You are on page 1of 18

1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Prevalensi Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih sangat tinggi
bahkan tertinggi di antara negara-negara Association of South East Asian Nation
(ASEAN). Untuk mencapai sasaran Millenium Development Goals (MDGs )pada
tahun 2015, antara lain mengenai AKI sebesar 102 per 100.000 kelahiran hidup
(KH) dan AKB menjadi 23 per 1.000 KH, perlu upaya percepatan yang lebih
besar dan kerja keras karena kondisi saat ini, AKI 307 per 100.000 KH dan AKB
34 per 1.000 KH. (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010).
Diperkirakan 60% kematian ibu akibat kehamilan terjadi setelah persalinan, dan
50% kematian masa nifas terjadi dalam 24 jam pertama. Bidan dituntut untuk
melakukan asuhan kabidanan yang dapat mendeteksi dini komplikasi pada ibu
nifas (Suherni dkk, 2009).
Kematian maternal akibat perdarahan post partum primer sekitar 4 kali lipat
perdarahan antepartum. Faktor penyebabnya antara lain adalah kejadian post
partum primer mendadak dan terjadi kehilangan darah dalam waktu yang sangat
singkat dan dalam jumlah yang banyak sehingga sulit mendapatkan pertolongan
yang adekuat, karena kejadianya mendadak, maka menimbulkan kesulitan untuk
melakukan rujukan dan mendapatkan tranfusi dalam jumlah yang cukup.
Komplikasi yang harus diperhitungkan adalah syok hipovolemik, mudah terjadi
infeksi, trauma jalan lahir, dan sindroma Sheehan.
Faktor-faktor yang berhubungan dengan perdarahan postpartum yaitu umur,
jumlah paritas, jarak antar kelahiran, riwayat persalinan sebelumnya, lama partus,
lama lepasnya plasenta, anemia, pengetahuan dan faktor fasilitas pelayanan
kesehatan (Manuaba, 2012). Pelayanan kebidanan mulai hamil hingga melahirkan
harus ditingkatkan untuk deteksi dini adanya kelainan sehingga dapat mengambil
langkah cepat dalam tindakan kegawatdaruratan.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana asuhan kebidanan kegawatdaruratan masa nifas dengan HPP?
2

1.3 Tujuan Penulisan


Untuk mengetahui asuhan kebidanan kegawatdaruratan masa nifas dengan HPP.
1.4 Sistematika Penulisan
Penulisan Asuhan Kebidanan ini menggunakan teknik 4 langkah yaitu : data
subjektif, obyektif, analisa data dan planning. Hasil asuhan segera dicatat dan
dikomunikasikan pada klien dan/atau keluarga. Hasil asuhan harus ditindaklanjuti
sesuai dengan kondisi klien/pasien (Kemenkes RI, 2011).

1
3

BAB 2
TINJUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar HPP


2.1.1 Pengertian
Perdarahan postpartum adalah perdarahan pervaginam 500 cc atau lebih
setelah kala III selesai (setelah plasenta lahir) (Saifudin, 2014). Perdarahan
postpartum ada kalanya merupakan perdarahan yang hebat dan menakutkan
sehingga dalam waktu singkat wanita jatuh ke dalam syok, ataupun merupakan
perdarahan yang menetes perlahan-lahan tetapi terus menerus dan ini juga
berbahaya karena akhirnya jumlah perdarahan menjadi banyak yang
mengakibatkan wanita menjadi lemas dan juga jatuh dalam syok (Saifuddin,
2014).
2.1.2 Klasifikasi
Menurut Mochtar (2015), klasifikasi perdarahan post partum atau HPP
dibagi menjadi 2, yaitu:
1. Haemorogi Post Partum Primer/ Early Post Partum hemmorrhage/Post
Partum Dini
Perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama setelah kelahiran
2. Haemorogi Post Partum Secunder/ Late Post Partum hemmorrhage
Perdarahan yang terjadi setelah 24 jam pertama kelahiran
2.1.3 Etiologi
Penyebab perdarahan post partum atau HPP menurut Winkjosastro (2014),
antara lain:
1. Atonia uteri
Pada atonia uteri tidak mengadakan kontraksi dengan baik, dan ini merupakan
sebab dari perdarahan post partum. Uterus yang sangat teregang (hidramnion,
kehamilan ganda atau kehamilan dengan janin besar), partus lama dan
pemberian markosis merupakan predispsosisi untuk terjadinya atonia uteri.

