Professional Documents
Culture Documents
BAB 1
PENDAHULUAN
1
3
BAB 2
TINJUAN PUSTAKA
2
4
b. Robekan jalan lahir, darah segar yang mengalir segera setelah bayi lahir,
uterus berkontraksi dan keras serta plasenta lengkap.
c. Retensio plasenta, plasenta belum lahir setelah 30 menit, pendarahan segera,
uterus berkontraksi dan keras.
d. Retensi bagian plasenta, plasenta/sebagian selaput tidak lengkap, perdarahan
segera.
e. Inversio uteri, uterus tidak teraba, lumen vagina terisi massa, tampak
talipusat (bila plasenta belum lahir)
Menurut Saifuddin (2014), gejala perdarahan post partum primer adalah
adanya perubahan tanda vital seperti :
a. Pasien mengeluh lemah, kembung, berkeringat dingin dan menggigil
b. Hiperopnea
c. Sistolik <90 mm Hg
d. Nadi >100 x / menit
e. Kadar Hb <8 gr %
2. HPP Sekunder
Perdarahan terjadi lebih dari 24 jam setelah kelahiran dimana uterus teraba
lebih lunak dan lebih besar dari yang diperkirakan setelah kelahiran.
2.1.6 Diagnosis
Diagnosis biasanya tidak sulit, terutama apabila timbul perdarahan banyak
dalam waktu pendek. Nadi serta pernafasan menjadi lebih cepat dan tekanan darah
menurun. Prognosa wanita dengan perdarahan pasca persalinan seharusnya tidak
meninggal akibat pendarahannya sekalipun untuk mengatasinya perlu dilakukan
histerektomi (Manuaba, 2012).
2.1.7 Pemeriksaan Penunjang
Menurut Saifuddin (2014), pemeriksaan yang diperlukan untuk menunjang
diagnosa HPP adalah:
1. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah lengkap, kadar hb <10 g/dl pada pemeriksaan kehamilan
terdahulu berhubungan dengan hasil kehamilan yang buruk.
6
2. Pemeriksaan Radiologi
Dilakukan untuk membantu melihat adanya jendalan darah dan retensi sisa
plasenta.
2.1.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan HPP meliputi:
1. Sisa Plasenta
Untuk menghindari terjadinya sisa plasenta dapat dilakukan dengan
membersihkan kavum uteri dengan membungkus tangan dengan sarung tangan
sehingga kasar, mengupasnya sehingga mungkin sisa membran dapat sekaligus
dapat dibersihkan, segera setelah plasenta lahir dilakukan kuretase
menggunakan kuret postpartum yang besar (Manuaba, 2012).
2. Atonia Uteri
Menurut Mochtar (2015), pengobatan tergantung pada banyaknya perdarahan
dan derajat atonia uteri, dibagi dalam 3 tahap :
a. Tahap I
Perdarahan yang tidak begitu banyak dapat diatasi dengan cara pemberian
uterotonika, massage, dan memasang gurita.
b. Tahap II
Bila perdarahan belum berhenti dan bertambah banyak, selanjutnya berikan
infus dan transfusi darah.
c. Tahap III
Bila semua upaya diatas tidak menolong juga, maka usaha terakhir yaitu
menghilangkan sumber perdarahan dapat ditempuh 2 cara yaitu meligasi
arteri hipogastrika dan histerektomi.
3. Robekan Jalan Lahir
Menurut Winkjosastro (2014), tindakan yang dilakukan yaitu :
a. Semua sumber perdarahan harus diklem, diikat dan ditutup dengan jahitan
catgut lapis demi lapis sampai perdarahan berhenti.
b. Anestesi lokal, Penerangan lampu yang cukup serta spekulum dan
memperhatikan kedalaman luka.
