You are on page 1of 38

Draft

PEDOMAN
PEMBENTUKAN
KORPORASI
PETANI
[Pedoman KP]

Pedoman Pembentukan Korporasi Petani pada


Program ICARE
Kementerian Pertanian 2022

Tim UPP ICARE Balitbangtan


Icare.pusat@gmail.com

i
KATA PENGANTAR

K
ementerian Pertanian pada tahun 2022 sampai dengan
2027 akan melakukan pembangunan kawasan
pertanian berkelanjutan yang tertuang dalam Program
ICARE (Integrated Corporation of Agricultural Resources
Empowerment). Program tersebut akan mendapatkan
pendanaan dari Bank Dunia (Word Bank) sesuai dengan hasil
“Second Pre-Appraisal dengan World Bank 27-28
Januari 2022” yang akan dilakukan di 9 provinsi di
Indonesia.
Adapun tujuan dari program tersebut adalah
mendukung pengelolaan kawasan dan rantai nilai komoditas
pertanian yang berkelanjutan dan inklusif di lokasi terpilih.
Konsep pengembangan pertanian diarahkan pada pola
terintegrasi berbasis dua komoditas unggulan spesifik lokasi
di masing-masing lokasi terpilih disamping komoditas
pendukung lainnya. Program yang diusulkan juga sesuai
dengan program strategis Kementerian Pertanian sebagai
tindak lanjut pelaksanaan RPJMN 2020-2024 dan kebijakan
strategis nasional di sektor pertanian.
Dalam pencapaian sasaran progarm ICARE Ruang
Lingkup dan Komponen Program meliputi 3 komponen yakni
Komponen A: Penguatan rantai nilai di kawasan pertanian
terpilih, Komponen B: Penguatan kapasitas institusi untuk
pengembangan rantai nilai dan Kompenen C: Dukungan
Manajemen Proyek. Kementerian Pertanian juga telah
menerbitkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 472 tahun
2018 tentang Lokasi Kawasan Pertanian Nasional sebagai
acuan pemilihan lokasi.

ii
i
Pada pengembangan kawasan pertanian tersebut
kegiatan pembangunan dilakukan mulai dari aspek hulu
hingga hilir yang dikelola dalam satu manajemen kawasan
berbasis korporasi dan inovasi pertanian dengan melibatkan
masyarakat petani, industri/swasta, pemerintah, dan
akademisi. Untuk menjamin tingkat keberlanjutan
(sustainability) hasil pengembangan pertanian di masing-
masing lokasi (9 Provinsi) khususnya tentang
pengembangan korporasi maka diperlukan Project
Operational Manual (POM) berupa buku “Pedoman
Pembentukan Korporasi Petani” yang hal tersebut dapat
dimanfaatkan oleh pelaku kebijakan di masing-masing
provinsi untuk membangun keseragaman tentang konsep
korporasi yang akan di imlementasikan spesifik lokasi.
Diharapkan buku pedoman tersebut dapat digunakan
sebagai acuan pengembangan korporasi petani sehingga
pengembangan program yang salah satunya adalah
korporasi petani mampu memberikan nilai tambah bagi
semua pelaku agribisnis di lokasi pengembangan sebagai
sasaran program.

Jakarta, April 2022

Penyusun

iii
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................... i
DAFTAR ISI ............ ...........................................................................iii
I. PENDAHULUAN ........................................................................... 1
1.1. Latar Belakang Kegiatan...................................................... 1
1.2. Tujuan Kegiatan .................................................................. 2
1.3. Ruang Lingkup ..................................................................... 4
1.4. Landasan Konseptual .......................................................... 4
II. RANCANGAN PEMBENTUKAN KORPORASI PETANI .................... 8
2.1. Visi dan Misi ........................................................................ 8
2.2. Basis Pengembangan Korporasi Petani............................... 9
2.3. Alternatif Model Korporasi Petani .................................... 10
III. RANCANGAN OPERASIONAL .................................................... 16
3.1. Manajemen Usaha ............................................................ 16
3.2. Lokus dan Skala Korporasi Petani ..................................... 17
3.3. Langkah-langkah Proses Pengembangan Korporasi ......... 17
IV. STRATEGI OPERASIONAL ......................................................... 22
4.1. Integrasi usaha pertanian ................................................. 22
4.2. Integrasi pelaku................................................................. 23
4.3. Prinsip Pemilihan Badan Usaha Korporasi Petani ........... 23
4.4. Prinsip Pemilihan Bentuk Badan Hukum .......................... 25
V. ANALISIS RISIKO PENGEMBANGAN KORPORASI PETANI......... 28

iv
iii
iv
I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Kegiatan

Pertanian Indonesia dicirikan oleh usaha berskala kecil,


tersebar, dan dijalankan oleh petani-petani individual dengan
kapasitas terbatas. Korporasi petani merupakan salah satu
bentuk pemberdayaan ekonomi petani yang memiliki dimensi
strategis dalam pengembangan kawasan pertanian karena
dibentuk dari, oleh, dan untuk petani.

Penumbuhan dan pengembangan korporasi petani diyakini


mampu mewujudkan kelembagaan ekonomi petani yang
bersifat korporat (badan usaha) di kawasan pertanian. Hal
ini bertujuan untuk menjadikan petani berdaulat dalam
mengelola keseluruhan rantai produksi usaha tani. Petani
tidak hanya berdaulat dalam pengelolaan onfarm tetapi juga
pengolahan atau off farm dan pemasaran hasil usaha tani.