2
4

2. Laserasi jalan lahir


Perlukaan serviks, vagina dan perineum dapat menimbulkan perdarahan yang
banyak bila tidak direparasi dengan segera.
3. Hematoma
Hematoma yang biasanya tidak pada daerah-daerah yang mengalami
laserasi/pada daerah jahitan perineum.
4. Lain-lain
a. Sisa plasenta atau selaput janin yang menghalangi kontraksi uterus,
sehingga masih ada pembuluh darah yang terbuka.
b. Ruptura uteri, robekan dinding rahim akibat dilampauinya daya regang
miometrium.
c. Inversio uteri, uterus berputar balik, sehingga uteri terdapat dalam vagina
dengan selaput lendirnya sebelah luar.
2.1.4 Faktor Risiko
Faktor risiko HPP dapat ada saat sebelum kehamilan, saat kehamilan dan
saat persalinan. Faktor risiko sebelum kehamilan meliputi usia, indeks massa
tubuh dan riwayat perdarahan post partum. Faktor risiko selama kehamilan
meliputi usia, indeks massa tubuh, riwayat perdarahan postpartum, kehamilan
ganda, plasenta previa, preeklampsia dan penggunaan antibiotik. Sedangkan untuk
faktor risiko saat persalinan meliputi plasenta previa anterior, plasenta previa
mayor, peningkatan suhu tubuh >37⁰, korioamnionitis dan retensio plasenta
(Manuaba, 2012). Perdarahan postpartum juga berhubungan dengan obesitas.
Risiko perdarahan akan meningkat dengan meningkatnya indeks massa tubuh.
Pada wanita dengan indeks massa tubuh lebih dari 40 memiliki resiko
sebesar5,2% dengan persalinan normal (Mochtar, 2015).
2.1.5 Tanda dan Gejala
Menurut Winkjosastro (2014), tanda dan gejala dari timbulnya perdarahan
post partum adalah
1. HPP Primer
a. Atonia uterus, uterus tidak berkontraksi dan lembek sehingga perdarahan
segera setelah bayi lahir.
5

b. Robekan jalan lahir, darah segar yang mengalir segera setelah bayi lahir,
uterus berkontraksi dan keras serta plasenta lengkap.
c. Retensio plasenta, plasenta belum lahir setelah 30 menit, pendarahan segera,
uterus berkontraksi dan keras.
d. Retensi bagian plasenta, plasenta/sebagian selaput tidak lengkap, perdarahan
segera.
e. Inversio uteri, uterus tidak teraba, lumen vagina terisi massa, tampak
talipusat (bila plasenta belum lahir)
Menurut Saifuddin (2014), gejala perdarahan post partum primer adalah
adanya perubahan tanda vital seperti :
a. Pasien mengeluh lemah, kembung, berkeringat dingin dan menggigil
b. Hiperopnea
c. Sistolik <90 mm Hg
d. Nadi >100 x / menit
e. Kadar Hb <8 gr %
2. HPP Sekunder
Perdarahan terjadi lebih dari 24 jam setelah kelahiran dimana uterus teraba
lebih lunak dan lebih besar dari yang diperkirakan setelah kelahiran.
2.1.6 Diagnosis
Diagnosis biasanya tidak sulit, terutama apabila timbul perdarahan banyak
dalam waktu pendek. Nadi serta pernafasan menjadi lebih cepat dan tekanan darah
menurun. Prognosa wanita dengan perdarahan pasca persalinan seharusnya tidak
meninggal akibat pendarahannya sekalipun untuk mengatasinya perlu dilakukan
histerektomi (Manuaba, 2012).
2.1.7 Pemeriksaan Penunjang
Menurut Saifuddin (2014), pemeriksaan yang diperlukan untuk menunjang
diagnosa HPP adalah:
1. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah lengkap, kadar hb <10 g/dl pada pemeriksaan kehamilan
terdahulu berhubungan dengan hasil kehamilan yang buruk.
6

