You are on page 1of 24

MATA KULIAH DOSEN PENGAMPU

PENDIDIKAN IPS Drs. Gani Haryana.,M.Pd.,M.Si

PENGEMBANGAN KETERAMPILAN PARTISIPASI SOSIAL DALAM IPS

Disusun oleh kelompok 10

Uli Herlina Manalu 1705122925


Verend Sonya Sinaga 1705114711
Vivi Amelia Sagita 1705111290
Zita Barlian 1705114948

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS RIAU

2019

1
Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya sehingga
makalah berjudul “konsep Ilmu, Teknologi dan Masyarakat dalam IPS” dapat
tersusun hingga selesai. Selain itu, kami mengucapkan terimakasih kepada pihak-
pihak yang membantu dalam penyelesaiaan makalah.
Makalah ini berisi tentang kedudukan konsep Ilmu, Teknologi dan
Masyarakat dalam IPS. Dengan memahami tentang kedudukan konsep Ilmu,
Teknologi dan Masyarakat dalam IPS kita dapat mengatahui seberapa besar
kontribusi ITM dalam memecahkan permasalahan sosial dan implementasinya pada
era revolusi industri 4.0 dan masyarakat 5.0.
Semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan para pembaca dan
bermanfaat. Kami juga menyadari masih banyak kekurangan dari makalah ilmiah ini.
Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
para pembaca.

Pekanbaru, 27 November 2019

Penyusun

2
DAFTAR ISI

Kata pengantar ........................................................................................................2

Daftar Isi ..................................................................................................................3

Bab 1 Pendahuluan ..................................................................................................4

A. Latar Belakang ...............................................................................................4

B. Rumusan Masalah ......................................................................................... 5

C. Tujuan Penulisan ............................................................................................5


D. Manfaat ..........................................................................................................5

Bab 2 Isi ..................................................................................................................6

A. Pengembangan Kepekaan Sosial ...................................................................6

B. Pengembangan Partisipasi Sosial .................................................................13

Bab 3 Penutup .......................................................................................................22


A.Kesimpulan....................................................................................................22
B.Saran .............................................................................................................22
Daftar Pustaka .......................................................................................................23

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Istilah "kepekaan" (sensitivity) berasal dari kata peka (sensitive) yang berarti
mudah merasa atau mudah terangsang, atau suatu kondisi seseorang yang mudah
bereaksi terhadap suatu keadaan. Apabila dikaitkan dengan kondisi sosial
(kemasyarakatan) maka istilahnya menjadi kepekaan sosial (social sensitivy), ialah
kondisi seseorang yang mudah bereaksi terhadap masalah-masalah sosial atau
kemasyarakatan.

Jarolimek dan Parker (1993) mengemukakan sejumlah aktivitas dalam


pembelajaran IPS di kelas yang melibatkan siswa agar mereka memiliki kepekaan
sosial seperti melalui pendidikan seni, drama, musik, bahkan olah raga. Aktifitas
kelas yang melibatkan siswa ini pada gilirannya akan memberi kontribusi terhadap
pencapaian tujuan IPS antara lain: menarik perhatian siswa, mengembangkan
sejumlah kemampuan berpikir, memberikan arah dan tujuan belajar, membantu
menerapkan temuan hasil penelitian, melakukan sosialisasi program, memberikan
kesempatan berpikir, merencanakan kegiatan, berbagi rasa, bekerja dan menilai, serta
kemampuan lain yang dapat melatih kepekaan.

Belajar IPS tidak cukup hanya dalam bentuk hapalan atau hanya melatih daya
ingat sehingga ada kesan siswa disamakan dengan robot yang harus menuruti
keinginan dan perintah guru. Belajar IPS hendaknya dapat memberdayakan siswa
sehingga segala potensi dan kemampuannya, baik pengetahuan, sikap, maupun
keterampilan dapat berkembang. Semua kemampuannya ini dapat diwujudkan dalam
proses pembelajaran melaluı aktivitas pelatihan berpartisipasi dalarm kehidupan
kemasyarakatan. Jarolimek dan Parker (1993) mengemukakan bahwa ujian yang
sesungguhnya dalam belajar IPS terjadi ketika siswa berada di luar sekolah, yakni
hidup di masyarakat.

4
B. Rumusan Masalah

Dalam penulisan makalah ini terdapat beberapa rumusan masalah yang akan
kami bahas yaitu:

1. Bagaimana pengembangan kepekaan sosial dalam pendidikan IPS?


2. Bagaimana pengembangan partisipasi sosial dalam pendidikan IPS?

C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk menambah wawasan
penulis dan pembaca dalam bidang pembelajaran khususnya yaitu mengenai
pendidika IPS. Adapun rincian yang ingin di capai dalam pembahasan makalah
penulis adalah :
1. Mengetahui dan memahami bagaimana pengembangan kepekaan sosial dalam
pendidikan IPS.

2. Mengetahui dan memahami bagaimana pengembangan partisipasi sosial


dalam pendidikan IPS.
D. Manfaat

Agar mahasiswa sebagai calon pendidik dapat mengetahui dan memahami


bagaimana dimensi pengetahuan, nilai, dan keterampilan dan pendidikan IPS dan
mampu mengaplikasikannya dalam kehidupan maupun dalam proses pengajaran
peserta didik. Selain itu, setelah mahasiswa mampu memahami berbagai dimensi
diatas diharapkan mampu menjadi seorang yang dapat membawa perubahan dalam
dunia pendidikan dan pengajaran ke arah yang lebih baik.

