Professional Documents
Culture Documents
UJI LATIH JANTUNG (Treadmill)
UJI LATIH JANTUNG (Treadmill)
Oleh :
KELOMPOK V
Eka Afridayati
Meilita
Irmina Uta Mawo
Ahmad Wahyudi
Joko Sutrisno
TREADMILL TEST
A. PENDAHULUAN
Uji Latih Pembebanan Jantung disebut juga stress testing atau exercise testing,
adalah salah satu pemeriksaan non invasive dimana dengan pemberian beban diharapkan
dapat diperoleh gambaran keadaan kardiovaskuler si penderita. Tes ini merupakan suatu
stress fisiologis, yang dapat menimbulkan abnormalitas kardiovaskuler pada keadaan dimana
tidak ditemukan kelainan pada saat istirahat. Alat – alat yang digunakan untuk tujuan ini
dapat berupa tangga Master (Master’s test), bangku bertingkat (step test), dapat berupa
sepeda khusus (sepeda ergometer Astrand) untuk tes ergocycle dan yang paling banyak
digunakan saat ini adalah Treadmill Stress Testing, yakni tes yang dilakukan diatas ban
berjalan. Si penderita berjalan diatas ban berjalan yang dapat bekerja secara otomatis atau
dapat diatur oleh pemeriksa sendiri untuk menentukan kenaikan kecepatan ban dan sudut
(inklinasi) alat ini secara bertahap.
Menurut para Ahli Jantung dari Amerika dan Kanada seperti: Dafoe, Froelicher dan
Pashkow, tes ini merupakan tes non invasif yang paling sensitive untuk mendiagnosa
Penyakit Jantung Koroner (PJK). Disamping untuk diagnostik, tes ini juga efektif untuk
memonitor progresivitas Penyakit Kardiovaskuler, serta dapat dipakai dalam penilaian hasil
pengobatan maupun hasil latihan fisik yang telah diberikan kepada pasien.
B. PENGERTIAN
Tes uji latih beban jantung adalah tes fisik menggunakan treadmill yang bertujuan
untuk mengetahui kesegaran kardiopulmoner, kemampuan transport oksigen maksimum
(VO2max), diagnostic penyakit jantung koroner (nyeri dada dari factor kardiak dan non
kardiak), mencari penyebab keluhan yang timbul saat latihan, deteksi adanya respon
hipertensi saat latihan. Juga untuk keperluan rehabilitasi penderita penyakit jantung.
Tujuan uji latih jantung pada umumnya adalah untuk diagnostik mengenai ada
tidaknya iskemia miokard, angina, berbagai aritmia dan respon hemodinamik yang terjadi.
Disamping itu juga digunakan untuk mengevaluasi efek pengobatan yang diberikan selama
ini, menentukan kapasitas fisik, membantu pengembangan program kesegaran jasmani,
memprediksi prognosis dan menetapkan dosis latihan dalam program rehabilitasi jantung.
D. DASAR-DASAR FISIOLOGIS
Dasar fisiologi Uji Latih Pembebanan Jantung adalah latihan dinamik. Pada latihan
dinamik akan terjadi serial penyesuaian kardiovaskuler akibat peningkatan suplai darah ke
otot gerak sesuai dengan kebutuhan metabolism tubuh, disamping upaya tubuh untuk tetap
mempertahankan suplai darah ke organ vital seperti otak dan jantung.
Secara umum latihan dinamik akan menimbulkan respon berupa: peningkatan curah
jantung, peningkatan tekanan darah arterial, peningkatan tahanan/resistensi perifer, dan
penurunan tahanan/resistensi sistemik.
