You are on page 1of 26

MAKALAH

LANGKAH-LANGKAH PATIENT SAFETY ASUHAN PADA AKSEPTOR


KELUARGA BERENCANA (KB)
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Patient Safety
Program Studi Profesi Bidan
Dosen Pengampu: Laila Putri, SST, M.Keb

Disusun oleh :

Alvya Nurainuni P (P20624823004)


Alyvia Choirunnisa (P20624823005)
Elis Megalia (P20624823048)
Euis Nur Asiah (P20624823052)
Giani Tresna Julia (P20624823013)
Ria Amelia K (P20624823069)
Yulianti (P20624823083)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES KEMENKES TASIKMALAYA
JURUSAN KEBIDANAN
2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan pada Allah SWT, karena berkat rahmat,
hidayah dan rizki kesehatan yang telah diberikan kepada kami sehingga kami
sebagai tim penyusun makalah dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Langkah-langkah Patient Safety Asuhan Kebidanan Pada Akseptor Keluarga
Berencana” dengan tepat waktu.
Makalah ini disusun dengan tujuan utama memenuhi tugas mata kuliah
Patient Safety dan juga untuk menambah wawasan penyusun makalah sebagai
mahasiswa Poltekkes Tasikmalaya Program Studi Profesi Bidan. Makalah ini
masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kami berharap mendapat kritik dan
saran yang membangun untuk perbaikan penyusunan makalah kami kedepannya.
Demikian yang dapat disampaikan oleh kami, atas kekurangannya kami memohon
maaf yang sebesar-besarnya.

Tasikmalaya, Agustus 2023

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ……………………………………………………. i


DAFTAR ISI ……………………………………………………………… ii
BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………… 1
A. Latar Belakang ……………………………………………………… 1
B. Rumusan Masalah …………………………………………………. 2
C. Tujuan ………………………………………………………………. 2
BAB II TINJAUAN TEORI …………………………………………….. 3
A. Definisi Patient Safety ……………………………………………….. 3
B. Etika dan keselamatan pasien (patient safety) …………………… 3
dalam pelyanan keluarga berencana
C. Keluarga Berencana …………………………………………………. 7
1. Definisi Kontrasepsi …………………………………………….. 7
2. Macam-macam Kontrasepsi ……………………………………. 7
3. SOP Asuhan Pelayanan KB …………………………………… 10
4. SOP Patient Safety Pelayanan KB ……………………………… 12
5. Pencegahan Pengendalian Infeksi pada Pelayanan KB ……….. 13
D. Upaya Pencegahan Pengendalian Infeksi ……………………………. 14
1. Kewaspadaan Standar PPI ……………………………………… 14
2. Perlindungan diri bagi petugas …………………………………. 16
3. Pemprosesan alat ………………………………………………. 17
BAB III PENUTUP ………………………………………………………. 23
A. Kesimpulan ………………………………………………………….. 23
B. Saran ………………………………………………………………… 23
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Keamanan dan keselamatan pasien merupakan hal mendasar yang


perlu diperhatikan oleh tenaga medis saat memberikan pelayanan kesehatan
kepada pasien. Keselamatan pasien adalah suatu sistem dimana rumah sakit
memberikan asuhan kepada pasien secara aman serta mencegah terjadinya
cidera akibat kesalahan karena melaksanakan suatu tindakan atau tidak
melaksanakan suatu tindakan yang seharusnya diambil. Sistem tersebut
meliputi pengenalan resiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang
berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan dan analisis insiden,
kemampuan belajar dari insiden, tindak lanjut dan implementasi solusi
untuk meminimalkan resiko.

Setiap tindakan pelayanan kesehatan yang diberikan kepada pasien


sudah sepatutnya memberi dampak positif dan tidak memberikan kerugian
bagi pasien. Oleh karena itu, pelayanan kesehatan harus memiliki standar
tertentu dalam memberikan pelayanan kepada pasien. Standar tersebut
bertujuan untuk melindungi hak pasien dalam menerima pelayanan
kesehatan yang baik serta sebagai pedoman bagi tenaga kesehatan dalam
memberikan asuhan kepada pasien. Selain itu, keselamatan pasien juga
tertuang dalam undang-undang kesehatan. Terdapat beberapa pasal dalam
undang-undang kesehatan yang membahas secara rinci mengenai hak dan
keselamatan pasien. Keselamatan pasien adalah hal terpenting yang perlu
diperhatikan oleh setiap petugas medis yang terlibat dalam memberikan
pelayanan kesehatan kepada pasien. Tindakan pelayanan, peralatan
kesehatan, dan lingkungan sekitar pasien sudah seharusnya menunjang
keselamatan serta kesembuhan dari pasien tersebut. Oleh karena itu, tenaga
medis khususnya bidan harus memiliki pengetahuan salah satunya patient
safety dalam asuhan kebidanan keluarga berencana.

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi Patient Safety?

1
2. Bagaimana etika dan keselamatan pasien (patient safety) dalam
pelyanan keluarga berencana
3. Apa saja hal mengenai keluarga berencana?
4. Apa saja upaya pencegahan pengendalian infeksi?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi patient safety.
2. Untuk mengetahui etika dan keselamatan pasien (patient safety)
dalam keluarga berencana.
3. Untuk mengetahui hal mengenai keluarga berencana.
4. Untuk mengetahui upaya pencegahan pengendalian infeksi.