Pengembangan korporasi petani memerlukan strategi yang


lebih mengedepankan daya saing, inovasi dan kreativitas
dalam menghadapi perubahan lingkungan bisnis pertanian
yang sangat dinamis dan penuh tantangan. Korporasi petani
adalah bagian dari transformasi ekonomi, yaitu gerakan
besar untuk mengubah sistem ekonomi konvensional
menjadi sistem ekonomi yang demokratis. Korporasi petani
juga merupakan infrastruktur sosial ekonomi yang akan
mentransformasikan kegiatan ekonomi berbasis individual
menjadi berbasis korporat.
Korporasi petani dibentuk dari, oleh, dan untuk petani
melalui konsolidasi managemen usaha dari skala kecil

1
Pedoman Pembentukan Korporasi Petani (Pedoman KP) |1
menjadi skala besar berorientasi ekonomi. Pengembangan
korporasi petani menjadi suatu keharusan dalam upaya
peningkatan kesejahteraan petani. Presiden Joko Widodo
dalam Rapat Terbatas Kabinet Kerja pada 12 September
2017 juga menekankan pentingnya penumbuhan dan
pengembangan korporasi petani sebagai landasan
peningkatan kesejahteraan petani.
Kementerian Pertanian telah menerbitkan Permentan Nomor
18/2018 yang mendeskripsikan pedoman pengembangan
kawasan pertanian berbasis korporasi petani sebagai
kelembagaan ekonomi petani berbadan hukum, baik dalam
bentuk koperasi maupun usaha lainnya, yang sebagian besar
modalnya berasal dari petani. Konsep pengembangan
korporasi petani telah tertuang dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional dan Rencana
Strategis Teknokratik Kementerian Pertanian 2020-2024,
yang akan diimplementasikan sebagai major project pada
periode tersebut. Dalam kaitan ini diperlukan terobosan pola
pikir seluruh pelaku pertanian, khususnya petani, untuk
membangun korporasi petani yang didukung oleh program
dan kebijakan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
dalam bentuk penguatan kapasitas petani, kelembagaan
petani dan kapasitas usaha sebagai modal dasar dalam
pelaksanaan major project tersebut.

1.2. Tujuan Kegiatan


Selama beberapa dekade semenjak era Bimas tahun 1960-
an, petani hanya diorganisasikan secara terbatas berupa
kelompok tani dan Gapoktan. Upaya mengkonsolidasikan
usaha dan agirbisnis secara kuat sulit dicapai karena petani
yang kecil-kecil tidak memiliki badan hukum yang setara
dengan pelaku ekonomi lain. Karena itulah Presiden Jokowi

2
2| Pedoman Pembentukan Korporasi Petani (Pedoman KP)
tahun 2017 memerintahkan agar kuat, maka agribisnis harus
dijalankan dengan prinsip-prinsip korporat.

Sejalan dengan itu, tujuan pembentukan korporasi petani


dalam kegiatan ICARE adalah untuk:

1. Mengonsolidasikan usaha dan sekaligus petani untuk


menjalankan manajemen usaha dan rantai pasok
komoditas pertanian.
2. Memberdayakan usaha pertanian petani sehingga
berskala layak secara ekonomi dan berbadan hukum.
3. Mengutuhkan sistem dan usaha agribisnis, mulai dari
hulu sampai hilir secara terpadu.
4. Membangun konektivitas dan aksesibilitas prasarana dan
sarana produksi, permodalan, fasilitas, dan infrastruktur
publik.

Pembentukan korporasi petani adalah untuk mendukung


sasaran utama ICARE yaitu berkembangnya kawasan dan
rantai nilai komoditas pertanian yang berkelanjutan dan
inklusif di lokasi terpilih mendukung ketahanan pangan dan
percepatan pencapaian sasaran pembangunan pertanian
nasional.

Program ICARE diharapkan dapat memberikan sejumlah


manfaat (outcomes) antara lain meningkatnya akses petani
terhadap aset/sarana dan prasarana, serta layanan
pertanian; terbangunnya kemitraan rantai nilai komoditas
pertanian; meningkatnya penjualan hasil/produk pertanian
korporasi petani; dan meningkatnya produktivitas pertanian.

Indikator keluaran berkaitan dengan korporasi yang harus


diperhatikan adalah:

3
Pedoman Pembentukan Korporasi Petani (Pedoman KP) |3
1. Jumlah rancangan bisnis Korporasi Petani yang diperkuat
melalui matching grants (dokumen)
2. Jumlah korporasi petani yang mendapatkan keuntungan
setelah 2 tahun pendanaan dari matching grant (unit).
3. Persentase petani target yang mengikuti pelatihan bisnis
dan finansial korporasi petani (%)
4. Proporsi wanita dalam kepemimpinan dan struktur
manajemen korporasi petani (%).
5. Persentase petani target dalam korporasi petani yang
mendapatkan keuntungan dari infrastruktur yang
didukung oleh program (%).

1.3. Ruang Lingkup

Ruang lingkup terdiri atas dua bagian, yakni usaha pertanian


dan pengelola usaha pertaniannya.

1.4. Landasan Konseptual

Istilah “Korporasi Petani” sesungguhnya belum dikenal


dalam berbagai regulasi dan dokumen pembangunan
pertanian. Konsep in berawal tahun 2017 saat Presiden
mengamanatkan korporasi petani sebagai pendekatan baru
dalam pembangunan pertanian untuk peningkatan produksi
dan pendapatan petani. Pembangunan pertanian periode
Kabinet “Indonesia Maju (2020 - 2024) ke depan akan berisi
berbagai program berbasis kelembagaan ekonomi petani
(KEP) berupa korporasi petani, di antaranya adalah Major

4
4| Pedoman Pembentukan Korporasi Petani (Pedoman KP)
Project di bawah koordinasi Bappenas (Perpres No 18 tahun
2020).

Presiden Jokowi saat pembukaan Asian Agriculture and Food


Forum / AAFF 28 Juni 2018 juga menyatakan: “Saya selalu
menyampaikan, marilah yang namanya petani, jangan
sampai jalan sendiri-sendiri. Buatlah kelompoktani,
gabungan kelompoktani. ...... Tapi itu pun belum cukup.
Untuk menjadi kekuatan besar, buatlah kelompok lebih besar
lagi. Kelompok besar gabungan kelompoktani seperti itu
sering saya sampaikan, namanya korporasi petani. Harus
ada korporasi petani dalam jumlah besar. Kalau swasta bisa,
saya meyakini petani juga bisa". Arahan ini diformalkan
melalui Permentan No. 18/Permentan/RC.040/4/2018
tentang Pedoman Pengembangan Kawasan Pertanian
Berbasis Korporasi Petani. Dalam Permentan ini Korporasi
Petani adalah “Kelembagaan Ekonomi Petani berbadan
hukum berbentuk koperasi atau badan hukum lain dengan
sebagian besar kepemilikan modal dimiliki oleh petani”.

