You are on page 1of 8
TIKEL ILWIAH 113 Metafora Politik sebagai Pendekatan Manajemen (Sebuah Alternatif Pendekatan Manajemen) ‘SISWANTO Pusitbang Sistom dan Kebjakan Kesehatan ‘Badan Peneltian dan Pengembangan Kesehatan, Surabaya V ABSTRACT ‘The aim ofthis article isto present poktical metaphor as a managerial approach inorder ta provide a better understanding on ‘now to practice such a metaphor in areal management practice. The theories of managemant can be categorized ito two schools of thought, 8. instrumental account and social action account. The analysis of insttumental account started om whe organization, winereas the analysis of social action account started from the actors social action’. Intumertal account of organization saw organization as ‘being pro-existont and independent of people's perception and action. inthis account, managerial works were seen as boing noua, ‘predictable, rational, and tree trom manager's interests. On the contrary, social action account of organization saw crganizaton asthe ‘Product of people’s action in negotiating meanings and interests. n this account, managerial works were seen a3 partisan. not neutral, ‘Sometimes katona, and not tre from manager's interests. One of the derivatives of social action account wae poltical methapor, ‘besides cultural metaphor Poltical metaphor saw organization asa politcal entity that avery acto including managers, was trying 10 ‘negotiate, bargain and compromize thei interests in every organizational event by exercising power. Evely actor, intuding manager, ‘played within the area of sulace poltics to compete thei interests. Overt interests would always be propagated and advocated to other {actors by managers in erder to achieve manager" ntrets nthe light of politcal metaphor, an elective manager isthe one who can ‘propagate overt interests to other actors and can keep covert intrests unknown by others, Keywords: poltical metaphor, organization, management, power PENDAHULUAN Meskipun hampir setiap orang menyadari bahwa dalam kehidupan organisasi terdapat ‘polltk’ tetapi tampaknya cara pandang politik tentang kehidupan organisasi ini belum banyak diperkenalkan pada pelatinan manajemen, seperti diklatpim maupun perkuliahan di manajemen kesehatan. Untuk sebagian orang, membicarakan polik organisasi mungkin dianggap tabu, karena diskursus politk selalu ‘mengaitkan perilaku (aksi sosial) dengan motif dan kepentingan pribadi atau kelompok. Politik tidak harus dikaitkan dengan sesuatu yang negatif atau merusak; justru politik harus dianggap sebagai alat (means) untuk menyatukan perbedaan kepentingan dari berbagai pihak guna menghasilkan interaksi sosial yang produktif, sebagaimana diungkapkan oleh Aristoteles (Morgan, 1996). Melihat aktivitas organisasi sebagai altivitas politik merupakan penyegaran tethadap pemahaman kehidupan ‘organisasi' yang selalu didominasi oleh cara pandang normatif, yang analisisnya mengabaikan ‘motif dan kepentingan aktor yang terlibat dalam kehidupan organisasi. Memahami organisasi dengan perspektif poltik akan mengantarkan praktisi manajemen paca pemahaman tentang sisi lain dari kehidupan organisasi; menyadarkan manajer bahwa ia hanyalah salah satu aktor dalam permainan politk, sehingga ia akan mampu menyusun taktik dan strategi yang tepat untuk mempertahankan keteraturan (order) ‘organisasi yang dipimpinnya. Politic didefinisikan oleh Dahl (1991) sebagai setiap pola hubungan antarmanusia yang kokoh, dan melibatkan, secara cukup mencolok, kendali, pengaruh, kekuasaan dan kewenangan (power). Dengan menggunakan definisi ini, maka dapat dikatakan bahwa polik tidak hanya terjadi pada sistem pemerintahan, namun politi juga terjadi pada klub-klub pribadi, badan