You are on page 1of 32

KATA PENGANTAR

Pada masa kanak-kanak Awal, Tengah dan Akhir mengalami serangkaian

perkembangan yang bertahap dari awal sampai akhir. Perkembangan

tersebut tampak secara fisik dan non fisik. Secara fisik perkembangan

anak-anak dapat dilihat dari fisiknya, yakni dari perubahan tubuh dan

pertumbuhannya. Secara non fisik, perkembangan tersebut dapat dilihat

dari perkembangan kognitif, perkembangan sosial dan emosi, perkembangan

bahasa, perkembangan motorik dan lain sebagainya.

Dalam pertumbuhan dan perkembangan anak-anak, memiliki faktor yang

dapat mempengaruhi perkembangan tersebut. Faktor tersebut, yaitu

faktor internal dan eksternal. Faktor internal dapat dilihat dari lingkungan

keluarga. Sedangkan faktor eksternal dapat dilihat dari lingkungan di luar

keluarga, misalkan kawan sebaya dengan relasinya.

Dalam Book Chapter ini, penulis akan membahas secara lebih rinci lagi

dengan kajian yang telah ditentukan.


BAHAN KAJIAN

1. PERKEMBANGAN FISIK ANAK

2. PERKEMBANGAN KOGNITIF

ANAK

3. PERKEMBANGAN SOSIOEMOSI

ANAK

4. FAKTOR-FAKTOR

PERKEMBANGAN
CHAPTER I
TAHAP

PERKEMBANGAN

MASA KANAK-KANAK

AWAL
A. PERKEMBANGAN FISIK
1. Pertumbuhan dan Perubahan Tubuh

Perubahan fisik secara nyata pada masa kanak-kanak awal adalah

pertumbuhan dalam hal tinggi dan berat badan.

Tinggi dan Berat. Rata-rata tinggi pada masa anak-anak awal adalah sekitar

2½ inci dan bertambah berat 5-7 pon setiap tahunnya. Faktor yang

mempengaruhi perbedaan tinggi tubuh yaitu asal-usul etnis dan nutrisi

(Meredith, 1978).

2. Perkembangan Motorik

Kemampuan Motorik adalah kemampuan untuk menggerakkan anggota

tubuh, seperti kepala, bibir, lidah, tangan, kaki, dan jemari. Sebagian besar

anak-anak prasekolah akan mengalami keaktifan yang sama sepanjang masa

hidup mereka. Kemampuan motorik dibagi menjadi 2 yaitu :

• Kemampuan Motorik Kasar

Kemampuan ini merupakan perkembangan gerak yang meliputi

keseimbangan dan koordinasi antar anggota tubuh. Anak-anak akan

lebih yakin dan bertindak dengan tujuan tertentu sehingga dengan

sendirinya mereka akan melakukan aktivitas tertentu di lingkungan

sekitarnya. Ketika berusia 3 tahun, anak gemar melakukan gerakan

sederhana seperti melompat, berlari, dan hal ini tujuannya sekedar

untuk menyenangkan hati mereka. Bagi mereka aktivitas seperti ini


menjadi sumber kebanggaan dan prestasi yang cukup berarti. Pada

usia 4 tahun, anak-anak masih menikmati aktivitas yang sejenis

tetapi mereka lebih memiliki keberanian dibanding sebelumnya.

Mereka memperlihatkan kemampuan atletiknya seperti memanjat,

berenang dll. Ketika berusia 5 tahun, jiwa petualang anak-anak lebih

besar lagi dibandingkan sebelumnya. Mereka melakukan aktivitas

yang dapat mendebarkan jantung. Anak-anak yang berusia 5 tahun

mampu berlari dengan kecepatan yang kencang dan gemar melakukan

persaingan atau berlomba dengan kawan sebayanya maupun orang

tuanya.

• Kemampuan Motorik Halus

Kemampuan ini merupakan perkembangan gerak yang meliputi otot

kecil dengan koordinasi mata-tangan. Di usia 3 tahun, anak-anak

melakukan gerakan sederhana menggunakan ibu jari dan telunjuknya

seperti memungut benda-benda kecil, menyusun mainan balok-balok,

mencocokkan puzzle, dan lainnya meskipun masih terasa canggung

(malu-malu) dan kasar, tetapi mereka melakukannya dengan semangat.

