You are on page 1of 33

DETERMINAN PERDAGANGAN EKSPOR AGRIKULTUR: STUDI

KASUS KOMODITAS VANILI DI PT SUMBER RAHARDJA MAKMUR

TUGAS EKONOMI PERTANIAN


Dosen Pengampu:
Prof. Drs. Waridin, M.S., Ph.D dan Maal Naylah, S.E., M.Si.

Disusun oleh:

Sena Habibi (12020121130084)


Raekhan Pahlavy (12020121130124)
Muhammad Raihan Adif Sabirin (12020121120015)
Andhika Bagus Permadi (12020121130097)
Indah Puspita Tyas Putri (12020121120007)
Khanza Shafiina Noorasyti (12020121140149)
Nabilla Putri Prasanti (12020121140157)
Nabila Sophia Syahzanani (12020121130082)

ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2023
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................ iii


BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ............................................................................................................ 1
1.2. Rumusan Masalah Penelitian ....................................................................................... 2
1.3. Tujuan Penelitian......................................................................................................... 2
BAB II KAJIAN PUSTAKA .................................................................................................. 3
2.1. Konsep Perdagangan Internasional .............................................................................. 3
2.2. Teori Perdagangan Internasional.................................................................................. 3
2.2.1. Teori Keunggulan Absolut ..................................................................................... 3
2.2.2. Teori Keunggulan Komparatif ............................................................................... 3
2.2.3 Teori Heckscher-Ohlin (H-O) .................................................................................. 4
2.3. Karakteristik Umum Pembudidayaan Vanili Oleh Petani Di Indonesia .......................... 5
2.4. Kondisi Ekspor Komoditas Tanaman Rempah di Indonesia .......................................... 7
2.5. Kondisi Ekspor Vanili di Indonesia............................................................................... 8
2.6. Technical Barrier to Trade ........................................................................................... 9
2.7. PT Sumber Rahardja Makmur ................................................................................... 10
2.8. Kondisi Umum Prasarana Pelayanan Uji Mutu Komoditas Ekspor Vanili di Indonesia 11
2.9. Kajian Literatur ........................................................................................................ 12
BAB III METODE PENELITIAN ........................................................................................ 14
3.1. Objek Penelitian ........................................................................................................ 14
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ...................................................................................... 14
3.3. Data dan Pengumpulan Data ...................................................................................... 14
3.4. Metode Analisis Data ................................................................................................. 14
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................................. 16
4.1. Kondisi Umum Vanili di Indonesia ............................................................................. 16
4.2. Kondisi Umum Vanili di Kabupaten Semarang ........................................................... 19
4.3. Perkembangan Ekspor Vanili di PT SRM Kabupaten Semarang ................................. 20
4.3.1. Jumlah yang Diekspor dari Tahun Ke Tahun ....................................................... 20
4.3.2. Nilai Ekspor Dari Tahun Ke Tahun Dengan Penaksiran Jumlah Yang Diekspor
Dengan Harga Saat Itu ................................................................................................. 21
4.4. Dampak Karakteristik Pembudidayaan Terhadap Volume Ekspor dan Syarat
Permintaan Ekspor Dari Negara Pengimpor ..................................................................... 21

i
4.5. Ketiadaan Prasarana Pelayanan Uji Mutu Yang Berkualitas Sebagai Determinan
Bagaimana Aktivitas Ekspor Vanili Bisa Terganggu .......................................................... 24
4.5.1. Urgensi Prasarana Pelayanan Uji Mutu Ekspor Vanili PT SRM ............................ 24
4.5.2. Alternatif Solusi PT SRM Menyoal Prasarana Pelayanan Uji Mutu ....................... 24
4.5.3. Dampak Ketiadaan Prasarana Pelayanan Uji Mutu Yang Berkualitas Terhadap
Aktivitas Ekspor Vanili ................................................................................................. 25
BAB V PENUTUP ............................................................................................................... 26
5.1. Kesimpulan................................................................................................................ 26
5.2. Saran dan Rekomendasi ............................................................................................. 27
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................... 28
LAMPIRAN 29

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat
dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan paper yang berjudul “Determinan
Perdagangan Ekspor Agrikultur: Studi Kasus Komoditas Vanili di PT Sumber
Rahardja Makmur” dengan tepat pada waktunya. Selain itu, penulis juga
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dosen pengampu mata
kuliah Ekonomi Pertanian Prof. Drs. Waridin, M.S., Ph.D dan Maal Naylah, S.E.,
M.Si yang telah memberikan tugas paper Ekonomi Pertanian.
Paper ini merupakan salah satu pemenuhan tugas individu dari mata kuliah
Ekonomi Pertanian. Semoga paper ini dapat menambah wawasan bagi para pembaca
dan dapat bermanfaat untuk perkembangan dan peningkatan ilmu pengetahuan.
Penulis menyadari bahwa paper yang disusun ini masih jauh dari kata
sempurna baik dari segi penyusunan, bahasa, maupun penulisannya. Oleh karena itu,
penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pembaca
guna menjadi acuan agar dapat menjadi lebih baik lagi di masa mendatang.

Semarang,15 Juni 2023

Penulis

Kelompok 4

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Era globalisasi yang terjadi saat ini merupakan hal yang mutlak dialami oleh
setiap negara, salah satunya Indonesia. Indonesia turut aktif dalam kegiatan
perdagangan internasional, terlebih pada kegiatan ekspor. Ekspor Indonesia terdiri atas
sektor migas dan nonmigas. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (2021), sektor
nonmigas berkontribusi terhadap nilai ekspor pada tahun 2015 sebesar 131.791,9 juta
Dolar AS dan pada tahun 2018 sebesar 162.840,9 juta Dolar AS, lebih besar dari
kontribusi sektor migas sebesar 18.574,4 juta Dolar AS dan 17.171,7 juta Dolar AS.
Selain itu, salah satu sub sektor ekspor sektor nonmigas Indonesia adalah
subsektor pertanian yang meliputi subsektor tanaman semusim, tanaman tahunan,
tanaman hias, peternakan, dan perikanan. Subsektor tanaman tahunan atau tanaman
perkebunan menjadi salah satu subsektor yang memberikan kontribusi dalam
perekonomian Indonesia. Menurut Badan Pusat Statistik (2021), selama periode 2015-
2019 rata-rata nilai ekspor tanaman tahunan Indonesia mencapai 2.333,38 juta Dolar
AS, jauh di atas subsektor lainnya. Subsektor ini terdiri atas komoditas-komoditas yang
menjadi andalan Indonesia di kancah global, termasuk rempah-rempah yang sudah
sejak lama mengharumkan nama Indonesia. Menurut Nurhayati et al (2018), nilai
ekspor rempah Indonesia cenderung berfluktuasi. Namun, tren ekspor rempah
Indonesia secara umum cenderung meningkat dalam lima belas tahun terakhir. Salah
satu rempah potensial yang dikembangkan sebagai komoditas ekspor, yaitu vanili.
Perdagangan bebas memaksa produsen untuk meningkatkan efisiensi dan
menghasilkan produk yang memenuhi standar secara konsisten agar dapat bertahan dan
memenangkan persaingan pasar internasional. Tren positif perdagangan ekspor rempah
Indonesia tidak terjadi begitu juga, tetapi sudah barang tentu hal demikian dipengaruhi
oleh beberapa faktor, baik yang mendukung maupun menghambat, misalkan peran
pemerintah, baik dalam bentuk kebijakan maupun menyoal standar komoditas ekspor.
Perlu diketahui bahwa permintaan ekspor dan kebutuhan masyarakat itu dinamis.
Artinya sangat memungkinkan bahwa akan terjadi peningkatan kualifikasi yakni
berpindah dari yang berorientasi harga ke orientasi kualitas. Hal ini menyebabkan
posisi Indonesia sebagai pengekspor rempah bisa saja terhambat dan sulit untuk

1
melakukan penetrasi pasar internasional. Oleh karena itu, relevan dilakukan penelitian
mengenai “Determinan Perdagangan Ekspor Agrikultur: Studi Kasus Komoditas Vanili
di PT Sumber Rahardja Makmur” yang mana peneliti ingin mengkaji faktor apa saja
yang mempengaruhi ekspor di objek penelitian yang dimaksud.

1.2. Rumusan Masalah Penelitian


Latar belakang di atas memunculkan beberapa rumusan masalah penelitian, yaitu:
1. Apa determinan perdagangan ekspor buah vanili di PT Sumber Rahardja Makmur??
2. Apakah ada faktor lain penentu perdagangan ekspor komoditi vanili di PT Sumber
Rahardja Makmur?

1.3. Tujuan Penelitian


Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:
1. Mengetahui determinan perdagangan ekspor buah vanili di PT Sumber Rahardja
Makmur
2. Mengetahui faktor lain penentu perdagangan ekspor komoditi vanili di PT Sumber
Rahardja Makmur

2
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2. Landasan Teori

2.1. Konsep Perdagangan Internasional


Perdagangan internasional meliputi segala proses transaksi ekonomi yang diatur dalam
mekanisme hukum internasional. Proses perdagangan internasional dapat melibatkan individu,
kelompok, maupun pemerintah antarnegara. Setiap yang terlibat dapat bekerja sama dalam
proses ekspor dan impor dengan kebijakan tertentu. Kegiatan perdagangan internasional harus
ditetapkan dalam perjanjian yang kolektif dan harus dipatuhi oleh setiap pihak yang terlibat.
Teori perdagangan internasional menganalisis dasar-dasar terjadinya perdagangan
internasional serta keuntungan yang diperoleh. Kebijakan perdagangan internasional
membahas alasan-alasan serta pengaruh pembatasan perdagangan, serta hal – hal menyangkut
proteksionisme baru.