Dalam RPJMN 2020-2024, korporasi petani dicakup dalam


Proyek Prioritas Strategis (Major Project) sebanyak 350 unit
dalam 5 tahun. Pada Lampiran 2 lebih jelas disebutkan
bahwa pemerintah akan menjalankan proyek Penguatan
Jaminan Usaha serta 350 Korporasi Petani dan Nelayan.
Manfaatnya adalah meningkatnya pendapatan petani rata-
rata 5% per tahun dan
pendapatan nelayan rata-rata 10% per tahun (target SDGs)
dan meningkatnya 5% per tahun. Targetnya adalah
peningkatan produktivitas komoditas 5%, dan peningkatan
pendapatan petani Rp 36,2 juta/petani/tahun dan nelayan
Rp. 45,0 juta/nelayan/tahun. Disebutkan bahwa pelaksana di
antaranya adalah Kementan, KemenKP, KemenKUKM,

5
Pedoman Pembentukan Korporasi Petani (Pedoman KP) |5
Kemenperin, Badan Usaha (BUMN/Swasta), Perguruan
Tinggi, Kemendes dan Kemenakertrans.

Disebutkan pula bahwa pendekatan yang digunakan berupa:


(1) Penerapan Good Agricultural Practices dan Pertanian
Digital/Agro Maritim 4.0, (2) Penguatan kelembagaan petani,
(3) Investasi, pembiayaan, asuransi sektor pertanian dan
perikanan, (4) Kemitraan KUKM dan wirausaha pertanian
dan perikanan, serta (5) Fasilitasi pemasaran.

Sesuai dengan Permentan No 18 tahun 2018 tentang


Pedoman Pengembangan Kawasan Pertanian Berbasis
Korporasi Petani, pengembangan kawasan dilakukan dengan
berbasiskan korporasi petani. Pendekatan yang relatif baru
ini, mengandalkan pada organisasi petani berskala berbisnis
berupa KEP berbentuk korporasi, serta pengembangan
berbasis kawasan mengutamakan pada level kecamatan. Ini
merupakan sebuah terobosan baru dalam hal manajemen,
pendekatan dan program pendampingannya.

Kementan menyadari bahwa kelembagaan agribisnis petani


selama ini masih lemah, dimana organisasi petani sebagai
pelaku agribisnis berskala kecil dan tidak berbadan hukum
sehingga sulit menjalin relasi secara sejajar dengan pelaku
ekonomi lain. Sementara, pembangunan pertanian belum
berbasiskan kawasan, namun tersebar secara geografis, dan
relasi yang terbangun belum terintegrasi secara padu.

Dalam literatur Ilmu Ekonomi, kata kunci terkait


“corporation” atau “corporative” adalah: business, company,
firm, enterprise, organization, establishment, corporatebody,
perusahaan yang besar, memiliki banyak anak perusahaan,
sudah berdiri lama, terbukti tangguh, sukses memberikan

6
6| Pedoman Pembentukan Korporasi Petani (Pedoman KP)
keuntungan yang besar. Kementan mendorong korporasi
petani sebagai model kelembagaan kerjasama ekonomi
sekelompok petani dengan orientasi agribisnis melalui
konsolidasi usaha utamanya untuk off farm. Dengan
korporasi petani, pengelolaan sumberdaya bisa lebih optimal
karena dilakukan secara lebih terintegrasi sehingga
terbentuk usaha yang lebih efisien dan efektif.

7
Pedoman Pembentukan Korporasi Petani (Pedoman KP) |7
II. RANCANGAN PEMBENTUKAN KORPORASI
PETANI

2.1. Visi dan Misi

Pada hakekatnya, korporasi petani membawa paradigma


baru dalam pendekatan pemberdayaan petani dan agribisnis.

1. Dengan korporasi petani, pemberdayaan tidak lagi


berbasis charity, tapi bisnis.
2. Dukungan kepada petani tidak lagi berbentuk bantuan,
namun pinjaman, penyertaan saham, dan kerja sama
kemitraan.
3. Relasi yang dibangun secara horizontal dan vertikal
adalah relasi bisnis.
4. Organisasi petani tidak lagi hanya sebatas desa, tapi
lebih besar dan lebih tinggi, bisa berupa Gapoktan
Bersama di level kecamatan, dan berupa korporasi petani
yang mencakup 1 atau lebih kecamatan (berbentuk
Koperasi Sekunder atau Induk Perusahaan).
5. Korporasi tidak bisa lagi menjadi milik satu kementerian,
namun melibatkan beberapa K/L dalam penumbuhan dan
pengembangannya, sesuai amanat RPJMN.

Visi utama pembentukan dan pengembangan korporasi


petani akan mampu mewujudkan kelembagaan ekonomi
petani yang bersifat korporat (badan usaha) di kawasan
pertanian. Ini akan menjadikan petani berdaulat dalam
mengelola keseluruhan rantai produksi usaha tani. Petani
tidak hanya menjalankan pengelolaan on farm tetapi juga

8
8| Pedoman Pembentukan Korporasi Petani (Pedoman KP)
pengolahan atau off farm dan pemasaran hasil usaha tani.
Opsi untuk kegiatan on farm dapat dijalankan secara
individual atau berupa pertanian kolektif (corporate farming),
sedangkan untuk usaha off farm akan dijalankan oleh
kelompok (kelompoktani, KWT, UPJA, dan Gapoktan) dan
badan-badan usaha milik petani berbadan hukum (koperasi
atau PT).

2.2. Basis Pengembangan Korporasi Petani

Basis pengembangan korporasi petani akan terdiri atas dua


bentuk sesuai isi dari korporasi petani tersebut, yakni basis
untuk bisnisnya dan basis untuk aktor/pelakunya.

Basis Bisnis:

Basis usaha pertanian untuk korporasi petani adalah sistem


agribisnis yang sudah berjalan di lapangan.
Pengembangannya akan mencakup mobilisasi petani untuk
menciptakan skala ekonomi dalam rangka penambahan nilai
pasca panen, meliputi agregasi, penjaminan mutu,
pengemasan, penyimpanan, dan pemasaran yang diorganisir
sebagai Korporasi Petani. Untuk beroperasi sebagai badan
usaha, korporasi petani harus dapat bernegosiasi dengan
jasa dan pasar, sehingga mampu menghasilkan produk
berkualitas yang lebih baik dengan harga pasar yang
kompetitif dan volume yang lebih besar.

