Professional Documents
Culture Documents
Laporan Kti - Watermark
Laporan Kti - Watermark
i
“ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN STROKE NON HEMORAGI
K DENGAN TINDAKAN RANGE OF MOTION (ROM) DI RUMAH SAKI
T UMUM DAERAH DR GONDO SUWARNO UNGARAN”
ii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
iii
Laporan Karya Tulis Ilmiah oleh Alfia Salmadhea Nur Pramesthi NIM. P133
7420119311 dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada Pasien Stroke Non
Hemoragik Dengan Tindakan Range Of Motion (ROM) di Rumah Sakit
Umum Daerah dr Gondo Suwarno Ungaran” ini telah diperiksa dan disetujui u
ntuk diuji.
iv
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan Karya Tulis Ilmiah oleh Alfia Salmadhea Nur Pramesthi NIM P1337
420119311 dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada Pasien Stroke Non
Hemoragik Dengan Tindakan Range Of Motion (ROM) di Rumah Sakit
Umum Daerah dr Gondo Suwarno” telah dipertahankan di depan dewan penguj
i pada tanggal 25 Juni 2022
Dewan Penguji
Mengetahui,
a.n. Direktur
Ketua Jurusan Keperawatan
Suharto, S.Pd., MN
NIP. 196660510198031001
v
KATA PENGANTAR
vi
9. Ferly Fernanda Ali yang selalu memberi dukungan semangat, selalu
mendoakan, dan memberi masukan hingga menemani sampai saat ini.
10. Sahabat saya Elfina Nur Fadila, Ratna Widianti, Naily Tasyakurillah yang sel
alu menemani dari semasa dibangku SMA hingga sekarang dan memotivasi u
ntuk senantiasa tetap semangat serta percaya bahwa penulis mampu meraih a
pa yang menjadi harapannya.
11. Kakak tingkat saya yang selalu membantu dalam membimbing di organisasi
Dewan Mahasiswa dan dalam pembelajaran di kampus yaitu Inka Ayu
Permata Setiani, A. Md. Kep dan Sheyla Nur Alifah, A. Md. Kep
12. Teman-teman angkatan tahun 2019 terutama Awalia, Icha, Yunita, Nafiatun,
Nazalatul, dan Mahira yang selama ini selalu berjuang bersama dari awal dias
rama hingga membantu penulis selama 3 tahun bersama di Prodi D III Kepera
watan Semarang Kelas Kendal Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan S
emarang.
Peneliti berharap semoga penulisan ini dapat memberikan manfaat khususnya
untuk pengelolaan klien dengan tindakan range of motion (ROM) terhadap pasien
stroke non hemoragik. Penulis menyadari bahwa Laporan Karya Tulis Ilmiah ini
masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu masukan dan kritikan untuk perbai
kan penulis Karya Ilmiah pada masa mendatang sangat penulis harapkan.
Penulis
vii
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN STROKE NON HEMORAGI
K DENGAN TINDAKAN RANGE OF MOTION (ROM) DI RUMAH SAKI
T UMUM DAERAH DR GONDO SUWARNO UNGARAN
Abstrak
viii
NURSING CARE OF NON-HEMORAGIC STROKE PATIENTS WITH
RANGE OF MOTION (ROM) MEASURES IN DR GONDO SUWARNO
REGIONAL GENERAL HOSPITAL UNGARAN
Abstract
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL................................................................................
HALAMAN JUDUL....................................................................................
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN...................................................
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING..............................................
LEMBAR PENGESAHAN.........................................................................
KATA PENGANTAR.................................................................................
ABSTRAK...................................................................................................
ABSTRACT.................................................................................................
DAFTAR ISI................................................................................................
DAFTAR TABEL........................................................................................
DAFTAR GAMBAR...................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................
DAFTAR SINGKATAN.............................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...........................................................................
B. Rumusan Masalah......................................................................
C. Tujuan Penulisan........................................................................
D. Manfaat Penulisan......................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Stroke Non Hemoragik.................................................
1. Pengertian.............................................................................
2. Tanda dan Gejala.................................................................
3. Etiologi.................................................................................
4. Faktor Risiko........................................................................
5. Pemeriksaan Penunjang.......................................................
x
6. Patofisiologi Stroke Non Hemoragik...................................
7. Pathway Stroke Non Hemoragik .........................................
8. Penatalaksanaan ..................................................................
9. Pencegahan...........................................................................
B. Konsep Dasar Gangguan Mobilitas Fisik..................................
1. Pengertian.............................................................................
2. Etiologi ................................................................................
3. Tanda dan Gejala.................................................................
4. Faktor yang Berhubungan ...................................................
5. Dampak Gangguan Mobilitas Fisik ....................................
6. Penatalaksanaan...................................................................
C. Konsep Asuhan Keperawatan Gangguan Mobilitas Fisik Pada P
asien Stroke Non Hemoragik ....................................................
BAB III METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian.................................................................
B. Subjek Penelitian .......................................................................
C. Tempat dan Waktu Penelitian....................................................
D. Definisi Operasional..................................................................
E. Pengumpulan Data.....................................................................
F. Teknik Analisa Data...................................................................
G. Etika Penelitian..........................................................................
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil ..........................................................................................
B. Pembahasan................................................................................
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan....................................................................................
B. Saran...........................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xi
DAFTAR TABEL
xii
DAFTAR GAMBAR
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
xiv
DAFTAR SINGKATAN
xv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seperti yang kita ketahui, banyak penyakit yang sering menyerang
tubuh manusia diantaranya adalah penyakit stroke. Stroke merupakan
penyebab utama kematian dan disabilitas tertinggi di Dunia salah satunya
Indonesia (Presley, 2013). Terdapat dua jenis penyakit stroke yaitu stroke
hemoragik dan stroke non hemoragik (Agusrianto & Rantesigi, 2020).
Masalah yang sering muncul pada pasien stroke khususnya stroke non
hemoragik yaitu gangguan mobilitas fisik. Pasien mengalami gangguan gerak
dan kesulitan saat berjalan. Kekuatan otot dan keseimbangan tubuh menjadi
menurun sehingga dapat mengakibatkan kecatatan. Hemiparese juga
merupakan masalah umum yang dialami penderita stroke non hemoragik.
Pasien mengalami berbagai keterbatasan sehingga pasien bergantung dalam
melakukan aktivitas (Idea Nursing Journal, 2016 ).
Dari data penelitian stroke menurut World Health Organization
(WHO) menunjukkan bahwa dari 57 juta kematian di dunia pada tahun 2014
sebanyak 36 juta yang disebabkan oleh PTM (Penyakit tidak menular).
Sebesar 70% dari populasi global meninggal akibat penyakit jantung, stroke,
dan kanker (Yarmaliza & Zakiyuddin, 2019). Indonesia pada tahun 2018
tercatat 12,1 per 1000 penduduk yang menjadi penyebab kematian di
Indonesia (Yuda & Yuwono, 2020). Proporsi kasus stroke tahun 2018 di Jawa
Tengah mencapai 3,09% dari jumlah keseluruhan kasus PTM yang dilaporkan
atau sekitar 74.540 kasus (JATENG, 2017). Jumlah kasus stroke di Kota
Semarang menurut Dinkes Jateng (2018) yaitu 8.493 kasus. Berdasarkan
penelitian Yoel, Laudri J. L (2019) di RSUD dr Gondo Suwarno terdapat 285
pasien stroke non hemoragik di tahun 2017. Pada tahun 2018 mengalami
peningkatan menjadi 312 pasien stroke non hemoragik. Tahun 2019 jumlah
pasien stroke non hemoragik yaitu 98. Dari data prevalensi diatas penyakit
stroke terlebih pada stroke non hemoragik masih banyak penderitanya.
2
Gangguan mobilitas fisik adalah keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu
atau lebih ekstremitas secara mandiri (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016).
Masalah yang sering dialami oleh penderita stroke pada gangguan sistem
syaraf akan menimbulkan tanda dan gejala antara lain: kelumpuhan wajah
atau anggota badan sebelah (hemiparesis), bicara tidak lancar (disatria)
dan pelo (afasi), penurunan kesadaran, gangguan pada penglihatan
(Trihono, 2013). Dimana penderita stroke terhambat dalam melakukan
aktivitas mandiri karena adanya komplikasi hemiparase, oleh karena itu
diperlukan proses penyembuhan dengan tindakan dan latihan agar dapat
mengurangi tingkat ketergantungan pada orang lain (Muttaqin, 2012).
Tindakan yang dinilai efektif untuk mencegah terjadinya kecacatan
dan hemiparese pada pasien stroke non hemoragik adalah latihan range of
motion (ROM) baik aktif maupun pasif. ROM dapat mencegah terjadinya
penurunan fleksibelitas sendi dan kekakuan pada sendi pada ekstermitas
atas (Agusrianto & Rantesigi, 2020). Latihan range of motion (ROM)
dapat berguna untuk memperbaiki atau mempertahankan tingkat
kesempurnaan kemampuan dalam menggerakan persendian secara normal
untuk meningkatkan massa dan tonus otot sehingga kecacatan dapat
dihindari. Latihan ini mudah dipelajari dan diingat oleh pasien maupun
keluarga dan dapat diterapkan untuk meningkatkan kesehatan serta
memberi dampak positif baik secara fisik maupun psikologis (Astriani &
Ariana, 2016).
Dari penjelasan diatas menunjukkan bahwa betapa pentingnya
penerapan penatalaksanaan tindakan keperawatan dalam mengurangi
kecacatan dan kelemahan otot pada pasien stroke non hemoragik dengan
masalah gangguan mobilitas fisik, maka dari itu penulis memilih tindakan
tersebut sebagai solusi dalam melakukan studi kasus dengan Judul “Asuha
n Keperawatan Pada Pasien Stroke Non Hemoragik dengan Range Of
Motion (ROM) di RSUD dr Gondo Suwarno Ungaran”.
3
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian data latar belakang diatas, di dapatkan rumusan
masalah sebagai berikut “Bagaimana memberikan asuhan keperawatan dengan
tindakan ROM (Range Of Motion) pada pasien stroke non hemoragik di
RSUD dr Gondo Suwarno?”.
C. Tujuan Penulisan
Tujuan studi kasus asuhan keperawatan pada klien dengan tindakan
ROM (Range Of Motion) akibat stroke non hemoragik, sebagai berikut:
1. Tujuan umum
Menggambarkan hasil asuhan keperawatan pada klien dengan range of
motion (ROM) terhadap pasien stroke non hemoragik.