Pada usia 4 tahun, koordinasi motorik halus anak-anak sudah

memperlihatkan kemajuan yang bersifat substansial dan juga

menjadi lebih cermat. Mereka mengalami kesulitan ketika melakukan

aktivitasnya, seperti menyusun balok, mereka mampu meletakkan

balok dengan sempurna tetapi mereka sedikit terganggu dengan


susunan yang telah ada. Ketika menginjak usia 5 tahun, koordinasi

motorik halus anak-anak telah memperlihatkan kemajuan yang lebih

jauh lagi, tangan, lengan, dan tubuh semuanya bergerak bersama di

bawah komando mata. Mereka dapat melakukan aktivitasnya secara

benar dengan penglihatan mereka yang lebih cermat.

B. PERKEMBANGAN KOGNITIF
1. Tahap Pra-Operasional Piaget

Tahap Pra-Operasional merupakan tahapan kedua menurut Piaget yang

berlangsung dari usia 2-7 tahun. Pada masa ini anak-anak mulai

mempresentasikan dunianya melalui kata-kata, bayangan gambar, dan

pemikiran simbolik yang melampaui koneksi-koneksi sederhana dari

informasi sensoris dan aksi fisik semata, konsep-konsep yang stabil

terbentuk, penalaran mental muncul, terdapat egosentrisme, dan

keyakinan-keyakinan magis disusun. Pemikiran Pra-Operasional adalah awal

dari kemampuan melakukan rekonstruksi dalam pikiran terhadap hal-hal

yang telah dicapai dalam bentuk perilaku. Tahap ini memiliki 2 subtahapan

yaitu:

• Subtahap Fungsi Simbolik (symbolic function substage)

Merupakan tahap pertama dari pemikiran praoperasional yang

terjadi antara usia 2-4 tahun. Anak kecil memperoleh kemampuan

untuk membayangkan penampilan objek yang tidak hadir secara fisik.


Mereka menggunakan coretan-coretan untuk menggambarkan

manusia, rumah, mobil, awan, dan sebagainya. Dalam tahapan ini,

pemikiran mereka masih terbatas, keterbatasan ini dipengaruhi oleh

egosentrisme dan animisme. Egosentrisme (egocentrism) adalah

ketidakmampuan membedakan antara perspektifnya sendiri dan

perspektif orang lain. Animisme (animism) adalah keyakinan bahwa

benda-benda mati memiliki kualitas yang seolah-olah hidup dan

mampu bereaksi. Anak-anak kecil tidak terlalu menaruh perhatian

pada realitas, hasil gambar mereka bersifat khayalan dan berdaya

cipta.

• Subtahap Berpikir Intuitif (intuitive thought substage)

Merupakan tahap kedua dari berpikir praoperasional dan berlangsung

ketika anak berusia antara 4-7 tahun. Anak-anak mulai menggunakan

penalaran primitif dan ingin mengetahui jawaban terhadap segala

jenis pertanyaan. Mereka mulai mengembangkan ide-idenya sendiri

mengenai dunianya, idenya bersifat sederhana, belum terlalu baik

dalam menyelesaikan masalah, memiliki kesulitan dalam memahami

peristiwa-peristiwa yang terjadi namun tidak dapat dilihatnya,

fantasinya kurang berkaitan dengan realitas, dan belum mampu

menjawab pertanyaan “Bagaimana seandainya?”. Pada usia 5 tahun,

anak-anak akan membuat orang dewasa kelelahan karena banyak

mengajukan pertanyaan “Mengapa?”. Pertanyaan seperti ini


mengindikasikan bahwa telah muncul minat terhadap penalaran dan

berusaha memahami mengapa berbagai hal berlangsung seperti

adanya. Kesimpulannya, anak-anak mengetahui sesuatu namun

mengetahuinya tanpa memikirkan secara rasional.

2. Perkembangan Bahasa

Anak berusia di bawah 3 tahun memperlihatkan perkembangan yang

lebih cepat dari yang awalnya hanya mampu menghasilkan ungkapan 2 kata

menjadi mampu menggabungkan 3-5 kata. Sekitar usia 2-3 tahun mereka

mulai berkembang dari yang semula hanya mampu mengucapkan kalimat

sederhana, menjadi mampu mengucapkan kalimat yang lebih kompleks. Hal

yang mempengaruhi keterampilan bahasa anak-anak :

• Fonologi dan Morfologi

Kemampuan anak kecil dalam menangkap aturan-aturan bahasa

meningkat. Dalam batasan fonologi, kebanyakan anak-anak kecil

menjadi lebih peka terhadap bunyi dari bahasa yang diucapkan.

Eksperimen klasik Berko memperlihatkan bahwa anak-anak kecil

memahami aturan-aturan morfologis.

