You are on page 1of 15

LAPORAN

UJI LATIH PEMBEBANAN JANTUNG


TREADMILL TEST
DI RUANG JANTUNG (CAMELIA)
RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA

Oleh :
KELOMPOK V

Eka Afridayati
Meilita
Irmina Uta Mawo
Ahmad Wahyudi
Joko Sutrisno

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN SURABAYA


JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM DIPLOMA IV MITRA SPESIALIS KEPERAWATAN
KARDIOVASKULER
2011
UJI LATIH PEMBEBANAN JANTUNG

TREADMILL TEST

A. PENDAHULUAN

Uji Latih Pembebanan Jantung disebut juga stress testing atau exercise testing,
adalah salah satu pemeriksaan non invasive dimana dengan pemberian beban diharapkan
dapat diperoleh gambaran keadaan kardiovaskuler si penderita. Tes ini merupakan suatu
stress fisiologis, yang dapat menimbulkan abnormalitas kardiovaskuler pada keadaan dimana
tidak ditemukan kelainan pada saat istirahat. Alat – alat yang digunakan untuk tujuan ini
dapat berupa tangga Master (Master’s test), bangku bertingkat (step test), dapat berupa
sepeda khusus (sepeda ergometer Astrand) untuk tes ergocycle dan yang paling banyak
digunakan saat ini adalah Treadmill Stress Testing, yakni tes yang dilakukan diatas ban
berjalan. Si penderita berjalan diatas ban berjalan yang dapat bekerja secara otomatis atau
dapat diatur oleh pemeriksa sendiri untuk menentukan kenaikan kecepatan ban dan sudut
(inklinasi) alat ini secara bertahap.

Menurut para Ahli Jantung dari Amerika dan Kanada seperti: Dafoe, Froelicher dan
Pashkow, tes ini merupakan tes non invasif yang paling sensitive untuk mendiagnosa
Penyakit Jantung Koroner (PJK). Disamping untuk diagnostik, tes ini juga efektif untuk
memonitor progresivitas Penyakit Kardiovaskuler, serta dapat dipakai dalam penilaian hasil
pengobatan maupun hasil latihan fisik yang telah diberikan kepada pasien.

B. PENGERTIAN

Tes uji latih beban jantung adalah tes fisik menggunakan treadmill yang bertujuan
untuk mengetahui kesegaran kardiopulmoner, kemampuan transport oksigen maksimum
(VO2max), diagnostic penyakit jantung koroner (nyeri dada dari factor kardiak dan non
kardiak), mencari penyebab keluhan yang timbul saat latihan, deteksi adanya respon
hipertensi saat latihan. Juga untuk keperluan rehabilitasi penderita penyakit jantung.

C. TUJUAN UJI LATIH PEMBEBANAN JANTUNG

Tujuan uji latih jantung pada umumnya adalah untuk diagnostik mengenai ada
tidaknya iskemia miokard, angina, berbagai aritmia dan respon hemodinamik yang terjadi.
Disamping itu juga digunakan untuk mengevaluasi efek pengobatan yang diberikan selama
ini, menentukan kapasitas fisik, membantu pengembangan program kesegaran jasmani,
memprediksi prognosis dan menetapkan dosis latihan dalam program rehabilitasi jantung.
D. DASAR-DASAR FISIOLOGIS

Dasar fisiologi Uji Latih Pembebanan Jantung adalah latihan dinamik. Pada latihan
dinamik akan terjadi serial penyesuaian kardiovaskuler akibat peningkatan suplai darah ke
otot gerak sesuai dengan kebutuhan metabolism tubuh, disamping upaya tubuh untuk tetap
mempertahankan suplai darah ke organ vital seperti otak dan jantung.

Secara umum latihan dinamik akan menimbulkan respon berupa: peningkatan curah
jantung, peningkatan tekanan darah arterial, peningkatan tahanan/resistensi perifer, dan
penurunan tahanan/resistensi sistemik.