Basis Aktor/Pelaku:

Korporasi petani adalah aktor/pelaku yang mebutuhkan


lokus/area tempatnya beroperasi. Sebagaimana dijelaskan

9
Pedoman Pembentukan Korporasi Petani (Pedoman KP) |9
dalam Permentan 18 tahun 2018, areanya adalah kawasan
pertanian. Ini bukan sekedar hamparan pertanian biasa,
namun satu area yang dicirikan oleh integrasi kuat di
dalamnya, yakni terdiri 1 atau lebih komoditas pertanian
dengan konsolidasi usaha yang sedemikian sehingga mampu
menghasilkan nilai tambah tertinggi melalui rekayasa teknis
dan manajemen. Korporasi petani sebagai bentuk relasi baru
dibangun di atas relasi-relasi lama yang telah ada maupun
menciptakan relasi baru. Relasi lama dapat berupa kelompok
(social group) maupun jaringan (network).

Relasi-relasi sosial terpola yang sudah ada (berupa kelompok


maupun jaringan) menjadi basis pembentukan koperasi.
Setelah koperasi terbentuk pun, kelompok-kelompok formal
yang ada (KT, Gapoktan, dll) tidak dihilangkan, namun
menjadi mitra koperasi. Dalam Program ICARE disebut
dengan “penggabungan kelompok kedalam Korporasi
Petani.” Kelompok adalah apa yang disebut dengan
“kelembagaan petani” dalam UU 19 tahun 2013 dan UU 16
tahun 2006 atau regulasi lain, yakni: kelompoktani, KWT,
kelompok pemuda tani, P3A, UPJA dan Gapoktan. Kelompok
ini menjadi bersama-sama badan usaha berbadan hukum
(koperasi atau PT) menjalankan korporasi petani.

2.3. Alternatif Model Korporasi Petani

Opsi korporasi petani dalam makna relasi antar aktor di


dalamnya akan memiliki beberapa pilihan. Jenis aktor dan
area kerjanyanya adalah sebagaimana tertuang (Tabel 1)
berikut:

10
10 | Pedoman Pembentukan Korporasi Petani (Pedoman KP)
Tabel 1. Jenis KP dan KEP serta cakupan dan jumlahnya
per area

KP dan KEP Dusun Desa Kecamatan Level


kawasan
(beberapa
kec atau
maks 1
kab)
Kelompoktani/KWT Maksimal
1 unit/
dusun
Gapoktan Maksimal
1 unit/
desa
Gapoktan Bersama Maksimal 1
unit/ kec
Koperasi primer/ Maksimal Dapat lebih Dapat lebih
perusahaan 1 unit/ dari 1 unit/ dari 1 unit/
individual desa kec kawasan
Koperasi Maksimal 1
Sekunder/induk unit/
perusahaan kawasan

Opsi di atas mengikuti kebijakan selama ini, setidaknya


sampai level desa. KT dan KWT di level dusun dan Gapoktan
sebagai organisasi pengkoordinasi (second level
organization) di level desa. Yang baru adalah Gapoktan
Bersama di level kecamatan.

Sementara koperasi, untuk koperasi primer (atau


perusahaan) pilihannya bisa di level desa, kecamatan, atau
beberapa kecamatan. Jumlahnya dapat lebih dari 1 unit
koperasi per level. Pada konsep tersebut, untuk koperasi
sekunder (induk perusahaan) pilihannya adalah 1 unit di
level kawasan, yakni beberapa kecamatan atau kabupaten).
Kombinasi antara koperasi dan perusahaan dimungkinkan
juga terjadi.

11
Pedoman Pembentukan Korporasi Petani (Pedoman KP) | 11
Dalam korporasi petani, keberadaan kelembagaan (KT, KWT,
Gapoktan, dll) tetap dipertahankan, sehingga korporasi
petani akan berisi seluruh KP dan KEP yang ada dalam satu
kawasan (Gambar 1). Contoh pembagian peranantara KP
dan KEP untuk berbagai aktivitas agribisnis disampaikan
pada Tabel berikut. KP akan lebih banyak berperan secara
internal, sedangkan KEP karena merupakan entitas hukum
(berbadan hukum) akan lebih banyak berperan keluar,
misalnya mendapatkan kontrak penyaluran pupuk bersubsidi
dari PT Pupuk Indonesia, mendapatkan pinjaman dari bank
komersial, serta juga berhubungan dengan BUMD semisal
food station Jakarta untuk pemasaran beras, dll.

Gambar 1. Korporasi petani dijalankan oleh kerja sama


kelembagaan petani dan kelembagaan ekonomi
petani

Secara umum, penumbuhan KP (KT, Gapoktan) dan KEP


(koperasi, PT) dalam korporasi petani berpedoman kepada
prinsip-prinsip berikut, yaitu:

12
12 | Pedoman Pembentukan Korporasi Petani (Pedoman KP)
1. Prinsip bertolak atas kenyataan yang ada (existing
condition). Tiap kelompok masyarakat memiliki
sejarahnya sendiri, sehingga kondisi yang ada harus
menjadi dasar pengembangan.
2. Prinsip kebutuhan, dengan memperhitungkan kebutuhan
teknis dan manajemennya.
3. Prinsip berpikir dalam kesisteman. Satu pelaku bisa
menggantikan tugas yang lain, bergantung kepada yang
lebih siap dan efisiensi.
4. Prinsip partisipatif. Pada hakikatnya, seluruh keputusan
dan aksi haruslah merupakan kesepakatan semua pihak.
Pembentukan organisasi petani (KP dan KEP) yang
didasarkan atas keinginan dan kesadaran sendiri tentu
akan menumbuhkan rasa memiliki yang sesungguhnya.
5. Prinsip efektifitas. KP dan KEP hanyalah alat, bukan
tujuan. Membangun KP dan KEP baru atau revitalisasi
yang lama, harus dapat diposisikan sebagai salah satu
langkah menuju tujuan tersebut.
6. Prinsip efisiensi. Pembentukan satu unit atau lebih
KP/KEP dengan pertimbangan biaya, kemudahan, dll.
7. Prinsip fleksibilitas. Pembentukan KP/KEP sesuai dengan
sumberdaya yang ada, kondisi yang dihadapi, keinginan
dan kebutuhan petani, serta kemampuan petugas
pelaksana.
8. Prinsip orientasi pada nilai tambah atau keuntungan.
Opsi yang dipilih adalah yang mampu memberikan nilai
tambah atau keuntungan paling besarbagi seluruh
pelaku agribisnis yang terlibat, terutama pelaku di
perdesaan.
9. Prinsip desentralisasi. Setiap sel dalam sistem harus
mampu beroperasi dengan kewenangan cukup,
sehingga kreatifitasnya dapat berkembang optimal.