2.2. Teori Perdagangan Internasional

2.2.1. Teori Keunggulan Absolut


Teori keunggulan absolut adalah teori yang muncul pada abad ke-18 yang menjadi
dasar perdagangan internasional. Teori yang dikemukakan oleh Adam Smith menyebutkan
bahwa keunggulan yang dimiliki sebuah negara terhadap negara lain secara mutlak pada hal
produksi. Menurut, Adam Smith teori keunggulan mutlak dijelaskan sebagai kondisi dimana
suatu negara dapat memproduksi barang atau jasa lebih banyak dibandingkan dengan para
pesaingnya dengan mengeluarkan biaya yang lebih rendah sehingga mendapatkan keuntungan
yang lebih banyak. Contoh implementasi dari teori ini adalah Jepang dimana negara tersebut
memproduksi otomotif dengan skala yang besar dengan contoh merek Honda, Toyota, Mazda,
Suzuki, Nissan, dan Yamaha.

2.2.2. Teori Keunggulan Komparatif


Adam Smith memperkenalkan konsep perdagangan bebas pada awal abad ke-19
dengan teori keunggulan absolut (absolute comparative) yang kemudian disempurnakan oleh
David Ricardo pada tahun 1817 dengan model keunggulan komparatif (The Theory of
Comparative Advantage). Menurut Ricardo (1817), perdagangan dapat dilakukan oleh negara
yang tidak memiliki keunggulan absolut pada kedua komoditi yang diperdagangkan dengan

3
melakukan spesialisasi produk yang kerugian absolutnya lebih kecil atau memiliki keunggulan
komparatif. Hal ini dikenal sebagai Hukum Keunggulan Komparatif (Law of Comparative
Advantage).
Dalam teori Cost Comparative Advantage (labor efficiency) suatu negara akan
memperoleh manfaat dari perdagangan internasional jika melakukan spesialisasi produksi dan
mengekspor barang di mana negara tersebut dapat berproduksi lebih efisien serta mengimpor
barang di mana negara tersebut berproduksi relatif kurang atau tidak efisien. Dapat dikatakan
bahwa output dunia akan meningkat ketika prinsip keunggulan komparatif diterapkan oleh
negara-negara untuk menentukan barang dan jasa apa yang harus mereka produksi secara
khusus.
David Ricardo mempertimbangkan barang dan jasa apa yang harus diproduksi oleh
suatu negara dan menyarankan bahwa mereka harus melakukan spesialisasi dengan
mengalokasikan sumber daya mereka yang langka untuk memproduksi barang dan jasa yang
memiliki keunggulan biaya komparatif. Keunggulan komparatif berkaitan dengan seberapa
produktif atau hemat biaya satu negara daripada negara lain.

2.2.3 Teori Heckscher-Ohlin (H-O)


Model Heckscher-Ohlin (H-O) dibangun di atas teori keunggulan komparatif David
Ricardo dengan memprediksi pola perdagangan dan produksi berdasarkan faktor-faktor
yang dimiliki suatu wilayah perdagangan. Model tersebut pada dasarnya menyatakan bahwa
negara akan mengekspor produk yang menggunakan faktor produksi yang melimpah dan
murah dan mengimpor produk yang menggunakan faktor langka negara tersebut. Terdapat
sepuluh asumsi pada Model Heckscher-Ohlin:
1. Hanya ada dua faktor produksi –Tanah dan Tenaga Kerja
2. Jumlah tenaga kerja dan tanah adalah tetap tetapi diperbolehkan untuk bervariasi antar
negara
3. Negara hanya dapat memproduksi dua barang
4. Produksi menggunakan teknologi skala hasil konstan dan Produk Marjinal yang
semakin berkurang
5. Teknologi untuk memproduksi satu produk lebih padat lahan daripada yang lain
6. Hanya ada dua negara
7. Semua pasar kompetitif
8. Produsen mengambil harga dan upah/sewa sebagaimana adanya
9. Pekerja mendapatkan upah yang kompetitif

4
10. Pemilik tanah mendapatkan sewa yang kompetitif

2.3. Karakteristik Umum Pembudidayaan Vanili Oleh Petani Di Indonesia


Untuk terbentuknya buah vanili, tanaman ini tidak dapat melakukan penyerbukan
sendiri, tetapi harus dibantu oleh manusia. Sehingga keterampilan dalam melakukan
penyerbukan dan waktu pemanenan yang tepat sangat penting untuk meningkatkan produksi
dan mutu buah. Dalam hal ini perlu adanya karakteristik pembudidaya vanili agar
menghasilkan tanaman yang sehat dan subur.
Karakteristik pertama dilakukan oleh petani Indonesia yakni iklim dimana penanaman
vanili membutuhkan curah hujan serta kelembaban yang tinggi. Karakteristik kedua dilakukan
oleh petani yakni tanah dan pemupukan dimana perlu tanah subur cukup air dan tidak ada air
menggenang. Tanah disekitar lubang tanaman vanili perlu diberi mulsa untuk menghindari
kekeringan tanah atau pemadatan akibat air hujan. Pemupukan dapat diberikan melalui tanah
maupun daun. Ada dua macam pupuk yakni pupuk organik dan pupuk anorganik. Pupuk
organik yakni pupuk kandang dan pupuk kompos. Pupuk ini sangat penting terutama untuk
menggemburkan tanah dan mempertahankan kelembaban tanah. Di dalam pupuk ini terdapat
unsur hara yang dibutuhkan tanaman. Pupuk organik diberikan pada saat menanam stek vanili
dan selanjutnya diberikan setahun sekali di awal musim kemarau sebanyak 10-20 kg tiap
tanaman. Pupuk anorganik merupakan pupuk buatan pabrik yang kandungan unsur haranya
jumlahnya sudah tertentu. Kebutuhan pupuk per hektar kira-kira 8 kg urea, 4 kg TSP, 4 kg KCl
dan 10 kg MgSO4.H20. Pemberian pupuk dilakukan sekali setahun setelah panen. Pada awal
musim hujan tanaman dipupuk dengan CaCO3 sebanyak 10 kg/ha. Selain melalui tanah pupuk
juga dapat diberikan melalui daun. Pupuk ini diberikan dalam bentuk cair dengan konsentrasi
tertentu. Ada beberapa macam pupuk yang dapat diberikan melalui daun, misalnya Gandasil B
dan Gandasil D.
Karakteristik ketiga dilakukan oleh petani yakni menggunakan tanaman pelindung
seperti Gliricidia, Lamtoro, Dadap berduri, dll. Tanaman pelindung ini ditanam satu tahun
sebelum penanaman vanili yaitu pada musim hujan. Tanaman pelindung ini mempunyai
manfaat yakni menghindari tanah dari kekeringan di musim kemarau dan mencegah
tumbuhnya gulma. Karakteristik keempat dilakukan oleh petani yakni bibit dan tanaman
vanili, dimana Tanaman vanili dapat diperbanyak dengan stek. Stek diambil dari induk yang
subur, sehat, berdaun lebar, ruas-ruas batangnya rapat, lingkar batangnya besar dan belum
pernah berbunga atau berbuah. Tanaman yang mempunyai ciri-ciri tersebut diatas, dibiarkan
membentuk cabang sebanyak mungkin melalui pemangkasan pucuk di awal musim hujan dan