Bila terdapat gangguan suplai darah ke otot jantung (misalnya akibat penyempitan
arteri koroner), maka sewaktu tes atau saat pemulihan akan terlihat adanya perubahan
rekaman EKG berupa depresi segmen ST. Pada pasien dengan PJK, iskemia miokard
direfleksikan dengan depresi segmen ST, yang sering terlihat pada sandapan dengan
gelombang R tertingi (biasanya V5). Kriteria untuk depresi segmen ST “bermakna”
merepresentasikan kompromi antara sensitivitas dan spesifisitas. Sebagian mendefinisikan
positif sebagai depresi segmen planar (horizontal) atau menurun > 1 mm yang diukur 80
mdet setelah titik J. Perubahan morfologi gelombang T dapat diprovokasi oleh penafasan
atau perubahan postur dan tidak pasti menandakan iskemia miokard. Begitu pula, depresi
titik J menyertai takikardia karena pemendekan regurgitasi pulmonal dan repolarisasi atrium.
Aberansi yang tergantung denyut merupakan indicator iskemia yang tidak dapat diandalkan.
Beberapa pasien memperlihatkan elevasi segmen ST, ‘pseudonormalisasi’ gelombang T
terbalik, atau peningkatan amplitudo gelombang R, semuanya dapat diprovokasi oleh
iskemia.
E. INDIKASI, KONTRA INDIKASI DAN KOMPLIKASI
1. Indikasi :
a. Terdapat gejala yang membatasi aktivitas (nyeri dada, lelah, sesak nafas, dan lain-lain.
c. Dokumentasi perubahan segmen ST yang terjadi selama latihan atau masa pemulihan.
2. Kontraindikasi :
a. Mutlak:
Aritmia jantung yang tidak terkontrol dengan gejala dan gangguan hemodinamik
b. Relatif:
Hipertensi berat
Kardiomiopati
3. Komplikasi:
a. Hipotensi
g. Henti jantung
h. Kematian
Terdapat tiga tes yang dapat digunakan untuk memberikan beban kerja pada jantung, yaitu:
a. Ergocycle lebih murah dan memerlukan ruangan yang lebih kecil dibanding treadmill.
b. Tubuh bagian atas pada uji latih dengan ergocycle tidak banyak bergerak disbanding
treadmill, sehingga memberikan interpretasi pengukuran tekanan darah yang lebih akurat,
namun sebaliknya memberikan nilai VO2 max yang lebih rendah disbanding dengan
treadmill oleh karena otot-otot yang bergerak terbatas,
c. Ergocycle tidak seberisik treadmill
G. PROTOKOL LATIHAN
Protokol uji latih jantung dengan alat treadmill juga berbeda-beda. Protokol yang
sering banyak digunakan sampai sekarang ialah protokol Bruce (atau modifikasi Bruce) dan
yang tidak banyak lagi digunakan ialah protokol Kattus dan Balke. Protocol latihan harus
dapat diaplikasikan pada berbagai pasien, serta memungkinkan ambang arobik dicapai dalam
beberapa menit. Tersedia sejumlah protocol, namun pada prakteknya modifikasi protocol
Bruce paling banyak digunakan.
Tes latihan harus diawasi oleh dokter atau tenaga medis yang terlatih dalam
pemberian bantuan hidup lanjut diarea yang dilengkapi dengan fasilitas resusitasi lengkap.
Penetapan “Target/Training Heart Rate” bisa kita lakukan dengan cara dari Davis
dan Convertino yang hasilnya dianggap cukup akurat. Rumus yang dipakai adalah sebagai
berikut:
Besarnya factor x tergantung atas program dan individu yang melakukan latihan fisik dan
nilainya berkisar 0,6 dan 0,8.
Misalnya: seorang wanita umur 38 tahun dengan denyut jantung maksimal 180/menit dan
denyut saat istirahat 70/menit, maka:
THR 60% = 70 + 0,6(180-70) = 70 + 66 = 136 atau 75% dari denyut jantung maksimal
Sekali target rate ditentukan berarti orang tersebut dapat melakukan semua aktivitas
baik dalam lingkungan pekerjaan ataupun olah raga asalkan orang tersebut mampu untuk
mengatur intensitasnya sesuai dengan kemampuan. Khusus untuk penderita post mikard
“Target Heart Rate” biasanya dipakai 130. Debar jantung dibawah debar jantung yang
mampu dicapai oleh penderita disebut “Alarm Heart Rate”, yang merupakan suatu patokan
yang tidak boleh dilewati selama aktivitas fisik yang diperbolehkan.