• Sintaksis dan Semantik

Anak-anak prasekolah belajar dan menerapkan aturan-aturan

sintaksis dan bagaimana kata-kata sebaiknya diurutkan. Dalam

batasan semantik, perkembangan perbendaharaan kata meningkat


secara dramatis di masa kanak-kanak awal.

• Kemajuan Pragmatik

Keterampilan percakapan anak-anak kecil meningkat, mereka

meningkatkan kepekaannya terhadap kebutuhan orang lain dalam

percakapan, dan mereka belajar mengubah gaya bicaranya agar

sesuai dengan situasi.

• Literasi

Anak-anak kecil memperlihatkan peningkatan minat di dalam literasi.

Mereka mengembangkan gambaran yang positif dalam hal

keterampilan membaca dan menulis melalui lingkungan yang suportif.

Anak-anak sebaiknya berpartisipasi aktif dan mencoba berbagai

pengalaman mendengarkan, berbicara, menulis, dan membaca yang

menarik/menyenangkan.

3. Pendidikan

• Taman Kanak-kanak yang Berpusat Pada Anak (child-centered

kindergarten)

Pendidikan yang melibatkan keseluruhan anak dengan

mempertimbangkan perkembangan fisik, kognitif, dan sosial anak

maupun kebutuhan minat serta gaya belajar anak.

• Pendekatan Montessori

Sebuah filosofi pendidikan di masa anak-anak diberi cukup


kebebasan dan spontanitas dalam memilih berbagai aktivitas dan

diizinkan untuk beralih dari aktivitas yang satu ke aktivitas lainnya,

sesuai keinginan mereka.

C. PERKEMBANGAN SOSIOEMOSI
1. Tahap Inisiatif VS Rasa Bersalah (Initiative vs guilt)

Perkembangan psikososial Erik Erikson terkait dengan tahap ini di masa

kanak-kanak awal. Anak-anak menjadi lebih yakin bahwa mereka adalah diri

mereka sendiri, mereka mulai menemukan pribadi yang diinginkan. Secara

intensif mereka mengidentifikasi kepada orang tuanya, bahwa mereka

terlihat kuat dan cantik, meskipun seringkali tidak masuk akal, tidak

sependapat dan kadangkala membahayakan.

2. Perkembangan Emosi

Kesadaran mengenai diri yang berkembang pada seorang anak kecil

berkaitan dengan kemampuan berdasarkan rentang emosinya yang semakin

luas. Perkembangan emosi di masa kanak-kanak awal membuat mereka

mencoba untuk memahami reaksi-reaksi emosi orang lain dan mengendalikan

emosinya sendiri. Mereka mengalami emosi sadar diri (self-conscious

emotions), dimana anak-anak harus mampu merujuk ke dirinya sendiri dan

menyadari dirinya sebagai sosok yang terpisah dari orang lain. Rasa bangga,
malu, bersalah, marah adalah contoh dari emosi sadar diri. Emosi sadar diri

tidak terlihat berkembang hingga kesadaran diri (self-awareness) muncul

di sekitar usia 18 bulan.

3. Perkembangan Moral (moral development)

Perkembangan moral mencakup perkembangan pikiran, perasaan, dan

perilaku menurut aturan dan kebiasaan mengenai hal-hal yang seharusnya

dilakukan seseorang ketika berinteraksi dengan orang lain.

• Perasaan Moral

Menurut teori psikoanalisis Freud, rasa cemas dan rasa bersalah

merupakan hal penting dalam menjelaskan perkembangan moral.

Menurutnya, untuk meredakan kecemasan, menghindari hukuman, dan

mempertahankan afeksi orang tua, anak-anak beridentifikasi dengan

orang tua, menginternalisasi standar-standar mengenai benar dan

salah, sehingga terbentuklah superego sebagai elemen moral dari

kepribadian.

• Penalaran Moral

Menurut Piaget, anak-anak berpikir mengenai isu-isu moral. Piaget

menyimpulkan bahwa pemikiran mengenai moral anak-anak dicapai

melalui dua tahap :

(a) Usia 4-7 tahun, anak-anak memperlihatkan moralitas heteronom

(heteronomous morality). Dalam pikiran anak-anak, keadilan dan


aturan-aturan dibayangkan sebagai sifat-sifat dunia yang tidak

boleh berubah dan terlepas dari kendali manusia. Keadilan yang pasti

ada (immanent justice), yaitu konsep bahwa hukuman akan langsung

diberikan jika sebuah aturan dilanggar.

(b) Usia 7-10 tahun, anak-anak berada di dalam situasi transisi

memperlihatkan beberapa ciri dari tahap pertama penalaran moral

dan beberapa ciri dari tahap kedua moralitas otonom.