5
membuang bunga yang akan tumbuh. Pemangkasan pucuk menyebabkan tanaman
mengeluarkan tunas-tunas baru yang akan diambil untuk stek. Untuk mempercepat
pertumbuhan tunas-tunas baru dapat dilakukan penyemprotan pupuk melalui daun, yaitu
menggunakan pupuk yang kandungan nitrogennya tinggi (misal Gandasil D). Pemotongan stek
sebaiknya dilakukan pada awal musim hujan Panjang stek sekitar 1 meter atau lebih dengan
minimal 7-8 ruas. Stek yang berukuran panjang 3-5 meter, sudah dapat berbunga setelah 1-2
tahun. Stek dengan ukuran 30 cm baru dapat berbunga setelah 3-4 tahun. Menurut hasil
penelitian, dalam periode 12 bulan kecepatan pertumbuhan stek berdasarkan jumlah ruas
adalah sebagai berikut,
a. stek dengan 2 ruas dapat tumbuh hingga + 140 cm
b. stek dengan 4 ruas dapat tumbuh hingga + 230 cm
c. stek dengan 8 ruas dapat tumbuh hingga + 500 cm
Stek dengan satu ruas juga dapat dilakukan, tetapi dengan disemaikan dulu pada
bedengan atau bak dengan susunan media kerikil dan pasir masing-masing setinggi 15 dan 10
cm dan dibagian atasnya diberi campuran serbuk gergaji dan potongan sabut kelapa halus. Jarak
tanam persemaian 5 x 5 cm. Setiap pagi stek harus disiram dan seminggu sekali disemprot
fungisida untuk menghindari serangan jamur. Setelah 2 bulan stek dipindah ke polybag yang
berisi media campuran tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan 2:1 di bagian bawah
dan sabut kelapa halus di bagian atas. Penyemaian stek satu ruas ini membutuhkan waktu 5-6
bulan.
Karakteristik keempat dilakukan oleh petani yakni penyerbukan bunga dan
pemeliharaan bunga dimana penyerbukan bunga vanili dilakukan pada saat bunga mekar.
Bunga vanili mekar 2 bulan setelah munculnya tunas bunga. Selama musim berbunga 2-3
bunga dalam satu tandan akan mekar setiap hari secara bersamaan. Bunga vanili hanya mekar
selama satu hari antara jam 24.00-12.00. Waktu yang ideal untuk penyerbukan adalah antara
pukul 07.00 10.00. Setelah pukul 12 siang bunga sudah mulai layu dan penyerbukan kurang
berhasil. Apabila penyerbukan berhasil maka bakal buah yang tadinya mempunyai ukuran 2-4
cm dengan garis 5 mm, maka seminggu kemudian akan mencapai panjang + 20-25 cm. Buah
siap dipanen setelah 8-9 bulan. Buah vanili yang terbentuk pada setiap tandan harus dipelihara
hanya sekitar 8 - 15 buah per tandan. Buah yang tidak tumbuh baik sebaiknya dipangkas. Buah
yang sudah masanya dipetik berwarna kekuningan. Pucuk buah juga sudah berwarna kuning
dan sisa bunga sudah berjatuhan. Pucuknya sedikit pecah atau mudah pecah dan warnanya bisa
menjadi cokelat. Pemanenan dilakukan dengan memetik satu per satu secara selektif, dengan
memetik buah yang benar-benar masak. Pemetikan dengan cara memuntir buah sehingga
6
tangkainya putus atau dengan menggunakan gunting pangkas. Hasil tanaman vanili yang subur
dapat mencapai 500-800 kg buah kering setiap hektarnya.
Karakteristik kelima dilakukan oleh petani yakni tanaman vanili harus dihindari untuk
hama dan penyakit agar mendapatkan tanaman yang produktif. Hama tanaman vanili yang
sering mengganggu yakni bekicot, kutu lamtoro, kutu parlatoria proteus, kepinding, belalang
pedang. Penyakit tanaman biasanya muncul yakni penyakit busuk batang, noda noda coklat
pada buah, penyakit ganggang, busuk pangkal batang oleh jamur, penyakit pasca panen. untuk
menghindari jamur jamur, maka sebaiknya buah disimpan pada ruangan dengan temperatur 15
derajat celcius dan kelembaban nisbinya 50%

2.4. Kondisi Ekspor Komoditas Tanaman Rempah di Indonesia


Indonesia sejatinya identik dengan rempah-rempah yang melimpah. Kondisi inilah
yang membuat berbagai negara di dunia, pada zaman penjajahan, ingin menguasai rempah-
rempah yang ada di Indonesia karena saat itu rempah-rempah merupakan komoditas yang
memiliki nilai ekonomi tinggi bahkan lebih tinggi daripada emas. Hingga saat ini, Indonesia
memiliki rempah yang khas dan masih terus menarik perhatian dunia. Terlebih lagi sejak
disahkannya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada awal 2016, Indonesia makin menjadi
pasar rempah yang memiliki kemampuan berdaya saing bagi negara-negara ASEAN.
Menurut satudata Kementerian Perdagangan (Kemendag), ekspor rempah di Indonesia
pada Januari-Februari 2023 mencapai US$28,9 juta, sebetulnya menurun 17,89%
dibandingkan periode sama di tahun sebelumnya. Meskipun begitu, melihat tren ekspor
komoditas rempah-rempah yang tetap positif dari lima tahun sebelumnya dan juga adanya
program Spice Up The World dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
(Kemenparekraf) yang mana menargetkan rempah menjadi prioritas ekspor sebesar US$2
miliar pada 2024 akan membuat perdagangan ekspor rempah ini pada kondisi yang baik-baik
saja. Selain itu, menurut data dari Food and Agriculture Organization (FAO), pada 2020
Indonesia pernah menempati peringkat ke-5 sebagai negara penghasil rempah di dunia dan
berada di peringkat ke-9 sebagai pemasok rempah terbesar di dunia dengan nilai US$1,02
miliar. Lantas, rempah-rempah khas Indonesia apa saja yang paling banyak diekspor?
Pertama ada tanaman lada. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), sepanjang 2022
total ekspor lada putih dan lada hitam mencapai total 26 ribu ton dengan nilai ekspor sebesar
US$128,3 juta. Kedua ada tanaman kayu manis. Berdasarkan data Food and Agriculture
Organization (FAO), pada 2022, nilai ekspor kayu manis mencapai US$122,4 juta. Ketiga ada

7
tanaman cengkeh. BPS menyebutkan bahwa volume ekspor cengkeh sebesar 8,2 ribu ton
dengan nilai ekspor sebesar US$48,15 juta pada 2022. Keempat ada tanaman vanili, yang
menjadi fokus penelitian paper ini. Mengutip Kemendag bahwa ekspor vanili tumbuh positif
32.55% sepanjang 2015 - 2020 dan bahkan Indonesia menempati peringkat ke-3 sebagai
eksportir terbesar dunia dengan nilai ekspor US$573,17 pada 2019.

2.5. Kondisi Ekspor Vanili di Indonesia


Semakin ketatnya persaingan dalam perdagangan luar negeri, menuntut setiap negara
untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas produknya. Hal ini menjadi penting agar produk-
produk tersebut mampu bertahan dan memenangkan persaingan. Strategi pengembangan
ekspor non migas merupakan salah satu agenda pemerintah Indonesia dalam mengurangi
ketergantungan terhadap ekspor migas. Peningkatan jenis, kuantitas, dan kualitas komoditas
ekspor non migas terus digalakan. Tujuannya adalah untuk meningkatkan peranan ekspor
dalam memacu pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat

Menurut Nurhayati et al (2018), nilai ekspor rempah Indonesia cenderung berfluktuasi.


Namun, tren ekspor rempah Indonesia secara umum cenderung meningkat dalam lima belas
tahun terakhir. Salah satu rempah potensial yang dapat dikembangkan sebagai komoditas
ekspor yaitu vanili. Menurut Chandrayani et al. (2016) seperti dikutip oleh Anggraeni et al.
(2019), vanili merupakan salah satu rempah-rempah yang bermanfaat di sektor pangan dan
nonpangan. Vanili dikonsumsi dalam bentuk makanan dan minuman dan digunakan sebagai
parfum dan aromaterapi. Vanili merupakan salah satu rempah rempah Indonesia yang menjadi
sumber devisa negara. Menurut UN Comtrade (2021), selama periode 2010-2019 Indonesia
mengekspor 3.167 ton vanili, menjadikan Indonesia sebagai negara pengekspor vanili terbesar
di Asia dan berada di peringkat ke-4 di dunia. Selama periode 2010-2019 nilai ekspor vanili
Indonesia menyentuh angka 353,55 juta Dolar AS, berada di bawah Madagaskar, Prancis, dan
Jerman.

Volume dan nilai impor vanili Indonesia jauh lebih kecil dibandingkan dengan nilai
ekspornya. Menurut UN Comtrade (2021), selama periode 2010-2019 Indonesia mengimpor
vanili sebesar 782 ton dengan nilai impor sebesar USD 27,67 juta. Besarnya nilai ekspor dan
impor vanili menunjukkan bahwa vanili sangat bernilai dan penting di pasar internasional.
Menurut Pramesti et al. (2017), berdasarkan potensinya, Indonesia sebenarnya mampu bersaing
di pasar vanili internasional, namun tentunya harus diikuti dengan kualitas yang baik. Hal ini

8
dalam lima tahun terakhir Indonesia merupakan produsen vanili terbesar di dunia, namun
volume ekspor vanili Indonesia mengalami penurunan dan lebih rendah dari negara pesaing
utama yaitu Madagaskar. Penurunan volume ekspor yang terjadi dikarenakan penurunan
permintaan ekspor vanili Indonesia yang terjadi di negara tujuan utama yaitu Amerika Serikat.
Penelitian ini mencoba untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan ekspor
vanili Indonesia ke Amerika Serikat

Daya saing vanili Indonesia di pasar internasional periode 2010- 2019 dengan metode
analisis Revealed Comparative Advantage (RCA) bernilai sebesar 5,71 dan lebih dari 1 yang
menunjukkan bahwa vanili Indonesia memiliki nilai keunggulan komparatif di atas rata rata
dunia atau berdaya saing kuat sehingga ekspor vanili Indonesia bisa dilanjutkan. Indonesia
menempati peringkat kedua dari lima negara pesaing terbesar dalam perdagangan vanili
internasional berdasarkan analisis RCA, di bawah Madagaskar dan di atas Prancis, Kanada,
dan Jerman. Daya saing vanili Indonesia berdasarkan analisis Export Competitiveness Index
(ECI) memiliki nilai rata-rata sebesar 1,109 dan nilai tersebut lebih dari 1 yang menandakan
bahwa vanili Indonesia memiliki keunggulan kompetitif dan tren daya saing yang meningkat.
Indonesia menempati peringkat pertama diantara negara pesaing, di atas Madagaskar, Kanada,
Prancis, dan Jerman. Dapat disimpulkan Daya saing penting dimiliki oleh setiap komoditas
ekspor, termasuk vanili. Menurut Marina et al. (2016), daya saing menjadi indikator
keberhasilan negara dalam perdagangan internasional. Daya saing adalah kemampuan suatu
komoditas untuk masuk ke pasar internasional dan bertahan diantara para pesaing. Kajian
mengenai kinerja dan daya saing ekspor komoditas vanili Indonesia sangat diperlukan untuk
mengevaluasi perkembangan ekspor komoditas vanili dan daya saing dengan negara - negara
lain di pasar internasional.