Pada dasarnya terdapat 2 cara pendekatan dalam menetukan intensitas suatu latihan
fisik, yaitu berdasarkan ekivalen-ekivalen metabolic (METs) dan berdasarkan kebutuhan
jantung (Training/Target Heart Rate). Satu METs nilainya setara dengan kebutuhan oksigen
selama istirahat atau 3,5 ml O2/Kg.BB/menit. Idealnya setiap orang harus memiliki suatu
daftar dari berbagai macam aktivitas dimana kebutuhan dari setiap aktivitas ini disebutkan
dalam satuan METs.
Tabel 4. Kebutuhan energy dari setiap aktivitas dalam satuan METs
13.5 12 4 1’59”
17 15 5 1’35”
AKTIFITAS METs
Berdiri, makan, ngobrol 1.1
Merawat diri sendiri (mandi, berak) 1.9 – 20
Main piano, gitar 1.6 – 20
Mengemudi mobil 2.0 – 2.3
Jalan datar, dengan kecepatan 3 Km/jam 2.4 – 2.9
Ping-pong 2.9 – 4.2
Golf (pakai kendaraan) 3.3
Cukur muka 3.4
Hubungan sex (dengan istri) 3.7 – 4.9
Tabel 6. Dugaan Target Heart Rates sesuai dengan umur
20 178 200
25 175 196
30 170 191
35 165 187
40 160 180
45 155 176
50 150 170
55 145 167
60 140 160
65 135 156
Debar jantung maksimal adalah debar jantung seseorang yang tidak dapat dinaikkan
lagi, walaupun beban kerjanya ditambah. Untuk orang normal apabila bisa mencapai 90%
dari debar jantung maksimal (sesuai dengan usianya) dikatakan “high performance exercise”.
Dalam exercise test dikenal istilah “target heart rate” yang merupakan target dimana test
hams dihentikan. Biasanya “target heart rate” adalah 85-90%dari maksimal heart rate ini
lebih dikenal sebagai submaximal exercise test.
Alat treadmill
Hypafix
Tissue
Defibrillator
Obat-obatan kegawatan jantung (ISDN, nifedipin, inj furosemid, inj lidokain, inj sulfas
atropine, cairan infuse RL/D5, oksigen, spuit 5cc, abocat, dll)
a. Satu jam sebelum tes, pasien harus sudah ada di ruang tes dengan menggunakan
pakaian yang longgar, agar mudah untuk bergerak pada waktu tes
c. Pasien berpuasa hanya dua jam sebelum tes, tidak merokok, minum kopi atau
minuman beralkohol
e. Malam sebelum tes, pasien harus tidur secukupnya, agar saat tes kondisi pasien segar
1. Pengkajian data
2. Perencanaan
Merencanakan penggunaan tipe tes yang tepat terutama bagi pasien lanjut usia
3. Pelaksanaan
Merekam EKG 12 leads dan mengukur tekanan darah pada saat pasien masih
berbaring
Menilai serta melaporkan hasil pengukuran dan gambaran EKG pada dokter
Merekam EKG 3 leads dan mengukur kembali tekanan darah saat berdiri
5. Penyelesainnya
Merekam EKG 12 lead dan mengukur tekanan darah segera setelah tes
diberhentikan.
Merekam EKG 3 leads dan mengukur tekanan darah mulai dari menit pertama
hingga menit keenam atau gambaran EKG/tekanan darah kembali seperti
sebelum tes
a. Keluhan Subyektif
Sesak nafas
Lelah sekali
Pusing/berkunang-kunang
b. Tanda-tanda Obyektif
Tekanan darah:
Denyut nadi:
Penurunan denyut nadi yang tidak sesuai dengan peningkatan beban kerja.