13
Pedoman Pembentukan Korporasi Petani (Pedoman KP) | 13
10. Prinsip keberlanjutan. Pada akhirnya system korporasi
petani harus mampu membangun kekuatannya sendiri
dari dalam. Ia akan tetap mampu beroperasi, meskipun
input atau dukungan dar iluar berkurang.

Tabel 2. Pembagian peran antara KP dan KEP dalam


korporasi petani secara umum
Kegiatan agribisnis Peran KP (KT, Peran KEP
Gapoktan, (koperasi/PT)
Gapoktan
Bersama)
1. Penyediaan air irigasi P3A menjalankan di Koperasi menyediakan
level KT honor dari keuntungan
koperasi
2. Penyediaan benih KT penangkar Koperasi mengolah
memproduksi calon calon benih menjadi
benih benih
3. Penyediaan pupuk dan Gapoktan sebagai Koperas menjadi
obat-obatan kios (lini IV) pupuk distributor (lini III)
bersubsidi pupuk bersubsidi
4. Penyediaan modal KT melakukan Koperasi permodalan
pendataan petani menyediakan pinjaman
dan penagihan
5. Penyediaan Alsintan KT dan Gapoktan Koperasi Alsintan
melakukan menata manajemen
konsolidasi di lapang pengelolaan Alsintan 1
kecamatan
6. Penyediaan tenaga KT menyusun jadwal
kerja tanam
7. Pengolahan hasil panen KT dan Gapoktan Dryer dan RMU dikelola
membantu Koperasi pengolahan
pengumpulan gabah
8. Pemasaran hasil panen Koperasi pemasaran
melakukan penjualan
dan kemitraan dengan
luar
9. Penyediaan informasi KT sebagai tempat
pasar diskusi
10. Penyediaan informasi KT sebagai tempat
teknologi diskusi
Catatan:

14
14 | Pedoman Pembentukan Korporasi Petani (Pedoman KP)
Dalam satu korporasi petani dapat terdiri beberapa Koperasi
sekaligus dengan wilayah kerja yang sama, yakni koperasi
produsen benih, Koperasi permodalan, Koperasi pengolahan
RMU, Koperasi pemasaran, dll

15
Pedoman Pembentukan Korporasi Petani (Pedoman KP) | 15
III. RANCANGAN OPERASIONAL

3.1. Manajemen Usaha

Manajemen kawasan pertanian berbasis korporasi petani


membutuhkan unit manajemen pengelola kawasan yang
dapat mengonsolidasikan perencanaan, pelaksanaan, dan
pemantauan
Perkembangan pelaksanaan pengembangan kawasan dari
waktu kewaktu. Dibutuhkan satu Unit Manajemen Pengelola
Kawasan yang dibentuk, dikoordinasikan, dan difasilitasi oleh
Tim Teknis kabupaten/kota yang membidangi komoditas.
Perannya adalah menyusun rencana pengembangan
kawasan dan kerjasama lintas kawasan, sosialisasi dan
koordinasi dengan para memangku kepentingan, merancang
penyelenggaraan temu usaha, pameran/ eksibisi, promosi
investasi, pelaporan perkembangan pelaksanaan bulanan,
tahunan, dan insidentil, serta aktivitas lain yang terkait
dengan pengembangan kawasan.

Dalam operasionalnya, manajemen pengembangan kawasan


di tingkat lapangan secara umum mengacu pada organisasi
pengelola kawasan sebagaimana yang diatur dalam
Permentan 18/2018, yaitu dalam bentuk Tim Pembina dan
Tim Teknis di tingkat kabupaten/kota. Kedua organisasi
tersebut didukung oleh unit manajemen teknis yang
berfungsi sebagai operator dan pengendali kegiatan di
tingkat kawasan maupun unit usaha korporasi.

Manajemen di unit korporasi menjadi kewenangan dan


tanggung jawab pengurus korporasi petani, yaitu pengurus

16
16 | Pedoman Pembentukan Korporasi Petani (Pedoman KP)
koperasi atau pemilik kelembagaan ekonomi lainnya sebagai
Unit Manajemen Korporasi (UMK). Dalam rangka penerapan
manajemen korporasi petani yang baik dan benar maka
perlu ditunjuk manajer yang jumlahnya disesuaikan dengan
ruang lingkup usaha, seperti manager umum dan manager
di masing-masing unit usaha.
Manajer di tingkat unit usaha harus dibekali dan dilatih
tentang korporasi, penguasaan prinsip manajeman
administrasi keuangan dan sumberdaya manusia, sehingga
kegiatan pendampingan pembinaan penyuluhan harus
memasukkan program penyuluhan di
Bidang korporasi petani.

3.2. Lokus dan Skala Korporasi Petani

Sebagaimana dijelaskan dalam Permentan No 18 tahun


2018, korporasi petani adalah manajemen sekaligus aktor
dalam menjalankan kawasan pertanian. Jadi, lokus atau area
kerja korporasi petani adalah satu “kawasan pengembangan
pertanian” sebagaimana dijelaskan dalam Permentan No 41
tahun 2009 tentang Kriteria Teknis Kawasan Peruntukan
Pertanian.

