You are on page 1of 18

KEGIATAN BELAJAR 3

SALAT IDAIN

A. Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan


Peserta dapat memperagakan tata cara salat ‘Idain.

B. Subcapaian Pembelajaran Mata Kegiatan


1. Mendeskripsikan waktu dan tempat pelaksanaan salat idain;
2. Mendemonstrasikan tata cara dan hikmah salat idain.

C. Uraian Materi
1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Salat Idain
a. Pengertian dan Hukum Salat Idain
Menurut Wahbah al-Zuhaili, hari raya Islam diberi nama id (hari
raya) karena Allah swt. pada hari id itu memberikan berbagai ihsan
kepada hamba-hamba-Nya pada setiap tahun. Di antaranya, pada Idul
Fitri dibolehkannya makan di siang hari setelah dilarang untuk makan di
siang hari selama bulan Ramadan, dan diperintahkan untuk menunaikan
zakat Fitrah karena biasanya, hari raya itu penuh dengan kebahagiaan,
kesenagan, dan berbagai aktivitas, sementara keceriaannya kebanyakan
terjadi karena sebab itu. Asal makna kata id sendiri secara bahasa adalah
kembali, yaitu kembali dan berulangnya kebahagiaan setiap tahun. Kata
“id” yang selalu diterjemahkan ke bahasa Indonesia dengan ‘hari raya’
menurut etimologinya berarti al-mausim (musim), disebut demikian
karena setiap tahun berulang.
Hari raya Islam ada dua, yaitu: hari raya Idul Fitri dan hari Idul
Adha. Dinamakan Idul Fitri karena pada hari itu orang-orang Islam yang
menjalankan puasa Ramadan berbuka dan tidak lagi berpuasa seperti
hari-hari sebelumnya selama bulan Ramadan. Hari Idul Fitri ini
dirayakan dengan melakukan salat Idul Fitri secara berjamaah. Ibadah
ini disyariatkan pada tahun pertama Nabi saw. sampai di Madinah. Idul

47
Adha juga dinamakan Idul Qurban, karena pada hari raya tersebut umat
Islam dianjurkan untuk menyembelih hewan kurban.
Baik pada hari raya Idul Fitri, maupun hari raya Idul Adha, umat
Islam melaksanakan salat hari raya yang biasa disebut dengan salat Idain.
Idain artinya dua hari raya. Yang dimaksud salat Idain adalah salat pada
waktu dua hari raya yakni Hari Raya Idul Fitri (1 syawal) dan Hari Raya
Idul Adha (10 Dzulhijjah). Dengan demikian, yang dimaksud dengan salat
Idul Fitri adalah adalah salah satu salat yang hanya dikejakan saat
perayaan hari raya Idul Fitri pada setiap tanggal 1 Syawal setelah
melaksanakan puasa Ramadan satu bulan lamanya. Salat Idul Fitri
berbeda dengan salat sunah lainnya seperti salat Duha, salat Tahajud, salat
Witir, dan salat wajib dalam hal cara melaksanakan. Salat Idul Fitri
dilaksanakan pada pagi hari saat hari raya Idul Fitri dan umat Islam akan
beramai-ramai mengunjungi masjid atau lapangan untuk melaksanakan
salat Idul Fitri secara berjamaah. Sedangkan salat Idul Adha adalah salat
yang dilaksanakn pada Hari Raya Idul Adha yang jatuh pada 10 Dzulhijjah
yang bertepatan dengan ibadah haji di Makkah Al-Mukarramah dan
karena itu disebut juga dengan Hari Raya Haji atau Hari Raya Qurban
kerena disunahkan berkurban bagi yang mampu.
Di antara dasar pelaksanaan salat Idain adalah firman Allah dan
hadis Nabi saw. berikut:
ِ ِ ِ ِ
‫َولتُكْملُواْ الْع َّد َة َولتُ َكِهربُواْ ه‬
-١٨٥- ‫اّللَ َعلَى َما َه َدا ُك ْم َولَ َعلَّ ُك ْم تَ ْش ُك ُرو َن‬
Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu
mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya
kamu bersyukur.” (QS al-Baqarah/2: 185).
Salat Idain disyariatkan pada tahun kedua Hijriah. Sejak disyariatkan,
Rasul saw. tidak pernah meninggalkannya hingga beliau wafat, kemudian
ritual serupa dilanjutkan para sahabat beliau. Mengenai status hukum
melaskananakan salat Idain di kalangan para ulama terjadi perbedaan.
Setidaknya ada tiga pendapat yang masyhur di kalangan ulama:
1) Salat Idain hukumnya sunah muakad. Ini adalah pendapat jumhur
(mayoritas) ulama.