7
2.2.2 Etiologi
Menurut Mochtar (2015), beberapa faktor predisposisi yang terkait denga
perdarahan pasca persalinan yang disebabkan atonia uteri:
1. Yang menyebabkan uterus membesar lebih dari normal selama kehamilan
diantaranya :
a. Jumlah air ketuban yang berlebihan (polihidramnion)
b. Kehamilan gemeli
c. Janin besar (makrosomia)
2. Kala I dan kala II memanjang
3. Persalinan cepat (partus presipitatus)
4. Persalinan yang dilakukan induksi atau dipercepat dengan oksitosin
5. Infeksi intrapartum
6. Multiparitas tinggi
7. Magnesium sulfat digunakan untuk mengendalikan kejang pada preeklamsia
8. Umur terlalu muda atau tua
9. Faktos sosial ekonomi yang malnutrisi
2.2.3 Diagnosis
1. Perdarahan pervaginam
2. Konsistens rahim lunak
3. Fundus uteri naik (kalau pengaliran darah terhalang oleh bekuan atau selaput
janin)
4. Tanda syok
Kontraksi uterus lemah, darah berwarna merah tua karena berasal dari vena:
2.2.4 Penatalaksanaan Atonia
Penatalaksanaan atonia uteri menurut Saifuddin (2014), yaitu:
1. Massase fundus uteri segera setelah bayi lahir (maksimal 15 detik)
Rasional: massase merangsang uterus untuk berkontraksi
2. Bersihkan bekuan darah dan selaput dari vagina dan lubang serviks
Rasional: bekuan darah dan selaput ketuban dalam vagina dan saluran serviks
dapat menghalangi uterus berkontraksi dengan baik
9
3. Pastikan kandung kencing kosong, jika penuh dan dapat dipalpasi maka
lakukan kateterisasi dengan teknik aseptik.
Rasioanl: kandung kemih yang penuh akan menghalangi uterus berkontraksi
dengan baik.
4. Lakukan kompresi bimanual internal (KBI) selama 5 menit. Jika uterus
berkontraksi maka teruskan KBI selama 2 menit.
Rasional: KBI memberikan tekanan langsung pada pembuluh darah dinding
uterus dan juga merangsang miometrium untuk berkontraksi. Jika uterus tidak
berkontraksi maka lakukan KBE dengan bantuan keluarga.
5. Anjurkan keluarga untuk melakukan KBE
Rasional: keluarga dapat meneruskan proses kompresi bimanual eksterna
selama penolong melakukan langkah selanjutnya.
6. Berikan ergometrin 0,2 mg IM (kontraindikasi Hipertensi) atau Misoprostol
600-1600 mcg per rectal.
Rasional: ergometrin dan misoprostol akan bekerja dalam 5-7 menit dan
menyebabkan uterus berkontraksi.
7. Pasang infus RL 500 cc + 20 IU Oksitosin tetesan grojog habis dalam waktu
10 menit.
Rasional: pemberian infus RL akan membantu memulihkan volume cairan
yang hilang selama perdarahan dan Oksitosin dengan tetesan cepat akan
merangsang kontraksi uterus.
8. Ulangi KBI selama 2 menit.
Rasional: KBI yang digunakan bersama dengan ergometrin dan oksitosin atau
misoprostol akan membuat uterus berkontraksi.
9. Rujuk segera jika uterus tidak berkontraksi dalam waktu 2 menit.
Rasional: jika uterus tidak berkontraksi hal ini bukanlah atonia uteri
sederhana, ibu membutuhkan perawatan gawat darurat di fasilitas yang
mampu melaksanakan tindakan bedah dan transfusi darah.
10. Dampingi ibu ke tempat rujukan dan teruskan dengan KAA atau pasang
kondom kateter.
10
Rasional: dengan pemberian tindakan berupa KAA atau kondom kateter bisa
membantu uterus untuk berkontraksi.
11. Lanjutkan infus RL + 20 IU oksitosin dalam 500 ml habis dalam 1 jam
kemudian dilanjutkan 125 ml/jam sampai habis 1,5 liter sebagai rehidrasi
hingga tempat rujukan.
Rasional: pemberian infus RL akan membantu memulihkan volume cairan
yang hilang selama perdarahan dan Oksitosin dengan tetesan cepat akan
merangsang kontraksi uterus.