2.6. Technical Barrier to Trade


Technical barrier to trade adalah perjanjian mengenai teknis penyelesaian hambatan
yang dirasakan pada kegiatan perdagangan yang sudah yang dikerangkai oleh World Trade
Organization (WTO). Penerapan Technical Barrier to Trade di Indonesia sendiri dilakukan oleh
Badan Standarisasi Nasional. Tujuan dari perjanjian ini adalah memastikan regulasi dan
prosedur sertifikasi tidak menjadi hambatan dalam kegiatan perdagangan, dalam Technical
Barrier to Trade ini juga dapat membatasi perdagangan namun boleh melakukan pembatasan
untuk tujuan tertentu seperti perlindungan lingkungan atau konsumen.

9
Technical barrier to trade atau hambatan teknis dalam perdagangan adalah hambatan-
hambatan yanng diakibatkan oleh hal-hal teknis seperti kualitas produk, pengemasan,
penandaan, dan persyaratan keamanan di mana penerapannya dilakukan sedemikian rupa
sehingga menimbulkan suatu hambatan. Terdapat tigal hal pokok dalam tehcnical barrier to
trade yang telah diatur yaitu hambatan perdagangan yang terkait dengan peraturan teknis,
standar produk, dan prosedur penilaian kesesuian atau standar sukarela. Penjelasan pokok-
pokok pengaturan technical barrier to trade adalah sebagai berikut:
1. Peraturan teknis
Technical barrier to trade mengakui hak setiap negara untuk menetapkan standar teknis
yang wajib untuk menjamin kualitas produk, keselamatan manusia, dan lingkungan. Namun,
untuk digunakan, peraturan teknis harus memenuhi beberapa persyaratan: memenuhi prinsip
National Treatment dan MFN, tidak menimbulkan hambatan yang tidak perlu, dan didasarkan
pada pembuktian ilmiah. Menyesuaikan standar dengan lembaga standarisasi internasional
seperti International Organization for Standardization (ISO) dan International Electronical
Commission (IEC) adalah salah satu cara untuk memastikan bahwa peraturan teknis tidak
menimbulkan hambatan yang tidak perlu.
2. Standar produk
Standar produk memainkan peran penting dalam pasar untuk membedakan barang yang
satu dengan yang lain, dan mereka menentukan karakteristik dari suatu barang. Ada dua jenis
standar yang membedakan suatu barang. Mereka disebut sebagai "vertikal" dan "horizontal".
Barang dengan standar vertikal memiliki kualitas yang lebih tinggi daripada barang dengan
standar horizontal.
3. Standar sukarela
Banyak standar sukarela yang digunakan oleh industri dan eksportir, yang biasanya
dibuat oleh badan standardisasi nasional di berbagai negara, dan dapat menghalangi
perdagangan internasional jika standar tersebut berbeda dari negara ke negara. Untuk memberi
tahu produsen asing tentang upaya standarisasi yang dilakukan oleh badan standar nasional di
berbagai negara, badan standar harus mempublikasikan rencananya setidaknya sekali dalam
enam bulan melalui notifikasi ke ISO.

2.7. PT Sumber Rahardja Makmur


PT Sumber Rahardja Makmur atau yang kemudian dalam penulisan ini disebut PT
SRM merupakan sebuah perusahaan berskala kecil, sistem perusahaan masih sederhana.
Perusahaan ini berdiri pada tahun 2016 berfokus pada ekspor ke luar negeri. Pada tahun 2013

10
perusahaan ini mulai berkecimpung di ekspor dan satu tahunnya bisa mengekspor minimal 20
ton. Sebelum perusahaan ini besar, ekspor yang dikirim ke Amerika dan Eropa berkisar 200 kg
per tahun. PT Sumber Rahardja Makmur berlokasi ada di Temanggung, Manggarai Barat,
Ambarawa Bandungan. Kantor administrasi PT Sumber Rahardja Makmur berlokasi di
Brumbungan Semarang.
Perusahaan ini pernah mengekspor kayu manis, palawija, dan kemiri namun tidak
dieksekusi lebih lanjut sebab ada banyak faktor salah satunya pasar ekspor luar negeri tidak
cocok dengan rempah-rempah tersebut. Saat ini, perusahaan berfokus dengan ekspor vanili.
Pesaing ekspor PT Sumber Rahardja Makmur adalah PT Agri Spice Indonesia yang berlokasi
di Klaten. Volume ekspor PT Agri Spice Indonesia atas komoditas rempah mencapai 7 ton per
tahun dengan nilai produk yang bernilai jual tinggi untuk dipasarkan ke negara tujuan ekspor
utama negara Amerika dan Eropa. Dalam hal ini PT Agri Spice Indonesia selalu memperketat
SOP ekspornya sehingga mendapatkan nilai jual serta kualitas tinggi pula.
Perusahaan ini mengekspor produk mentah dari buah vanili. Buah vanili memiliki
keunggulan margin yang tinggi dimana harga jual dari produk vanili ini berkisar US$ 80-150
per kg, namun untuk grade gourmet bisa mencapai US$ 150-175 per kg. Perawatan vanili
memang tidak mudah perlu kontinuitas dalam pengecekannya kesehatan batang dan buah sebab
jika tidak melakukan pengecekan bertahap akan mengakibatkan batang mudah berjamur.
Kandungan buah vanili dapat menghasilkan seperti parfum, minyak herbal, dan minyak
esensial, bubuk makanan. Jika produk tersebut diperjualbelikan akan menghasilkan nilai
tambah dengan harga tinggi. Buah vanili dalam penyerbukan perlu bantuan manusia, sebab
kepala putik pada bunga tertutup oleh lidah bunga yang dapat menghalangi penyerbukan alami.
Rasa dan aroma vanili yakni lembut dan manis. Masa panen dari vanili berkisar 7 bulan sebab
dapat menghasilkan vanili yang berkualitas sehingga dalam satu kebun bahkan satu tandan
tidak bersamaan menghasilkan vanili yang berkualitas.

2.8. Kondisi Umum Prasarana Pelayanan Uji Mutu Komoditas Ekspor Vanili di
Indonesia
Pelayanan uji mutu dapat diartikan sebagai keseluruhan kegiatan yang sistematik dan
terencana yang diterapkan dalam pengujian, kalibrasi dan sertifikasi produk sehingga
memberikan keyakinan yang memadai bahwa data yang dihasilkan memenuhi persyaratan
mutu yang dapat diterima oleh pengguna, dalam kasus vanili bahwa uji mutu diperlukan untuk
menjamin kualitas tanaman vanili yang sehat dan aman. Prasarana untuk melakukan pelayanan

11
uji mutu komoditas vanili di Indonesia pada kenyataannya sudah cukup baik dilihat dari
banyaknya prasarana yang memberikan pelayanan yang dimaksud.
Dalam konteks uji mutu vanili, prasarana yang dimaksud adalah laboratorium yang
dapat menjadi tempat pengujian kadar pestisida pada produk pertanian. Secara umum,
laboratorium yang dimaksud kuantitasnya sudah cukup banyak, prasarana yang disediakan
pemerintah contohnya misalkan Laboratorium Pengujian Mutu Produk Pertanian (LPMPP)
Yogyakarta dan Direktorat Standardisasi dan Pengendalian Mutu (Dit. Standalitu)
Kementerian Perdagangan. Beberapa prasarana untuk pelayanan uji mutu yang tersedia
memiliki standar atau variasinya masing-masing, seperti jenis pelayanan yang ditawarkan,
biaya layanan pengujian, akreditasi dan sertifikasi, dan lain sebagainya.
Ketersediaan prasarana untuk pelayanan uji mutu dilihat dari jumlah yang bisa
dikatakan cukup banyak sebetulnya belum dapat dikatakan optimal disebabkan oleh masih
adanya keterbatasan sumber daya manusia dan kendala sarana prasarana laboratorium
pengujian yang lebih kompleks yang mana tidak sedikit permintaan pelayanan dari pelaku
usaha belum dapat terpenuhi sebagai implikasi dari penyebab yang dimaksud.