48
2) Fardu kifayah, artinya (yang penting) dilihat dari segi adanya salat itu
sendiri, bukan dilihat dari segi pelakunya. Atau (dengan bahasa lain, yang
penting) dilihat dari segi adanya sekelompok pelaku, bukan seluruh pelaku.
Maka, jika ada sekelompok orang yang melaksanakannya, berarti
kewajiban melaksanakan salat Idain itu telah gugur bagi orang lain.
Pendapat ini adalah pendapat yang terkenal di kalangan mazhab Hambali.
3) Fardu ain (kewajiban bagi tiap-tiap individu), artinya berdosa bagi siapa
yang meninggalkannya. Ini adalah pendapat mazhab Hanafiyah serta
pendapat salah satu riwayat dari Imam Ahmad.
Para pendukung pendapat pertama berdasar pada hadis dari
Thalhah bin Ubaidillah sebagai berikut:
Seorang laki-laki penduduk Nejed datang kepada Rasulullah saw.,
kepalanya telah beruban, gaung suaranya terdengar, tetapi tidak bisa
difahami apa yang dikatakannya kecuali setelah dekat. Ternyata ia bertanya
tentang Islam. Maka Rasulullah saw. menjawab, “Salat lima waktu dalam
sehari dan semalam”. Ia bertanya lagi, “Adakah saya punya kewajiban salat
lainnya? Rasulullah saw. menjawab, “Tidak, melainkan hanya amalan
sunah saja.” Beliau melanjutkan sabdanya, “Kemudian (kewajiban)
berpuasa Ramadan”. Ia bertanya, “Adakah saya punya kewajiban puasa
yang lainnya? Beliau menjawab, “Tidak, melainkan hanya amalan sunah
saja”. Perawi (Thalhah bin Ubaidillah) mengatakan bahwa Rasulullah saw.
kemudian menyebutkan zakat kepadanya. Iapun bertanya, “Adakah saya
punya kewajiban lainnya? “Rasulullah saw. menjawab, “Tidak, kecuali
hanya amalan sunah saja”. Perawi mengatakan, “Setelah itu orang ini pergi
seraya berkata, “Demi Allah, saya tidak akan menambahkan dan tidak akan
mengurangkan ini”. (Menanggapi perkataan orang itu) Rasulullah saw.
bersabda, “Niscaya dia akan beruntung jika ia benar-benar memalukannya
(HR. Bukhari RA).
Para pendukung pendapat ini (pertama) mengatakan bahwa hadis ini
menunjukkan bahwa selain salat lima waktu dalam sehari dan semalam,
hukumnya bukan wajib (fardu) ain (bukan kewajiban individual). Salat
Idain termasuk ke dalam keumuman ini, yakni bukan wajib melainkan
hanya sunah saja. Pendapat ini didukung oleh sejumlah ulama di antaranya
Ibnu al-Munzir dalam “Al-Ausath IV/252”.

49
Sedangkan pendukung pendapat kedua berpendapat bahwa salat
Idain adalah fardu kifayah (kewajiban kolektif) dengan argumentasi bahwa
salat Idain adalah salat yang tidak diawali azan dan iqamat. Karena itu, salat
ini serupa dengan salat jenazah, padahal salat jenazah hukumnya fardu
kifayah. Begitu pula salat Idain juga merupakan syi’ar Islam. Di samping
itu, mereka juga berdalil dengan firman Allah dalam QS al-Kautsar/108: 2
yang artinya: “Maka dirikanlah salat karena Rabbmu dan berkorbanlah
(karena Rabbmu).” Ayat ini berkaitan dengan perintah melaksanakan salat
Idul Adha. Mereka juga berkeyakinan bahwa pendapat ini merupakan titik
gabung antara hadis (kisah tentang) Badui Arab (yang digunakan sebagai
dalil oleh pendapat pertama) dengan hadis-hadis yang menunjukkan
wajibnya salat Idain.
Sementara para pengikut pendapat ketiga berargumentasi dengan
banyak dalil. Syaikhul Islam, Ibnu Taimiyah mendukung pendapat ini.
Beliau mengukuhkan dalil-dalil yang menyatakan bahwa salat Idain adalah
wajib ain (kewajiban individual). Beliaupun menyebutkan bahwa para
sahabat dulu melaksanakan salat Idain di padang pasir (tanah lapang)
bersama Nabi saw. Hal ini menunjukkan bahwa salat Idain termasuk jenis
salat Jumat, bukan termasuk jenis salat-salat sunah. Nabi saw. juga tidak
pernah membiarkan salat Idain tanpa khutbah, persis seperti dalam salat
Jumat.
Sesungguhnya ada riwayat yang jelas dari Ali bin Abi Thalib r.a. yang
menugaskan seseorang untuk mengimami salat (Ied) di masjid bagi
golongan kaum muslimin yang lemah. Andaikata salat Ied itu sunah, tentu
Ali tidak perlu menugaskan seseorang untuk mengimami orang-orang yang
lemah di masjid karena jika memang sunah, orang-orang lemah ini tidak
usah melaksanakannya. Akan tetapi, Ali tetap menugaskan seseorang
untuk mengimami mereka di masjid. Ini berarti menunjukkan wajib
sehingga orang-orang lemahpun tetap harus melaksanakannya.
Dalil lain ialah bahwa Nabi saw. memerintahkan agar kaum wanita
keluar (ke tanah lapang) walaupun sedang haid guna menyaksikan
barakahnya hari Idain dan do’a kaum mukminin. Apabila Nabi saw.
memerintahkan para wanita haid untuk keluar (ke tanah lapang) -padahal

50
mereka tidak salat-, apalagi bagi para wanita yang sedang dalam keadaan
suci. Hal ini seperti yang termuat dalam hadis Nabi saw.:
Nabi saw. memerintahkan kepada kami pada saat salat Id (Idul Fitri
ataupun Idul Adha) agar mengeluarkan para gadis (yang baru beranjak
dewasa) dan wanita yang dipingit, begitu pula wanita yang sedang haid.
Namun beliau memerintahkan pada wanita yang sedang haid untuk
menjauhi tempat salat.
b. Waktu, tempat dan pelaksanaan salat Idain
1) Waktu dan Tempat Salat Idain
Waktu untuk melaksanakan salat Idul Fitri adalah sesudah terbitnya
matahari sampai tergelincirnya matahari pada tanggal 1 Syawal tersebut.
Adapun salat idul adha dilaksanakan pada tanggal 10 Dzulhijjah. Ketika
hari raya Idul Fitri atau Idul Adha tiba, seluruh umat Islam yang tidak ada
uzur dianjurkan untuk keluar rumah, tak terkecuali perempuan haid.
Perempuan yang sedang menstruasi memang dilarang untuk salat tetapi ia
dianjurkan turut mengambil keberkahan momen tersebut dan merayakan
kebaikan bersama kaum muslimin lainnya.
Waktu salat Id dimulai dari matahari setinggi tombak sampai waktu
zawal (matahari bergeser ke barat). Ibnu Qayyim al-Jauziyah mengatakan,
“Nabi saw. biasa melambatkan salat Idul Fitri dan mempercepat
pelaksanaan salat Idul Adha”. Tujuan mengapa salat Idul Adha dikerjakan
lebih awal adalah agar orang-orang dapat segera menyembelih kurbannya.
Sedangkan salat Idul Fitri agak diundur bertujuan agar kaum muslimin
masih punya kesempatan untuk menunaikan zakat fitri.
Tempat pelaksanaan salat Id lebih utama (lebih afdal) dilakukan di
tanah lapang. Namun, jika ada uzur seperti hujan dan tidak adanya tanah
lapang di sekitar tempat tinggal Anda, maka salat Id boleh dilaksanakan di
dalam masjid. Hal tersebut sesuai dengan hadis dari Abu Sa’id al-Khudri
yang berbunyi:

51
‫َض َحى إِ ََل‬ ِ َِّ ‫ول‬ ِ ْ ‫يد‬ ٍ ِ‫عن أَِِب سع‬
ْ ‫ ََيُْر ُج يَ ْوَم الْفطْ ِر َواأل‬- ‫ صلى هللا عليه وسلم‬- ‫اّلل‬ ُ ‫ال َكا َن َر ُس‬َ َ‫ى ق‬ ‫اْلُ ْد ِر ه‬ َ َْ
‫ص ُفوفِ ِه ْم‬
ُ ‫وس َعلَى‬ ٌ ُ‫َّاس ُجل‬ ُ ‫ َوالن‬، ‫َّاس‬ ِ ‫وم ُم َقابِل الن‬
َ ُ ‫ فَيَ ُق‬، ‫ف‬ ُ ‫ص ِر‬ َّ ‫ فَأ ََّو ُل َش ْى ٍء يَْب َدأُ بِِه‬، ‫صلَّى‬
َ ‫الصالَةُ ُمثَّ يَْن‬ َ ‫الْ ُم‬
ُ ‫ص ِر‬ ِِ ٍ ِ ِ ‫ فَيعِظُهم وي‬،
ُ ‫ فَِإ ْن َكا َن يُِر‬، ‫وصي ِه ْم َو ََيْ ُم ُرُه ْم‬
‫ف‬ َ ‫ ُمثَّ يَْن‬، ‫ أ َْو ََيْ ُمَر ب َش ْىء أ ََمَر به‬، ُ‫يد أَ ْن يَ ْقطَ َع بَ ْعثًا قَطَ َعه‬ َُ ْ ُ َ
Dari Abi Sa'id al-Khudri r.a. ia berkata, "Rasulullah saw. biasa keluar
menuju musalla (tanah lapang/lapangan) pada hari Idul Fitri dan Adha.
Hal pertama yang beliau lakukan adalah salat. Kemudian beliau berpaling
menghadap manusia, di mana mereka dalam keadaan duduk di saf-saf
mereka. Beliau memberi pelajaran, wasiat, dan perintah. Jika beliau ingin
mengutus satu utusan, maka (beliau) memutuskannya. Atau bila beliau
ingin memerintahkan sesuatu, maka beliau memerintahkannya dan
kemudian berpaling." (HR. Bukhari, Muslim, dan al-Nasa`i).
Al-Nawawi mengatakan dalam Syarh Muslim “Hadis Abu Sa’id al-
Khudri di atas adalah dalil bagi orang yang menganjurkan bahwa salat Id
sebaiknya dilakukan di tanah lapang dan ini lebih afdal (lebih utama)
daripada melakukannya di masjid. Inilah yang dipraktikkan oleh kaum
muslimin di berbagai negeri.
Ibnu al-Qayyim berkata biasanya Rasulullah saw. melakukan salat
dua hari raya (hari raya Fitri dan Adha) pada tempat yang dinamakan
mushalla. Beliau tidak pernah salat hari raya di masjid kecuali hanya satu
kali, yaitu ketika mereka kehujanan. Apalagi kalau dipandang dari sudut
keadaan salat hari raya itu guna dijadikan syiar dan semarak agama, maka
lebih baik dilaksanakan di tanah lapang.
Ada sebagain ulama yang berpandangan yang berbeda dengan
padangan di atas. Mereka ini berpendapat bahwa mengerjakan salat Id di
mushalla (tanah lapang) adalah sunah, karena dahulu Nabi saw. keluar ke
tanah lapang dan meninggalkan masjidnya, yaitu Masjid Nabawi yang lebih
utama dari masjid lainnya. Waktu itu masjid Nabi belum mengalami
perluasan seperti sekarang ini. Imam al-Syafi’i menyatakan sekiranya
masjid tersebut mampu menampung seluruh penduduk di daerah tersebut,
maka mereka tidak perlu lagi pergi ke tanah lapang (untuk mengerjakan
salat Id) karena salat Id di masjid lebih utama. Akan tetapi, jika tidak dapat