(c) Usia 10 tahun keatas, anak-anak memperlihatkan moralitas

otonom (autonomous morality), anak-anak menyadari aturan-aturan

dan hukum-hukum yang diciptakan oleh manusia, menilai suatu

tindakan, dan mempertimbangkan intensif pelaku maupun

konsekuensinya.

D. FAKTOR-FAKTOR PERKEMBANGAN
1. Keluarga (Internal)

• Pengasuhan

Pengasuhan yang baik memerlukan waktu dan usaha. Gaya pengasuhan

setiap orang tua berbeda ketika berinteraksi dengan anak-anaknya,

bagaimana mereka mendisiplinkan anak-anaknya serta melakukan

pengasuhan bersama.

Gaya Pengasuhan Baumrind. Menurut Baumrind orang tua seharusnya


tidak menghukum atau bersikap dingin kepada anak-anaknya, orang

tua seharusnya mengembangkan aturan-aturan dan bersikap hangat

kepada anak-anaknya. Ada empat tipe gaya pengasuhan yaitu :

(a) Pengasuhan otoritarian (authoritarian parenting) adalah gaya

yang bersifat membatasi dan menghukum, dimana orang tua

mendesak anaknya agar mematuhi orang tua serta menghormati

usaha dan jerih payah mereka.

(b) Pengasuhan otoritatif (authoritative parenting) mendorong

anak-anak untuk mandiri namun masih tetap memberi batasan dan

kendali atas tindakan-tindakan anak. Orang tua juga bersifat hangat

dan mengasuh serta merangkul anaknya.

(c) Pengasuhan yang melalaikan (neglectful parenting) adalah gaya

dimana orang tua sangat tidak terlibat di dalam kehidupan anak.

(d) Pengasuhan yang memanjakan (indulgent parenting) adalah gaya

Di mana orang tua sangat terlibat dengan anak-anaknya namun

kurang memberikan tuntutan atau kendali terhadap mereka. Orang

tua semacam ini membiarkan anak-anaknya melakukan apapun yang

mereka inginkan (memanjakannya).

• Perlakuan yang salah pada anak (child maltreatment) memiliki 4

tipe :

(a) Kekerasan Fisik, ditandai oleh penderitaan cedera fisik yang

disebabkan oleh pukulan, hantaman, tendangan, tusukan, pembakaran,


guncangan, atau hal-hal lain yang melukai anak.

(b) Pengabaian Anak, kegagalan untuk menyediakan kebutuhan dasar

anak. Pengabaian bersifat fisik, pendidikan, atau emosi.

(c) Kekerasan Seksual, ditandai oleh mengusap genital anak,

hubungan intim, inses, perkosaan, sodomi, eksibisionisme, ekspolitasi

yang bersifat komersial melalui prostitusi atau memproduksi

materi-materi pornografi.

(d) Kekerasan Emosional (psikologis/verbal/cedera mental) meliputi

tindakan atau kelalaian dari orang tua atau pengasuh lain yang

menimbulkan masalah-masalah perilaku, kognitif, atau emosi.

• Variasi-variasi di dalam keluarga

(a) Orang Tua yang bekerja, Crouter menyimpulkan bahwa orang tua

dengan kondisi kerja yang tidak mendukung akan cenderung lebih

menyulitkan di rumah dan memberikan pola pengasuhan yang kurang

efektif daripada orang tua dengan kondisi pekerjaan yang lebih baik.

(b) Anak-anak dari Keluarga yang Bercerai, dalam penelitian

Hetherington, 25% anak-anak dari keluarga yang bercerai

menunjukkan masalah emosi yang serius dibandingkan dengan hanya

10% anak-anak di keluarga yang utuh. Namun demikian, ingat bahwa

pada umumnya 75% anak-anak dari keluarga yang bercerai tidak

menunjukkan masalah emosional yang serius.

(c) Variasi Budaya, Etnis, dan Sosioekonomi, rendahnya sosial


ekonomi orang tua menciptakan iklim rumah yang lebih bersifat

otoriter dan melakukan hukuman fisik dibandingkan dengan orang tua

yang sosial ekonominya lebih tinggi. Orang tua dari sosial ekonomi

yang lebih tinggi lebih menarik perhatian pada pengembangan

inisiatif dan kemampuan menunda kepuasan anak-anaknya.

• Relasi dengan Saudara Kandung

Anak-anak yang pernah dibesarkan bersama saudara kandung

mungkin memiliki memori yang kaya tentang interaksi agresif dan

bermusuhan. Ketika berusia 2-4 tahun, rata-rata saudara kandung

akan berkonflik setiap 10 menit sekali, kemudian konflik akan

berkurang ketika berusia sekitar 5-7 tahun (Kramer, 2006).