2.9. Kajian Literatur

No Nama Judul Metode Metode Hasil Penelitian


Penelitian Penelitian Pengumpul
an Data

1 Roosgandha Keragaan Metode Data primer; Hasil penelitian


Elisabeth dan deskriptif wawancara menunjukan
(Peneliti di Budidaya dengan langsung, bahwa:
Puslitbang Komoditas pendekatan dan data - Tanaman vanili di
Sosek Vanili di kualitatif sekunder; Indonesia lebih
Pertanian Indonesia literatur dari banyak
Bogor), (Studi beberapa dibudidayakan oleh
2002 Kasus instansi petani dalam
Kabupaten terkait bentuk perkebunan
Minahasa) rakyat daripada
sebagai perkebunan
besar.
- Diantara para
eksportir, beberapa,
umumnya, menjual
dan mengekspor
vanili “asalan”
sehingga ada
ungkapan yang

12
menyebutkan : jika
ingin vanili murah,
belilah vanili
Indonesia.
- Pertumbuhan
perkembangan
tingkat ekspor
vanili mengalami
penurunan dalam
hal pertumbuhan
ekspor

13
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Objek Penelitian


Dalam melakukan sebuah penelitian yang pertama kali diperhatikan adalah objek
penelitian yang akan diteliti. Dimana objek penelitian tersebut terkandung masalah yang akan
dijadikan bahan penelitian untuk dicari pemecahannya. Objek dalam penelitian ini adalah
aktivitas perdagangan ekspor buah vanili di PT Sumber Rahardja Makmur.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian


Lokasi penelitian adalah PT Sumber Rahardja Makmur, Semarang. Penentuan lokasi
penelitian dilakukan secara sengaja (purposive sampling) karena perusahaan tersebut
mendukung terhadap pertumbuhan perkebunan vanili dan memiliki prospek yang baik untuk
dikembangkan dan juga telah melakukan kegiatan ekspor. Penelitian ini dimulai pada Bulan
Maret sampai dengan Bulan April 2023.

3.3. Data dan Pengumpulan Data


Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer adalah data
yang dikumpulkan sendiri oleh peneliti langsung dari sumber pertama atau tempat objek
penelitian dilakukan. Dalam hal ini, yang termasuk data primer adalah data yang diperoleh
dengan wawancara langsung dengan pihak PT Sumber Rahardja Makmur. Data sekunder
adalah data yang dikumpulkan oleh peneliti yang diperoleh lewat dokumentasi dan catatan-
catatan yang berkaitan dengan objek penelitian, misalnya literatur, artikel, jurnal, dan karya
ilmiah yang mendukung.

3.4. Metode Analisis Data


Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif studi kasus
dengan pendekatan kualitatif yaitu hasil penelitian yang kemudian diolah dan dianalisis untuk
diambil kesimpulannya, artinya penelitian yang dilakukan adalah penelitian yang menekankan
analisisnya untuk mengeksplorasi dan memahami suatu kasus, seperti proses berdasarkan
pandangan dari partisipan. Dengan menggunakan metode penelitian ini akan diketahui
hubungan yang signifikan antara variabel yang diteliti, sehingga menghasilkan kesimpulan
yang akan memperjelas gambaran mengenai objek yang diteliti.

14
Dalam penelitian ini, metode deskriptif digunakan untuk menjelaskan tentang
hubungan antara aktivitas volume ekspor (variabel dependen) dan technical barrier to trade
(variabel independen). Dari informasi tersebut kemudian dapat dibuat analisis untuk menjadi
masukan bagi pihak yang berkepentingan.

15
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Kondisi Umum Vanili di Indonesia


Tanaman vanili (Vanilla planifolia Andrews atau Vanilla fragrans) bukanlah tanaman
asli Indonesia. Secara historis, tanaman tahunan ini baru masuk ke Indonesia pada tahun 1819.
Namun demikian, tanaman vanili tumbuh lebih subur dan lebih produktif di Indonesia yang
beriklim tropis, dibandingkan dengan negara asalnya (Mexico) dan negara produsen vanili asli
nya. Menurut Firjionita et al. (2021), tanaman vanili bernilai ekonomi cukup tinggi lantaran
ekstrak buahnya yang dikenal sebagai sumber materi pengharum pada makanan dan minuman,
parfum, dan aromaterapi. Menurut Erika et al (2021), vanila disebut dengan istilah “emas hijau”
karena budidaya dan proses pascapanen yang lebih rumit dibandingkan dengan tanaman
lainnya. Bahkan, menurut Rosman (2005), kualitas vanili Indonesia yang dikenal dengan “Java
Vanili” masih yang terbaik di Dunia. Hal ini didasarkan atas kadar vanilin yang cukup tinggi,
yakni sekitar 2,75 persen. Kadar tersebut lebih tinggi jika dibandingkan dengan kadar vanili
Madagaskar yang hanya 1,91-1,98 persen, Tahiti 1,55-2,02 persen, Mexico 1,89- 1,98 persen,
dan Sri Lanka 1,48 persen. Jika ditinjau dari perspektif spasial dan bisnis, maka Indonesia
unggul secara komparatif dibanding negara-negara produsen vanili lainnya di dunia. Secara
umum, vanili bernilai ekonomis tinggi dan fluktuasi harganya relatif stabil jika dibandingkan
dengan tanaman perkebunan lainnya. Namun pada kenyataannya ironi, meskipun kualitas
vanili Indonesia menduduki posisi paling tinggi di Dunia, tetapi secara kuantitas Indonesia baru
bisa memasok sekitar 10 persen dari total kebutuhan pasar dunia (Tjahjadi, 1987). Tanaman
vanili (Vanilla planifolia) mempunyai sistem klasifikasi sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Superdivisi : Spermatophyta

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Liliopsida

Subkelas : Liliidae

Ordo : Orchidales

Famili : Orchidaceae

16
Genus : Vanilla

Spesies : Vanilla planifolia Andrews

Indonesia memiliki vanili dengan varietas unggul yang layak dikembangkan secara
komersial, antara lain Vania 1, Vania 2, dan Alor. Vania 1 dan 2 merupakan vanili unggul
besutan Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat di Bogor. Vanili Alor adalah varietas
unggul lokal asal Alor, Nusa Tenggara Timur (Ramadhan et al, 2018). Indonesia mempunyai
tanah dan iklim yang cocok bagi pertumbuhan vanili. Populasi vanili banyak ditemukan di
dataran rendah hingga ketinggian 800 m di atas permukaan laut (mdpl). Menurut FAOSTAT
(2022), luas areal perkebunan vanili di Indonesia mengalami fluktuasi. Luas areal perkebunan
vanili di Indonesia mengalami peningkatan yang cukup besar pada periode 2010- 2012,
kemudian mengalami penurunan sampai tahun 2015. Luas areal vanili terbesar terjadi pada
tahun 2019 sebesar 20.286 ha dan luas areal terendah yaitu pada tahun 2010 sebesar 11.529 ha.
Luas areal vanili memiliki tren yang meningkat pada empat tahun berikutnya hingga
menyentuh angka lebih dari 20.000 ha pada tahun 2019. Luas areal vanili Indonesia tidak selalu
berbanding lurus dengan volume produksi yang dihasilkan.

Menurut FAOSTAT (2022), volume produksi vanili di Indonesia meningkat dari tahun
2010 sampai tahun 2011, tetapi terus menurun sampai tahun 2014. Peningkatan sedikit terjadi
sampai tahun 2017 dan kembali menurun sampai tahun 2019. Volume produksi vanili
mencapai titik tertinggi sebesar 3.500 ton pada tahun 2011 dan mencapai titik terendah sebesar
2.000 ton pada tahun 2014 dan 2015. Rata-rata produksi vanili di Indonesia pada periode 2010-
2019 sebesar 2.529 ton. Sentra produksi vanili di Indonesia periode 2010-2019 menurut
Pusdatin Kementerian Pertanian (2022) yaitu Provinsi Jawa Timur dengan volume produksi
5.659 ton. Sentra produksi vanili di Pulau Jawa selain Jawa Timur ada Provinsi Jawa Barat
dengan volume produksi 1.543 ton. Wilayah Indonesia Timur terdapat Provinsi Nusa Tenggara
Timur sebesar 4.160 ton dan Pulau Sulawesi menempatkan dua provinsi antara lain Provinsi
Sulawesi Selatan sebesar 2.087 ton dan Sulawesi Utara sebesar 1.850 ton.

Permasalahan pada budidaya vanili di Indonesia adalah produktivitas dan mutu yang
masih rendah. Menurut Rahmawati (2012), produktivitas dipengaruhi oleh tingkat kesesuaian
lingkungan tumbuh, varietas, teknik budidaya, dan serangan hama dan penyakit. Mutu vanili
umumnya dipengaruhi banyak faktor, antara lain umur panen, panjang polong, dan proses

17
pengolahan setelah panen (kadar vanili). Menurut Alwandis (2020), penurunan jumlah
produksi vanili dikarenakan banyaknya petani vanili yang beralih ke komoditas lain karena
terjadinya penurunan harga di pasar internasional atas vanili Indonesia. Penurunan produksi
juga disebabkan oleh kualitas vanili yang tidak seragam akibat dari pemakaian bibit yang
kurang bagus, budidaya dan penanganan pascapanen yang kurang baik. Penyebab lain dari
penurunan jumlah produksi ini karena petani banyak yang menebang tanaman vanili karena
mahalnya harga bibit vanili dan sulitnya pemeliharaan tanaman vanili. Berbeda dengan
komoditas lain yang tinggal menunggu panen, vanili harus dibantu penyerbukannya agar
berbuah. Berhasil atau tidaknya penyerbukan sangat bergantung pada kecakapan petani.
Seringkali adanya permainan eksportir dapat menyebabkan harga jatuh di tingkat petani
(Firjionita et al, 2021).

