You are on page 1of 34

Tinjauan Pustaka

Tinjauan Pustaka
Infark Miokard Perioperatif
Pemeriksaan Molekular Treponema pallidum
Suparto*,Ida
Cindy E. Boom**
Effendi

Staf Pengajar
*Fellow Bagian
AnestesiMikrobiologi Fakultas
Kardiovaskuler, RSJPNKedokteran
Harapan Universitas
Kita, JakartaTrisakti
Alamat
** Konsultan korespondensi:
Anestesi idaeffendi@trisakti.ac.id
Kardiovaskuler, RSJPN Harapan Kita, Jakarta

Abstrak
Abstrak
Treponema pallidum adalah bakteri penyebab sifilis. Sifilis ditemukan pada abad ke XV di dataran
Kejadian infark miokard
Eropa, menyebar perioperatif/perioperative
ke seluruh myocardial
dunia dan menjadi isu global sampaiinfarct (PMI)
saat ini. Sifilissering dijumpai
dikenal dengan
pada pasien
sebutan raja dengan faktor resiko
singa merupakan salahjantung yang menjalani
satu penyakit tindakan
infeksi menular operasi.
seksual yang Pencegahan
penularannya PMI
tidak
hanya melalui
menjadi sangathubungan seksual.memberikan
penting untuk Infeksi lokalhasil
yang yang
disebabkan olehsuatu
baik dari masuknya Treponema
operasi. pallidum
Pada dasarnya
akan berkembang
patofisiologi cepat menjadi
terjadinya PMI dapatsistemik dan bahkan
berupa dapat mengancam
suatu ruptur Treponema pallidum
nyawa.ketidakseimbangan
plak atau akibat
tidak dapat
pasokan dan dikultur
kebutuhan secara in vitro.
oksigen. Pemeriksaan
Terapi untuk PMIpenunjang
ditujukanuntukpada menegakkan diagnosis
stabilisasi plak dan
mengandalkan uji serologi. Saat ini, pemeriksaan standar untuk sifilis
menjaga keseimbangan oksigen tersebut. Mendiagnosa suatu PMI memerlukan monitoring menggunakan mikroskop
lapangan gelap sulit dilakukan. Pemeriksaan baru untuk mendeteksi Treponema pallidum
jantung, baik melalui perubahan EKG, transesophageal echocardiography (TEE) maupun
menggunakan uji molekuler sudah mulai dikembangkan sejak abad XX. Penulisan ini mengambil
biomarker. Tinjauan jurnal
ulasan dari beberapa pustaka ini berisi
penelitian yangtentang mekanisme,
menggunakan diagnosis,
PCR sebagai pilihan terapi
alat diagnostik serta
Treponema
tatalaksana dalam
pallidum untuk penanganan infark
membandingkan miokard perioperatif.
metode-metode pemeriksaan molekuler PCR Treponema pallidum.
Spesifisitas PCR Treponema pallidum mencapai 100%. Sensitivisitas PCR bervariasi untuk setiap
Kata kunci:
gen target danInfark miokard yang
jenis spesimen perioperatif, terapi,
digunakan. monitoring,
Metode pencegahan
multiplex PCR banyak digunakan karena dapat
mendeteksi Treponema pallidum dan patogen lain secara bersamaan. Pemeriksaan molekuler PCR
Abstract
Treponema pallidum masih perlu dikembangkan lebih lanjut di Indonesia.
Perioperative myocardial infarct (PMI) is a common event in patients with cardiac risk
Kata kunci
factors : Treponema
undergoing pallidum,
surgery. sifilis, uji serologi,
Prevention of a PMI mikroskop, pemeriksaan
is very importantmolekular
in improving
postoperative outcome. Basically, there are two mechanisms of PMI, due to plaque rupture
or oxygen supply-demand imbalance. Management of PMI is to address these two causes,
which are plaque stabilization and maintaining the balance of oxygen supply-demand.
Molecular
Diagnosis of PMI however, needs Tests
a carefulfor monitoring,
Treponema pallidum
either from recognizing the ECG
changes, TEE or from the cardiac biomarkers. These report will discuss the mechanism,
diagnosis, therapeutic options and management of perioperative myocardial infarct.
Abstract
Treponema pallidum is bacteria that causes syphilis. Syphilis was discovered in the XV century in
Key words:
Europe, Perioperative
spreading throughout myocardial
the world infarct, therapy,
and becoming monitoring,
a global issue to prevention
date. Syphilis known as Raja
singa is one of the sexual transmitted disease that is transmitted through sexual contact. Local
infections caused by T.pallidum rapidly spread into systemic and become life-threatening. T.pallidum
Pendahuluan
cannot be cultured in vitro. Laboratory test for diagnosing permasalahansyphiliskardiak yang
relies on menjalanitests.
serological operasi,
The
standard test for syphilis using dark field microscopy is sehingga infark miokard
difficult nowadays. perioperatif
New innovations juga
to detect
Terdapat lebih
T.pallidum usingdari 230 jutatests
molecular tindakan operasi
have been developed diprediksi akan century.
since the twentieth meningkat. Komplikasi
This study aimed to
mayor
compareyang dilakukan
different diseluruh
reported PCRdunia kardiak merupakan
setiapin the detection
methods penyebab
of T. pallidum. paling ofsering
Specificity PCR
tahun dan jumlah
T.pallidum reachesini terusThe
100%. bertambah
sensitivitysetiap terjadinya
of PCR varies mortalitas
for each target dan the
gene and morbiditas paska
type of specimen
1 3
tahunnya. Dari jumlah
used. The multiplex PCR tindakan used because itbedah.
is widely tersebut, can detect Kejadian mortalitas
T. pallidum and ini
otherdipengaruhi
pathogens
diperkirakan
simultaneously. kejadian infark
Molecular examination miokard oleh
of T. pallidum usingkecepatan
PCR method diagnosis dimana
still needs angka
to be further
perioperatif
developed insekitar 1-4%.2
Indonesia. mortalitas pada diagnosis infark miokard
Angka harapan hidup yang bertambah perioperatif yang terlambat mencapai 30-
1
membuat
Keywordspopulasi
: Treponemapasien dengansyphilis,
pallidum, usia lanjut 70%.
serology test, microscop, molecular test
semakin bertambah. Hal ini berdampak Insiden PMI pada pasien resiko rendah
dengan lebih banyaknya pasien dengan tanpa adanya riwayat penyakit jantung koroner

82 J. Kedokt Meditek Volume 24, No. 68, Okt-Des 2018


Pemeriksaan Molekular Treponema pallidum

Pendahuluan penelitian yang menggunakan PCR sebagai alat


diagnostik Treponema pallidum.
Sifilis merupakan salah satu penyakit
infeksi menular seksual yang disebabkan oleh Treponema pallidum
bakteri Treponema pallidum. Sifilis pertama
kali ditemukan di benua Eropa pada abad XV. Treponema pallidum merupakan
Penyakit sifilis telah menyebar ke seluruh Spirochaeta motil berbentuk spiral yang
negara di dunia. Pada abad XX, insiden dan ramping dengan ukuran panjang 5-15 µm dan
prevalensi sifilis telah menurun, namun sejak diameter 0.16-0.2 µm.1,3,4 Treponema pallidum
tahun 2000 beberapa negara di Amerika, Eropa, ini kecil dari segi ukuran dibandingkan bakteri
dan Inggris melaporkan peningkatan kasus lain pada umumnya. Pada setiap bakteri
sifilis primer dan sekunder.1 Di Indonesia, Treponema pallidum terdapat 6-14 lengkung
berdasarkan survei yang dilakukan oleh spiral dengan bagian ujung yang meruncing.1,4
Surveilans Terpadu Biologis dan Perilaku Struktur dinding bakteri ini terdiri atas
(STBP) pada tahun 2007 dan 2011 terhadap membran luar, ruang sitoplasma, lapisan
populasi paling beresiko didapatkan peptidoglikan yang tipis yang berfungsi sebagai
2
peningkatan prevalensi sifilis. Pada kelompok penopang struktur sel, dan membran
pengguna napza suntik/penasun didapatkan sitoplasma.1 Membran luar Treponema
peningkatan prevalensi sebesar 2% (1% pallidum tidak mengandung lipopolisakarida
menjadi 3%), kelompok waria 1% (27% (LPS) karena tidak ditemukan gen yang
menjadi 28%), dan kelompok laki-laki yang mengkode biosintesis LPS pada genom
berhubungan seks dengan laki-laki/LSL 9% bakteri.5 Jumlah protein transmembran pada
(4% menjadi 13%). Dari survei yang dilakukan membran luar Treponema pallidum 100x lebih
di 23 kota besar di Indonesia didapatkan sedikit dibandingkan dengan Spirochaeta lain.(1)
prevalensi sifilis tertinggi pada waria (25%), Membran sitoplasma mengandung banyak
kemudian diikuti wanita penjaja seks lipoprotein dengan konsentrasi yang tinggi dan
langsung/WPSL (10%), LSL (9%), warga bersifat imunogenik.1 Terdapat endoflagel pada
binaan pemasyarakatan/WBP (5%), pria ruang periplasma yang memungkinkan gerakan
potensial risti (4%), wanita penjaja seks tidak seperti alat pembuka sumbat botol (corkscrew
langsung/ WPSTL (3%), dan penasun (2%).(2) motility) yang merupakan karakteristik
Begitu pula di Jakarta, prevalensi tertinggi Treponema pallidum.1,3,6 Struktur genetik
terdapat pada waria (31.2%).2 Treponema pallidum tersusun dari satu untai
Treponema pallidum merupakan patogen DNA rantai ganda berbentuk sirkuler.6 Genom
penyebab sifilis. Invasi Treponema pallidum Treponema pallidum sepanjang 1,14 ribu bp
akan menimbulkan infeksi local dan berhasil di sekuens secara lengkap pada tahun
berkembang cepat menjadi sistemik serta dapat 1998.5 Analisis sekuens genom Treponema
mengancam jiwa. Dalam menegakkan pallidum membuktikan bahwa bakteri ini tidak
diagnosis sifilis sangat diperlukan pemeriksaan memiliki elemen genetic transposable maupun
penunjang laboratorium karena manifestasi elemen ekstrakromosom, misalnya plasmid,
klinis sifilis sangat bervariasi dan menyerupai bakteriofaga dan transposon yang dapat
banyak penyakit lain. Treponema pallidum melakukan transfer gen horizontal yang
tidak dapat dikultur secara in vitro. berperan pada penyebaran resistensi.1,7
Pemeriksaan penunjang untuk menegakkan Komponen basa DNA pada genom bersifat
diagnosis sifilis sampai saat ini mengandalkan stabil.1 Treponema pallidum bersifat
uji serologi. Uji serologi dapat menunjukkan mikroaerofilik, kemoautotrof, mempunyai
hasil positif palsu dan negatif palsu. waktu generasi yang panjang (30-33 jam) dan
Pemeriksaan molekuler Treponema pallidum kemampuan metabolisme yang minimal dan
bersifat sangat spesifik dan diharapkan menjadi sangat bergantung pada pejamu.3,6 Oleh karena
alat diagnostik baru untuk sifilis. itu, mikroorganisme ini tidak bisa hidup di luar
Oleh karena itu, penulis akan tubuh manusia dan kemampuan infeksi akan
membandingkan beberapa metode pemeriksaan hilang dalam beberapa jam secara in vitro.3,8
molekuler Treponema pallidum sebagai alat
diagnostik sifilis yang masih perlu
dikembangkan lebih lanjut. Sumber utama
tulisan ini berasal dari beberapa jurnal

J. Kedokt Meditek Volume 24, No. 68, Okt-Des 2018 83


Pemeriksaan Molekular Treponema pallidum

Virulensi Treponema pallidum dan respons imun adaptif dari tubuh pejamu.
(6,12)
Perjalanan penyakit sifilis dibagi menjadi 2
Treponema pallidum hanya menginfeksi (dua) tahap, yaitu sifilis awal dan sifilis
manusia.1,9 Penularan sifilis dapat terjadi lanjut.(1,13) Yang termasuk sifilis awal yaitu
melalui beberapa cara yaitu hubungan seksual, sifilis stadium primer, sekunder dan laten awal.
penggunaan jarum suntik, transfusi darah, Sedangkan yang termasuk sifilis lanjut yaitu
kontak dengan lesi infeksius dan secara sifilis stadium laten akhir dan tersier.1
transplasenta dari ibu hamil ke janinnya.1,3,4,10
Faktor virulensi pada Treponema pallidum Sifilis
tidak diketahui dengan jelas.6,10 Motilitas
merupakan salah satu faktor virulensi Sifillis merupakan penyakit
Treponema pallidum. Treponema pallidum multistadium. Manifestasi klinis sifilis sangat
bergerak dengan cara rotasi pada aksis beragam dan menyerupai penyakit kulit yang
longitudinal dan mampu bergerak cepat pada lain. Perkembangan penyakit sifilis tergantung
daerah yang mengandung mukus. pada sistem imum dan kecepatan pengobatan
Mikroorganisme ini mampu melewati membran yang adekuat.
mukosa yang utuh, menyebar ke seluruh tubuh,
serta menginfeksi sistem organ.11 Pada Sifilis Stadium Primer
membran sitoplasma terdapat sejumlah
lipoprotein, tetapi tidak diekspresikan ke Treponema pallidum dapat masuk
membran luar sehingga sulit dapat dikenali dengan cepat ke tubuh manusia melalui kulit
sistem imun pejamu.12 Lipoprotein ini dapat atau mukosa yang intak.3 Masa inkubasi
menginduksi ekspresi mediator inflamasi bervariasi antara 30-90 hari, dengan rata-rata 3
melalui pengenalan toll-like receptor 2 minggu. Lesi primer akan muncul 10-90 hari
(TLR2).6 Apabila kontak dengan pejamu, setelah inokulasi. Multiplikasi Treponema
Treponema pallidum dapat menempel pada sel pallidum di tempat infeksi akan menimbulkan
epitel, sel fibroblastlike, dan sel endotel karena lesi primer dan pembesaran kelenjar getah
adanya molekul adhesin bakteri yang bening regional.1,10 Reaksi inflamasi
berinteraksi dengan intergrin pejamu menimbulkan papul kemudian mengalami erosi
(adhesion-ligand interaction).3,6 Studi pada menjadi lesi ulseratif. Lesi ini disebut
sukarelawan yang diinokulasi dengan bakteri ‘chancre’.10 Pada lesi primer ditemukan banyak
ini menunjukkan bahwa 10 organisme sudah Treponema pallidum dan bersifat sangat
dapat menyebabkan infeksi sifilis.1 Treponema infeksius. Lesi primer akan sembuh spontan,
pallidum sangat invasif dan dengan cepat namun 25%-30% pasien yang tidak diobati atau
masuk ke jaringan yang lebih dalam, dengan pengobatan yang tidak adekuat akan
menembus membran mukosa dan mencapai berkembang ke stadium sekunder.9 Perjalanan
darah dan sistem limfatikus.1 Kerusakan penyakit alamiah sifilis dapat dilihat pada
jaringan dan lesi kulit akibat infeksi Treponema Gambar 1.
pallidum disebabkan oleh respons inflamasi

84 J. Kedokt Meditek Volume 24, No. 68, Okt-Des 2018


Pemeriksaan Molekular Treponema pallidum

Gambar 1
Perjalanan Penyakit Sifilis pada Pasien Imunokompeten yang Tidak Diobati
Dikutip dan diterjemahkan dari Ho EL, Lukehart SA. Syphilis: using modern approaches to
understand an old disease. J Clin Invest 2011;121:4584-92 20

J. Kedokt Meditek Volume 24, No. 68, Okt-Des 2018 85


Pemeriksaan Molekular Treponema pallidum

Tabel 1. Manifestasi Klinis Sifilis Sekunder dan Persentase Kejadian Manifestasi Kasus

*umumnya pada telapak tangan dan kaki

Dikutip dan diterjemahkan dari Tramont EC. Treponema pallidum (syphilis). In: Bennett JE, Dolin R, Blaser
MJ, eds. Mandell, Douglas, and Bennett's principles and practice of infectious diseases. Philadelphia: Elsevier
Saunders; 2015:3035-55. 6

86 J. Kedokt Meditek Volume 24, No. 68, Okt-Des 2018


Pemeriksaan Molekular Treponema pallidum

Sifilis Stadium Sekunder tergantung pada stadium sifilis dan stadium


kehamilan ibu. Perjalanan penyakit pada infeksi
Sifilis stadium sekunder dimulai dari sifilis kongenital dibagi menjadi tahap sifilis
minggu ke-2 sampai minggu ke-12 setelah lesi kongenital awal dan sifilis kongenital akhir.1
primer sembuh. Treponema pallidum masuk ke
jaringan yang lebih dalam, menembus Pemeriksaan Konvensional Treponema
membran mukosa, masuk dalam sirkulasi darah pallidum
dan sistem limfatikus. Gambaran klinis stadium
sekunder sangat bervariasi dan menyerupai Manifestasi klinis yang sangat beragam
kelainan kulit yang lain. Gejala sifilis sekunder dan membingungkan terutama pada sifilis
dapat sembuh spontan.1 Manifestasi klinis sifilis stadium sekunder, menyebabkan sifilis sulit
stadium sekunder dapat dilihat pada tabel 2.1 didiagnosis tanpa pemeriksaan laboratorium.
Walaupun Treponema pallidum tidak dapat
Sifilis Stadium Laten dikultur in vitro, ada beberapa tes yang dapat
secara langsung maupun tidak langsung dapat
Setelah lesi dan gejala sistemik pada mendeteksi Treponema pallidum. Deteksi
stadium sekunder hilang, penyakit sifilis masuk langsung Treponema pallidum dari eksudat
ke stadium laten. Pada stadium ini penyakit atau cairan lesi dapat dilakukan dengan
berkembang menjadi subklinis, namun pemeriksaan mikroskop. Deteksi langsung juga
pemeriksaan serologi masih menunjukkan nilai dapat dilakukan dengan teknik imunofluoresen
reaktif. Berdasarkan waktu, stadium laten (fluorescent antibody test), potongan jaringan
dibagi menjadi 2, stadium laten awal (< 1 tahun dan pewarnaan histopatologis. Uji deteksi
dari awal terinfeksi) dan stadium laten akhir (> Treponema pallidum secara langsung sangat
1 tahun dari awal terinfeksi). Pada stadium bermanfaat pada sifilis stadium primer karena
laten awal dan laten akhir dapat terjadi relaps antibodi belum dapat dideteksi dengan uji
dan gejala klinis rekuren. Pasien bersifat serologi pada stadium ini.1,15
infeksius dan berisiko menularkan penyakit.
Sebesar 90% rekurensi terjadi pada satu tahun Pemeriksaan Mikroskopik
pertama, 94% terjadi dalam 2 tahun. Pada
stadium laten akhir, penyakit sifilis hanya dapat Pemeriksaan mikroskopik merupakan
terdeteksi dengan pemeriksaan serologi.1 pemeriksaan baku emas untuk menunjang
diagnosis sifilis. Untuk melihat Treponema
Sifilis Stadium Tersier pallidum yang berukuran sangat kecil (5-15
μm) dibandingkan bakteri lain dan bentuknya
Diperkirakan sepertiga dari pasien yang yang tipis diperlukan mikroskop khusus dan
tidak diobati atau diobati namun tidak adekuat pewarnaan tertentu. Pemeriksaan dapat
akan memasuki stadium tersier dalam periode dilakukan dengan mikroskop lapangan gelap,
waktu yang bervariasi.1,14 Gejala yang timbul mikroskop imunofluoresens, atau mikroskop
pada stadium ini berupa gumma (15%) yaitu elektron dengan pewarnaan perak atau
lesi granuloma pada kulit, tulang, hati atau pewarnaan negatif. Spesimen yang dapat
jaringan tubuh lain. Komplikasi sifilis pada digunakan untuk pemerikasaan mikroskopik
system saraf pusat (neurosifilis; 10%) dan yaitu eksudat dari lesi sifilis. Pemeriksaan
kardiovaskular (kardiosifilis; 10%) dapat terjadi mikroskopik dapat mendeteksi Treponema
di stadium ini.1 pallidum berdasarkan karakteristik morfologi
dengan cepat.1 Keterbatasan pemeriksaan
Sifilis Kongenital mikroskopik yaitu tidak bisa membedakan
spesies Treponema.1,6 Pemeriksaan
Transmisi Treponema pallidum secara mikroskopik untuk deteksi Treponema
transplasenta dapat menyebabkan kelainan pallidum di Indonesia jarang dilakukan. Hal ini
kongenital, kematian janin intrauterin, atau bayi disebabkan karena fasilitas pemeriksaan
lahir mati. Bayi yang lahir hidup dapat mikroskopik sifilis di laboratorium sangat
mengalami malformasi multiorgan, misalnya terbatas dan kurangnya teknisi laboratorium
deformasi tibia (saber shins) dan deformasi gigi yang kompeten.
(mulberry molars), kebutaan, tuli, serta
kelainan pada jantung.20 Manifestasi pada bayi

