You are on page 1of 7

Pengantar Desain Grafis (Bagian 3)

Sebelumnya kamu telah belajar elemen dan prinsip dasar dari sebuah desain grafis. Kamu
juga sudah mempelajari spesialisasi desain grafis, selain itu kamu juga sudah belajar
mengenai skala dan hierarki desain visual yang mendasar untuk kamu ketahui sebagai
seorang Graphic Designer. Hal selanjutnya yang penting pula untuk kamu pelajari adalah
tipografi dan bagaimana cara menggunakan foto dalam desain visual yang kamu buat.

Pengenalan Mengenai Tipografi

Mulai dari chat yang dibaca di pagi hari, merek sepatu yang digunakan, spanduk pecel lele
tempat makan, koran harian, caption instagram, papan penunjuk di jalan raya, itu semua
mengandung tipografi. Tipografi adalah ilmu yang mempelajari tentang huruf. Secara
fungsi, tipografi itu dapat dibagi jadi tiga yakni fungsi penyampaian informasi,
mempengaruhi perasaan pembacanya, serta menegaskan hierarki.

Pada fungsi yang pertama, tipografi digunakan sebagai penyampaian informasi secara jelas
dan efektif. Pemilihan huruf bakal sangat berpengaruh apakah sebuah teks itu dapat dibaca
dengan jelas atau tidak. Contohnya pada kasus petunjuk jalan yang menggunakan font
Sans Serif, bayangkan jika papan penunjuk jalan ini diganti dengan font script yang lebih
sulit terbaca sehingga orang yang membacanya akan salah jalan.

Sedangkan untuk fungsi yang lebih berhubungan dengan perasaan fokus pada jenis font
akan menimbulkan makna yang berbeda bagi tiap pembacanya. Ketika melihat sebuah
teks, terutama dalam sebuah logo, kita seringkali dapat langsung merasakan apa yang
ingin disampaikan oleh teks tersebut.

Contohnya, logo band Metallica , dapat langsung terlihat bahwa feel-nya sangat
strong, keras, dan agak galak. Bandingkan dengan logo girlband Korea, Apink.
Dengan pemilihan jenis font seperti ini, feel feminin dari bandnya langsung dapat
ditangkap secara jelas.

Dalam penggunaan tipografi ini terdapat beberapa istilah yang perlu diketahui oleh desainer
grafis. Istilah-istilah tersebut antara lain:

● Font

1
Istilah ini sering disalahartikan dengan typeface. Satu typeface terdiri dari berbagai
macam font. Misalnya, typeface Garamond terdiri dari font Garamond Regular,
Garamond Italic, Garamond Bold.

● Kerning dan Tracking

Kerning adalah jarak antara dua individu huruf. Sedangkan tracking adalah
pengaturan jarak antar huruf dalam sebuah kelompok teks. Jadi perbedaannya
sebenernya hanya ada pada apakah kita mengganti jarak antar dua huruf saja atau
jarak keseluruhan hurufnya. Terdapat sebuah games tipografi yang membahas
tentang kerning dan dapat diakses melalui https://type.method.ac/

● Leading.

Leading adalah jarak antara 2 baris huruf atau kalimat. Sama seperti kerning,
leading juga dapat diatur secara manual.

Sama seperti tubuh manusia yang memiliki banyak istilah untuk menyebut anggota
tubuhnya, font pun demikian. Ini beberapa contoh istilah anatomi dalam tipografi:

● Baseline

Garis imajiner di mana karakter itu 'duduk' atau bertumpu.

● X height

Tinggi karakter lower case (huruf kecil), biasanya yang dijadikan standard
adalah huruf 'x'.

● Ascender

Bagian bawah dari karakter seperti p dan q yang melebihi baseline.

● Descender

Bagian atas dari karakter seperti b dan d yang melebihi X height.

● Cap height

Tinggi karakter uppercase (huruf besar) yang dihitung dari karakter-karakter


dengan dasar yang lurus seperti E, H, dan lain-lain.

Sesuai dengan yang telah dijelaskan sebelumnya, satu typeface memiliki banyak jenis font.
Berkaitan dengan hal ini, secara garis besar, font dibagi menjadi beberapa klasifikasi:

● Serif

2
Jenis font yang memiliki garis kecil yang menempel pada anatomi huruf utama. Serif
adalah jenis font tertua yang sudah ada sejak abad ke-15. Sampai saat ini, serif
masih jadi jenis font yang paling populer, contohnya Times New Roman yang paling
sering digunakan. Font serif masih dapat dipecah lagi menjadi berbagai jenis yakni
Old Style, Classical, Neo-Classical, Transitional, dan lain-lain. Dalam konteks
branding, font serif cenderung menampilkan kesan serius, konservatif, terhormat,
elegan, mapan, dan terpercaya.