2
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Definisi Patient
Safety

Keselamatan pasien (patient safety) adalah suatu sistem dimana rumah


sakit membuat asuhan pasien lebih aman dalam upaya mencegah terjadinya
cidera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan
atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (Depkes RI,2011).
(Salawati & Serikat, 2004). Keselamatan pasien (Patient safety) adalah
prinsip dasar dari perawat kesehatan(WHO) (Mulyana, 2013). Kesalamatan
pasien merupakan sebuah sistem yang membuat asuhan pasien lebih aman.
Sistem tersebut terdiri dari asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan
risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden
dan tindak lanjutnya, serta implementasi solusi untuk meminimalkan
timbulnya risiko dan mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh
kesalahan akibat melakukan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan
yang seharusnya diambil.

B. Etika dan Keselamatan Pasien (Patient Safety) Dalam Pelayanan


Keluarga Berencana
1. Prinsip Etika Medis
a. Beneficence
Prinsip Beneficence/Kebaikan memiliki arti mendatangkan
kebaikan atau manfaat bagi orang lain. Prinsip ini tidak hanya berusaha
untuk tidak membahayakan pasien tetapi juga berusaha untuk
memberikan pelayanan yang terbaik. Selain itu, Prinsip Beneficence
mendukung aturan moral yang lebih spesifik antara lain:
1) Melindungi dan mempertahankan hak pasien/klien
2) Mencegah bahaya terjadi pada pasien/klien
3) Menghilangkan kondisi yang akan merugikan pasien/klien
4) Membantu para disabilitas
5) Menyelamatkan pasien/klien dalam bahaya
b. Non-maleficence
Prinsip non-maleficence memiliki arti bahwa dalam melakukan
3
pelayanan, seorang tenaga medis harus berusaha untuk tidak
merugikan atau membahayakan pasien/ klien. Bahaya yang dimaksud
adalah efek buruk yang ditimbulkan dari kepentingan seseorang (dalam
hal ini tenaga medis) kepada pasiennya. Prinsip non-maleficence
mendukung aturan moral yang lebih spesifik antara lain:
1) Tidak membunuh
2) Tidak menyebabkan rasa sakit atau penderitaan
3) Tidak melumpuhkan
4) Tidak menyinggung perasaan
5) Tidak merampas kebahagiaan pasien/klien
c. Autonomy
Prinsip Autonomy memiliki arti menghormati hak dan pendapat
orang lain. Prinsip ini mendukung aturan moral yang lebih spesifik
antara lain:
1) Mengatakan kebenaran
2) Menghormati privasi pasien/klien
3) Melindungi informasi yang bersifat rahasia
4) Mendapatkan persetujuan pasien/klien sebelum melakukan
intervensi atau tindakan
5) Membantu pasien/klien membuat keputusan ketika ditanyakan
pendapat
d. Justice
Prinsip Justice/Keadilan memiliki arti memberikan perlakuan
yang sama dan adil bagi setiap pasien/klien dengan tidak membeda-
bedakan.Dalam melaksanakan pelayanan, etika medis perlu
diperhatikan dan dijunjung oleh setiap tenaga medis supaya tidak
terjadi kelalaian. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI),
kelalaian berasal dari kata lalai yang berarti lengah, kurang hati-hati
atau tidak mengindahkan kewajiban atau satu pekerjaan. Dalam dunia
medis, kelalaian berarti suatu perbuatan salah oleh seorang tenaga
medis dalam melaksanakan pekerjaan atau kewajibannya sehingga
menyebabkan kerugian kepada orang lain. Pemberian sanksi dalam
kelalaian medis bergantung pula

4
terhadap berat ringannya pelanggaran yang dilakukan di antaranya
pemberian nasihat, peringatan lisan, peringatan tertulis, pembinaan
perilaku, pendidikan ulang, dan pencabutan dari keanggotaan.
2. Prinsip Etika Komunikasi Pasien
a. Veracity
Prinsip Veracity memiliki arti penyampaian informasi yang jujur,
akurat, objektif, dan komprehensif. Veracity/Kejujuran penting
diterapkan ketika meminta persetujuan atau informed consent sebelum
melakukan tindakan karena pasien/klien perlu mengetahui semua
potensi risiko dan manfaat yang akan diperoleh dari tindakan
pelayanan.
b. Confidentiality
Prinsip Confidentiality memiliki arti menjaga kerahasiaan
informasi pasien/klien. Kerahasiaan ini bermakna bahwa informasi
pasien/klien hanya dapat dibagikan dengan mereka yang terlibat dalam
pelayanan. Pengecualian dari prinsip ini mungkin terjadi ketika
keselamatan orang lain atau pasien terancam apabila informasi tetap
dijaga kerahasiaannya. Dalam situasi tersebut, tenaga medis perlu
menyeimbangkan prinsip etika dan menimbang risiko dengan manfaat.
c. Fidelity
Prinsip Fidelity memiliki arti setia, menepati janji, dan
mendahulukan pasien. Prinsip ini membentuk hubungan saling percaya
dan memelihara suasana yang positif antara pasien/klien dan tenaga
medis.
d. Privacy
Prinsip Privacy memiliki arti menghormati hak pribadi pasien
terhadap dirinya sendiri. Prinsip ini selaras dengan prinsip kerahasiaan
informasi pasien seperti melakukan pemeriksaan atau tindakan di
tempat yang tertutup secara memadai.
3. Keselamatan Pasien Dalam Pelayanan Keluarga Berencana
Keselamatan pasien adalah proses atau tindakan yang mengurangi
dampak buruk akibat suatu tindakan medis baik untuk tenaga medis
maupun untuk pasien. Insiden keselamatan pasien menurut WHO