J. Kedokt Meditek Volume 24, No. 68, Okt-Des 2018 87


Pemeriksaan Molekular Treponema pallidum

Pemeriksaan Serologi Uji Treponema mengukur kadar antibodi


spesifik yang timbul sebagai respons terhadap
Deteksi Treponema pallidum secara tidak komponen antigenik Treponema pallidum. Uji
langsung dilakukan dengan pemeriksaan ini memiliki spesifitas dan sensitifitas yang
serologi. Pemeriksaan serologi dapat lebih baik daripada uji nontreponema. Uji
mendeteksi antibodi pada semua stadium sifilis, Treponema jarang memberikan hasil negatif
sehingga digunakan untuk berbagai tujuan. palsu. Hasil positif palsu ditemukan pada
Tujuan pemeriksaan serologi antara lain untuk infeksi oleh Treponema lainnya, misalnya
skrining pada populasi berisiko rendah (ibu Treponema pallidum subspesies pertenue,
hamil, darah donor), skrining pada populasi Treponema pallidum subspesies carateum,
berisiko tinggi (SIDA, LSL), dan uji diagnostik Treponema pallidum subspecies endemicum.4
pada pasien dengan gejala dan manifestasi Oleh karena itu uji Treponema digunakan
sifilis untuk mengetahui stadium penyakit dan sebagai uji konfirmasi bila uji nontreponema
memantau respons terapi.1 Spesimen yang menunjukkan hasil reaktif. Pemeriksaan yang
digunakan untuk pemeriksaan serologi yaitu termasuk uji Treponema di antaranya yaitu
komponen serum atau plasma dari darah pasien Treponema pallidum hemaglutination assay
yang diambil melalui pembuluh darah vena. (TPHA) dan Treponema pallidum particle
Saat ini terdapat 2 jenis pemeriksaan serologi agglutination (TPPA). Uji TPHA memberikan
yaitu uji nontreponema dan uji konfirmasi nilai positif 90% pada pasien sifilis primer.
treponema.17 Pada pasien sifilis sekunder, TPHA selalu
Uji nontreponema bertujuan mencari memberikan hasil positif. Uji TPHA dengan
adanya antibodi pada penderita yang timbul titer yang sangat tinggi disertai manifestasi
sebagai respons terhadap komponen lipid dan kemerahan pada kulit sangat mendukung
protein kuman atau karena kerusakan jaringan diagnosis sifilis sekunder.18
(kardiolipin). Antibodi IgG dan IgM dapat
dideteksi dengan uji nontreponema setelah 3-5 Pemeriksaan Molekular PCR
minggu infeksi.1,17 Yang termasuk uji
nontreponema yaitu Venereal Disease Research Reaksi berantai polimerase atau dikenal
Laboratory (VDRL) dan Rapid Plasma Reagin sebagai PCR (polymerase chain reaction)
(RPR). Uji nontreponema mudah dan cepat merupakan proses sintesis enzimatik untuk
dilakukan dan tidak mahal. Hasil uji mengamplifikasi nukleotida secara in vitro
nontreponema menunjukkan penyakit yang tanpa menggunakan organisme. Teknik ini
aktif.4 Sensitivitas uji nontreponema mencapai pertama kali dikembangkan oleh Kary Mullis
100% pada sifilis stadium sekunder. pada tahun 1983.19,20 Penggunaan berbagai
Kelemahan uji nontreponema yaitu sensitivitas metode molekuler berbasis PCR untuk
yang kurang baik pada sifilis stadium primer mendeteksi Treponema pallidum pada
dan laten. Hal tersebut kemungkinan negatif spesimen klinis telah dikembangkan oleh para
palsu karena titer antibodi yang sangat tinggi ilmuwan sejak 1990.17 Dasar pemeriksaan PCR
(prozone phenomenon) tidak dapat dideteksi Treponema pallidum adalah mengamplifikasi
dan hasil positif palsu pada pasien yang sekuens tertentu sebagai gen target yang
mengalami infeksi akut atau kronis, keadaan spesifik genom Treponema pallidum. Uji PCR
imunodefisiensi, serta kehamilan (biological dapat mendeteksi Treponema pallidum
false positive reaction).1,17 Untuk mengetahui menggunakan beberapa gen target, misalnya
stadium sifilis dan memantau respons terapi tmpA (protein membran 45 kDa), bmp (protein
diperlukan uji nontreponema secara membran 39 kDa), tpp47 (protein membran 47
kuantitatif.1 Uji nontreponema yang lazim kDa), PolA (DNA polymerase I), tmpC (protein
digunakan yaitu uji flokulasi RPR (Rapid membran 35 kDa) dan 16S rRNA Treponema
Plasma Reagin). Uji RPR memberikan nilai pallidum.17 Studi uji PCR Treponema pallidum
positif 80% pada pasien sifilis primer dengan yang telah dipublikasi antara lain dengan PCR
titer yang relatif masih rendah sifilis sekunder, konvensional, Real-time PCR, Reverse
RPR selalu memberikan hasil positif dengan transcriptase PCR, nested PCR dan multiplex
titer ≥1:16.18 Uji RPR memberikan hasil positif PCR.17 Uji PCR Treponema pallidum dapat
dengan titer rendah pada sifilis laten, namun menggunakan berbagai jenis spesimen klinis
pada sifilis tersier titer RPR akan kembali pasien yang disesuaikan dengan perjalanan
tinggi.18 penyakit sifilis, misalnya eksudat lesi yang

88 J. Kedokt Meditek Volume 24, No. 68, Okt-Des 2018


Pemeriksaan Molekular Treponema pallidum

diambil dengan kapas usap pada sifilis stadium tahun1993.20,22 Metode ini memungkinkan
primer dan sekunder, darah atau komponen sejumlah kecil molekul DNA untuk
darah untuk sifilis semua stadium, cairan diamplifikasi beberapa kali secara eksponensial
serebrospinal dan cairan sendi. Uji PCR dan telah banyak digunakan dalam penelitian di
memiliki sensitivisitas dan spesifisitas >95% bidang medis dalam uji diagnostik untuk
untuk deteksi Treponema pallidum pada ulkus mengidentifikasi mikroorganisme patogen.22
genital sifilis primer menggunakan spesimen Produk PCR yang diperoleh dengan metode
dari apusan lesi.14 Pada sifilis sekunder uji PCR PCR konvensional dapat diidentifikasi
menggunakan spesimen darah memiliki ukurannya menggunakan gel elektroforesis
sensitifitas yang lebih baik dari pada serum.21 yang dilanjutkan dengan pewarnaan. Selama
proses elektroforesis, DNA yang diamplifikasi
Prinsip Dasar PCR akan dipisahkan berdasarkan ukuran molekul
DNA (untai DNA yang berukuran lebih kecil
PCR merupakan suatu metode in vitro akan bergerak lebih cepat pada gel
yang digunakan untuk mensintesis sekuens dibandingkan yang berukuran lebih besar).
tertentu DNA menggunakan dua primer Sesudah selesai dilakukan gel elektroforesis,
oligonukleotida yang menghibridisasi pita yang gel dicuci dalam buffer yang mengandung zat
berlawanan dan mengapit dua target DNA.22 warna yang secara spesifik mewarnai DNA,
Prinsip PCR didasarkan pada amplifikasi sehingga bila dilihat dengan sinar ultraviolet
enzimatik fragmen DNA menggunakan dua akan menunjukkan fluoresensi. Ukuran dari
oligonukleotida primer yaitu oligonukleotida produk PCR dapat ditentukan dengan
yang dari dua untaian sekuens target. membandingkan terhadap DNA ladder yang
Oligonukleotida ini digunakan sebagai primer mengandung fragmen DNA yang sudah
PCR untuk memungkinkan cetakan DNA diketahui ukurannya.22
dikopi oleh DNA polimerase. Proses PCR
dilakukan menggunakan suatu alat yang disebut Real-time PCR
thermocycler. Setiap DNA dalam rangkaian
proses PCR mengalami tiga tahapan, yaitu: Real-time PCR dikenal juga dengan
denaturasi DNA template, penempelan quantitative PCR (qPCR) atau kinetic PCR.
(annealing) primer, dan polimerisasi Metode ini merupakan pengembangan PCR
(extention) rantai DNA.20 Dasar reaksi PCR konvensional untuk dapat mengamplifikasi dan
merupakan tiruan dari proses replikasi DNA in secara bersamaan menghitung (kuantifikasi)
vivo, yaitu dengan pembukaan rantai DNA jumlah target molekul DNA hasil amplifikasi
(denaturasi) untai ganda, penempelan primer pada setiap siklus reaksi. Real-time PCR
(annealing) dan perpanjangan rantai DNA baru mengamplifikasi sekuens DNA target dengan
(extention) oleh DNA polimerase dari arah menggunakan teknik fluoresensi. Ada 2 (dua)
mencampurkan sampel DNA dengan primer metode real-time PCR, yaitu yang
oligonukleotida, deoksiribonukleotida trifosfat menggunakan probe (penanda) dan tidak
(dNTP), enzim termostabil Taq DNA menggunakan probe. Metode real-time PCR
polimerase dalam larutan DNA yang sesuai, yang tidak menggunakan probe, menggunakan
kemudian menaikkan dan menurunkan suhu zat pewarna fluoresensi SYBR green untuk
campuran secara berulang dalam beberapa mendeteksi DNA. Sedangkan metode real-time
puluh siklus sampai diperoleh jumlah sekuens PCR yang menggunakan probe salah satunya
DNA yang diinginkan. Pada amplifikasi adalah dengan menggunakan probe berlabel
sekuens DNA, jumlah DNA target bertambah fluoresen (probe FRET Hibridisasi dan probe
secara eksponensial sejumlah siklus yang TaqMan). Probe akan berfluoresens ketika
dilakukan.23 terhibridisasi dengan DNA komplemen. Dalam
setiap pengamatan proses PCR, sinyal
Macam–Macam Metode PCR fluoresensi yang dipancarkan akan meningkat
secara proporsional pada setiap siklus PCR
PCR Konvensional sejalan dengan bertambahnya produk DNA
hasil amplifikasi. Pada PCR konvensional,
Kary Mullis pada tahun 1983 deteksi keberadaan DNA dilakukan pada akhir
mengembangkan teknik PCR konvensional dan reaksi dan DNA hasil amplifikasi divisualisasi
berhasil mendapatkan hadiah nobel pada menggunakan gel elektroforesis. Berbeda

J. Kedokt Meditek Volume 24, No. 68, Okt-Des 2018 89


Pemeriksaan Molekular Treponema pallidum

dengan real-time PCR yang memungkinkan sekunder.17,26 Studi yang dilakukan oleh Grange
pengamatan langsung DNA yang diamplifikasi dkk.11 pada tahun 2011 menggunakan gen
saat reaksi PCR pada grafik yang muncul target tpp47 pada spesimen apusan lesi sifilis
sebagai hasil akumulasi fluoresensi dari primer dan sekunder, berhasil mendeteksi
probe.23 Penggunaan real-time PCR untuk Treponema pallidum sebesar 82%. Pada uji
mendeteksi Treponema pallidum dilakukan nested PCR spesimen darah, Grange dkk.
oleh Gayet-Ageron dkk.24 menggunakan gen berhasil mendapatkan nilai kepositivan yang
target 47 kDa pada spesimen apusan lesi, darah, bervariasi untuk masing-masing komponen
serum dan urin pasien sifilis sekunder. darah, yaitu berturut-turut 38%, 29%, 15% dan
Sensitivitas uji PCR yang diperoleh berturut- 31% untuk darah utuh, plasma, serum dan
turut 20%, 36%, 47% dan 44%. Metode dan PBMC pada pasien sifilis stadium sekunder.
gen target yang sama digunakan oleh Tipple Martin dkk.16 menggunakan metode nested
dkk.14 untuk mendeteksi Treponema pallidum PCR untuk mendeteksi Treponema pallidum
pada spesimen darah pasien sifilis sekunder dan dengan gen target bmp dan tpp47. Dari studi
mendapatkan nilai kepositivan uji PCR sebesar tersebut, penggunaan gen target bmp dan tpp47
58%. Studi oleh Cruz dkk.25 menggunakan gen menunjukkan kesesuaian hasil uji PCR pada
target polA untuk mendapatkan spirochetal berbagai spesimen klinis pasien sifilis primer
load Treponema pallidum pasien sifilis dan sekunder.
sekunder.
Multiplex PCR
Nested PCR
Multiplex PCR merupakan metode PCR
Prinsip dasar reaksi Nested PCR yang dapat mendeteksi beberapa gen target
menyerupai PCR konvensional. Pada Nested secara bersamaan dalam satu kali reaksi PCR
PCR terjadi 2 kali reaksi amplifikasi DNA. menggunakan lebih dari satu pasang primer
Mekanisme reaksi ini berguna untuk (forward-reverse). Uji multiplex PCR akan
meningkatkan spesifisitas produk, karena dapat menghasilkan produk dengan berbagai ukuran
mengurangi amplifikasi ikatan primer yang sesuai dengan sekuens cetakan DNA spesifik
tidak diharapkan.23cDua set primer digunakan yang digunakan. Multiplex PCR dapat
pada 2 proses PCR secara berurutan. PCR dilakukan untuk deteksi dan identifikasi
reaksi pertama dengan satu pasang primer patogen penyebab infeksi campuran.23 Uji
mampu mengamplifikasi sekuens DNA yang mudah digunakan, sangat efisien biaya dan
lebih panjang namun mungkin saja fragmen waktu karena deteksi dan identifikasi terhadap
DNA yang dihasilkan ini tidak terlalu spesifik. beberapa patogen dilakukan bersamaan. Untuk
Sejumlah kecil produk PCR tahap pertama melakukan optimasi multiplex PCR diperlukan
digunakan sebagai template untuk PCR tahap waktu dan biaya yang lebih banyak. Mendisain
kedua dengan menggunakan campuran reagen primer untuk multiplex PCR lebih kompleks,
baru. Amplifikasi pada tahap kedua diharapkan karena primer yang digunakan harus
dapat mengatasi uji PCR yang tidak optimal mempunyai suhu melting yang sama dan
pada tahap pertama, sehingga dapat spesifik terhadap target masing-masing.
meningkatkan efisiensi dan kemampuan deteksi Dengan menggunakan lebih dari satu pasang
PCR. Kelebihan dari metode ini yaitu primer, uji multiplex PCR memberikan nilai
reamplifikasi produk nonspesifik PCR tahap sensitivitas dan spesifisitas yang lebih rendah
pertama dapat diminimalisasi karena daripada jenis PCR lain.22 Multiplex PCR dapat
penggunaan primer yang berbeda pada PCR digunakan untuk mendeteksi Treponema
tahap kedua. Penggunaan nested PCR sangat pallidum sekaligus mendeteksi patogen lain.
baik, namun membutuhkan pengetahuan dan Palmer dkk. 27 menggunakan metode multiplex
pengalaman terhadap sekuens DNA yang ingin PCR dengan gen target tpp47 untuk mendeteksi
diamplifikasi.23 Penggunaan nested PCR Treponema pallidum. Metode multiplex PCR
dengan gen target tpp47 untuk mendeteksi yang digunakan sekaligus mendeteksi
Treponema pallidum telah di publikasi tahun Haemophilus ducreyi dan virus Herpes Simplex
2005 oleh Koutznetsov dkk.26 dan berhasil (HSV). Sensitivitas PCR yang diperoleh
mendeteksi Treponema pallidum sebesar 80% sebesar 80% dan spesifisitas 98,6% pada
dari Peripheral Blood Mononuclear Cell spesimen apusan lesi pasien sifilis sekunder.
(PBMC) dan 83% dari serum pasien sifilis Berdasarkan studi meta analisis oleh Gayet-

90 J. Kedokt Meditek Volume 24, No. 68, Okt-Des 2018


Pemeriksaan Molekular Treponema pallidum

Ageron dkk.(28) multiplex PCR merupakan Daftar Pustaka


metode PCR yang paling banyak digunakan
untuk mendeteksi Treponema pallidum. 1. Turner AJL. Treponemes. In: Gillespie SH,
Hawkey PM, editors. Principles and
Multiplex Nested PCR practice of clinical bacteriology 2ed. UK:
John Wiley & Sons, Ltd; 2006. p. 503-10.
Multiplex nested PCR merupakan 2. STBP 2011 : Surveilans terpadu biologi
penggabungan nested PCR dengan multiplex perilaku. Jakarta: Kementerian Kesehatan
PCR. Metode PCR konvensional maupun Republik Indonesia Dirjen Pengendalian
kuantitatif dapat digunakan untuk multiplex Penyakit dan Penyehatan Lingkungan;
nested PCR. Pada multiplex nested PCR 2011.
diamplifikasi lebih dari satu sekuens DNA 3. Lukehart SA. Biology of treponemes.
dengan menggunakan gen target yang berbeda United State of America: Mc Graw Hill
atau gen target sama namun pada lokasi yang 2008.
berbeda secara bersamaan dengan dua kali 4. Sanchez MR. Sexually transmitted
reaksi PCR. Sensitivitas dan spesifisitas yang diseases. In: wolff K, Goldsmith LA, Katz
lebih rendah pada multiplex PCR dapat SI, Gilchrest BA, Pallen AS, Leffell DJ,
ditingkatkan dengan nested PCR. Burstain editors. Fitzpatrick's : Dermatology in
dkk.29 pada 2001 menggunakan metode General Medicine. Syphilis. 2. 7 ed. USA:
multiplex nested PCR untuk mendeteksi The McGraw-Hill Companies, Inc; 2008. p.
Treponema pallidum dan Haemophilus ducreyi 1955-77.
pada spesimen apusan lesi ulkus genital. 5. Fraser CM, Norris SJ, Weinstock GM,
Sensitivitas yang diperoleh Brustain dkk. White O, Sutton GG, Dodson R, et al.
mencapai 75% dengan spesifisitas 100% Complete genome sequence of Treponema
dengan gen target bmp. Gultom dkk.30 pallidum, the syphilis spirochete. Science.
mengembangkan multiplex nested PCR untuk 1998;281(375):375-88.
deteksi sekaligus identifikasi Treponema 6. LaFond RE, Lukehart SA. Biological basis
pallidum resisten azitromisin dengan gen target for syphilis. Clin Microbiol Rev.
23S rRNA. 2006;19(1):29-49.
7. Stamm LV. Global challenge of antibiotic-
Penutup resistant Treponema pallidum. Antimicrob
Agents Chemother. 2010;54(2):583-9.
Treponema pallidum adalah bakteri 8. Zobaníkova M, Mikolka P, Čejková D,
patogen yang sangat infeksius. Penyebaran Pospíšilová P, Chen L, Strouhal M, et al.
sifilis sangat cepat pada populasi berisiko. Complete genome sequence of Treponema
Pemeriksaan serologis sifilis dapat dengan pallidum strain DAL-1. Standards in
cepat dan mudah dilakukan untuk membantu Genomic Sciences. 2012;7:12-21.
menegakkan diagnosis dan juga untuk 9. Ho EL, Lukehart SA. Syphilis: using
keperluan skrining. Deteksi bakteri modern approaches to understand an old
menggunakan pemeriksaan molekular dapat disease. J Clin Invest 2011;121(12):4584-
dipertimbangkan untuk menggantikan 92.
pemeriksaan mikroskopik lapangan gelap. Pada 10. Tramont EC. Treponema pallidum
penggunaan PCR Treponema pallidum (syphilis). In: Bennett JE, Dolin R, Blaser
didapatkan spesifisitas sangat baik (100%). MJ, editors. Mandell, Douglas, and
Sensitivisitas PCR bervariasi untuk setiap gen Bennett's principles and practice of
target dan jenis spesimen yang digunakan. infectious diseases. 2. Philadelphia:
Sensitivisitas 83% didapatkan dari metode Elsevier Saunders; 2015. p. 3035-55.
nested PCR dengan spesimen serum dan 82% 11. Grange PA, Gressier L, Dion PL, Farhi D,
dari spesimen apusan lesi. Dari beberapa Benhaddou N, Gerhardt P, et al. Evaluation
metode PCR yang telah dikembangkan, of a PCR test for detection of Treponema
multiplex PCR banyak digunakan karena dapat pallidum in swabs and blood. J Clin
mendeteksi Treponema pallidum dan patogen Microbiol. 2012;50(3):546-52.
lain secara bersamaan. Pemeriksaan molekuler 12. Casal CAD, Silva MOd, Costa IB, Araújo
PCR yang masih perlu dikembangkan lebih EdC, Corvelo TCdO. Molecular detection
lanjut di Indonesia. of Treponema pallidum sp. pallidum in