52
menampung seluruh penduduk, maka tidak dianjurkan melakukan salat Id
di dalam masjid.
Imam al-Syafi’i dalam hal ini memberika fatwa bahawa jika masjid di
suatu daerah luas (dapat menampung jama’ah), maka sebaiknya salat di
masjid dan tidak perlu keluar, karena salat di masjid lebih utama. Dari fatwa
ini, al-Hafiz Ibnu Hajar al-Asqalani membuat kesimpulan seperti berikut:
“Dari sini dapat disimpulkan, bahwa permasalahan ini sangat bergantung
kepada luas atau sempitnya sesuatu tempat, kerana diharapkan pada hari
raya itu seluruh masyarakat dapat berkumpul di suatu tempat. Oleh kerana
itu, jika faktor hukumnya (’illat al-hukm) adalah agar masyarakat berkumpul
(ijtima’), maka salat Id dapat dilakukan di dalam masjid dan melakukan
salat Id di dalam masjid lebih utama daripada di tanah lapang".
Melaksanakan salat Id hukumnya sunah, baik di masjid maupun di
lapangan. Akan tetapi, melaksanakannya di lapangan ataupun di masjid
tidak menentukan yang lebih afdal. Salat di lapangan akan lebih afdal jika
masjid tidak mampu menampung jama’ah. Akan tetapi, menyelenggarakan
salat Id lebih utama di masjid jika masjid (termasuk serambi dan
halamannya) mampu menampung jama’ah. Jadi, fokus utama dalam
hukum salat Id ini adalah dapat berkumpulnya masyarakat untuk
menyatakan kemenangan, kebahagiaan, dan kebersamaan. Sebab, di antara
hikmah berkumpulnya kaum muslimin di satu tempat adalah untuk
menampakkan kemenangan kaum muslimin, untuk menguatkan keimanan
dan memantapkan keyakinan, untuk menyatakan fenomena kegembiraan
pada hari raya, untuk menyatakan salah satu bentuk rasa syukur kepada
Allah swt.
Adapun penduduk Makkah maka sejak masa silam salat Id selalu
dilakukan di Masjidil Haram. Lebih mengutamakan dilakukan di dalam
Masjidil Haram karena mulianya tempat dan dapat melihat Ka’bah. Itu
merupakan di antara syiar agama yang paling besar.
2) Pelaksanaan Idain
a) Dilaksanakan dua rakaat, tidak ada salat sunah qabliyah Id dan ba’diyah
Id.
Diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata:

53
‫ أن رسول هللا صلى هللا عليه و سلم خرج يوم أضحى أو فطر فصلى ركعتني مل يصل‬: ‫عن ابن عباس‬
‫قبلهما وال بعدمها‬
Dari Ibnu Abbas bahwasanya Rasulullah saw. keluar pada hari Idul Adha
atau Idul Fitri, lalu mengerjakan salat id dua rakaat, beliau tidak
mengerjakan salat qabliyah maupun ba’diyah Id. (HR. Muslim).
b) Tanpa azan, iqamah, dan tanpa ucapan “ash-shalaatu jami’ah”
Ketentuan ini didasarkan ada hadis Rasul saw.

‫ صليت مع رسول هللا صلى هللا عليه سلم العيدين غْي مرة وال مرتني بغْي أذان‬:‫عن جابر بن َسرة قال‬
‫وال إقامة‬
Aku pernah melaksanakan salat Id (Idul Fitri dan Idul Adha) bersama
Rasulullah saw. bukan hanya sekali atau dua kali, ketika itu tidak ada azan
dan iqamah. (HR. Muslim).
Ibnul Qayyim mengatakan, “Jika Nabi saw. sampai ke tempat salat,
beliau pun mengerjakan salat Id tanpa ada azan dan iqamah. Juga ketika itu
untuk menyeru jama’ah tidak ada ucapan “Ash-shalaatu Jami’ah”.

2. Tata Cara dan Hikmah Salat Idain


a. Tata Cara Salat Idain
Salat Idul Fitri dan Idul Adha terdiri dari dua raka’at dan lebih afdal
dilaksanakan secara berjamaah. Tata cara pelaksanaannya serupa dengan salat
sunah dua rakaat pada umumnya. Perbedaannya hanya terletak pada jumlah
takbir sebelum membaca al-Fatihah dalam setiap raka’at.
1) Salat Id didahului niat ikhlas karena Allah. Niat ini letaknya dalam hati,
yakni ada maksud secara sadar dan sengaja dalam batin bahwa seseorang
akan menunaikan salat sunah Idul Fitri atau Idul Adha. Ada 54ea rah54
ulama yang berpendapat niat sunah dilafalkan. Lafal niat berbunyi:

‫اماما) هلل تعاَل‬/‫اصلي ركعتني سنة عيد الفطر ( عيد االضحي ) (ماموما‬
Aku berniat salat sunah Idul Fitri (Idul Adha) dua rakaat (menjadi
makmum/imam) karena Allah ta’ala.

54
2) Mengucapkan takbiratul ihram sebagaimana salat lainnya. Setelah
membaca doa iftitah, disunahkan takbir lagi (takbir al-zawaid/takbir
tambahan) hingga tujuh kali untuk rakaat pertama. Hal berdasarkan hadis
Nabi saw.
ِ
‫ُوَل َسْب َع‬ ْ ‫ َكا َن يُ َكِهربُ ِىف الْفطْ ِر َواأل‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ِ‫اّلل‬
َ ‫َض َحى ِىف األ‬ َّ ‫ول‬ َ ‫َن َر ُس‬ َّ ‫َع ْن َعائِ َشةَ أ‬
.‫ات َوِىف الثَّانِيَ ِة مخَْ ًسا‬ٍ ‫تَ ْكبِْي‬
َ
Dari Aisyah bahwasanya Rasulullah saw. bertakbir dalam salat Idul Fithri
dan Idul Adha sebanyak tujuh kali pada rakaat pertama dan lima kali pada
rakaat kedua. (HR. Abu Daud, Ibnu Majah dan Ahmad)
Pada hadis yang lain, Rasul bersabda:

‫ « التَّ ْكبِْيُ ِىف الْ ِفطْ ِر َسْب ٌع‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ‫اّلل‬
َِّ ‫ال نَِب‬
ُّ َ َ‫ال ق‬ َ َ‫اص ق‬ َّ ‫َع ْن َعْب ِد‬
ِ ‫اّللِ بْ ِن َع ْم ِرو بْ ِن الْ َع‬
» ‫اآلخَرِة َوالْ ِقَراءَةُ بَ ْع َد ُمهَا كِْلتَ ْي ِه َما‬
ِ ‫ُوَل ومخَْس ِىف‬
ٌ َ َ ‫ىف األ‬
ِ
Dari Amru bin Syu’aib dari bapaknya dari kakeknya berkata, Nabi saw.
bersabda, “Takbir dalam salat Idul Fitri adalah tujuh kali pada rakaat
pertama dan lima kali pada rakaat kedua. Sedangkan bacaan al-Fatihah
(dan surat) adalah setelah takbir dalam kedua rakaat tersebut.” (HR. Abu
Daud, al-Tirmizi)
Pada tiap-tiap takbir boleh mengangkat tangan sebagaimana yang
dicontohkan dalam hadis. Di antara takbir-takbir itu dianjurkan membaca
tasbih.
ِ ‫اّللِ بكْرةً وأ‬
‫َص ًيال‬ ِ ِِ ِ
َ َ ُ َّ ‫هللا أكرب َكب ًْيا َوا َْلَ ْم ُد َّّلل َكث ًْيا َو ُس ْب َحا َن‬
Allah Maha Besar dengan segala kebesaran, segala puji bagi Allah dengan
pujian yang banyak, Maha Suci Allah, baik waktu pagi dan petang.
Atau boleh juga membaca:

‫ُسْب َحا َن هللاِ َواَلَ ْم ُد ِّللِ َوَال إِلَ َه إَِّال هللاُ َوهللاُ أَ ْك َُرب‬
Maha Suci Allah, segala puji bagi Allah, tiada tuhan selain Allah, Allah
maha besar.”

55
3) Seusai takbir, imam membaca al-Fatihah kemudian membaca surat dari al-
Qur’an
Beberapa hadis menginformasikan surah-surah yang biasa dibaca dalam salat
Id, di antaranya surat QS al-A’laa pada rakaat pertama dan surat al-Ghasiyah
pada rakaat kedua. Jika hari ‘Id jatuh pada hari Jumat, dianjurkan pula
membaca surat al- A’laa pada rakaat pertama dan surat al-Ghasiyah pada
raka’at kedua, pada salat ‘Id maupun shalat Jumat

‫ أن رسول هللا صلى هللا عليه و سلم كان يقرأ ِف األضحى والفطر ِف‬: ‫عن ا بن عباس رضي هللا عنهما‬
‫األوَل ب سبح اسم ربك األعلى وِف الثانية هل أاتك حديث الغاشية‬
Dari Ibnu Abbas r.a. bahwasanya Rasul saw. membaca paada salat Idul
Adha dan Fitri pada rakaat pertama “Sabbihisma rabbikal a’la” (surat al
A’laa) dan pada rakaat kedua “Hal ataka hadisul ghasiyah” (surat al-
Ghasiyah).” (HR. Muslim).

Setelah itu, semua gerakan salat serupa dengan tata cara salat lainnya:
ruku, i’tidal, sujud pertama, duduk di antara dua sujud, dan sujud kedua,
lalu bertakbir dan berdiri untuk rakaat kedua.
4) Pada rakaat kedua imam bertakbir sebanyak enam kali, satu kali merupakan
takbir qiyam (berdiri dari sujud), dan lima kali merupakan takbir tambahan
(takbir al- zawaid).
5) Kemudian membaca surat QS al-Fatihah dan Suarat al-Qur’an lainya.

‫التكبْي ِف الفطر سبع ِف األَوَل ومخس ِف أخره‬ ‫صل هللا عليه‬ ‫قال رسول هللا‬
Rasulullah saw. bersabda: Takbir pada hari raya sebanyak tujuh kali pada
rakaat pertama dan sebanyak lima kali pada rakaat akhir. (HR. Bukhari).
6) Dilanjutkan mengerjakan 56ea rah salat lainnya hingga diakhiri dengan
salam
7) Setelah selesai salat idul id, imam disunahkan menyampaikan khutbah
Mazhab Hanbali, Maliki, Hanafi, dan Syafi’i sepakat mengatakan
khutbah itu hukumnya sunah. Adapun tentang letak khutbah tersebut,
semua juga sependapat bahwa waktunya adalah sesudah salat, berbeda

56
dengan khutbah Jumat yang disampaikan sebelum salat. Hal ini mengacu
pada hadis dari Ibnu Umar:

.‫اْلُطْبَ ِة‬ َ ِ‫صلُّو َن الْع‬


ْ ‫يد قَ ْب َل‬ َ ُ‫ ُمثَّ أَبُو بَ ْك ٍر ُمثَّ عُ َم ُر ي‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ‫َّب‬ َ َ‫َع ِن ابْ ِن عُ َمَر ق‬
ُّ ِ‫ال َكا َن الن‬
Dari Ibnu Umar r.a. berkata: “Nabi saw., Abu Bakar, dan Umar melakukan
salat dua hari raya sebelum khutbah.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Berikut ini tata cara khutbah salat Idain:
Nabi saw. dan Khulafa al-Rasyidun menyampaikan khutbah Idain
dengan berdiri tanpa menggunakan mimbar. Mimbar khutbah Idul Fitri baru
pertama kali diadakan pada zaman Gubernur Madinah, Marwan bin Hakam
pada zaman Daulah Umawiyah.
Imam berdiri untuk melaksanakan khutbah Id dengan sekali khutbah.
Karena khutbah Id hanya satu, maka tidak ada duduk di antara dua
khutbah). Nabi saw. memulai khutbah dengan “hamdalah” (ucapan
alhamdulillah) sebagaimana khutbah-khutbah beliau yang lainnya.

‫ كان رسول هللا صلى هللا عليه و سلم َيطب الناس ُيمد هللا ويثين عليه مبا هو أهله مث‬: ‫عن جابر قال‬
‫يقول من يهده هللا فال مضل له ومن يضلل فال هادي له‬
Diriwayatkan dari Jabir ia berkata Rasulullah saw. berkhutbah di hadapan
manusia memuji Allah dan memujinya kemudian bersabda: Siapa saja yang
mendapat petunjuk dari Allah maka tidak ada yang menyesatkannya, dan
siapa saja yang disesatkan oleh Allah, maka tidak ada yang dapat memberi
petunjuk. (HR. Muslim).
Kemudian diakhiri dengan doa, dengan mengangkat jari telunjuk
tangan kanan, sebagaimana pada khutbah Jumat.
ِ‫ط ي ْدعو علَى ِمْن ِربه‬ ِ ِ َِّ ‫ول‬ َ َ‫َع ْن َس ْه ِل بْ ِن َس ْع ٍد ق‬
َ َ ُ َ ُّ َ‫ َشاهًرا يَ َديْه ق‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ‫اّلل‬ َ ‫ت َر ُس‬ ُ ْ‫ال َما َرأَي‬
.‫لسبَّابَِة َو َع َق َد الْ ُو ْسطَى َِب ِإل ْهبَ ِام‬
َّ ‫َش َار َِب‬ ُ ‫َوالَ َعلَى َغ ِْْيِه َولَ ِك ْن َرأَيْتُهُ يَ ُق‬
َ ‫ول َه َك َذا َوأ‬
Diriwayatkan dari Sahl bin Sa’din ia berkata: Tidak pernah sama sekali aku
melihat Rasulullah saw. mengangkat kedua tangannya berdoa di atas
mimbar tidak pula di atas lainnya, namun aku melihat beliau