5
BAB II
ISI

A. Pengembangan Kepekaan Sosial


Apa yang dimaksud dengan kepekaan sosial, bagaimana cara
mengembangkan kepekaan sosial, dan mengapa guru perlu mengembangkan
kepekaan sosial bagi siswanya? Sebenarnya, masalah kepekaan (sensitivity) ini bukan
hanya terbatas pada masalah sosial melainkan perlu dikembangkan pula pada
masalah-masalah lain seperti IPA, budaya, seni, dan masalah lain sehingga para siswa
pun akan punya rasa kepekaan pula terhadap bidang studi-bidang studi tersebut.
Dengan kata lain, setiap siswa seyogianya memiliki kepekaan dalam setiap aspek
kehidupan sehingga akan mengantarkan siswa itu sendiri menjadi manusia yang
dewasa sesuai dengan karakteristik yang ada dalam IPS.

Pembahasan materi berikut ini akan lebih membahas tentang penerapan


strategi pengembangan kepekaan sosial melalui pembelajaran IPS. Meskipun
demikian, bahasan teoritis akan lebih dahulu diuraikan agar dalam penerapannya
dapat dijakian bahan untuk memahami proses pengembangan strategi tersebut.

Secara harafiah, istilah "kepekaan" (sensitivity) berasal dari kata peka


(sensitive) yang berarti mudah merasa atau mudah terangsang, atau suatu kondisi
seseorang yang mudah bereaksi terhadap suatu keadaan. Apabila dikaitkan dengan
kondisi sosial (kemasyarakatan) maka istilahnya menjadi kepekaan sosial (social
sensitivy), ialah kondisi seseorang yang mudah bereaksi terhadap masalah-masalah
sosial atau kemasyarakatan. Terdapat sejumlah masalah kemasyarakatan yang
diharapkan akan menjadi bagian perhatian setiap siswa dan atau warga negara dan
masyarakat sehingga perlu dikembangkan sejak mereka berada di bangku sekolah.

Pengertian kepekaan sosial seperti diatas tampaknya ada kaitannya dengan


istilah kesadaran sosial(social awareness), ialah kemampuan siswa menjadi
paham(informed about), dan peka (sensitive) terhadap aspek-aspek politik, sosial dan
ekonomi di masyarakatnya. Campbell (1989) menganjurkan agar setiap guru dapat
6
mengembangkan kesadaran sosial untuk para siswanya sejak dini, yaitu pada tingkat
pendidikan dasar. Pengembangan dan pemeliharaan kesadaran sosial sangatlah
penting karena secara ekonomi pendidikan dirancang untuk mendukung
pembangunan masyarakat yang produktif. Sementara dari sudut pandang demokrasi,
sekolah sebagai salah satu agen perubahan hendaknya membantu para siswa untuk
berpartisipasi dengan cara memahami masyarakatnya, mengkritik dan memberi
kontribusi terhadap perubahan sosial. Namun demikian, tidak semua siswa peduli
dan memiliki kesadaran terhadap interaksi-diskusi kermasyarakatan dan politik.
Dalam konteks pendidikan di setiap sekolah, setiap guru perlu mendorong para
siswanya, melalui pengembangan strategi permbelajaran, agar menjadi siswa dan
warga masyarakat yang memiliki kepekaan sosial terlebih dalam era globalisasi dan
perubahan sosial yang begitu cepat.

Secara teoritis, kepekaan sosial dan kesadaran sosial akan terjadi pada
pengalaman individu pada masa lampau. Pengamalan belajar individu pada
hakekatnya adalah hasil dari interaksi antara pribadi individu dengan lingkungannya.
Bandura (1977) mengemukakan dalam teori belajar sosial "Social Learning Theories"
bahwa seseorang mengontrol lingkungan menggunakan pengalaman tindakannya
pada masa lalu. Perilaku seseorang tidaklah hanya ditentukan oleh lingkungan atau
otonomi individu semata. Menurut teori belajar sosial, misalnya, Bandura
menyatakan bahwa anak-anak akan mengubah perilakunya dalam setiap situasi
karena memerlukan suatu kebutuhan untuk melakukan sesuatu bila mereka
mempunyai keterampilan untuk berbuat sesuatu dan cukup motivasi untuk
melakukannya. Perubahan akan terjadi karena adanya kesadaran akibat dari tindakan
melakukan perubahan tersebut.

Dengan berdasarkan pada teori belajar sosial dari Bandura ini maka dapatkah
disimpulkan bahwa kesadaran sosial dapat dikembangkan, dipelajari atau
dibelajarkan kepada para siswa. Bagaimana cara mengembangkan kepekaan sosial
untuk mengantisipasi, mempersiapkan, dan sekaligus mengadakan perubahan sosial?
Sebagaimana telah dinyatakan diatas bahwa kepekaan sosial adalah kondisi seseorang
7
yang mudah merasa, terangsang dan bereaksi terhadap hal-hal kemasyarakatan. Agar
kondisi ini dapat terjadi pada siswa maka dalam proses pembelajaran perlu
diperkenalkan konsep-konsep, norma, prinsip, nilai atau masalah-masalah sosial yang
erat dengan kehidupan para siswa. Terdapat sejumlah masalah-masalah sosial yang
perlu ada pemecahan segera, seperti kemiskinan, kebodohan, pengangguran,
kejahatan, korupsi, kolusi, suap, pungli dan sebagainya.

Bagaimana caranya agar para siswa memiliki kepekaan terhadap maslah-


masalah tersebut sebagai persipaan untuk memasuki dunia kehidupan masyarakat
yang sebenarnya? Inilah pertanyaan yang perlu dan akan dibahas dalam kegiatan
belajar ini. Namun sebagai jawaban sementara dapatlah dinyatakan bahwa para siswa
perlu dibelajarkan dan dilatih kepekaannva sejak mereka berada di lembaga
persekolahan.