J. Kedokt Meditek Volume 24, No. 68, Okt-Des 2018 91


Pemeriksaan Molekular Treponema pallidum

blood samples of VDRL-seroreactive 22. Joshi M, Deshpande J. Polymerase chain


women with lethal pregnancy outcomes: A reaction : methods, principles and
retrospective observational study in application IIJBR. 2010;1(5):81-97.
northern Brazil. Revista da Sociedade 23. Rahman M, Uddin M, Sultana R, Moue A,
Brasileira de Medicina Tropical Setu M. Polymerase Chain Reaction
2011;44(4):451-6. (PCR): A short review. AKKMMC J.
13. Mattei PL, Beachkofsky TM, Gilson RT, 2013;4(1):30-6.
Wisco OJ. Syphilis: A reemerging 24. Gayet-Agaron, Ninet B, Toutus-Trelllu L,
infection. am fam physician Lautenschlager S, Furrer H, Piguet V, et al.
2012;86(5):433-40. Assessment of a real-time PCR test to
14. Tipple C, Hanna MOF, Hill S, Daniel J, diagnose syphilis from diverse biological
Goldmeier D, McClure MO, et al. Getting samples. Sex Transm Infect.
the measure of syphilis: qPCR to better 2009;85(4):264-9.
understand early infection. Sex Transm 25. Cruz AR, Pillay A, Zuluaga AV, Ramirez
Infect. 2011;87(479):e485. LG, Duque JE, Aristizabal GE, et al.
15. Workowski KA, Bolan GA. Sexually Secondary syphilis in Cali, Colombia: new
transmitted diseases treatment guidelines, concepts in disease pathogenesis. PLoS
2015. Morbidity and Mortality Weekly Negl Trop Dis. 2010;4(5):e690.
Report. 2015:34-51. 26. Kouznetsov AV, Weisenseel P, Trommler
16. Martin IE, Tsang RSW, Sutherland K, P, Multhaup S, Prinz JC. Detection of the
Read PTR, Anderson B, Roy C, et al. 47-kilodalton membrane immunogen gene
Molecular characterization of syphilis in of Treponema pallidum in various tissue
patients in canada: azithromycin resistance sources of patients with syphilis. Diagn
and detection of Treponema pallidum DNA Microbiol Infect Dis. 2005;51(2):143-5.
in whole-blood samples versus ulcerative 27. Palmer HM, Higgins SP, Herring AJ,
swabs. J Clin Microbiol. 2009;47(6):1668- Kingston MA. Use of PCR in the diagnosis
73. of early syphilis in the United Kingdom.
17. Sato NS. Laboratorial diagnosis of syphilis. Sex Transm Infect. 2003;79:479-83.
Syphilis - recognition, description and 28. Gayet-Ageron A, Combescure C,
diagnosis. Croatia: INTECH; 2011. p. 87- Lautenschlager S, Ninet B, Perneger TV.
108. Comparison of the diagnostic accuracy of
18. Sparling PF, Swartz MN, Musher DM, polymerase chain reaction targeting the
Healy BP. Clinical Manifestations of 47kDa protein membrane gene of
Syphilis. Holmes KK, Sparling PF, Stamm Treponema pallidum or the DNA
WE, Piot P, Wasserheit JN, Corey L, et al., polymerase I gene: a systematic review and
editors: McGraw-Hill Companies, Inc; meta-analysis. J Clin Microbiol Accepted
2008. Manuscript Posted Online. 2015.
19. Uprety S, Vinay K, De D, Handa S, Saikia 29. Burstain JM, Grimprel E, Lukehart SA,
U. Hypopigmented patches on a young Norgard MV, Radolf JD. Sensitive
man. Clinical and Experimental detection of Treponema pallidum by using
Dermatology. 2016;41(1):100-2. the polymerase chain reaction. J Clin
20. Valones MAA, Guimarães RL, Brandão Microbiol. 1991;29(1):26-9.
LAC, Souza PREd, Carvalho AdAT, 30. Gultom D.A. RY, Efendi I., Indriatmi W.,
Crovela S. Principles and applications of Yasmon A. Detection and identification of
polymerase chain reaction in medical azithromycin resistance mutations on
diagnostic fields : a review Brazilian Treponema pallidum 23S rRNA gene by
Journal of Microbiology. 2009;40:1-11. nested multiplex polymerase chain
21. Effendi I, Rosana Y, Yasmon A, Indriatmi reaction. Med J Indones. 2017;26:90-6.
W. Multiplex nested polymerase chain
reaction for Treponema pallidum using
blood is more sensitive than using serum.
Universa Medicina. 2018;37(1):75.

92 J. Kedokt Meditek Volume 24, No. 68, Okt-Des 2018


Sifilis Pada Kehamilan

Hari Darmawan1*, Izazi Hari Purwoko1,2, Mutia Devi1,2

1
Departemen/Bagian Dermatologi dan Venereologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Sriwijaya, Palembang, Indonesia
2
Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Moh. Hoesin, Palembang, Indonesia
E-mail : dr.haridarmawan@yahoo.com

Abstrak

Sifilis adalah penyakit infeksi menular seksual disebabkan bakteri Treponema pallidum dapat ditularkan melalui
hubungan seksual, transfusi darah, dan vertikal dari ibu ke janin. Jika perempuan hamil menderita sifilis dapat terjadi
infeksi transplasenta ke janin sehingga menyebabkan keguguran, lahir prematur, berat badan lahir rendah, lahir mati,
atau sifilis kongenital. Diagnosis sifilis pada kehamilan ditegakkan berdasar anamnesis, manifestasi klinis, pemeriksaan
laboratorik, dan serologik. Skrining pada trimester pertama dengan tes non-treponema seperti rapid plasma reagin
(RPR) atau venereal disease research laboratory (VDRL) kombinasi dengan tes treponema seperti treponema pallidum
hemagglutination assay (TPHA) merupakan hal penting pada setiap perempuan hamil. Manifestasi klinis sifilis ke janin
bergantung pada usia kehamilan dan stadium sifilis maternal serta respons imun janin. Deteksi dini dan terapi adekuat
penting untuk mencegah transmisi infeksi sifilis dari ibu ke janin.

Kata kunci: Hamil, Kongenital, Sifilis

Abstract

Syphilis in Pregnancy. Syphilis is a sexually transmitted infection caused by bacterium Treponema pallidum which can
be transmitted through sexual intercourse, blood transfusion, and vertically from mother to fetus. If pregnant woman
suffers from syphilis, transplacental infection can occur to the fetus, causing abortion, prematurity, low birth weight,
stillbirth, or congenital syphilis. The diagnosis of syphilis in pregnancy is established based on history, clinical
manifestations, laboratory and serologic examination. Screening in the first trimester with non-treponema tests such
as rapid plasma reagin (RPR) or venereal disease research laboratory (VDRL) combined with a treponema test such as
the treponema pallidum hemagglutination assay (TPHA) is important for every pregnant woman. Clinical
manifestations of syphilis to the fetus depend by gestational age and stage of maternal syphilis also fetal immune
response. Early detection and adequate management are important to prevent the transmission of syphilis infection
from mother to fetus.

Keyword: Pregnancy, Congenital, Syphilis

73
Sriwijaya Journal of Medicine, Volume 3 No.1 2020, Hal 73-83, DOI: 10.32539/SJM.v3i1.70

1. Pendahuluan meningkat seiring usia gestasi. Jika seorang


Sifilis adalah penyakit infeksi menular perempuan hamil terinfeksi sifilis maka
seksual disebabkan bakteri Treponema kemungkinan 70-80% menularkan infeksi ke
pallidum (T. pallidum) bersifat kronis dan janin dan dapat menyebabkan keguguran,
sistemik yang dapat menyerang seluruh lahir prematur, berat badan lahir rendah,
organ tubuh.1,2 Sifilis dapat diklasifikasikan lahir mati, atau sifilis kongenital.3,4
menjadi sifilis didapat dan kongenital. Sifilis
didapat terdiri atas stadium primer, 2. Pembahasan
sekunder, dan tersier, serta periode laten 2.1. Epidemiologi
diantara stadium sekunder dan tersier. Sejak saat era ditemukan antibiotik,
Manifestasi klinis sifilis dapat terlihat jelas insiden sifilis sudah mulai berkurang.5
namun terdapat masa laten bersifat Namun, selama satu dekade terakhir angka
asimtomatik serta dapat ditularkan melalui kejadian sifilis mengalami peningkatan
hubungan seksual, transfusi darah, dan dengan insiden tertinggi pada populasi lelaki
vertikal dari ibu ke janin.3,4 homoseksual diikuti heteroseksual, pengguna
Insiden sifilis pada kehamilan menurut narkoba suntik, dan perempuan hamil.9
Center for Disease Control and Prevention Angka kejadian sifilis pada perempuan di
(CDC) di Amerika Serikat tahun 2015 sebesar Amerika Serikat tahun 2015 sebesar 1,8 kasus
1,8 kasus per 100.000 perempuan hamil.5 per 100.000 penduduk pada kelompok usia
Data dari Direktorat Jenderal Pengendalian reproduksi, yaitu antara usia 15-44 tahun.
dan Pencegahan Penyakit Menular Peningkatan ini dilaporkan terjadi di semua
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia wilayah dan pada semua ras maupun etnik.
(Dirjen P2P Kemenkes RI) terdapat 3.295 Insiden sifilis kongenital di Amerika Serikat
perempuan dengan diagnosis sifilis pada tahun 2015 juga meningkat sebesar 27,5%
kehamilan dari 39.660 perempuan hamil yang dibanding tahun 2014, yaitu sebesar 11,6
melakukan skrining saat antenatal care (ANC) kasus per 100.000 bayi lahir hidup.5
di Indonesia tahun 2017.6 Tercatat 2 pasien Menurut Dirjen P2P Kemenkes RI
dengan diagnosis sifilis pada kehamilan dan 1 terdapat 3.295 perempuan dengan diagnosis
pasien sifilis kongenital di RS Dr. Moh Hoesin sifilis pada kehamilan dari 39.660 perempuan
Palembang dalam 3 bulan terakhir (Data hamil yang melakukan skrining saat ANC di
Rekam Medik Rawat Jalan & Rawat Inap DV- Indonesia tahun 2017. Jumlah ini menurun
OBGIN-IKA RSMH Januari-Maret 2019). dibanding tahun 2016 dimana terdapat 4.169
Manifestasi klinis sifilis pada perempuan perempuan hamil dengan infeksi sifilis.5
hamil dan tidak hamil tidak berbeda. Pada Faktor risiko penularan sifilis pada kehamilan
perempuan seringkali tidak terdeteksi karena meliputi usia muda, etnik keturunan Afrika-
gejala asimtomatik dan berada di lokasi Hispanik, status sosial ekonomi dan
tersembunyi. Sifilis pada kehamilan dapat pendidikan rendah, tidak memperoleh
ditularkan dari ibu ke janin saat stadium perawatan antenatal adekuat, prostitusi serta
primer, sekunder, dan laten.7,8 Bakteri T. penyalahgunaan obat terlarang.9,10
pallidum dapat melewati plasenta sejak usia
gestasi 10-12 pekan dan risiko infeksi janin

74
Sriwijaya Journal of Medicine, Volume 3 No.1 2020, Hal 73-83, DOI: 10.32539/SJM.v3i1.70

2.2. Etiopatogenesis memiliki respons imun cukup untuk


Patogenesis infeksi sifilis pada ibu dan merespons keberadaan bakteri T. pallidum.1-3
janin melibatkan sistem imun alami dan Penelitian eksperimental biomolekular
adaptif.1 Sebagai respons pertahanan tubuh menunjukkan infiltrasi sel T terjadi setelah
terhadap komponen patogen, sel epitel yang hari ke-3 infeksi dan terus bertambah seiring
merupakan sawar fisik dapat terpicu dengan meningkatnya jumlah T. pallidum
memproduksi sitokin proinflamasi dan dalam tubuh.4 Makrofag kemudian akan
kemokin. Hal ini berfungsi untuk menginfiltrasi dan jumlah bakteri treponema
kemoatraktan antigen presenting cells (APC) dalam jaringan akan terus menurun signifikan
dan ekspresi toll-like receptor (TLR) sehingga (bacterial clearance). Penurunan jumlah
memperkuat sinyal proinflamasi tubuh.2,3 bakteri signifikan setelah infiltrasi
Berbeda dengan bakteri gram negatif dihubungkan dengan kemampuan makrofag
lain, T. pallidum tidak mengandung banyak untuk fagositosis dan opsonisasi bakteri
lipopolisakarida (LPS) sehingga tidak mampu T. pallidum. Hal ini menunjukkan bahwa
mengaktifasi sel melalui toll-like receptor 4 komponen utama dari bacterial clearance
(TLR4). Penelitian menunjukkan kandungan dan fase resolusi adalah fagositosis makrofag
lipid pada lipoprotein treponema bertindak terhadap bakteri treponema.2
untuk aktifasi sel melalui heterodimer Respons imun humoral dimulai dari
TLR1/TLR2. Karena lipoprotein tersebut tidak pembentukan antibodi IgM sekitar 2 minggu
berada di permukaan sel T. pallidum, sistem setelah infeksi diikuti antibodi IgG 2 minggu
imun tubuh tidak mampu mendeteksi setelah IgM dibentuk. Antibodi IgM selain IgG
keberadaan bakteri tersebut dan terus diproduksi selama proses infeksi dan
memberikan kesempatan bagi T. pallidum menyebabkan pembentukan formasi
untuk mereplikasi diri dan diseminasi.1,2 kompleks imun. Titer antibodi mencapai
Sifilis merupakan penyakit dengan puncak saat terjadi infeksi diseminata, yaitu
manifestasi klinis lebih disebabkan oleh ketika stadium sifilis sekunder.1
respons imunologik dan inflamasi dibanding T. pallidum subsp. pallidum merupakan
efek sitotoksik langsung dari T. pallidum itu satu-satunya subspesies treponema patogen
sendiri. Penelitian membuktikan perlu jumlah yang dapat melintasi sirkulasi plasenta dari
bakteri dalam jumlah cukup besar di dalam ibu ke janin.1 Penelitian biomolekular sel
sel untuk menimbulkan efek langsung endotel vena umbilikus manusia telah
sitotoksisitas T.pallidum dan bakteri ini tidak membuktikan T. pallidum menembus sel
mengekspresikan toksin di dalam tubuh endotel melalui intercellular junction
manusia.2,3 Indurasi pada lesi primer (ulkus plasenta. Temuan biomolekular ini didukung
durum) disebabkan infilitrasi sel limfosit dan penelitian histopatologik yang menemukan
makrofag dalam jumlah cukup besar. perubahan khas plasenta terhadap invasi
Destruksi jaringan disebabkan oleh proliferasi spirokaeta di plasenta sebagai rute utama
endotel di pembuluh darah kapiler dan oklusi penularan dari ibu ke janin. Pendapat lain
lumen menyebabkan nekrosis jaringan lokal.3 mengemukakan T. pallidum dapat terlebih
Hal ini mirip pada sifilis kongenital, dimana dahulu melintasi membran janin dan
efek pada janin tidak terlihat sampai janin
75
Sriwijaya Journal of Medicine, Volume 3 No.1 2020, Hal 73-83, DOI: 10.32539/SJM.v3i1.70

menginfeksi cairan ketuban sehingga memperoleh akses ke kompartemen janin di


memperoleh akses ke sirkulasi janin.3 awal kehamilan asal janin memiliki respons
Sifilis kongenital terjadi karena infeksi T. imun cukup untuk merespons keberadaan
pallidum melalui transplasenta sehingga bakteri T. pallidum.3,4
menginvasi sistem retikuloendotelial janin Tidak semua neonatus yang lahir dari ibu
dan menyebabkan spirokaetamia terinfeksi sifilis akan mengalami sifilis
(penyebaran diseminata).10 Organisme masuk kongenital. Risiko sifilis kongenital
hematogen kemudian menginvasi organ lain berhubungan langsung dengan stadium sifilis
seperti kulit, membran mukosa, tulang, dan maternal selama kehamilan dan durasi
sistem saraf pusat. Bakteri T. pallidum akan paparan janin dalam rahim. Risiko lebih tinggi
melekat pada sel endotel sehingga terjadi terjadi selama stadium awal infeksi.3 Infeksi T.
destruksi dan nekrosis jaringan lokal akibat pallidum sangat tinggi selama 4 tahun
proliferasi endotel kapiler dan oklusi lumen pertama setelah terinfeksi dan kemudian
pembuluh darah (Gambar 1).11 Keterlibatan menurun selama stadium sifilis akhir.
infeksi awal janin dimulai dengan keterlibatan Perempuan hamil dengan infeksi sifilis awal
plasenta dan berlanjut menjadi disfungsi hati, (primer dan sekunder) yang tidak
infeksi cairan ketuban, kelainan hematologik, mendapatkan pengobatan adekuat
dan gagal organ pada stadium lanjut.4 menularkan infeksi ke janin sebesar 50-60%
sedangkan pada infeksi lanjut (laten atau
tersier) sebesar 10-20%.7 Bakteri Treponema
pallidum dapat melewati plasenta sejak usia
gestasi 10-12 pekan dan risiko infeksi janin
meningkat seiring usia gestasi.3,4
Infeksi sifilis dapat terjadi transplasenta
selama kehamilan atau pada waktu kelahiran
melalui kontak bayi baru lahir dengan lesi
genital. Laktasi tidak dapat menularkan
infeksi ke janin kecuali terdapat lesi di
Gambar 1. Transmisi sifilis dalam kehamilan11
payudara.3 Saat ini diyakini bahwa transmisi
Awalnya, teori mengatakan penularan sifilis dari ibu hamil ke janin dapat terjadi
sifilis ibu hamil ke janin tidak akan terjadi sampai janin memiliki respons imun cukup,
sebelum usia kehamilan 18 pekan.4 Namun, yaitu pada trimester pertama dengan risiko
teori ini disangkal oleh beberapa penelitian infeksi janin meningkat seiring usia
mikroskopik elektron dengan menemukan T. gestasi.1,3,4
pallidum pada pewarnaan perak dan teknik Sifilis pada kehamilan yang tidak
imunofluoresen dari lapisan sel Langerhans mendapat terapi adekuat menyebabkan
janin yang mengalami abortus spontan pada keguguran, lahir prematur, berat badan lahir
kehamilan 9-10 pekan. Penelitian lain rendah, lahir mati, atau sifilis kongenital.3,4
menemukan spirokaeta dalam cairan ketuban Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan,
pada usia kehamilan 16 pekan. Hal ini para ahli melaporkan bahwa ada dua
membuktikan bahwa T. pallidum dapat skenario untuk menilai risiko janin terhadap
76
Sriwijaya Journal of Medicine, Volume 3 No.1 2020, Hal 73-83, DOI: 10.32539/SJM.v3i1.70

sifilis kongenital. Pertama, terjadi ketika berkembang menjadi sifilis stadium sekunder
seorang perempuan terinfeksi sifilis (penyebaran hematogen).7 Lesi sifilis
kemudian hamil, atau kedua terjadi infeksi sekunder berupa makulopapular eritematosa
sifilis ketika perempuan tersebut sudah dengan diameter 0,5-1 cm tidak disertai gatal
hamil. Keadaan kedua cenderung terkait pada tubuh dan ekstremitas disebut sebagai
dengan dampak lebih buruk dikaitkan dengan roseola sifilitika (Gambar 3). Gejala ruam ini
spirokaetamia sehingga kemungkinan umum ditemukan di wajah, telapak tangan
1,4,5
penularan ke janin lebih tinggi. dan kaki serta kulit kepala.11