57
mengisyaratkan telunjuknya dan menggenggam jari tengah dan ibu jari.
(HR. Abu Daud).

Sebagian ulama ada yang berpendapat bahwa khutbah salat Id tidak


hanya sekali, tetapi dua kali. Hal ini di dasarkan pada hadis Ubaidullah bin
Abdullah bin Utbah mengungkapkan:

‫السنة أن َيطب اإلمام ِف العيدين خطبتني يفصل بينهما جبلوس‬


Sunah seorang imam berkhutbah dua kali pada salat hari raya (Idul Fitri
dan Idul Adha), dan memisahkan kedua khutbah dengan duduk.” (HR Asy-
Syafi’i).

Mendengarkan khutbah Id hukumnya sunah. Jamaah salat Id boleh


langsung pulang seletah salat Id tanpa mendengarkan khutbah.
b. Hikmah Salat Idain
Idul Fitri dan Idul Adha adalah dua hari raya dalam Islam yang ditetapkan
langsung oleh Allah sebagai pengganti hari-hari raya yang pernah dikenal oleh
masyarakat Arab sebelum Islam datang. Sebagaimana dijelaskan dalam sebuah
hadis Nabi saw...

‫ال « َما َه َذ ِان‬ َ ‫ان يَْل َعبُو َن فِي ِه َما فَ َق‬


ِ ‫ الْم ِدينَةَ وََلم ي وم‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ‫اّلل‬
َ ْ َ ُْ َ َ
َِّ ‫ول‬ُ ‫ال قَ ِد َم َر ُس‬
َ َ‫س ق‬ ٍ َ‫َع ْن أَن‬
َّ ‫ « إِ َّن‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ِ‫اّلل‬
‫اّللَ قَ ْد أَبْ َدلَ ُك ْم‬ َّ ‫ول‬ َ ‫ فَ َق‬.‫اهلِيَّ ِة‬
ُ ‫ال َر ُس‬ ِ ‫اجل‬ ِ ِ ‫ قَالُوا ُكنَّا نَْل َع‬.» ‫ان‬
َْ ‫ب في ِه َما ىف‬ ُ
ِ ‫الْي وم‬
ََْ
.» ‫َض َحى َويَ ْوَم الْ ِفطْ ِر‬
ْ ‫هبِِ َما َخ ْ ًْيا ِمْن ُه َما يَ ْوَم األ‬
Dari Anas dia berkata, “Rasulullah saw. tiba di Madinah, sedangkan pendu-
duknya memiliki dua hari khusus yang mereka rayakan dengan permainan,
maka beliau bersabda: “Apakah maksud dari dua hari ini?” Mereka
menjawab, “Kami biasa merayakan keduanya dengan permainan semasa
masih Jahiliyah.” Maka Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya Allah
telah menggantikan untuk kalian yang lebih baik dari kedua hari tersebut,
yaitu hari (raya) kurban (Idul Adha) dan hari raya Idul Fitri. (HR. Abu
Dawud, al-Nasai, Ahmad, dan Ibnu Hibban).

58
Kedua hari raya Islam tersebut dikaitkan dan digandengkan dengan dua
rukun Islam yakni: puasa Ramadan dan haji ke Baitullah di tanah suci Mekkah.
Dengan demikian, Idul Fitri– sebagaimana Idul Adha –merupakan salah satu di
antara hari-hari dan syiar-syiar Allah yang harus kita sambut dan rayakan
dengan sikap penuh rasa ibadah, pemuliaan, dan pengagungan sebagai bukti
ketakwaan hati kita. Allah Ta’ala berfirman:
ِ ُ‫اّللِ فَِإ َّهنَا ِمن تَ ْقوى الْ ُقل‬
-٣٢- ‫وب‬ َّ ‫ك َوَمن يُ َع ِظه ْم َش َعائَِر‬ ِ
َ َ ‫َذل‬
Begitulah, dan barangsiapa mengagungkan syiar-syiar Allah maka
sesungguhnya itu termasuk (bukti) ketakwaan hati.” (QS Al-Hajj/22: 32).
Nah, sebagai salah satu syiar Allah yang istimewa, tentu saja salat Idul Fitri
dan Idul Adha memiliki muatan makna dan kandungan hikmah yang banyak
dan istimewa. Pada uraian berikut kita akan mempelajari di antara hikmah salat
Idul Fitri dan Idul Adha.
1) Mengagungkan Asma Allah
Dengan melaksanakan salat Idul Fitri dan Idul Adha, kita pasti akan
mengucapkan asma Allah berkali-kali terutama kalimat takbiratul ikhram
atau mengagungkan Allah. Dengan begitu, kita akan mendapatkan pahala
dari mengagungkan dan mengucapkan atau berzikir atas nama Allah.
Tentu bagi kita yang jarang untuk berzikir dan mengucapkan nama Allah
ini adalah kesempatan besar untuk kita kembali mengingat Allah di hari
raya besar umat Islam ini.
2) Salat Berjamaah
Salat Idul Fitri dan Idul Adha disyariatkan dilaksanakan secara
berjamaah. Untuk itu, dari pelaksanaan salat berjamaah ini akan membuat
kita mendapatkan pahala salat berjamaah yang besar dari Allah swt. Inilah
kesempatan besar umat Islam untuk merapatkan barisan dan mendapatkan
kebersamaan lewat salat berjamaah. Di saat salat berjamaah tentunya kita
tidak akan memandang bulu, suku, jabatan, rupa, dan hal-hal lainnya.
Selagi mereka bersujud kepada Allah dan membesarkan Allah,
melaksanakan salat maka ia adalah saudara semuslim yang harus kita jaga.
Selama Ramadhan, suasana dan nuansa kebersamaan serta persatuan umat
begitu kental, begitu terasa, dan begitu indah. Mengawali puasa bersama-
sama (seharusnya dan sewajibnya), bertarawih bersama (di samping jamaah