Asumsi dasar sesuai dengan teori belajar sosial dari Bandura (1977)
menyatakan bahwa perilaku individu yang berbeda-beda dapat dipelajari melalui
proses pengkondisian kelas, pengkondisian peran perilaku (simulasi) dan belajar
melalui pengamatan. Misalnya, seorang anak laki- laki berperilaku sebagai laki-laki
sedangkan anak perempuan berperilaku sebagai perempuan karena orang tuanya
menunjukkan perilaku seperti tersebut dan dapat pula mereka belajar dari pengamatan
melalui perilaku teman-temannya atau melihat siaran program TV. Singkatnya,
kepekaan dan kesadaran pun bukan hal yang tidak mungkin untuk dipelajari dan
dibelajarkan.

Bagaimana mengembangkan strategi keterampilan kepekaan sosial dilakukan dalam


proses pembelajaran?

Tentu Anda masih ingat bahwa kepekaan sosial itu tidak muncul dari
lingkungan semata atau dari individu secara otonom. Kepekaan sosial muncul karena
ada pengalaman individu dari waktu sebelumnya. Oleh karena itu, upaya yang dapat
dilakukan oleh guru adalah mengklarifikasi pengalaman tersebut dan
mengembangkannya di kelas melalui rekonstruksi dengan melibatkan siswa dalam
8
aktivitas sosial dan proses pembelajaran. Dengan kata lain, kepekaan sosial akan
dapat terjadi, apabila setiap guru dalam proses belajar-mengajar selalu melibatkan
semua siswa dalam aktivitas pembelajaran di kelas maupun diluar sekolah secara
terencana dan terprogram.

Jarolimek dan Parker (1993) mengemukakan sejumlah aktivitas dalam


pembelajaran IPS di kelas yang melibatkan siswa agar mereka memiliki kepekaan
sosial seperti melalui pendidikan seni, drama, musik, bahkan olah raga. Aktifitas
kelas yang melibatkan siswa ini pada gilirannya akan memberi kontribusi terhadap
pencapaian tujuan IPS antara lain: menarik perhatian siswa, mengembangkan
sejumlah kemampuan berpikir, memberikan arah dan tujuan belajar, membantu
menerapkan temuan hasil penelitian, melakukan sosialisasi program, memberikan
kesempatan berpikir, merencanakan kegiatan, berbagi rasa, bekerja dan menilai, serta
kemampuan lain yang dapat melatih kepekaan .

Pada hakikatnya setiap anak menyukai benda mainan atau benda model suatu
baugunan. Misalnya, banyak anak ketika bermain di pantai, membuat rumah-rumahan
atau istana; mereka membuat model pesawat, perahu, mobil, dan benda idola lainnya.
Aktivitas yang melibatkan aspek sensor motorik seperti ini sangat mendukung dalam
mengembangkan kreativitas anak-anak. Aktivitas ini memberi kesempatan yang luas
untuk berkreasi, berpikir, berbuat sesuai dengan keinginannya dan bekerja
menggunakan alat yang ada. Model aktivitas seperti ini akan lebih berhasil guna
apabila di lakukan dalam proses pembelajaran secara terprogram dan terencana,
khususnya di dalam kelas IPS.

Ada sejumlah kriteria yang dapat menjadi masukan dan pertimbangan guru
IPS dalam memilih aktivitas untuk pembelajaran di kelas, antara lain. kegiatan itu
hendaknya: (i) bermanfaat untuk mencapai tujuan IPS: (2) dapat mengungkap,
memperkaya, dan memperluas wawasan dan arti konsep penting; (3) menuntut siswa
berpikir dan merencanakan sesuatu secara saksama; (4) sesuai dengan kemampuan
siswa; (5) waktu dan tenaga yang dihabiskan dapat diimbangi oleh hasil belajar yang

9
diperoleh; dan (6) bahan-bahan yang diperlukan tersedia. Berdasarkan kriteria ini,
guru dan siswa dapat merundingkan kegiatan apa yang akan dilakukan di dalam kelas
IPS tersebut.

Untuk memperoleh hasil dari aktivitas yang memiliki kriteria di atas, ada
sejumlah langkah yang hendaknya dilakukan bersama-sama antara guru dan siswa,
seperti: (1) membahas tujuan kegiatan termasuk alasannya sehingga semua siswa
memahami betul apa yang akan dicapai; (2) merencanakan metode atau langkah-
langkah kegiatan; (3) merencanakan cara kerja termasuk tata tertib selama bekerja
yang harus dipatuhi; dan (4) menyediakan waktu yang cukup untuk membuat rencana
pembelajaran, tugas yang akan dilakukan siswa, dan model penilaian. Dengan adanya
aturan yang disepakati bersama, maka setiap siswa akan merasa terlibat dalam
penyelenggaraan kegiatan, bertanggung jawab dan menjaga serta menghormati aturan
tersebut. Hal ini penting agar kegiatan dapat dilakukan secara tertib dan tujuan dapat
tercapai sesuai target yang telah dítetapkan.

Bagaimana musik dapat meningkatkan kepekaan sosial bagi para siswa?