2. Pemeriksaan Radiologi
Dilakukan untuk membantu melihat adanya jendalan darah dan retensi sisa
plasenta.
2.1.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan HPP meliputi:
1. Sisa Plasenta
Untuk menghindari terjadinya sisa plasenta dapat dilakukan dengan
membersihkan kavum uteri dengan membungkus tangan dengan sarung tangan
sehingga kasar, mengupasnya sehingga mungkin sisa membran dapat sekaligus
dapat dibersihkan, segera setelah plasenta lahir dilakukan kuretase
menggunakan kuret postpartum yang besar (Manuaba, 2012).
2. Atonia Uteri
Menurut Mochtar (2015), pengobatan tergantung pada banyaknya perdarahan
dan derajat atonia uteri, dibagi dalam 3 tahap :
a. Tahap I
Perdarahan yang tidak begitu banyak dapat diatasi dengan cara pemberian
uterotonika, massage, dan memasang gurita.
b. Tahap II
Bila perdarahan belum berhenti dan bertambah banyak, selanjutnya berikan
infus dan transfusi darah.
c. Tahap III
Bila semua upaya diatas tidak menolong juga, maka usaha terakhir yaitu
menghilangkan sumber perdarahan dapat ditempuh 2 cara yaitu meligasi
arteri hipogastrika dan histerektomi.
3. Robekan Jalan Lahir
Menurut Winkjosastro (2014), tindakan yang dilakukan yaitu :
a. Semua sumber perdarahan harus diklem, diikat dan ditutup dengan jahitan
catgut lapis demi lapis sampai perdarahan berhenti.
b. Anestesi lokal, Penerangan lampu yang cukup serta spekulum dan
memperhatikan kedalaman luka.
7

c. Bila penderita kesakitan dan tidak kooperatif perlu mengundang anestesi


untuk ketenangan dan keamanan saat melakukan hemostasis.
4. Retensio Plasenta
Bidan hanya diberikan kesempatan untuk melakukan plasenta manual dalam
keadaan darurat dengan indikasi perdarahan lebih dari 400 cc dan terjadi
retensio plasenta setelah menunggu 30 menit. Seandainya masih terdapat
kesempatan penderita retensio plasenta dapat dikirim ke puskesmas atau rumah
sakit. Dalam melakukan rujukan dilakukan pemasangan infus untuk
memberikan cairan dalam perjalanan dan didampingi oleh tenaga kesehatan
(Manuaba, 2012).
5. Inversio Uteri
Menurut Winkjosastro (2014), tindakan yang dilakukan yaitu:
a. Memanggil bantuan anestesi dan memasang infus untuk cairan atau darah
pengganti dan pemberian obat.
b. Memberikan tokolitik/MgSO4 untuk melemaskan uterus yang terbalik
sebelum dilakukan reposisi manual yaitu mendorong endometrium ke atas
masuk ke dalam vagina dan terus melewati serviks sampai tangan masuk ke
dalam uterus pada posisi normalnya.
c. Didalam uterus plasenta dilepaskan secara manual dan bila berhasil
dikeluarkan dari rahim dan sambil memberikan uterotonika lewat infus atau
IM. Tangan tetap dipertahankan agar konfigurasi uterus kembali normal dan
tangan penolong baru dilepaskan.
d. Pemberian antibiotik dan transfusi darah sesuai dengan keperluannya.
Intervensi bedah dilakukan bila jepitan serviks yang keras menyebabkan
manuver diatas tidak bisa dikerjakan, maka dilakukan laparatomi untuk
reposisi dan jika terpaksa dilakukan histerektomi bila uterus sudah
mengalami infeksi dan nekrosis
2.2 Konsep Dasar Atonia Uteri
2.2.1 Pengertian
Perdarahan postpartum adalah perdarahan 500cc atau lebih setelah kala III selesai.
(setelah placenta lahir) (Winkjosastro, 2014).
8

