You are on page 1of 11

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/349759409

Perlindungan terhadap Anak-Anak Palestina dalam Konflik Bersenjata di Jalur


Gaza

Article · March 2021

CITATIONS READS

0 985

1 author:

Andhira Aulya Ayu


Brawijaya University
3 PUBLICATIONS   0 CITATIONS   

SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Andhira Aulya Ayu on 04 March 2021.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Perlindungan terhadap Anak-Anak Palestina
dalam Konflik Bersenjata di Jalur Gaza

Andhira Aulya Ayu


Hubungan Internasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Brawijaya
andhiraaa@student.ub.ac.id

Abstract

Every people should get legal protection, in public protection, older/ women who are pregnant/
and children can be categorized as civilians who are not taking part in hostilities. Children get
protection with regard to personal honor, family rights, wealth, and religious practices. The
problems that the lift in this article are How is the protection of children in a conflict armed
between Israel and Palestine (the Gaza Strip), This article uses normative juridical approach.
Data used include secondary data. From the study, it can be concluded that In the case of armed
conflict between Palestine and Israel especially in Gaza, enforcement of humanitarian law can
not be applied because of the situation of the Palestinian state (Gaza).
Keywords : Children, Protection, Palestine, Gaza Strip

Pendahuluan

Setiap negara pasti pernah merasakan yang namanya konflik, baik konflik
bersenjata ataupun yang tidak bersenjata. Konflik sebenarnya merupakan hal yang sudah
menjadi bagian dalam kehidupan manusia. Konflik juga tidak bisa kita hindari sepenuh
nya, tetapi hal yang jahat dari sebuah konflik adalah dampak dari konflik tersebut. Apakah
konflik tersebut berdampak kepada pihak lain yang memang seharusnya tidak merasakan
dampaknya atau memang tidak berdampak sama sekali kepada pihak lain (Tjosvold, 2006).
Konflik yang harus dihindari adalah konflik yang menyebabkan dampak kepada pihak-
pihak yang tidak bersalah. Salah satunya adalah konflik perang. Palestina adalah salah satu
negara yang mengakui kemerdekaan Indonesia secara de facto dan dejure pada tahun 1945,
pada saat itu Palestina masih menjadi negara yang bebas dan merdeka (Muttaqien, 2012).
Berbeda dengan sekarang palestina sendiri saat inis edang mengalami konflik dengan
Israel. Dampak dari konflik antara Palestina dan Israel sendiri mengakibatkan hampir 80%
area yang dahulu di miliki oleh Palestina saat ini sudah menjadi hak miliki Israel bagi kaum
Israel. Konflik ini terus-terusan terjadi hingga saat ini, negara-negara sahabat baik Palestina
seperi Indonesia, Malaysia, Brunei Darussalam berusaha sebaik mungkim membantu
Palestina dengan memberikan banyak dukungan mengirimkan sandang dan pangan yang
layak. Belahan dunia lain seakan-akan menutup telingan dengan apa yang terjadi, tetapi
karena memang negara lain memiliki permasalahan sendiri sehingga menganggap apa yang
terjadi di Palestina sendiri sesuatu hal yang bukan urusan mereka. Padahal dalam perjanjian
ke anggotaan perserikan bangsa-bangsa sendiri, di sebutkan bahwa setiap anggotanya akan
ikut serta dalam perdamaian dunia.

Korban dari konflik ini pun bukan hanya puluhan , atau ratusan, dan bahkan
sampai saat inis udah puluhan ribu orang yang menjadi korban dari konflik Palestina
dengan Israel sendiri. Bukan hanya militer yang menjadi korban tetapi warga sipil, wanita
dan bahkan anak-anak pun banyak yang menjadi korban atas konflik yang terjadi. Waktu
yang seharusnya di gunakan untuk bermain dan belajar, tetapi anak-anak di Palestina harus
merasakan kewaspadaan setiap harinya mereka akan terbunuh atas serangan yang tidak
terduga-duga. Walaupun pada umumnya perjanjian konflik yang menyebutkan bahwa tidak
di perbolehkannya menyerang pemukiman dan rumah sakit, apa daya dampaknya akan
terasa hingga kepemukiman padat pendudukan hingga mengahncurkan rumah sakit
setempat. Hukum humaniter juga menjelaskan bahwa perang tidak sama sekali boleh
mengikut sertakan anak-anak atau manusia yang berumur di bahwa lima belas tahun
(International, 2018).