Munculnya serangan penyakit busuk batang vanili (BBV) juga menjadi kendala
pengembangan vanili Indonesia. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Kadir et al (2019) yang
menyatakan bahwa produksi yang rendah dari tanaman vanili baik jumlah maupun mutunya
diakibatkan karena adanya cendawan Fusarium yang ditemukan pada akar, batang, cabang
batang, dan daun vanili. Gejala penyakit BBV paling sering menyerang tanaman vanili pada
umur tiga tahun keatas dan menyebabkan jaringan batang tanaman busuk berwarna kecoklatan
(Kartubi et al, 2018). Berbagai usaha pengendalian penyakit BBV pada vanili telah dilakukan.
Menurut Suniti (2015) dalam Arimbawa et al (2019), pengendalian-pengendalian tersebut
antara lain melalui pupuk buatan, rotasi tanaman, pemberian tanah, fungisida, dan zat pengatur
tumbuh ternyata belum menjadi solusi terbaik. Salah satu alternatif untuk mengurangi efek
negatif penggunaan pestisida kimia sintetis yaitu dengan memanfaatkan mikroba antagonis
untuk mengendalikan patogen tumbuhan. Pengendalian ini disebut pengendalian hayati. Salah
satu contohnya yaitu yaitu pekebun vanili di Garut, Jawa Barat, mengendalikan BBV dengan
menebar trichoderma. Kombinasi trichoderma dan semprotan pestisida nabati daun cengkeh
sanggup menghalau BBV yang menyerang. Penurunan serangan terjadi hingga 40%.

18
4.2. Kondisi Umum Vanili di Kabupaten Semarang

Dari tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa kondisi umum vanili di Kabupaten
Semarang sangat rendah yang di mana dapat dilihat pada data diatas yaitu luas dan banyaknya
pohon tanaman vanili di Kabupaten Semarang (Hektar). Meskipun begitu, mengembalikan
kejayaan vanili di Jawa Tengah bukan suatu hal yang tidak mungkin. Vanili menjadi komoditas
ngetrend di Provinsi Jawa Tengah. Beberapa Kabupaten mulai mengembangkan di wilayah
desanya masing-masing. dalam rangka mendorong kembalinya kejayaan vanili di Jawa
Tengah, Distanbun Jawa Tengah berpartisipasi mengawasi dan memberikan pembinaan secara
intensif, salah satunya adalah dengan kegiatan pembinaan yang dilakukan di Kecamatan
Bandungan, Kabupaten Semarang. Selama pembinaan berlangsung, terdapat dialog bersama
petani dalam pembinaan ini, di mana petani sangat antusias dengan pengembangan tanaman
vanili dan berharap dapat lebih dikembangkan lagi menjadi kawasan Agroeduwisata. Hal ini
sangat memungkinkan terwujud karena di Kecamatan Bandungan sudah banyak lokasi wisata
dengan segala potensinya, sehingga budidaya tanaman vanili memiliki prospek yang
menjanjikan.
Budidaya tanaman vanili dengan menggunakan tanaman hidup sebagai naungan akan
mempengaruhi aroma vanili sehingga memiliki nilai jual yang lebih tinggi. Di negara
pengimpor vanili, vanili digunakan sebagai campuran dalam pembuatan parfum. Menurut

19
konsumen luar negeri, vanili dari Jawa Tengah memiliki kualitas yang lebih bagus. Vanili kaya
manfaat, antara lain untuk menjaga kesehatan jantung karena mengandung zat atau senyawa
yang dapat mengurangi kadar kolesterol, dapat mencegah kanker karena sifatnya sebagai
antioksidan, antibakteri dan antidepresi. Disamping itu, vanili juga bermanfaat untuk
mengurangi jerawat dan menguatkan rambut. Dengan prospek yang menjanjikan, para petani
termotivasi dan akan mempersiapkan lahannya dengan baik untuk pengembangan dan
budidaya tanaman vanili sesuai dengan Good Agricultural Practices (GAP).
Dengan pembinaan ini, diharapkan dapat memberikan informasi dan arahan mulai
persiapan sampai pelaksanaan tanam vanili yang baik dan benar kepada petani dengan metode
yang sesuai dengan anjuran dan standar teknis. Selain itu, dengan kegiatan ini diharapkan pula
dapat mendukung pengembangan budidaya vanili di Desa Jetis Kecamatan Bandungan
Kabupaten Semarang, sehingga dapat menjadi pengungkit kegiatan Agroeduwisata Vanili di
Jawa Tengah, yang mampu menghadirkan masyarakat untuk ber edukasi dan wisata.

4.3. Perkembangan Ekspor Vanili di PT SRM Kabupaten Semarang

4.3.1. Jumlah yang Diekspor dari Tahun Ke Tahun


Perseroan Terbatas Sumber Rahardja Makmur (PT SRM) yang berdiri kurang lebih 7
tahun yang lalu tepatnya pada tahun 2016. Namun PT telah melakukan kegiatan ekspor sejak
tahun 2013. Fokus komoditas yang di ekspor oleh PT SRM adalah vanili. Volume vanili yang
mereka ekspor pada tahun pertamanya dimulai di angka 200 kilogram per tahun.
Volume ekspor yang dilakukan oleh PT SRM setelah tahun pertamanya selalu
mengalami peningkatan, dengan rincian sebagai berikut (1) Pada ekspor periode 2015 volume
ekspor meningkat drastis mencapai 15 ton, (2) Setelahnya, ekspor tahun 2016-2018 mengalami
stagnasi di angka 20-30 ton, (3) Selama masa pandemi, volume ekspor tidak mengalami
penurunan yang drastis, yaitu berada di angka 25 ton, (4) Pada periode 2021-2022 volume
ekspor mengalami kenaikan yang cukup signifikan, yaitu mencapai 80 ton, (5) Kemudian di
tahun 2023 volume permintaan vanili dari pasar mencapai angka 180 ton. Ekspor PT SRM dari
tahun ke tahun mengalami pertumbuhan yang positif dilihat dari kuantitas ekspornya yang terus
meningkat. Pertumbuhan kuantitas ekspor ini didukung oleh bertambahnya aliansi pengepul
vanili yang bekerja sama di bawah PT SRM.

20
4.3.2. Nilai Ekspor Dari Tahun Ke Tahun Dengan Penaksiran Jumlah Yang Diekspor
Dengan Harga Saat Itu
Berdasarkan data yang kami kumpulkan dari wawancara bersama narasumber PT SRM,
didapatkan data bahwa harga vanili sempat mengalami perubahan. Pada tahun 2015 harga
vanili per kilonya adalah 6 juta rupiah, sedangkan pada beberapa tahun terakhir harganya turun
menjadi 2 juta rupiah. Harga vanili yang turun disebabkan oleh pengetatan kualitas vanili yang
diekspor oleh pihak importir (Amerika Serikat). Pasar Amerika Serikat hanya menerima kadar
pestisida di bawah parameter 0,05%. Namun, standar tersebut tidak diindahkan oleh petani
vanili lokal, mereka tetap saja memakai pestisida di proses penanamannya. Hal inilah yang
menyebabkan vanili lokal dihargai lebih rendah di pasaran global.
Untuk menaksir nilai ekspor yang didapatkan oleh PT SRM bisa dengan mengkalkulasi
kuantitas vanili yang diekspor dengan harga jual vanili per kilonya pada tahun tersebut. Dengan
rumus sebagai berikut:

𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑒𝑘𝑠𝑝𝑜𝑟 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛 𝑛


= 𝑘𝑢𝑎𝑛𝑡𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑣𝑎𝑛𝑖𝑙𝑖 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑒𝑘𝑠𝑝𝑜𝑟 × ℎ𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑣𝑎𝑛𝑖𝑙𝑖 𝑝𝑒𝑟 𝑘𝑖𝑙𝑜

● Ekspor 2015
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑒𝑘𝑠𝑝𝑜𝑟 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛 2015
= 𝑘𝑢𝑎𝑛𝑡𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑣𝑎𝑛𝑖𝑙𝑖 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑒𝑘𝑠𝑝𝑜𝑟 × ℎ𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑣𝑎𝑛𝑖𝑙𝑖 𝑝𝑒𝑟 𝑘𝑖𝑙𝑜
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑒𝑘𝑠𝑝𝑜𝑟 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛 2015 = 15.000 𝑘𝑔 × 6 𝑗𝑢𝑡𝑎 𝑟𝑢𝑝𝑖𝑎ℎ
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑒𝑘𝑠𝑝𝑜𝑟 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛 2015 = 90 𝑚𝑖𝑙𝑖𝑎𝑟 𝑟𝑢𝑝𝑖𝑎ℎ

● Ekspor 2022
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑒𝑘𝑠𝑝𝑜𝑟 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛 2022
= 𝑘𝑢𝑎𝑛𝑡𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑣𝑎𝑛𝑖𝑙𝑖 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑒𝑘𝑠𝑝𝑜𝑟 × ℎ𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑣𝑎𝑛𝑖𝑙𝑖 𝑝𝑒𝑟 𝑘𝑖𝑙𝑜
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑒𝑘𝑠𝑝𝑜𝑟 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛 2022 = 80.000 𝑘𝑔 × 2 𝑗𝑢𝑡𝑎 𝑟𝑢𝑝𝑖𝑎ℎ
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑒𝑘𝑠𝑝𝑜𝑟 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛 2015 = 160 𝑚𝑖𝑙𝑖𝑎𝑟 𝑟𝑢𝑝𝑖𝑎ℎ

4.4. Dampak Karakteristik Pembudidayaan Terhadap Volume Ekspor dan Syarat


Permintaan Ekspor Dari Negara Pengimpor
Berdasarkan hasil wawancara dengan PT. SRM, dikatakan bahwa buah vanili memiliki
sifat yang sangat sensitif. Narasumber menyebut sifatnya dengan diksi “manja”. Kesensitifan