2. Tujuan khusus
a. Memaparkan hasil pengkajian klien dengan range of motion (ROM)
terhadap stroke non hemoragik.
b. Memaparkan diagnosis keperawatan pada klien dengan range of
motion (ROM) terhadap stroke non hemoragik.
c. Memaparkan perencanaan untuk mengatasi diagnosis keperawatan
pada klien dengan range of motion (ROM) terhadap stroke non
hemoragik.
d. Memaparkan tindakan keperawatan yang dilakukan dengan range of
motion (ROM) terhadap stroke non hemoragik.
e. Memaparkan hasil evaluasi masalah keperawatan klien X dengan
range of motion (ROM) terhadap stroke non hemoragik.
f. Membandingkan asuhan keperawatan sejak pengkajian, diagnosis
keperawatan, perencanaan, tindakan, dan evaluasi, melalui proses
komparasi 2 kasus berdasarkan sumber-sumber primer yang relevan.
D. Manfaat Penulisan
1. Manfaat teoritis
4
3. Etiologi
Menurut (Muttaqin, 2014) penyebab stroke non hemoragik yaitu:
a. Thrombosis serebral
Terhentinya aliran darah ke otak karena atherosklerosis (penumpukan
lemak di dinding arteri) yang menyebabkan aliran darah terhalang,
jika gumpalan plak pecah akan menyebabkan okulasi sehingga terjadi
iskemi jaringan otak dan menimbulkan edema.
b. Emboli serebral
Penyumbatan yang terjadi disepanjang aliran pembuluh darah arteri
menuju ke otak yaitu dua arteri karotis interna dan dua arteri
vertebralis. Suatu ateroma terbentuk didalam pembuluh darah arteri
karotis sehingga menyebabkan berkurangnya aliran darah.
4. Faktor Risiko
Menurut (Kabi et al., 2015) faktor yang dapat memicu tingginya
angka kejadian stroke non hemoragik adalah faktor yang tidak dapat
dimodifikasi (non-modifable risk factors) antara lain:
a. Usia
b. Ras
7
c. Gender
d. Genetik
e. Riwayat transient ischemic attack (stroke sebelumnya).
Sedangkan faktor yang dapat dimodifikasi (modifiable risk factors)
berupa:
a. Hipertensi
b. Merokok
c. Penyakit jantung
d. Diabetes
e. Obesitas
f. Penggunaan oral kontrasepsi
g. Alkohol
h. Hiperkolesterolemia.
5. Pemeriksaan Penunjang
Menurut (Muttaqin, 2014) pemeriksaan penunjang yang dilakukan
pada pasien stroke non hemoragik sebagai berikut:
a. Pemeriksaan diagnostik
1) Angiografi serebri
Membantu menentukan adnaya stroke secara spesifik dari dalam
pembuluh darah untuk melihat adanya penyempitan, sumbatan atau
kerusakan pada pembuluh darah.
2) CT scan
Memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma,
posisi adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dengan pasti
dan akan terlihat gambaran lesi hipodens.
3) MRI
Menggunakan gelombang magnetik untuk menentukan posisi dan
ukuran terjadinya perdarahan otak. Hasil yang didapatkan area
yang mengalami lesi dan infark akibat dari hemoragik.
8
4) EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat dampak masalah
yang timbul dari jaringan infark sehingga dapat menurunnya
impuls listrik dalam jaringan otak.
b. Pemeriksaan laboratorium
1) Pemeriksaan darah lengkap
Pemeriksaan tes darah lengkap seperti Hb, leukosit, eritrosit,
trombosit. Leukosit untuk melihat sistem imun pasien. Apabila
kadar leukosit diatas normal maka terdapat penyakit infeksi yang
sedang menyerang pasien. Sedangkan Trombosit untuk
mengerahui adanya anemia
2) Test kimia darah
Test kimia darah dilakukan untuk melihat kadar asam urat,
kandungan gula darah, kolestrol, dll. Bila kadar gula darah dan
kolestrol berlebih maka menjadi pertanda bahwa pasien menderita
diabetes dan jantung. Kedua penyakit tersebut termasuk dalam
salah satu pemicu stroke.
Stroke
Kerusakan neuromotorik
Mobilitas terganggu
8. Penatalaksanaan
Menurut Purwani (2017) penatalaksanaan farmakologi meliputi:
11
a. Antikoagulan
b. Warfarin
c. Antiplatelet
d. Aspirin
e. Klopidogreaspirin-dipiridamol
f. Fibrinolitik
1) r-TPA (recombina tissue plasminogen activator atau alteplase)
2) streptokinase
g. Obat anthipertensi
1) Captopril
2) Lisinopril
Sedangkan menurut Wati (2019) penatalaksanaan non farmakologi
yang dapat dilakukan pada pasien yang mengalami stroke non hemoragik,
sebagai berikut:
a. Terapi stroke non hemoragik pada serangan akut
1) Saran operasi diikuti dengan pemeriksaan
2) Masukkan pasien ke unit perawatan saraf untuk dirawat di bagian
bedah saraf
3) Pada stroke non hemoragik, manajemen cairan merupakan
prioritas, sehingga pasien berada dalam status euvolemi dengan
pemberian cairan isotonik. Tidak dianjurkan menggunakan cairan
hipotonik karena dapat mencetuskan atau memperberat edema
serebral yang terjadi dan larutan yang mengandung glukosa
sebaiknya tidak diberikan kecuali pasien berada dalam keadaan
hipoglikemik.
4) Penatalaksanaan umum di bagian saraf
Neuroprotektor yang umum digunakan pada pasien stroke adalah
citicolin dan piracetam. Berdasarkan penelitian penggunaan
neuroprotektor memberikan luaran yang signifikan terhadap
kesadaran, fungsi kognitif, dan motorik pada pasien stroke.
Citicolin dengan dosis 2x250mg maupun 2x500mg memberikan
12
nilai GCS yang tidak jauh berbeda baik pada pasien stroke
hemoragik dan non hemoragik.
5) Penatalaksanaan khusus pada kasus
a) Subarakhnoid hemorrhage dan intraventricular hemorrahage
b) Kombinasi antara parenchymatous dan subarakhnoid
hemorrhage
c) Parenchymatous hemorrhage.
6) Neurologis
a) Pengawasan tekanan darah dan konsentrasinya. American
Heart Association (AHA) merekomendasikan pengelolaan
tekanan darah pada pasien perdarahan intraserebral dengan
konsep memilih target tekanan darah sesuai dengan faktor-
faktor yang ada pada pasien, yaitu tekanan darah awal,
penyebab dicurigai perdarahan, usia, dan peningkatan tekanan
intrakranial. Alasan utama untuk menurunkan tekanan darah
adalah untuk menghindari perdarahan akibat rupture aneurisma
atau malformasi arteriovenosa dimana terjadi peningkatan
risiko perdarahan berlanjut atau perdarahan berulang.
Pemberian antihipertensi jika didapatkan tekanan darah yang
tinggi (hipertensi emergensi) diberikan dengan pertimbangan
bukan hanya terhadap otak saja, tetapi juga terhadap kerusakan
organ lain misalnya jantung dan ginjal. Meskipun demikian
jika tekanan darahnya rendah pada pasien yang mempunyai
riwayat hipertensi pada fase akut serangan stroke, hal tersebut
mungkin menandakan deteriorasi neurologis dini atau
peningkatan volume infark dan merupakan outcome yang
buruk pada bulan pertama saat serangan khususnya penurunan
tekanan darah sistolik lebih dari 20mmHg,
7) Terapi perdarahan dan perawatan pembuluh darah
a) Antifibrinolitik untuk meningkatkan mikrosirkulasi dosis kecil
b) Natrii etamsylate
13
c) Kalsium
d) Profilaksis vasopasme.
8) Kontrol adanya edema yang dapat menyebabkan kematian jaringan
otak
9) Pengawasan tekanan darah dan kosentrasinya
10) Perawatan umum pasien dengan serangan stroke akut
11) Pengaturan suhu, atur suhu ruangan menjadi 18-20℃
12) Pemantauan (monitoring) keadaan umum pasien (EKG, nadi,
saturasi oksigen, PO2, PCO2)
13) Pengukuran suhu tiap jam.
b. Range Of Motion (ROM)
ROM bertujuan meningkatkan atau mempertahankan fleksibelitas dan
kekuatan otot dan bermanfaat untuk menentukan nilai kemampuan
sendi, tulang, dan otot dalam melakukan pergerakan. Jenis jenis ROM
yaitu latihan ROM aktif dan pasif. Untuk ROM aktif merupakan
latihan dengan meminta klien menggunakan otot untuk melakukan
grakan secara mandiri tanpa bantuan atau didampingi. ROM pasif
dilakukan oleh klien dengan bantuan perawat atau tenaga kesehatan
lain karena klien memiliki keterbatasan pergerakan. Prinsip ROM
diantaranya yaitu, ROM dilakukan perlahan dan hati-hati sehingga
tidak melelahkan pasien, ROM harus diulang 8 kali dan dikerjakan
minimal 2 kali sehari, perhatikan umur, diagnosa, tanda-tanda vital dan
lamanya tirah baring, ROM dapat dilakukan pada semua persendian
atau hanya pada bagian-bagian yang dicurigai mengalami proses
penyakit dan melakukan ROM harus sesuai waktunya (misalnya
setelah mandi atau perawatan rutin telah dilakukan).
Mengenai standar operasional (SOP) ROM:
1. Pengertian Latihan range of motion (ROM) adalah latihan
yang dilakukan untuk mempertahankan atau
meningkatkan mobilitas sendi secara penuh dan
normal guna meningkatkan massa dan tonus otot
(Kasiati & Roslamawati, 2016)
ROM dibagi menjadi dua yaitu ROM aktif dan
14
tangan
d. Posisikan responden senyaman mungkin.
2. Tahap kerja
a. Leher
1) Fleksi: menggerakan bagian dagu dan
menempel ke dada
2) Ekstensi: mengembalikan posisi
kepala ke posisi tegak
3) Fleksi lateral: memiringkan bagian
kepala sejauh meungkin ke arah setiap
bahu
4) Rotasi: memutar kepala sejauh
mungkin dalam gerakan sirkuler.
b. Bahu
1) Fleksi: menaikkan bagian lengan dari
posisi samping tubuh ke bagian depan
ke posisi di atas kepala
2) Ekstensi: mengmbalikkan bagian
lengan ke poisisi di samping tubuh
3) Abduksi: menaikkan bagian lengan ke
posisi samping di atas kepala dengan
telapak tangan jauh dari kepala
4) Adduksi: menurunkan bagian lengan
ke samping dan meyilang tubuh
sejauh mungkin
5) Hiperekstensi: menggerakan lengan
ke belakang tubuh dan siku tetap lurus
6) Rotasi internal dan eksternal: dengan
siku posisi fleksi, memutar bahu
dengan menggerakan bagian lengan
sampai ibu jari ke atas dan ke samping
kepala.