2.3 Konsep Dasar Asuhan Kebidanan HPP karena Atonia Uteria
2.3.1 Pengkajian
1. Data Subyektif
a. Biodata
1) Umur
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Bakri, Adenin dan Wahida
(2019), umur <20 tahun dan >35 tahun lebih berisiko untuk mengalami
perdarahan pasca persalinan dengan nilai p 0,001. Melahirkan pada usia
<20 tahun atau >35 tahun akan meningkatkan keguguran, preeklampsia,
eklampsia, timbulnya kesulitan persalinan karena sistem reproduksi
belum sempurna, BBLR dan kanker leher rahim.
2) Paritas
Menurut penelitian Bakri, Adenin dan Wahida (2019), adanya hubungan
bermakna antara paritas dengan kejadian perdarahan post partum dengan
nilai p value 0,000. Paritas mempunyai pengaruh terhadap kejadian
perdarahan postpartum karena pada setiap kehamilan dan persalinan
terjadi perubahan serabut otot pada uterus yang dapat menurunkan
kemampuan uterus berkontraksi.
b. Keluhan utama
Menurut penelitian Pratiwi (2018), keluhan utama yang mungkin muncul
pada pasien persalinan kala IV dengan masalah risiko perdarahan adalah
adanya merasakan gejala-gejala timbulnya perdarahanseperti pasien merasa
lemas, pusing, gelisah, dan haus.
11
c. Riwayat kebidanan
1) Riwayat kehamilan
Berdasarkan penelitian dari Bakri, Adenin dan Wahida (2019), jarak
kehamilan (<2 tahun) lebih berisiko terjadinya perdarahan post partum
dengan nilai p value 0,000. Jarak kehamilan yang terlalu dekat
mengakibatkan berkurangnya fungsi uterus yang akan mengakibatkan
kontraksi uterus menjadi kurang baik.
2) Riwayat persalinan
Menurut penelitian Pratiwi (2018), riwayat persalinan yang baru terjadi,
jenis persalinan spontan, penyulit selama persalinan, jumlah darah yang
dikeluarkan pada saat proses persalinan yang dapat mempengaruhi risiko
terjadinya perdarahan pada persalinan kala IV.
2. Data Obyektif
a. Keadaan umum
Lemah, tampak pucat, berkeringat dingin serta menggigil.
b. Tanda-tanda vital menurut penelitian Pratiwi (2018) yaitu:
1) Tekanan darah
Pada pasien persalinan kala IV dengan risiko perdarahan biasanya
tekanan darah menurun.
2) Nadi
Pada pasien persalinan kala IVdengan risiko perdarahan biasanya denyut
nadi akan semakin meningkat yang menyebabkan hypovolemia semakin
meningkat.
3) Pernapasan
Bila suhu dan nadi tidak normal maka pernafasan menjadi tidak normal.
4) Suhu
Pada pasien persalinan kala IVdengan risiko perdarahanbiasanya terjadi
peningkatan suhu sampai 38°C (dianggap normal), namun setelah satu
hari suhu akan mulai menurun menjadi 36°C-37°C yang disebabkan oleh
hypovolemia.
12
c. Pemeriksaan fisik
Mata : Konjungtiba palpebra pucat, sklera kuning
Muka : Pucat
Dada : Pernapasan cepat
Abdomen : Uterus lembek, otot uterus tidak berkontraksi (atonia
uteri)
Genetalia : Perdarahan tampak mengalir dari vagina
Ektremitas : Oedema pada jari tangan, kaki dan tungkai
Kulit : Dingin, berkeringat dan pucat
d. Pemeriksaan penunjang
Kadar Hb <8 gr% dan tes protein urine positif.
2.3.2 Diagnosa
P… kala IV dengan atonia uteri, KU ibu lemah dengan masalah cemas dengan
kondisi perdarahan, anemia sehubungan dengan perdarahan kala IV dan potensial
terjadi infeksi post partum. Prognosa baik/buruk (Mochtar, 2015).