2.2.2 Etiologi
Menurut Mochtar (2015), beberapa faktor predisposisi yang terkait denga
perdarahan pasca persalinan yang disebabkan atonia uteri:
1. Yang menyebabkan uterus membesar lebih dari normal selama kehamilan
diantaranya :
a. Jumlah air ketuban yang berlebihan (polihidramnion)
b. Kehamilan gemeli
c. Janin besar (makrosomia)
2. Kala I dan kala II memanjang
3. Persalinan cepat (partus presipitatus)
4. Persalinan yang dilakukan induksi atau dipercepat dengan oksitosin
5. Infeksi intrapartum
6. Multiparitas tinggi
7. Magnesium sulfat digunakan untuk mengendalikan kejang pada preeklamsia
8. Umur terlalu muda atau tua
9. Faktos sosial ekonomi yang malnutrisi
2.2.3 Diagnosis
1. Perdarahan pervaginam
2. Konsistens rahim lunak
3. Fundus uteri naik (kalau pengaliran darah terhalang oleh bekuan atau selaput
janin)
4. Tanda syok
Kontraksi uterus lemah, darah berwarna merah tua karena berasal dari vena:
2.2.4 Penatalaksanaan Atonia
Penatalaksanaan atonia uteri menurut Saifuddin (2014), yaitu:
1. Massase fundus uteri segera setelah bayi lahir (maksimal 15 detik)
Rasional: massase merangsang uterus untuk berkontraksi
2. Bersihkan bekuan darah dan selaput dari vagina dan lubang serviks
Rasional: bekuan darah dan selaput ketuban dalam vagina dan saluran serviks
dapat menghalangi uterus berkontraksi dengan baik
9

3. Pastikan kandung kencing kosong, jika penuh dan dapat dipalpasi maka
lakukan kateterisasi dengan teknik aseptik.
Rasioanl: kandung kemih yang penuh akan menghalangi uterus berkontraksi
dengan baik.
4. Lakukan kompresi bimanual internal (KBI) selama 5 menit. Jika uterus
berkontraksi maka teruskan KBI selama 2 menit.
Rasional: KBI memberikan tekanan langsung pada pembuluh darah dinding
uterus dan juga merangsang miometrium untuk berkontraksi. Jika uterus tidak
berkontraksi maka lakukan KBE dengan bantuan keluarga.
5. Anjurkan keluarga untuk melakukan KBE
Rasional: keluarga dapat meneruskan proses kompresi bimanual eksterna
selama penolong melakukan langkah selanjutnya.
6. Berikan ergometrin 0,2 mg IM (kontraindikasi Hipertensi) atau Misoprostol
600-1600 mcg per rectal.
Rasional: ergometrin dan misoprostol akan bekerja dalam 5-7 menit dan
menyebabkan uterus berkontraksi.
7. Pasang infus RL 500 cc + 20 IU Oksitosin tetesan grojog habis dalam waktu
10 menit.
Rasional: pemberian infus RL akan membantu memulihkan volume cairan
yang hilang selama perdarahan dan Oksitosin dengan tetesan cepat akan
merangsang kontraksi uterus.
8. Ulangi KBI selama 2 menit.
Rasional: KBI yang digunakan bersama dengan ergometrin dan oksitosin atau
misoprostol akan membuat uterus berkontraksi.
9. Rujuk segera jika uterus tidak berkontraksi dalam waktu 2 menit.
Rasional: jika uterus tidak berkontraksi hal ini bukanlah atonia uteri
sederhana, ibu membutuhkan perawatan gawat darurat di fasilitas yang
mampu melaksanakan tindakan bedah dan transfusi darah.
10. Dampingi ibu ke tempat rujukan dan teruskan dengan KAA atau pasang
kondom kateter.
10

Rasional: dengan pemberian tindakan berupa KAA atau kondom kateter bisa
membantu uterus untuk berkontraksi.
11. Lanjutkan infus RL + 20 IU oksitosin dalam 500 ml habis dalam 1 jam
kemudian dilanjutkan 125 ml/jam sampai habis 1,5 liter sebagai rehidrasi
hingga tempat rujukan.
Rasional: pemberian infus RL akan membantu memulihkan volume cairan
yang hilang selama perdarahan dan Oksitosin dengan tetesan cepat akan
merangsang kontraksi uterus.
2.3 Konsep Dasar Asuhan Kebidanan HPP karena Atonia Uteria
2.3.1 Pengkajian
1. Data Subyektif
a. Biodata
1) Umur
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Bakri, Adenin dan Wahida
(2019), umur <20 tahun dan >35 tahun lebih berisiko untuk mengalami
perdarahan pasca persalinan dengan nilai p 0,001. Melahirkan pada usia
<20 tahun atau >35 tahun akan meningkatkan keguguran, preeklampsia,
eklampsia, timbulnya kesulitan persalinan karena sistem reproduksi
belum sempurna, BBLR dan kanker leher rahim.
2) Paritas
Menurut penelitian Bakri, Adenin dan Wahida (2019), adanya hubungan
bermakna antara paritas dengan kejadian perdarahan post partum dengan
nilai p value 0,000. Paritas mempunyai pengaruh terhadap kejadian
perdarahan postpartum karena pada setiap kehamilan dan persalinan
terjadi perubahan serabut otot pada uterus yang dapat menurunkan
kemampuan uterus berkontraksi.
b. Keluhan utama
Menurut penelitian Pratiwi (2018), keluhan utama yang mungkin muncul
pada pasien persalinan kala IV dengan masalah risiko perdarahan adalah
adanya merasakan gejala-gejala timbulnya perdarahanseperti pasien merasa
lemas, pusing, gelisah, dan haus.
11