3. Siku
a. Fleksi: menekuk bagian siku sehingga
lengan bagian bawah bergerak ke depan
sendi bahu dan tangan sejajar dengan
bahu
b. Ekstensi: meluruskan bagian siku dengan
menurunkan lengan.
4. Lengan bawah
a. Supinasi: memutar bagian lengan bawah
dan bagian tangan sehingga telapak
tangan menghadap ke atas
b. Pronasi: memutar bagian lengan bawah
sehingga telapak tangan menghadap ke
bawah.
16
5. Pergelangan tangan
a. Fleksi: menggerakan bagian telapak
tangan ke atas
b. Ekstensi: menggerakan bagian telapak
tangan ke bawah
c. Abduksi: menekuk pergelangan tangan
miring ke ibu jari
d. Adduksi: menekuk pergelangan tangan
miring ke arah lima jari.
6. Jari-jari tangan
a. Fleksi: membuat genggaman
b. Ekstensi: meluruskan jari-jari tangan
c. Hiperekstensi: menggerakan jari-jari
tangan ke belakang sejauh mungkin
d. Abduksi: menggerakan jari-jari tangan
yang satu dengan yang lain
e. Adduksi: merapatkan kembali jari-jari
tangan.
7. Ibu jari
a. Oposisi: menyentuh ibu jari ke setiap jari-
jari tangan pada tangan yang sama.
8. Pinggul
a. Fleksi: menggerakan tungkai ke depan
dan ke atas
b. Ekstensi: menggerakan kembali ke arah
samping tungkai yang lain
c. Hiperekstensi: menggerakan bagian
tungkai ke belakang tubuh
d. Rotasi dalam: memutar kaki dan tungkai
ke arah tungkai lain
e. Rotasi luar: memutar kaki dan tungkai
menjauhi tungkai lain
f. Abduksi: menggerakan tungkai ke
samping menjauhi tubuh
g. Adduksi: menggerakan kembali bagian
tungkai ke posisi medial dan melebihi jiki
mungkin.
9. Lutut
a. Fleksi: mengangkat lutut pasien
membentuk sudut 90°
b. Ekstensi: mengembalikan ke sisi semula
dengan lutut lurus.
10. Pergelangan kaki
a. Plantar fleksi: meluruskan pergelangan
kaki
b. Dorso fleksi: menaikan pergelangan kaki
17
secara perlahan.
11. Jari-jari kaki
a. Fleksi: melengkungkan bagian jari-jari ke
bawah
b. Ekstensi: meluruskan jari-jari kaki
c. Abduksi: meregangkan jari-jari kaki satu
dnegan yang lain
d. Adduksi: merapatkan kembali jari-jari
kaki bersamaan.
12. Tahap terminasi
a. Mengatakan bahwa terapi sudah selesai
dilaksanakan
b. Menanyakan perasaan pasien setelah
dilakukan terapi
c. Menjelaskan pasien bahwa terapi ini
boleh dilakukan setiap 1-5 kali sehari.
Hal-hal Observasi respon verbal klien selama dilakukan
terapi ROM.
Tabel 2.1 SOP
c. Akupresur
Akupresur yang juga biasa disebut dengan pijat akupuntur adalah
metode pemijatan berdasarkan ilmu akupuntur tanpa menggunakan
jarum. Akupresur merupakan terapi yang aman diberikan karena tidak
melibatkan penggunaan teknik invasif hanya menggunakan jempol dan
jari (kadang-kadang siku) untuk menekan ke titik tubuh tertentu.
d. Pengaturan posisi
Pengaturan posisi pasien di tempat tidur setiap dua jam untuk memberi
peluang tubuh beraktivitas secara pasif dan memaksimalkan
pengembangan paru serta mencegah terjadinya dekubitus tetapi jika
membalikan tubuh pasien terlalu sering dikhawatirkan akan
meningkatkan tekanan intrakranial oleh karena itu dilakukan
perubahan posisi dalam selang waktu 2 jam.
e. Penilaian kesadaran
Kesadaran mempunyai dua komponen yaitu penilaian kualitatif dan
kuantitatif. Penilaian kesadaran secara kualitatif antara lain compos
mentis pasien mengalami kesadaran penuh dan memberikan respon
18
9. Pencegahan
Dalam upaya pencegahan stroke berulang maka hal-hal yang perlu
dilakukan yaitu (Purwani, 2017):
a. Hindari faktor yang berisiko dengan melakukan aktivitas fisik,
konsumsi sayur dan buah, serta memeriksa kesehatan berkala.
b. Pemeriksaan rutin bagi pasien yang memiliki keluarga dengan riwayat
stroke.
19
2. Etiologi
Menurut (Nanda, 2020), etiologi gangguan mobilitas fisik yaitu
intoleransi aktivitas, kepercayaan budaya tentang aktivitas, penurunan
ketahanan tubuh, depresi, disuse, kurang dukungan lingkungan, fisik tidak
bugar, dan gaya hidup yang kurang gerak.
Sedangkan menurut (Sugiartini, 2018) penyebab dari gangguan mobilitas
fisik, yaitu:
a. Kerusakan integritas struktur tulang
b. Perubahan metabolisme
c. Ketidakbugaran fisik
d. Penurunan kendali otot
e. Penurunan massa otot
f. Penurunan kekuatan otot
g. Keterlambatan perkembangan
h. Gangguan musculoskeletal
i. Gangguan neuromuskulal
j. Efek agen farmakologis
k. Program pembatasan gerak, nyeri, kecemasan, gangguan kognitif,
keengganan melakukan pergerakan, gangguan sensori persepsi.
6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan gangguan mobilitas fisik yaitu:
a. Pengaturan posisi tubuh sesuai kebutuhan pasien
Pengaturan posisi untuk mempertahankan kenyamanan pasien dalam
mengatasi masalah kebutuhan mobilitas dapat disesuaikan dengan
tingkat gangguan, seperti trendelenburg, posisi fowler, sim, lithotomi,
drosal recumbent, dan genu pectoral.
b. Latihan ROM
ROM bertujuan meningkatkan atau mempertahankan fleksibelitas dan
kekuatan otot dan bermanfaat untuk menentukan nilai kemampuan
sendi, tulang, dan otot dalam melakukan pergerakan. Jenis jenis ROM
yaitu latihan ROM aktif dan pasif. Untuk ROM aktif merupakan
22
sepenuhnya.
4. Persiapan Persiapan klien
1) Berikan ucapan salam
2) Perkenalan
3) Kaji responden dengan memeriksa
identitas responden secara teliti
4) Jelaskan prosedur tindakan yang akan
diberikan
5) Beri kesempatan klien untuk mengajukan
pertanyaan
6) Aturlah posisi responden hingga ia
merasa nyaman dan aman selama
memberikan tindakan
7) Anjurkan klien untuk berdoa terlebih
dahulu.
Persiapan alat
1) Lotion
2) Minyak penghangat (jika perlu)
3) Handscoon (jika dibutuhkan)
5. Prosedur 1. Tahap prainteraksi
pelaksanaan a. Konfirmasi ke responden bahwa tindakan
akan segera dilakukan
b. Lakukan cuci tangan
c. Usapkan lotion atau minyak hangat pada
tangan
d. Posisikan responden senyaman mungkin.
2. Tahap kerja
a. Leher
1) Fleksi : menggerakan bagian dagu dan
menempel ke dada
2) Ekstensi: mengembalikan posisi
kepala ke posisi tegak
3) Fleksi lateral: memiringkan bagian
kepala sejauh meungkin ke arah setiap
bahu
4) Rotasi: memutar kepala sejauh
mungkin dalam gerakan sirkuler.
b. Bahu
1) Fleksi: menaikkan bagian lengan dari
posisi samping tubuh ke bagian depan
ke posisi di atas kepala
2) Ekstensi: mengmbalikkan bagian
lengan ke poisisi di samping tubuh
3) Abduksi: menaikkan bagian lengan ke
posisi samping di atas kepala dengan
telapak tangan jauh dari kepala
24
c. Latihan ambulasi
26
f) Pemeriksaan neurologis
1) Pemeriksaan nervus cranialis
(a) Nervus I (olfaktorius)
Bisanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada
fungsi penciuman.
(b) Nervus II (optikus)
Disfungsi persepsi visual karena gangguan jarak sensori
primer diantara mata dan korteks visual. Gangguan
hubungan visual spasial biasanya sering terlihat pada
pasien hemiplegia kiri. Pasien mungkin tidak dapat
memakai pakaian tanpa bantuan karena
ketidakmampuan untuk mencocokan pakaian ke bagian
tubuh.
(c) Nervus III (okulomotoris), IV (roklearis), dan VI
(abdusen). Pemeriksaan ini diperiksa secara bersamaan
karena saraf ini bekerjasama dalam mengatur otot-otot
ekstraokular. Jika akibat stroke menyebabkan paralisis,
pada satu sisi okularis biasanya didapatkan penurunan
kemampuan gerakan konjugat unilateral disisi yang
sakit.
(d) Nervus V (trigeminus) pada beberapa keadaan stroke
menyebabkan paralisis saraf trigeminus, penurunan
kemampuan koordinasi gerakan mengunyah,
penyimpanan rahang bawah ke sisi ipsilateral, serta
kelumpuhan satu sisi pterigoideus internus dan
eksternus.
(e) Nervus VII (fasiliasis) pada keadaan stroke biasanya
persepsi pengecapan dalam batas normal, namun wajah
asimetris, dan otot wajah tertarik kebagian sisi yang
sehat.
31
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu penilain klinis mengenai respons
pasien teradap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya
baik yang berlangsung potensial maupun aktual yang dimana bertujuan
untuk mengidentifikasi respon pasien individu, keluarga, dan komunitas
terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan (Bruno, 2019).
Diagnosis keperawatan memiliki dua komponen penting yaitu
masalah (problem) merupakan label diagnosis keperawatan yang
menggambarkan sebagai inti dari respons klien terhadap masalah
kesehatan, dan indikator diagnostik yang terdiri atas penyebab,
33
3. Intervensi Keperawatan
Perencanaan atau intervensi adalah segala treatment yang dikerjakan
oleh perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan penilain klinis untuk
mencapai luaran (outcome) yang diharapkan. Dalam tahap perencanaan
keperawatan terdiri dari dua rumusan utama yaitu rumusan luaran
keperawatan dan rumusan intervensi keperawatan (PPNI, 2018).
