You are on page 1of 58

Bab 1

TENTANG SAKIT

Sebagai manusia, semua orang pasti pernah mengalami sakit, entah itu sakit ringan
maupun sakit yang cukup serius, hal ini memang sudah manusiawi. Karena sebagai manusia
biasa, dengan seiring berjalannya waktu tentu akan mengalami penurunan kondisi fisik yang
disebabkan oleh banyak faktor, sehingga penurunan tersebut menyebabkan seseorang
menjadi sakit.
Dibalik penyakit yang kita alami, tentu mengandung hikmah yang sangat berharga,
khususnya bagi si penderita dan umumnya bagi orang lain disekitarnya. Allah SWT
menakdirkan kita untuk sakit, pasti ada alasan tersendiri yang menjadi penyebab semua itu,
ada hikmah dibalik semua itu. Tidak mungkin Allah SWT melakukan sesuatu tanpa sebab
yang mendahuluinya atau tanpa hikmah di balik itu semua. Oleh karena itu, sebaiknya kita
selalu harus menerima, ikhlas dan bersabar atas apa yang dikaruniakan oleh-Nya kepada
kita, termasuk ketika kita dikaruniai penyakit.
Nah, agar lebih menerima dan ikhlas atas sakit yang ditakdirkan kepada diri kita,
marilah kita memahami lebih jauh tentang makna dan hikmah dibalik penyakit yang Allah
berikan, khususnya dalam pandangan islam.
Allah SWT berfirman dalam Al-Quran;
“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan,
kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-
orang yang sabar. (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka
mengucapkan: “Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun”.” (QS. Al-Baqarah: 155-156).
Dalam ayat yang lain, Allah juga berfirman,
“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan
dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu
dikembalikan”. (QS. Al-Anbiyaa`: 35)
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur
yang Kami hendak mengujinya, karena itu Kami jadikan dia mendengar dan melihat”. (QS.
Al-Insaan:2)
Begitulah Allah SWT menguji manusia, untuk melihat siapa di antara hambaNya yang
memang benar-benar berada dalam keimanan dan kesabaran. Karena sesungguhnya iman
bukanlah sekedar ikrar yang diucapkan melalui lisan, tapi juga harus menghujam di dalam
hati dan teraplikasikan dalam kehidupan oleh seluruh anggota badan.

Allah SWT juga menegaskan bahwa, Dia akan menguji setiap orang yang mengaku beriman,
“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah
beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-
orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar
dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta”. (QS. Al-Ankabuut: 2-3)
Semua ujian yang diberikan-Nya semata-mata hanya agar hamba-Nya menjadi lebih
baik di hadapanNya. Rasulullah SAW bersabda : "Barangsiapa dikehendaki baik oleh Allah,
maka Dia akan menguji dan menimpakan musibah kepadanya". (HR. Bukhari).
Dari Anas ibn Malik radhiyallahu ’anhu diriwayatkan bahwa ia menceritakan :
Rasulullah SAW bersabda :

1
"Sesungguhnya pahala yang besar didapatkan melalui cobaan yang besar pula. Kalau Allah
mencintai seseorang, pasti Allah akan memberikan cobaan kepadanya. Barangsiapa yang
ridha menerima cobaanNya, maka ia akan menerima keridhaan Allah. Dan barangsiapa
yang kecewa menerimanya, niscaya ia akan menerima kermurkaan Allah". (HR. Tirmidzi)