2.3.3 Perencanaan
1. Tujuan : perdarahan post partum
Kriteria :
a. Perdarahan berhenti
b. Tanda-tanda syok hilang
Intervensi:
a. Massase fundus uteri segera setelah bayi lahir (maksimal 15 detik)
Rasional: Massase merangsang uterus untuk berkontraksi
b. Bersihkan bekuan darah dan selaput dari vagina dan lubang serviks
Rasional: Bekuan darah dan selaput ketuban dalam vagina dan saluran
serviks dapat menghalangi uterus berkontraksi dengan baik
c. Pastikan kandung kencing kosong, jika penuh dan dapat dipalpasi maka
lakukan kateterisasi dengan teknik aseptik
Rasional: Kandung kemih yang penuh akan menghalangi uterus
berkontraksi dengan baik
13
2.3.4 Penatalaksanaan
Menurut Kemenkes RI (2013) bidan melaksanakan rencana asuhan
kebidanan secara komprehensif, efektif, efisien dan aman berdasarkan evidence
based kepada klien/pasien dalam bentuk upaya promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitatif. Dilaksanakan secara mandiri, kolaborasi dan rujukan.
2.3.5 Evaluasi
Menurut Kemenkes RI (2013) bidan melakukan evaluasi secara sistematis
dan berkesinambungan untuk melihat keefektifan dari asuhan yang sudah
diberikan, sesuai dengan perubahan perkembangan kondisi klien. Evaluasi atau
penilaian dilakukan segera setelah selesai melaksanakan asuhan sesuai kondisi
klien. Hasil evaluasi segera dicatat dan dikomunikasikan pada klien dan/atau
keluarga. Hasil evaluasi harus ditindaklanjuti sesuai dengan kondisi klien/pasien.
Evaluasi ditulis dalam bentuk catatan perkembangan SOAP, yaitu sebagai berikut:
S : Adalah data subyektif, mencatat hasil anamnesa.
O : Adalah data obyektif, mencatat hasil pemeriksaan.
A : Adalah hasil analisa, mencatat diagnosa dan masalah kebidanan.
P : Adalah penatalaksanaan, mencatat seluruh perencanaan dan penata-
laksanaan yang sudah dilakukan seperti tindakan antisipatif, tindakan
segera, tindakan secara komprehensif, penyuluhan, dukungan,
kolaborasi, evaluasi/ follow up dan rujukan.
16
BAB 3
Kasus bayangan jangan lupa dibuat nggih….?
BAB 4
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari teori yang dikemukakan tersebut terdapat kesesuaian, sehingga dapat
dikatakan bahwa ibu nifas yang saat melahirkan dilakukan manajemen aktif kala
III dengan tepat, akan menurunkan resiko terjadinya hemorrhagic post partum.
Selain itu ada juga faktor lain yang mempengaruhi terjadinya perdarahan post
partum, di antaranya adalah multiparitas, kebutuhan nutrisi yang terlihat dari
LILA ibu, serta kadar hemoglobin yang rendah.
Perdarahan post partum adalah pendarahan yang terjadi sampai 24 jam
setelah kelahiran dan biasanya melibatkan kehilangan banyak darah melalui
saluran genital. Banyak faktor yang dapat menyebabkan perdarahan post partum,
antara lain 4T (tone dimished, trauma, tissue, thrombin). Faktor resiko yang dapat
menyebabkan perdarahan post partum antara lain grande multipara, perpanjangan
persalinan, chorioamnionitis, hipertensi , kehamilan multiple, injeksi magnesium
sulfat, perpanjangan pemberian oxytocin. Semua ibu hamil harus didorong untuk
mempersiapkan kehamilan dan kesiagaan terhadap komplikasi, dan agar
melahirkan dengan bantuan seorang dokter atau bidan, yang dapat memberikan
perawatan pencegahan pendarahan pasca persalinan. Penanganan perdarahan
pasca salin memerluka penanganan multi disiplin untuk mengurangi angka
mortalitas dan morbiditas. Salah satu algoritma penanganan perdarhan pasca salin
yang disebabkan atoni uteri.
3.2 Saran
Dengan penulisan asuhan kebidanan ini, penulis berharap agar dapat
menambah ilmu pengetahuan kepada pembaca. Oleh karena itu, harapan penulis
kepada pembaca semua agar memberikan kritik dan saran yang bersifat
membangun.
17
15
18
DAFTAR PUSTAKA
Saifuddin, A. B. (ed.) (2014) Ilmu Kebidanan. Edisi 4. Jakarta: PT. Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.
16