usaha, organisasi keagamaan, kelompok suku primitif, marga, dan bahkan pada unit keluarga. Pusat analisis politik adalah bagaimana ‘seorang aktor dapat mempengaruhi aktor lain, sehingga aktor terakhir menuruti kernauan aktor pertama, ‘Dalam kontes saling mempengaruhi ini, maka tiap aktor akan saling beradu ‘power’ (kekuatan) untuk "memenangkan ‘kepentingan’, dengan taktik memainkan kekuatannya masing-masing Panclangan sederhana tentang manajemen adalah proses pengelolaan man, money, materials, machine, method, dan market (6 M) dalam rangka mencapai tujyan organisasi. Sudah tentu, definisi ini ‘dapat saja diperdebatkan karena bagaimana orang memaknai ‘manajemen’ sangat tergantung bagaimana ia meoginterpretasixan (memahami) entitas yang namanya ‘organisasi’ itu sendiri..Menurut tecri polit ‘organisasi tak ubahnya bagaikan gelanggang politik yang terdiri dari banyak aktor dan koalisi yang ‘saling berebut, tawar menawar dan negosiasi berbagai kepentingan untuk mendapatkan kompromi dan ‘komitmen yang dapat diterima oleh semua pihak. Namun demikian, karena entitas ‘organisasi' yang bersifat 114 J. Adm. Kebijak. Kesehat., Vol. 4, No. 3, Sept-Des 2006: 113-11 Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan metafora sebagai “pemakaian kata atau kelompok kata bukan dengan arti yang sebenamya, melainkan sebagai deskripsi persamaan atau perbandingan* (Balai Pustaka, 1990). Morgan (1996) dan Bolman & Deal (1991) menyatakan bahwa kelahiran teori crganisasi dan manajemen tak ubahnya dengan metafora yang mencoba mendeskripsikan atau melihat apa itu organisasi dan apa itu manajemen dengan ‘pertimpamaannya’ sendiri-sendiri, Dari beragam. metafora teori organisasi dan manajemen, salah-satunya adalah metafora poltik. Tulisan ini mencoba uk memberikan pemahaman tentang bagaimana menggunakan metafora politik untuk menambah koleksi ‘foo!' manajemen bagi praktisi manajemen, dalam rangka mengelola orgariisasi menjadi lebih bak, Harus dipahami bahwa manajemen yang efeitf adalah penguasaan seluruh metafora, dan mampu menggunakan setiap metafora pada ‘event’ yang tepat (contingem). DUA CARA PANDANG TEORI MANAJEMEN Realitas sosial yang bemama ‘organisasi’ dan ‘manajemen’ telah dimaknai oleh berbagai pengemuka teori manajemen sesuai dengan latar belakang dari pengemuka teori. Seorang engineer akan melihat ‘organisasi sebagai mesin, behaviorist melihatnya sebagai sasana memenuhi kebutuhan manusia, biologist melihatnya sebagai sistem organisme, mathematician melihatnya sebagai entitas matemattk, political scientist melihatnya sebagai wahana politik, dan akhirnya anthropologist melihatnya sebagai entitas budaya, Pemaknaan melalui perumpamaan yang berbeda-beda inilah yang disebut dengan metalora. Dinamakan metafora karena setiap teori mencoba melihat ‘organisasi’ dan ‘manajemen’ menurut kaca matanya masing-masing, tanpa melihat realitas prektik manajemen yang senyatanya. Sebelum dibahas lebih mendalam tentang metafora poliik ada baiknya dijelaskan dulu taksonomi dari keseluruhan metafora, Degeling (1997) membagi semua hirukcpikuk metafora teori organisasi dan manajemen menjadi dua kelompok cara pandang, yakni cara pandang instrumental dan cara pandang aksi sosial. Dalam cara pandang instrumentel, organisasi dilihat sebagai alat untuk mencapai tujuan, sehingga organisasi bersifat pre-existent (organisasi sudah ada lebih dulu sebelum aksi para anggotanya); sementara manajemen dilhat sebagai aktivitas yang rasional, sekuensial (urut), prediktif, dan bebas deri kepentingan aktor. Dengan kata lain, aktivitas manajemen adalah penguasaan ilmu yang bersifat ‘tekrik’. Degeling (1997) membagi cara pandang instrumental ke dalam empat sub-kelompok teori, yakni teori manajemen