● Sans serif

Sans, artinya "tanpa". Singkatnya, font sans serif adalah font yang tidak memiliki
elemen garis tambahan. Font jenis ini muncul di abad 19 dan mulai populer di tahun
1920-1930. Di pertengahan abad 20, desainer dari Jerman menciptakan Helvetica,
salah satu font sans serif yang paling terkenal saat ini. Font sans serif dibagi dalam
berbagai subkategori lagi, yaitu Grotesque, Square, Geometric, dan Humanistic
Brand yang menggunakan sans serif ingin menghadirkan kesan yang modern,
bersih dan tanpa banyak embel-embel. Sans serif biasanya menekankan kejelasan
dan efisiensi. Karena tampilannya yang jelas dan readable, biasanya sans serif
digunakan sebagai attention-getter.

● Script

Font script mulai populer di abad ke-20. Jenis font ini menghilangkan tampilan "huruf
cetak" dan menggantinya dengan gaya cursive atau tulisan sambung yang lebih
natural dan menyerupai tulisan tangan. Script juga dapat dibagi lagi menjadi
beberapa sub-kategori: formal, kasual, dan blackletter. Dalam desain, font script
jarang digunakan untuk tujuan fungsional, karena cenderung lebih sulit dibaca.
Namun ketika diperlukan untuk membangun feel sebuah brand, font ini dapat
dipakai juga sebagai aksen.

● Decorative font

Kasarnya, jenis ini mencakup semua jenis font yang tidak dapat dikategorikan ke
dalam kategori-kategori sebelumnya. Font yang masuk ke dalam kategori ini
biasanya memiliki karakteristik yang unik dan beragam.

Dalam menggunakan tipografi dalam sebuah desain. Ada banyak elemen yang perlu
dipertimbangkan seperti headline, subheadline, bodytext, dan lain-lain. Dalam membuat
hierarki yang baik, diperlukan kontras yang baik pula antara satu elemen dengan elemen
lainnya. Disinilah sebenernya fungsi font pairing itu diperlukan. Penentuan font yang
kontras namun tetap harmonis dan seimbang akan menentukan seberapa baik
pemanfaatan tipografi dalam desain yang dibuat.

3
Ada tiga teori font pairing yang dapat dimanfaatkan untuk membantu dalam memilih
pasangan font.

● Pilih dari family typeface yang sudah ada.

Manfaatkan perbedaan weight seperti bold, heavy, thin untuk menciptakan kontras
diantara headline, subheadline, dan bodytext. Selain itu terdapat juga versi extended
atau condensed dari family typeface yang sama sebagai cara menciptakan variasi.

● Mengkombinasikan dua jenis font yang sama sekali berbeda,

Misalnya sans serif dan serif. Alasan utamanya adalah kontras. Ketika
memasangkan dua font yang sangat mirip (misalnya keduanya sans serif), akan sulit
bagi seseorang untuk membedakannya dan desain akan terkesan tidak konsisten.

● Pasangkan font yang kontras namun masih memiliki X height, dan panjang
ascender/descender yang mirip.

Hal ini ditujukan untuk menciptakan harmoni diantara dua hal yang kontras tersebut.
Kombinasi antara font serif pada headline dan sans serif pada subheadline
menimbulkan kontras yang menarik.

Mengenai font pairing dapat dipelajari lebih lanjut sambil memainkan games di website
berikut: http://www.typeconnection.com/index.php. Sedangkan untuk referensi font pairing
di website berikut https://fontpair.co/

Memilih font yang cocok adalah aspek yang sangat penting dalam menciptakan sebuah
brand identity, sampai kemudian juga membuat material marketing dan iklan untuk brand
tersebut. Pilihan font yang tepat dapat membantu suatu brand untuk mengkomunikasikan
nila-nilai dan tujuan dari brand tersebut. Pertimbangkan bagaimana jenis dan style font
dapat mempengaruhi brand image. Dengan menemukan kombinasi yang tepat antara font
dan berbagai elemen desain lainnya, membuat brand dapat "bercerita" dengan lebih baik.

Foto dalam Desain

Foto adalah salah satu elemen penting dalam desain, karena foto dapat mempengaruhi
mood, tonality, dan keseluruhan konsep desain. Perlu diingat, memilih foto yang tepat dan
memberikan treatment foto yang tepat dapat memperkuat visual di desain. Oleh karena itu,
ada beberapa tips pada saat memilih treatment foto yang baik.