Menurut ahli Social Studies, Jarolimek dan Parker (1993), kegiatan musik
memberikan kontribusi yang cukup penting bagi pembelajaran IPS. Melalui bahasa
musik yang bersifat universal, siswa dapat memperluas komunikasi dengan orang-
orang yang berlainan ras dan budaya dari bangsa lain, baik pada masa lampau
maupun masa kini bermacam jenis nyanyian dan musik ada hubungannya dengan
sejarah perjuangan dan budaya bangsa kita. Seperti apa jenis musik dan nyanyian
berkaitan dengan kondisi masyarakat yang ada pada masa itu. Misalnya, lagu "Halo-
Halo Bandung" terkesan mengandung semangat yang membara karena diciptakan
untuk melukiskan dan membangkitkan semangat masyarakat Bandung pada saat itu.
Ekspresi musik merupakan pengalaman emosional dari rasa seseorang sehingga
musik dapat memberikan inspirasi bagi semangat patriotisme, cinta tanah air,
loyalitas, dan kesetiaan kepada bangsa dan negara. Oleh karena itu, pemerintah kita
seringkali menggunakan musik dan nyanyian dalam membangun semangat solidaritas

10
sehagai bangsa. Demikian pula, guru IPS dapat memanfaatkan musik dalam proses
pembelajarannya sebagai media untuk membangkitkan kepekaan siswa. Hal ini dapat
dilakukan melalui beberapa proser seperti menyanyikan lagu, mengekspresikan irama
dalam lagu tersebut, mendengarkan musik dan nyanyian, dan menciptakan lagu
dengan alat musik. Melalui cara demikian, para siswa akan semakin peka dalam
menghadapi masalah- masalah sosial.

Pemanfaatan musik dan nyanyian dalam proses pembelajaran di kelas selama


ini, pada umumnya dilakukan melalui mata pelajaran seni suara dan atau musik.
Masih sangat langka mata pelajaran lain memanfaatkan nyanyian dan musik sebagai
media dalam permbelajarannya. Padahal, nyanyian dan musik merupakan media yang
sangat ampuh untuk melatih kepekaan siswa terhadap masalah-masalah sosial yang
ada di sekelilingnya. Jarolimek dan Parker (1993), mengemukakan bahan
pembelajaran IPS yang cukup efektif dalam mengungkap dan atau melatih perasaan
siswa meliputi: nyanyian, ekspresi yang berirama (membaca puisi, sajak), dan
mendengarkan musik atau mengapresiasi.

Pertama, dalam memanfaatkan lagu atau nyanyian dalam pembelajaran, guru


IPS sudah selayakınya berusaha mencari jenis nyanyian yang dapat melatih kepekaan
siswa terhadap apa yang telah dilakukan oleh para pahlawan ketika merebut dan
mempertahankan kemerdekaan Negara RI. Nampaknya, tidaklah cukup mengajarkan
sejarah perjuangan itu hanya dengan ceramah. Lagu-lagu perjuangan perlu
dinyanyikan sehingga guru perlu memilih lagu yang relevan dengan materi atau
peristiwa sejarah tersebut. Tentu saja guru IPS perlu pula menghayati setiap lagu-lagu
perjuangan, misalnya lagu "Sepasang Mata Bola", lagu "Syukur", lagu "Maju Tak
Gentar", dan lain-lain. Kapan dan dalam suasana apa lagu-lagu tersebut
disenandungkan? Nyanyian merupakan suatu pengalaman yang dapat memperluas
apresiasi siswa di mana pun. Oleh karena itu, apabila guru sedang membahas tentang
kehidupan suatu masyarakat di suatu daerah (Sulawesi Selatan, misalnya) maka guru
mengajak siswa untuk menyanyikan lagu yang berasal dari daerah tersebut (lagu

11
"Angin Mamiri", misalnya). Dengan demikian, siswa akan lebih banyak kesempatan
untuk belajar tentag budaya melalui nyanyian.

Kedua, pengungkapan perasaan secara berirama atau dengan gerak tarian.


Dengan cara ini guru IPS berusaha untuk menghilangkan rasa ketegangan siswa
karena kehidupan kelas yang terlalu formal, kaku, dan mungkin tidak ramah. Para
siswa diberi kesempatan untuk mengungkapkan perasaan, unek-unek, atau
keinginannya dengan cara menampilkan karyanya berupa puisi yang langsung
dibacakan di depan kelas. Mereka diberi kebebasan untuk berekspresi bahkan bila
memungkinkan dengan menarikan tarian daerahnya.

Ketiga, mendengarkan musik dan nyanyian atau mengapresiasi merupakan


peran siswa sebagai konsumen. Peran ini tetap penting karena akan melatih perasaan
siswa sendiri. Bimbo pernalh menyatakan bahwa sejak kecil, anak-anak perlu
diperkenalkan dengan seni agar perasaan atau emosinya dapat tumbuh dan terlatih.
Mendengarkan musik merupakan pengalaman imajinatif dari anak. Guru dapat
membantu mereka dalam mempelajari jiwa musik dan nyanyian. Bagaimana
keterkaitan antara jenis musik dan nyanyian dengan budaya dan kondisi masvarakat
di mana musik itu ada atau diciptakan

Selain melalui nyanyian, musik, dan sekaligus mendengarkan atau


mengapresiasi, ada cara lain melatih kepekaan sosial para siswa, ialah melalui seni
lukis. Cara demikian, secara luas dilakukan oleh beberapa guru IPS di sekolah sesuai
dengan topik yang sedang dibahas oleh guru bersama siswa. Atau ketika para siswa
diajak belajar ke luar kelas, seperti mengadakan perjalanan ke tempat pertanian,
pelabuhan udara, kebun binatang. kantor pos, pegunungan, dan tempat lainnya yang
memberikan inspirasi untuk menuangkan perasaannya pada kanvas. Misalnya, siswa
dapat melukiskan kondisi lingkungan hidup yang telah tercemar oleh polusi.
Selanjutnya, ia lukis dan pajang di kelas atau di laboratorium IPS yang ada di
sekolah.