klasik (rasional), manajemen kemanusiaan, manajemen sistem organik dan manajemen kontinjensi (contingency). Karena titik tolak bahasan berangkat dari ‘organisasi', maka diskursus dalam cara pandang instrumental ini mengarah kepada ‘bageimana seharusnya mendesain dan mengelola organisas', misalnya saja, tujuan organisasi (goals), struktur organisasi (departemenisasi), tugas, wewenang, peran, fungsi, efektvitas, efisiensi, perencanaan, penggerakan, motivasi, monitoring, evaluasi, dan sebagainya. Sebagaimana diungkapkan oleh Weber (dalam Worsley, 1981), aksi sosial (social action) adalah tindakan seseorang dalam konteks melekukan hubungan sosial, yang notabene tidak terlepas dari interpretasi terhadap realitas, motif dan kepentingan individu). Analisis pada cara pandang aksi sosial imulai dari ‘aktor yang ada dalam organisasi; dengan demikian diskursus dalam cara pandang ini adalah membahas “apa yang dikerjakan para aktor dalam membangun interaksinya dengan aktor lain sehingga terbentuklah organisasi (getting organized)”. Oleh karena itu, organisasi dilihatnya sebagai produk dari aksi para aktor yang terlibat (nan pre-existent), dan perilaku para aktor bukanlah semeta-mata produk mangjer tapi lebih kepada produk individual masing-masing aktor dalam memaknai realitas dan mengejar kepentingannya. Direktur sebuah organisasi adalah orang yang secara kebetulan saja mendapatkan otoritas formal untuk memimpin organisasi. Namun demikian, dalam cara pandang aksi sosial, siapapun dapat menjadi ‘manajer’ atau /eader dalam suatu organisasi, tergantung kemampuan seseorang untuk mempengaruhi innya, apakah ia bisa menjadi orang yang paling berpengaruh atau tidak. (Degeling, 1997; Giddens, Karena cara pandang ini menjelaskan apa yang sebenamya dikerjakan oleh para aktor termasuk idupan nyata organisasi, maka cara pandang ini sering disebut dengan pemikiran iit, Hal ini berbeda dengan cara pandang instrumental yang berusaha membangun tear kan resep kepada para mangjer, sehingga seting disebut sebagai pemikiran manajemen .u normatit. Cara pandang aksi sosial diwakil oleh apa yang sering disebut dengan manajemen, budaya (kultura!) dan manajemen poll. : Perdebstan cara pandang instrumental dengan cara pandang aksi sosial dalam lima manejemen sesungguhnya analog dengan perdebatan panjang tentang terbentuknya struktur sosial dalam sosiologl. Pada sebagien teor|, misalnya Durkheim (dalam Worsley, 1991). menyatakan bahwa perilaku individu: ipengaruni oleh hukum umum dari suatu struktur sosial; sementara teori lainnya, Weber misalnya, menyatekan bahwa perilaku individu berawal dari motif-motif dan pemaknaan realitas yang berasal dari dirinya sendiri, Dengan mencermati apa yang telah diuraikan diperoleh pemahaman yang semakin jelas, bahwa semua teori manajemen telah menggunakan ‘metaiora’ dalam melihat apa itu organisasi dan apa itu manajemen, yang berakibat pada pemaknaan parsial ketimbang pemaknaan yang utuh. Perbandingan ‘cara pandang instrumental dan cara pandang aksi sosial dideskripsikan pada Tabel 1 Tabel 1. Perbandingan cara pandang instrumental dan cara pandang aksi sosial tentang organisasi dan manajemen* Definisi tentang Konsep struktur tidak tergantung dari persepsi, pemahaman, dan kepentingan dari aktor di dalam maupun di luar organisasi. Aktivitas manajemen diasumsikan neta, peran, fungsi, perencanaan, departemenisasi, penggerakan, maotivasi, monitoring, evaluasi, efektivitas, efisiensi dan sejenisnya Struktur organisasi adalah bagan *) Diadopsi dari Management of Organization (Degeling,1997) ~ ‘METAFORA POLITIK — ‘ Metafora polit adalah salah satu metafora dalam cara pandang ‘aksi sosial di samping motafora ‘budaya_ (1996) misainya, melihat organisasi