5
didefinisikan sebagai kejadian atau keadaan yang dapat mengakibatkan
kerugian yang tidak perlu pada pasien. Studi yang dilakukan oleh Badan
Ancaman terhadap Keselamatan Pasien Australia (Threats to Australian
Patient Safety/TAPS) menghasilkan salah satu analisis insiden
keselamatan pasien yang paling komprehensif di dunia internasional.
TAPS dan penelitian lainnya telah mengidentifikasi dua jenis insiden
keselamatan pasien secara umum, yaitu:
a. Insiden terkait dengan proses perawatan, termasuk proses administrasi,
investigasi, perawatan, komunikasi, dan pembayaran. Hal ini
merupakan jenis kejadian umum yang dilaporkan (berkisar antara
70%-90% tergantung pada penelitian).
b. Insiden terkait dengan pengetahuan atau keterampilan praktisi,
termasuk diagnosis yang tidak terjawab atau tertunda, perlakuan salah
dan kesalahan dalam pelaksanaan tugas.
Adapun istilah insiden keselamatan pasien yang telah dikenal
secara umum, yaitu:
a. Insiden Keselamatan Pasien (IKP)/Patient Safety Incident adalah setiap
kejadian atau situasi yang dapat mengakibatkan atau berpotensi
mengakibatkan harm (penyakit, cedera, cacat, kematian dan lain-lain)
yang tidak seharusnya terjadi.
b. Kejadian Tidak Diharapkan (KTD)/Adverse Event adalah suatu
kejadian yang mengakibatkan cedera yang tidak diharapkan pada
pasien karena suatu tindakan (commission) atau karena tidak bertindak
(omission), bukan karena “underlying disease” atau kondisi pasien.
c. Kejadian Nyaris Cedera (KNC)/Near Miss adalah suatu insiden yang
belum sampai terpapar kepada pasien sehingga tidak menyebabkan
cedera pada pasien.
d. Kejadian Tidak Cedera (KTC) adalah insiden yang sudah terpapar
kepada pasien, tetapi tidak menimbulkan cedera, dapat terjadi karena
“keberuntungan”. Misal: pasien menerima suatu obat kontraindikasi
tetapi tidak timbul reaksi obat atau “peringanan” (suatu obat dengan
reaksi alergi diberikan, diketahui secara dini lalu diberikan

6
antidotumnya).
e. Kondisi Potensial Cedera (KPC)/Reportable Circumstance adalah
kondisi yangsangat berpotensi untuk menimbulkan cedera, tetapi
belum terjadi insiden.
f. Kejadian Sentinel/Sentinel Event yaitu suatu KTD yang mengakibatkan
kematian atau cedera yang diharapkan atau tidak dapat diterima, seperti
operasi pada bagian tubuh yang salah. Pemilihan kata “sentinel” terkait
dengan keseriusan cedera yang terjadi (misalnya, perdarahan pada saat
operasi tubektomi) sehingga pencarian fakta terhadap kejadian ini
mengungkapkan adanya masalah yang serius pada kebijakan dan
prosedur yang berlaku.
C. Keluarga Berencana
1. Definisi Kontrasepsi
Kontrasepsi adalah cara menghindari atau mencegah terjadinya
kehamilan akibat dari pertemuan sel telur yang matang dengan sel
sperma dengan tehnik memakai alat-alat obat, cara
perhitungan/pengamatan, cara operasi untuk menjarangkan (Spacing)
atau untuk pembatasan (Limitation) kehamilan (Proverawati, 2010).
Kontrasepsi merupakan bagian dari pelayanan kesehatan reproduksi
untuk pengaturan kehamilan, dan merupakan hak setiap individu
sebagai mahluk seksual (Sarwono, 2006).
2. Macam-macam Kontrasepsi
a. Metode Sederhana
1) Kondom
.Cara kerjanya: menghalangi terjadinya pertemuaan
sperma d Kondom adalah selubung /sarung karet yang dapat
terbuat dari berbagi bahan seperti latex (karet), plastik (vinil),
atau bahan alami (produksi hewani dipasang pada penis pada
saat hubungan sexual)an sel telur, mencegah penularan
mikroorganisme (Saifuddin, 2006).
2) Diafragma

7
Diafragma adalah Kap berbentuk bulat cembung, terbuat
dari lateks (karet) yang diinersikan kedalam vagina sebelum
berhubungan seksual dan menutup serviks. Cara kerjanya
menghalangi sel mani masuk kedalam kanalis servikalis.
Diafragma dipasang sebelum koitus dan dikeluarkan 6-8 jam
setelah koitus selesai (Pita Wulansari, 2006).
3) Spermisida
Spermisida adalah sat kimia yang dapat melumpuhkan
sampai mematikan spermatozoa yang digunakan menjelang
hubungan seks. Cara kerjanya melumpuhkan dan mematikan
sperma atau sel mani, menutup mulut serviks (cervical prop)
(Manuaba, 1BG, 2003).
4) Coitus terputus
Senggama terputus adalah suatu metode kontrasepsi
dimana senggama diakhiri sebelum terjadi ejakulasi intra
vaginal. Cara kerjanya penarikan penis dari vagina sebelum
terjadi ejakulasi, dengan demikian air mani sengaja
ditumpahkan diluar untuk mencegah sel mani masuk arena
fertilisasi (Anna Glasier, 2005).
5) Pantang berkala
Pantang berkala adalah tidak melakukan persetubuhan
pada masa subur istri yaitu sekitar terjadinya ovulusi. Metode
pantang berkala dikenal dua sistem yaitu :
a) Pantang berkala dengan sistem kelender adalah cara
Keluarga Berencana Alamiah (KBA) dimana hari subur
ditaksir berdasarkan kumpulan catatan siklus haid dari 6-
12 bulan terahkir. Untuk menetukan masa subur istri
dipatokan sebagai berikut:
b) Ovulasi terjadi 12-16 hari sebelum haid yang akan datang.
c) Sperma dapat hidup dan membuahi dalam 48 jam setelah
ejakulasi.