34
4. Implementasi Keperawatan
Tindakan keperawatan pada pasien gangguan mobilitas fisik untuk
mencapai tujuan agar kebutuhan pasien terpenuhi secara optimal dengan
mengidentifikasi adanya nyeri, mengidentifikasi toleransi fisik melakukan
pergerakan, memonitor kondisi umum selama melakukan mobilitas,
melakukan mobilisasi dini, dengan mengajarkan mobilisasi yang
sederhana, memonitor status oksigenasi sebelum dan sesudah mengubah
36
5. Evaluasi Keperawatan
Menurut (Muklasin, 2018) evaluasi adalah tahap akhir dari proses
keperawatan untuk dapat menentukan keberhasilan dalam asuhan
keperawatan.
Menurut (Nursalam, 2015) evaluasi keperawatan terdiri dari dua jenis,
yaitu:
a. Evaluasi Formatif
Evaluasi ini disebut juga evaluasi berjalan dimana evaluasi ini
dilakukan tercapai ketika tindakan berlangsung. Pada evaluasi formatif
ini penulis menilai klien tentang ketepatan gerak pada saat melakukan
latihan ROM (Range Of Motion) yang penulis ajarkan terlebih dahulu
kepada pasien.
b. Evaluasi Somatif
Evaluasi akhir dimana dilakukan setelah berlangsugnnya tindakan
keperawatan dengan metode SOAP (Subjektif, Objektif, Analisa,
Planning). Pada evaluasi somatif penulis menilai tujuan akhir dari
latihan ROM (Range Of Motion) yang penulis ajarkan yaitu baik atau
tidaknya rentang gerak ataupun mobilitas fisik pada pasien setelah
melakukan latihan ROM (Range Of Motion) tersebut.
Menurut Potter, Perry (2017) format yang digunakan dalam tabel evaluasi
adalah SOAP, sebagai berikut:
1. S (subjektif) yaitu ungkapan dari pasien setelah diberikan tindakan
40
A. Rancangan Penelitian
Penelitian deskriptif adalah penelitian yang bertujuan untuk
mendeskripsikan atau menganalisis keadaan secara subjek atau objek yang
akan diteliti (Nursalam, 2015).
Studi kasus ini didapat dari berbagai sumber buku, jurnal, dokumentasi,
dan pustaka. Dengan metode pengumpulan data, membaca, mencatat, dan
mengelolah bahan penulisan (Nursalam, 2016, 2013).
Metode penelitian yang digunakan dalam penyusunan karya tulis ilmiah
yaitu penelitian deskriptif dalam bentuk studi kasus untuk menggambarkan
tindakan range of motion (ROM) pada pasien stroke non hemoragik di RSUD
dr Gondo Suwarno. Pengelolaan kasus diawali dengan melakukan pengkajian
kepada pasien, menentukan diagnosis keperawatan yang tepat, membuat
intervensi keperawatan sesuai dengan diagnosa yang ada, melaksanakan
implementasi keperawatan sesuai dengan perencanaan keperawatan, dan
melakukan evaluasi pada masalah gangguan mobilitas fisik pada pasein stroke
non hemoragik.
Untuk jenis penulisan ini berfokus pada hasil penelitian yang berkaitan
dengan asuhan keperawatan pada pasien stroke non hemoragik dengan
tindakan range of motion (ROM) di RSUD dr Gondo Suwarno.
B. Subjek Penelitian
Subjek penelitian dapat diartikan sebagai responden yaitu orang yang
memberi respon perlakuan yang diberikan. Subjek dalam penelitian ini
diambil dari dua orang pasien dengan stroke non hemoragik dengan tindakan
range of motion (ROM) di RSUD dr Gondo Suwarno.
Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah Convenience
Sampling Method (Non-probability) yaitu teknik pengambilan sampel yang
tidak memberikan kesempatan sama bagi setiap unsur atau populasi yang
42
D. Definisi Operasional
Definisi operasional adalah definisi variabel-variabel yang akan diteliti
secara operasional di lapangan. Definisi ini dibuat untuk memudahkan dalam
pelaksanaan pengumpulan data dan pengelolaan serta analisis data karena data
yang dihasilkan sudah terukur dan siap untuk diolah dan dianalisis. Pada saat
melakukan pengumpulan data, definisi operasional yang dibuat mengarahkan
dalam pembuatan dan pengembangan instrumen penelitian. Dengan definisi
43
operasional yang tepat maka batasan ruang lingkup penelitian atau pengertian
variabel-variabel yang akan diteliti lebih fokus (Masturoh, imas, 2018).
Asuhan keperawatan dengan range of motion (ROM) adalah tindakan
yang diberikan pada pasien stroke non hemoragik agar dapat membantu
melatih kekuatan otot untuk pasien rawat inap di RSUD dr Gondo Suwarno
dengan tindakan mengajarkan range of motion (ROM) yang diberikan 2x/hari
selama 1-5 menit. Metode ini dilakukan dalam proses keperawatan secara
menyeluruh dan bersinambung untuk mengurangi kecacatan dan latihan
kekuatan otot dengan tindakan range of motion (ROM) dari pengkajian,
penilaian, dan menilai rentang kekuatan otot, perencanaan, pengumpulan data,
analisa kemudian merumuskan masalah sampai dengan perencanaan
keperawatan (intervensi) berdasarkan SLKI dan SIKI, melakukan tindakan
(implementasi,) dan evaluasi terhadap asuhan keperawatan pada
perkembangan latihan gerak serta pendokumentasian hasil dari tindakan
asuhan keperawatan dengan menggunakan lembar SOP.
E. Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari hasil-hasil
penelitian yang sudah dilakukan dan diterbitkan dalam jurnal online nasional.
Dalam melakukan penelitian ini peneliti melakukan pencarian jurnal
penelitian yang dipublikasikan di internet menggunakan Google scholar,
pubmed, mendeley, dan science direct, artikel yang diterbitkan dari tahun
2012-2021 dengan kata kunci : stroke, gangguan mobilitas fisik, dan range of
motion.
Proses pengumpulan data dilakukan dengan penyaringan berdasarkan
kriteria yang ditemukan oleh penulis dari setiap jurnal yang daimbil. Adapun
kriteria pengumpulan jurnal sebagai berikut :
1. Tahun sumber literatur yang daimbil mulai tahun 2012 sampai 2021.,
kesesuain keyword penulisan, keterkaitan hasil penulisan dan pembahasan.
44
Pada Bab IV berisi tentang hasil penelitian dan pembahasan dari pelaksanaan
studi kasus Asuhan Keperawatan Pada Pasien Stroke Non Hemoragik Dengan
Tindakan Range Of Motion (ROM) di Ruang Alamanda RSUD Dr. Gondo
Suwarno Ungaran.
A. Hasil
1. Gambaran Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di RSUD Dr. Gondo Suwarno Ungaran yang
berada di Jl. Diponegoro No. 125, Ungaran tepatnya di Ruang Alamanda.
Ruang Alamanda terletak di lantai 4 dan terdiri dari kelas VIP, kelas 1,
kelas 2, dan kelas 3. Fasilitas dan tempat tidur masing-masing kelas pun
berbeda. Kelas VIP memiliki 2 tempat tidur dengan fasilitas tv, pemanas,
kulkas, dan kamar mandi dalam. Kelas 1 dengan 4 tempat tidur, fasilitas
tv, dan 1 kamar mandi. Kelas 2 dengan 6 tempat tidur, fasilitas tv, dan 1
kamar mandi. Sedangkan kelas 3 dengan 8 tempat tidur, fasilitas tv dan 1
kamar mandi. Di Ruang Alamanda terdapat perawat jaga yang sistem
kerjanya terdiri dari 3 shift yaitu shift pagi dengan jumlah 6-7 perawat
yang terdiri dari kepala ruang, ketua tim, dan perawat pelaksana. Untuk
shift sore terdiri 3-4 perawat jaga, dan shift malam terdiri dari 3-4 perawat
jaga.
Ruang Alamanda merupakan ruang yang dikhususkan untuk kasus
kegawatan neurologi salah satunya yaitu penyakit stroke.
50
2. Pengkajian
a. Identitas Klien
Identitas Klien Klien 1 Klien 2
Nama Tn. T Tn. S
Umur 68 tahun 63 tahun
Pendidikan SMP SMA
Pekerjaan Pensiunan Wiraswasta
Status Pernikahan Kawin Kawin
Alamat Semarang Ungaran
Nomor Registrasi 1605xx 1572xx
Diagnosa Medis Stroke Non Stroke Non
Hemoragik Hemoragik
Tabel 4.1 Identitas klien
b. Riwayat Kesehatan
Riwayat Klien 1 Klien 2
Kesehatan
Keluhan Utama Tn. T mengeluh Tn. S mengeluh
ekstermitas bagian kanan ekstermitas bagian kiri
melemah sehingga sulit sulit digerakan
digerakan, merasa (melemah), merasa
pusing, lemas, dan lemas.
memiliki riwayat
penyakit hipertensi.
Riwayat Tn. T mengatakan bahwa Tn. S mengatakan
Kesehatan ia habis jatuh di kamar bahwa ia merasa
Sekarang mandi sehingga badannya lemas,
badannya lemas, ekstermitas bagian kiri
kepalanya pusing karena sulit digerakan.
Tn. T memiliki riwayat Kemudian keluarga Tn.
penyakit hipertensi, S langsung membawa
ekstermitas bagian kanan Tn. S ke IGD RSUD
sulit digerakan. Dr. Gondo Suwarno
Kemudian keluarga Tn. Ungaran untuk
T membawa ke IGD mendapatkan perawatan
RSUD Dr. Gondo lebih lanjut dan dokter
Suwarno Ungaran untuk jaga menyarankan
mendapatkan perawatan rawat inap agar dapat
lebih lanjut dan dipantau
disarankan rawat inap di perkembangannya di
Ruang Alamanda. Ruang Alamanda.