21
buah vanili dibuktikan dengan tempat penanaman yang tidak bisa asal-asalan, cara memanen
yang khusus dan tidak sembarangan, cara menyortir yang khusus, bahkan tidak boleh
sembarangan disentuh dalam rangkaian alur pengemasannya.
Untuk membudidayakan buah vanili dari bibit mentah, diperlukan waktu tiga tahun
sampai batangnya terbentuk secara sempurna dan menghasilkan buah vanili yang dapat
dipanen. Setelah panen pertama, buah vanili dapat dipanen kembali setiap 6-7 bulan sekali.
Dalam kurun waktu itu, perawatan insentif terus dilakukan. Beberapa temuan mengatakan
bahwa petani vanili terkadang kurang memiliki kesabaran dalam prosesnya, sehingga sering
memanen sebelum usia 6-7 bulan. Akibatnya, buah vanili yang dihasilkan kurang bagus dari
segi ukuran yang akan menurunkan nilai jual buah vanili itu sendiri. Oleh karena proses
budidaya-nya yang cukup lama, apalagi jika kita berbicara menyoal awal masa penanaman
buah vanili yang memakan waktu hingga 3 tahun sampai panen pertama, hal ini menjadi
disinsentif para petani untuk menanam buah vanili. Padahal, narasumber mengamini bahwa
buah vanili memiliki margin keuntungan yang cukup besar dan prospek yang luar biasa besar
terutama pada pasar ekspor.
Narasumber PT. SRM mengatakan baru sekitar dua tahun terakhir memiliki lahan milik
pribadi, lahan ini terletak di daerah Bandungan, Kabupaten Semarang. Sebelum memiliki lahan
budidaya pribadi, semua pasokan buah vanili untuk di-ekspor datang dari berbagai kota seperti
Temanggung dan Makassar. Saat itu, peran PT. SRM hanya berada dalam proses penyortiran,
pengemasan, dan pengirim. Namun, setelah memiliki lahan pribadi, PT. SRM memiliki peran
dalam proses budidaya. Lebih lanjut, PT. SRM juga mengatakan bahwa terdapat ketimpangan
cara berproduksi dari pemasok-pemasok buah vanili. Ketimpangan disini diartikan bahwa
dalam membudidayakan buah vanili, proses yang dilakukan masih terdapat diferensiasi yang
jelas. Hal ini menjadi masalah oleh karena hasil yang didapatkan terjadi perbedaan kualitas
yang nyata. Dewasa ini, buah vanili dikatakan berkualitas jika ukurannya besar dan minim
sentuhan pestisida.
Semenjak PT. SRM melakukan ekspor pertama kali ke Amerika Serikat dan Uni Eropa
pada tahun 2013, negara-negara tujuan terus untuk meningkatkan kualifikasi buah vanili yang
masuk ke negaranya. Negara-negara tujuan biasanya mengonsumsi buah vanili secara langsung
untuk digunakan sebagai bahan makanan sehari-hari. Karena pemanfaatannya yang secara
langsung, negara tujuan tahun demi tahun terus mensyaratkan buah vanili yang lebih “bersih”.
Bersih disini diartikan semakin minim sentuhan pestisida dalam proses budidaya. Negara-
negara tujuan lebih mengetatkan persyaratan ini karena terdapat beberapa kasus kanker yang
setelah diteliti disebabkan oleh kandungan pestisida dalam bahan makanan impor.
22
Perlu diketahui bahwa kandungan pestisida digunakan dalam proses budidaya buah
vanili. Sistem budidaya vanili yang memerlukan pohon panjat dan naungan menyebabkan
kebun vanili rawan terserang penyakit tanaman (Hernandez dan Lubinsky 2010). Penyakit
utama pada vanili adalah penyakit busuk batang vanili (BBV) yang disebabkan oleh Fusarium
oxysporum f.sp. vanillae (Tombe dan Liew, 2010; Pinaria et al., 2010). Di negara produsen
vanili lainnya seperti kawasan Polynesia, busuk pucuk vanili (BPV) merupakan penyakit yang
serius karena dapat menurunkan produksi dan menyebabkan kematian tanaman vanili muda
(Tsao and Mu, 1987). Pengendalian penyakit-penyakit yang diderita buah vanili sudah
dilakukan para petani dengan cara pemberian fungisida atau pestisida. Namun cara ini malah
dapat merugikan pada proses hilirnya oleh karena sikap negara tujuan ekspor yang cenderung
selalu memperketat persyaratan menyoal kandungan residu pestisida.
PT. SRM mengalami kesulitan dalam mengontrol kualitas hasil budidaya setiap daerah.
Pada tahun 2018, PT. SRM pernah menggelontorkan biaya yang cukup besar untuk melakukan
edukasi budidaya terhadap petani di Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur. PT. SRM
mengirim beberapa utusan dan diterbangkan ke tempat tersebut dan memberikan edukasi
kepada petani-petani lokal. Sebagai tempat yang diharapkan menjadi pemasok utama buah
vanili ke PT. SRM di masa depan, daerah ini terus digencarkan edukasinya. Namun, pada
akhirnya PT. SRM sangat menyayangkan karena pasca edukasi/ pelatihan budidaya itu, cara
budidaya yang diharapkan tidak kunjung terealisasi. Pelatihan diadakan sekitar 2-3 bulan,
ketika menjelang akhir masa pelatihan, petani lokal dianggap dapat secara mandiri melakukan
proses budidaya yang diharapkan. Namun, pasca utusan PT SRM pergi, cara budidaya
konvensional kembali dijalankan. Alhasil, pasokan dari Manggarai Barat diberhentikan oleh
karena hasil buah vanili yang tidak bermutu tinggi.
Proses budidaya yang seperti ini pada akhirnya dapat mempengaruhi proses hilir dari
penjualan ekspor PT. SRM. Di tengah negara tujuan ekspor yang menaikkan kualifikasinya
terkait maximum residue limits atau batas maksimum residu, hal ini dapat dapat merugikan
segala pihak yang terkait dalam proses produksi buah vanili. Ketika terjadi kenaikan kualifikasi
dari si “pembeli”, dan disadari bahwa si “pembeli” yang dimaksud merupakan dominator
dalam permintaan buah vanili, dalam hal ini penjual wajib yang melakukan penyesuaian.

23
4.5. Ketiadaan Prasarana Pelayanan Uji Mutu Yang Berkualitas Sebagai Determinan
Bagaimana Aktivitas Ekspor Vanili Bisa Terganggu

4.5.1. Urgensi Prasarana Pelayanan Uji Mutu Ekspor Vanili PT SRM


Berdasarkan hasil wawancara dengan PT SRM dijelaskan bahwa aktivitas ekspor vanili
terhambat karena kurangnya prasarana pelayanan uji mutu terlebih lagi dari kualitasnya, salah
satu yang disebutkan narasumber yakni menyoal laboratorium penguji pestisida di Indonesia.
Kebutuhan akan laboratorium penguji pestisida ini lahir karena pihak importir (Amerika
Serikat dan Uni Eropa) telah meningkatkan kualifikasi vanili yang lebih bersih dari sentuhan
pestisida atau dapat dikatakan pihak importir menginginkan vanili organik dengan parameter
residu pestisida di bawah ambang batas 0,05%. Selain itu, karakteristik budidaya petani vanili
mitra PT SRM pun turut andil dalam penyebab lahirnya kebutuhan laboratorium penguji
pestisida yang mana dijelaskan bahwa para petani berbudidaya vanili masih dengan cara
konvensional walaupun PT SRM telah memberikan edukasi berbudidaya vanili modern yang
sesuai dengan permintaan pasar agar parameter residu pestisida masih sesuai kualifikasi
permintaan negara tujuan ekspor. Di sisi lain, perlu diingat bahwa kegiatan yang dilakukan di
PT SRM hanya meliputi proses budidaya, produksi, dan administrasi, tetapi memang tidak ada
proses quality control kesehatan menyoal kandungan pestisida yang dimaksud menjadi alasan
tambahan dibutuhkannya laboratorium penguji pestisida. Beberapa alasan inilah yang menjadi
penyebab urgensi dibutuhkannya laboratorium penguji pestisida yang berkualitas.