8
d) Ovum dapat hidup 24 jam setelah ovulasi (Wiknjosastro,
2005).
6) Sistem mengukur suhu badan basal adalah cara Keluarga
Berencana Alamiah (KBA) dimana masa tidak subur
diperkirakan/ditetapkan berdasarkan adanya perubahan suhu
basal badan sesaat setelah ovulasi. Cara kerjanya menjelang
ovulasi yaitu suhu badan turun (pada hari ke-12 dan 13 siklus
haid), pada hari ke 14 terjadi ovulasi, suhu akan naik sampai
lebih tinggi dari suhu sebelum ovulasi pada hari ke 15 dan 16
siklus haid. Dengan cara ini masa berpantang akan lebih
pendek namun lebih meninggikan efektifitas metode pantang
berkala (Mochtar, 1998).
b. Metode Modern
1) Pil KB
a) Progesteron only pil adalah pil yang hanya mengandung
progesteron.
b) Pil kombinasi adalah pil yang mengandung kombinasi
progesteron dan estrogen.
c) Pil sequensial adalah pil yang mengandung komponen
yang disesuaikan dengan system hormonal tubuh yang
mengandung estrogen dan progesteron.
d) Pil KB exluton adalah pil yang mengandung progesteron
dan disiapkan untuk ibu yang memberikan ASI
(Mochtar, 1998).
2) Suntikan KB
a) Depo provera yang mengandung medroxy progesteron
asetat 150 mgr.
b) Cyclofem yang mengandung medroxyprogesetron asetat
50 mg dan komponen estrogen.
c) Norigest 200 mgr yang merupakan derivat tetesteron
(Manuaba, 2010).

9
3) Susuk KB.
a) Norplant terdiri dari 6 batang silastik lembut berongga
dengan panjang 3,4 cm, dengan diameter 2,4 mm, yang
diisi dengan 36 mg levonorgestrel dan lama kerjanya 5
tahun.
b) Implanon terdiri dari 1 batang putih lentur dengan
panjang kira-kira 40 mm dan diameter 2 mm, yang diisi
dengan 68 mg keto-desogestrel dan lama kerjanya 3
tahun.
c) Jadena dan Indoplant terdiri dari 2 batang yang diisi
dengan 75 mg levonor-gestrel dengan lama kerjanya 3
tahun.
3. SOP Asuhan Pelayanan KB

Pengertian Keluarga Berencana adalah tindakan yang membantu


individu atau pasangan suami isteri untuk menghindari
kelahiran yang tidak diinginkan, mendapat kelahiran
yang diinginkan, mengatur interval diantara kelahiran,
mengontrol waktu saat kelahiran dalam hubungan
dengan umur suami isteri, emnentukan jumlah anak
dalam
keluarga
Sebagai acuan dalam memberikan pelayanan Keluarga
Tujuan
Berencana di unit KIA-KB
Referensi 1. Permenkes No.75 tahun 2014 tentang Puskesmas
2. Standar Pelayanan Kebidanan
Prosedur 1. Petugas memanggil pasien berdasarkan nomor
urutan
2. Petugas mencocokan identitas pasien dengan
identitas dalam rekam medis
3. Jika tidak sesuai petugas melakukan konfirmasi
ulang ke bagian pendaftaran dan rekam medis,
sampai terjadi kesesuaian
4. Petugas melakukan anamnesa terhadap pasien
5. Petugas melakukan pemeriksaan antropometri
berat badan dan memeriksa tekanan darah pasien
6. Jika pasien merupakan akseptor baru petugas
memberikan konseling KB dengan menggunakan
ABPK (Alat Bantu Pengambilan Keputusan), jika
pasien merupakan pasien lama petugas
menanyakan keluhan utama
7. Petugas melakukan pemeriksaan fisik untuk
mengetahui kesesuaian alat kontrasepsi yang
diinginkan pasien dengan keadaan fisik
10
8. Petugas melakukan penapsian/ pengkajian
9. Pada pasien baru jika terdapat ketidaksesuaian
pilihan pasien dengan penapsian petugas meka
kembali ke langkah 6. Jika tidak ada masalah
petugas memberi inform concel pada pasien
untuk pemberian jenis kontrasepsi yang dipilih
10. Petugas memberikan kontrasepsi yang sesuai
dengan kondisi dan pilihan pasien
11. Petugas memberikan konseling setelah pemberian
alat kontrasepsi
12. Petugas menulis dan memberi resep bila perlu
13. Petugas mencatat di Rekam Medis KB, kartu KB,
dan buku register
14. Petugas menjelaskan mengenai kunjungan ulang
Unit 1. Unit pendaftaran
Terkait 2. Unit BPU
3. Unit Farmasi
4. Unit Laboratorium

4. SOP Patient Safety KB Suntik


Salah satu contoh penerapan SOP patient safety pada akseptor KB
adalah sebagai berikut:

PEMBERIAN KONTRASEPSI
SUNTIK
No. 057
Dokumen
SOP No. Revisi -
Tanggal
terbit
Halaman 2 halaman
Pengertian Suatu tindakan yang dilakukan dengan
cara memberikan suntikan KB secara
intramuskuler pada akseptor KB.
Tujuan Sebagai acuan dalam pemberian
suntikan KB secara intamurkuler oada
akseptor KB.
Referensi 1. Affandi, Biran, 2011, Buku Panduan
Praktis Pelayanan Kontrasepsi, Bina
Pustaka Sarwono Prawihardjo,
Jakarta.
2. Kementerian Kesehatan RI, 2014,
Pedoman Manajemen Pelayanan
Keluarga Berencania, Direktorat
Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan
Ibu

11
dan Anak, Kementerian Kesehatan,
Jakarta.
Prosedur A. Persiapan
1) Konseling pra pelayanan.
2) Mencuci tangan,
3) Menjelaskan prosedur yang
akan dilaksanakan.
4) Melakukan penimbangan
berat badan.
5) Mengukur tekanan darah.
6) Mengambil obat, kemudian
memasukkan ke dalam spuit
sesuai dosis, lalu
meletakkannya pada bak
instrument.
7) Memeriksa tempat yang akan
dilakukan suntikan.
8) Melakukan desinfeksi dengan
kapas alkohol pada tempat
yang akan dilakukan
penyuntikan.
9) Melakukan penyuntikan pada
ventrogluteal dengan cara
menganjurkan ibu untuk
miring, tengkurap atau
telentang dengan lutut dan
pinggul pada sisi yang akan
dilakukan penyuntikan dalam
keadaan fleksi.
10) Melakukan penusukan dengan
posisi jarum tegak lurus.
11) Melakukan aspirasi spuit: bila
tidak ada darah, semprotkan
obat secara perlahan-lahan
hingga habis.
12) Menarik spuit dan menekan
daerah penyuntikan dengan
kapas alkohol.
13) Meletakkan spuit bakas pada
bengkok atau memasukkan ke
dalam safety box.
14) Mencatat reaksi pemberian
jumlah dosis dan waktu
pemberian.
15) Mencuci tangan

12
5. Pencegahan Pengendalian Infeksi Pada Pelayanan KB
Infeksi dalam pelayanan kesehatan merupakan infeksi yang terjadi
pada pasien selama perawatan di rumah sakit dan fasilitas kesehatan
lainnya, dimana sebelum masuk tidak ada infeksi dan tidak dalam masa
inkubasi, tetapi muncul setelah pasien pulang. Selain itu, infeksi
tersebut juga terjadi pada petugas rumah sakit dan tenaga kesehatan
terkait proses pelayanan di fasilitas kesehatan.
Beberapa prosedur metode Keluarga Berencana (KB) berisiko
menimbulkan infeksi pada semua orang yang terlibat di dalamnya,
misalnya penyedia layanan, klien, staf pendukung (seperti staf rumah
tangga, petugas pembuang sampah, dan staf laboratorium), terutama
pada pelayanan metode KB AKDR, implan, suntik, tubektomi dan
vasektomi. Pencegahan Pengendalian Infeksi (PPI) di setiap fasilitas
kesehatan penting dilakukan untuk mengurangi risiko penularan
penyakit seperti Hepatitis B dan HIV/AIDS.
a. Definisi Pencegahan Pengendalian Infeksi (PPI)
PPI merupakan upaya untuk mencegah transmisi silang dan
diimplementasikan dengan mengacu pada kewaspadaan standar.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan nomor 27 tahun 2017, PPI
adalah upaya untuk mencegah dan meminimalkan terjadinya infeksi
pada pasien, petugas, pengunjung dan masyarakat sekitar fasilitas
pelayanan kesehatan.
1) Tujuan Pencegahan Pengendalian Infeksi (PPI) dalam pelayanan
KB
a) Mencegah infeksi pada waktu memberikan pelayanan metode
kontrasepsi yang menggunakan alat-alat seperti suntik, implan,
AKDR, tubektomi dan vasektomi
b) Mengurangi risiko penularan penyakit Hepatitis B dan
HIV/AIDS tidak hanya pada klien tetapi juga pada petugas
kesehatan dan staf di fasilitas kesehatan, termasuk petugas
kebersihan
c) Memenuhi persyaratan pelayanan KB sesuai standar

13
D. Upaya Pencegahan Pengendalian Infeksi (PPI)
1. Kewaspadaan Standar Dalam PPI
Kewaspadaan standar diterapkan untuk mencegah transmisi silang
sebelum maupun sesudah pasien didiagnosis dan sebelum adanya hasil
pemeriksaan laboratorium. Tenaga kesehatan yang melakukan
pelayanan termasuk bidan dan dokter berisiko besar terinfeksi. Oleh
sebab itu, penting sekali pemahaman dan kepatuhan petugas untuk
menerapkan kewaspadaan standar agar tidak terinfeksi. Berikut ini
beberapa istilah dalam PPI:
a. Asepsis adalah segala upaya dalam mencegah masuknya
mikroorganisme ke dalam tubuh baik lewat benda hidup maupun
benda mati.
b. Antisepsis adalah segala upaya untuk membunuh atau menghambat
mikroorganisme pada benda hidup.
c. Desinfeksi adalah segala upaya dalam membunuh ataupun
menghambat mikroorganisme pada benda mati.
d. Pre cleaning atau dekontaminasi adalah merendam alat di dalam
larutan enzimatik atau detergen selama 10-15 menit untuk
menghilangkan noda darah atau cairan tubuh serta menginaktivasi
Hepatitis B dan HIV/AIDs.
e. Cuci bilas adalah upaya menghilangkan 80% mikroorganisme dengan
cara mencuci instrumen menggunakan detergen dan membilas
dengan air mengalir.
f. Desinfeksi Tingkat Tinggi (DTT) adalah upaya menghilangkan
semua mikroorganisme kecuali endospora dengan teknik merebus,
mengukus, dan kimia.
g. Sterilisasi adalah upaya menghilangkan semua mikroorganisme
(bakteri, jamur, virus, endospora/penyebab gangren, dekubitus, dan
tetanus).
Aplikasi kewaspadaan standar dilakukan dengan prinsip-prinsip
berikut:
a. Setiap orang dianggap dapat menjadi sumber penularan infeksi