3.3. Langkah-langkah Proses Pengembangan


Korporasi

Pengembangan korporasi petani akan dilakukan dalam lima


tahapan yang terdiri atas:

17
Pedoman Pembentukan Korporasi Petani (Pedoman KP) | 17
1) Persiapan dan penumbuhan korporasi;
2) Perancangan model dan penataan bisnis korporasi;
3) Pengembangan model bisnis;
4) Penguatan bisnis korporasi;
5) Pemandirian korporasi secara berkelanjutan

Langkah-langkah yang harus dilakukan dalam


pengembangan korporasi petani meliputi:

1. Langkah pertama untuk menentukan lokasi yang siap


dikembangkan menjadi kawasan berbasis korporasi dan
mulai mempersiapkan sumberdaya yang tersedia,
sehingga diperlukan konsultasi dengan lintas pemangku
kepentingan, analisis diagnostik untuk mengetahui
potensi dan keterbatasan yang dimiliki suatu lokasi.
Selain itu juga dilakukan identifikasi infrastruktur dan
mempersiapkan sumberdaya manusia serta
kelembagaannya.
2. Langkah kedua adalah analisis diagnostik dan kelayakan
usaha untuk menetapkan model kerjasama usaha
dengan kelembagaan ekonomi lainnya.
3. Langkah ketiga ialah analisis kinerja bisnis dan perluasan
cabang usaha/diversifikasi usaha serta perluasan volume
produksi untuk memanfaatkan Kapasitas terpasang
faktor produksi yang dimiliki.
4. Langkah keempat mencakup penguatan bisnis korporasi
melalui sumber pembiayaan, networking, promosi dan
perlindungan usaha. Tahap kelima difokuskan pada
penguatan manajemen mutu agar produk yang
dihasilkan korporasi dapat diproduksi secara
berkelanjutan.

18
18 | Pedoman Pembentukan Korporasi Petani (Pedoman KP)
Pengembangan korporasi petani pada hakekatnya
terdiri atas dua bagian, sehingga dilakukan proses
penumbuhan dan pengembangan untuk organisasi petani dan
pengembangan kelembagaan agribisnis. Dua gambar berikut
secara sederhana memperlihatkan simulasi proses dimaksud,
yang menggambarkan kondisi eksisting (pra program ICARE)
dan kondisi ideal yang akan dicapai. Gambar 2 memvisualkan
kondisi eksisting, dimana meskipun sudah ada kelompok tani
dan Gapoktan, kinerja organisasi petani diperkirakan belum
optimal. Selain itu, diduga sebagian petani juga belum masuk
kelompok, utamanya pada kalangan perempuan dan petani
muda. Untuk Kelompok Tani, atau kelompok yang tergolong
individual organization, mencakup KWT, kelompok Pemuda
Tani, P3A, dan UPJA; maka opsi nya adalah memperkuat
kelompok yang lama atau membuat kelompok baru.

Demikian pula dengan Gapoktan sebagai secondary


level organization. Selain memperkuat Gapoktan yang lama,
dimungkinkan untuk membuat Gapoktan baru, jika di desa
bersangkutan belum ada. Sesuai Permentan no 67 tahun 2016
tentang Pembinaan Kelembagaan Petani, dimungkinkan
sebenarnya satu desa lebih dari satu Gapoktan. Penguatan
yang lama atau membuat yang baru, menggunakan
pertimbangan sebagaimana dijelaskan berikut.

Sementara, untuk petani (petani laki-laki senior, wanita tani,


dan pemuda tani) yang belum masuk kelompok, namun
menjadi calon peserta Icare; akan dibuatkan kelompok baru,
baik KT, KWT dan Kelompok Pemuda Tani.

Gambaran ideal nanti saat beroperasi nya agribisnis


kawasan, maka aktor nya adalah mencakup KT, Gapoktan,
serta koperasi primer dan koperasi sekunder. Pendirian

19
Pedoman Pembentukan Korporasi Petani (Pedoman KP) | 19
koperasi sekunder, sesuai UU No 25 tahun 1992, dapat
dilakukan jika setidaknya dibentuk oleh 3 unit koperasi primer
dan telah melakukan dua kali RAT, atau telah beroperasi
selama 2 tahun.

Gambar 2. Pola penumbuhan dan pengembangan


organisasi petani pada lokasi ICARE

Untuk aktivitas penumbuhan dan pengembangan


kelembagaan agribisnis, dari Gambar 3 di bawah terlihat
skema dasar kondisi eksisting dan gambaran ideal nanti saat
agribisnis kawasan telah berjalan. Gambar 3 ini lebih sebagai
simulasi sederhana, yang akan disesuaikan di lapangan,
sehingga dimungkinkan ada modifikasi. Kelembagaan
agribisnis dalam hal ini didelineasi atas 10 kegiatan mulai
dari pemenuhan/penyediaan benih sampai dengan
pemenuhan informasi pasar. Kesepuluh aktivitas ini
merupakan komponen pokok dalam berjalannya agribisnis
satu komoditas pada kawasan.

20
20 | Pedoman Pembentukan Korporasi Petani (Pedoman KP)
Kondisi eksisting diperkirakan dalam kondisi lemah
dan tidak menguntungkan, sehingga ICARE berupaya
mencapai kondisi ideal melalui dukungan teknologi,
permodalan, Bimtek, pendampingan, dan penguatan
manajemen agribisnis. Pada bagian kanan gambar ini
disampaikan aktor yang akan menjalankan tiap aktivitas
agribisnis tersebut.

Gambar 3. Pola penumbuhan dan pengembangan


kelembagaan agribisnis pada lokasi ICARE

21
Pedoman Pembentukan Korporasi Petani (Pedoman KP) | 21
IV. STRATEGI OPERASIONAL

Integrasi dalam korporasi petani berlangsung untuk bisnis


dan juga pelaku, dan masing-masing melalui dua dimensi
(horizontal dan vertikal). Dengan dua dimensi integrasi ini,
maka tidak akan terjadi konflik kepentingan, baik
dalam bidang usaha maupun porsi keuntungan. Akan
terwujud suasana saling mendukung untuk mencapai skala
usaha yang besar agar mampu mencapai efektivitas dan
efisiensi yang tinggi serta memperkecil risiko usaha.

Strategi operasional didasarkan atas situasi tersebut,


sehingga selengkapnya demikian:

4.1. Integrasi usaha pertanian

Secara horizontal yakni Korporasi pada


hakekatnya mengintegrasikan usaha-usahatani dan sekaligus
petaninya. Meskipun usaha-usaha budidaya (on farm) terdiri
atas skala kecil-kecil dan tersebar secara geografis, namun
dikelola dalam satu manajemen, bergabung menjadi
sekelompok usaha yang akhirnya menjadi besar. Konsolidasi
dapat berupa pengaturan masa tanam, varietas yang
sama, penyamaan teknologi yang diterapkan, masa panen,
penetapan harga, dan lain-lain. Jadi, meskipun mereka pada
hakekatnya usaha-usaha kecil yang otoritasnya tetap berada
di tangan masing-masing, namun kesepakatan-kesepakatan
manajemen telah menjadikan mereka kelompok usaha yang
kuat karena satu keputusan manajemen. Integrasi
horizontal ini akan menyatukan tindakan diantara para pihak
(perorangan atau grup) yang strata yang sama.