2.3. Manifestasi klinis


Manifestasi klinis sifilis perempuan hamil
dan tidak hamil tidak berbeda. Setiap stadium
sifilis maternal dapat menularkan ke janin
berbanding lurus dengan jumlah spirochaeta
T. pallidum. Masa inkubasi dapat berlangsung
selama 3-12 pekan.1
Sifilis primer ditegakkan dengan Gambar 2. Ulkus durum dengan dasar eritematosa
ditemukan ulkus durum, yaitu ulkus sebagian dan tepi indurasi4
besar soliter dengan bentuk bulat atau sedikit
oval, permukaan bersih, tepi indurasi, dan
tidak nyeri (Gambar 2).2,4 Pada perempuan
seringkali tidak terdeteksi karena berada di
lokasi tersembunyi seperti serviks, vagina,
labia, dan perineum. Ulkus dan nekrosis
jaringan terjadi akibat proliferasi endotel
kapiler dan oklusi lumen pembuluh darah.
Kompleks imun tubuh terutama infilitrasi sel
limfosit dan makrofag terhadap antigen
lipopolisakarida T. pallidum akan beredar ke
sistem limfatik dan mengakibatkan
Gambar 3. Roseola sifilitika pada sifilis sekunder1
limfadenopati regional. Dalam waktu 3-8
pekan, ulkus sembuh menunjukkan T.
Kisaran 10-20% lesi papul eritematosa di
pallidum hilang lokal.1,10
daerah lipatan lembab akan berkembang
Stadium sekunder umum terjadi 4-8
menjadi kondilomata lata yang sangat
pekan sesudah lesi primer hilang dan
infeksius berupa plak vegetasi granulomatosa
berlangsung selama beberapa pekan atau
(Gambar 4). Kondilomata lata umum dijumpai
bulan. Sifilis sekunder terjadi akibat
di daerah genital, namun dapat pula di
multiplikasi dan penyebaran T. pallidum ke
daerah lipatan lembab lain (antara jari tangan
seluruh tubuh. Bakteri menginvasi sistem
dan jari kaki, aksila, serta daerah umbilikus).
retikuloendotelial dan menyebar sistemik ke
Lesi ini dapat juga ditemukan di daerah
berbagai jaringan dan organ kemudian
berdekatan dengan lesi primer, kemungkinan
77
Sriwijaya Journal of Medicine, Volume 3 No.1 2020, Hal 73-83, DOI: 10.32539/SJM.v3i1.70

akibat penyebaran langsung treponema dari janin sehingga menyebabkan keguguran, lahir
lesi primer (ulkus durum).1,4 prematur, berat badan lahir rendah, lahir
Sifilis laten terjadi sesudah sifilis mati, atau sifilis kongenital.3,20 Kisaran 2/3
sekunder. Seseorang dikatakan menderita kehamilan dengan sifilis memberikan gejala
sifilis laten bila terdapat riwayat serologik asimtomatik, namun infeksi tetap ada dan
sifilis, belum pernah diobati, dan tidak dapat menimbulkan manifestasi segera
menunjukkan manifestasi klinis.12-15 Sifilis setelah bayi lahir atau bertahun-tahun
laten dini berjalan terus menjadi sifilis laten kemudian setelah lahir.21
lanjut. Fase ini tetap tidak menunjukkan Sifilis kongenital merupakan infeksi
manifestasi klinis, namun tes serologik dengan melibatkan banyak organ dan
nontreponema perlahan menurun dan dapat mengakibatkan gangguan neurologik,
ditemukan dengan kadar sangat rendah pertumbuhan tulang, sampai kematian janin.
sampai negatif. Stadium laten lanjut mulai 1 Manifestasi klinis sifilis kongenital bergantung
tahun setelah terinfeksi atau bila durasi pada usia kehamilan dan stadium sifilis
infeksi tidak diketahui.16 Pada sifilis laten maternal serta respons imun janin. Sifilis
lanjut tidak lagi menular melalui kontak kongenital dibagi menjadi sifilis kongenital
seksual, namun tetap dapat ditularkan dini dan lanjut.3,22 Pada sifilis kongenital dini,
transplasenta dari perempuan hamil ke janin. gejala timbul dalam 2 tahun pertama
Terdapat kemungkinan 20-30% pasien sedangkan pada lanjut gejala timbul hingga 2
dengan sifilis laten lanjut berkembang dekade pertama.7
menjadi sifilis tersier dalam waktu 3-10 Manifestasi klinis sifilis kongenital dini
tahun.17,18 dapat berupa hepatosplenomegali (70%), lesi
kulit (70%), demam (40%), neurosifilis (20%),
pneumonitis (20%), serta limpadenopati
generalisata.22 Lesi kulit ditandai dengan
vesikel, bula atau ruam kulit berwarna merah
tembaga pada telapak tangan, telapak kaki,
sekitar hidung, dan mulut. Dapat terjadi
gangguan pertumbuhan, lesi pada selaput
lendir hidung dan faring, meningitis,
osteokondritis pada tulang panjang hingga
Gambar 4. Kondilomata lata3
mengakibatkan pseudoparalisis.23
Saat ini sudah jarang dijumpai sifilis Manifestasi klinis sifilis kongenital lanjut
tersier yang mengenai kulit, kardiovaskular dapat berupa keratitis interstisialis, gigi
dan sususan saraf pusat dibanding periode Hutchinson, gigi mulberry, gangguan nervus
praantibiotik. Sifilis tersier terjadi dalam VIII sehingga mengakibatkan tuli, neurosifilis,
berbagai sindrom klinis terdiri dari 3 skeloris pada tulang menyerupai pedang
kelompok utama, yaitu neurosifilis, sifilis (saber sign), perforasi palatum durum dan
kardiovaskular, dan sifilis jinak lanjut.19,20 septum nasi akibat destruksi dari gumma
Jika seorang perempuan hamil menderita (saddle nose), penonjolan tulang frontal,
sifilis dapat terjadi infeksi transplasenta ke fisura di sekitar rongga mulut dan hidung
78
Sriwijaya Journal of Medicine, Volume 3 No.1 2020, Hal 73-83, DOI: 10.32539/SJM.v3i1.70

disertai ragaden (sifilis rinitis infantil)22,23 harus diperiksa serologik sifilis.11 Sampai saat
(Gambar 5). Stigmata atau deformitas yang ini tidak ada pemeriksaan serologik yang
terjadi akan menetap selama kehidupan dapat membedakan infeksi T. pallidum
sehingga tidak dapat diobati.22 dengan treponema lain.11
Perempuan hamil dengan tes serologik
sifilis positif harus dianggap terinfeksi dan
mendapatkan terapi, kecuali bila riwayat
pengobatan tercatat dengan jelas dan titer
antibodi menunjukkan penurunan adekuat,
rendah atau dinyatakan stabil.12,13 Titer tes
nontreponema perempuan hamil terutama
≥1:8 dapat menjadi petanda infeksi dini dan
bakteremia. Perempuan hamil dengan
Gambar 5. Manifestasi klinis sifilis kongentital1 kenaikan titer antibodi mengindikasikan gagal
terapi atau terjadi infeksi ulang.14,15
2.4. Diagnosis Anamnesis pada kedua orang tua
Diagnosis ditegakkan berdasar anamnesis dilakukan dengan menanyakan hal-hal yang
lengkap termasuk riwayat seksual, berhubungan dengan risiko infeksi sifilis,
manifestasi klinis, dan pemeriksaan seperti koitus suspektus, riwayat transfusi
penunjang laboratorik maupun serologik. darah pada ibu, dan riwayat infeksi menular
Pemeriksaan langsung untuk melihat bakteri sebelumnya. Jika ibu terdapat riwayat sifilis
T. pallidum menggunakan mikroskop perlu ditanyakan riwayat terapi apakah sudah
lapangan gelap merupakan tes paling sensitif adekuat atau tidak.22,23
dan spesifik ketika terdapat ulkus durum dan Semua bayi seroreaktif (atau bayi dengan
kondilomata lata. Spesimen diperoleh dari ibu seroreaktif pada saat melahirkan) harus
lesi ulkus kulit dan mukosa erosif. Saat ini dilakukan pemeriksaan fisik dan tes serologik
telah dikembangkan metode polymerase setiap 3 bulan sampai tes menjadi nonreaktif
chain reaction (PCR) dan nucleic acid atau titer menurun 4 kali lipat.21 Titer
amplification test (NAAT) untuk deteksi nontreponema akan menurun pada umur 3
bakteri spirokaeta menggunakan cairan yang bulan dan menjadi nonreaktif pada umur 6
diambil dari lesi kulit, darah atau cairan bulan jika bayi tidak terinfeksi sifilis
serebrospinal.7. kongenital (jika hasil tes reaktif disebabkan
Semua perempuan hamil harus dilakukan oleh transfer pasif antibodi dari ibu melalui
pemeriksaan serologik sifilis pada awal plasenta) atau terinfeksi sifilis kongenital
kehamilan.3 Skrining dapat dilakukan pada tetapi telah mendapat terapi adekuat.24
kunjungan antenatal pertama. Populasi Diagnosis sifilis kongenital sulit
perempuan risiko tinggi, tes serologik dapat diinterpretasi karena antibodi IgG
dilakukan 2 kali dalam trimester ketiga, sekali nontreponema dan treponema ibu dapat
pada kehamilan 28-32 minggu, dan sekali saat melewati plasenta dan sampai ke janin.
melahirkan. Perempuan dengan riwayat Melakukan tes treponema (TPHA atau FTA-
kematian janin sesudah kehamilan 20 minggu Abs) pada serum neonatus tidak dianjurkan
79
Sriwijaya Journal of Medicine, Volume 3 No.1 2020, Hal 73-83, DOI: 10.32539/SJM.v3i1.70

karena dapat menimbulkan kesalahan unit dosis tunggal untuk sifilis stadium
interpretasi.3 Semua neonatus yang lahir dari primer, sekunder, dan laten dini sedangkan
ibu dengan hasil nontreponema dan dosis diulang 1 minggu kemudian selama 3
treponema reaktif harus dievaluasi dengan minggu (total 7,2 juta unit) untuk sifilis laten
tes serologik nontreponema (RPR atau lanjut, tersier, atau tidak diketahui riwayat
VDRL).12 infeksi sebelumnya.6,12 Kadar treponemasid
Tes treponema sebaiknya tidak antibiotik harus dicapai dalam serum dengan
digunakan untuk evaluasi respons durasi 7-10 hari agar mencakup masa
pengobatan karena dapat tetap positif replikasi yang berlangsung selama 30-33 jam.
walaupun telah mendapat terapi adekuat. Sampai saat ini belum ada laporan mengenai
Antibodi ibu yang ditransfer melalui plasenta bakteri T. pallidum resisten terhadap
masih ada sampai bayi berumur 15 bulan. Tes penisilin.12
treponema reaktif setelah 18 bulan adalah Alergi penisilin dilaporkan terjadi pada 5-
diagnostik untuk sifilis kongenital.23 Jika tes 10% perempuan hamil.17 Pada perempuan
nontreponema nonreaktif pada saat ini, tidak hamil dengan sifilis, penggunaan antibiotik
diperlukan pengobatan maupun evaluasi, lain tidak direkomendasikan. Beberapa
namun jika reaktif maka anak diobati sebagai antibiotik lain telah dievaluasi untuk terapi
sifilis kongenital dan dilakukan evaluasi lagi.22 sifilis seperti doksisiklin (level of evidence and
Evaluasi ultrasonography (USG) dapat strength of recommendation 3B) dan
dilakukan pada usia gestasi > 20 pekan untuk eritromisin (level of evidence and strength of
melihat tanda sifilis kongenital seperti recommendation 5D). Doksisiklin
hepatomegali, penebalan plasenta, kontraindikasi untuk perempuan hamil
hidramnion, asites, hidrops fetalis, dan sedangkan eritromisin kurang efektif karena
peningkatan arteri serebri media.16 tidak dapat menembus sawar darah
Gambaran histopatologik dasar sifilis plasenta.8
kongenital adalah obliteratif endarteritis yang Terapi rekomendasikan pada perempuan
terdiri dari infiltrat sel mononuklear dan hamil dengan alergi penisilin adalah
plasma di sekitar pembuluh darah dengan desensitisasi penisilin. Desensitisasi penisilin
hiperplasia intima dan sel endotel.2,3 merupakan prosedur dimana pasien
dipaparkan penisilin dengan dosis bertahap
2.5 Tatalaksana hingga mencapai dosis efektif. Setelah itu
Terapi adekuat untuk perempuan hamil pasien diberikan terapi penisilin yang
dengan infeksi sifilis penting untuk mengobati sesuai.17,18 Prosedur desensitisasi harus
infeksi pada ibu, mencegah penularan ke dilakukan oleh tenaga kesehatan terlatih
janin, dan menangani sifilis yang telah terjadi dengan ketersediaan alat untuk menangani
ke janin.7 Antibiotik penisilin benzatin G (level reaksi anafilatik.19
of evidence and strength of recommendation Terapi sifilis pada perempuan hamil
1A) merupakan terapi pilihan utama untuk dapat memicu reaksi Jarisch-Herxheimer.
sifilis pada kehamilan. Terapi menurut CDC Reaksi ini merupakan reaksi febris akut
dan Dirjen P2P Kemenkes RI adalah injeksi disertai nyeri kepala, atralgia, dan mialgia.
intramuskular penisilin benzatin G 2,4 juta Gejala ini terjadi akibat pelepasan
80
Sriwijaya Journal of Medicine, Volume 3 No.1 2020, Hal 73-83, DOI: 10.32539/SJM.v3i1.70

No. Diagnosis Tatalaksana


1 Bayi pasti menderita sifilis kongenital, dengan ditemukan • Penisilin kristal G dalam akua
: 100.000 – 150.000 unit/kgBB/hari,
• Pemeriksaan fisik abnormal menunjang ke arah sifilis diberikan 50.000 unit/kgBB/dosis
kongenital, IV setiap 12 jam selama 7 hari
• Titer tes nontreponema kuantitatif serum > 4 kali pertama dan dilanjutkan setiap 8
titer ibu, jam mulai hari ke-8 sampai total 10
• Ditemukan T. pallidum dengan mikroskop lapangan hari atau
gelap atau imunofluoresen pada cairan tubuh. • Penisilin prokain G 50.000
unit/kgBB/dosis IM dosis tunggal
selama 10 hari.
2. Bayi dengan pemeriksaan fisik normal dan titer tes • Penisilin kristal G dalam akua
nontreponema kuantitatif serum < 4 kali titer ibu dan : 100.000 – 150.000 unit/kgBB/hari,
• Ibu tidak diobati, diobati tapi tidak adekuat atau diberikan 50.000 unit/kgBB/dosis
pengobatan yang diberikan tidak tercatat, IV setiap 12 jam selama 7 hari
• Ibu diobati dengan eritromisin atau rejimen pertama dan dilanjutkan setiap 8
nonpenisilin, jam mulai hari ke-8 sampai total 10
• Ibu mendapat pengobatan < 4 minggu sebelum hari atau
melahirkan, • Penisilin prokain G 50.000
• Ibu dengan sifilis dini dan mempunyai titer unit/kgBB/dosis IM dosis tunggal
nontreponema tidak turun sampai 4 kali dari titer selama 10 hari atau
awal atau meningkat 4 kali. • Penisilin benzatin G 50.000
unit/kgBB/dosis IM dosis tunggal.
3 Bayi dengan pemeriksaan fisik normal dan titer • Penisilin benzatin G 50.000
nontreponemal serum < 4 kali titer ibu dan : unit/kgBB/dosis IM dosis tunggal.
• Ibu diobati selama kehamilan, pengobatan sesuai
dengan tingkat penyakit, dan pengobatan diberikan >
4 minggu sebelum melahirkan,
• Titer nontreponema ibu menurun 4 kali lipat setelah
pengobatan yang sesuai untuk sifilis dini atau tetap
stabil dan rendah untuk sifilis lanjut,
• Tidak terjadi reinfeksi atau relaps.
4 Bayi dengan pemeriksaan fisik normal dan titer • Pada keadaan ini tidak diperlukan
nontreponema serum < 4 kali titer ibu dan : pengobatan dan evaluasi.
• Ibu diobati adekuat sebelum kehamilan
• Titer nontreponema ibu tetap rendah dan stabil
sebelum, selama kehamilan dan pada saat melahirkan
(VDRL/RPR ≤ 1:4 atau 1:2)

Tabel 1. Panduan tatalaksana bayi lahir dari ibu terinfeksi sifilis

81
Sriwijaya Journal of Medicine, Volume 3 No.1 2020, Hal 73-83, DOI: 10.32539/SJM.v3i1.70

liposakarida treponema dari spirokaeta mati. mencegah transmisi infeksi sifilis dari ibu ke
Umum reaksi mulai muncul 1-2 jam setelah janin.
terapi, mencapai puncak pada 8 jam dan
berkurang dalam 24-48 jam.17 Reaksi ini Daftar Pustaka
dapat memicu kontraksi uterus, kelahiran 1. Katz KA. Syphilis. In: Goldsmith LA., Katz SI,
prematur, dan gangguan denyut jantung Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ, Wolff K, eds.
janin, namun risiko terjadi reaksi Jarisch- Fitzpatrick’s Dermatology In General
th
Herxheimer bukan merupakan kontraindikasi Medicine. 8 ed. New York: McGraw-Hill
Medical; 2012. p. 2471-92.
pemberian penisilin pada perempuan hamil.
2. Lukehart SA. Biology of treponemes. In:
Hampir seluruh kejadian ini dapat ditangani
Holmes KK, Sparling PF, Stamm WE, Piot P,
dengan edukasi kepada pasien dan terapi Wasserheit JN, Corey L, et al. Sexually
suportif.19 transmitted disease. 4th edition. New York:
Evaluasi titer serologik antibodi McGraw-Hill; 2008. p. 647-59.
nontreponema harus dilakukan dalam 1, 3, 6, 3. Shafi T, Radolf JD, Sanchez PJ, Schulz KF,
12, dan 24 bulan setelah terapi. Jika terapi Murphy FK. Congenital syphilis. In: Holmes
efektif, maka diharapkan titer serologik KK, Sparling PF, Stamm WE, Piot P,
nontreponema berkurang 4 kali lipat dalam 6- Wasserheit JN, Corey L, et al. Sexually
12 bulan paska terapi dan menjadi nonreaktif transmitted disease. 4th edition. New York:
dalam 12-24 bulan.8 Titer nontreponema McGraw-Hill; 2008. p. 1577-1613.
4. Williams JW. Sexually transmitted infection.
meningkat hingga 4 kali lipat atau tidak
In Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL,
berkurang menunjukan gagal terapi atau
Dashe JS, Hoffman BL, Casey BM, et al.
reinfeksi, namun titer nontreponema dapat Williams obstetrics. 25th ed. New York:
menurun sangat lambat pada pasien yang McGraw-Hill Medical; 2018. p. 1967-73.
pernah diterapi sebelumnya. 9-11 5. Newman L, Kamn M, Hawkes S, Gomez G, Say
WHO dan CDC telah mengeluarkan L, Seuc A, et al. Global estimates of syphilis in
panduan pengobatan (Tabel 1)12 pada bayi pregnancy and associated adverse outcomes:
baru lahir dengan diagnosis sifilis kongenital. analysis of multinational antenatal
Pada bayi dengan riwayat alergi penisilin surveillance data. Plos Med. 2016; 10(2): 1-
tetap diobati dengan penisilin dengan 10.
melakukan desensitisasi terlebih dahulu.24 6. Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 52 Tahun 2017 tentang
Eliminasi Human Immunodeficiency Virus,
3. Kesimpulan
Sifilis, dan Hepatitis B dari Ibu ke Anak. 2017.
Sifilis pada kehamilan dapat 7. Indriatmi W. Sifilis. In: Daili SF, Nilasari H,
menyebabkan keguguran, lahir prematur, Indriatmi W, Zubier F, Romawi R, Pudjiati SR.
berat badan lahir rendah, lahir mati, atau Infeksi menular seksual. 5th edition. Jakarta:
sifilis kongenital. Skrining pada trimester FKUI; 2017. p. 103-50.
pertama dengan tes nontreponema 8. Widaty S, Soebono H, Nilasari H, Listiawan
kombinasi dengan tes treponema merupakan MY, Siswati AS, Rosita C, et al. Sifilis. In:
hal penting pada setiap perempuan hamil. Panduan Praktik Klinis. Jakarta: Perdoski;
Deteksi dini dan terapi adekuat penting untuk 2017. p. 372-4.