Latihan fisik menghasilkan peningkatan kebutuhan oksigen miokard (MVO2), yang


akan memprovokasi angina pada pasien dengan PJK bermakna. Selama latihan dinamik,
peningkatan MVO2 berkaitan secara linier dengan peningkatan curah jantung yaitu terutama
akibat peningkatan denyut jantung. TD meningkat selama latihan dan terutama peningkatan
TD sistolik. Kedua hal ini (denyut jantung puncak X TD sistolik puncak) berkorelasi baik
dengan MVO2 puncak. EKG 12 lead harus direkam selama latihan dan setelah penghentian
tes pada interval hingga denyut jantung dan TD kebali ke tingkat pre tes. Perubahan EKG
yang terjadi selama periode pemulihan (sesuai dengan waktu hutang oksigen) merupakan
indicator yang sensitive adanya PJK, begitu pula dengan waktu yang diperlukan untuk
normalisasi.

Bila terdapat gangguan suplai darah ke otot jantung (misalnya akibat penyempitan
arteri koroner), maka sewaktu tes atau saat pemulihan akan terlihat adanya perubahan
rekaman EKG berupa depresi segmen ST. Pada pasien dengan PJK, iskemia miokard
direfleksikan dengan depresi segmen ST, yang sering terlihat pada sandapan dengan
gelombang R tertingi (biasanya V5). Kriteria untuk depresi segmen ST “bermakna”
merepresentasikan kompromi antara sensitivitas dan spesifisitas. Sebagian mendefinisikan
positif sebagai depresi segmen planar (horizontal) atau menurun > 1 mm yang diukur 80
mdet setelah titik J. Perubahan morfologi gelombang T dapat diprovokasi oleh penafasan
atau perubahan postur dan tidak pasti menandakan iskemia miokard. Begitu pula, depresi
titik J menyertai takikardia karena pemendekan regurgitasi pulmonal dan repolarisasi atrium.
Aberansi yang tergantung denyut merupakan indicator iskemia yang tidak dapat diandalkan.
Beberapa pasien memperlihatkan elevasi segmen ST, ‘pseudonormalisasi’ gelombang T
terbalik, atau peningkatan amplitudo gelombang R, semuanya dapat diprovokasi oleh
iskemia.
E. INDIKASI, KONTRA INDIKASI DAN KOMPLIKASI

1. Indikasi :

a. Terdapat gejala yang membatasi aktivitas (nyeri dada, lelah, sesak nafas, dan lain-lain.

b. Mengevaluasi respon terhadap latihan

c. Dokumentasi perubahan segmen ST yang terjadi selama latihan atau masa pemulihan.

d. Mengevaluasi gangguan irama jantung (aritmia) yang diinduksi latihan.

e. Mengevaluasi hasil pengobatan (terapi medis),dan hasil intervensi (PCI, CABG,


PTCA)

f. Stratifikasi resiko pascainfark miokard akut.

g. Stratifikasi resiko pada pasien dengan kardiomiopati hipertropik.

h. Menegakkan diagnosis PJK

i. Menentukan prognosis dan progresivitas PJK

j. Mengevaluasi fungsi ventrikel kiri

k. Mengevaluasi kapasitas kemapuan fungsional

2. Kontraindikasi :

a. Mutlak:

 Infark miokard akut dalam 2 hari

 Angina tak stabil yang resiko tinggi

 Aritmia jantung yang tidak terkontrol dengan gejala dan gangguan hemodinamik

 Stenosis aorta berat dengan gejala

 Infark paru atau emboli paru akut

 Perikarditis atau miokarditis akut

 Diseksi aorta akut

b. Relatif:

 Stenosis di pembuluh koroner left main.

 Penyakit katup jantung stenosis yang sedang.


 Gangguan elektrolit

 Hipertensi berat

 Takiaritmia dan bradiaritmia

 Kardiomiopati

 Gangguan fisik dan mental yang mengganggu jalannya pemeriksaan

 Blok AV derajat tinggi

3. Komplikasi:

a. Hipotensi

b. Disritmia yang berat

c. Infark Miokard Akut

d. Gagal Jantung Kongestif

e. Gangguan pada system saraf pusat seperti sinkop dan stroke

f. Trauma fisik (jatuh saat tes)

g. Henti jantung

h. Kematian

F. TIPE UJI LATIH PEMBEBANAN JANTUNG

Terdapat tiga tes yang dapat digunakan untuk memberikan beban kerja pada jantung, yaitu:

a. Uji latih jantung menggunakan tangga atau bangku bertingkat

b. Uji latih jantung menggunakan ergocycle atau arm ergometer

c. Uji latih jantung menggunakan treadmill

Kelebihan dan kekurangan Ergocycle VS Treadmill:

a. Ergocycle lebih murah dan memerlukan ruangan yang lebih kecil dibanding treadmill.