22
22 | Pedoman Pembentukan Korporasi Petani (Pedoman KP)
Secara vertikal yakni korporasi akan mengintegrasikan
seluruh aktivitas hulu ke hilir dalam satu manajemen pula.
Keputusan di on farm didasarkan pada potensi off farm.

4.2. Integrasi pelaku

Secara horizontal dimana korporasi tidak menghapus


(delete) kelompok tani dan Gapoktan. Koperasi atau
perusahaan yang merupakan badan usaha berbadan hukum,
tidak menghapus keberadaan dan peran kelompoktani dan
Gapoktan yang merupakan badan usaha bukan berbadan
hukum. Pembagian tugas di antara pelaku korporasi
(koperasi, KT, Gapoktan, dan petani-petani
individual) dirumuskan dengan mempertimbangkan
kemampuan dan peluang usaha yang ada. Dengan demikian,
korporasi akan menjadi wadah untuk menghasilkan collective
action pada sistem agribisnis pada satu kawasan.

Secara vertikal yakni kerjasama antara kelompoktani dan


dengan Gapoktan dan Gapoktan Bersama di atasnya, serta
dengan koperasi dengan mempertimbangkan kemampuan
dan peluang usaha.

4.3. Prinsip Pemilihan Badan Usaha Korporasi


Petani
Rekayasa kelembagaan (institutional arrangement) pada
hakekatnya adalah segala hal yang berkenaan dengan tata
hubungan seluruh pelaku dalam suatu sistem tertentu. Jenis
dan jumlah kelompok pelaku dalam korporasi akan
berbeda, bergantung pada banyak faktor, yakni jenis

23
Pedoman Pembentukan Korporasi Petani (Pedoman KP) | 23
komoditas yang akan diusahakan, skala usaha, tingkat
kemajuan usaha, kemampuan permodalan, beban
manajemen, kemudahan komunikasi, hambatan geografis,
ketersediaan SDM, dukungan pemerintah, dan lain-lain.
Karena itu, model korporasi yang tepat untuk satu komoditas
di suatu wilayah akan berbeda.

Secara sederhana, tahapan dalam memilih model tersebut


terdiri atas tiga langkah yang harus dijalankan secara
berurutan sebagai berikut:

(1). Pertimbangan teknis (possible). Aspek teknis menjadi


pertimbangan utama dalam merancang dan merunutkan
aktivitas dan proses sehingga bisnis dapat dijalankan dengan
baik. Dalam tahap ini perlu dipahami bisnis yang akan
dijalankan, teknologi yang akan diterapkan, lokasi untuk
setiap kegiatan, dan kebutuhan prasarana setiap aktivitas.
Dalam konteks ini, maka tentu
kita tidak akan mengembangkan usaha yang bahan bakunya
tidak terjamin dan teknologinya tidak dikuasai. Demikian
pula pilihan gudang alat-mesin pertanian, perlu
mempertimbangkan apakah harus satu atau dua tempat,
bergantung pada jumlah dan jarak antara gudang alat-mesin
dengan lokasi persawahan.

(2). Pertimbangan finansial (provitable). Setelah secara


biofisik sesuai (kaidah-kaidah teknik dan kelimuan), maka
pertimbangan berikutnya adalah apakah bisnis tersebut akan
mendatangkan keuntungan atau tidak? Apakah suatu
teknologi dapat menekan biaya dan meningkatkan nilai
tambah? Apakah modal yang dibutuhkan mungkin dapat
dipenuhi?

24
24 | Pedoman Pembentukan Korporasi Petani (Pedoman KP)
Jika usaha dan teknologinya telah dikuasai, namun potensi
keuntungan yang diperoleh rendah, maka janganlah usaha
tersebut dipilih. Misalnya, petani telah terampil menghasilkan
pupuk organik namun harga jualnya rendah dan tidak
menguntungkan. Dengan demikian, usaha pupuk organik
tersebut sebaiknya dibatalkan saja dulu.

(3). Pertimbangan manajerial (capable) Pertimbangan


manajerial dilakukan setelah satu bidang usaha layak secara
teknis dan ekonomi. Setelah itu baru diputuskan siapa
aktor yang mampu menjalankan suatu bisnis, apakah
Poktan, Gapoktan, atau koperasi? Dapat pula diserahkan
kepada petani secara individual. Tidak semua usaha diambil
alih oleh koperasi.

4.4. Prinsip Pemilihan Bentuk Badan Hukum

Berkenaan dengan badan hukum korporasi, pilihannya


adalah koperasi atau PT, atau kombinasi keduanya. Pilihan
tersebut perlu mempertimbangkan aspek kelebihan dan
kekurangannya sebagai berikut:

1. Pilihan pada koperasi. Keuntungannya, lebih mudah, lebih


cepat didirikan, dan biayanya tidak mahal, serta
kebutuhan modal tidak besar. Kekurangannya, modal
dalam jumlah besar sulit dihimpun dengan cepat karena
petani anggota biasanya lemah permodalan, manajemen
kurang terawasi sehingga tidak rapi, dan pengelola tidak
mendapat reward yang memadai, terutama di awal
pendiriannya.

2. Pilihan pada perusahaan. Keuntungannya, dapat menjalin


kerjasama keluar lebih mudah, imagenya positif di

25
Pedoman Pembentukan Korporasi Petani (Pedoman KP) | 25
masyarakat dan antar pelaku usaha, serta lebih lincah
karena keputusan dapat cepat dibuat. Kekurangannya,
pendirian perusahaan relatif lebih sulit, kebutuhan modal
besar, pembukuan dan manajemen lebih merepotkan,
kewajiban pajak lebih rumit, dan lain-lain.

Pilihan selanjutnya adalah apakah menggunakan organisasi


primer (koperasi primer, perusahaan individual) atau
sekunder (koperasi sekunder, induk perusahaan), dan
berapa jumlah unitnya per wilayah. Pertimbangan yang perlu
diperhatikan adalah sebagai berikut:

1. Tidak berkompetisi. Tidak ada perebutan atau kompetisi


pada bidang bisnis yang sama. Relasi antara pelaku
secara horizontal (sesama primer) dan vertikal (antara
primer dan sekunder) adalah relasibisnis, yakni berupa
transaksi pasar, misalnya jual beli.