Apabila kita ingin melihat kembali sejarah konflik ini , konflik antar Palestian dan
Israel sendiri sudah di mulai semenjak tahu 1947. Dua tahun setelah Palestina mengakui
keberadaan Indonesia menjadi sebuah negara di dunia. Konflik itu di mulai pada bulan
Mei , dimana Perserikatan Bangsa-Bangsa atau PBB membagikann batas wilayah mana saja
untuk Palestian dan Israel, dimana di tetapkan oleh Perserikan Bangsa-Bangsa bahwa 54%
wilayah tersebut akan di berikan kepada Israel dan 46% diberikan kepada Palestina. Dalam
sejarah apabila di telusuri kembali hanya terdapat 31% lebih yang beragama Yahudi dari
populasi Israel yang ada (Quigley, 1997). Setelah pembagian hal tersebutlah menyebabkan
Palestina menganggap bahwa pembagian tersebut tidak adil, sedangkan di sisi lain Israel
menginginkan wilayah yang lebih luas daripada apa yang sudah di dapatkan. Pada tahun
1948 lah konflik bersenjata mulai terjadi dari mulai memblokade area Tepi Barat Palestian
oleh bangsa Yahudi yang secara langsung mendeklarasikan bahwa merekalah bangsa Israel
yang sesungguhnya. Hingga saat ini kesejahteraan para korban atau masyarakt sipil di dua
negara tersebut masih di selimuti dengan ketakutan atas nyawa mereka yang terancam.
Sehingga timbulah banyak ke kahwatiran terhadap para anak-anak di medan konflik
khususnya anak-anak di jalur Ghaza, Palestina. Melihat hal tersebut, tentu sangat penting
untuk diketahui bagaimana peraturan yang ditetapkan dalam melindungi anak-anak di
medan konflik khususnya anak-anak Palestina dalam konflik yang terjadi di jalur Gaza.

Metode

Artikel ini bertujuan untuk mengeksplorasi mengenai perlindungan yang diberikan hukum
humaniter internasional terhadap anak-anak di jalur konflik, sehingga penulis juga
menggunakan pendekatan yuridis normatif. Bahan dokumen hukum primer yang terdiri
dari perjanjian-perjanjian sah dan tertulis seperti ; Konveksi hak anak-anak, Konvensi
Jenewa 1949, dan Piagam PBB. Sedangkan bahan dokumen sekunder adalah bahan-bahan
yang mendukung bahan dokumen primer, dimana biasanya tertulis dalam jurnal, artikel,
atau berita internasional. Dimana bahan-bahan terseut menunjang mengenai hukum
perlindungan anak-anak di jalur konflik.

Pembahasan

Pengaturan dan peraturan hukum yang melindungi hak-hak anak yang ada dalam
daerah konflik bersenjata

a. Konvensi Jenewa 1949


Hukum yang melindungi penduduka sipil yang terdapat di daerah konflik terlah di
tuliskan pada konvensi Jenewa nomber IV 1949 serta telah di tambahkan pada tahun 1977.
Perlindungan ini di tunjukan kepada orang-orang yang tergabung atau area tempat
tinggalnya menjadi medan konflik serta menyebabkan mereka menjadi korban perang.
Dimana telah di atur oleh Konvensi Jenewa pada pasal 4 dan 13 ke IV . Yaitu sebagai
berikut (cross, 1949) ;

Article 4

“Persons protectedthe Convention are those who, at a given moment and in any manner
whatsoever, find themselves, in case of a conflict or occupation, in the hands of a Party to the
conflict or Occupying Power of which they are not nationals. Nationals of a State which
is not bound by the Convention are not protected by it. Nationals of a neutral State
who find themselves in the territory of a belligerent State, and nationals of a co-
belligerent State, shall not be regarded as protected persons while the State of which
they are nationals has normal diplomatic representation in the State in whose hands they
are.”