b. Tubuh bagian atas pada uji latih dengan ergocycle tidak banyak bergerak disbanding
treadmill, sehingga memberikan interpretasi pengukuran tekanan darah yang lebih akurat,
namun sebaliknya memberikan nilai VO2 max yang lebih rendah disbanding dengan
treadmill oleh karena otot-otot yang bergerak terbatas,
c. Ergocycle tidak seberisik treadmill

d. Treadmill memiliki potensi terjadinya kecelakaan seperti terjatuh apabila pasien


kehilangan keseimbangan saat tes, hal ini tidak terjadi pada pasien dengan ergocycle.

G. PROTOKOL LATIHAN

Protokol uji latih jantung dengan alat treadmill juga berbeda-beda. Protokol yang
sering banyak digunakan sampai sekarang ialah protokol Bruce (atau modifikasi Bruce) dan
yang tidak banyak lagi digunakan ialah protokol Kattus dan Balke. Protocol latihan harus
dapat diaplikasikan pada berbagai pasien, serta memungkinkan ambang arobik dicapai dalam
beberapa menit. Tersedia sejumlah protocol, namun pada prakteknya modifikasi protocol
Bruce paling banyak digunakan.

Tes latihan harus diawasi oleh dokter atau tenaga medis yang terlatih dalam
pemberian bantuan hidup lanjut diarea yang dilengkapi dengan fasilitas resusitasi lengkap.

Tabel 1. Protokol Bruce Penuh Standard

Tahap Kecepatan (mph) Gradien (%) Durasi (menit)


I 1.7 10 3
II 2.5 12 3
III 3.4 14 3
IV 4.2 16 3
V 5.0 18 3
VI 5.5 20 3
VII 6.0 22 3

Tabel 2. Protokol Bruce dimodifikasi

Tahap Kecepatan (mph) Gradien (%) Durasi (menit)


I 1.7 0 3
II 1.7 5 3
III 1.7 10 3
IV 2.5 12 3
V 3.4 14 3
VI 4.2 16 3
VII 5.0 18 3
Tabel 3. Protokol Ellestad

Tahap Kecepatan (mph) Gradien (%) Durasi (menit)


I 1,6 10 3
II 2,2 10 2
III 2,6 10 2
IV 3 10 2
V 3,6 10 2

H. CARA MENENTUKAN “TARGET/TRAINING HEART RATE (THR)”

Penetapan “Target/Training Heart Rate” bisa kita lakukan dengan cara dari Davis
dan Convertino yang hasilnya dianggap cukup akurat. Rumus yang dipakai adalah sebagai
berikut:

THR = denyut jantung sewaktu istirahat + { x.(DJ max – DJ istirahat)}

Besarnya factor x tergantung atas program dan individu yang melakukan latihan fisik dan
nilainya berkisar 0,6 dan 0,8.

Misalnya: seorang wanita umur 38 tahun dengan denyut jantung maksimal 180/menit dan
denyut saat istirahat 70/menit, maka:

THR 60% = 70 + 0,6(180-70) = 70 + 66 = 136 atau 75% dari denyut jantung maksimal

THR 80% = 70 + 0,8(180-70) = 70 + 88 = 158 atau 88 % dari denyut jantung maksimal

Sekali target rate ditentukan berarti orang tersebut dapat melakukan semua aktivitas
baik dalam lingkungan pekerjaan ataupun olah raga asalkan orang tersebut mampu untuk
mengatur intensitasnya sesuai dengan kemampuan. Khusus untuk penderita post mikard
“Target Heart Rate” biasanya dipakai 130. Debar jantung dibawah debar jantung yang
mampu dicapai oleh penderita disebut “Alarm Heart Rate”, yang merupakan suatu patokan
yang tidak boleh dilewati selama aktivitas fisik yang diperbolehkan.