sebagai wahana atau gelartggang poltk tempat en oleh para anggotanya. Dengan menggunakan metafora poliik, maka perilaku bukan saja oleh arahan Domain ‘Cara Pandang Instrumental Cara Pandang Aksi Sosial Pendekatan’ Analisis bertolak dari “organisasi” ‘Analsis bertolak dari “aks anggota’ Analisis Definisi tentang Organisasi adalah alat untuk mencapai_Organisasi adalah produk dari aksi organisasi tujuan kelompok, yang keberadaannya para anggota yang terlibat melalui negosiasi pemaknaan realitas dan negosiasi kepentingan Aitivitas manajemen adalah tidek ‘manajemen rasional, dapat diprogramkan, dan netral, kadang irasional, tergantung bebas dari persepsi dan kepentingan _persepsi dan kepentingan manajer manajer - Diskursus Tujuan organisasi, tugas, wewenang, —_Tata nilai, norma, ritual, seremoni, pemaknaan realitas, kepentingan, kekuatan (power), negosiasi kompromi, tawar menawer, dan sejenisnya Struktur organisasi adalah pola organisasi organisasi yang menggambarkan hubungan perilaku antaranggota pembagian tugas dan fungsi dari yang terlibat, yang bukan semata- bagian-bagian orgenisasi yang mata sebagai produk manajemen tapi diasumsikan akan membentuk lebih kepada hasil kontes pemaknaan perilaku anggota organisasi, oleh realitas dan perebutan kepentingan kkarenanya perilaku anggota organisasi antaraktor yang terlibat dianggap sebagai produk manajemen Konsep tentang —_Perilaku anggota organisasi dibentuk —_Perilaku anggota dalam organisasi | perilaku anggota dan diarahkan oleh manajemen dalam adalah hasil dari proses negosiasi Gi dalam bentuk aturan dan prosedur, guna kepentingan dan kontes pemaknaan corganisasi Pencapaian tujuan organisasi realitas kehidupan antaraktor di dalam dan di luar organisasi, manajer dianggap sebagai salah satu peserta saja dalam kontes pemaknaan dan negosiasi Kepentingan antaraktor manajemen tapi lebih dipengaruhi oleh ‘dan orientasi seseorang yang menyebabkan ia bergabung dalam 115 116 yaeg mempengarun tindakan seseorang dalam berinteraksi, meliputi tujuan, ria, Keinginan, harapan, dan orientasi ses Lebin jauh, Morgan (1996) membagi kepentingan ke dalam tiga kategot, yaitu kepentingan pekerjaan, kepentingan karir dan kepentingan ekstramural. Kepentingan pekerjaan adalah kepentingan yang terkalt dengan tugas seseorang sesuai kedudukan dan jabatan yang diembannya. Sementara, kepentingan keri terkait dengan masa depan seseorang dalam organisasi (posisi dan jabatan yang lebih baik), yang bisa tidak berhubungan dengan kepentingan pekerjaan. Dalam komponen kepentingan juga termasuk ntingan ekstramural yang terdiri dari kepribadian, sikap, nilai, keyakinan dart komitmen di luar pekerjaan, yang keseluruhannya akan membingkai pola perilaku seseorang baik menyangkut pekerjaan maupun karit. ‘Asumsi dasar manajemen politi« adalah (1) organisasi adalah koalisi yang terdiri dari berbagai individu: dan kelompok dengan berbagai kepentingan, (2) dalam organisasi selalu ada potensi perbedaan menyangkut kepribadian, keyakinan, kepentingan, sikap, persepsi, dan preferences dari para anggotanya, (3) kekuatan (power) memainkan peranan penting dalam memperebutkan sumber daya, (4) tujuan corganisasi, pengambilan keputusan dan proses manajemen lainnya adalah hasil dari bargaining, negosiasi dan brokering dari berbagai faksi peserta, (5) karena keteratasan sumber daya dan setiap aktor berebut kepentingan, maka konilik adalah wajar (alamiah) dalam kehidupan organisasi (Bolman & Deal, 1991; Degeling. 