Dan Article 13

“The provisions of Part II cover the whole of the populations of the countries in conflict,
without any adverse distinction based, in particular, on race, nationality, religion or
political opinion, and are intended to alleviate the sufferings caused by war”

Untuk menjelaskan dari konvensi pasal nomber 4 dan 13 tadi , akhirnya dijelaskan dan
ditegaskan kembali dalam pasal number pasal 14 yaitu senagai berikut ;

“ Apabila dalam suatau daerah terkepung atau ikut menjadi daerah konflik maka
setiap pihak perlu untuk mengadakan perundingan tentang bagaimana
menyelamatkan dan mengelurkan anak-anak serta ibu hamil ke tempat yang lebih
aman”
Sedangkan pasal 17 menegaskan kembali mengenai perlindunngan orang-orang yang di
anggap memang harus di lindungi, sebagai berikut (cross, 1949);

“ Setiap pihak yang berkonflik harus dengan berusaha mengeluarkan orang-orang


yang tidak terlibat konflik seperti orang luka, sakit, orang lemah dan anak-anak ,
serta wanita hamil untuk keluar dari daerah konflik. Serta tidak boleh menghalngi
orang dari pengemukakan agama manapun serta anggota medis yang bertugas
untuk menyelamatkan dan memberikan bimbingan spritual ”.

Dalam konvensi Jenewa sendiri menjelaskan bahwa setiap konflik yang terjadi tidak boleh
sama sekali menyerang rumah sakit dengan menganggap bahwa dalam rumah sakit
tersebut ada musuh. Karena sejadinya rumah sakit adalah tempat perlindungan bagi orang-
orang sakit, dimana orang-orang sakit sendiri adalah salah satu orang yang memang harus
sesegera mungkin di keluarkan dari dari area konflik.

b. Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa

Sesungguhnya dalam piagam Perserikana Bangsa-Bangsa atau PBB telah di jelaskan


bahwa pada apsal 24 ayat 1 yang menegaskan bahwa Perserikatan Bangsa-Bangsa yaitu
PBB harus menindaka lanjuti secara tegas dan efektif, setiap negar anggotanya harus
bertanggung jawab dalam menjaga dan memelihara kedamaian dunia serata menjaga
keamanan internasional (UN, 1945). Sehingga menyebabkan bahwa dewan keamanan
perserikatan bangsa-bangsa dapat bertugas dengan cara mewakili negara-negara anggota
perserikatan bangsa-bangsa tersebut. Sehingga menyebabkan Perserikatan Bangsa-Bangsa
yaitu dalam awal bedirinya terdapat pasal bahwa tujuan dengan di didirikannya perserikatan
bangsa-bangsa adalah menjaga perdamaian dunia. Sehingga hal ini menyebabkan pasal ini
menjadi landasan bahwa hak-hak anak-anak dalam daerah konflik menjadi tanggung jawab
perserikatan bangsa-bangsa sebagai perwakilan negara-negara anggotanya.

c. Konvensi Hak-Hak Anak


Dalam konvensi ini khusus membahas tentang apa hak serta perlindungan apa saja
yang harus di dapatkan oleh anak-anak di dunia ini. Pada pasal 38 konvensi hak-hak anaks
endiri mengatakan bahwa setiap anggota harus hormat dan mematuhi kepada setiap
peraturan yang ada dalam konvensi ini. Sedangkan hukum humaniter internasional telah
menjelaskan yang berlaku bagi setiap aktor-aktor yang terlibat dalam konflik bersenjata
harus menghormati konvensi ini. Hal ini dilakukan untuk melindungi hak-hak anak. Dalam
konvensi ini juga menjelaskan bahwa

“sebagaimana dalam hukum humaniter internasional mereka harus untuk melindungi warga sipil
dalam konflik yang menggunakan senjata , dan setiap negara-negar anggotanya dianggap ahrus
mengambil langkah-langkah yang seharusnya perlu untuk melindungi dan menjamin hak-hak anak
yaiti perawatan anak dalam konflik tersebut”

Dalam pasal tersebut telah ditujukan khusus kepada anak-anak yang berada dalam jalur
konflik. Sedangkan dalam hukum Humaniter Internasional sendiri perlindungan-
perlindungan yang melindungi hak-hak anak adalah sebagai berikut ( hanif, Warsono, &
Palupi, 2016);