1. Sakit Sebagai Penebus Dosa dan Kesalahan


Sakit merupakan penebus berbagai dosa dan menghapuskan segala kesalahan,
sehingga sakit menjadi sebagai balasan keburukan dari apa yang dilakukan hamba, lalu
dihapus dari catatan amalnya hingga menjadi ringan dari dosa-dosa. Hal itu berdasarkan
dalil-dalil yang sangat banyak, di antaranya hadits Jabir bin Abdullah r.a. sesungguhnya ia
mendengar Rasulullah Saw bersabda:
“Tidaklah sakit seorang mukmin, laki-laki dan perempuan, dan tidaklah pula dengan seorang
muslim, laki-laki dan perempuan, melainkan Allah SWT menggugurkan kesalahan-
kesalahannya dengan hal itu, sebagaimana bergugurannya dedaunan dari pohon.” (HR.
Ahmad, 3/346).
Sebagian orang menduga bahwa keutamaan dan pahala yang terdapat dalam hadits
tersebut dan yang semisalnya, hanya diperuntukkan bagi orang yang menderita sakit berat
atau sakit parah, atau yang tidak bisa diharapkan lagi kesembuhannya saja, padahal
sebenarnya berbeda dengan dugaan ini, karena seorang hamba akan mendapat pahala dari
musibah yang menimpanya, sekalipun hanya sakit ringan, selama ia tetap sabar dan selalu
meminta pahala.
Tidak disangsikan lagi bahwa setiap kali musibahnya lebih besar dan sakitnya sangat berat,
maka akan bertambahlah pahalanya, akan tetapi sakit ringan juga tetap akan mendapat
pahala.
Bagi seorang mu`min sakit dapat menjadi tadzkirah atau ujian yang akan
mendekatkan dirinya kepada Allah SWT.
Maka dari itu, pertaubatan adalah langkah nyata menuju kesembuhan.
Sesungguhnya, segala macam bencana yang menimpa kita, pada hakikatnya adalah karena
perbuatan kita sendiri. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, artinya, "Apa saja musibah
yang menimpa kamu maka disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah
memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu)." (QS. Asy-Syura: 30)
Syaikh Abdurrahman As-Sa’di ketika menafsirkan ayat ini, beliau berkata;
“Allah SWT memberitakan bahwa semua musibah yang menimpa manusia, (baik) pada diri,
harta maupun anak-anak mereka, serta pada apa yang mereka sukai, tidak lain sebabnya
adalah perbuatan-perbuatan buruk (maksiat) yang pernah mereka lakukan.”
Dari ‘A`isyah RA, berkata;
"Aku mendengar Rasulallah SAW bersabda : “Tidaklah seorang muslim tertimpa musibah
walau hanya tertusuk duri, kecuali Allah akan mencatat baginya kebaikan dan dihapus
baginya kesalahan dan dosanya." (HR.Muslim)
Ingatlah bahwa ujian yang diturunkan Allah SWT terhadap seseorang di dunia bisa
berbagai macam bentuknya. Kekurangan harta, bencana alam, peperangan, sakit, atau
bahkan kematian. Cukuplah kiranya pelajaran kaum terdahulu yang diadzab oleh Allah
subhanahu wa ta’ala dengan berbagai macam penyakit yang aneh dan sulit disembuhkan.
Hal itu dikarenakan mereka tetap bertahan di dalam keburukan, padahal bukti-bukti dan
tanda-tanda kebesaran-Nya telah ditampakkan di hadapan mereka.

2
Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan,
kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada
orang-orang yang sabar. (QS. Al Baqarah, 2:155)

2. Sakit akan Mengangkat Derajat dan Menambah Kebaikan


Sesungguhnya sakit akan mengangkat derajat dan menambah kebaikan. Dalil-dalil
tentang hal itu diantaranya hadits ‘Aisyah RA, ia berkata sesungguhnya aku mendengar
Rasulullah Saw bersabda:
"Tidak ada seorang muslimpun yang tertusuk duri, atau yang lebih dari itu, melainkan ditulis
untuknya satu derajat dan dihapus darinya satu kesalahan" (HR. Muslim no. 2572).

Disamping menghapuskan kesalahan, juga diperoleh peningkatan derajat dan


tambahan kebaikan. Imam an-Nawawi rahimahullah memberikan komentar atas hadits di
atas, bahwa terdapat kabar gembira yang besar bagi kaum muslimin, bahwa tidak berkurang
sedikitpun dari diri mereka, dan di dalamnya dijelaskan tentang penebus berbagai kesalahan
dengan segala penyakit, segala musibah dunia dan duka citanya, sekalipun kesusahan itu
hanyalah sedikit. Dan di dalamnya dijelaskan pula tentang pengangkatan derajat dengan
perkara-perkara ini dan tambahan kebaikan (Syarh an-Nawawi atas Shahih Muslim 16/193).