1997; Morgan, 1996). Dalam berebut kepentingan tersebut, setiap aktor, termasuk manajer, memanfaatkan sumber-sumber kekuatan (power) yang climilikinya untuk saling mempengeruhi aktor lainnya. Weber (1947) mendefinisikan power sebagai “peluang seorang aktor dalam interaksi sosialnya berada di posisi memenangkan keinginannya meski ada hambatan dari pihak fain’. Sebagai ilustrasi, ‘A’ mempunyai power terhadap “B kalau ‘A’ dapat mempengaruhi atau memaksa ‘B’ untuk melakukan sesualu yang diinginkan oleh ‘A’ (Blau, 1965), Dengan kata lain, power adalah kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang lain untuk bertindak sesuai dengan keinginan orang pertama, ‘Sumber-sumber power yang dipakai para aktor untuk saling mempengaruhi adalah (1) otoritas formal, (2) kendali pada sumber daya, (8) penggunaan struktur organisasi dan aturan, (4) kendall pada pengambilan keputusan, (5) penguasaan informasi dan pengetahuan, (6) pembentukan networking dan koalisi, (7) penanganan ketidakpastian, (8) simbolisme dan manajemen makna, dan (@) karisma (Bolman & Deal, 1911; Morgan 1996). Mangjer yang lidak mampu mengelaborasi atau mengumpulkan kesembilan sumber power tersebut dengan baik, ia akan kehilangan legitimasinya sebagai pemimpin, yang berakibat pada munculnya pemimpin (leader) bayangan. Dengan metafora politik, maka organisasi diinterpretasikan sebagai wahana perebutan kepentingan oleh aktor yang terlibat; sementara pekerjaan manajer adalah analog dengan seorang politisi yang berusaha untuk mempengaruhi aktor lain dengan memainkan sumiber-sumber kekuatan yang ia milk ‘Aktivitas manajer untuk mempengeruhi aktor lain dalam rangka menuju keteraturan (getting organized) adalah mobilisasi, kooptasi, mediasi, networking, brokering, dan propagasi nilai-nilai dan aturan untuk memenangkan kepentingannya. Aktivitas manajemen ini bersifat tidak netral dan tidak ster! dari kepentingan mangjer, setidaknya untuk mempertahankan posisinya pada setiap kontes yang sedang terjadi. Beberapa taktik dan strategi manajemen dalam metafora politik sebagaimana diungkapkan oleh Degeling (1997) diantaranya adalah: 1) Membentuk koalisi dengan pihak lain untuk meningkatkan dukungan dan sumber daya; 2) Menciptakan suasana (seremoni dan simbol) untuk membentuk persepsi dan perilaku orang-orang sesuai dengan peran dan fungsinya; 3) Mentransformasikan kepentingan kita adi kepentingan pihak lain dengan mengubah persepsi dan tindakan pihak lain; 4) Memperiuas rain yang terlibat dalam sualu isu yang menjadi kepentingan kita untuk mendapatkan perhatian. lebih luas; 5) Melaksanakan negosiasi dan tawar menawar dengan pihak lain yang bersinggungan ' fan kita untuk mendapatkan kompromi; dané) Memilih waktu yang tepat untuk setiap nagar situasi manguntungkan kita > taktik dan strateji tersebut harus disesuaikan dengan aturan umum, noma dan budaya + berada. Setiap pilihan taktk dan strategi yang dipakal manajer harus kontinjen epenti h posisi manajer. STRUKTUR DALAM. KONTEKS METAFORA POLITIK Metatora Politk sebagai Pendekatan Manajemen (Siswanto) isusun berdasarkan fungsifungsi yang telah citetapkan sebelumnya, sehingga sering didengar aksioma: structure follows function (struktur mengikut fungsi). Dalam konteks ini, tugas dan tungsi suatu organisasi dapat cihat dar struktur organisasi tersebut. Setelah struktur terbentuk barulah dilakukan staffing. yakni mengisi personalia dengan kualifikasi dan kompetensi yang sesuai dengan tugas dan fungsi dari struktur yang aken diembannya. Cara pandang sepert ini adalah cara pandang teori klasik tentang manajemen, yang menggunakan asumsi bahwa semua hal yang terjadi di organisasi adalah produk dari aktivitas manajemen. Dalam metafora manajemen politi, istilah ‘struktur’ bukan diinterpretasikan sebagai bagan atau struktur organisasi, namun ‘struktur’ diinterpretasikan sebagai ‘karakteristik pola hubungan kehidupan corganisasional’ yang sudah mengendap dalam rutinitas kehidupan organisasi, menjadi norma dan