14
b. Melakukan prosedur cuci tangan dengan baik dan benar Kebersihan
tangan adalah cara membersihkan tangan dengan menggunakan sabun
dan air mengalir bila tangan terlihat kotor (terkena cairan tubuh), atau
menggunakan cairan berbahan dasar alkohol (Alcohol Based Hand
Rub = ABHR) bila tangan tidak tampak kotor.
Berikut adalah aplikasi kewaspadaan standar dalam pelayanan
kesehatan:
a. Mencuci Tangan
Kebersihan tangan dianggap sebagai salah satu elemen terpenting dari
PPI. Sebagian besar infeksi dapat dicegah melalui kebersihan tangan
dengan cara yang benar dan dengan waktu yang tepat. Cuci tangan
dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu cuci tangan dengan sabun dan
air mengalir (handwash) serta cuci tangan dengan hand sanitizer
(handrub). Keduanya dilakukan dengan 6 langkah, namun setelah 5
kali melakukan handrub sebaiknya diselingi 1 kali handwash.
Handrub dilakukan selama 20-30 detik sedangkan handwash selama
40- 60 detik.
b. Menggunakan Barier Protektif atau Alat Pelindung Diri (APD) APD
terdiri dari sarung tangan, masker, pelindung mata, pelindung wajah,
kap penutup kepala, gaun pelindung/apron, sandal/sepatu tertutup
(boot).
c. Penggunaan Aseptik dan Antiseptik
Prosedur ini bisa dilakukan dengan membersihkan bagian kulit
maupun membran mukosa sebelum operasi, membersihkan luka, atau
menggosok tangan sebelum operasi menggunakan alkohol.
d. Budaya Aman dalam setiap Prosedur
Budaya bekerja secara aman dapat dilakukan dengan cara
dekontaminasi dan menutup jarum suntik sebelum dibuang ke wadah
tahan tusuk (untuk alat suntik disposable).
e. Pemrosesan Alat Bekas Pakai
Melakukan pemrosesan terhadap instrumen, sarung tangan dan bahan
lain setelah dipakai dengan cara merendam dalam larutan enzimatik

15
atau detergen selama 10 menit dan dicuci bersih, kemudian sterilisasi
atau Desinfeksi Tingkat Tinggi (DTT).
f. Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya
Berfungsi untuk melindungi petugas yang terlibat dari cidera maupun
penularan infeksi kepada masyarakat.
2. Perlindungan Diri Bagi Petugas
Dalam melakukan prosedur pelayanan kesehatan, penyedia layanan
dan klien memiliki risiko terinfeksi akibat kontak dengan darah maupun
cairan tubuh. Hal ini termasuk pelayanan KB khususnya metode
AKDR, implan, suntik, dan vasektomi/tubektomi. Oleh sebab itu,
implementasi PPI di setiap fasilitas kesehatan penting dilakukan untuk
mengurangi risiko penularan mikroorganisme.
Sebagian besar infeksi bisa dicegah dengan cara yang mudah dan
murah seperti:
a. Melakukan pemeriksaan kesehatan berkala terhadap semua petugas
baik tenaga kesehatan maupun non kesehatan
b. Menaati prosedur PPI yang direkomendasikan, terutama cuci tangan
dan pemakaian sarung tangan
c. Mencegah terjadinya luka tusuk/sayat dan melakukan prosedur
antisepsis
d. Memperhatikan prosedur dekontaminasi dan pembersihan alat-alat
kotor yang dilanjutkan dengan sterilisasi atau Desinfeksi Tingkat
Tinggi (DTT)
e. Meningkatkan keamanan pada ruang pelayanan dan area-area lain
yang berisiko tinggi dan paparan terhadap infeksi sering terjadi
Cara mencegah luka tusuk antara lain:
a. Gunakan teknik zona aman saat membawa atau memindahkan
benda/instrumen yang tajam
b. Pilih media/penghantar instrumen tajam yang sesuai (misalnya:
wadah logam)
c. Gunakan pinset atau klem ketika mengambil jarum atau memasang
skalpel/pisau bedah

