Disarankan untuk dipahami
2021 fenomena terlebih dahulu penyakitmu,
Stroke masalah yang ada, dan
didukung dengan data-data
yang relevan.
b. Disarankan melakukan
penelitian, mau stroke
hemoragik atau stroke non
hemoragik.
3. 30 Agustus Pembuatan a. Disarankan untuk judul bisa
2021 KTI terakhir yang penting
temukan kejadian atau hal-
hal yang sekiranya tidak
lazim pada saat diamati di
rumah sakit maupun
puskesmas
111

b. Disarankan untuk variabel 2


orang dan dapat dikonsulkan
perbab.
4. 28 Oktober BAB 1 a. Disarankan menjelaskan
2021 BAB 2 dengan ringkas jangan
BAB 3 berbelit-belit mengenai latar
belakang, urutan prevalensi
dari dunia, provinsi,
kabupaten, kota.
b. Disaraknkan untuk prosedur
ROM sesuai SDKI.
5. 2 BAB 1 a. Disarankan untuk judulnya
November BAB 2 yang bagus menggunakan
2021 BAB 3 ROM.
b. Disarankan untuk bagan
pathway dimasukkan ke
konsep terlebih dahulu lalu
ke teori hambatan mobilitas
fisik.
6. 4 BAB 1 a. Disarankan mencari jurnal
November BAB 2 min. 10 tahun yang lalu.
2021 BAB 3 b. Disarankan untuk daftar
pustaka sesuai mendeley
c. Disarankan teknik genggam
bola karet dijelaskan lebih
detail.
7. 5 BAB 1 a. Disarankan pemeriksaan
November BAB 2 fisik disesuaikan jurnal
2021 BAB 3 terkait
b. Disarankan referensi
sesuaikan mendeley
c. Disarankan di bagian
pengumpulan data dijelaskan
lebih detail lagi.
8. 9 BAB 1 ACC
November BAB 2
2021 BAB 3

9. 23 BAB 1 a. Disarankan untuk memilih


Desember BAB 2 salah satu tindakan ROM
2021 BAB 3 atau genggam bola karet
(Revisi b. Disarankan untuk membuat
Proposal) SOP
c. Disarankan untuk membuat
informed consent
112

10 25 BAB 1 ACC
. Desember BAB 2
2021 BAB 3
(Revisi
Proposal)
11 11 Juni BAB 4 a. Disarankan bagian analisis
. 2022 masalah dijelaskan
ekstremitas yang atas atau
bawah
b. Disarankan di bagian
etiologi sesuaikan SDKI
c. Disarankan untuk tindakan
gunakan kalimat sendiri dan
urutkan sesuai yang
dikerjakan
d. Disarankan untuk TTV tidak
mungkin sama sebelum dan
sesudah tindakan ROM
e. Disarankan untuk
pemeriksaan fisik head to
toe
12 16 Juni BAB 4 a. Disarankan untuk lebih teliti
. 2022 BAB 5 sesuaikan tabel hasil dengan
di pembahasan
b. Disarankan head to toe dari
kepala, mata, hidung, telinga
13 17 Juni BAB 4 ACC
. 2022 BAB 5

Semarang, 17 Juni 2022


Ketua Program Studi DIII
Keperawatan Semarang

Dr. Sudirman, MN
NIP. 197312151998031003

You might also like