tata nila, sehingga setiap aktor menerima apa adanya tanpa menanyakan mengapa demikian (taken as given). ‘Struktur dalam konteks ini bersifat membingkai dan membatasi apa-apa yang boleh diperebutkan dan dinegosiasikan oleh para aktor yang terlibat. Dalam metafora polltik kesepakatan pola interaksi antaraktor yang sudah menjadi norma dan tata nilai ini disebut sebagai ‘structural politics’. Sementara, komponen- komponen yang masih terbuka untuk dinegosiasikan antaraktor disebut sebagai ‘surface politics’ (Degeling, 1997). Hubungan antara structural politics dan surface politics dapat diabstraksikan di Gambar 1. ALAT DIAGNOSIS ~ Siapa pemain dan mengapa ia menjadi pemain? ~ Apa yang diperebutkan? ~ Siapa punya power dan mengapa? Surface Politics: area yang diperebutkan antar aktor melalui: ~ Taktik apa yang dipakai? ~ negosiasi ~ Siapa bakal menang dan kalah? ~ tawar menawar — Bageimana hasil kompetisi dapat — kompromi diterima? Structural Politics: area yang menjadi Pemahaman bersama dan tidak diperebutkan antaraktor: = Apa yang dipahami bersama oleh semua pemain? ~ Apa yang tidak perlu didiskusikan? ~ Tata nilai ~ Pemahaman = Apa boleh pamain menanyakan ~ Keyakinan ~ Rutinitas, domain ini? ~ Norma ~ Hirarki kekuasaan —Aturan = Komitmen Gambar 1. Hubungan antara Structural Politics dan Surface Politics dalam Kehidupan Organisasi (modifikasi dari Management of Organization, Degeling, 1897) Gambar 1. menekankan bahwa para aktor dalam kehidupan organisasi hanya bermain dalam \wilayah ‘surface politics’; dan mereka tidak bermain pada wilayah ‘structural politics’. Hal ini dikarenakan ‘stwctural politics adalah menyangkut tata nilai dan norma yang sudah mengendap menjadi budaya Kolekti, sehingga wilayah structural politics adalah doriiain-yang tidak petlu dipertanyakan lagi cleh para pemain (faken as given). Untuk memahami hubungan structural politics dan surface politics kita ‘dapat mengambil contoh pola interaksi antara mahasiswa dengan dosen‘pembimbing. Dalam hubungan bimbingan tugas alhig balk skripsi,tesis ataupun disertasi, mahasiswa mengetahui area mana yang bisa Gragesiasten tac 083) dan area mana yang harus diterima apa adanya tanpa boleh bertanya | paitics). isi dari proposal peneltian mahasiswa mulai pendahuluan, tyjuan ‘Pengumpulan dala merupakan area yang masth dapat dinegosiasikan Pembimbing (area surface politics). Akan tetapi, ‘proposal penelitian’, 47 118 J. Adm, Kebljak esha, Vol No 9 ept-Des 2006 “pola interaksi bimbingan’, ‘otoritas pembimbing terhadap yang dibimbing’ dan’ er proposal” siilah area yang harus diterima apa adanya (area structural politics) : Untuk metinat area mana sala yang termasuk surface polities, Kita dapat rena ages pertanyaan-pertanyaan > Siapa pemain dari mengapa ia menjadi pemain? + Apa yang diperebutkan? 5 > Siapa punya power dan mengapa? > Tektik apa yang dipakai? 1 Siapa bakal menang dan kalah? 1» Bagaimana hasil kompetisi dapat diterima? Untuk area surface politics, apabila pertanyaan-pertanyaan alat diagnosis ini diajukan, maka kita dapat mempréliiksi atau menjawabnya dengan mudah. Bila kita mengambil contoh hubungan mahasiswa dan dosen pembimbing, maka area surface poltics adalah jacwal bertemu dosen pembimbing, negosiasi substansi proposal, dan jadwal ujian. ‘Sementara itu, untuk melihat area mana saja yang termasuk structural politics, kita dapat mendiagnosisnya dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan: > Apa yang dipahami bersama oleh semua pemain? > Apa yang tidak perlu didiskusikan? > Apa boleh pemain menanyakan domain ini? ‘Area structural politics adalah area yang menjadi ‘pemahaman bersama’, sebagai sesuatu yang diterima apa adanya (taken as given), tanpa perlu dipertanyakan