1. Pasal 77 ayat 1 yang mengatakan sebagai berikut ; Bahwa setiap anak mendapatkan
suatu pengjotmatan khusus yang harus di lindungi terhadap setiap kegiatan yang
tidak senonoh speerti kekerasan kepada anak. Sehingga setiap aktor yang terlibat
dalam konflik tersbeut harus memberikan perhatian khusus dan bantuan kepada
anak-anak di daerah konflik tersebut.
2. Pasal 77 ayat 2 ; Setaip aktor yang terlibat dalam konflik tidak boleh sama sekali
mengikut sertakan anak-anak di bawah umur 15 tahun dalam konflik tersebut,
sehingga setaip aktor di dorong untuk mencegah mengikut sertakan anak-anak
tersebut. Serta setiap aktor dilarang mengikut sertkan anak-anak tersebut bahkan
untuk latihan sekalipun.
3. Pasal 77 ayat 4 ; Apabila anak-aak itu ditangkap atas sengketan, maka tempat anak-
anak terseut harus di bedakan dari tempat orang dewasa. Apabila memang harus
di tempatkan dengan orang dewasa maka, dari orang dewasa tersebut harus ada
anggota keluarga yang melindungi dan mengawasi anak tersebut.
4. Pasal 77 ayat 5 ; Hukuman mati yang di langsungkan tidak boleh sama sekali di
lakukan kepada anak-anak yang belum berumur delapan belas tahun. Apabila
sampai terbukti melakukan maka di anggap sebagai kejahatan manusia.

Pada kenyataannya walaupun sudah banyak hukum internasional yang melindungi


hak-hak anak-anak khususnya anak—anak di daerah konflik. Hingga saat ini masih banyak
peraturan yang tidak di patuhi dalam konflik Israel dan Palestina. Hal ini masih marak di
lakukan saat konflik , contohnya adalah Israel dengan sengaja menghacurkan sarana-ranan
publik area Palestina seperti rumah sakit dan sekolah. Padahal pada kenyataannya di dalam
konvensi Jenewa di jelaskan bahwa tempat sipil seperti rumah sakit tidak boleh di serang
sama sekali. Selanjutnya dengan banyaknya korban berjatuhan anak-anak, hal ini
membuktikan bahwa perlindungan terhadap anak-anak sendiri masih minim di lakukan.
Banyaknya kesulitan untuk menegakan hukum humaniter dalam konflik ini adalah karena
saat ini Palestina telah di blok oleh Israel dari segala penjurunya, seperti dari area Darat,
Laut, dan bahkan udara (OCHA, 2007). Sehingga untuk mengetahui atau menegakan
hukum humaniter sendiri akan terasa sulit di lakukan. Hanya beberapa negara saja yang
sanggip bisa melihat keadaan negara Palestina yang sebenarnya saat ini. Salah satunya
adalah Indonesia, dimana Indonesia terlihat masih banyak melakukan pengiriman bantuan
kepada area Gaza, Palestina.

Sedangkan setiap aktor yang terlibat dalam konflik tersebut mengatakan bahwa
mereka telah melakukan penyerangan sesuai dengan perjanjian internasional,padahal
kenyataannya sendiri masih banyak pelanggaran yang di lakukan. Sedcangkan Perserikana
Bangsa-Bangsa atau PBB pada tahun 2018 telah menyerukan untuk memberhentikan
serangan kepada anak-anaka di Gaza, hal ini ditakutkan nantinya akan mengganggu
kesehatan fisik dan mental anak-anak tersebut. Pada laporan perserikatan bangsa-bangsa
pada tahun 2015 saja mengatakan bahwa korban anak-anak yang menjadi korban konflik
adalah sebanyak 540 anak, dimana 371 anak tersbeut di bawah umur 12 tahun. Hal diatas
adalah menjadi bahan laporan bahwa anak-anak masih saja menjadi korban yang tidak
bersalah dalah suatu konflik. Pada laporan April 2015 sendiri saja dilaporkan bahwa Israel
telah menembaki tujuh sekolah, padahal dalam sekolah tersebut terindikasi hanya terdapat
orang-orang yang berlindung dari serangan. Disisi lain Israel menolak mengakui atas
tindakan tersebut, Israel juga mengatakan bahwa seharusnya mereka tidak terdapat dalam
anggota negara yang melanggar hak asasi manusia atau HAM.