Menurut Judy Dunn (2007), Ia mendeskripsikan 3 karakteristik

penting dalam relasi dengan saudara kandung :

(a) Kualitas emosi relasi itu, baik yang masih positif dan negatif yang

intensif seringkali saling diekspresikan diantara saudara kandung.

(b) Rasa kekeluargaan dan keakraban relasi itu, saudara kandung

biasanya sangat mengenal satu sama lain dan keakraban ini

mengindikasikan bahwa mereka dapat saling mendukung, menggoda,

atau menyepelekan tergantung situasinya.

(c) Variasi dalam relasi dengan saudara kandung, beberapa saudara

kandung mendeskripsikan relasi mereka secara lebih positif daripada

saudara kandung lainnya. Mereka mendeskripsikan saudara


kandungnya dengan cara yang hangat dan penuh kasih sayang,

meskipun beberapa lainnya menceritakan bahwa saudara kandungnya

suka mengganggu dan kejam.

2. Relasi Pergaulan (Eksternal)

• Relasi dengan Kawan Sebaya

Kawan sebaya merupakan agen sosialisasi yang kuat. Kawan sebaya

menyediakan sumber informasi dan sumber perbandingan dengan

dunia. Di masa kanak-kanak awal anak-anak membedakan antara

sahabat dan nonsahabat. Seorang sahabat adalah orang yang diajak

bermain. Anak-anak prasekolah cenderung memiliki sahabat yang

berbeda gender dan etnisitasnya daripada anak yang lebih tua

(Howes, 2009).

• Lingkungan Bermain

Bermain dapat memiliki fungsi affiliative dengan kawan-kawan

sebaya, melepaskan ketegangan, meningkatkan perkembangan

kognitif, eksplorasi dan menyediakan tempat bersinggah yang aman.

Parten telah mengembangkan kategori-kategori dalam bermain yang

mencakup onoccupied, solitary, onlooker, parallel, associative,

cooperative play. Perspektif kontemporer mengenai bermain

menekankan baik aspek aspek kognitif maupun sosial dari bermain.

Diantara tipe permainan anak yang paling banyak dipelajari adalah


permainan sensorimotorik, permainan praktis, permainan

pura-pura/simbolik, permainan sosial, permainan konstruktif, dan

games.

• Televisi

Televisi dapat memberikan dampak negatif (seperti menjadikan anak

pelajar yang pasif dan menyediakan beragam model-model yang

agresif) maupun dampak positif (seperti menyediakan model-model

untuk tingkah laku prososial) bagi perkembangan anak-anak.


CHAPTER II
TAHAP

PERKEMBANGAN MASA

KANAK-KANAK

TENGAH DAN AKHIR


A. PERKEMBANGAN FISIK ANAK
1. Pertumbuhan dan Perubahan Tubuh

Pertumbuhan di masa kanak-kanak awal dan pertengahan berlangsung

secara lambat namun konsisten. Masa ini merupakan periode tenang

sebelum akhirnya mereka mengalami pertumbuhan yang cepat (growth

spurt) di masa remaja. Selama usia sekolah dasar, anak-anak bertambah

tinggi sekitar 2-3 inci setiap tahunnya. Ketika berusia 11 tahun, anak

perempuan biasanya memiliki ketinggian 4 kaki 10¼ inci, sementara anak

laki-laki biasanya memiliki ketinggian 4 kaki 9 inci. Di masa kanak-kanak

pertengahan dan akhir, anak-anak mengalami penambahan berat tubuh

sebesar 5-7 pon setiap tahunnya. Perubahan proporsi adalah perubahan

fisik yang paling jelas terlihat di masa anak-anak pertengahan dan akhir.

Lingkar kepala, lingkar pinggang, dan panjang kaki berkurang dibandingkan

dengan ketinggian tubuh.