4
Sebenarnya, sebagai junior graphic designer tidak akan terlalu dilibatkan dalam proses
pemilihan foto, tapi jika dengan mengetahui cara memilih foto yang baik akan memudahkan
dalam mendesain.

Dalam fotografi, tidak ada aturan pasti, namun ada guideline yang dapat dijadikan panduan
dalam membuat atau memilih foto yang bagus, di antaranya adalah:

● Rule of third.

Bayangkan foto dibagi menjadi 9 bagian oleh 2 garis horizontal dan 2 garis vertikal.
Rule of third terjadi ketika posisi objek ada di garis-garis tersebut, atau di titik-titik
pertemuan garisnya. Rule of third membuat foto terlihat lebih balanced dan
menciptakan point of interest.

● Balancing element

Menambahkan objek-objek lain selain subjek utama foto untuk mengisi ruang
kosong dalam foto, sehingga tercapai "visual weight" yang seimbang agar foto
terlihat lebih balanced.

● Leading lines

Adanya "jalur" yang menarik audiens untuk melihat foto dan mengarahkan mata ke
subjek utama dari foto.

● Pattern

Adanya objek yang berulang dalam foto. Adanya pattern dalam foto menciptakan
komposisi yang eye-catching dan menarik.

● Framing

Mengelilingi subjek utama foto dengan hal-hal lain yang ada di sekitarnya. Dengan
framing, subjek utama foto jadi terisolasi dari sekitarnya, sehingga hasilnya adalah
foto yang memiliki fokus utama yang jelas.

Teknik dasar yang tidak kalah penting adalah cropping, sebagai desainer, kita harus tau
cropping yang tepat agar pesan yang ingin kita sampaikan dapat tertangkap dengan baik.
Melalui cropping, kamu dapat mengubah bentuk foto, proporsi foto, juga menciptakan
sense of drama dan intimacy.

Saat menggunakan foto dalam desain, banyak modifikasi yang dapat dilakukan dari segi
warna. Foto dapat dibuat menjadi full color, black and white, atau duotone.

● Foto full color

5
Digunakan ketika foto tersebut harus menjadi key element dalam melakukan story
telling di dalam desain. Biasanya iklan yang menampilkan produk banyak
menggunakan foto full color karena bentuk, warna, tekstur, dan keseluruhan aspek
dari produk dapat tergambar dengan jelas. Mood juga dapat disampaikan melalui
color scheme suatu foto.

Contohnya, cold tone dapat menimbulkan perasaan dingin, sedih, atau


tenang. Warm tone dapat menimbulkan kesan hangat dan menyenangkan.

● Foto black and white

Menimbulkan kesan yang lebih timeless dan lebih dramatis. Kontur warna hitam dan
putih menciptakan kesan yang dramatis.

Contohnya adalah campaign Nike Dream Crazy. Dengan menggunakan foto


close up black and white, iklan terasa powerful. Colin Kaepernick di sini
dibuat lebih dramatis dan ekspresinya seolah-olah menceritakan kisahnya
yang kontroversial. Treatment warna hitam putih membuat audiens dapat
fokus membaca pesan yang ingin disampaikan.

● Duotone untuk menambah efek dramatis.

Efek duotone tercipta saat sebuah foto hanya menggunakan dua warna yang saling
kontras satu sama lain. Terkadang, foto full color dapat menjadi berlebihan sehingga
membuat audiens tidak fokus pada pesan yang ingin disampaikan. Penggunaan
duotone pada foto membuat elemen lain, yaitu teks, terbaca jelas, baik itu di
billboard, poster, bahkan sebagai thumbnail playlist sekalipun.

Contohnya adalah Spotify yang sangat sering menggunakan duotone dalam


brand identitynya, mulai dari iklan sampai cover playlist.

Dalam desain grafis, foto biasanya dikombinasikan dengan teks atau copy. Sebuah foto,
tanpa teks apapun, dapat diinterpretasikan secara luas, namun sebuah foto yang
dikombinasikan dengan teks yang sesuai dengan pesan atau informasi yang ingin
disampaikan dapat mempertegas makna foto tersebut. Penggunaan teks pada desain
dapat berfungsi sebagai penjelas foto, pesan lanjutan dari foto, ataupun petunjuk bagi foto
yang digunakan.

Selain itu teks dapat dibuat floating diatas foto, tapi hal ini dapat menyebabkan desain
terlihat terlalu "ramai" dan membuat teks kurang terbaca. Ada beberapa cara untuk
menghindari hal tersebut, dapat dengan mengurangi opacity foto,
menerangkan/menggelapkan foto, atau menggunakan box, bar, dan lainnya di belakang
teks.

6
7

You might also like