mengapa harus begitu. Bila kita mengambil contch hubungan bimbingan antara mahasiswa dengan dosen, maka ‘penyusunen proposal’ ‘ujian proposal’, ‘ujian skripsitesis’ adalah area structural politics yang harus diterima apa adanya tanpa bisa dinegosiasikan. MANAJEMEN MELALUI PENDEKATAN POLITIK Dalam konteks metafora polik, manajer adalah seorang politisi yang mampu menanamkan pengarun kepada semua aktor yang terlat. Dalam rangka menanamkan pengaruhnya, manajer memainkan sumiber- sumber power (linat pembahasan sumber-sumber power) sesuai dengan event organisasional dan aktor yang ja hadapi (kontinjen dengan event dan aktor). Dalam hal ini apa yang dilakukan manajer adlah melakukan advokasi, membengun koalisi, mentransformasi kepentingan menjadi kepentingan aktor lain, memperluas pemain, melobi dan negosiasi dengan berbagai aktor untuk mencapai agenda organisesi (visi dan misi organisasi) yang telah ditentukan. Hubungan advokasi (komunikasi), memainkan sumber power, aktivtas politik, dan memenangkan kepentingan dapat dilihat di Gambar 2: ‘Aktivitas politk > Mobiisasi 7 Membangun koalsi > Mentranstormasi kepentingan ‘menjadi kepentingan pibak lain * > Memperluas pemain > Nogosiasi dan tawar-menawar 2 Memiih waktu yang tepat Memainkan et poner Gambar 2. Hubungan antara Advokas, Aktivitas Polk dan Pemenangan Kepentingan (modifikasi dari Management of Organization, Degeling,1997) Untuk mempraktikkan manajemen dengan metafora politik, maka yang selalu mémperluas sumber-sumber power (koleksi sumber power) setiap ‘event’ yang tepat guna untuk membentuk perilaku aktor lain 868 ‘Agar hal demikian dapat terjadi, tentunya manajer harus seorang pemimpin yang mampu menanamkan pengaruhnya baik secara intramural (ke dalam) dan ekstramural (keluar), sehingga aktor lain mengikuti ._ kehendak dan agenda yang telah disusunaya. _ Setiap ‘event’ organisasional, seperti Planning, Organizing, Actuating, Controlling dan Evaluating harus dapat dipakai sebagai wahana untuk pemetaan kekuatan, penyusunan strategi memenangkan kepentingan, negosiasi dan tawar-menawar dari agenda-agenda yang telah disusun oleh manajer. Dalam perspektf ini, seorang manajer harus sadar bahwa dirinya hanyalah ‘salah satu pemain’ (partisan) dari panggung politik yang bernama ‘organisasi’. Setiap aktor akan selalu berusaha memainkan power-nya ‘masing-masing untuk berebut pengaruh demi kepentingannya sendiri. Dengan demikian, seorang manajer akan efektif apabila ia mempunyai sumber power lebih banyak dari aktor lain dan mampu memainkan power-nya secara tepat, balk tepat event maupun tepat aktor yang dihadapi. Apabila langkah-langkah sekuensial fungsi manajemen dikaitkan dengan praktik manajemen politi, maka dapat diabstraksikan di Tabel 2. Tabel 2. Interpretasi Proses Manajemen Dikaitkan dengan Metafora Politik”? Proses Manajemen Interpretasi dengan Metafora Politik Perencanaan ‘Arena untuk pemetaan power dan menyelesaikan konflik Pengambilan keputusan Kesempatan untuk meningkatkan dan memainkan power Reorganisasi Redistribusi power dan membentuk koalisi baru Evaluasi Kesempatan untuk memainkan power Penyelesaian kontlik Menyelesaikan konflik dengan memainkan power melalui advokasi, negosiasi, tawar-menawar dan pemaksaan kepada aktor lain « Penetapan tujuan Memberikan kesempatan kepada setiap aktor atau kelompok menunjukkan kepentingannya Komunikasi ‘Sebagai sarana untuk saling mempengaruhi antaraktor Rapat (meeting) ‘Wahana kompetisi untuk memenangkan kredit (poin) Motivasi Dilaksanakan dengan cara advokasi, koersi (pemaksaan) dan maniputasi *Diadopsi dan Reframing Organizations (Bolman & Deal,1991) Interpretasi proses manajemen dengan metafora politi sebagaimana pada tabel 2 menunjukkan bahwa mantaat