2. Perkembangan Motorik

Di masa kanak-kanak pertengahan dan akhir, keterampilan motorik

anak-anak menjadi lebih halus dan lebih terkoordinasi dibandingkan di masa

kanak-kanak awal. Berlari memanjat melompat tali berenang mengendarai

sepeda adalah beberapa keterampilan fisik yang dapat dikuasai oleh

anak-anak usia sekolah dasar. Keterampilan motorik kasar ini melibatkan

banyak aktivitas otot, di mana anak laki-laki biasanya lebih unggul


dibandingkan anak perempuan. Anak-anak usia 6 tahun dapat menggunakan

palu, menempel, mengikat tali sepatu, dan mengancingkan pakaian. Di usia 7

tahun, tangan anak-anak sudah lebih mantap, mereka lebih memilih

menggunakan pensil dibandingkan krayon untuk menulis. Di usia 8-10 tahun,

tangan mereka dapat dipergunakan secara mandiri dengan lebih tenang dan

tepat. Koordinasi motorik halus sudah berkembang hingga mencapai tahap

dimana anak sudah dapat menulis daripada sekedar mencetak kata-kata. Di

usia 10-12 tahun, anak-anak mulai memperlihatkan keterampilan manipulasi

yang serupa dengan orang dewasa. Mereka dapat menguasai

gerakan-gerakan yang kompleks, rumit dan cepat yang dibutuhkan untuk

menghasilkan atau untuk memainkan sebuah lagu dengan menggunakan

sebuah instrumen musik. Keterampilan motorik halus anak perempuan lebih

unggul dibandingkan anak laki-laki.

B. PERKEMBANGAN KOGNITIF ANAK


1. Tahap Operasional Konkret Piaget

Menurut Piaget, tahap pemikiran operasional konkret terjadi pada

anak-anak berusia 7-11 tahun. Selama tahap ini, anak-anak mampu

melakukan operasi konkrit, konservasi, klasifikasi, dan transitivitas.

Anak-anak dapat bernalar secara logis sejauh penalaran itu dapat

diaplikasikan pada contoh-contoh spesifik atau konkret, operasi konkret


memungkinkan anak memikirkan beberapa karakteristik dan bukan

berfokus pada properti tunggal suatu objek. Mereka juga dapat melakukan

seriation (mengurutkan secara seri) yakni kemampuan mengurutkan stimuli

menurut 1 dimensi kuantitatif (misalnya : panjang). Aspek lain dari

penalaran mengenai relasi adalah transitivitas, yaitu kemampuan untuk

secara logis menggabungkan relasi-relasi agar dapat mencapai suatu

kesimpulan.

2. Perkembangan Bahasa

• Kosa Kata, Tata Bahasa, dan Kesadaran Metalinguistik

Anak-anak makin analitik dan logis dalam menggunakan kata-kata dan

tata bahasa. Mereka lebih memahami kata perbandingan dan kata

subjektif. Mereka mampu menggunakan tata bahasa yang kompleks

dan mengarang cerita yang dapat dimengerti. Kemajuan dalam

kesadaran metalinguistik, pengetahuan mengenai bahasa telah

muncul selama masa sekolah dasar seiring dengan meningkatnya

kemampuan anak-anak untuk mendefinisikan kata-kata, peningkatan

pengetahuan sintaksis, dan pemahaman yang lebih baik dalam

menggunakan bahasa yang sesuai dilihat dari sudut budaya.

• Membaca

Sebelum belajar membaca, anak-anak belajar menggunakan bahasa

untuk membicarakan hal-hal yang tidak terlihat, mereka mempelajari


arti sebuah kata, mereka juga belajar mengenali bunyi dan

mendiskusikannya. Ketika memasuki sekolah dasar, anak-anak anak

memiliki kosakata yang baik karena kegiatan belajar membacanya.

Ada beberapa cara mengajar membaca pada anak-anak menurut

Combs (2010) dan Tompkins (2011), yaitu :

(a) Pendekatan bahasa keseluruhan (whole language approach)

menekankan bahwa instruksi membaca seharusnya sejalan dengan

proses belajar bahasa natural pada anak-anak. Materi yang dibaca

adalah keseluruhan dan memiliki makna, artinya anak-anak diberi

materi dalam bentuk yang lengkap, seperti cerita dan puisi sehingga

mereka belajar untuk memahami fungsi komunikasi dari bahasa.

Kegiatan membaca juga dikaitkan dengan kegiatan mendengarkan dan

keterampilan menulis.

(b) Pendekatan yang menekankan pada keterampilan dasar dan

fonetik (basic skill and phonics approach) menekankan bahwa

instruksi membaca sebaiknya mengajarkan fonetik dan

aturan-aturan dasar yang dipakai untuk menerjemahkan

simbol-simbol tertulis ke dalam bunyi. Instruksi membaca di tahap

awal menggunakan materi yang sederhana, setelah anak-anak belajar

penyesuaian aturan yang mengaitkan fonem-fonem yang diucapkan

dengan huruf-huruf alfabet yang digunakan untuk melambangkan

pengucapannya, maka mereka sebaiknya diberi materi bacaan seperti


buku dan puisi.