82
Sriwijaya Journal of Medicine, Volume 3 No.1 2020, Hal 73-83, DOI: 10.32539/SJM.v3i1.70

9. Tsimis ME, Sheffield JS. Update on syphilis in fetal health. Am J Obstet Gynecol. 2017;
pregnancy. Birth Defect Research. 2017; 109: 216(4): 352-63.
347-52. 22. Walker GJ, Walker DG. Congenital syphilis: a
10. Santis MD, Luca CD, Mappa I, Spagnuolo T, continuing syphilis but neglected problem.
Licameli A, Straface G, et al. Syphilis infection Semin Fetal Neonat Med. 2007; 12: 198-206.
during pregnancy: fetal risks and clinical 23. Sheffield JS, Sanchez PJ, Morris G, Maberry
management. Inf Dis Obstet Gynecol. 2012; 5: M, Zeray F. Congenital syphilis after maternal
1-5. treatment for syphilis during pregnancy. Am J
11. Genc M, Ledger W. Syphilis in pregnancy. Sex Obstet Gynecol. 2002; 186: 569-73.
Trans Inf. 2000; 76: 73-9. 24. Goldenberg RL, Culhane JF, Johnson DC.
12. WHO Guideline on Syphilis Screening and Maternal infection and adverse fetal and
Treatment for Pregnant Women. 2017 neonatal outcomes. Clin Perinatol. 2005; 32:
13. Hawkes S, Matin N, Broutet N, Low N. 523-9.
Effectiveness of interventions to improve
screening for syphilis in pregnancy: a
systematic review and meta analysis. Lancet
Infection. 2011; 11: 684-91
14. Wendel GD, Sheffield JS, Hollier LM, Hill JB,
Ramsey PS, Snachex PJ. Treatment of syphilis
in pregnancy and prevention of congenital
syphilis. Clin In Dis. 2002; 35(2):200-9
15. Augusto BC, Moraes RB, Alvaro GR, Olivera
MB, Olivera BJ, Flavio FA. Syphilis during
pregnancy: a study of 879.831 pregnant
women in Brazil. Epid J Sur. 2016; 6(5): 1-6.
16. Pasquini L, Malosso ER, Cordioso A, Trotta M,
Tomasso M. Latent syphilis infection in
pregnancy: an ultrasound diagnosed case of
penicillin treatment failure. Case Rep Obstet
Gynecol. 2018; 8: 1-3.
17. Wahab AA, Ali UK, Mohammad M, Madiana E,
Rahman MM. Syphilis pregnancy. Pak J Med
Sci 2015; 31(1): 217-9.
18. Jin J. Screening for syphilis in pregnant
women. J Am Med Ass. 2018; 320(9): 1-2.
19. Queensland Clinical Guidelines Maternity and
Neonatal: Syphilis in Pregnancy. 2018
20. Magalhaes M, Basto L, Areia AL, Franco S,
Malheiro ME, Afonso M, et al. Syphilis in
pregnancy and congenital syphilis: reality in a
Portuguese central university. Rev Bras
Ginecol Obstet. 2017; 39: 265-72.
21. Rac M, Revell PA, Eppes CS. Syphilis during
pregnancy: a preventable threat to maternal-

83
TINJAUAN PUSTAKA

Terapi Sifilis Terkini


Ummi Rinandari, Endra Yustin Ellista Sari
Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin, Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret/ RSUD Dr. Moewardi, Surakarta,
Indonesia

Abstrak
Sifilis adalah penyakit menular seksual yang disebabkan oleh infeksi bakteri Treponema pallidum. Penularan sifilis biasanya melalui kontak seksual
dengan pasangan terinfeksi, kontak langsung dengan lesi terinfeksi, transfusi, dan jarum suntik. Sifilis dapat disembuhkan pada tahap awal
infeksi, tetapi apabila tidak mendapat pengobatan adekuat dapat menjadi infeksi sistemik dan berlanjut ke fase laten. Pengobatan sifilis yang
efisien sangat penting untuk mengontrol sifilis secara efektif.

Kata kunci: Penyakit menular seksual, sifilis, terapi

Abstract
Syphilis is a sexually transmitted disease caused by a bacterial infection, Treponema pallidum. Transmission of syphilis is usually through sexual
contact with an infected partner, direct contact with infected lesions, transfusions, and injection needles. Syphilis can be cured in the early
stages of infection, but if it is not given adequate treatment it can become a systemic infection and progress to the latent phase. Efficient syphilis
treatment is essential to control syphilis effectively. Ummi Rinandari, Endra Yustin Ellista Sari. Current Syphilis Therapy.

Keywords: Sexually transmitted disease, syphilis, therapy

PENDAHULUAN seksual dengan pasangan terinfeksi, kontak antibiotik yang paling efektif, apabila
Sifilis adalah penyakit menular seksual yang langsung dengan lesi terinfeksi, transfusi, regimen pengobatan lini pertama tidak dapat
disebabkan oleh infeksi bakteri Treponema dan jarum suntik. Sifilis juga meningkatkan diberikan, dapat diberikan terapi alternatif
pallidum. Sifilis mempunyai sifat perjalanan risiko penularan dan transmisi virus human sebagai pengganti.5,12
penyakit yang kronik, dapat menyerang immunodeficiency virus (HIV).1,4,5 Sifilis dapat
semua organ tubuh, menyerupai berbagai disembuhkan pada tahap awal infeksi, tetapi Pemilihan terapi sifilis penting karena T.
penyakit (great imitator disease), memiliki apabila tidak mendapat pengobatan adekuat pallidum dapat menetap dalam cairan
masa laten yang asimtomatik, dapat kambuh dapat menjadi infeksi sistemik dan berlanjut serebrospinal (CSS) dan akuos humor yang
kembali, dan dapat ditularkan dari ibu ke janin ke fase laten.1,4 Gejala penyakit sifilis sangat sulit diakses oleh beberapa jenis obat; T.
yang menyebabkan sifilis kongenital.1 berkurang sejak ditemukannya penisilin pada pallidum juga sulit dikultur dalam media
tahun 1940-an.3 Pengobatan sifilis yang efisien buatan, sehingga tidak ada gold standard
Sifilis tetap menjadi masalah kesehatan sangat penting untuk mengontrol sifilis secara untuk menilai penyembuhan, oleh sebab
masyarakat di seluruh dunia. Insidens sifilis efektif.6,7 itu harus berdasarkan perubahan titer
di dunia meningkat bervariasi menurut letak serologi sifilis.7,12 Regimen terapi sifilis masih
geografik. Berdasarkan Global AIDS Response Pedoman pengobatan sifilis terbaru antara kontroversial, terutama pada populasi tertentu
Progress Reporting (GARPR) terdapat 5,6 juta lain dari pedoman The International Union dan penilaian respons terapi berdasarkan
kasus sifilis pada laki-laki dan perempuan usia Against Sexually Transmitted Diseases (IUSTI) serologi masih menjadi tantangan.7
15-49 tahun.2 Setelah menurun pada tahun dari Eropa, 8 Centers for Disease Control and
2000, jumlah kasus sifilis di Amerika Serikat Prevention (CDC) dari Amerika Serikat,9 dari Tinjauan pustaka ini membahas mengenai
meningkat dan sekarang melebihi 55.000 Inggris,10 pedoman World Health Organization terapi sifilis berdasarkan stadium, terapi
kasus baru setiap tahun. Terdapat 30.644 kasus (WHO)5 dan Kementrian Kesehatan Republik neurosifilis, sifilis kardiovaskular, ibu hamil
sifilis primer dan sekunder pada tahun 2017, Indonesia.11 Menurut berbagai pedoman dan sifilis kongenital, serta peranan hasil
meningkat 76% sejak tahun 2013. Kasus sifilis tersebut modalitas terapi sifilis berdasarkan pemeriksaan serologi sifilis terhadap terapi.
kongenital sebanyak 918 kasus, meningkat stadium. Terapi sifilis terdiri dari terapi lini
154% dibandingkan tahun 2013.3 pertama dan terapi alternatif pada kondisi SIFILIS
tertentu seperti kehamilan dan alergi.1,5,8–11 Sifilis pertama kali ditemukan setelah
Penularan sifilis biasanya melalui kontak Sampai saat ini penisilin masih merupakan penjelajah Eropa kembali dari Amerika pada
Alamat Korespondensi email: ummirinandari@gmail.com

CDK-290/ vol. 47 no. 9 th. 2020 647


TINJAUAN PUSTAKA

akhir abad ke-15. Penyakit ini muncul pertama menjadi penyebab utama morbiditas dan Italia), French disease (penyakit Perancis)
kali di daerah Mediteranian dan secara cepat mortalitas selama lebih dari 500 tahun.2 karena disebarkan oleh pasukan Perancis yang
menjadi endemik, hingga kini sifilis telah Awalnya sifilis disebut Italian disease (penyakit kembali dari invasi Eropa. Pada 1530, nama
sifilis pertama kali digunakan oleh dokter dan
penyair Italia Girolamo Fracastoro sebagai
judul puisinya yang menggambarkan
kerusakan akibat penyakit sifilis di Italia.
Treponema pallidum pertama kali diidentifikasi
oleh Fritz Schaudinn dan Erich Hoffmann pada
1905.13

Belum ada data insidens sifilis secara spesifik,


namun menurut World Bank Economic
prevalensi sifilis di negara berpenghasilan
tinggi sebesar 0,2% dan sekitar 0,3%-1,3%
pada negara berpenghasilan rendah sampai
sedang.2 Insidens sifilis di Indonesia sebesar
0,61%.14 Jumlah kasus sifilis di Jawa Tengah
tahun 2017 sebanyak 181 kasus.15

Perjalanan penyakit sifilis bervariasi (Gambar


1).5 Sifilis terdiri dari beberapa stadium yang
diklasifikasikan menurut gejala dan waktu
sejak infeksi awal (Tabel 1). Penentuan
Gambar 1. Perjalanan penyakit sifilis16 stadium yang tepat penting karena dapat
menilai sejauh mana infeksi T. pallidum serta
untuk menentukan durasi terapi.12 Sifilis
dibagi menjadi sifilis stadium dini dan lanjut
pada orang dewasa dan sifilis kongenital pada
bayi. Sifilis stadium dini terbagi menjadi sifilis
primer, sekunder, dan laten dini, sedangkan
yang termasuk sifilis stadium lanjut adalah
sifilis laten lanjut dan sifilis tersier (gumma,
sifilis kardiovaskular, ataupun neurosifilis).1,4,10

Sekitar 50-75% pasien yang berkontak dengan


Gambar 2. Ulkus sifilis pada penis (kiri).4 Ulkus sifilis pada perianal (kanan).18 lesi sifilis baik primer maupun sekunder akan
terinfeksi sifilis.4 Diagnosis sifilis stadium dini
menandakan bahwa infeksi T. pallidum terjadi
pada tahun sebelumnya. Sifilis stadium lanjut
menunjukkan manifestasi infeksi yang terjadi
lebih dari 1 tahun, bahkan beberapa dekade
setelah infeksi awal.12 Sifilis stadium lanjut
tidak menular dan terdiri atas stadium laten
lanjut dan sifilis tersier.4
Gambar 3. Ruam sifilis sekunder di telapak tangan dan kaki1,4
A. Stadium Primer
Setelah masa inkubasi 10-90 hari, di lokasi
inokulasi T. pallidum akan muncul makula
merah gelap yang kemudian menjadi
papul.5 Papul biasanya soliter. Papul tersebut
kemudian menjadi ulkus atau chancre yang
berulserasi di bagian tengah.1,4,10 Ulkus dapat
menetap selama 1-6 minggu jika tidak diterapi,
ulkus hilang setelah terapi 1-2 minggu dan
Gambar 4. Kondiloma lata perivulva dan perianal pada sifilis sekunder1,4 sembuh tanpa sikatrik.1,4,17

648 CDK-290/ vol. 47 no. 9 th. 2020


TINJAUAN PUSTAKA

B. Stadium Sekunder terjadi di wajah orang berkulit gelap dan biasanya berkembang dari sifilis sekunder
Pada stadium sekunder muncul manifestasi kondiloma lata di area kulit yang hangat dan yang sembuh spontan 3-12 minggu setelah
penyakit sistemik. Temuan pertama ruam lembab.1 infeksi.10 Diagnosis sifilis laten membutuhkan
makula copper-colored, makulopapular, pemeriksaan CSS untuk menyingkirkan
simetris di tubuh dan ekstremitas.1,8 Biasanya C. Sifilis Laten neurosifilis dini.1
menyerang telapak tangan dan telapak kaki Sifilis laten merupakan sifilis dengan hasil
serta folikel rambut yang menyebabkan serologi positif (seroreaktif) tanpa gejala Sifilis laten dini terjadi pada periode 1 tahun
alopesia.10 Ruam umumnya simetris dan tidak klinis infeksi treponemal baik sifilis primer, pertama setelah infeksi.1,8,9 Menurut Center for
gatal.5 Ruam tidak gatal (roseola sifilitika 2-3 sekunder, maupun tersier.5,9,8 Sifilis laten Disease Control (CDC) sifilis laten dini adalah
bulan setelah onset ulkus).8,10,19 Lesi anular merupakan keadaan asimtomatik yang pasien yang memiliki sifilis laten dan sekaligus

Tabel 1. Stadium sifilis1,4–6,8-11,16,17,19


Stadium Waktu Gejala dan Manifestasi Klinis Keterangan
Sifilis stadium dini (terjadi dalam 1 tahun setelah infeksi)
Terdiri dari stadium primer, stadium sekunder dan laten dini
Primer (10-90 hari) „„ Ulkus atau chancre tidak nyeri, pada genitalia eksterna, uretra, Ulkus biasanya hilang spontan, namun penyebaran diseminasi
rerata 3 minggu (21 hari)4,11 perineum, anus, vagina, serviks, rektum orofaring/rongga spiroketa terjadi selama stadium ini
mulut, bibir, tangan, dapat asimtomatik
„„ Ulkus diameter beberapa milimeter sampai 2 sentimeter,
biasanya soliter, tepi teratur, batas tegas, ada indurasi, dasar
bersih
„„ Ulkus dapat juga multipel, nyeri, purulen dan ekstragenital1,5,10,17
„„ Limfadenopati regional: kenyal dan tidak nyeri
Sekunder 2-12 minggu4,11 „„ Gejala sistemik: malaise, demam subfebril, nyeri tenggorokan, „„ Gejala awal: makula merah pucat pada tubuh, berdiameter
mialgia 0,5-1,5cm (roseola sifilitika) biasanya pada tubuh dan
„„ Gejala luas termasuk makula kemerahan, demam, sakit kepala, ekstremitas
faringitis, limfadenopati, dapat asimtomatik 16,19,6
„„ Makula diskrit berbatas tidak tegas, muncul pada telapak
„„ Lesi kulit polimorf: makula, eritema, makulopapula, tangan, kaki, dahi, dan tidak gatal.
papuloskuamosa, likenoid, kondiloma lata, patchy alopesia „„ Kondiloma lata (lesi keabu-abuan) dapat terlihat pada mukosa
„„ Distribusi lesi umumnya generalisata, bilateral dan mengenai genital
kedua telapak tangan dan kaki
„„ Lues maligna: Lesi berkrusta, papula atau plak berskuama
yang mengalami nekrosis
„„ Alopesia areata atau totalis
„„ Lesi pada mukosa mucous patches: lidah dan sudut mulut
„„ Uveitis, retinitis, otitis, meningitis, hepatitis, glomerulonefritis
„„ Splenomegali, periostitis, artritis, glomerulonefritis.8,19
„„ Limfadenopati regional atau generalisata
Sifilis laten (asimtomatik dengan temuan normal pada pemeriksaan fisik dan tes serologi reaktif)
Laten dini Terjadi < 1 tahun Tidak ada (asimtomatik) „„ Terdapat riwayat atau serologis terbukti sifilis (peningkatan
titer nontreponemal ≥ 4 kali lipat atau serokonversi tes
treponemal), terjadi kontak seksual dengan penderita sifilis
tahap awal atau hanya kontak seksual dalam 12 bulan terakhir
(dari kontak seksual pertama)
„„ Menular melalui kontak seksual
Laten lanjut Diagnosis sifilis >1 tahun Tidak ada (asimtomatik) „„ Dianggap sifilis laten lanjut jika tidak memenuhi kriteria untuk
setelah infeksi atau durasi sifilis laten dini dan bila durasi infeksi tidak diketahui
yang tidak diketahui „„ Tes serologi treponemal perlahan menurun, dapat sangat
rendah sampai negatif
„„ Tidak lagi menular lewat kontak seksual, tapi dapat ditularkan
melalui plasenta ke janin
Sifilis tersier (neurosifilis, sifilis kardiovaskular, dan gumma)
Terjadi >1 tahun hingga beberapa dekade setelah infeksi primer
Neurosifilis (infeksi sistem saraf pusat oleh T. pallidum, terdapat neurosifilis dini atau lanjut)
Neurosifilis dini Terjadi <1 tahun setelah Biasanya melibatkan meningen dan pembuluh darah: meningitis, Dapat terjadi bersamaan dengan sifilis primer ataupun sekunder
infeksi awal, biasanya abnormalitas saraf kranial, penyakit meningovaskular atau stroke
dalam waktu beberapa
minggu setelah terpapar
Neurosifilis lanjut Terjadi >1 tahun setelah Biasanya melibatkan otak dan sumsum tulang belakang: paresis, Lebih jarang ditemukan pada periode ini
infeksi awal, bahkan demensia, atau tabes dorsalis
beberapa dekade setelah
infeksi primer
Sifilis kardiovaskular 10-30 tahun „„ Aneurisma aorta (terutama aorta torakalis) Penyakit kardiovaskular sering terjadi karena vaskulitis vasa
„„ Keterlibatan sistem kardiovaskular termasuk dilatasi aorta, vasorum pada aorta toraksika asenden
regurgitasi aorta, atau stenosis ostium
Gumma 1-46 tahun „„ Lesi dapat berupa berupa nodul, plak
„„ Terbentuk gumma (lesi granulomatosa) pada kulit, mukosa,
tulang, atau di dalam organ
Keadaan Serofast Mengikuti terapi Tidak ada, pasien mencapai kesembuhan klinis Antibodi nontreponemal tidak ditemukan, namun tidak secara
sempurna kembali ke nonreaktif