12
Dengan perantaraan media cat dan kanvas, para siswa mungkin dapat
membuat simbol dari pengalamannya, mengungkapkan buah pemikiran, atau
mengkomunikasikan perasaan yang tidak dapat disampaikan melalui bahasa lisan.
Bagi anak yang berada di tingkat pendidikan dasar, gambar atau lukisan dapat
mengungkapkan cerita secara lengkap sesuai dengan pengetahuan yang ada pada
anak tersebut:

Ada dua bentuk ungkapan perasaan yang digunakan dalam IPS, yakni bersifat
pribadi dan fungsional. Ungkapan yang bersifat pribadi adalah bentuk ungkapan yang
berupa ide dan memberikan kepuasan pribadi. Karya seni ini tidak dinilai dalam
bentuk hasil melainkan bentuk kepuasan dari pengalaman yang diperoleh oleh siswa.
Sedangkan yang kedua, ungkapan yang bersifat fungsional, merupakan bentuk
pengungkapan perasaan yang menekankan pula pada aspek hasil sebagai akibat dari
proses aktivitas.

B. Pengembangan Partisipasi Sosial


Pada uraian di atas, Anda telah mengenal, memahami, dan mempunyai
pengalaman dalam mempelajari dan mengembangkan konsep kepekaan sosial untuk
para siswa. Berikut ini akan dibahas bagaimana pengembangan dari konsep-konsep di
atas diwujudkan dalam kegiatan yang lebih realistis, yakni dalam bentuk partisipasi
sosial. Hal ini sejalan dengan tujuan IPS bahwa aspek yang cukup penting dan perlu
diterapkan kepada siswa adalah bagaimana agar mereka, para siswa, dapat
berpartisipasi secara aktif dalam kegiatan-kegiatan sosial.

Belajar IPS tidak cukup hanya dalam bentuk hapalan atau hanya melatih daya
ingat sehingga ada kesan siswa disamakan dengan robot yang harus menuruti
keinginan dan perintah guru. Belajar IPS hendaknya dapat memberdayakan siswa
sehingga segala potensi dan kemampuannya, baik pengetahuan, sikap, maupun
keterampilan dapat berkembang. Semua kemampuannya ini dapat diwujudkan dalam
proses pembelajaran melaluı aktivitas pelatihan berpartisipasi dalarm kehidupan
kemasyarakatan. Jarolimek dan Parker (1993) mengemukakan bahwa ujian yang

13
sesungguhnya dalam belajar IPS terjadi ketika siswa berada di luar sekolah, yakni
hidup di masyarakat. Apabila sekolah memberikan wawasan baru kepada siswa,
meningkatkan keterampilan, atau kesadaran dan kepekaan yang tinggi tentang
masalah-masalah kemasyarakatan, maka sejak dalam proses pembelajaran di sekolah,
para siswa perlu diperkenalkan bagaimana berperilaku di luar sekolah, baik sebagai
anak-anak maupun sebagai orang dewasa. Dengan kata lain, tujuan IPS hendaknya
diuji dengan cara peserta didik menerapkan konsep yang diperoleh di kelas untuk
dipraktikkan dalam realitas kehidupan di masyarakat.

Agar dapat aktif dalam kegiatan kemasyarakatan, para sistwa tidak berarti
harus serba tahu semua isu-isu atau persoalan kemasyarakatan. Namun, apa yang
perlu dilakukan oleh siswa, paling tidak adalah dapat atau sebaiknya terlibat dalam
setiap kegiatan untuk menjembatani kesenjangan antara apa yang dipelajari di
sekolah dengan dunia nyata tempat para siswa itu berada. Mereka hendaknya dapat
mempraktikkan keterampilan dan menerapkan pengetahuannya serta mempersiapkan
mereka agar menjadi orang yang cerdas dan bertindak secara bertanggung jawab
dalam urusan kemasyarakatan di mana mereka berada dan menjadi bagian dari
kehidupan masyarakat.

Model pembelajaran partisipasi sosial sangat dianjurkan untuk diterapkan oleh


guru IPS, khususnya dalam mengajarkan konsep yang memerlukan keterampilan.
Selain itu, konsep yang diajarkan di kelas memiliki banyak kegunaan praktis bagi
siswa. Meskipun demikian, pembelajaran partisipasi ini hendaknya didukung oleh
guru yang memiliki mobilitas yang cukup tinggi dalam kancah realita kehidupan atau
memiliki relasi dengan masyarakat atau orang tua siswa. Dengan kata lain, sekolah
akan menjadi media dalam membantu komunikasi antara siswa dengan pihak
masyarakat.

Untuk menjawab mengapa perlu mengembangkan proses pembelajaran


partisipasi sosial, terlebih dahulu perlu ada perubahan terhadap pendapat yang
menyatakan bahwa "sekolah hanyalah bertugas sebagai lembaga yang

14
mempersiapkan para siswa agar menjadi warga negara yang baik dan berguna."
Pendapat ini mengandung kekeliruan karena ada konotasi bahwa siswa bukanlah
warga negara. Padahal pada kenyataannya, siswa juga adalah warga negara yang
memiliki tanggung jawab moral, mempunyai hak dan kewajiban, mempunyai
kedudukan yang sama di depan hukum untuk berpartisipasi sesuai dengan
kemampuan dan statusnya. Oleh karena itu, sekolah hendaknya dapat melakukan
pembinaan dan melatih siswanya menjadi warga negara yang baik. Warga negara
atau warga masyarakat bukan hanya terdiri atas orang-orang dewasa semata. Para
remaja dan pemuda merupakan bagian yang cukup penting sebagai anggota
masyarakat atau warga negara. Mereka adalah harapan masa depan bahkan yang akan
menggantikan orang dewasa. Akan seperti apa nasib bangsa di masa depan banyak
ditentukan oleh kondisi, kemampuan, aktivitas, dan partisipasi mereka saat ini. Oleh
karena itu, sejak saat ini mereka perlu diikutsertakan dalam kegiatan kemasyarakatan
sesuai dengan kedudukan dan fungsinya.