Gambaran EKG:
Aritmia yang serius (PVC bigemini, PVC multifocal, PVC kuplet, VT)
ST elevasi > 2 mm
Perincian hal-hal yang harus dimonitor dan dicatat selama treadmill tes adalah sebagai
berikut:
1. Keluhan
Adanya rasa lemah pada beban kerja tinggi jangan dipakai ukuran sebagai abnormal, akan
tetapi apabila keluhan tersebut timbul pada beban kerja yang rendah merupakan indikasi
adanya penurunan fungsi otot jantung.
2. EKG, bila menggunakan satu lead saja dari lead dimana didapatkan voltase QRS yang
terbesar. Adalah sesuatu yang ideal bila kita mampu untuk melakukan rekaman lead II,
aVF, V3 s/d V6. Setiap perubahan yang semula tidak terekam pada waktu istirahat
misalnya depresi segmen ST yang signifikan, PVC multivokal, dan timbulnya blok
intraventrikuler dikatakan sebagai abnormal.
3. Tekanan darah. Suatu kenaikan diatas 10 mmHg dari waktu istirahat dikatakan sebagai
jawaban abnormal.
4. Debar jantung. 85% dari penderita penyakit jantung hanya akan mampu mencapai 85%
dari debar jantung yang diperkirakan sesuai dengan usianya.
5. Gejala fisik abnormal. Merupakan adaptasi yang normal terhadap stress fisik adalah
berkeringat, muka agak kemerah-merahan dan lelah. Adanya ataxia dan cianosis jelas
merupakan gambaran yang abnormal.
Timbul nyeri angina yang provokatif pada waktu menjalani uji latih jantung;
Atau upsloping minimal 1,5 mm pada 80 milidetik setelah J point dari 3 denyut
konsekutif di lead yang sama
Kriteria seltzer
Berdasarkan Kriteria Seltzer, uji jantung positif (adanya iskemia miokard) dibedakan
menjadi:
1. Positif ringan, apabila terdapat depresi ST horizontal 1-1.5 mm, atau depresi ST
upsloping > 1.5 mm pada 80 mmsec sesudah titik J.
3. Positif berat, apabila depresi ST horizontal > 2,5 mm, atau depresi ST downsloping > 2
mm atau depresi ST demikian sudah timbul pada fase I, atau timbulnya ventrikel
ekstrasistol yang multipel, takikardia ventrikel atau fibrilasi ventrikel.
Hasil uji latih jantung tidak dapat dinilai (kadang-kadang disebut sebagai positif palsu)
apabila uji latih jantung tidak berhasil mencapai target denyut jantung optimal yang telah
ditetapkan, atau gambaran EKG sebelumnya berupa LBBB, WPW atau hipertropi ventrikel kiri.
3. Kardiomiopati 8. Hipokalemia
DAFTAR PUSTAKA
Baraas, Faisal. 2006. Kardiologi Molekuler: Radikal Bebas, Disfungsi Endotel, Aterosklerosis,
Antioksidan, Latihan Fisik, dan Rehabilitasi Jantung. Jakarta. Kardia Iqratama.
Boestan, Iwan N. Makalah : Segi Praktis Latihan Fisik pada Penderita Koroner.
Gray,HH ; Dawkins,KD; Morgan, JM; & Simpson,IA. 2005. Lecture Note: Kardiologi. Alih
bahasa Agoes, Azwar. Jakarta. Penerbit Erlangga
Kattus, Albert Exercise Testing and Training of Individuals with Heart Disease or at High Risk
for its Development: A Handbook for Physicians A. 1975. American Heart Association
Soenarta, Arieska & Oemar, Hamid. 2002. Pemeriksaan Non-Invasif Pada Penyakit Jantung
Kardiovaskuler dalam Buku Ajar Kardiologi editor Lily ismudiati Rilantono. Jakarta.
Balai Penerbit FKUI
Smeltzer,SC & Bare, BG. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &
Suddarth.Edisi 8. Vol.2. Jakarta . EGC
Wijaya, I.P. 2006. Elektrokardiografi pada Uji Latih Jantung, dalam Sudoyo, A.W. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam edisi 4 jilid III. Jakarta. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam
FKUI.