Perawatan yang Perawatan yang
51
c. Genogram
Pasien I
Hipertensi
Tn. T Ny. G
SNH &
Hipertensi
: Meninggal
: Perempuan
: Laki-Laki
: Pasien
: Garis keturunan
: Tinggal Serumah
53
Pasien 2
Hipertensi
Tn. S Ny. M
SNH
: Meninggal
: Perempuan
: Laki-Laki
: Pasien
: Garis keturunan
: Tinggal Serumah
e. Pemeriksaan Fisik
Observasi Klien 1 Klien 2
Kesadaran Composmentis Composmentis
GCS E4M5V5 E4M5V5
TD 180/130 mHg 150/100 mmHg
Nadi 83 x/menit 90 x/menit
RR 20x/menit 20 x/menit
Suhu 36,8 ◦C 36,5 ◦C
SpO2 99% 99%
Rentang gerak Ekstremitas kanan pada Ekstremitas kiri pada
sendi fleksi bahu 75◦, fleksi fleksi bahu 80◦, fleksi
siku 60◦, abduksi jari siku 70◦, abduksi jari
tangan 30◦, fleksi jari tangan 30◦, fleksi jari
45◦, fleksi telapak 45◦, fleksi telapak tangan
tangan 45◦, dan fleksi 45◦, dan fleksi pinggul
58
f. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan Klien 1 Klien 2
Diagnostik
Keadaan Kesadaran: Kesadaran:
umum composmentis composmentis
GCS : E4M5V5 GCS : E4M5V5
Laboratorium Berdasarkan hasil Berdasarkan hasil
pemeriksaan pemeriksaan
laboratorium Tn. T pada laboratorium Tn. S pada
tanggal 30 mei 2022 tanggal 1 juni 2022
didapatkan nilai : didapatkan nilai :
1) GDS 125 mg/dL 1) GDS 140 mg/dL
2) Kreatinin 0,96 mg/ dl 2) Kreatinin 0,80 mg/
3) Hematokrit 41,4% dl
4) Kolestrol 185 mg/dL 3) Hematokrit 44,5%
4) Kolestrol 170 mg/dL
CT-Scan Berdasarkan hasil Berdasarkan hasil
pemeriksaan CT-Scan pemeriksaan CT-Scan
tanggal 31 mei 2022 tanggal 2 juni 2022
yaitu infark yaitu infark pada lobus
periventricular sinistra temporo pariental
cornu anterior. kanan.
Rapid Antigen Berdasarkan hasil tes Berdasarkan hasil tes
Rapid Antigen Sars-Cov Rapid Antigen Sars-Cov
tanggal 29 mei 2022 tanggal 30 mei 2022
negatif negatif
Terapi 1) Infus Assering 20 1) Infus Assering 20
tpm tpm
2) Injeksi Piracetam 2) Injeksi Piracetam
3x3gr 3x3gr
3) Injeksi ranitidin 3) Injeksi ranitidin
2x150 mg 2x150 mg
4) Injeksi citicolin 4) Injeksi citicolin
3x500 mg 3x500 mg
5) Tablet Aspilet 1x80 5) Tablet Aspilet 1x80
mg (extra) mg (extra)
Tabel 4.5 Pemeriksaan diagnostik
3. Analisis Masalah
Analisis Data Penyebab (Etiologi) Masalah
Klien 1 Penurunan kendali Gangguan mobilitas
62
4. Diagnosis Keperawatan
Data Klien 1 Masalah Etiologi
Data Subjektif : Gangguan mobilitas Penurunan kendali otot,
Tn. T mengatakan fisik berhubungan penurunan massa otot,
aktivitas yang dengan penurunan dan penurunan
dilakukan dibantu oleh kekuatan otot kekuatan otot
keluarga
Data Objektif : Gangguan mobilitas Penurunan kendali otot,
Diperoleh perubahan fisik berhubungan penurunan massa otot,
tonus otot hemiparesis dengan penurunan dan penurunan
dextra, kekuatan otot kekuatan otot kekuatan otot
ekstermitas kanan
64
aktivitas dan
latihan
rentang
gerak.
Tabel 4.10 Intervensi Tn. T
berpartisipasi
dalam
aktivitas dan
latihan
rentang
gerak.
Tabel 4.11 Intervensi Tn. S
6. Tindakan Keperawatan
Klien 1 Diagnosa Hari/Tanggal Jam Tindakan
Keperawatan
Tn. T Gangguan 30 mei 2022 09.30 a. Mengkaji rentang
mobilitas fisik gerak sendi.
berhubungan Dengan hasil
dengan tangan dan kaki
penurunan kanan pasien
kekuatan otot terasa lemah dan
berat dengan skala
kekuatan otot
ekstremitas kanan
atas dan bawah 2.
Serta mendapatkan
derajat retang
sendi dibawah
normal yaitu fleksi
bahu 75◦, fleksi
siku 60◦, fleksi
telapak tangan 45◦,
fleksi jari 45◦,
09.45 abduksi jari tangan
30◦ dan fleksi
pinggul 60◦
b. Menjelaskan
kepada Tn. T serta
keluarga mengenai
tujuan dan
manfaat mengenai
09.50
rentang gerak
untuk pasien
stroke non
hemoragik
c. Mengecek tanda-
tanda vital Tn. T
sebelum
melakukan
10.00 tindakan ROM
68
dengan hasil:
TD:180/100mmHg
Nadi: 89 x/menit
RR: 20x/menit
Suhu : 36,7 ◦C
d. Mengajarkan
pasien untuk
melakukan teknik
rentang gerak
seperti
mengangkat
tangan dan kaki
kanan sesuai
kemampuan Tn. T.
Dengan hasil skala
kekuatan otot
pasien ekstremitas
12.00 kanan atas dan
bawah bernilai 2,
fleksi bahu 75◦,
fleksi siku 60◦,
fleksi jari 45◦,
fleksi telapak
12.00 tangan 45◦,
abduksi jari tangan
30◦, dan fleksi
pinggul 60◦.
e. Memberi arahan
Tn. T dan
mengubah posisi
ke arah kiri setiap
15.00
2 jam, terlentang 2
jam, dan miring ke
kanan 2 jam.
15.50 f. Mengecek kembali
tanda-tanda vital
setelah melakukan
rentang gerak,
dengan hasil:
TD: 170/90 mmHg
16.00 Nadi : 90x/menit
RR : 20x/menit
Suhu : 36,5◦C
g. Memberi arahan
dan mengubah
posisi telentang
69
selama 2 jam.
h. Melakukan
kolaborasi
pemberian terapi
obat yaitu injeksi
piracetam 3gr,
ranitidin 150mg,
citicoline 500mg
i. Mengajarkan Tn.
T untuk latihan
rentang gerak.
Dengan hasil skala
kekuatan otot
pasien ekstremitas
kanan atas dan
bawah bernilai 2,
fleksi bahu 75◦,
fleksi siku 60◦,
fleksi jari 45◦,
fleksi telapak
tangan 45◦,
abduksi jari tangan
30◦, dan fleksi
pinggul 60◦.
31 mei 2022 10.00 a. Mengecek tanda-
tanda vital
sebelum
melakukan
tindakan ROM,
dengan hasil:
TD:
160/100mmHg
Nadi : 90x/menit
10.15 RR : 20x/menit
Suhu : 36,8 ◦C
b. Mengajarkan
rentang gerak
kepada Tn. T.
Dengan skala
kekuatan otot
ekstremitas kanan
atas bawah 2,
fleksi bahu 75◦,
fleksi siku 60◦,
fleksi jari 45◦,
fleksi telapak
70
b. Mengajarkan Tn.
T untuk
melakukan rentang
gerak bersama
keluarga dengan
skala kekuatan
otot ekstremitas
kanan atas dan
bawah 3, dengan
kemampuan
rentang sendi
fleksi bahu 85◦,
fleksi siku 65◦,
abduksi jari 30◦,
10.30 fleksi jari 45◦,
fleksi telapak
tangan 45◦, dan
fleksi pinggul 70◦
12.00 c. Memberi arahan
dan mengubah
posisi miring ke
kiri selama 2 jam
d. Mengecek tanda-
tanda vital setelah
melakukan latihan
ROM, dengan
16.00
hasil:
TD : 140/90mmHg
Nadi : 80x/menit
RR : 20x/menit
16.30 Suhu : 36,7◦C
e. Mengajarkan Tn.
T dan keluarga
untuk melakukan
rentang gerak
secara mandiri
f. Memberi arahan
dan mengubah
posisi terlentang.
Tabel 4.12 Implementasi Tn. T
bernilai 2 (otot
hanya mampu
menggerakan
persendian tetapi
kekuatannya tidak
11.00 dapat melawan
pengaruh
gravitasi), fleksi
bahu 80◦, fleksi
siku 70◦, fleksi jari
45◦, fleksi telapak
11.00 tangan 45◦,
abduksi jari tangan
30◦, dan fleksi
pinggul 70◦.
e. Memberi arahan
dan mengubah
posisi ke kanan
15.00 setiap 2 jam,
terlentang 2 jam,
dan miring ke kiri
2 jam.
15.50 f. Mengecek tanda-
tanda vital setelah
melakukan ROM,
dengan hasil:
TD : 140/90mmHg
Nadi : 85x/menit
RR : 20x/menit
16.00 Suhu : 36◦C
g. Memberi arahan
untuk mengubah
posisi miring ke
kanan selama 2
jam.
h. Melakukan
kolaborasi
pemberian terapi
obat yaitu injeksi
piracetam 3 gr,
ranitidin 150 mg,
dan citicoline 500
mg
i. Mengajarkan
pasien untuk
melakukan teknik
74
ke kanan selama 2
jam
d. Memonitor tanda-
tanda vital setelah
melakukan ROM,
16.00 dengan hasil:
TD : 130/90MmHg
Nadi : 82x/menit
RR : 20x/menit
Suhu : 36,5◦C
e. Mengajarkan
latihan rentang
gerak yang kedua
dengan hasil skala
kekuatan otot
ekstremitas kiri
atas dan bawah
bernilai 2, adapun
rentang sendi fleksi
16.30 bahu 80◦, fleksi
siku 75◦, fleksi jari
45◦, fleksi telapak
tangan 45◦,
abduksi jari tangan
30◦, dan fleksi
pinggul 70◦.
f. Memberi arahan
dan mengubah
posisi Tn. S
telentang.
3 Juni 2022 08.00 a. Mengecek tanda-
tanda vital sebelum
melakukan ROM
TD : 140/90 MmHg
Nadi : 80x/menit
RR : 20x/menit
08.15 Suhu : 36,2◦C
b. Mengajarkan Tn. S
untuk melakukan
rentang gerak
bersama keluarga
dengan skala
kekuatan otot
ekstremitas kiri
atas dan bawah 3,
dengan
76
kemampuan
rentang sendi fleksi
bahu 85◦, fleksi
siku 75◦, abduksi
09.00 jari 30◦, fleksi jari
45◦, fleksi telapak
tangan 45◦, dan
fleksi pinggul 80◦
11.00 c. Memberi arahan
dan mengubah
posisi miring ke
kiri selama 2 jam
d. Mengecek tanda-
tanda vital setelah
melakukan ROM,
16.00
dengan hasil:
TD : 130/90 mmHg
Nadi : 80x/menit
RR : 20x/menit
Suhu : 36,2◦C
e. Melakukan latihan
rentang gerak
dengan didampingi
keluarga, adapun
skala kekuatan otot
ekstremitas kiri
atas dan bawah 3
16.30 serta rentang sendi
fleksi bahu 85◦,
fleksi siku 75◦,
abduksi jari 30◦,
fleksi jari 45◦,
fleksi telapak
tangan 45◦, dan
fleksi pinggul 80◦.
f. Memberi arahan
dan mengubah
posisi terlentang.