c. Riwayat kebidanan
1) Riwayat kehamilan
Berdasarkan penelitian dari Bakri, Adenin dan Wahida (2019), jarak
kehamilan (<2 tahun) lebih berisiko terjadinya perdarahan post partum
dengan nilai p value 0,000. Jarak kehamilan yang terlalu dekat
mengakibatkan berkurangnya fungsi uterus yang akan mengakibatkan
kontraksi uterus menjadi kurang baik.
2) Riwayat persalinan
Menurut penelitian Pratiwi (2018), riwayat persalinan yang baru terjadi,
jenis persalinan spontan, penyulit selama persalinan, jumlah darah yang
dikeluarkan pada saat proses persalinan yang dapat mempengaruhi risiko
terjadinya perdarahan pada persalinan kala IV.
2. Data Obyektif
a. Keadaan umum
Lemah, tampak pucat, berkeringat dingin serta menggigil.
b. Tanda-tanda vital menurut penelitian Pratiwi (2018) yaitu:
1) Tekanan darah
Pada pasien persalinan kala IV dengan risiko perdarahan biasanya
tekanan darah menurun.
2) Nadi
Pada pasien persalinan kala IVdengan risiko perdarahan biasanya denyut
nadi akan semakin meningkat yang menyebabkan hypovolemia semakin
meningkat.
3) Pernapasan
Bila suhu dan nadi tidak normal maka pernafasan menjadi tidak normal.
4) Suhu
Pada pasien persalinan kala IVdengan risiko perdarahanbiasanya terjadi
peningkatan suhu sampai 38°C (dianggap normal), namun setelah satu
hari suhu akan mulai menurun menjadi 36°C-37°C yang disebabkan oleh
hypovolemia.
12

c. Pemeriksaan fisik
Mata : Konjungtiba palpebra pucat, sklera kuning
Muka : Pucat
Dada : Pernapasan cepat
Abdomen : Uterus lembek, otot uterus tidak berkontraksi (atonia
uteri)
Genetalia : Perdarahan tampak mengalir dari vagina
Ektremitas : Oedema pada jari tangan, kaki dan tungkai
Kulit : Dingin, berkeringat dan pucat
d. Pemeriksaan penunjang
Kadar Hb <8 gr% dan tes protein urine positif.
2.3.2 Diagnosa
P… kala IV dengan atonia uteri, KU ibu lemah dengan masalah cemas dengan
kondisi perdarahan, anemia sehubungan dengan perdarahan kala IV dan potensial
terjadi infeksi post partum. Prognosa baik/buruk (Mochtar, 2015).
2.3.3 Perencanaan
1. Tujuan : perdarahan post partum
Kriteria :
a. Perdarahan berhenti
b. Tanda-tanda syok hilang
Intervensi:
a. Massase fundus uteri segera setelah bayi lahir (maksimal 15 detik)
Rasional: Massase merangsang uterus untuk berkontraksi
b. Bersihkan bekuan darah dan selaput dari vagina dan lubang serviks
Rasional: Bekuan darah dan selaput ketuban dalam vagina dan saluran
serviks dapat menghalangi uterus berkontraksi dengan baik
c. Pastikan kandung kencing kosong, jika penuh dan dapat dipalpasi maka
lakukan kateterisasi dengan teknik aseptik
Rasional: Kandung kemih yang penuh akan menghalangi uterus
berkontraksi dengan baik
13