16
d. Beritahukan pada operator bahwa anda akan memberikan instrumen
tajam Tatalaksana bila tertusuk jarum atau benda tajam di fasilitas
kesehatan maka segera bilas luka dengan air mengalir dan
sabun/cairan antiseptik sampai bersih. Kemudian, laporkan kejadian
pada petugas PPI atau petugas kesehatan lain untuk mendapatkan
tindak lanjut.
Tatalaksana bila tertusuk jarum atau benda tajam di fasilitas
kesehatan maka segera bilas luka dengan air mengalir dan sabun/cairan
antiseptik sampai bersih. Kemudian, laporkan kejadian pada petugas
PPI atau petugas kesehatan lain untuk mendapatkan tindak lanjut.
3. Pemrosesan Alat
a. Kategori Peralatan Kesehatan
Jenis peralatan kesehatan berdasarkan penggunaan dan risiko
infeksinya, yaitu:
1) Peralatan kritikal adalah alat-alat yang masuk ke dalam pembuluh
darah atau jaringan lunak. Semua peralatan kritikal wajib dilakukan
sterilisasi yang menggunakan panas. Contoh: semua instrumen
bedah termasuk tubektomi, atau laparoskopi, dan lain lain.
2) Peralatan semi-kritikal adalah alat-alat yang kontak dengan
membran mukosa saat dipergunakan. Semua peralatan semi-
kritikal wajib dilakukan minimal Desinfeksi Tingkat Tinggi (DTT)
atau apabila terdapat alat yang tahan terhadap panas, maka dapat
dilakukan sterilisasi menggunakan panas. Contoh: alat instrumen
pemasangan dan pencabutan AKDR, dan lain lain.
3) Peralatan non kritikal adalah peralatan yang saat digunakan hanya
menyentuh permukaan kulit saja (kulit utuh). Contoh: tensimeter,
stetoskop, dan lain lain.
b. Langkah-Langkah Pemrosesan Alat
1) Menggunakan APD
Petugas memakai APD sesuai indikasi dan jenis paparan terdiri
dari topi, gaun atau apron, masker, sarung tangan rumah tangga
dan sepatu tertutup.

17
2) Pre-Cleaning
Semua peralatan atau alat medis yang telah dipergunakan, pertama
kali dilakukan pembersihan awal (pre-cleaning) dengan merendam
seluruh permukaan peralatan kesehatan menggunakan enzimatik
0,8% atau detergen atau glutaraldehyde 2%, atau sesuai instruksi
pabrikan selama 10 – 15 menit untuk menghilangkan noda darah
atau cairan tubuh.
3) Melalui proses Pembersihan atau pencucian
secara fisik untuk membuang semua kotoran, darah, atau cairan
tubuh lainnya dari permukaan benda mati untuk membuang
sejumlah mikroorganisme dengan mencuci dengan sabun atau
detergen dan air atau menggunakan enzimatik kemudian membilas
dengan air bersih, dan dikeringkan.
4) Proses Pengemasan
Pastikan semua peralatan yang akan disterilkan dilakukan
pengemasan dengan membungkus semua alat-alat untuk menjaga
keamanan dan efektivitas sterilisasi dengan menggunakan
pembungkus kertas khusus atau kain (linen), dengan prinsip
sebagai berikut:
a) Prosedur pengemasan harus mencakup: label nama alat, tanggal
pengemasan, metode sterilisasi, tipe dan ukuran alat yang
dikemas, penempatan alat dalam kemasan, dan penempatan
indikator kimia eksternal dan internal (untuk memastikan bahwa
alat tersebut sudah dilakukan sterilisasi).
b) Pengemasan sterilisasi harus dapat menyerap dengan baik dan
menjangkau seluruh permukaan kemasan dan isinya.
c) Kemasan harus mudah dibuka dan isinya mudah diambil saat
akan digunakan tanpa menyebabkan kontaminasi.
d) Harus dapat menjaga isinya tetap steril hingga kemasan dibuka
dilengkapi masa kadaluarsa.

18
5) Prosedur Sterilisasi pada Peralatan Kritikal
Sterilisasi peralatan kritikal dapat menggunakan autoklaf atau
panas kering adalah proses menghilangkan semua mikroorganisme
(bakteri, virus, fungi dan parasit) termasuk endospora dengan
menggunakan uap tekanan tinggi, panas kering (oven).
a) Jika menggunakan sterilisasi dengan pemanasan uap (steam
sterilization or autoklaf):
 Proses sterilisasi dengan autoklaf membutuhkan waktu 30
menit dihitung sejak suhu mencapai 121 ᴼC.
 Semua instrumen dengan engsel dan kunci harus tetap terbuka
dan tidak terkunci selama proses sterilisasi dengan autoklaf.
 Tulis tanggal sterilisasi dan kadaluarsa pada kemasan setelah
dilakukan sterilisasi.
b) Jika menggunakan proses sterilisasi panas kering (oven), maka :
 Pastikan semua instrumen kritikal sudah dibersihkan awal
(precleaning) dan pencucian serta pengeringan sebelum
dilakukan proses sterilisasi.
 Penggunaan sterilisasi pemanasan kering pada temperatur
340ᴼF (170ᴼC) dalam waktu 1 jam atau temperatur 320 ᴼF
(160ᴼC) dalam waktu 2 jam.
c. Proses Desinfeksi Peralatan Semi Kritikal
Desinfeksi peralatan semi kritikal dilakukan melalui proses DTT
adalah proses menghilangkan semua mikroorganisme, kecuali
beberapa endospora bakteri dengan merebus, mengukus atau
memakai desinfektan kimiawi. Desinfeksi dilakukan setelah proses
pre-cleaning dan pembersihan dengan cara sebagai berikut:
1) Proses DTT dengan perendaman kimiawi dilakukan menggunakan
cairan desinfektan (natrium hypochlorite 5,25% yang ada di
pasaran dengan cara diencerkan menjadi 0.1 % menggunakan air
DTT ) atau Glutaraldehid 2 % atau peroxide hydrogen 6 % selama
15 – 20 menit. Pastikan seluruh permukaan peralatan terendam
dalam cairan