Tabel 4.13 Implementasi Tn. S
7. Evaluasi Keperawatan
Klien 1 Diagnosa Hari/Tanggal Evaluasi
Keperawatan
Tn. T Gangguan 30 Mei-1 Juni 2022 S:
77
sekali.
Tabel 4.14 Evaluasi Tn. T
B. Pembahasan
Pada sub bab ini penulis fokus membahas tentang asuhan keperawatan
gangguan mobilitas fisik pada pasien stroke non hemoragik di RSUD Dr.
Gondo Suwarno Ungaran. Asuhan Keperawatan ini mencakup lima tahapan
proses keperawatan yang terdiri dari pengkajian, diagnosis keperawatan,
intervensi, implementasi, dan evaluasi.
1. Pengkajian
Berdasarkan data hasil pengkajian yang dilakukan pada tanggal 30
Mei – 1 Juni 2022 di ruang Alamanda RSUD Dr. Gondo Suwarno
Ungaran bahwa Tn. T yang berusia 68 tahun dan Tn. S berusia 63
tahun menderita stroke non hemoragik dengan gangguan mobilitas
fisik. Pada data yang didapatkan Tn. T dengan keluhan jatuh di kamar
mandi, setelah jatuh mengeluh kepalanya terasa pusing, anggota gerak
sebelah kanannya terasa lemas dan lemah, dan memiliki riwayat
hipertensi. Pada Tn. S mengalami hemipharase yaitu kelemahan
pada anggota gerak (tangan dan kaki) pada separuh tubuh sehingga
mengalami keterbatasan dalam gerak.
Berdasarkan hasil pengkajian diatas sesuai dengan teori Smeltzer
dan Bare (2013) menyatakan bahwa aliran darah ke otak terganggu
sehingga terjadi iskemia yang berakibat kurangnya aliran glukosa,
oksigen, dan bahan makanan lainnya ke sel otak maka timbul keluhan
pusing pada pasien stroke non hemoragik. Selain itu efek iskemik pada
otak terjadi karena trombus dan emboli dapat menimbulkan lesi pada
saraf fungsi motorik yaitu lesi di batang otak pada kapsula interna di
pyramidal sesisi, lesi segmen lumbal (torakal), dan lesi kawasan
pyramidal bilateral (segmen C5) yang dapat menyerang wajah, nervus
vagus, dan nervus glosofaring, otot skeletal, lidah serta ekstremitas
atas maupun bawah (Trent, et al., 2011). Kondisi ini disebabakan oleh
80
abduksi jari tnagan 30◦, fleksi jari 45◦¸fleksi telapak tangan 45◦¸dan
fleksi pinggul 70◦. Keterbatasan rentang gerak sendi terjadi akibat
kerusakan pada otak yang mempengaruhi sistem saraf dalam
mengontrol pergerakan otot. Gangguan kombinasi antara sistem saraf
dan otot mengakibatkan sinyal otak untuk menggerakan ekstremitas
menjadi terganggu (Herimasmur, 2012). Oleh karena itu ekstremitas
tidak mampu untuk digerakan secara maksimal berdampak pada
keterbatasan rentang gerak sendi (Guyton, 2014).
Pada kemampuan mobilitas kedua pasien mengalami keterbatasan.
Dimana dalam pemenuhan kebutuhan aktivitas dasar (ADL)
membutuhkan bantuan orang lain. Hal ini terjadi karena gangguan
mobilitas fisik dipengaruhi oleh rentang gerak sendi dan kekuatan otot
yang menurun sehingga pasien mengalami kesulitan dalam
memiringkan tubuh, bangun dari tempat tidur, kesulitan untuk berdiri
sendiri, berpindah dan berjalan secara mandiri. Maka dampak yang
ditimbulkan dari gangguan mobilitas pada sistem muskuloskeletal
adalah menyebabkan penurunan kekuatan otot, gangguan
keseimbangan, dan gangguan motorik (Potter & Perry, 2010).
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang dapat dirumuskan berdasarkan data hasil
pengkajian Tn. T dan Tn. S adalah gangguan mobilitas fisik yang
berhubungan dengan penurunan kekuatan otot. Berdasarkan buku SDKI
(2017) diagnosa ini masuk dalam kategori fisiologis dan subkategori
aktivitas/istirahat dengan kode D.0054. Gangguan mobilitas fisik
merupakan keterbatasan pada pergerakan fisik dari satu atau lebih
ekstermitas secara mandiri. Hal tersebut terjadi karena adanya penurunan
kendali otot, penurunan massa otot, dan penurunan kekuatan otot (SDKI,
2017).
4. Tindakan Keperawatan
Tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah gangguan
mobilitas fisik dilaksanakan selama 3 hari pada pasien I (Tn. T) yang
dilaksanakan pada tanggal 31 Juni – 1 Mei 2022. Sedangkan pada
pasien II (Tn. S) dilaksanakan pada tanggal 1-3 Mei 2022. Tindakan
pertama yang dilakukan yaitu mengkaji rentang gerak sendi. Tujuan
dilakukan tindakan ini untuk mengetahui rentang gerak sendi yang
dapat dilakukan masing-masing pasing (Muttaqin, 2012). Persendian
yang diukur penulis yaitu pada bahu, siku, jari, telapak tangan, dan
pinggul. Pada pengkajian Tn. T mengatakan tangan dan kaki kiri terasa
lemah dan berat dengan skala kekuatan otot ektremitas kanan 2 serta
diperoleh derajat pada ekstremitas kiri normal sedangkan ekstremitas
kanan terdapat keterbatasan dengan fleksi bahu 75◦, fleksi siku 60◦,
fleksi telapak tangan 45◦, fleksi jari 45◦, abduksi jari tangan 30◦, dan
fleksi pinggul 60◦. Dilihat dari hasil pengkajian pada pasien Tn. T
diperoleh hasil rentang gerak ekstremitas kanan tidak maksimal
85
perlu diperhatikan yaitu tekanan darah, respirasi rate, nadi, dan suhu.
Pada pengkajian diperoleh data Tn. T dengan hasil tekanan darah
180/130 mmHg, respirasi rate 20x/menit, nadi 83x/menit, suhu 36,8
◦C. Sedangkan Tn. S dengan hasil tekanan darah 150/100 mmHg,
respirasi rate 20x/menit, nadi 90x/menit, suhu 36,5◦C. Setelah
dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital stabil dan tidak
membahayakan maka dapat dilakukan latihan rentang gerak (ROM).
Keempat mengajarkan kedua pasien melakukan rentang gerak di
pagi hari. Tn. T melakukan rentang gerak pukul 10.00 WIB sedangkan
Tn. S pukul 08.00 WIB. Menentukan rentang gerak sendi dilakukan
dengan cara meminta pasien mengangkat ekstremitas yang mengalami
kelemahan kemudian mengukur derajat rentang gerak sendi di sumbu
persendian dengan geniometri (Kasiati & Rosmalawati, 2016).
Persendian yang diukur yaitu bahu, siku, telapak tangan, jari, dan
pinggul. Pada pengkajian hari pertama Tn. T diperoleh derajat rentang
sendi pada ekstremitas kiri maksimal/ normal, sedangkan ekstremitas
kanan terdapat keterbatasan dengan fleksi bahu 75◦, fleksi siku 60◦,
fleksi telapak tangan 45◦, fleksi jari 45◦, abduksi jari tangan 30◦, dan
fleksi pinggul 60◦. Pada hari kedua latihan ROM pukul 10.00 belum
ada peningkatan derajat rentang gerak, namun pada hari ketiga derajat
fleksi bahu meningkat menjadi 85◦, fleksi siku 65◦ dan fleksi pinggul
70◦ untuk fleksi telapak tangan, fleksi jari, abduksi jari tangan belum
ada peningkatan. Respon pasien kooperatif dan keluarga dapat
mendemonstrasikan cara latihan rentang gerak secara mandiri di
latihan rentang gerak sore hari. Sedangkan pada pengkajian Tn. S
diperoleh hasil rentang gerak pada ekstremitas kanan normal, namun
ekstremitas kiri tidak normal pada hari pertama dengan fleksi bahu
80◦, fleksi siku 70◦, fleksi telapak tangan 45◦, fleksi jari 45◦, abduksi
jari tangan 30◦, dan fleksi pinggul 70◦. Pada hari kedua belum terjadi
peningkatan rentang gerak, namun pada hari ketiga pukul 08.00
adanya peningkatan derajat rentang gerak fleksi bahu menjadi 85◦,
87
fleksi siku 75◦, fleksi pinggul 80◦, untuk fleksi telapak tangan, fleksi
jari, dan abduksi jari belum terjadi peningkatan. Respon pasien
kooperatif.
Kelima memberi instruksi ke pasien untuk merubah posisi pasien
setiap 2 jam seperti dengan miring ke kanan, miring ke kiri, atau
terlentang. Tujuan dilakukan tindakan ini untuk mendistribusikan
tekanan guna memberikan kenyamanan pada pasien (Pooter &Perry,
2010). Selain ini dapat memperbaiki sirkulas darah, mencegah
kerusakan integritas kulit dan dekubitus (Andani, Kristyawati &
Purnomo, 2016). Pada tindakan alih posisi ini diharapkan masalah
pasien dapat teratasi dengan pelaksanaan alih posisi tiap 2 jam yaitu
sirkulasi darah pasien lancar dan tidak terjadi kerusakan integritas kulit
akibat dan tirah baring. Respon pasien bersedia dan terlihat nyaman.
Keenam memonitor tanda-tanda vital pasien setelah melakukan
tindakan ROM. Setelah dilakukan tindakan rentang gerak Tn. T dan
Tn. S didapatkan tanda-tanda vitalnya stabil. Dengan respon pasien
tidak cemas dan rileks.
Ketujuh melakukan kolaborasi dalam pemberian program terapi.