d. Lakukan kompresi bimanual internal (KBI) selama 5 menit. Jika uterus


berkontraksi maka teruskan KBI selama 2 menit.
Rasional: KBI memberikan tekanan langsung pada pembuluh darah dinding
uterus dan juga merangsang miometrium untuk berkontraksi. Jika uterus
tidak berkontraksi maka lakukan KBE dengan bantuan keluarga.
e. Anjurkan keluarga untuk melakukan KBE
Rasional: Keluarga dapat meneruskan proses kompresi bimanual eksterna
selama penolong melakukan langkah selanjutnya
f. Berikan ergometrin 0,2 mg IM (kontraindikasi Hipertensi) atau Misoprostol
600-1600 mcg per rectal.
Rasional: Ergometrin dan misoprostol akan bekerja dalam 5-7 menit dan
menyebabkan uterus berkontraksi
g. Pasang infus RL 500 cc + 20 IU Oksitosin tetesan grojog habis dalam waktu
10 menit.
Rasional: Pemberian infus RL akan membantu memulihkan volume cairan
yang hilang selama perdarahan dan Oksitosin dengan tetesan cepat akan
merangsang kontraksi uterus
h. Ulangi KBI selama 2 menit
Rasional: KBI yang digunakan bersama dengan ergometrin dan oksitosin
atau misoprostol akan membuat uterus berkontraksi
i. Rujuk segera jika uterus tidak berkontraksi dalam waktu 2 menit
Rasional: Jika uterus tidak berkontraksi hal ini bukanlah atonia uteri
sederhana, ibu membutuhkan perawatan gawat darurat di fasilitas yang
mampu melaksanakan tindakan bedah dan transfusi darah
j. Dampingi ibu ke tempat rujukan dan teruskan dengan KAA atau pasang
kondom kateter
Rasional: Dengan pemberian tindakan berupa KAA atau kondom kateter
bisa membantu uterus untuk berkontraksi
k. Lanjutkan infus RL + 20 IU oksitosin dalam 500 ml habis dalam 1 jam
kemudian dilanjutkan 125 ml/jam sampai habis 1,5 liter sebagai rehidrasi
hingga tempat rujukan
14

Rasional: Pemberian infus RL akan membantu memulihkan volume cairan


yang hilang selama perdarahan dan Oksitosin dengan tetesan cepat akan
merangsang kontraksi uterus
2. Masalah I : cemas sehubungan dengan kondisi perdarahannya
Tujuan : cemas dapat teratasi
Kriteria :
a. Wajah ibu tidak tegang
b. Ibu dan keluarga kooperatif dengan petugas
Intervensi:
a. Menganjurkan ibu dan kelurga untuk berdoa demi keselamatan ibu
Rasional: Ibu dan keluarga menjadi lebih tenang
b. Mendukung dan menemani ibu
Rasional: Mengurangi rasa cemas ibu
c. Menganjurkan keluarga untuk selalu menemani dan mendukung ibu
Rasional: Memberikan support mental ibu melalui orang-orang terdekatnya
3. Masalah II : potensial anemia sehubungan dengan perdarahan kala
IV
Tujuan : anemia dapat dihindari
Kriteria :
a. Ibu tidak mengeluh pusing dan lemas
b. Konjungtiva palpebra merah muda
c. Muka tidak tampak pucat atau sembab
Intervensi:
a. Anjurkan ibu diet TKTP
Rasional: Asupan nutrisi yang optimal akan memulihkan koindisi tubuh ibu
b. Berikan ibu terapi
Rasional: Sebagai terapi penambah darah
c. Siapkan donor darah untuk persiapan tranfusi
Rasional: Mengantisipasi ibu bila kekurangan darah sehingga bisa langsung
mndapat donor darah.
15