C. PERKEMBANGAN SOSIOEMOSI ANAK


1. Tahap Industri VS Inferioritas

Merupakan tahap keempat menurut Erik Erikson yang terjadi selama

masa anak-anak pertengahan dan akhir. Anak-anak tertarik pada asal mula

sebuah benda dan cara kerjanya, mereka terdorong untuk berusaha

membuat, membangun, dan menjadikan benda itu bekerja (seperti membuat

pesawat mainan, membangun rumah pohon, memperbaiki sepeda dan lain-lain)

yang membuat perasaan mereka terhadap industri meningkat. Di sisi lain,

orang tua menganggap usaha mereka dalam menciptakan sesuatu itu sebagai

kenakalan atau kekacauan sehingga hal tersebut memberikan rasa

inferioritas atau rendah diri pada anak-anak. Dunia sosial di luar lingkungan

keluarga, seperti sekolah juga memberikan kontribusi terhadap rasa

industri dan inferioritas terhadap anak-anak. Seperti, anak-anak yang

cerdas akan memberikan dampak inferioritas terhadap anak-anak yang

tidak bagus nilainya.

2. Perkembangan Emosi

• Perubahan Perkembangan

Menurut Denham, dkk. Perubahan perkembangan yang penting dalam


emosi masa kanak-kanak menengah dan akhir mencakup hal-hal

berikut :

(a) meningkatkan pemahaman emosi, anak-anak di sekolah dasar

memperlihatkan perkembangan kemampuan dalam memahami emosi

yang lebih kompleks seperti rasa bangga dan malu, emosi ini kurang

berkaitan dengan reaksi orang lain dan menjadi lebih self-generated

dan terintegrasi disertai dengan rasa tanggung jawab.

(b) meningkatkan pemahaman bahwa dalam sebuah situasi kita dapat

mengalami lebih dari satu emosi.

(c) meningkatkan kecenderungan untuk lebih menyadari

kejadian-kejadian yang menyebabkan reaksi emosi.

(d) meningkatnya kemampuan untuk menekan atau mengungkapkan

reaksi-reaksi emosi yang negatif.

(e) menggunakan strategi inisiatif diri untuk mengarahkan kembali

perasaan-perasaan.

(f) kapasitas untuk berempati secara tulus.

• Coping terhadap Stres

Ketika anak-anak bertumbuh besar, mereka mampu menilai situasi

yang menekan secara lebih akurat dan menentukan seberapa jauh

mereka mampu mengendalikannya. Anak-anak yang lebih besar

memiliki alternatif coping terhadap kondisi yang menyebabkan stres

dan menggunakan strategi kognitif yang lebih banyak. Sebagai


contoh, anak-anak yang lebih kecil mungkin merasa kecewa ketika

gurunya tidak menyapanya saat mereka datang ke sekolah, tetapi

anak-anak yang lebih besar mungkin akan melakukan pemikiran ulang

terhadap situasi semacam ini dan berpikir “ia mungkin sibuk dengan

hal-hal lain dan hanya lupa untuk menyapa”.

3. Perkembangan Moral

Kohlberg berpendapat bahwa perkembangan moral terdiri dari tiga

tahap, yaitu :

• Tahap Prakonvensional (preconventional reasoning)

Dalam tahap ini baik dan buruk diinterpretasikan berdasarkan hadiah

dan hukuman eksternal.

(a) Tahap 1, Moralitas heteronomi (heteronomous morality) adalah

tahap pertama dalam penalaran prakonvensional, pemikiran moral

terkait dengan hukuman. Sebagai contoh anak-anak berpikir bahwa

mereka harus taat karena jika tidak taat mereka akan dihukum.

(b) Tahap 2, Individualisme, tujuan instrumental, dan pertukaran

(indivisualism, instrumental purpose, and exchange) adalah tahap

kedua penalaran prakonvensional. Dalam tahap ini, individu berpikir

bahwa berusaha memuaskan kepentingannya sendiri adalah layak dan

mereka juga membiarkan orang lain bertindak serupa. Jadi, mereka

berpikir bahwa kelayakan itu harus memenuhi pertukaran yang adil,


apabila mereka baik terhadap orang lain maka orang lain akan

bersikap baik seperti mereka.

• Tahap Konvensional (conventional reasoning)

Dalam tahap kedua ini individu menerapkan standar-standar tertentu

yang ditetapkan oleh pihak lain, misalnya orangtua.

(a) Tahap 3, Ekspektasi interpersonal timbal balik, relasi dan

konformitas interpersonal (mutual interpersonal expectations,

relationships, and interpersonal conformity) adalah tahap ketiga

dari perkembangan moral Kohlberg. Individu menghargai

kepercayaan, kepedulian dan loyalitas terhadap orang lain sebagai

dasar penilaian moral. Anak-anak dan remaja sering kali mengadopsi

standar moral dari orang tua.