3. Sakit Merupakan Sebab untuk Mencapai Kedudukan yang Tinggi


Hal itu diindikasikan oleh hadits Abu Hurairah r.a. ia berkata, Rasulullah Saw
bersabda:
"Sesungguhnya seseorang akan memperoleh kedudukan di sisi Allah SWT, ia tidaklah
memperolehnya dengan amalan, Allah SWT senantiasa terus mengujinya dengan sesuatu
yang tidak disukainya, hingga ia memperolehnya" (HR. Al-Hakim dan ia menshahihkannya
1/495).

4. Sakit Merupakan Bukti bahwa Allah SWT Menghendaki Kebaikan Terhadap Hamba-Nya
Hadits Shuhaib bin Sinan r.a, ia berkata, Rasulullah Saw bersabda:
“Sungguh mengagumkan perkara seorang mukmin, sesungguhnya semua perkaranya
menjadi kebaikan, dan hal itu tidak pernah terjadi kecuali bagi seorang mukmin: jika ia
mendapat kesenangan, ia bersyukur, maka hal itu menjadi kebaikan baginya, dan jika ia
mendapatkan musibah, ia bersabar, maka itu menjadi kebaikan baginya” (HR. Muslim no.
2999).
Hadits Abu Hurairah r.a. ia berkata, Rasulullah Saw bersabda:
“Barangsiapa yang Allah SWT menghendaki kebaikan dengannya, niscaya Dia menimpakan
musibah kepadanya” (HR. al-Bukhari No.5645).
Hadits Anas bin Malik r.a. dari Nabi Saw, beliau bersabda:
“Sesungguhnya besarnya balasan disertai besarnya cobaan, dan sesungguhnya apabila
Allah SWT mencintai suatu kaum, Dia mencoba mereka, barangsiapa yang ridha maka
untuknya keridhaan dan barangsiapa yang murka maka baginya kemurkaan” (HR. at-
Tirmidzi no. 5645).

3
5. Sakit Membawa Manusia kepada Muhasabah (Introspeksi Diri)
Sesungguhnya sakit membawa kepada muhasabah (introspeksi diri) dan tidak sakit
membuat orang terperdaya. Hukum ini berdasarkan kebiasaan, pengalaman dan realita.
Sesungguhnya apabila seseorang menderita sakit, ia akan kembali kepada Rabb-nya, kembali
kepada petunjuk-Nya, dan memulai untuk melakukan intropeksi terhadap dirinya sendiri
atas segala kekurangan dalam ketaatan, dan menyesali tenggelamnya dia dalam nafsu
syahwat, perbuatan haram serta penyebab-penyebab yang mengarah kepadanya.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata:
Musibah yang engkau terima dengannya terhadap Allah SWT lebih baik bagimu daripada
nikmat yang membuatmu lupa untuk berdzikir kepada-Nya. (Tasliyatu ahli al-Masha`ib).

6. Sakit menjadi Penyebab Kembalinya Hamba kepada Rabb-Nya


Cobaan merupakan penyebab kembalinya hamba kepada Rabb mereka, yaitu pada
saat Dia menghendaki kebaikan terhadap mereka. Karena inilah, Allah SWT berfirman:
Dan sesungguhnya Kami telah mengutus (rasul-rasul) kepada umat-umat yang sebelum
kamu, kemudian Kami siksa mereka dengan (menimpakan) kesengsaraan dan kemelaratan,
supaya mereka bermohon (kepada Allah) dengan tunduk merendahkan diri. (QS. Al-An’aam:
42)
Dan Allah SWT berfirman:
Dan Kami coba mereka dengan (nikmat) yang baik-baik dan (bencana) yang buruk-buruk,
agar mereka kembali (kepada kebenaran). (QS. Al-A’raaf: 168)