4.5.2. Alternatif Solusi PT SRM Menyoal Prasarana Pelayanan Uji Mutu


Berdasarkan hasil wawancara dengan PT SRM dikatakan bahwa permintaan ekspor
vanili yang kualifikasinya semakin ketat telah direspons oleh PT SRM dengan langkah
peminjaman laboratorium penguji pestisida di Bogor. Sebelum mengambil langkah demikian,
PT SRM sebetulnya telah mengajukan permintaan bantuan ke pihak pemerintah menyoal syarat
dan kualifikasi pestisida ekspor vanili negara pengimpor, dikatakan PT SRM pernah
mengajukan permintaan bantuan ke Dinas Pertanian Kabupaten Semarang, Dinas Pertanian
dan Perkebunan Provinsi Jawa Tengah, dan Badan Riset dan Inovasi Nasional, namun hasil
yang didapatkan seolah-olah pemerintah “lempar tangan” dan tidak tahu-menahu harus berbuat
apa dengan persoalan yang ada.
Meskipun telah melakukan peminjaman laboratorium penguji pestisida di Bogor, PT
SRM belum mendapatkan hasil yang diharapkan. Maksudnya adalah hasil pengujian residu
pestisidanya berbeda dengan hasil pengujian pestisida di negara pengimpor, dalam kasus ini
PT SRM pernah membandingkan hasil pengujian dengan penggunaan laboratorium di Belanda.
24
Dengan kata lain, asumsi kualitas prasarana laboratorium di Indonesia masih kurang baik
muncul sebagai bentuk penyebab perbedaan hasil pengujian tersebut.
Karena hal demikian, PT SRM hingga saat ini menggunakan laboratorium penguji
pestisida di Belanda yang tentu mengorbankan biaya yang lebih besar, dikatakan oleh
narasumber bahwa untuk pengujian pestisida per sampel vanili dengan berat 300 gr dibebankan
harga sebesar Rp1.750.000, nominal ini belum termasuk biaya tambahan untuk pengiriman
sampel ke lokasi laboratorium. Hal ini cukup memberatkan PT SRM karena membutuhkan
biaya-biaya yang cukup besar hanya untuk menguji kadar pestisida. Tampaknya langkah yang
diambil PT SRM dengan menggunakan laboratorium di Belanda merupakan solusi yang belum
menjawab persoalan besar yang ada tetapi hanya sebagai solusi sementara supaya aktivitas
ekspor tetap bisa berjalan. Namun, langkah seperti ini tetap harus dilakukan untuk menjawab
permintaan pasar yang mana importir menginginkan vanili dengan residu pestisida di bawah
ambang batas 0,05%.

4.5.3. Dampak Ketiadaan Prasarana Pelayanan Uji Mutu Yang Berkualitas Terhadap
Aktivitas Ekspor Vanili
Berdasarkan hasil wawancara dengan PT SRM dikatakan bahwa pernah komoditas
vanili yang telah diekspor ke Amerika Serikat tidak diterima dan harus dipulangkan kembali
karena kadar pestisidanya melebihi ambang batas. Kasus ini terjadi disebabkan adanya
perbedaan hasil pengujian laboratorium di Bogor dan di negara pengimpor seperti yang sudah
dijelaskan sebelumnya. Yang jadi permasalahan di sini adalah penolakan vanili oleh importir
yang mana harus dipulangkan kembali atau re-impor ditanggung oleh PT SRM selaku pihak
pengekspor, dikatakan PT SRM pernah menanggung proses re-impor vanili sebesar 4 ton.
Dapat dibayangkan begitu besarnya biaya tambahan yang dibebankan pada PT SRM,
perhitungan biaya bisa dilakukan dengan perhitungan nilai ekspor dan volume ekspor seperti
yang telah dijelaskan pada pembahasan sebelumnya, hanya untuk re-impor vanili yang tidak
sesuai kualifikasi. Oleh karena itu, prasarana pendukung kegiatan ekspor yang berkualitas
diperlukan agar tidak menjadi determinan penghambat aktivitas ekspor vanili di PT SRM.

25
BAB V
PENUTUP

5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian terkait determinan ekspor PT SRM didapatkan
kesimpulan bahwa terdapat technical barriers to trade dalam ekspor vanili oleh PT
SRM dari pengaturan teknis menyoal International Organization for Standardization
(ISO) terhadap prasarana pendukung ekspor vanili yaitu laboratorium penguji pestisida
di Indonesia. Di sisi lain, terdapat pula technical barrier to trade berupa produk standar
karena ada perbedaan kualitas barang tergantung budidaya komoditas vanili oleh petani
sehingga mempengaruhi mulai dari proses budidaya, produksi sampai dengan ekspor
Vanili di PT SRM.
Determinan yang menghambat aktivitas ekspor vanili PT SRM kepada Amerika
dan Uni Eropa berkaitan dengan tidak terpenuhinya prasarana pelayanan uji mutu yaitu
kurangnya ketersediaan laboratorium penguji pestisida di Indonesia. Pihak importir
menekankan adanya regulasi mengenai parameter residu pestisida dengan ambang
batas maksimal 0,05%. Disamping itu, Determinan yang turut membatasi kelancaran
kegiatan ekspor adalah karakteristik budidaya petani vanili mitra PT SRM yang masih
menggunakan cara-cara konvensional sehingga parameter residu pestisida masih
melebihi ambang batas maksimal (>0,05%). Meskipun demikian, PT SRM sebetulnya
sudah melakukan edukasi kepada para mitra PT SRM untuk dapat melakukan proses
penanaman vanili dengan cara modern. Kedua hal tersebut membuat PT SRM
mengambil tindakan untuk menyewa laboratorium penguji pestisida di Bogor tetapi
ternyata hasil uji yang dilakukan di laboratorium tersebut berbeda dengan hasil
pengujian pestisida di negara pengimpor. Hal demikian mengakibatkan vanili yang
telah dikirim kepada pihak importir harus dikembalikan (re-impor) ke Indonesia dan
menyebabkan kerugian biaya yang besar karena segala proses re-impor ditanggung oleh
PT SRM. Dengan demikian, volume ekspor vanili PT SRM sangat dipengaruhi oleh
adanya technical barrier to trade.
Selain itu, hasil pembahasan penelitian ekspor komoditas vanili di PT SRM
memberikan jawaban terhadap literatur yang dijadikan acuan, antara lain benar bahwa
karakteristik budidaya vanili oleh petani lokal, mitra PT SRM, masih menggunakan
cara konvensional atau budidaya “asalan” yang mana ungkapan “jika ingin vanili
murah, belilah vanili Indonesia” itu benar adanya. Selain itu, Studi kasus di PT SRM

26
menunjukkan hasil bahwa pertumbuhan ekspor di PT SRM mengalami peningkatan
dari awal tahun melakukan kegiatan ekspor (2013) yang mana tidak mendukung hasil
penelitian literatur acuan yang mengatakan bahwa pertumbuhan perkembangan tingkat
ekspor vanili mengalami penurunan.

5.2. Saran dan Rekomendasi


1. Pemerintah sebaiknya memberi penyuluhan komprehensif mengenai apa saja
prasarana yang dapat mendukung proses budidaya, produksi, dan ekspor PT
SRM.
2. Pemerintah sebaiknya memberikan akses pendukung produksi seperti
laboratorium yang nyata dan aktif agar PT SRM dapat memaksimalkan
keuntungan dengan mengurangi asymmetric information.
3. Dalam upaya memberikan kelancaran pada aktivitas ekspor vanili Indonesia,
hendaknya pemerintah memfasilitasi infrastruktur pendukung kegiatan ekspor
tersebut agar produk yang dihasilkan memiliki kualitas sebagaimana yang
diminta oleh pihak pengimpor sehingga tidak terjadi adanya re-impor yang
segala prosesnya harus ditanggung oleh pengekspor yang menyebabkan beban
biaya cukup besar.

27
DAFTAR PUSTAKA

Arianti, W. D. R. (2013). Strategi Kebijakan Mutu dan Standar Produk Ekspor dalam
Meningkatkan Daya Saing (Studi Kasus Produk Ekspor Biji Kakao). 10(2).

Dwitama Gifari A., Darsono., Fajarningsih Uchyani R. (2022). Analisis Kinerja Perdagangan
dan Daya Saing Komoditas Vanili Indonesia Di Pasar Internasional Periode 2019-2019. Skripsi
Fakultas Pertanian Surakarta 10(2), 43-58.

Hady, Hamdy. 2009. Ekonomi Internasional : Teori dan Kebijakan Perdagangan Internasional.
Buku satu edisi revisi. Bogor : Ghalia Indonesia.

Haryono Semangun. 1988. Penyakit - Penyakit Tanaman Perkebunan di Indonesia. Gadjah


Mada University Press

Hermawan, I. (2015). DAYA SAING REMPAH INDONESIA DI PASAR ASEAN PERIODE


PRA DAN PASCA KRISIS EKONOMI GLOBAL. Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan,
9(2), 153–178. https://doi.org/10.30908/bilp.v9i2.6

Indonesia Spice Up The World: Kenalkan Rempah Nusantara ke Mancanegara. (n.d.).


Kemenparekraf/Baparekraf RI. Retrieved April 9, 2023, from
https://www.kemenparekraf.go.id/hasil-pencarian/indonesia-spice-up-the-world-kenalkan-
rempah-nusantara-ke-mancanegara
Kadir, N. A., Naher, L., & Sidek, N. (2019). Economical Important Phytopathogenis Diseases
in Vanilla planifolia: A review paper. Journal of Tropical Resources and Sustainable Science
7, 77-82.
Krugman, R. Paul. 2005. Ekonomi Internasional : Teori dan Kebijakan. Jilid 2, Edisi Kelima.
(diterjemahkan oleh Faisal H. Basri). Jakarta : Gramedia.

Pusat Data dan Sistem Informasi Kementerian Perdagangan. (n.d.). Perkembangan ekspor non
Migas (sektor). Kemendag.Go.Id. Retrieved April 9, 2023, from
https://satudata.kemendag.go.id/data-informasi/perdagangan-luar-negeri/ekspor-non-migas-
sektor

Victoria Henuhili. 2004. Budidaya Tanaman Vanili. Artikel Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam. Universitas Negeri Yogyakarta

28
LAMPIRAN
DOKUMENTASI

29

You might also like