I. PEDOMAN DALAM MENENTUKAN INTENSITAS/ DOSIS LATIHAN FISIK

Pada dasarnya terdapat 2 cara pendekatan dalam menetukan intensitas suatu latihan
fisik, yaitu berdasarkan ekivalen-ekivalen metabolic (METs) dan berdasarkan kebutuhan
jantung (Training/Target Heart Rate). Satu METs nilainya setara dengan kebutuhan oksigen
selama istirahat atau 3,5 ml O2/Kg.BB/menit. Idealnya setiap orang harus memiliki suatu
daftar dari berbagai macam aktivitas dimana kebutuhan dari setiap aktivitas ini disebutkan
dalam satuan METs.
Tabel 4. Kebutuhan energy dari setiap aktivitas dalam satuan METs

IMPLIKASI LATIHAN FISIK

KAPASITAS INTENSITAS DI RUMAH DI LAPANGAN


KERJA FISIK LATIHAN FISIK SEPAKBOLA
(20 menit harus
(METs) (KECEPATAN/JAM) (400 m ditempuh
ditempuh jarak …
dalam …..menit)
Km)

1.5 – 2 1.6 0.5

2.0 – 3 3.2 1.0 7’30”

3.0 – 4 4.8 1.6 4’54”

4–5 5.6 1.9 3’45”

5–6 6.4 2.1 3’41”

6–7 8.0 2.7 3’41”

7–8 8.0 2.7 3’41”

8–9 8.9 3.0 2’41”

10 9.0 3.0 2’39”

11.5 10.5 3.5 2’28”

13.5 12 4 1’59”

15 13.5 4.5 1’46”

17 15 5 1’35”

Tabel 5. Kebutuhan energy pada aktivitas

AKTIFITAS METs
Berdiri, makan, ngobrol 1.1
Merawat diri sendiri (mandi, berak) 1.9 – 20
Main piano, gitar 1.6 – 20
Mengemudi mobil 2.0 – 2.3
Jalan datar, dengan kecepatan 3 Km/jam 2.4 – 2.9
Ping-pong 2.9 – 4.2
Golf (pakai kendaraan) 3.3
Cukur muka 3.4
Hubungan sex (dengan istri) 3.7 – 4.9
Tabel 6. Dugaan Target Heart Rates sesuai dengan umur

90% predicted maximal Maximal


Umur tahun
(debar/menit) (debar/menit)

20 178 200

25 175 196

30 170 191

35 165 187

40 160 180

45 155 176

50 150 170

55 145 167

60 140 160

65 135 156

Debar jantung maksimal adalah debar jantung seseorang yang tidak dapat dinaikkan
lagi, walaupun beban kerjanya ditambah. Untuk orang normal apabila bisa mencapai 90%
dari debar jantung maksimal (sesuai dengan usianya) dikatakan “high performance exercise”.
Dalam exercise test dikenal istilah “target heart rate” yang merupakan target dimana test
hams dihentikan. Biasanya “target heart rate” adalah 85-90%dari maksimal heart rate ini
lebih dikenal sebagai submaximal exercise test.

J. PERSIAPAN ALAT DAN OBAT

 Alat treadmill

 Kertas cetak hasil treadmill

 Hypafix

 Electrode treadmill dan jeli

 Tissue

 Defibrillator
 Obat-obatan kegawatan jantung (ISDN, nifedipin, inj furosemid, inj lidokain, inj sulfas
atropine, cairan infuse RL/D5, oksigen, spuit 5cc, abocat, dll)

K. PERSIAPAN DAN PELAKSANAAN TES :

1. Saat Penjadualan Tes :

a. Satu jam sebelum tes, pasien harus sudah ada di ruang tes dengan menggunakan
pakaian yang longgar, agar mudah untuk bergerak pada waktu tes

b. Tidak melakukan kegiatan yang berat delapan jam sebelum tes

c. Pasien berpuasa hanya dua jam sebelum tes, tidak merokok, minum kopi atau
minuman beralkohol

d. Semua obat-obatan yang diminum sebelumnya dapat diteruskan kecuali disarankan


oleh dokter untuk dihentikan

e. Malam sebelum tes, pasien harus tidur secukupnya, agar saat tes kondisi pasien segar