59
salat lima waktu juga lebih banyak selama Ramadan), bertadarus bersama,
berbuka bersama, beri’tikaf bersama, berzakat fitrah bersama, dan beridul
fitri bersama.
Kita semua patut bergembira dan bersyukur setiap kali bisa memulai
puasa Ramadan secara serempak, berbareng, dan bersama-sama, tanpa ada
perbedaan dan perselisihan yang berarti. Begitu pula berbahagia
menyambut dan merayakan Idul Fitri atau Idul Adha saat terjadi secara
serempak di mana nuansa kebersamaan dan persatuan terasa begitu indah.
Suasana kegembiraan dan rasa kebahagianpun tampak demikian total dan
seakan sempurna. Itulah memang esensi dan hakekat makna berhari raya
dan beridul fitri.
Hikmah kebersamaan dan persatuan yang menjadi salah satu ruh
ibadah Ramadan dan esensi Idul Fitri ini, kita jaga pertahankan dan
tingkatkan terus sehingga benar-benar menjadi karakter tetap diri kita
sebagai kaum mukminin yang senantiasa bersaudara secara harmonis dan
mesra, sebagaimana firman Allah swt.

-١٠- ‫اّللَ لَ َعلَّ ُك ْم تُ ْر َمحُو َن‬


َّ ‫َخ َويْ ُك ْم َواتَّ ُقوا‬ ِ ‫إَِّمنَا الْمؤِمنو َن إِخوةٌ فَأ‬
َ ‫ني أ‬
َ َْ‫َصل ُحوا ب‬
ْ َْ ُ ُْ
Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu,
damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan
bertakwalah kepada Allah, supaya kamu mendapat rahmat.” (QS. Al-
Hujuraat: 10).
3) Silahturahmi Sesama Muslim
Dengan salat Idul Fitri dan Idul Adha, kita juga mendapatkan
kesempatan untuk silaturahmi sesama muslim. Mungkin di bulan-bulan
atau kesempatan lainnya kita akan jarang untuk bersilahuturahmi. Saat Idul
Fitri ini menjadi kesempatan bagi kita bertemu dan bermaaf-maafan dengan
kerabat terdekat kita atau tetangga.
Saat Idul Fitri dan Idul Adha inilah semua orang Islam keluar dari
rumahnya dan semuanya menyempatkan untuk bisa ikut salat berjamaah
Idul Fitri di lapangan atau masjid lingkungan sekitarnya. Untuk itu, inilah
keutamaan salat Idul Fitri, dimana Allah tidak hanya memasukkan unsur
ketauhidan atau hubungan manusia dengan Allah saja, namun juga
memiliki dampak terhadap hubungan manusia dan manusia.

60
4) Merayakan Bersama Kemenangan Umat Islam
Dengan melaksanakan salat Idul Fitri kita juga bisa merayakan hari
kemenangan bersama dengan para umat Islam lainnya. Kita bisa merasakan
kebersamaan dan kebahagiaan dari apa yang dilakukan setelah salat Idul
Fitri. Tentu kebersamaan dan merasakan kebahagiaan bersama adalah hal
yang mahal dan tidak tertandingi oleh apapun.
Kita semua bergembira dan bersukaria saat menyambut Idul Fitri.
Memang dibenarkan bahkan disunahkan kita bergembira, berbahagia, dan
bersuka cita pada hari ini. Karena makna dari kata Id itu sendiri adalah hari
raya, hari perayaan, hari yang dirayakan. Perayaan tentu identik dengan
kegembiraan dan kebahagiaan. Dalam sebuah riwayat hadis disebutkan
bahwa:

» ‫ك الْ ُم ْؤِم ُن‬ ِ


َ ‫َم ْن َسَّرتْهُ َح َسنَ تُهُ َو َساءَتْهُ َسيِهئَ تُهُ فَ َذل‬
Barangsiapa bersenang hati dengan amal kebaikannya, dan bersedih hati
dengan keburukan yang diperbuatnya, maka berarti dia orang beriman.”
(HR. Turmudzi).
5) Menunjukkan Ukhuwah Islamiah dan Kekuataan Umat Islam
Karena hukumnya yang sunah muakad, maka salat Idul Fitri dan Idul
Adha ini membuat orang-orang Islam akan terdorong untuk
melaksanakannnya. Pengertian ukhuwah Islamiyah, insaniyah, dan
wathaniyah tentunya sangat penting untuk dipahami dan dilakukan oleh
umat Islam. Untuk itu, dengan berkumpulknya umat Islam bersama maka
akan berefek kepada ukhuwah islamiah yang terbentuk. Hal ini juga akan
sekaligus menunjukkan bahwa umat Islam adalah umat yang besar dan
padu. Hendaknya juga menjadi motivasi bagi para umat Islam agar saling
membantu dalam kebaikan dan juga memberikan dorongan agar
memajukan islam bersama.
6) Saling Berbagi Rizki
Pada hari raya Idul Adha umat Islam disyariatkan untuk
melaksanakan salat Idul Adha dan melakukan penyembelihan hewan
kurban. Hari raya Idul Adha ini menjadi hari kebahagiaan bagi seluruh
umat Islam di dunia, karena di sini kita akan saling membagikan rizki, yakni