2. Skala usaha dan kelayakan ekonomi. Pilihan untuk


membuat unit baru (primer atau sekunder) adalah
karena pertimbangan skala usaha dan kemampuan
manajemen. Unit baru hanya dibentuk jika pelaku yang
lama sudah tidak sanggup menjalankan (mungkin karena
skala usaha sudah besar atau karena bidangnya lain) dan
bidang usaha yang akan dijalankan cukup mampu
memberi keuntungan ekonomi sehingga memenuhi biaya
manajemen untuk minimal membayar karyawan dan
keuntungan untuk anggota.
3. Relasi organisasi versus relasi pasar. Pilihan dalam
pembentukan organ (koperasi/perusahaan) primer baru
atau organ sekunder berdasarkan relasi yang lebih
mungkin dan mudah dilakukan. Jika yang dibentuk
adalah organ primer baru, maka relasi antar pelaku

26
26 | Pedoman Pembentukan Korporasi Petani (Pedoman KP)
secara horizontal merupakan relasi pasar, yakni jual beli.
Jika pilihan membentuk unit sekunder maka akan
membuat relasi yang terjadi antara organ primer dengan
sekunder sebagai relasi ke organisasi anvertikal yang
saling membantu. Sebagai contoh, tiga organ primer
dengan satu organ sekunder akan menjadi holding yang
akan saling membantu dalam manajemen dan
permodalan di antara keempat organ. Namun, jika hanya
membantu keempat organ primer maka tidak ada relasi
manajemen dan permodalan sesama mereka.

27
Pedoman Pembentukan Korporasi Petani (Pedoman KP) | 27
V. ANALISIS RISIKO PENGEMBANGAN KORPORASI
PETANI

Secara umum, risiko merupakan hal-hal yang menyangkut


timbulnya kerugian, penyimpangan aktual dari yang
diharapkan, dan probabilitas suatu hasil yang berbeda
dengan yang diharapkan. Tingkat risiko berbanding terbalik
dengan variasi keuntungan (return). Semakin besar variasi
keuntungan yang mungkin diperoleh, semakin tinggi risiko
yang mungkin terjadi, dan sebaliknya.

Analisis risiko program pengembangan korporasi petani


adalah bentukan analisis untuk mengidentifikasi
permasalahan yang terdapat dalam suatu program
pengembangan korporasi petani (Tabel 3). Analisis risiko
bertujuan untuk mengurangi permasalahan yang timbul
dalam program pengembangan. Dengan analisis risiko,
program pengembangan korporasi petani diharapkan dapat
berjalan lancar dan memenuhi manfaat seperti yang
diinginkan.

Berikut dipaparkan berbagai titik kritis risiko yang harus di


waspada dalam pengembangan korporasi, beserta potensi
resiko/dampak dan mitigasinya:

28
28 | Pedoman Pembentukan Korporasi Petani (Pedoman KP)
Tabel 3. Analisis resiko program pengembangan korporasi
petani

Bentuk resiko Potensi Mitigasi dampak/resiko


dampak/resiko
1. Konsep Grand  Kegiatan berjalan  Sosialisasi, koordinasi,
Design yang belum dengan arah dan serta pendampingan PMU
dipahami dan manajemen yang tidak sampai kelapangan
belum satu persepsi sesuai pedoman
2. Kegagalan  Kelompok rentan yang  menyusun Stakeholder
mengaplikasikan di terabaikan atau tidak Engagement
lapangan mendapat manfaat Framework/Plan/SEF/P
dalam penguatan yang menekankan
kemampuan pelibatan kelompok rentan
 Kegagalan usaha serta kelompok lain yang
pertanian (on farm dan terdampak oleh
off farm) pelaksanaan Program.
 Asuransi pertanian
(asuransi biaya, asuransi
hasil, asuransi pendapatan,
dan asuransi dampak
perubahan iklim), contract
farming)
3. Kegagalan  Bisnis on farm (oleh  kontrak/sewa lahan,
mendapatkan petani) dan off farm investasi dan lembaga
modal usaha (oleh koperasi/PT) keuangan/bank.
tidak berkembang
4. Kegagalan usaha  Target produksi dan  perluasan area (skala
budidaya produktivitas tidak usaha),
tercapai kepada manajemen budidaya
termasuk pemilihan produk
dengan risiko rendah, atau
produk dengan siklus produksi
yang pendek, memberikan
kecukupan likuiditas
 diverisifikasi produk
5. Kegagalan usaha  Nilai tambah tidak  Bimtek dan pendampingan
pengolahan diperoleh korporasi  Dukungan sarana usaha
petani

29
Pedoman Pembentukan Korporasi Petani (Pedoman KP) | 29
6. Kegagalan usaha  Produk tidak  pengembangan pasar,
pemasaran hasil dipasarkan dengan penjualan langsung kepada
jumlah dan harga yang pengolahan atau pedagang
menguntungkan besar, menggunakan
fasilitas kredit perdagangan
berjangka komoditas
pertanian.
7. Kegagalan  Pendapatan rumah  Strategi diversifikasi,
peningkatan tangga petani sama Peningkatan pendapatan
pendapatan petani atau menurun yang bersumber dari
dibanding sebelum kegiatan di luar pertanian
kegiatan
8. Rendahnya  Kurangnya dukungan  Pelibatan pemangku
komitmen dan infrastruktur untuk kepentingan juga akan
dukungan pengembangan model memastikan inklusivitas
stakeholders kawasan pertanian dari Program ICARE.
terpilih termasuk
informasi akan
melibatkan mitra
eksternal yang menjadi
penyedia infrastruktur.

9. Hambatan dari  Gangguan secara fisik  Dilakukan analisis


pihak-pihak yang dan manajerial stakeholders untuk
merasa bersaing antisipasi
 Komunikasi dan pelibatan
secara partisipatif semua
stakeholders
10. Konflik internal  efektivitas manajemen  Panduan kerja yang jelas
terkendala  Pembagian peran secara
 Kegiatan menjadi terstruktur
lambat  Rencana kerja lapang yang
ketat

30
30 | Pedoman Pembentukan Korporasi Petani (Pedoman KP)

You might also like