Kosasih Djahiri (1979) mengemukakan bahwa anak muda perlu turut serta
dalam realita kehidupan bukan hanya sebagai penonton melainkan langsung sebagai
pelaku. Namun sebelum dan selama dalam proses partisipasi tersebut, para remaja
perlu dibina, dijembatani, dan dibimbing sehingga tidak akan terjadi suatu gap
(kesenjangan) yang terlalu lebar antara generasi baru dan lama.

Lebih lanjut, Kosasih Djahiri (1979) mengemukakan beberapa keuntungan dan hal-
hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan kegiatan partisipasi sosial, sebagai
berikut:

 bahwa kegiatan kemasyarakatan yang melibatkan siswa memiliki kegunaan


timbal balik, baik bagi siswa maupun bagi masyarakat setempat;
 bahwa kegiatan tersebut akan mendapat bantuan atau dukungan pihak lain
sepanjang kegiatan itu bersifat positif;
 bahwa kegiatan tersebut akan merangsang, membantu, dan mengembangkan
intelektual, etika, dan moral siswa;

15
 bahwa kegiatan partisipasi sosial akan membentuk siswa memiliki
kematangan dan kemampuan untuk bekerja di masyarakat;
 agar kegiatan tersebut berhasil guna maka program pembelajaran hendaknya
disusun secara sistematis dan terorganisir sehingga sesuai dengan tingkat
pengetahuan, kemampuan, dan perkembangan siswa.

Agar pembelajaran partisipasi sosial dapat berjalan dengan baik maka perlu disusun
program dengan langkah-langkah sebagai berikut:

Langkah-Langkah Kegiatan Partisipasi Sosial

Langkah-langkah kegiatan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

16
 Penetapan tujuan pembelajaran dilakukan oleh guru berdasarkan SK/KD dan
memadukannya dengan keadaan riil dan kondisi siswa serta lingkungannya.
 Setelah merumuskan tujuan, maka kegiatan selanjutnya guru melakukan
pembelajaran atau menyampaikan isi pelajaran yang meliputi konsep atau
pengetahuan, sikap dan nilai.
 Pada tahap penentuan pilihan topik atau masalah ini, proses perumusan
masalah dapat dilakukan oleh guru atau bersama- sama antara guru dan siswa
maupurn oleh siswa secara kelompok menurut minatnya masing-nasing.
Dianjurkan apabila masalah itu dirumuskan oleh siswa sebaiknya dilakukan
secara kelompok.
 Penyusunan skenario dilakukan oleh guru atau oleh siswa dengan bantuan
guru. Pembahasan tentang bagaimana skenario itu dilakukan langkah demi
langkah dibicarakan secara bersama- sama
 Diskusi kelas dilakukan untuk membahas rancangan proyek seuap kelompok.
Pada saat ini setiap siswa mempuryai kebebasan untuk menyampaikan
pendapat dan argumen ketika menanggapi setiap proyek termasuk skenario
untuk penyempurnaan. Peran guru pada tahap ini adalah mengarahkan dan
memberi penjelasan terhadap pertanyaan siswa.
 Pada saat latihan atau tahap persiapan untuk partisipasi, setiap pimpinan
kelompok dan anggota masing-masing melatih peranannya serta melakukan
persiapan seperlunya. Peran guru pada tahap ini adalah melakukan
pengarahan, bantuan dan bimbingan dalam proses simulasi.
 Pada saat kegiatan atau pelaksanaan proyek partisipasi, siswa melakukan
kegiatannya sedangkan guru tetap melakukan pembinaan, memberi bantuan,
dan mendorong para siswa.
 Setelah selesai melakukan kegiatan, partisipasi, setiap siswa secara individual
atau secara kelompok membuat laporan pengalamannya secara tertulis. Untuk
mempermudah siswa membuat laporan, maka guru membantu membuat
kerangka umum (sistenatika) laporan.

17
 Setelah para siswa membuat laporan, maka selanjutnya laporan itu dibawa ke
kelas untuk didiskusikan. Setiap siswa atau mclalui ketua kelompoknya
melaporkan pengalamannya dan siswa lain memanfaatkan, menanggapi dan
mengomentari isi laporan tersebut. Peran guru adalah melakukan pembinaan
dan membantu memberikan sumbangan pemikiran dan informasi apabila
terjadi suatu kemacetan pembicaraan.
 Pada tahap akhir kegiatan, guru dan atau bersama siswa membuat kesimpulan
serta rekomendasi yang akan menjadi masukan bagi sekolah, masyarakat atau
pihak pemerintah (pengambil kebijakan).

Dari semua pernikiran di atas, tampak bahwa belajar dalam IPS tidak cukup
hanya dengan cara menekuni buku dan tinggal di dalam kelas. Belajar IPS
memerlukan tindakan nyata (real action) baik ketika menerapkan teori ataupun dalam
rangka melakukan percobaan di masyarakat. Partisipasi di masyarakat secara
langsung akan menghasilkan pengalaman yang sangat berharga, khususnya bagi
calon guru yang perlu menelaah dan mendalami tentang kaiakteristik kehidupan
masyarakat tempat mereka bekerja.