Hal ini bertujuan menunjang proses penyembuhan pasien disamping
melakukan tindakan keperawatan yang lain. Pada kedua pasien terapi
yang diberikan yaitu injeksi piracetam 3 gr, injeksi citicoline 500 mg,
dan injeksi ranitidi 150 mg. Piracetam digunakan untuk meningkatkan
deformabilitas eritrosit yang merupakan elastisitas dan kemampuan sel
darah merah melewati mikrovaskuler dengan meningkatnya
deformabilitas eritrosit maka akan mempermudah aliran darah
melewati pembuluh darah otak yang kecil sehingga dapat memperbaiki
keadaan iskemia (Praja, dkk., 2013). Piracetam diberikan pada Tn. T
dan Tn. S melalui intravena dengan dosis 3gr sehari. Piracetam
memiliki efek samping seperti nyeri perut, mual, dan muntah.
Citicoline adalah obat yang mengandung cytidine dan choline yang
merupakan 2 komponen penyusun membran sel yang memiliki efek
88
pada pukul 16.00 WIB. Respon kedua pasien kooperatif dan keluarga
ikut serta dalam melakukan rentang gerak.
Kesembilan memberi arahan ke pasien untuk merubah posisi
pasien setiap 2 jam seperti miring ke kanan, miring ke kiri, atau
terlentang.
5. Evaluasi Keperawatan
Berdasarkan hasil pengelolaan pada pasien selama 3 hari, pada Tn.
T didapatkan data bahwa tangan dan kaki bagian kanan sudah dapat
diangkat namun masih lemah dan berat, kekuatan otot mengalami
peningkatan pada ekstremitas kanan atas dan bawah dari skala 2
menjadi 3 yang artinya dapat mengangkat tangan dan kaki serta dapat
melawan gravitasi. Tingkat pemulihan hambatan mobilitas fisik pada
pasien stroke dipengaruhi oleh jumlah luas kerusakan, lokasi otak yang
rusak, kesehatan pasien, pengobatan yang diterima, kondisi psikologi
dan dukungan keluarga (Soeharto, 2012). Peningkatan kekuatan otot
dan derajat rentang sendi dikarenakan oleh adanya motivasi pasien
yang tinggi untuk sembuh dan mungkin karena stroke ini yang pertama
untuk pasien. Motivasi yang diberikan berdampak positif dan
mengurangi stres bagi fisiknya. Data rentang gerak sendi pada
ekstremitas kanan yaitu fleksi bahu 85◦ (meningkat 10◦ dari
sebelumnya 75◦), fleksi siku 65◦ (meningkat 5◦ dari sebelumnya 60◦),
abduksi jari tangan 30◦, fleksi jari 45◦, fleksi telapak tangan 45◦, dan
fleksi pinggul 70◦ (meningkat 10◦ dari sebelumnya). Respon pasien
skala kekuatan otot dalam kemampuan mobilitas pasien perlu bantuan
dari keluarga untuk duduk, bangun, dan berpakaian (skala 2)
sedangkan untuk berdiri dan berpindah tempat membutuhkan bantuan
orang lain dan alat (skala 3). Pasien dengan tanda-tanda vital stabil dan
tidak terjadi komplikasi akibat hambatan mobilitas fisik. Sedangkan
data pasien kedua yaitu Tn. S dengan respon pasien kooperatif .
Masalah hambatan mobilitas fisik mulai teratasi, terjadi peningkatan
90
rentang gerak sendi pada bahu, siku, dan pinggul dari skala 2 menjadi
3 (mengangkat tangan dan kaki serta dapat melawan gravitasi),
kemampuan dalam beraktivitas masih dibantu oleh keluarga maupun
alat. Peningkatan dikarenakan adanya motivasi pasien yang tinggi
untuk sembuh dan mungkin karena stroke ini merupakan yang pertama
untuk pasien. Motivasi yang diberikan bagi penderita dapat berpotensi
mengurangi stress sehingga berdampak positif bagi fisik dan
psikologinya (Murtaqib, 2013). Data rentang gerak sendi pada fleksi
bahu 85◦ (meningkat 5◦ dari sebelumnya 80◦), fleksi siku 75◦
(meningkat 5◦ dari sebelumnya 70◦), fleksi jari 45◦, fleksi telapak
tangan 45◦, abduksi jari tangan 30◦ dan fleksi pinggul 80◦ (meningkat
10◦ dari sebelumnya 70◦). Pada kemampuan mobilitas fisik dalam
aktivitas harian seperti bangun, duduk, berpakaian masih
membutuhkan bantuan orang lain (skala 2), sedangkan untuk berdiri
dan berpindah tempat membutuhkan bantuan alat dan orang lain (skala
3). Pasien dengan tanda-tanda vital stabil, dan tidak terjadi komplikasi
akibat hambatan mobilitas fisik.
Berdasarkan tindakan keperawatan yang telah dilakukan dapat
disimpulkan bahwa masalah hambatan mobilitas fisik pada Tn. T dan
Tn. S mulai teratasi dengan kriteria hasil yang sudah ditentukan, yaitu
terjadi peningkatan kekuatan otot. Pada rentang gerak sendi tujuan dan
kriteria hasil mulai tercapai karena terdapat peningkatan rentang gerak
sendi pada beberapa persendian sepeti pada bahu, siku, dan pinggul.
Pada kemampuan beraktivitas kedua pasien belum mengalami
peningkatan dan masih membutuhkan bantuan oleh orang lain maupun
alat. Masalah gangguan mobilitas fisik pada Tn. T dan Tn. S belum
teratasi secara keseluruhan.
Sehingga perlunya latihan rentang gerak sendi dan alih posisi yang
dapat diterapkan setelah pasien pulang atau di rumah dibantu oleh
keluarga hingga dapat melakukannya secara mandiri dan diharapkan
masalah gangguan mobilitas fisik dapat teratasi.
91
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. SIMPULAN
Berdasarkan hasil pembahasan asuhan keperawatan yang telah
dilaksanakan penulis pada tanggal 30 mei – 3 Juni 2022 pada Tn. T dan Tn. S
dengan gangguan mobilitas fisik pada Stroke Non Hemoragik di RSUD Dr.
Gondo Suwarno Ungaran, dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Pada hasil pengkajian keuda pasien ditemukan sama-sama memiliki
keluhan bahwa pasien mengalami kelemahan pada ekstremitas atas dan
bawah dengan kekuatan otot skala 2. Tn. T mengalami kelemahan
ekstremitas kanannya dengan hasil CT Scan Infark Periventricular Sinistra
Cornu Anterior. Sedangkan Tn. S mengalami kelemahan pada ekstremitas
kiri dengan hasil CT Scan Infark pada lobus Temporo Pariental Kanan.
2. Diagnosa keperawatan yang sesuai dengan masalah keperawatan yang
dialami kedua pasien adalah gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan
penurunan kekuatan otot.
3. Rencana keperawatan yang dilakukan kedua pasien diharapkan masalah
keperawatan gangguan mobilitas fisik dapat teratasi dengan kriteria hasil
pasien dapat menggerakan ekstermitas, kekuatan otot meningkat, rentang
gerak (ROM) meningkat, pasien tidak cemas dan lemah. Dengan kaji
rentang gerak sendi, monitor tanda-tanda vital seperti tekanan darah,
respirasi rate, nadi, dan suhu. Libatkan keluarga agar mengerti tujuan,
prosedur, dan manfaat latihan rentang gerak (ROM) dan mampu
membantu dalam latihan rentang gerak (ROM) bersama pasien. Latihan
ROM harus dilakukan sebanyak 8x dalam sehari dan dikerjakan minimal
2x sehari. Mengubah posisi pasien setiap 2 jam seperti miring ke kanan
atau miring ke kiri. Serta kolaborasi dalam pemberian program terapi.
4. Setelah dilakukannya tindakan keperawatan Tn. S dan Tn. T memiliki
respon yang baik dan kooperatif dalam melakukan tindakan asuhan
keperawatan. Kedua pasien tenang dan stabil saat melakukan tindakan
93
yang dianjurkan sesuai jadwal, Tn. T dan Tn. S dapat memahami tujuan
dan manfaat melakukan rentang gerak (ROM), serta mengikuti ajakan
untuk ubah posisi sesuai jadwal, dan bersedia menerima program terapi.
5. Evaluasi pada tindakan keperawatan yang telah dilakukan selama 3x24
jam sesuai dengan tujuan kriteria hasil dan rencana keperawatan bahwa
pasien cukup stabil tanda-tanda vitalnya, pasien dapat menggerakan
ekstremitasnya namun masih berat dan lemas, dan tidak ada komplikasi
akibat hambatan mobilitas fisik. Meskipun masalah mobilitas fisik sudah
mulai teratasi, Tn. T dan Tn. S masih perlu melakukan latihan rentang
gerak (ROM) dan alih posisi, agar masalah keperawatan yang belum
teratasi dapat teratasi walaupun nantinya sudah kembali ke rumah.
B. SARAN
Setelah diberikannya “Asuhan Keperawatan Gangguan Mobilitas Fisik
Pada Pasien Stroke Non Hemoragik” diharapkan tindakan keperawatan yang
telah dilakukan dapat dilanjutkan untuk mencapai kriteria hasil yang
maksimal.
Selain itu, penulis memiliki saran dan harapan sebagai berikut:
1. Bagi institusi pendidikan
Dengan adanya asuhan keperawatan ini diharapkan dapat menjadi bacaan
dan referensi bagi mahasiwa khusunya dalam pengelolaan pasien stroke
non hemoragik dengan masalah keperawatan gangguan mobilitas fisik.
2. Bagi klien dan keluarga
Diharapkan klien masih melakukan latihan rentang gerak (ROM) baik
dirumah sakit atau dirumah. Dan keluarga mampu memberikan motivasi
serta dukungan pada saat klien melakukan latihan rentang gerak (ROM),
agar masalah keperawatan dapat teratasi dengan maksimal dan klien
memiliki semangat untuk sembuh. Kemudian klien disarankan untuk rutin
mengontrol tekanan darah dan minum obat secara rutin agar mencegah
terjadinya serangan berulang.
94
Sunusi, G. M., Muhadi, D., & Arif, M. (2019). ANALISIS MEAN PLATELET
VOLUME (MPV), PLATELET DISTRIBUTION WIDTH (PDW), DAN
JUMLAH TROMBOSIT PADA STROKE HEMORAGIK DAN NON
HEMORAGIK. INDONESIAN JOURNAL OF CLINICAL PATHOLOGY
AND MEDICAL LABORATORY, 25(2), 202.
https://doi.org/10.24293/ijcpml.v25i2.1392.
Surani. W., Derison M. B. 2016. LATIHAN RANGE OF MOTION (ROM) PASIF
TERHADAP RENTANG GERAK SENDI PASIEN PASCA STROKE. Vol. VII
No. 2 .
Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2013). Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth. Penerjemah: Andry Hartono, dkk. Jakarta: EGC.