CDK-290/ vol. 47 no. 9 th. 2020 649


TINJAUAN PUSTAKA

terinfeksi sifilis untuk pertama kalinya pada Sifilis tersier dapat terjadi sekitar 20-40 tahun non-treponemal (Rapid Plasma Reagin (RPR)/
tahun yang sama.9 Kriteria lain antara lain setelah infeksi pertama pada pasien yang tidak Venereal Disease Research Laboratory (VDRL).1
adanya serokonversi atau peningkatan titer tes diterapi.10 Sifilis tersier muncul dengan banyak
nontreponemal sebesar 4 kali lipat atau lebih gejala klinis. Manifestasi utamanya adalah Manifestasi neurosifilis umumnya dapat
selama 2 minggu lebih; tidak ada gejala sifilis penyakit neurologi (neurosifilis), penyakit berupa sifilis meningovaskular, paresis
primer ataupun sekunder yang tegas atau kardiovaskular (kardiosifilis), dan sifilis benigna generalisata, dan tabes dorsalis.1,10 Manifestasi
pasangan seks terbukti memiliki sifilis primer, laten atau gumma.1 Menurut CDC, sifilis tersier neurologis dini meliputi perubahan status
sekunder, atau sifilis laten dini.8 Selain itu, sifilis mengacu pada gumma dan kardiovaskular, mental, meningitis, stroke, disfungsi saraf
laten dini dapat diasumsikan pada pasien namun bukan neurosifilis.9 kranial, kelainan saraf auditori, abnormalitas
dengan uji treponemal dan nontreponemal oftalmik (seperti uveitis, retinitis, otitis, dan
reaktif serta kemungkinan paparan infeksi D. Neurosifilis papila edema), dan kelainan okular.5,8,9
dalam 12 bulan sebelumnya.9 Neurosifilis dapat terjadi pada setiap stadium Neurosifilis dini meningovaskular dengan
infeksi sifilis, bahkan pada beberapa bulan gejala arteritis fokal menyebabkan infeksi
Sifilis laten lanjut terjadi lebih dari 1 tahun pertama. Neurosifilis pada tahap awal meningeal atau infark, disertai gejala
setelah infeksi pertama atau hasil tes serologi memberikan gambaran asimtomatik tanpa prodromal lainnya seperti nyeri kepala,
sifilis positif tanpa gejala klinis dalam rentang gejala klinis, namun didapatkan abnormalitas ketidakstabilan emosional, dan insomnia.10
waktu di atas 1 tahun.1,8 Sekitar 25% sifilis CSS.10 Abnormalitas CSS yang biasa
laten akan berlanjut menjadi sifilis tersier, ditemukan antara lain sel darah putih 10-100/ Neurosifilis lanjut terjadi 10-30 tahun atau
yang dapat mengenai sistem organ sampai mm3 (hampir sebagian besar limfosit), protein lebih setelah infeksi dan ditandai dengan
30 tahun atau lebih setelah infeksi pertama.5 50-100 mg/dL, dan adanya antibodi reaktif tabes dorsalis dan paresis generalisata.5,8,9 Pada

Tabel 2. Terapi sifilis dini


Terapi Sifilis Primer, Sifilis Sekunder, dan Sifilis Laten Dini
Holmes1 IUSTI (2014)8 CDC (2015)9 UK (2015)10 WHO (2016)5 KEMENKES RI (2016)11
BPG 2,4 juta unit IM, dosis BPG 2,4 juta unit IM dosis BPG 2,4 juta unit IM dosis BPG 2,4 juta unit IM dosis „„ BPG G 2,4 juta unit IM, BPG G 2,4 juta unit IM, dosis
tunggal. tunggal tunggal tunggal dosis tunggal atau tunggal
„„ PP 1,2 juta unit IM, 10 -14
Alternatif: Terapi lini kedua: Alternatif Alternatif: hari Alternatif:
„„ Seftriakson 1 g IV/IM per PP 600.000 unit IM per hari „„ PP 600.000 unit IM per „„ PP 600.000 unit IM sekali „„ PP 1,2 juta unit IM, 10 -14
hari selama 10 hari selama 10–14 hari hari selama 10–14 hari sehari selama 10 hari Alternatif: hari
„„ Tetrasiklin 4x500 mg „„ Seftriakson 1 g-2 g SC/IV „„ Doksisiklin* 2x100 mg PO „„ Doksisiklin* 2x100 mg PO „„ Doksisiklin* 2x100 mg PO
„„ Doksisiklin* 2x100 selama Alternatif: per hari selama 10 hari per hari selama 14 hari selama 14 hari atau selama 30 hari
14 hari „„ Doksisiklin* 2x100 mg PO „„ Doksisiklin* 2x100 mg per „„ Seftriakson 500 mg IM per „„ Seftriakson 1g IM sekali
„„ Azitromisin 1g atau 2 gr selama 14 hari hari PO selama 14 hari hari selama 10 hari sehari, selama 10-14 hari, Ibu Hamil dan Alergi
PO dosis tunggal. „„ Azitromisin 2 g PO dosis „„ Azitromisin 2 g PO dosis „„ Amoksisilin 4x500 mg atau Penisilin:
tunggal tunggal PO ditambah Probenesid „„ Azitromisin 2 g dosis „„ Desentitisasi
Pasien HIV dan hasil Gangguan perdarahan: „„ Hamil dan Alergi 4x500 mg selama 14 hari tunggal PO „„ Eritromisin 4x500 mg PO
pemeriksaan CSS normal: „„ Seftriakson 500 mg-1 g Penisilin: „„ Azitromisin 2 g PO dosis selama 30 hari
BPG 2,4 juta unit IM sekali SC/IV per hari selama 10 „„ Azitromisin 2 g PO dosis tunggal atau Azitromisin Ibu Hamil:
seminggu selama 3 minggu hari tunggal 500 mg per hari selama „„ BPG 2,4 juta unit IM dosis
„„ Doksisiklin* 2x100 mg PO 10 hari tunggal atau
selama 14 hari Bayi dan anak-anak: „„ Eritromisin 4x500 mg PO „„ PP 1,2 juta unit IM sekali
„„ Azitromisin 2 g PO dosis BPG 50.000 unit/kg IM dosis selama 14 hari sehari selama 10 hari
tunggal tunggal, maksimal 2,4 juta
unit Ibu hamil: Alternatif:
Ibu Hamil: BPG 2,4 juta unit IM dosis „„ Eritromisin 4x500 mg PO
Lini pertama: Pasien HIV: tunggal pada trimester I dan selama 14 hari atau
BPG 2.4 juta unit IM dosis BPG 2,4 juta unit IM dosis II. Ketika terapi dimulai pada „„ Seftriakson 1 g IM sekali
tunggal. tunggal trimester III, ditambahkan sehari selama 10-14 hari
Lini kedua: dosis kedua BPG 2,4 juta unit atau
PP 600.000 unit IM per hari, IM setelah 1 minggu / hari „„ Azitromisin 2 g PO dosis
selama 10-14 hari ke-8 tunggal

Alternatif:
„„ PP 600,000 unit IM sekali
sehari selama 10 hari
„„ Amoksisilin 4x500 mg
PO ditambah Probenesid
4x500 mg PO selama 14
hari
„„ Seftriakson 500 mg IM
sekali sehari selama 10
hari
„„ Eritromisin 4x500 mg PO
selama 14 hari
„„ Azitromisin 500 mg PO
sekali sehari selama 10
hari
BPG: Benzatin penisilin G/Benzatin benzil penisilin G (BBPG), PP: Penisilin prokain/prokain benzil penisilin, IM: Intramuskuler, PO: Per oral, SC: Sub Cutan, IV: Intravena
*Tidak boleh diberikan kepada ibu hamil/menyusui atau anak berumur kurang dari 12 tahun

650 CDK-290/ vol. 47 no. 9 th. 2020


TINJAUAN PUSTAKA

paresis generalisata terjadi kehilangan neuron setelah infeksi pertama.1,10 Pada 15-25 tahun sensoris, charcot’s joint, malperforans, atrofi
kortikal, penurunan ingatan dan kemampuan setelah infeksi pertama, neurosifilis dapat optik, dan perubahan pupil (misalnya, pupil
kognitif perlahan, mudah lupa, ketidakstabilan mengakibatkan tabes dorsalis dengan gejala Argyll Robertson).10
emosional, perubahan kepribadian, psikosis, inflamasi kolumna spinal dorsalis/radix, nyeri
bahkan demensia dalam 10-20 tahun seperti kilat, arefleksia, parestesia, ataksia

Tabel 3. Terapi sifilis laten lanjut


Terapi Sifilis Laten Lanjut
Holmes1 IUSTI (2014)8 CDC (2015)9 UK (2015)10 WHO (2016)5 KEMENKES RI (2016)11
PG 2,4 juta unit IM sekali BPG 2,4 juta unit IM sekali BPG 7,2 juta unit total, dalam BPG 2,4 juta unit „„ BPG G 2,4 juta unit IM BPG 2,4 juta unit, IM 3 dosis,
seminggu seminggu, dalam 3 dosis, 3 dosis. IM sekali seminggu sekali per minggu selama interval 1 minggu
selama 3 minggu interval 1 minggu Per dosis 2,4 juta unit IM selama 3 minggu (3 dosis)
3 minggu berturut-
interval 1 minggu turut (jarak antar injeksi Alternatif:
Terapi Lini Kedua: Alternatif : maksimal 14 hari) atau „„ PP 600.000 unit sekali
PP 600.000 unit IM sekali Alergi Penisilin: „„ PP 600.000 unit IM sekali „„ PP 1,2 juta unit sekali sehari selama 10-14 hari
sehari selama 17-21 hari „„ PP 600.000 juta unit sekali sehari selama 14 hari sehari selama 20 hari „„ Doksisiklin* 2x100 mg PO
sehari selama 10-14 hari „„ Doksisiklin* 2x100 mg PO selama 30 hari
Alternatif: „„ Doksisiklin* 2x100 mg selama 28 hari Alternatif: „„ Seftriakson 1g IM sekali
Doksisiklin* 2x100 mg per selama 28 hari „„ Amoksisilin 3x2 g PO „„ Doksisiklin* 2x100 PO sehari, selama 10-14 hari
hari PO selama 21-28 hari „„ Tetrasiklin 500 mg selama ditambah probenesid selama 30 hari
28 hari 4x500 selama 28 hari Hamil dan Alergi Penisilin:
Alergi penisilin: Ibu hamil: „„ Desensitisasi
„„ Desensitisasi Ibu hamil: „„ BPG 2,4 juta unit IM per „„ Doksisiklin* 2x100 PO
„„ Doksisiklin* 2x100 mg BPG 2,4 juta unit IM diberikan minggu selama 3 minggu selama 30 hari
per hari PO selama 21- 1 minggu setelah dosis inisial berturut- turut (jarak antar
28 hari injeksi maksimal 14 hari)
Alternatif: „„ PP 1,2 juta unit IM sekali
Desentisisasi dan diterapi sehari selama 20 hari
dengan penisilin
(Tetrasiklin dan Doksisiklin* Alternatif:
kontraindikasi pada trimester „„ Eritromisin 4x500 mg PO
kedua dan ketiga) selama 30 hari

Bayi dan anak-anak:


BPG 50.000 unit/kg IM dalam
3 dosis dengan interval 1
minggu (total 150.000 unit/
kg, dosis maksimal 7,2 juta
unit)
BPG: Benzatin penisilin G/Benzatin benzil penisilin G (BBPG), PP: Penisilin prokain/prokain benzil penisilin, IM: Intramuskuler, PO: Per oral, SC: Sub Cutan, IV: Intravena
*Tidak boleh diberikan kepada ibu hamil/menyusui atau anak berumur kurang dari 12 tahun

Tabel 4. Terapi neurosifilis dan sifilis okuler


Terapi Neurosifilis dan Sifilis Okuler
Holmes1 IUSTI (2014)8 CDC (2015)9 UK (2015)10 WHO (2016)5 KEMENKES RI (2016)11
„„ Penisilin G kristal dalam Neurosifilis, sifilis okular dan Penisilin G kristal dalam akua, „„ PP 1,8-,.4 juta unit IM Terapi neurosifilis dan sifilis Hamil dan Alergi Penisilin:
akua 18–24 juta unit IV Sifilis aurikular dosis 18-24 juta unit per hari, sekali sehari ditambah okuler sama dengan terapi Desensitisasi
sekali sehari selama 10-14 IV dosis 3-4 juta unit setiap 4 probenesid 4X500 mg PO sifilis laten lanjut
hari Terapi Lini Pertama: jam selama 10-14 hari. selama 14 hari „„ BPG G 2,4 juta unit IM
„„ PP 2,4 juta unit IM „„ Penisilin G kristal dalam „„ BPG 10,8–14,4 g sekali sekali per minggu selama
ditambah probenesid akua 18-24 juta unit IV per Alternatif: sehari diberikan 1,8-2,4 g 3 minggu berturut-
4x500 mg PO selama hari. Pemberian 3-4 juta PP 2,4 juta unit IM sekali IV setiap 4 jam selama 14 turut (jarak antar injeksi
10–14 hari unit setiap 4 jam, selama sehari ditambah Probenesid hari maksimal 14 hari) atau
10-14 hari 4x500 mg PO selama 10-14
Alergi penisilin: hari Alternatif: „„ PP 1,2 juta unit sekali
„„ Desentisisasi penisilin Terapi Lini Kedua: „„ Doksisiklin* 2x100 mg PO sehari selama 20 hari
bila dirawat inap „„ Seftriakson 1-2 g IV per Sifilis tersier dengan hasil selama 28 hari
dengan mempersiapkan hari selama 10-14 hari pemeriksaan CSS normal: „„ Amoksisilin 3x2 g PO Alternatif:
tatalaksana anafilaksis „„ PP 1,2-2,4 juta unit IM BPG total 7,2 juta unit IM ditambah probenesid „„ Doksisiklin* 2x100 PO
„„ Seftriakson 1 atau 2 gr IV sekali sehari ditambah diberikan 3 dosis. 4x500 mg PO selama 28 selama 30 hari
selama 10-14 hari probenesid 4x500 mg Tiap dosis 2,4 juta unit hari
selama 10-14 hari dengan interval 1 minggu Ibu hamil:
„„ Seftriakson 2 g IM/IV sekali
„„ BPG 2,4 juta unit IM per
Alergi Penisilin: Hamil dan Alergi Penisilin: sehari selama 10–14 hari minggu selama 3 minggu
Desensitisasi diikuti terapi lini Desensitisasi Catatan: berturut- turut (jarak antar
pertama pemberian semua antibiotik injeksi maksimal 14 hari)
antitreponema untuk „„ PP 1,2 juta unit IM sekali
neurosifilis harus disertai sehari selama 20 hari
steroid; Alternatif:
40-60 mg selama tiga hari Eritromisin 4x500 mg PO
dimulai sejak 24 jam sebelum selama 30 hari
memulai terapi antibiotik.
BPG: Benzatin penisilin G/Benzatin benzil penisilin G (BBPG), PP: Penisilin prokain/prokain benzil penisilin, IM: Intramuskuler, PO: Per oral, SC: Sub Cutan, IV: Intravena
*Tidak boleh diberikan kepada ibu hamil/menyusui atau anak berumur kurang dari 12 tahun

CDK-290/ vol. 47 no. 9 th. 2020 651


TINJAUAN PUSTAKA

Tabel 5. Terapi sifilis kardiovaskular dan sifilis gummatosa


Terapi Sifilis Kardiovaskular dan Sifilis Gummatosa
Holmes1 IUSTI (2014)8 CDC (2015)9 UK (2015)10 WHO (2016)5 KEMENKES RI (2016)11
Terapi sifilis kardiovaskular Terapi sifilis kardiovaskular Terapi sifilis kardiovaskular Terapi sifilis kardiovaskular Terapi sifilis kardiovaskular Hamil dan Alergi Penisilin:
sama dengan terapi sifilis sama dengan terapi sifilis sama dengan terapi sifilis sama dengan terapi sifilis sama dengan terapi sifilis Desensitisasi
laten lanjut laten lanjut laten lanjut laten lanjut laten lanjut
„„ BPG G 2,4 juta unit IM
BPG 2,4 juta unit IM sekali BPG 2,4 juta unit IM sekali BPG 7,2 juta unit total, dalam BPG 2,4 juta unit sekali per minggu selama
seminggu seminggu, dalam 3 dosis, 3 dosis. IM sekali seminggu 3 minggu berturut-
selama 3 minggu interval 1 minggu Per dosis 2,4 juta unit IM turut (jarak antar injeksi
interval 1 minggu selama 3 minggu (3 dosis)
Terapi Lini Kedua: Alternatif : maksimal 14 hari) atau
PP 600.000 unit IM sekali Alergi Penisilin: „„ PP 600.000 unit IM sekali „„ PP 1,2 juta unit sekali
sehari selama 17-21 hari „„ PP 1,2 juta unit sekali sehari selama 14 hari sehari selama 20 hari
sehari selama 10-14 hari „„ Doksisiklin* 2x100 mg PO Alternatif:
Alternatif: „„ Doksisiklin* 2x100 mg selama 28 hari
Doksisiklin* 2x100 mg per „„ Doksisiklin* 2x100 PO
selama 28 hari Amoksisilin 3x2 g PO selama 30 hari
hari PO selama 21-28 hari „„ Tetrasiklin 500 mg selama ditambah probenesid 4x500
Alergi penisilin: 28 hari selama 28 hari Ibu hamil:
Desensitisasi „„ BPG 2,4 juta unit IM per
Ibu hamil: Catatan: minggu selama 3 minggu
Doksisiklin* 2x100 mg per BPG 2,4 juta unit IM diberikan pemberian semua antibiotik
hari PO selama 21-28 hari berturut- turut (jarak antar
1 minggu setelah dosis inisial antitreponema untuk sifilis injeksi maksimal 14 hari)
kardiovaskular harus disertai „„ PP 1,2 juta unit IM sekali
Alternatif: steroid;
Desentisisasi dan diterapi sehari selama 20 hari
40-60 mg selama tiga hari
dengan penisilin dimulai sejak 24 jam sebelum Alternatif:
(Tetrasiklin dan Doksisiklin memulai terapi antibiotik. Eritromisin 4x500 mg PO
kontraindikasi pada trimester selama 30 hari
kedua dan ketiga)

Bayi dan anak-anak:


BPG 50.000 unit/kg IM dalam
3 dosis dengan interval 1
minggu (total 150.000 unit/
kg, dosis maksimal 7,2 juta
unit)

BPG: Benzatin penisilin G/Benzatin benzil penisilin G (BBPG), PP: Penisilin prokain/prokain benzil penisilin, IM: Intramuskuler, PO: Per oral, SC: Sub Cutan, IV: Intravena
*Tidak boleh diberikan kepada ibu hamil/menyusui atau anak berumur kurang dari 12 tahun