setiap ‘event’ fungsi manajemen tidak dilhat dari produk akhir event tersebut dalam perspektiftujuan organisasi. Namun, setiap event fungsi manajemen dilhatnya sebagat ‘game’ untuk saling memenangkan kepentingan. Oleh karena itu, fokus dari metafora polik adalah bagaimana manajer mampu ‘memainkan ‘power -nya untuk memenangkan kepentingan terhadap kepentingan aktor lain, Dengan kata lain, setiap event organisasi adalah wahana berebut kepentingan oleh setiap aktor yang terlbat, dimana seorang manajer adalah hanya salah satu peserta (partisan) dalam setiap game yang ia ikuti ‘Agar seorang manajer dapat menanamkan pengaruhnya untuk mencapai visi dan misinya, maka ia/harus berada di atas rata-rata dari aktor lainnya, balk menyangkut koleksi sumber power maupun care memainkan power secara tepat. Seorang manajer efektit adalah seorang pemain elegan, yang selalu ‘mempropagasi dan mengadvokasi tujuan overt (tujuan sakral) organisasi kepada aktor intra dan ekstra ‘cxganisasi, namun ia juga cerdik menyimpan dengan rapi tujuan covert-nya (kepentingan individualnya). Dengan begitu pengamat luar akan melihatnya sebagai seorang pemimpin elegan yang dalam setiap event corganisasi selalu tampil mengesankan (sense making) untuk berjuang demi kepentingan organisasinya, ‘Dapat disimpulkan beberapa poin pokok dari tulisan ini: 1) Cara pandang organisasi dan manajemen ‘dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok, yakni cara pandang instrumental dan cara pandiang aksi ‘Social; 2) Cara pandang instrumental memufai analisisnya bertolak dari ‘organisusi’, sehingga melihat ‘organisasi ada terlebih dahulu sebelum aksi anggotanya (pre-existent), bebas dari persepsi dan pemaknaan : ‘pekerjaan manajemen sebagal sesuatu yang fetal, dapat diprogram. f. 8) Cara pandang aksi sosial memulatanalisisnya bertolak da ‘aks! | sebagai produk dari aksi anggotanya dalam bemegosiasi makna 119 120 dan kepentingan, kemudian melihat pekerjaan manajemen sebagai sesuatu yang partisan, tidak netral dan tidak bebas dari kepentingan manajer; 4) Metafora polltik, sebagai salah satu metafora dalam cara pandang aksi sosial, melihat organisasi sebagai ‘game’ yang digunakan oleh aktor anggota organisasi termasuk manajer untuk bernegosiasi kepentingan pada setiap ‘event’ organisasi; 5) Structural politics dalam kehidupan orgenisasi mencerminkan domain mang yang harus diterima apa adanya (taken as given), sedangxan surface politics mencerminkan domain mana yang boleh dinegosiasikan; dan 6) dengan pendekatan metafora politit, manajer efektif adalah seorang manejer yang mampu mengembangkan sumber power secara luas dan mampu menggunakannya secara tepat sebagai alat Untuk meyakinkan aktor lain guna meraih kepentingannya. DAFTAR PUSTAKA Balai Pustaka, 1980. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Indonesia, Biau PM. 1965. Exchange and Power in Social Life. Wiley. Bolman LG & Deal TE. 1991. Retraming Organizations: Artistry, Choice, and Leadership. San Francisco: Jossey-Bash Publishors Dahi R. 1991, Analisis Politik Modern (Terjemahar). Jakarta: Bumi Aksara. Degeling P. 1997. Management of Organization. Sydney, Australia: University of New South Wales. Giddens A. 1981. “Agency, Institution, and Time-Space Analysis", in K. Knor-Cetina & AY. Circourel (Rds), Advances in Social Theory and Methodology. London: Routledge & Kegan Paul. Morgan G. 1996. Images of Organization. London: Sage Publications. Spradley JP. 1979. The Ethnographic Interview. New York: Holt, Rinehart and Wilson, Weber M, 1947. The Theory of Social and Economic Organization, trom Henderson AM and Parsons T. Glencoe Press. Worsley P. 1991. The New Modern Sociology Readings. London: Penguin Books.

You might also like