61
berupa daging hasil sembelihan hewan kurban secara merata. Bagi setiap
orang yang menerima, daging kurban tentunya mereka sangat senang.
Begitu pula bagi shahibul kurban, mereka akan mendapatkan rezeki berlipat
ganda sesuai janji Allah swt. di dalam firman-Nya.
7) Berkurban Jadi Jalan Ketakwaan
Mungkin saja sebelumnya kita merasa kesulitan untuk memiliki
ketakwaan tinggi kepada Allah swt., seperti sulit meninggalkan larangan-
Nya, dan merasa hati gundah gelisah karena sering kali meninggalkan
perintah-Nya. Maka, hari raya Idul Adha memberi keutamaan untuk
menghadapi permasalahan tersebut. Dalam QS al- Hajj/22: 37, Allah swt.
berfirman:
ِِ ِ َّ ‫ك َس َّخَرَها لَ ُك ْم لِتُ َكِهربُوا‬
َ ‫اّللَ َعلَى َما َه َدا ُك ْم َوبَ هش ِر الْ ُم ْحسن‬
٣٧- ‫ني‬ ِ ِ
َ ‫وم َها َوَال د َم ُاؤَها َولَ ِكن يَنَالُهُ التَّ ْق َوى ِمن ُك ْم َك َذل‬
ُ ُ‫اّللَ َُل‬
َّ ‫ال‬
َ َ‫لَن يَن‬
Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridaan)
Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah
telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap
hidayah-Nya kepada kamu. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang
berbuat baik.”
8) Mengenang Kepatuhan Nabi Ibrahim a.s.
Salah satu hikmah hari raya Idul Adha adalah mengenang kembali
betapa besar ketaatan dan kepatuhan Nabi Ibrahim as. atas perintah-
perintah Allah swt. sehingga ia telah berhasil menjalankannya dengan baik.
Maka di sini paling tidak kita dapat mencontoh perilaku beliau, yang tak
menoleh sedikit pun dari apa yang ditugaskan Allah swt. meski perintah
tersebut amat berat baginya.

D. Kontekstualisasi Nilai-nilai Moderasi Beragama dalam Materi Salat Idain


Salat Idain atau salat hari raya adalah salah satu salat sunah yang
dianjurkan dan dilaksanakan tiap tahun, yaitu salat Idul Fitri dan salat Idul
Adha. Setiap muslim disunahkan melaksanakan salat Idain, dan tempat
pelaksanaanya kadang dilaksanakan di masjid dan terkadang dilaksanakan di
lapangan. Hal itu tidak menjadikan salat Idain yang dilakukan di luar masjid
menjadi batal.

62
Nilai-nilai moderasi beragama yang terdapat dalam salat Idain antara
lain tegak-lurus (i’tidal) dan musyawarah (syura). Tegak lurus yang dimaksud
di sini adalah adanya keadilan dimana semua muslim bisa melaksnakan salat
Idain tanpa harus memandang status sosial dan wana kulit. Sedangkan nilai
musyawarah yang dimaksud adalah pada saat pelaksanaan salat Idain,
tentunya para pengurus masjid melakukan musyawah dimana tempat
dilakukannya salat Idain apakah dilakukan di masjid atau dilakukan di
lapangan dengan berbagai pertimbang, dan hasil musyawarah tersebut
itulah menjadi kesepakatan bersama.
Selain nilai moderasi beragama tersebut, nilai moderasi beragama apa
saja yang dapat Saudara peroleh dari materi salat Idain ini?
E. Latihan
Untuk memperdalam pemahaman Anda di atas, kerjakan latihan berikut:
Salah satu hikmah disyariatkan salat Idain adalah dapat meningkatkan
silaturrahim dan memperkokoh rasa persaudaraan sesama umat Islam. Akan
tetapi, masih terdapat sejumlah perbedaan-perbedaan di tengah-tengah umat
Islam Indonesai yang berpotensi dapat mengganggu rasa persaudaraan dan
persatuan. Di antaranya adalah perbedaan metode penetapan awal Ramadan,
1 Syawal, dan 10 Dzulhijjah sehingga menyebabkan perbedaan hari dalam
pelaksanaan salat idul fitri atau idul adha.
1. Kemukakan pendapat anda tentang alasan terjadinya perbedaan tersebut!
2. Jika terjadi perbedaan tersebut, sebagai warga negara yang baik, apa yang
seharusnya anda lakukan?
3. Tuliskan dalil yang berkaitan tentang penetapan awal ramdhan!
F. Daftar Pustaka
1. Wahbah Az-Zuhaili, al-Fiqh al- Islami wa Adillatuhu, Jilid 1, Cet. X;
Damaskus: Darul Fikri 1428H/2007M.
2. Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah Jilid 1, Penerjemah Mukhsin Adz-Dzaki dkk,
Cet. II; Sukoharjo: Penerbit Insan Kamil, 1440H/2018M.
3. Mustafa Dib Al-Bugha, Fikih Islam Lengkap: Penjelasan Hukum-Hukum Islam
Mazhab Syafi’I, Cet. 1; Solo: Penerbit Media Zikir, 2010.
4. Majelis Ulama Indonesia, Himpunan Fatwa MUI, (Jakarta: Penerbit Erlangga,
2011).

63
5. Muhammad Jawad Mughniyah. 2005. Fikih Lima Mazhab: Ja’fari, Hanafi,
Syafi’I, Hambali. Cet. 15; Jakarta: Lentera.
6. Musthafa Dib al-Bugha. 2020. Fikih Islam Lengkap Penjelasan Hukum-Hukum
Islam Madzhab Syafi’I. Cet. XVI; Solo: Media Zikir.
7. Rasyid Sulaiman. 1996. Fiqh Islam. Bandung: PT. Sinar Baru Algesindo.

64

You might also like