Tabel 6. Terapi sifilis kongenital


Terapi Sifilis Kongenital
Holmes1 IUSTI (2014)8 CDC (2015)9 UK (2015)10 WHO (2016)5
Terbukti/kemungkinan tinggi Terapi Lini Pertama: Terbukti/kemungkinan tinggi Terapi Lini Pertama: Terbukti sifilis kongenital atau
Sifilis Kongenital: BPG 150.000 unit/kg IV per hari Sifilis Kongenital: Benzil penisilin sodium dalam akua bayi yang secara klinis normal
„„ Penisilin G kristal dalam akua selama 10-14 hari (diberikan 6 kali „„ Penisilin G kristal dalam akua namun ibu memiliki sifilis yang
60–90 mg/kg sekali sehari IV (dibagi
100.000-150.000 unit/kg/hari sehari setiap 4 jam) 100.000-150.000 unit/kg/hari dalam dosis 30 mg/kg per 12 jam tidak diterapi atau diterapi yang
diberikan dalam dosis terbagi diberikan dalam dosis terbagi untuk 7 hari pertama kelahiran dan tidak adekuat atau sifilis yang
50.000 unit/kg IV per 12 jam Jika CSS normal: 50.000 unit/kg IV per 12 jam per 8 jam untuk hari selanjutnya tidak diobati regimen penisilin:
selama 7 hari pertama kelahiran „„ BPG 50.000 unit/kg IM dosis selama 7 hari pertama kelahiran hingga 10 hari „„ Penisilin G kristal dalam akua
dan setiap 8 jam untuk hari tunggal hingga dosis maksimal dan setiap 8 jam untuk hari 100.000-150.000 U/kg/hari IV
berikutnya hingga total 10 hari, dosis dewasa 2,4 juta unit, atau berikutnya hingga total 10 hari, Alternatif: selama 10-15 hari
atau „„ PP 50.000 unit/kg IM per hari atau PP 50.000 unit/kg sekali sehari IM „„ PP 50.000 U/kg/hari IM selama
„„ PP 50.000 unit/kg IM sekali selama 10-14 hari „„ PP 50.000 unit/kg IM sekali selama 10 hari 10-15 hari
sehari selama 10 hari sehari selama 10 hari
Catatan
Terduga/Mungkin Sifilis Terduga/Mungkin Sifilis „„ Dilakukan pengawasan ketat
Kongenital: Kongenital Penisilin G kristal dalam saat pengobatan
„„ Penisilin G kristal dalam akua akua 100.000-150.000 unit/kg/ „„ Pada bayi dengan klinis normal
100.000-150.000 unit/kg/hari hari diberikan dalam dosis terbagi dan ibu memiliki sifilis yang telah
diberikan dalam dosis terbagi 50.000 unit/kg IV per 12 jam selama diterapi dengan adekuat tanpa
50.000 unit/kg IV per 12 jam 7 hari pertama kelahiran dan setiap adanya tanda reinfeksi, WHO
selama 7 hari pertama kelahiran 8 jam untuk hari berikutnya hingga menyarankan untuk mengakhiri
dan setiap 8 jam untuk hari total 10 hari, atau monitoring
berikutnya hingga total 10 hari, „„ PP 50.000 unit/kg IM sekali
atau sehari selama 10 hari
„„ PP 50.000 unit/kg IM sekali „„ BPG 50.000 unit/kg IM dosis
sehari selama 10 hari tunggal
„„ BPG 50.000 unit/kg IM dosis
tunggal Kemungkinan kecil sifilis
kongenital:
Kemungkinan kecil sifilis BPG 50.000 unit/kg IM dosis
kongenital: tunggal
BPG 50.000 unit/kg IM dosis Bila lebih dari 1 hari tidak disuntik,
tunggal seluruh terapi harus diulang secara
penuh

BPG: Benzatin penisilin G/Benzatin benzil penisilin G (BBPG), PP: Penisilin prokain/prokain benzil penisilin, IM: Intramuskuler, PO: Per oral, SC: Sub Cutan, IV: Intravena

652 CDK-290/ vol. 47 no. 9 th. 2020


TINJAUAN PUSTAKA

G. Sifilis pada Kehamilan dan Kongenital Pregnancy Outcomes (APOs) yang terdiri dari
Pada ibu hamil penderita sifilis, T. pallidum stillbirth, kematian dini pada janin, bayi berat
dapat ditransmisikan dari ibu ke janin melalui lahir rendah, prematur, kematian neonatal,
pembuluh darah kapiler plasenta. Manifestasi infeksi pada bayi baru lahir (bayi dengan
klinis sifilis pada ibu hamil berupa Adverse serologi reaktif).20 Sifilis pada kehamilan

Gambar 6. Pupil Argyll Robertson pada neurosifilis18

E. Sifilis Kardiovaskular
Sifilis kardiovaskular menimbulkan manifestasi
setelah periode laten 15-30 tahun.1 Sifilis
kardiovaskular hanya bergejala dan terjadi
pada 10% pasien.10 Manifestasi klinisnya berupa
aneurisma aorta, insufisiensi aorta, regurgitasi
aorta, stenosis arteri koroner, dan yang paling
jarang adalah miokarditis.1,8,9 Aneurisma aorta
sebagian besar pada toraksika.8 Aorta asenden
merupakan tempat predileksi dilatasi dan
regurgitasi katup aorta. Selain itu, pasien juga
kadang mengeluh nyeri substernal, dapat Gambar 5. Tabes dorsalis. Charcot’s joints pada lutut (kiri). Gambaran radiologi charcot’s joint (kanan)18
terjadi gagal jantung, stenosis ostium koroner,
angina, dan aneurisma.10

F. Gumma
Gumma atau sifilis gummatosa atau disebut
juga sifilis laten benigna merupakan
proses inflamasi granulomatosa yang bisa
mendestruksi jaringan. Sebagian besar lesi
muncul di kulit dan tulang, namun dapat
terjadi di mukosa dan beberapa visera, otot,
dan struktur okuler.1,8–10 Menurut United
Kingdom National Guidelines sifilis gummatosa
dapat muncul mulai dari 1 tahun hingga 46
tahun setelah terinfeksi sifilis, rata–rata sekitar
15 tahun.8
Gambar 7. Sifilis kardiovaskular. Gambaran radiologi menunjukkan dilatasi aorta dengan kalsifikasi linear di
Gejala biasanya berupa lesi gumma inflamasi dinding aorta asenden (kiri). Aneurisma aorta asenden (ditunjukkan huruf A) (kanan)18
yang destruktif, dapat terjadi pada seluruh
organ, biasanya mengenai tulang dan kulit.10
Manifestasi klinis gumma berupa nodul, plak
atau ulkus, dapat juga berupa lesi dengan
nekrosis sentral.8,9 Sifilis gummatosa terdiri
dari dua bentuk yaitu lesi nodular atau nodul
ulseratif dan gumma soliter. Lesi nodular
atau nodul ulseratif yaitu lesi nodular berupa
nodul indurasi yang bervariasi ukurannya
dan berwarna merah kecoklatan. Predileksi
umumnya pada wajah, area skapula, dan
ekstremitas. Jika nodul berlanjut akan
membentuk nodul ulseratif. Gumma soliter
terjadi pada jaringan subkutan yang kemudian
secara sekunder melibatkan kulit, umumnya
terdapat pada bokong, bahu, dahi, dan kulit
kepala yang apabila menjadi nekrotik ditandai
Gambar 8. Sifilis gummatosa melibatkan tulang rawan septum nasal (kiri).1 Kerusakan tulang rawan hidung
dengan cold abscess.1 dan tulang akibat gumma (kanan).4

CDK-290/ vol. 47 no. 9 th. 2020 653


TINJAUAN PUSTAKA

memberikan manifestasi yang sama dengan juga dibedakan berdasarkan stadium, yaitu Sifilis primer ataupun sekunder yang tidak
infeksi sifilis umum; mayoritas wanita hamil sifilis primer, sifilis sekunder, dan sifilis tersier. mendapat penatalaksanaan selama kehamilan
yang didiagnosis sifilis berada dalam tahap Ibu hamil terinfeksi sifilis stadium laten, tetap akan 100% berefek pada janin, 50% kehamilan
asimtomatis. Gejala sifilis pada kehamilan berpotensi menularkan infeksi pada janin. dalam kondisi ini akan menghasilkan kelahiran
prematur atau kematian perinatal.21

Sifilis laten dini pada kehamilan yang tidak


diterapi dapat menyebabkan prematuritas
atau kematian perinatal sekitar 40%.1 Sepuluh
persen janin yang lahir dari ibu dengan sifilis
lanjut yang tidak diterapi menunjukkan tanda-
tanda infeksi kongenital dan angka kematian
perinatal meningkat hingga sepuluh kali lipat.21
Kendati sifilis jarang dapat ditularkan secara
seksual setelah lebih dari dua tahun terinfeksi,
wanita sifilis yang tidak diterapi dapat tetap
Gambar 9. Gigi Hutchinson (kiri) dan molar mulberi (kanan)1 infeksius terhadap janin yang dikandungnya
hingga beberapa tahun lamanya.21

Manifestasi umum sifilis kongenital adalah


kematian janin dalam kandungan atau
persalinan prematur pada trimester kedua
atau ketiga, oleh sebab itu pemeriksaan
serologis sifilis harus dilakukan pada semua
ibu hamil. Bayi yang lahir dari ibu dengan
serologi sifilis positif harus diperiksa gejala dan
tanda sifilis kongenital dini. Tanda infeksi sifilis
kongenital lanjut pada anak berusia lebih dari
2 tahun meliputi peradangan mata, telinga,
dan sendi. Penting diingat bahwa banyak
infeksi sifilis pada tidak memiliki gejala dan
tanda khas.5

Gambar 10. Sifilis kongenital lanjut dengan gumma pada dahi dan skalp.18 Sifilis kongenital dibagi menjadi stadium
dini (kurang dari dua tahun) dan stadium
lanjut (lebih dari dua tahun). Manifestasi
sifilis kongenital dini yang tersering berupa
ruam bulosa, rinitis hemoragik (bloody
snuffles), laringitis, limfadenopati generalisata,
hepatosplenomegali, kelainan tulang
(periostitis dan osteokondritis), kondiloma
lata, fisura perioral, glomerulonefritis,
kelainan neurologis (meningitis), dan mata
korioretinitis.5,10

Manifestasi sifilis kongenital lanjut berupa


keratitis interstitial, Clutton’s joints, gigi
Hutchinson dan molar mulberi, rhagades
(fisura perioral), arkus palatal tinggi, tuli
sensorineural, penonjolan mandibula,
penebalan sternoklavikula, deformitas saddle
nose, dan keterlibatan neurologis. Dapat pula
terjadi tanda menyerupai gumma pada orang
Gambar 11. Algoritma yang disarankan untuk terapi sifilis. Keterangan: BPG: Benzatin penisilin G/Benzatin dewasa yang akibat inflamasi kronis dan
benzil penisilin G (BBPG), PP: Penisilin prokain/prokain benzil penisilin, CSS: cairan serebrospinal, IM:
persisten.10
Intramuskuler, PO: Per oral, SC: Sub Cutan, IV: Intravena. a: beberapa klinisi akan mengobati pasien sifilis yang
memiliki gejala neurologis sebagai neurosifilis meskipun hasil tes diagnostik CSS negatif.

654 CDK-290/ vol. 47 no. 9 th. 2020


TINJAUAN PUSTAKA

Pada sebagian besar kasus sifilis dengan dan telah direkomendasikan untuk terapi sehingga metabolisme mikroorganisme akan
infeksi HIV gejala sifilis tidak berbeda dengan sifilis selama lebih dari 70 tahun.24 Benzatin terganggu dan menghasilkan efek bakterisida.
pasien HIV negatif, pada beberapa kasus penisilin G bekerja menghambat sintesis Doksisiklin dinilai cukup efektif untuk sifilis
dapat ditemukan ulkus genital multipel, lebih dinding sel bakteri melalui penghambatan stadium dini, sebagai terapi alternatif pada
berat dan lebih lama sembuh atau persisten; transpeptidase yang akan menghentikan kasus yang tidak dapat diobati dengan
ulkus oral luas; manifestasi kulit berupa lues pertumbuhan dan kembang biak bakteri. Efek penisilin. Beberapa penelitian menyatakan
maligna, lesi gumma pada testis dan jaringan samping Benzatin penisilin G antara lain gatal pasien yang diterapi dengan doksisiklin
subkutan, lesi sklerodermiformis, keratoderma, pada kulit, yang bisa menyebabkan erupsi memberikan respons serologis 270-400 hari
nodul dan erupsi menyerupai rubela.22 makulopapular, dermatitis eksfoliatif, urtikaria, setelah terapi.13
reaksi serum-sickness (demam, edema, nyeri
TERAPI SIFILIS sendi, dan kelemahan seluruh tubuh), kolitis Dosis doksisiklin yang sering digunakan adalah
Pengobatan sifilis berdasarkan stadium klinis pseudomembranosa, dan reaksi Jarisch- 2x100 mg sehari selama 14 hari atau bisa lebih
(Tabel 2-6). Penisilin adalah lini pertama Herxheimer.24 pada sifilis laten. Dengan tingkat keberhasilan
terapi untuk semua stadium.4 Terapi sifilis serokonversi mencapai 83-100% doksisiklin
pada pasien HIV positif dan HIV negatif tidak Benzatin penisilin G untuk sifilis dini juga efektif menangani penyakit menular
berbeda.4,8–10 Terapi sifilis berdasarkan pada menghasilkan tingkat kesembuhan tinggi dan seksual lainnya.26,27 Doksisiklin lebih murah dan
stadium infeksi dan apakah terdapat bukti tingkat terapi ulang rendah. Tingkat kegagalan mudah didapat dibandingkan penisilin, lebih
keterlibatan sistem saraf pusat (Gambar 11).7 terapi BPG sekitar 5%.7 Efektivitas BPG lebih mudah digunakan karena sediaan oral, namun
baik dibandingkan regimen nonpenisilin.25 penggunaan rutin selama 14 hari membuat
A.Penisilin Parenteral Pada sifilis stadium laten jumlah penelitian doksisiklin rawan gagal jika kepatuhan
Efektivitas penisilin untuk terapi sifilis telah yang membuktikan keberhasilannya tidak pengunaan obat tidak terjaga, dibandingkan
ditentukan berdasarkan pengalaman sebanyak pada stadium dini, namun tetap golongan penisilin yang hanya menggunakan
klinis jauh sebelum uji klinis; rekomendasi dinilai sebagai terapi terbaik jika dibandingkan dosis tunggal.26,7
penggunaannya kini tidak hanya berdasarkan dengan golongan lain seperti doksisiklin,
uji klinis dan studi observasi, namun juga seftriakson, eritromisin, dan modalitas terapi Pemberian doksisiklin kontraindikasi pada
berdasarkan pengalaman bertahun-tahun.19 lain.7 ibu hamil, sehingga pada pasien yang
alergi penisilin dapat diberikan golongan
Treponema pallidum masih sensitif terhadap Obat jenis lain yang masih satu golongan, yaitu eritromisin, seftriakson, ataupun azitromisin.5
penisilin, suatu agen antimikroba yang PP atau prokain benzil penisilin, tidak jauh Beberapa efek samping doksisiklin yang
menarget sintesis dinding sel bakteri. Belum berbeda dari BPG. Perbedaaan utama adalah perlu diperhatikan antara lain fotosensitif dan
ada laporan kasus resistensi penisilin selama PP dapat menembus sawar darah otak dan ganggguan pencernaan.28
lebih dari 60 tahun.23 Penisilin parenteral telah berakumulasi dalam CSS dibandingkan BPG
menjadi terapi lini pertama untuk sifilis baik yang memiliki kemampuan menembus sawar C. Seftriakson
stadium dini maupun stadium laten karena otak yang rendah. Penisilin prokain bertahan Seftriakson merupakan golongan sefalosporin
waktu paruh golongan penisilin yang lama, dalam darah selama 4 jam, kemudian akan generasi ketiga yang memiliki absorbsi oral
sehingga efek treponemicidal menjadi lebih terurai selama 15-20 jam.13 buruk dan waktu paruh sekitar 4,6 jam. Pada
panjang, namun perlu diperhatikan risiko tahun 1970-1980-an sudah dimulai penelitian
alergi penisilin yang mencapai 10%.7 Kemampuan menembus sawar darah otak manfaat seftriakson pada pasien sifilis dengan
ini membuat PP memiliki efektivitas tinggi tingkat keberhasilan berkisar 65-100%.13 Cara
Penisilin parenteral merupakan obat pilihan untuk neurosifilis, namun kelemahannya kerja bakterisida seftriakson adalah dengan
pada semua stadium sifilis. Preparat penisilin adalah memerlukan lebih dari satu tempat menghambat enzim transpeptidase.13
yang digunakan, yaitu benzatin penisilin G injeksi, sehingga dapat menyebabkan Seftriakson memiliki nilai toleransi paling
(BPG)/ benzatin benzil penisilin G (BBPG), ketidaknyamanan pasien akibat nyeri dan tinggi dibandingkan antibiotik golongan
penisilin prokain (PP)/ prokain benzil penisilin, dibutuhkan tambahan probenesid 4 kali lain.13
dan penisilin G kristal dalam akua. Dosis sehari selama penggunaan PP.7 Penggunaan
dan durasi terapi tergantung stadium dan probenesid bertujuan untuk meningkatkan Beberapa studi mengenai seftriakson
manifestasi klinis. Terapi sifilis laten lanjut dan dan mempertahankan kadar penisilin plasma untuk sifilis dini menunjukkan efikasi yang
sifilis tersier memerlukan durasi terapi yang karena mekanisme urikosurik dan agen sebanding dengan penisilin. Penelitian
lebih lama.19 penghambat tubuler renal yang dimiliki tersebut menggunakan dosis parenteral 1-2
probenesid.13 gram sekali sehari selama 10-15 hari dengan
Benzatin penisilin G atau disebut juga benzatin tingkat respons serologis 65%-100%.29,30
benzil penisilin G merupakan bahan alami B. Doksisiklin Seftriakson juga terbukti memiliki kelebihan
dari Penicillium notatum mengandung cincin Doksisiklin merupakan terapi alternatif untuk dalam mengobati berbagai bentuk neurosifilis
thiazolidone yang tersambung dengan cincin sifilis pada pasien dengan alergi golongan bahkan pada pasien asimtomatis.28 Gagal
beta laktam. Benzatin penisilin G memiliki efek penisilin. Doksisiklin bekerja menghambat terapi paling banyak diamati pada pasien HIV
bakterisidal terhadap berbagai macam bakteri pengikatan kompleks t-RNA-AA pada ribosom, koinfeksi sifilis laten.7,30 Terapi sifilis dengan

CDK-290/ vol. 47 no. 9 th. 2020 655


TINJAUAN PUSTAKA

seftriakson memerlukan beberapa dosis titer serologis, status imun, dan terapi yang RPR, digunakan untuk memantau respons
parenteral harian, lebih rumit, dan mahal diterima. Pasien yang mendapat terapi sifilis terapi karena berkorelasi dengan aktivitas
daripada BPG dosis tunggal, namun memiliki dipantau dengan uji nontreponemal.37,38 penyakit dan hasilnya harus dilaporkan secara
kelebihan dapat menangani infeksi menular kuantitatif. Untuk menilai respons terhadap
seksual penyerta.7 Tabel 7. Tes serologi sifilis5,26,39 pengobatan harus digunakan tes serologis
Tes treponemal untuk mendeteksi antibodi spesifik yang sama, karena tes nontreponemal yang
D. Azitromisin terhadap infeksi T. Pallidum berbeda tidak dapat dibandingkan.7
Treponema Pallidum Haemagglutination Assay (TPHA)
Azitromisin merupakan derivat eritromisin,
Treponema Pallidum Particle Aglutination Assay (TPPA)
bekerja dengan menghambat perkembangan Tes serologis nontreponemal kuantitatif
Fluorescent Treponemal Antibody Absorbed (FTA-Abs)
ribosom, sehingga pembentukan asam Enzyme Immunoassay (EIA)
harus diulang pada 1, 3, 6, 12, dan 24 bulan
amino penting dalam pertumbuhan bakteri Enzyme-linked Immunosorbent Assay sesudah pengobatan. Titer serologi harus
akan terhambat. Azitromisin dan eritromisin Chemiluminescence Assay (CIA) dibandingkan dengan titer saat mulai
digunakan sebagai terapi sifilis alternatif jika Tes nontreponemal yang merupakan penanda tidak pengobatan. Terapi dianggap berhasil jika
ditemukan alergi golongan penisilin.31 langsung untuk mengukur respons imun pejamu penurunan titer tes serologi nontreponemal
terhadap infeksi T. Pallidum
Rapid Plasma Reagin (RPR)
hingga 4 kali lipat (seperti penurunan dari
Uji klinis menunjukkan bahwa azitromisin oral Venereal Disease Research Laboratory (VDRL) 1:32 ke 1:8) dalam 6-12 bulan sesudah terapi
(dosis tunggal 1-2 g) efektif untuk terapi sifilis Toluidine Red Unheated Serum Test (TRUST) untuk sifilis primer dan sekunder.9 Titer tes
dini.25 Munculnya mutasi T. pallidum resisten Unheated Serum Reagin (USR) nontreponemal biasanya turun setelah terapi
azitromisin menyebabkan terbatasnya dan menjadi nonreaktif seiring waktu, namun
kegunaannya.23,32 Azitromisin memiliki risiko A. Tes Treponemal pada beberapa orang, antibodi ini dapat
efek samping gastrointestinal 5 kali lipat Tes treponemal mendeteksi antibodi terhadap persisten untuk waktu yang lama, dinamakan
dibandingkan BPG.7,33 komponen antigen spesifik T. pallidum.5,26,39 reaksi serofast.19 VDRL menjadi nonreaktif
Antigen tes ini treponema atau fragmennya, pada 97% pasien sifilis primer dan 77% pasien
Penggunaan azitromisin sebagai terapi sifilis secara langsung mendeteksi infeksi T sifilis sekunder dalam 2 tahun pasca-terapi.7
tunggal tidak terlalu direkomendasikan karena pallidum, namun tidak dapat membedakan Respons serologis terhadap terapi pada sifilis
tingginya angka resistensi yang menyebabkan antara sifilis dan infeksi treponematosis lain primer atau sekunder adalah jika titer VDRL
kegagalan terapi, selain itu harganya juga karena memiliki struktur antigen hampir turun sekitar 4 kali lipat setelah 3 bulan dan
mahal di beberapa negara, harga azitromisin di sama.4,40 Titer antibodi treponemal sebaiknya 8 kali lipat setelah 6 bulan. Respons serologis
Brazil lebih mahal dibandingkan BPG dan lebih tidak digunakan untuk menilai respons terapi; yang optimal ditemukan pada terapi penisilin.7
sulit didapat.7,34 Telah dilaporkan resistensi hampir semua pasien dengan uji treponemal Titer VDRL mungkin tidak turun pada pasien
terhadap azitromisin khususnya pada strain reaktif akan tetap reaktif seumur hidupnya, sifilis laten lanjut dan tetap reaktif pada tingkat
T. Pallidum yang berisi mutasi A2058G tanpa melihat terapi yang diperoleh atau rendah (<1:8) selama bertahun-tahun setelah
atau A2059G mengakibatkan kegagalan aktivitas penyakitnya.1,4,19 Jika pengobatan pengobatan adekuat; hasil reaktif tetap
pengobatan klinis, sehingga dinyatakan sifilis dilakukan pada saat sifilis awal, dapat didapatkan pada 50% kasus sifilis laten lanjut
azitromisin sudah tidak direkomendasikan menjadi nonreaktif dalam 2 tahun, namun pada tahun kedua setelah pengobatan.41
sebagai alternatif pengobatan sifilis pada hanya pada 10% kasus.40
banyak negara dan wilayah.35,36 Pada pasien sifilis primer yang telah diterapi
B. Tes Nontreponemal adekuat, tes nontreponemal dari 60% pasien
MONITORING RESPONS TERAPI Tes nontreponemal mendeteksi antibodi akan menjadi nonreaktif empat bulan
Penilaian respons terapi sifilis tergantung tes terhadap antigen reagin kardiolipin-kolesterol- setelah pengobatan dan pada 12 bulan
serologi. Tingkat penurunan titer serologis lesitin nonspesifik yang dihasilkan oleh pejamu setelah pengobatan hampir seluruh pasien
dipengaruhi banyak faktor, seperti riwayat akibat respons terhadap infeksi sifilis.5,26,39 Tes menunjukkan hasil nonreaktif.11 Pasien sifilis
sifilis sebelumnya, stadium infeksi, nilai dasar serologi nontreponemal, seperti VDRL atau sekunder yang telah diterapi adekuat, titer