Soeharto I., (2012). Serangan Jantung dan Stroke Hubungannya dengan Lemak
dan Kolestrol. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Syikir, M. (2019). In Bina Generasi: Pengaruh Range Of Motion (ROM)
Terhadap Peningkatan Kekuatan Otot Pada Pasien Stroke Di Ruang
Perawatan RSUD Polewali Mandar. Jurnal Kesehatan.
https://doi.org/10.35907/bgjk.v10i2.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia :
Definisi dan Indikator Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
Trihono., (2013). Riset Kesehatan Dasar.
Trent, M. W., John, T., Sung-Cung, T., Christopher, G. S., Stephen, M. T.,
Thiruma, V. A., et al. (2011). Pathophysiologi, treatment, animal and cellular
models of human ischemic stroke. Molecular Neurodegeneration, 6:11.
Wijaya, A. K. (2013). Patofisiologi Stroke Non-Hemoragik Akibat Trombus. E-
Jurnal Medika Udayana, 2(10).
Yarmaliza, Y., & Zakiyuddin, Z. (2019). PENCEGAHAN DINI TERHADAP
PENYAKIT TIDAK MENULAR (PTM) MELALUI GERMAS. Jurnal
Pengabdian Masyarakat Multidisiplin, 2(3).
https://doi.org/10.36341/jpm.v2i3.794.
Yuda, H. T., & Yuwono, P. Y. (2020). HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN
BUDAYA TERHADAP DUKUNGAN PADA PASIEN STROKE DI RS PKU
99
Lampiran 1
INFORMED CONSTENT PASIEN 1
(Persetujuan Menjadi Partisipan)
Saya yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa saya telah
mendapat penjelasan secara rinci dan telah mengerti mengenai pemberian asuhan
keperawatan yang akan dilakukan oleh ALFIA SALMADHEA NUR
PRAMESTHI dalam Studi Kasus dengan judul Asuhan Keperawatan Pada Pasien
Stroke Non Hemoragik Dengan Tindakan Range Of Motion (ROM). Saya
memutuskan setuju untuk ikut berpartisipasi pada pemberian asuhan keperawatan
ini secara sukarela tanpa paksaan. Bila selama pemberian asuhan keperawatan ini
saya menginginkan mengundurkan diri, maka saya dapat mengundurkan diri
sewaktu-waktu tanpa sanksi apapun.
30 Mei 2022
Saya yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa saya telah
mendapat penjelasan secara rinci dan telah mengerti mengenai pemberian asuhan
keperawatan yang akan dilakukan oleh ALFIA SALMADHEA NUR
PRAMESTHI dalam Studi Kasus dengan judul Asuhan Keperawatan Pada Pasien
Stroke Non Hemoragik Dengan Tindakan Range Of Motion (ROM). Saya
memutuskan setuju untuk ikut berpartisipasi pada pemberian asuhan keperawatan
ini secara sukarela tanpa paksaan. Bila selama pemberian asuhan keperawatan ini
saya menginginkan mengundurkan diri, maka saya dapat mengundurkan diri
sewaktu-waktu tanpa sanksi apapun.
1 Juni 2022
Lampiran 2
Topik : ROM
Hari/ tanggal : Senin, 30 Mei 2022
Pukul : 10.00 WIB
Tempat : RSUD Dr Gondo Suwarno
Alokasi Waktu : 30 menit
Sasaran : Pasien dan keluarga
A. Tujuan Umum
Setelah mengikuti proses penyuluhan diharapkan pasien dan keluarga pasien
memahami tentang ROM
B. Tujuan Khusus
1. Menjelaskan pengertian ROM
2. Menjelaskan tujuan ROM
3. Menjelaskan manfaat ROM
4. Menjelaskan jenis-jenis ROM
5. Menjelaskan tentang prosedur tindakan ROM
C. Materi (terlampir)
1. Pengertian ROM
2. Tujuan ROM
3. Manfaat ROM
4. Jenis ROM
5. Prosedur tindakan ROM
D. Media
Media yang digunakan adalah laptop dan materi
E. Metode
Metode yang digunakan ceramah dan tanya jawab
103
F. Kegiatan Penyuluhan
No Waktu Kegiatan Penyuluhan Kegiatan Peserta
1. 5 menit Pembukaan : - menjawab salam
- mengucapkan salam - mendengarkan
- menjelaskan nama dan penjelasan yang
akademi diberikan
- menjelaskan tujuan
pendidikan kesehatan
- menyebutkan materi
yang diberikan
- menanyakan kesiapan
peserta
2. 10 menit Pelaksanaan : - mendengarkan
- penyampaian materi penjelasan
- menjelaskan tentang - bertanya
pengertian ROM
- menjelaskan tentang
tujuan ROM
- menjelaskan tentang
manfaat ROM
- menjelaskan tentang
jenis ROM
- menjelaskan tentang
prosedur tindakan ROM
- tanya jawab
- memberikan
kesempatan kepada
peserta untuk bertanya
3. 10 menit Evaluasi : - menjelaskan
- menanyakan kembali
hal-hal yang sudah
dijelaskan mengenai
ROM
4. 5 menit Penutup : - mendengarkan
- menutup pertemuan - menjawab salam
dengan menyimpulkan
materi yang telah
dibahas
- memberikan salam
penutup.
104
G. Evaluasi
1. Setelah mengikuti penyuluhan maka pasien dan keluarga pasien mengerti
tentang :
a. Pengertian ROM
b. Tujuan ROM
c. Manfaat ROM
d. Jenis-jenis ROM
e. Prosedur tindakan ROM
2. Penyaji atau pemberi penyuluhan dapat menjalankan tugas sesuai dengan
kewajibannya
3. Peserta mampu mengikuti jalannya penyuluhan dengan baik dan antusias.
105
Lampiran Materi
A. Pengertian ROM
Latihan range of motion (ROM) adalah latihan yang dilakukan untuk
mempertahankan atau meningkatkan mobilitas sendi secara penuh dan normal
guna meningkatkan massa dan tonus otot (Kasiati & Roslamawati, 2016).
B. Tujuan ROM
1. Meningkatkan atau mempertahankan fleksibelitas dan kekuatan otot
2. Mempertahankan fungsi jantung da pernapasan
3. Mencegah kekauan pada sendi
4. Merangsang sirkulasi darah
5. Mencegah kelainan bentuk, kekakuan dan kontraktur.
C. Manfaat ROM
1. Menentukan nilai kemampuan sendi tulang dan otot dalam melakukan
pergerakan
2. Mengkaji tulang, sendi, dan otot
3. Mencegah terjadinya kekakuan sendi
4. Memperlancar sirkulasi darah
5. Memperbaiki tonus otot
6. Meningkatkan mobilisasi sendi
7. Memperbaiki toleransi otot untuk latihan
D. Jenis-jenis ROM
ROM dibedakan menjadi dua jenis, yaitu :
1. ROM aktif
ROM aktif merupakan latihan dengan meminta klien menggunakan otot
untuk melakukan grakan secara mandiri tanpa bantuan atau didampingi.
2. ROM pasif
ROM pasif dilakukan oleh klien dengan bantuan perawat atau tenaga
kesehatan lain karena klien memiliki keterbatasan pergerakan.
106
d. Lengan bawah
1) Supinasi: memutar bagian lengan bawah dan bagian tangan
sehingga telapak tangan menghadap ke atas
2) Pronasi: memutar bagian lengan bawah sehingga telapak tangan
menghadap ke bawah.
e. Pergelangan tangan
1) Fleksi: menggerakan bagian telapak tangan ke atas
2) Ekstensi: menggerakan bagian telapak tangan ke bawah
3) Abduksi: menekuk pergelangan tangan miring ke ibu jari
4) Adduksi: menekuk pergelangan tangan miring ke arah lima jari.
f. Jari-jari tangan
1) Fleksi: membuat genggaman
2) Ekstensi: meluruskan jari-jari tangan
3) Hiperekstensi: menggerakan jari-jari tangan ke belakang sejauh
mungkin
4) Abduksi: menggerakan jari-jari tangan yang satu dengan yang lain
5) Adduksi: merapatkan kembali jari-jari tangan.
g. Ibu jari
1) Oposisi: menyentuh ibu jari ke setiap jari-jari tangan pada tangan
yang sama.
h. Pinggul
1) Fleksi: menggerakan tungkai ke depan dan ke atas
2) Ekstensi: menggerakan kembali ke arah samping tungkai yang lain
3) Hiperekstensi: menggerakan bagian tungkai ke belakang tubuh
4) Rotasi dalam: memutar kaki dan tungkai ke arah tungkai lain
5) Rotasi luar: memutar kaki dan tungkai menjauhi tungkai lain
6) Abduksi: menggerakan tungkai ke samping menjauhi tubuh
7) Adduksi: menggerakan kembali bagian tungkai ke posisi medial
dan melebihi jiki mungkin.
i. Lutut
1) Fleksi: mengangkat lutut pasien membentuk sudut 90°
108
Lampiran 3
RIWAYAT PENDIDIKAN
1. Pendidikan TK di TK Pertiwi Denpasar, lulus tahun 2006
2. Pendidikan SD di SDN Mangunsari 01 Salatiga, lulus tahun 2013
3. Pendidikan SLTP di SMPN 02 Salatiga, lulus tahun 2016
4. Pendidikan SLTA di MAN 01 Salatiga, lulus tahun 2019
5. Pendidikan Diploma III Keperawatan Poltekkes Semarang Kelas Kendal, lulus
tahun 2022
NIM. P1337420119311
Lampiran 4
LEMBAR BIMBINGAN
PENULISAN KARYA TULIS ILMIAH
PRODI DIII KEPERAWATAN SEMARANG KELAS KENDAL
JURUSAN KEPERAWATAN POLTEKKES KEMENKES SEMARANG
10 25 BAB 1 ACC
. Desember BAB 2
2021 BAB 3
(Revisi
Proposal)
11 11 Juni BAB 4 a. Disarankan bagian analisis
. 2022 masalah dijelaskan
ekstremitas yang atas atau
bawah
b. Disarankan di bagian
etiologi sesuaikan SDKI
c. Disarankan untuk tindakan
gunakan kalimat sendiri dan
urutkan sesuai yang
dikerjakan
d. Disarankan untuk TTV tidak
mungkin sama sebelum dan
sesudah tindakan ROM
e. Disarankan untuk
pemeriksaan fisik head to
toe
12 16 Juni BAB 4 a. Disarankan untuk lebih teliti
. 2022 BAB 5 sesuaikan tabel hasil dengan
di pembahasan
b. Disarankan head to toe dari
kepala, mata, hidung, telinga
13 17 Juni BAB 4 ACC
. 2022 BAB 5
Dr. Sudirman, MN
NIP. 197312151998031003