2.3.4 Penatalaksanaan
Menurut Kemenkes RI (2013) bidan melaksanakan rencana asuhan
kebidanan secara komprehensif, efektif, efisien dan aman berdasarkan evidence
based kepada klien/pasien dalam bentuk upaya promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitatif. Dilaksanakan secara mandiri, kolaborasi dan rujukan.
2.3.5 Evaluasi
Menurut Kemenkes RI (2013) bidan melakukan evaluasi secara sistematis
dan berkesinambungan untuk melihat keefektifan dari asuhan yang sudah
diberikan, sesuai dengan perubahan perkembangan kondisi klien. Evaluasi atau
penilaian dilakukan segera setelah selesai melaksanakan asuhan sesuai kondisi
klien. Hasil evaluasi segera dicatat dan dikomunikasikan pada klien dan/atau
keluarga. Hasil evaluasi harus ditindaklanjuti sesuai dengan kondisi klien/pasien.
Evaluasi ditulis dalam bentuk catatan perkembangan SOAP, yaitu sebagai berikut:
S : Adalah data subyektif, mencatat hasil anamnesa.
O : Adalah data obyektif, mencatat hasil pemeriksaan.
A : Adalah hasil analisa, mencatat diagnosa dan masalah kebidanan.
P : Adalah penatalaksanaan, mencatat seluruh perencanaan dan penata-
laksanaan yang sudah dilakukan seperti tindakan antisipatif, tindakan
segera, tindakan secara komprehensif, penyuluhan, dukungan,
kolaborasi, evaluasi/ follow up dan rujukan.
16

BAB 3
Kasus bayangan jangan lupa dibuat nggih….?

BAB 4
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari teori yang dikemukakan tersebut terdapat kesesuaian, sehingga dapat
dikatakan bahwa ibu nifas yang saat melahirkan dilakukan manajemen aktif kala
III dengan tepat, akan menurunkan resiko terjadinya hemorrhagic post partum.
Selain itu ada juga faktor lain yang mempengaruhi terjadinya perdarahan post
partum, di antaranya adalah multiparitas, kebutuhan nutrisi yang terlihat dari
LILA ibu, serta kadar hemoglobin yang rendah.
Perdarahan post partum adalah pendarahan yang terjadi sampai 24 jam
setelah kelahiran dan biasanya melibatkan kehilangan banyak darah melalui
saluran genital. Banyak faktor yang dapat menyebabkan perdarahan post partum,
antara lain 4T (tone dimished, trauma, tissue, thrombin). Faktor resiko yang dapat
menyebabkan perdarahan post partum antara lain grande multipara, perpanjangan
persalinan, chorioamnionitis, hipertensi , kehamilan multiple, injeksi magnesium
sulfat, perpanjangan pemberian oxytocin. Semua ibu hamil harus didorong untuk
mempersiapkan kehamilan dan kesiagaan terhadap komplikasi, dan agar
melahirkan dengan bantuan seorang dokter atau bidan, yang dapat memberikan
perawatan pencegahan pendarahan pasca persalinan. Penanganan perdarahan
pasca salin memerluka penanganan multi disiplin untuk mengurangi angka
mortalitas dan morbiditas. Salah satu algoritma penanganan perdarhan pasca salin
yang disebabkan atoni uteri.
3.2 Saran
Dengan penulisan asuhan kebidanan ini, penulis berharap agar dapat
menambah ilmu pengetahuan kepada pembaca. Oleh karena itu, harapan penulis
kepada pembaca semua agar memberikan kritik dan saran yang bersifat
membangun.
17

15
18

DAFTAR PUSTAKA

Bakri, D. U., Adenin, S. S. and Wahida, I. (2019) ‘Faktor-faktor yang


Berhubungan dengan Kejadian Perdarahan Postpartum pada Ibu Bersalin di
Wilayah Kerja Dinas Kabupaten Merangin’, Dinamika Kesehatan Jurnal
Kebidanan dan Keperawatan, 10(2).

Manuaba, I. A. chandranita, Manuaba, I. B. G. F. and Manuaba, I. B. G. (2012)


Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan KB. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.

Mochtar, R. (2015) Sinopsis Obstetri. Jakarta: EGC.

Pratiwi, N. K. A. (2018) Gambaran Asuhan Keperawatan pada Ibu Persalinan


Kala IV dengan Risiko Perdarahan di Ruang Bersalin RSUD Mangusada
Badung Tahun 2018. Poltekkes Kemenkes Denpasar.

Saifuddin, A. B. (ed.) (2014) Ilmu Kebidanan. Edisi 4. Jakarta: PT. Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.

Winkjosastro, G. H. (2014) Pelatihan Klinik Asuhan Persalinan Normal. Jakarta:


JNPK-KR.

16

You might also like