Pada tahun 2019 Israel menjadi satu-satunya yang menerapkan hukum penjara
kepada anak-anak (UNICEF, 2018). Khususnya anak-anak yang berasal dari Palestina.
Bahkan anak-anak tersebut di berlakukan kasar dan bahka tidak di berikan akses untuk
menghubungi orang tua. Israel sendiri menolak untuk melakukan revisi atas apa hukum
yang mereka jalankan. Salah satu korban yang sampai saat ini bisa menyampikan kisahnya
adalah Malak Al-Ghalith yang di tahan saat berumur 14 tahun dan di paksa untuk
menandatngani dokumen yang bahkan dia sendiri belum mengerti. Dalam laporannya
setiap tahunnya ada 500 anak yang di tahan oleh pihak Israel dengan tuduhan yang
sebenarnya tidak terbukti. Mereka di anggap menjadi ancaman bagi Israel, dimana kita
kethaui padahal anak-anak memiliki hak untuk bermain dan berlajar bukannya menjadi
tahanan perang.

Kesimpulan

Perang yang terjadi anatar Palestina dan Israel ini memangnyata sudah terjadi sejak
lama. Apabila harus menghitung jumlah korbannya , mungkin kita tidak bisa menghitung
berapa korban yang adas semenjak konflik ini di mulai. Disisi lain korbannya saja bukan
hanya orang dewasa tetapi juag melibatkan wanita dan anak-anak yang tidak bersalah.
Hingga akhirnya oragnisasi internasional menetatpkan berbagai peraturan mengenai hak-
hak anak di daerah konflik. Dalam konvensi Jenewa di jelaskan bahwa anak-anak harus di
dahulukan di keluarkan dari daerah konflik berserta wanita, ibu hamil, dan orang tidak
berdaya. Dijelakan juga dalam konvensi hak-hak anak di jelaskan bahwa prasarana seperti
sekolah an rumah sakit tidak boleh diserang karena saran tersebut adalah sarana publi
untuk mendapatkan pertolongan. Disisi lain anak-anak tidak boleh di adili secara militer di
medan konflik. Tetapi pada kenyataannya yang terjadi di konflik Palestian dan Israel ini
berbeda. Anak-anak menjadi salah satu korban yang cukup banyak dalam konflik ini.
Anak-anak pun di adili secara militer oleh Israel , karena menganggap bahwa anak-anak
telah menagncam kedamaian mereka. Padahal kita ketahui bahwa kemungkinan anak-anak
melakukan hal tersebut adalah tidak mungkin, karen hakikatnya anak-anak sendiri harusnya
belajar dan bermain. Kesulitan penetapan hukum humaniter ini karena kesulitannya akses
untuk emndatangani area konflik tersebut. Dimana kita ketahui bahwa daerah Palestina
telah di blokade oleh Israel dari sisi darat, laut, dan udara.Sehingga untuk meninjau tentang
hukum perang disana apakah sudah di tegak kan atau belum menjadi kesulitan tersendiri
bagi Perserikantan Bangsa-Bangsa ataupun perwakilan organisasi lainnya. Israel sendiri
membantah telah melakukan kejahatan perang kepada anak-anak, hingga saat ini Israel
masih menyakini apa yang mereka lakukan kepada anak-anak tersebut adalah benar adanya
dan tidak akan merubah hal tersebut.

Daftar Pustaka
Cross, i. c. (1949). THE GENEVA CONVENTIONS OF 12 AUGUST 1949. 40.

Hanif, M., Warsono, P., & Palupi, D. A. (2016). PERLINDUNGAN HUKUM


TERHADAP ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA ANTARA ISRAEL
DAN PALESTINA (JALUR GAZA) DITINJAU DARI HUKUM
HUMANITER INTERNASIONAL.

International, S. t. (2018). THE WAR ON CHILDREN. Save the Children , 11.

Muttaqien, M. (2012). Domestic Politics and Indonesia’s Foreign Policy on the Arab-
Israeli Conflict . Global & Strategis, Th. 7, 59.

OCHA, O. f. (2007). Gaza Blockade. Retrieved Dec 2020, 27, from


https://www.ochaopt.org/theme/gaza-blockade
Quigley, J. (1997). The Israel-PLO Interim Agreements: Are They Treaties? Cornell
International Law Journal, 718.

Tjosvold, D. (2006). Defining conflict and making choices about its management Lighting
the dark side of organizational life. Defining conflict, 89.

UN, U. N. (1945). CHARTER OF THE UNITED NATIONS AND STATUTE OF


THE INTERNATIONAL COURT OF JUSTICE .

UNICEF. (2018, Febuary). Corporal punishment of children in Israel. Retrieved Dec 12, 2020,
from http://www.endcorporalpunishment.org/wp-content/uploads/country-
reports/Israel.pdf

View publication stats

You might also like