Dari model pembelajaran di atas, dapat disimpulkan bahwa seorang siswa yang
turut serta berpartisipasi sebagai warga negara dituntut menggunakan segala
kemampuannya: pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang dipelajari di sekolah, di
kelas IPS, di masyarakat, di keluarga sebagai dasar untuk partisipasi. Mengaitkan
kelas dengan masyarakat memberikan banyak kesempatan kepada siswa untuk
mempelajari kemampuan dasar dalam berpartisipasi. Welton dan Mallan (1988)
menyarankan bahwa untuk belajar berpartisipasi di dalam masyarakat, maka para
siswa dalam kelas IPS perlu dibelajarkan sejumlah keterampilan sebagai berikut:

 Bekerja dalam kelompok secara efektif, meliputi belajar mengorganisir,


merencanakan, mengambil keputusan, dan mengambil tindakan.
 Membentuk koalisi kepentingan dengan kelompok lain.
 Melakukan ajakan, berkompromi dan melakukan bargaining.

18
 Bersikap sabar dan tekun dalam bekerja untuk mencapai tujuan:
 Berusaha memperbanyak pengalaman dalam situasi budaya yang berbeda-
beda.

Bagaimana bentuk kegiatan partisipasi sosial yang dapat dibelajarkan dalam


IPS?. Kosasih Djahiri (1979) mengemukakan sejumlah bentuk kegiatan
kemasyarakatan antara lain sebagai berikut: (1) kegiatan sosial politik, (2) proyek
kermasyarakatan, (3) proyek sosial (sukarelawan), (4) studi kemasyarakatan, (5)
permagangan, dan (6) program model. Bentuk kegiatan manakah yang akan
diterapkan oleh guru, tentu saja harus sejalan dengan kondisi siswa dan masyarakat
setempat. Guru dapat memilih dan menyesuaikan kegiatan tersebut sesuai dengan
karakteristik siswa.

Partisipasi siswa dalam kegiatan sosial politik bukan berarti bahwa para siswa
harus diterjunkan dalam kegiatan partai politik atau kegiatan pemerintahan dan
kenegaraan. Partisipasi siswa ini berarti siswa diterjurkan dalam kancah kehidupan
nyata di masyarakat baik di bidang sosial budaya, ekonomi dan politik untuk turut
memengaruhi dan mengarahkan masyarakat agar menjadi warga negara yang baik
dan bertanggung jawab. Mereka dapat berpartisipasi dalam membantu pemerintah
berkampanye menyukseskan pembangunan, keluarga berencana, membantu
masyarakat korban banjir, bencana alam, mencegah polusi, membantu di bidang
kemanusiaan seperti PMR, P3K polisi sekolah, dan sebagainya. Agar siswa dapat
berperan aktif di masyarakat maka mereka perlu dibekali pengetahuan, sikap dan
keterampilan tentang bidang-bidang tersebut termasuk pengetahuan dan keterampilan
dalam teknik berkomunikasi sosial.

Kegiatan siswa dalam proyek kemasyarakatan adalah partisipasi siswa secara


sukarela dalarm proyek yang sedang digarap oleh masyarakat. Kegiatan dalarn rangka
pembelajaran ini hendaknya dirancang terlebih dahulu oleh guru bersama masyaraka:.
Oleh karena itu, antara sekolah dan masyarakat perlu dijalin hubungau yang erat.
Bentuk kegiatannya dapat yang bersifat insidental seperti pertolongan korban banjir,

19
kebakaran, gempa bumi, peristiwa kecelakaan lalu lintas, kerja bakti kebersihan
lingkungan, dan sebagainya.

Partisipasi siswa dalam proyek sosial (relawan) lebih diarahkan pada


partisispasi siswa dalam usaha pelayanan sosial, seperti PMI, jawatan sosial, panti
asuhan, perawatan orang tua (jompo), yatim piatu dan lain- lain. Tujuan partisipasi
dalam bidang ini di samping penerapan ilmu/ teori, juga memberi kesempatan kepada
siswa untuk langsung mengalami praktik hidup saling menolong atau membantu serta
menghayati dan merasakan apa yang sedang diderita oleh orang lain (tenggang rasa).
Sehingga para siswa pun secara otomatis akan memiliki empati. Peran guru dalam
kegiatan ini adalah bekerja sama dengan sekolah dan masyarakat dalam
mempersiapkan lokasi serta waktu dan tempat bagi siswa melaksanakan proyek.

Partisipasi siswa dalam studi kemasyarakatan adalah kegiatan siswa dalam


mempraktikkan keterampilan sosial yang telah dipelajari di dalam kelas IPS.
Misalnya, bagaimana metode inkuiri dapat diaplikasikan di masyarakat langkah demi
langkah dari mulai mengidentifikasi dan merumuskan masalah sampai merumuskan
kesimpulan. Melalui kegiatan ini, para siswa diajak untuk mengenal masalah-masalah
sosial dan mencoba memecahkannya masalah tersebut melalui pola berpikir ilmiah.

Kegiatan magang sebagai proses pembelajaran dengan partisipasi sosial


hendaknya dilakukan oleh siswa yang berada pada jenjang yang berada pada jenjang
yang lebih tinggi, misalnya SD kelas 6 atau SLTP kelas 3 atau siswa SMU. Hal ini
perlu menjadi perhatian karena magang memerlukan kesiapan siswa, baik dalam
pengetahuan maupun keterampian. Misalnya, pada saat liburan, siswa ikut beke:ja
hersama petani ikan dalam memelihara ternak ikannya. Mereka ikut membantu
pekerjaan tersebut dengan aktif hingga pada akhir kegiatan, siswa menjadi terampil
memelihara ikan. Untuk terlaksananya proses ini, tentu saja peran guru lebih banyak
pada tahap persiapan, khususnya melakukan kerja sama dalam menentukan lokasi
maupun waktu serta berbagai prosedur lain yang bersifat teknis.