2. Pelaksanaan pada saat tes :

1. Pengkajian data

 Mengkaji status kesehatan serta tingkat kecemasan pasien

 Mengkaji keadaan umum dan keluhan pasien

 Mengukur tinggi serta berat badan

 Menentukan target denyut nadi maksimal tes

2. Perencanaan

 Berkolaborasi dengan dokter dalam merencanakan metoda yang akan


digunakan untuk tes

 Merencanakan penggunaan tipe tes yang tepat terutama bagi pasien lanjut usia

3. Pelaksanaan

 Menjelaskan pada pasien tindakan yang akan dilakukan

 Menyilakan pasien berbaring dengan tenang di tempat tidur dengan telanjang


dada
 Menentukan sepuluh ntempat pemasangan elektroda menggunakaan kassa
alcohol hingga berwarna kemerahan

 Setelah kering tempelkan elektrodanya

 Memfiksasi elektroda dengan sempurna

 Merekam EKG 12 leads dan mengukur tekanan darah pada saat pasien masih
berbaring

 Menilai serta melaporkan hasil pengukuran dan gambaran EKG pada dokter

 Merekam EKG 3 leads dan mengukur kembali tekanan darah saat berdiri

 Memberi contoh cara berjalan yang benar pada ban treadmill

 Menjelaskan terminasi tes

4. Menyilakan pasien untuk mencoba:

 Menjalankan alat treadmill dengan kecepatan rendah hingga pasien tampak


stabil selama 30 detik, setelah itu tes dapat dimulai.

 Merekam EKG 3 lead dan mengukur tekanan darah setiap 3 menit.

 Memonitor perubahan EKG dan keluhan selama tes

 Memberhentikan tes sesuai prosedur/terminasi tes

5. Penyelesainnya

 Merekam EKG 12 lead dan mengukur tekanan darah segera setelah tes
diberhentikan.

 Menyilakan pasien duduk/berbaring

 Merekam EKG 3 leads dan mengukur tekanan darah mulai dari menit pertama
hingga menit keenam atau gambaran EKG/tekanan darah kembali seperti
sebelum tes

 Menyeleksi adanya aritmia selama/saat pemulihan.

 Menyimpulkan hasil tes

 Membersihkan jelly yang menempel pada tubuh pasien.

 Menjelaskan pada pasien bahwa tes telah selesai.


 Merapikan kembali alat-alat pada tempatnya.

 Membuat laporan dalam catatan perawatan.

13. INDIKASI PENGHENTIAN TES

a. Keluhan Subyektif

 Timbul keluhan nyeri dada yang hebat

 Sesak nafas

 Nyeri pada persendian kaki/pinggul

 Lelah sekali

 Pusing/berkunang-kunang

 Pasien minta agar tes dihentikan

b. Tanda-tanda Obyektif

 Tekanan darah:

 Respon hipertensif (tekanan sistolik diatas 115 mmHg)

 Respon hipotensi (tekanan diastolik turun melebihi 15 mmHg)

 Denyut nadi:

 Denyut nadi maksimal telah tercapai (220-umur).

 Penurunan denyut nadi yang tidak sesuai dengan peningkatan beban kerja.

 Gambaran EKG:

 Aritmia yang serius (PVC bigemini, PVC multifocal, PVC kuplet, VT)

 ST depresi dalam (donwsloping dan horizontal > 3 mm)

 ST elevasi > 2 mm

 RBBB, AV Blok derajat II – III

 Gambaran EKG tidak dapat dinilai

 Timbul tanda-tanda perfusi yang memburuk (pucat, sianotik, ekstremitas dingin).


c. Kegagalan alat treadmill atau EKG

14. PENGUKURAN DAN PENCATATAN HASIL TES

Perincian hal-hal yang harus dimonitor dan dicatat selama treadmill tes adalah sebagai
berikut:

1. Keluhan

Adanya rasa lemah pada beban kerja tinggi jangan dipakai ukuran sebagai abnormal, akan
tetapi apabila keluhan tersebut timbul pada beban kerja yang rendah merupakan indikasi
adanya penurunan fungsi otot jantung.

2. EKG, bila menggunakan satu lead saja dari lead dimana didapatkan voltase QRS yang
terbesar. Adalah sesuatu yang ideal bila kita mampu untuk melakukan rekaman lead II,
aVF, V3 s/d V6. Setiap perubahan yang semula tidak terekam pada waktu istirahat
misalnya depresi segmen ST yang signifikan, PVC multivokal, dan timbulnya blok
intraventrikuler dikatakan sebagai abnormal.