Tabel 8. Interpretasi hasil tes serologis sifilis dan tindakan42


RPR TPHA Titer RPR dan Riwayat Interpretasi Tindakan
Negatif Tidak perlu Tidak dikerjakan - Ulangi tes 3 bulan lagi
Positif Negatif Tidak dikerjakan Positif palsu Ulangi tes 3 bulan lagi
Positif Terdapat riwayat terapi sifilis dalam 3 bulan terakhir, Masa evaluasi terapi Tidak perlu terapi. Ulangi tes 3 bulan lagi
Positif berapapun titernya
Tidak ada riwayat terapi dalam 1:2 atau 1:4 Sifilis laten lanjut Terapi sebagai sifilis laten lanjut. Evaluasi 3 bulan kemudian
3 bulan terakhir ≥1:8 Sifilis aktif / dini Terapi sebagai sifilis dini. Evaluasi 3 bulan kemudian
Positif atau Positif Bandingkan dengan titer 3 bulan yang lalu Jika turun terapi berhasil Tidak perlu terapi. Observasi dan evaluasi 6 bulan kemudian
negatif
Positif Positif Bandingkan dengan titer 3 bulan yang lalu Jika naik infeksi baru Terapi sesuai titer / stadium

Koinfeksi dengan HIV juga dapat berkontribusi terhadap ketidakpastian terapeutik karena pasien terinfeksi HIV mungkin mengalami tingkat respons serologis lebih
lambat setelah terapi.43

656 CDK-290/ vol. 47 no. 9 th. 2020


TINJAUAN PUSTAKA

nontreponemal dapat tetap reaktif pada titer atau 1:4) dapat diinterpretasikan dan diterapi pada 1/3 sampai 2/3 pasien sifilis primer dan
rendah sampai ≥5 tahun.42 Pada pasien sifilis sebagai sifilis laten lanjut. Titer >1:8 dapat sekunder yang diterapi penisilin.4 Manifestasi
laten lanjut, hasil tes nontreponemal dapat diinterpretasikan dan diterapi sebagai sifilis termasuk demam, ruam, malaise, sakit kepala
menjadi nonreaktif, meskipun tidak diberi aktif dan diterapi.42 lesi mukokutan, limfadenopati yang nyeri
terapi.4 pada penekanan, nyeri tenggorokan, malaise,
Tiga bulan setelah terapi dilakukan evaluasi dan mialgia.4,7,44 terlihat pada 10% hingga
Kesalahan interpretasi tes nontreponemal titer RPR. Jika titer RPR turun 2 tahap (misal 35% pasien dan biasanya sembuh sendiri.
biasanya akibat kesulitan menentukan titer, dari 1:64 menjadi 1:16) atau lebih, terapi Reaksi Jarisch-Herxheimer bukan suatu reaksi
berkaitan dengan jenis tes serologik yang dianggap berhasil. Ulangi evaluasi tiap tiga hipersensitivitas melainkan adanya sitokin
dipakai atau sulit memastikan reaktifitas hasil bulan di tahun pertama dan 6 bulan di tahun yang dicetuskan oleh lipoprotein T. pallidum
tes. Kesalahan interpretasi umumnya terjadi kedua, untuk mendeteksi infeksi baru. Jika yang mati, sehingga terapi penisilin tidak
karena menggunakan lebih dari 1 jenis tes titer tidak turun dua tahap, lakukan evaluasi perlu dihentikan.4,7 Reaksi ini diduga akibat
nontreponemal dalam memantau hasil kemungkinan re-infeksi atau sifilis laten.42 pelepasan lipoprotein, sitokin, dan kompleks
pengobatan.7,39 imun dari organisme yang mati.44 Parasetamol
Respons terhadap terapi nampaknya lebih atau ibuprofen dapat mengatasi keluhan.4
Interpretasi hasil tes serologis sifilis dan berhubungan dengan stadium sifilis dan
tindakan yang harus diambil dapat dilihat titer awal tes nontreponemal.42 Sifilis stadium Reaksi alergi penisilin dapat berupa urtikaria,
pada Tabel 8. Hasil positif tes RPR perlu dini cenderung mudah turun hingga 4 kali angioedema, atau syok anafilaksis.19 Syok
dikonfirmasi dengan TPHA/TPPA/TP Rapid. lipat dan menjadi negatif. Titer awal yang anafilaksis memiliki gejala obstruksi saluran
Jika hasil tes konfirmasi nonreaktif, dianggap rendah cenderung sulit turun 4 kali lipat napas atas, bronkospasme, atau hipotensi.8,9,19
reaktif palsu dan tidak perlu diterapi namun dibandingkan titer tinggi.9 Kriteria kegagalan Terapinya epinefrin (adrenalin) 1:1000 IM,
perlu dites ulang 1-3 bulan kemudian. pengobatan termasuk temuan berikut ini 0,5 mL dilanjutkan dengan antihistamin IM/
Jika hasil tes konfirmasi reaktif, dilanjutkan adalah: tanda dan gejala klinis sifilis persisten, IV (contohnya difenhidramin 10 mg) dan
dengan pemeriksaan RPR kuantitatif untuk berulang, atau memberat tanpa adanya hidrokortison IM/IV 100 mg.19,16 Desensitisasi
menentukan titer sehingga dapat diketahui infeksi ulang; peningkatan berkelanjutan penisilin merupakan pilihan dalam situasi
apakah termasuk sifilis aktif atau laten (lebih dari 2 minggu) sebesar 4 kali lipat berikut: (1) neurosifilis pada orang dengan
serta untuk memantau respons terhadap (dua pengenceran) titer tes nontreponemal riwayat reaksi hipersensitivitas berat terhadap
pengobatan.42 (dengan asumsi digunakan tes yang sama); penisilin; (2) sifilis tersier pada semua pasien
kegagalan penurunan empat kali lipat (dua alergi penisilin; (3) semua stadium sifilis pada
Jika hasil RPR reaktif, TPHA reaktif, terdapat pengenceran) pada titer tes nontreponemal wanita hamil yang alergi penisilin; dan (4) sifilis
riwayat terapi sifilis dalam 3 bulan terakhir dan dibandingkan titer awal setelah 6-12 bulan kongenital pada bayi yang alergi penisilin.7,9
pada anamnesis tidak ada ulkus baru, pasien untuk sifilis laten primer, sekunder, atau laten
tidak perlu diterapi.11,42 Dilakukan diobservasi dini, dan setelah 12-24 bulan untuk sifilis laten SIMPULAN
terhadap pasien dan tes diulang tiga bulan lanjut atau pada sifilis yang durasinya tidak Sifilis merupakan infeksi menular seksual
kemudian. Jika titer RPR tetap atau turun, tidak diketahui.41 disebabkan oleh Treponema pallidum sub
perlu diterapi lagi dan tes diulang tiga bulan spesies pallidum. Manifestasi klinis tergantung
kemudian. Apabila hasil RPR tidak reaktif atau KOMPLIKASI TERAPI stadium primer, sekunder, laten, atau tersier.
reaktif rendah (serofast), pasien dinyatakan Reaksi Jarisch-Herxheimer merupakan Terapi sifilis berdasarkan pada stadium klinis.
sembuh. Jika ditemukan titer naik, berikan sindrom yang timbul 12 jam setelah terapi, Penisilin adalah lini pertama terapi untuk
terapi sebagai infeksi baru/sifilis aktif.42 selanjutnya akan hilang spontan dalam 24- semua stadium. Selain sebagai alat diagnostik,
36 jam.4 Reaksi ini merupakan efek samping tes serologis juga dapat digunakan sebagai
Jika hasil RPR reaktif, TPHA reaktif, dan tidak signifikan yang dapat terjadi dengan terapi follow-up respons terapi.
ada riwayat terapi sifilis dalam 3 bulan terakhir, antibiotik sifilis apapun tetapi paling umum
perlu terapi sesuai stadium. Titer RPR <1:4 (1:2 setelah penggunaan penisilin.7,44 Kejadiannya

DAFTAR PUSTAKA
1. Sparling PF, Morton NS, Daniel MM, Bernardine PH. Clinical manifestations of syphilis. In: Holmes KK, Sparling PF, Stamn WE, Piot P, Wasserhait JN, dkk, eds. Sexually
transmitted disease. 4th Ed. New York: McGrow-Hill; 2008 .p. 661-84.
2. Newman L, Rowley J, Vander Hoorn S, Wijesooriya NS, Unemo M, Low N, et al. Global estimates of the prevalence and incidence of four curable sexually transmitted
infections in 2012 based on systematic review and global reporting. PLoS One. 2015;10(12):9.
3. Center for Disease Control and Prevention. Sexually transmitted disease surveillance 2017 [Internet]. [cited 2018 Nov 1]. Available from: https://www.cdc.gov/std/
stats17/default.htm.
4. Katz KA. Syphilis. In: Goldsmith Lowell A, Katz Stephen I, Gilchrest Barbara A, Paller Amy S, Leffell David J, Wolff Klaus, eds. Fitzpatrick dermatology in general
medicine. 8th Ed. New York: McGraw-Hill; 2012 .p. 2469-92.
5. World Health Organization. WHO guidelines for the treatment of Treponema Pallidum (syphilis). Switzerland: World Health Organization; 2016 .p. 1-48.
6. Golden MR, Marra CM, Holmes KK. Update on Syphilis. JAMA. 2003;290(11):1510-4.

CDK-290/ vol. 47 no. 9 th. 2020 657


TINJAUAN PUSTAKA

7. Clement ME, Okeke L, Hicks CB. Treatment of syphilis. A systematic review. JAMA. 2014;312(8):1905-15.
8. Janier M, Hegyi V, Dupin N, Unemo M, Tiplica GS, Potocnik M. 2014 European guideline on the management of syphilis. JEADV. 2014;28:1581-93.
9. Workowski KA, Bolan G. Sexually transmitted diseases treatment guidelines 2015. CDC MWR Recommendations and Reports.2015;64(3):34-48.
10. Kingston M, French P, Higgins S, McQuillan O, Sukthankar A, Stott C, et al. UK National guidelines on the management of syphilis 2015. Int J STD AIDS.2015;27(6):421-
6.
11. Kementrian Kesehatan Repuplik Indonesia. Pedoman nasional penanganan infeksi menular seksual. Jakarta: Kementrian Kesehatan Indonesia; 2016 .p. 27-8.
12. Centers for Disease Control and Prevention. Sexually transmitted diseases treatment guidelines. MMWR. 2015;64(3):34-49.
13. Dayan L, Ooi C. Syphilis treatment: Old and new. Expert Opin Pharmacother. 2005;6(13):2271-80.
14. Djuanda A, Natahusada EC. Sifilis. In: Daili SF, Nilasari H, Indriatmi W, dkk, eds. Infeksi menular seksual. 5th Ed. Badan Penerbit FKUI: Jakarta; 2017.p.393.
15. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. Profil kesehatan Jawa Tengah 2017. Semarang: Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah; 2018 .p. 77.
16. Ho EL, Lukehart SA. Syphilis using modern approaches to understand an old disease. J of Clinical Invest. 2011;121(12):4584-92.
17. James WD, Berger TG, Elston DM. Syphilis, yaws, bejel, and pinta. In: Andrew’s disease of the skin clinical dermatology. 11th Ed. Canada: Elsevier; 2011 .p. 54-68.
18. Kinghorn GR, Omer R. Syphilis and congenital syphilis. In: Griffiths CEM, Barker J, Bleiker T, Chalmers R, Creamer D, Eds. Rook’s textbook of dermatology. 9th Ed.
Blackwell Publishing: United Kingdom. 2016;29:3-35.
19. Workowski KA, Berman S. Centers for Disease Control and Prevention. Sexually transmitted diseases treatment guidelines 2010. MMWR Recomm Rep. 2010;59(12):1-
110.
20. Hawkes SJ, Gomez GB, Broutet N. Early antenatal care: Does it make a difference to outcomes of pregnancy associated with syphilis? A systematic review and meta-
analysis. PLOS ONE. 2013;8(2):56713.
21. Hitti J, Watts DH. Bacterial sexually transmitted infections in pregnancy. In: Holmes KK, Sparling PF, Stamm WE, Piot P, Wasserheit JN, dkk, Eds. Sexually transmitted
diseases. 4th Ed. New York: McGraw-Hill; 2008.p.1542-55.
22. Rowawi R, Djayakusumah TS, Achdiat PA. Sifilis. In: Hidayati AN, Daili SF, Niode NJ, Indriatmi W, Budiono ES, Barakbah J, Eds. Manifestasi dan tatalaksana kelainan kulit
dan kelamin pada pasien HIV/AIDS. Badan Penerbit FKUI:Jakarta; 2018 .p. 22-47.
23. Lewis DA, Lukehart SA. Antimicrobial resistance in Neisseria Gonorrhoeae and Treponema pallidum. Sex Transm Infect. 2011;87(suppl2):39-43.
24. Bicillin LA. Penicillin G benzathine: Dosing, indications, interactions, adverse effects and more [Internet]. [cited 2018 Nov 8]. Available from: https://reference.
medscape.com/drug/bicillin-la-permapen-penicillin-g-benzathine-999573#0.
25. Riedner G, Rusizoka M, Todd J, Maboko L, Hoelscher M, Mmbando D, et al. Single-dose Azithromycin vs Penicillin G Benzathine for The Treatment of Early Syphilis.
N Engl J Med.2005;353(12):1236-44.
26. Clement ME, Okeke NL, Hicks CB. Treatment of syphilis: A systematic review. JAMA. 2014;312(18):1905-17.
27. Ghanem KG, Erbelding EJ, Cheng WW, Rompalo AM. Doxycycline compared with benzathine penicillin for the treatment of early syphilis. Clin Infect Dis.
2006;42(6):45-9.
28. Psomas KC, Brun M, Causse A, Atoui N, Reynes J, Le Moing V. Efficacy of ceftriaxone and doxycycline in the treatment of early syphilis. Médecine et maladies
infectieuses. 2012;42(1):15-9.
29. Psomas KC, Brun M, Causse A, Atoui N, Reynes J, Le Moing V. Efficacy of ceftriaxone and doxycycline in the treatment of early syphilis. Med Mal Infect. 2012;42(1):15-9.
30. Spornraft-Ragaller P, Abraham S, Lueck C, Meurer M. Response of HIV-infected patients with syphilis to therapy with penicillin or intravenous ceftriaxone. Eur J Med
Res. 2011;16(2):47-51.
31. Pastuszczak M, Wojas-Pelc A. Current standards for diagnosis and treatment of syphilis: Selection of some practical issues, based on The European (IUSTI) and US
(CDC) guidelines. Postep Derm Alergol. 2013;30(4):203.
32. Lukehart SA, Godornes C, Molini BJ, Sonnett P, Hopkins S, Mulcahy F, et al. Macrolide resistance in Treponema pallidum in the United States and Ireland.N Engl J
Med. 2004;351(2):154-8.
33. Bai ZG, Wang B, Yang KH, Tian JH, Ma B, Liu YL, et al. Azithromycin vs benzathine penicillin G for early syphilis. Int J STD AIDS 2008;19(4):217-21.
34. Fredricks DN, Marrazzo JM. Azithromycin versus penicillin for early syphilis. Clin Microbiol Rev. 1996;9:18-33.
35. Chen XS, Yin YP, Wei WH, Wang HC, Peng RR, Zheng HP, et al. High prevalence of azithromycin resistance to Treponema pallidum in geographically different areas
in China. Clinical Microbiology and Infection. 2013;19(10):975-9.
36. Stamm LV. Global challenge of antibiotic-resistant Treponema pallidum. Antimicrobial agents and chemotherapy. 2010;54(2):583-9.
37. Ghanem KG. Neurosyphilis: A historical perspective and review. CNS Neurosci Ther. 2010;16(5):157-68.
38. Sato NS. Serologic response to treatment in syphilis. InTech. 2016:109-122.
39. Morshed MG. Current trend on syphilis diagnosis: Issues and challenges. Adv Exp Med Biol. 2014;808:51-64.
40. Rosana Y. Pemeriksaan laboratorium mikrobiologi infeksi menular seksual. In: Daili SF, Nilasari H, Indriatmi W, dkk, eds. Infeksi menular seksual. 5th Ed. Badan Penerbit
FKUI: Jakarta; 2017 .p. 50-3.
41. Nayak S, Acharjya B. VDRL test and its interpretation. Indian J Dermatol Venereol. 2012;57(1):3.
42. Kementrian Kesehatan RI. Pedoman tata laksana sifilis untuk pengendalian sifilis di layanan kesehatan dasar Indonesia. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit
dan Penyehatan Lingkungan. Jakarta: Kemenkes RI; 2013 .p. 21-3.
43. Knaute DF, Graf N, Lautenschlager S, Weber R, Bosshard PP. Serological response to treatment of syphilis according to disease stage and HIV status. Clin Infect Dis.
2012;55(12):1615-22.
44. Yang CJ, Lee NY, Lin YH, Lee HC, Ko WC, Liao CH, et al. Jarisch-Herxheimer reaction after penicillin therapy among patients with syphilis in the era of the HIV infection
epidemic. Clin Infect Dis. 2010;51(8):976-9.

658 CDK-290/ vol. 47 no. 9 th. 2020

You might also like