(b) Tahap 4, Moralitas sistem sosial (social system morality) adalah

tahap keempat dari teori perkembangan moral Kohlberg. Penilaian

moral didasarkan pada pemahaman mengenai keteraturan sosial,

hukum, keadilan, dan tugas. Sebagai contoh, remaja mungkin bernalar

bahwa agar dapat bekerja secara efektif maka komunitas perlu

dilindungi oleh hukum yang ditaati oleh para anggotanya.

• Tahap Pascakonvensional (postconventional reasoning)

Merupakan Tahap tertinggi dalam teori perkembangan moral

Kohlberg. Individu mengenali kembali alternatif pelajaran-pelajaran

moral, mengeksplorasi pilihan-pilihannya, dan kemudian menentukan


aturan-aturan moral personalnya.

(a) Tahap 5, Kontrak sosial atau kegunaan dan hak-hak individu

(social contract or utility and individual rights) adalah tahap ke-5

yang menekankan individu bernalar bahwa berbagai nilai dan prinsip

perlu melandasi atau melampaui hukum. Seseorang mengevaluasi

validitas dari hukum yang, dan sistem sosial dapat dinilai menurut

sejauh mana sistem sosial tersebut menjamin dan melindungi hak dan

nilai-nilai fundamental individu.

(b) Tahap 6, Prinsip etika universal (universal ethical principles)

adalah tahap ke-6 dan tertinggi yang menekankan bahwa seseorang

mengembangkan sebuah standar moral berdasarkan hak asasi

manusia secara universal. Ketika dihadapkan pada sebuah konflik

antara hukum dan suara hati, seseorang bernalar bahwa suara hati

sebaiknya diikuti meskipun keputusannya mungkin memiliki risiko.

D. FAKTOR-FAKTOR PERKEMBANGAN
1. Keluarga (Internal)

• Orang Tua

Orang tua berperan penting sebagai manajer bagi kesempatan yang

dimiliki oleh anak, mengawasi perilaku anak, serta inisiator dan

pengatur sosial. Pengasuhan ibu lebih berperan dominan daripada


pengasuhan ayah.

• Keluarga Tiri

Ketika situasi keluarga yang orang tuanya bercerai, anak-anak yang

tinggal di keluarga tiri mengalami lebih banyak masalah penyesuaian

diri dibandingkan anak-anak yang tinggal di keluarga normal.

Meskipun demikian, mayoritas anak-anak yang tinggal di dalam

keluarga tidak memiliki masalah penyesuaian diri.

2. Relasi Pergaulan (Eksternal)

• Kawan Sebaya

Dalam pertemanan, kawan sebaya memiliki peranan terhadap

perkembangan relasi di masa kanak-kanak pertengahan dan akhir.

Terlibat dalam interaksi yang positif dengan kawan sebaya,

menyelesaikan konflik dengan kawan sebaya secara baik, serta

memiliki persahabatan yang berkualitas di masa kanak-kanak

pertengahan dan akhir tidak hanya memberikan hasil yang positif di

masa kanak-kanak tetapi juga terkait dengan relasi yang positif di

masa remaja dan dewasa. Adapun Status Kawan Sebaya sebagai

berikut :

(a) anak-anak yang populer (populer children)

(b) anak yang rata-rata (avarage children)

(c) anak yang diabaikan (neglected children)


(d) anak yang ditolak (rejected children)

(e) anak yang kontroversial (controversial children)

• Sahabat

Fungsi Persahabatan (Gottman and Parker, 1987) ;

(a) pertemanan (companionship), memungkinkan anak-anak memiliki

seorang putra dan pasangan bermain yang dikenal, seseorang

bersedia meluangkan waktu bersama mereka dan bergabung dalam

aktivitas kerja sama.

(b) stimulasi (stimulation), memungkinkan anak-anak memperoleh

informasi yang menarik, menggairahkan, dan menghasilkan.

(c) dukungan fisik (physical support)

(d) dukungan ego (ego support)

(e) perbandingan sosial (social comparison)

(f) afeksi dan keakraban (affection and intimacy)


DAFTAR PUSTAKA

Santrock, J. W. 2011. Life-Span Development 1. Edition

13rd. New York: MC Graw-Hill. Terjemahan oleh

Benedictine Wisdyasinta. 2018. Life-Span Development:

Perkembangan Masa Hidup Jilid I. Edisi Ketigabelas.

Surabaya: Penerbit Erlangga

You might also like