19
tersebut. Lihat instruksi dari pabrikan sesuai desinfektan yang
dipilih untuk menjaga risiko terhadap peralatan.
2) Proses DTT dengan cara perebusan atau pengukusan dilakukan
dalam waktu 20 menit dihitung setelah air mendidih atau sampai
terbentuknya uap yang diakibatkan oleh air yang mendidih. Tidak
diperkenankan menambah air atau apapun apabila proses
perebusan atau pengukusan belum selesai. Catatan: uap air panas
pada 100 ᴼC, akan membunuh semua bakteri, virus, parasit, dan
jamur dalam 20 menit kecuali endospora.
d. Penyimpanan Instrumen atau Peralatan Steril
Penyimpanan instrumen atau peralatan yang sudah diproses
dengan benar sangat penting untuk menjaga tetap steril. Oleh karena
itu perlu ditulis tanggal proses pada bungkus alat steril sebelum
penyimpanan. Instrumen atau peralatan steril dikemas dan disimpan
di lingkungan yang bersih, bebas dari debu dengan suhu 22-24 0C
dan kelembaban < 70 Sedangkan peralatan yang tidak dibungkus dan
akan digunakan segera, tidak perlu disimpan.
e. Pembuangan Limbah
1) Tujuan
Sebelum dibuang, limbah berupa benda terkontaminasi sekali pakai
perlu dikelola terlebih dahulu dengan tujuan untuk mencegah
infeksi atau cedera berbahaya akibat benda tajam pada petugas
pengelola limbah serta menghindarkan penularan penyakit ke
masyarakat sekitar.
a) Jenis Limbah

20
Jenis limbah medis juga dapat dipisahkan menjadi, yaitu :
 Limbah medis/terkontaminasi : darah, cairan tubuh
 Limbah non medis/tidak terkontaminasi : sampah rumah
tangga, sisa makanan, sampah kantor
 Limbah benda tajam : jarum, spuit, ujung infus, dan benda
dengan permukaan tajam
 Limbah benda cair : air ketuban, bekas air rendaman detergen
b) Pengolahan Limbah
Langkah-langkah pengolahan limbah :
 Menggunakan sarung tangan rumah tangga
 Tempatkan limbah berbahaya dalam wadah tertutup dan aman
 Masukkan instrumen/benda tajam ke dalam tempat khusus
yang tahan tusuk
 Buang limbah cair pada saluran pembuangan khusus secara
hatihati
 Cuci tangan, sarung tangan dan wadah yang telah digunakan
untuk mengelola limbah
2) Pemusnahan alat dapat menyesuaikan dengan situasi dan kondisi
fasilitas kesehatan dan sesuai dengan peraturan menteri kesehatan :
a)Limbah infeksius dimusnahkan dengan incinerator
b)Limbah non-infeksius dibawa ke Tempat Pembuangan Akhir
(TPA)
c)Limbah benda tajam dimusnahkan dengan incinerator.
d)Limbah cair dibuang ke spoel hoek
e)Limbah faces, urin, darah dibuang ke tempat pembuangan/ pojok
limbah (spoel hoek) (Kemenkes RI, 2021).

21
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Setiap tindakan pelayanan kesehatan yang diberikan kepada pasien


sudah sepatutnya memberi dampak positif dan tidak memberikan kerugian
bagi pasien. Oleh karena itu, pelayanan kesehatan harus memiliki standar
tertentu dalam memberikan pelayanan kepada pasien. Standar tersebut
bertujuan untuk melindungi hak pasien dalam menerima pelayanan
kesehatan yang baik serta sebagai pedoman bagi tenaga kesehatan dalam
memberikan asuhan kepada pasien. Tindakan pelayanan, peralatan
kesehatan, dan lingkungan sekitar pasien sudah seharusnya menunjang
keselamatan dari pasien tersebut. Oleh karena itu, tenaga medis khususnya
bidan harus memiliki pengetahuan salah satunya patient safety dalam
asuhan kebidanan keluarga berencana.

B. Saran
1. Diharapkan tenaga kesehatan khusunya bidan lebih memperhatikan
patient safety dalam memerikan pelayaan kebidanan salah satunya
asuhan kb.
2. Disarankan kepada pemberi pelayanan kb agar memperhatikan selain
pelayanan tetapi peralatan dan lingkungan sekitar pasien sudah
seharusnya menunjang keselamatan pasien diantaranya pengendalian
pencegahan infeksi dari hasil pelayanan asuhan kb.

22
DAFTAR PUSTAKA

Andi Fachruddin (2012) “PATIENT SAFETY,” (8.5.2017), hal. 2003–2005.


Ii, B. A. B. dan Pustaka, T. (2017) “BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Keselamatan Pasien (Patient Safety) 2.1.1 Definisi Keselamatan Pasien
(Patient safety),” hal. 6–48.

Kemenkes RI. (2021). Pelayanan Kontrasepsi Bagi Dokter dan Bidan di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan. Contraceptive, 29. http://eprints.ums.ac.id
Wentzer, H. S., & Bygholm, A. (2013). Narratives of empowerment and
compliance: Studies of communication in online patient support groups.
International journal of medical informatics, 82(12), e386-e394.

WHO Collaborating Centre for Patient Safety Solutions. (2007). Patient


identification. Patient safety solutions, 1(2)

23

You might also like