20
Partisipasi siswa melalui program model berarti siswa dihadapkan pada
model-model yang telah ada untuk ditelaah atau melakukan studi lebih lanjut. Dalam
hal ini model diartikan suatu yang dapat memberikan gambaran atau visualisasi dari
sesuatu. skema, gambar, bentuk lain yang mewakili benda yang sebenarnya. Dalam
kegiatan pembelajaran ini, misalnya, siswa dibawa atau ditempatkan di dalam
lingkungan desa teladan atau desa binaan atau percontohan. Selanjutnya, siswa
diminta agar membuat disain tentang model desa yang telah dikunjunginya secara
berkelompok. Bentuk tugasnya dapat ditentukan oleh guru, apakah dalam bentuk
gambar atau karangan.

Semua kegiatan di atas adalah kegiatan partisipasi siswa dalam masyarakat


yang sesungguhnya. Kegiatan tersebut tentu saja dapat diterapkan atau dicobakan
oleh guru setelah disesuaikan dengan waktu dan kondisi siswa serta kurikulum
sekolah. Pelaksanaannya tentu saja tidak perlu setiap minggu atau setiap pertemuan,
melainkan menurut kepentingan siswa dengan tujuan memberi pengalaman langsung
kepada siswa dan membelajarkan siswa hidup bermasyarakat.

Sebagai persiapan ke arah partisipasi sosial yang sesungguhnya atau apabila


kondisinya tidak memungkinkan maka kegiatan partisipasi sosial dapat dilakukan
melalui simulasi dan permainan (games). Permainan dalam arti tahap persiapan untuk
partisipasi sosial sesungguhnya merupakan proses pembelajaran atau kegiatan di
mana siswa belajar mengenal aturan, berkompetisi, dan sekaligus menjadi pemain
yang mungkia pada suatu saat akan menjadi pihak yang menang atau pihak yang
kalah. Setiap siswa harus belajar dan merasakan sendiri sebagai pihak yang menang
dan pihak yang kalah. Mereka pun harus sampai memahami dan menyadari bahwa
dalam suatu permainan pasti harus ada yang kalah dan menang. Sedangkan simulasi
memberikan ilusi tentang realiias, namun menghindari unsui-unsur yang akan
membahayakan bagi peserta. Misalnya, orang yang melakukan simulasi dalam latihan
menerbangkan pesawat (sebagai pilot) atau latihan menyetir mobil, kesalahan tidak
akan mengakibatkan pesawat jatuh atau mobilnya tabrakan. Demikian pula, simulasi

21
dalam pembelajaran, kesalahan dalam mengambil keputusan tidak akan
mengakibatkan malapetaka bagi masyarakat.

Keuntungan simulasi dan permainan dalam pembelajaran permah dikemukakan


oleh Jarolimek dan Parker (1993) sebagai berikut:

 Simulasi dan permainan memberikan motivasi kepada siswa untuk belajar.


Mereka lebih senang berpartisipasi dalam kegiatan tanpa harus dipaksa oleh
guru.
 Simulasi dan permainan telah digunakan dengan berhasil dalam
permbelajaran di luar kelas. Keberhasilan ini pernah dicapai dalam kegiatan
militer, bisnis dan industri. Demikian pula dalam kedokteran, hukum, ilmu
politik, managemen. Karena telah berhasil di luar kelas atau sekolah maka
simulasi dan permainan memungkinkan berhasil dalam proses pembelajaran
di sekolah.

BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Secara harafiah, istilah "kepekaan" (sensitivity) berasal dari kata peka
(sensitive) yang berarti mudah merasa atau mudah terangsang, atau suatu kondisi
seseorang yang mudah bereaksi terhadap suatu keadaan. Apabila dikaitkan dengan

22
kondisi sosial (kemasyarakatan) maka istilahnya menjadi kepekaan sosial (social
sensitivy), ialah kondisi seseorang yang mudah bereaksi terhadap masalah-masalah
sosial atau kemasyarakatan.
Pengamalan belajar individu pada hakekatnya adalah hasil dari interaksi
antara pribadi individu dengan lingkungannya. Bandura (1977) mengemukakan
dalam teori belajar sosial "Social Learning Theories" bahwa seseorang mengontrol
lingkungan menggunakan pengalaman tindakannya pada masa lalu. Perilaku
seseorang tidaklah hanya ditentukan oleh lingkungan atau otonomi individu semata.
Jarolimek dan Parker (1993) mengemukakan bahwa ujian yang sesungguhnya
dalam belajar IPS terjadi ketika siswa berada di luar sekolah, yakni hidup di
masyarakat. Apabila sekolah memberikan wawasan baru kepada siswa, meningkatkan
keterampilan, atau kesadaran dan kepekaan yang tinggi tentang masalah-masalah
kemasyarakatan, maka sejak dalam proses pembelajaran di sekolah, para siswa perlu
diperkenalkan bagaimana berperilaku di luar sekolah, baik sebagai anak-anak
maupun sebagai orang dewasa.

3.2 Saran

Sebagai Penulis, kami merasa masih banyak kekurangan dalam pembuatan


makalah ini, maka dari itu kritik dan saran yang konstruktif (membangun) dari
pembaca sangat kami harapkan agar penyusunan makalah ini bisa mencapai
kesempurnaan baik dari segi penulisan maupun isinya.

23
DAFTAR PUSTAKA

Prof. Dr. Sapriya, M.Ed. (2017). Pendidikan IPS Konsep dan Pembelajaran.
Bandung. PT Remaja Rosdakarya.

24

You might also like