3. Tekanan darah. Suatu kenaikan diatas 10 mmHg dari waktu istirahat dikatakan sebagai
jawaban abnormal.

4. Debar jantung. 85% dari penderita penyakit jantung hanya akan mampu mencapai 85%
dari debar jantung yang diperkirakan sesuai dengan usianya.

5. Gejala fisik abnormal. Merupakan adaptasi yang normal terhadap stress fisik adalah
berkeringat, muka agak kemerah-merahan dan lelah. Adanya ataxia dan cianosis jelas
merupakan gambaran yang abnormal.

15. INTERPRETASI DARI HASIL UJI LATIH JANTUNG

Hasil uji latih jantung dianggap positif apabila:

 Timbul nyeri angina yang provokatif pada waktu menjalani uji latih jantung;

 Disertai adanya depresi segmen ST yang horizontal atau downsloping minimal 1 mm

 Atau upsloping minimal 1,5 mm pada 80 milidetik setelah J point dari 3 denyut
konsekutif di lead yang sama

Kriteria seltzer
Berdasarkan Kriteria Seltzer, uji jantung positif (adanya iskemia miokard) dibedakan
menjadi:

1. Positif ringan, apabila terdapat depresi ST horizontal 1-1.5 mm, atau depresi ST
upsloping > 1.5 mm pada 80 mmsec sesudah titik J.

2. Positif sedang, apabila terdapat depresi ST horizontal 1,5-2,5 mm atau depresi ST


upsloping > 2,5 mm pada 80 mmsec sesudah titik J atau depresi ST downsloping 1-2
mm atau timbulnya ventrikel ekstrasistol yang frekuen;

3. Positif berat, apabila depresi ST horizontal > 2,5 mm, atau depresi ST downsloping > 2
mm atau depresi ST demikian sudah timbul pada fase I, atau timbulnya ventrikel
ekstrasistol yang multipel, takikardia ventrikel atau fibrilasi ventrikel.

Hasil uji latih jantung tidak dapat dinilai (kadang-kadang disebut sebagai positif palsu)
apabila uji latih jantung tidak berhasil mencapai target denyut jantung optimal yang telah
ditetapkan, atau gambaran EKG sebelumnya berupa LBBB, WPW atau hipertropi ventrikel kiri.

16. PENYEBAB HASIL TES LATIHAN ‘POSITIF PALSU’:

1. Hipertensi sistemik 6. Hiperventilasi 11. Regurgitasi mitral

2. Stenosis aorta 7. Hipoglikemia 12. Regurgitasi aorta

3. Kardiomiopati 8. Hipokalemia

4. Prolaps katup mitral 9. Digoxin

5. Preeksitasi 10. Anemia

DAFTAR PUSTAKA

Baraas, Faisal. 2006. Kardiologi Molekuler: Radikal Bebas, Disfungsi Endotel, Aterosklerosis,
Antioksidan, Latihan Fisik, dan Rehabilitasi Jantung. Jakarta. Kardia Iqratama.

Boestan, Iwan N. Makalah : Segi Praktis Latihan Fisik pada Penderita Koroner.

Gray,HH ; Dawkins,KD; Morgan, JM; & Simpson,IA. 2005. Lecture Note: Kardiologi. Alih
bahasa Agoes, Azwar. Jakarta. Penerbit Erlangga
Kattus, Albert Exercise Testing and Training of Individuals with Heart Disease or at High Risk
for its Development: A Handbook for Physicians A. 1975. American Heart Association

Rokhaeni, H; Purnamasari,E; & Rahayu,AU. 2001. Buku Ajar Keperawatan Kardiovaskuler.


Jakarta. Bidang Diklat Pusat Kesehatan Jatung dan Pembuluh Darah Nasional “Harapan
Kita”.

Soenarta, Arieska & Oemar, Hamid. 2002. Pemeriksaan Non-Invasif Pada Penyakit Jantung
Kardiovaskuler dalam Buku Ajar Kardiologi editor Lily ismudiati Rilantono. Jakarta.
Balai Penerbit FKUI

Smeltzer,SC & Bare, BG. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &
Suddarth.Edisi 8. Vol.2. Jakarta . EGC

Wijaya, I.P. 2006. Elektrokardiografi pada Uji Latih Jantung, dalam Sudoyo, A.W. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam edisi 4 jilid III. Jakarta. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam
FKUI.

You might also like