7. Sesungguhnya Sakit itu Memperbaiki Hati


Al-‘Allamah Ibnul Qayyim rahimahullah berkata:
Hati dan ruh mengambil manfaat dengan penyakit dan penderitaan, yang tidak bisa
dirasakan kecuali oleh orang yang memiliki kehidupan, sehingga kesehatan hati dan ruh
digantungkan atas penderitaan badan dan tekanannya (Syifa`ul ‘alil 524).
Beliau juga mengatakan, “Sebagaimana yang telah diketahui, sesungguhnya jika
bukan karena berbagai cobaan dunia dan musibahnya, niscaya hamba mendapatkan
berbagai penyakit sombong, bangga diri, dan keras hati, yang menjadi penyebab
kebinasaannya, baik yang cepat (di dunia) maupun yang tertunda (di akhirat)".
Maka kalau bukan karena Allah SWT mengobati hamba-hamba-Nya dengan
berbagai obat cobaan dan ujian, niscaya mereka akan berbuat zalim dan melampuai batas.
Dan apabila Allah SWT menghendaki kebaikan kepada hamba-Nya, Dia menuangi obat dari
cobaan dan ujian menurut kadar kondisinya, dan mengosongkan dengannya dari penyakit-
penyakit yang membinasakan, sehingga apabila Dia telah membersihkannya, Dia
menempatkannya untuk martabat paling mulia di dunia, yaitu penghambaan, dan pahala
tertinggi di akhirat, yaitu melihat-Nya dan dekat dengan-Nya. (Syaifaul Ghalil hal. 524).

8. Sesungguhnya Sakit Mengingatkan Hamba Terhadap Nikmat Sehat


Terkadang seseorang akan terlena dengan kesehatan dalam waktu yang panjang,
sehingga ia melupakan bertafakkur tentang kebesaran nikmat ini dan lalai dari bersyukur
kepada Allah SWT. Maka ia dicoba dengan sakit, sehingga mengenal kadar yang besar

4
tersebut, karena sakit membuatnya tidak bisa memperoleh kepentingan agama dan dunia,
karena itulah, Nabi Saw bersabda:
Dua nikmat yang membuat manusia banyak terperdaya olehnya: nikmat sehat dan waktu
luang. (HR. al-Bukhari No.6412)
Terkadang manusia mendapat kesempatan, akan tetapi ia tidak bisa
memanfaatkannya karena disibukkan oleh sakitnya. Nikmat adalah kesempatan yang tidak
sempurna kecuali disertai oleh adanya kesehatan. Maka akan diperoleh rasa bersyukur
terhadap kesehatan yang disebabkan oleh ingatan pada saat sakit karena besarnya
kenikmatan tersebut.
Itulah beberapa Hikmah dan Makna Sakit dalam Pandangan Islam. Semoga dengan
mengetahui hikmah dan makna sakit yang sebenarnya, kita bisa lebih bijak lagi dalam
menghadapi ujian/cobaan penyakit, karena sesungguhnya sakit pun terjadi pada beberapa
orang Nabi, yaitu :

1. Nabi Sulaiman, Dan sesungguhnya Kami telah menguji Sulaiman dan Kami jadikan (dia)
tergeletak di atas kursinya sebagai tubuh (yang lemah karena sakit), kemudian ia bertaubat.
(QS. Shad, 38:34)

2. Nabi Ayub, dan (ingatlah kisah) Ayub, ketika ia menyeru Tuhannya: "(Ya Tuhanku),
sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan Yang Maha Penyayang
di antara semua penyayang". (QS. Al Anbiya, 21:83)

3. Nabi Ya’qub, Dan Ya'qub berpaling dari mereka (anak-anaknya) seraya berkata: "Aduhai
duka citaku terhadap Yusuf", dan kedua matanya menjadi putih karena kesedihan dan dia
adalah seorang yang menahan amarahnya (terhadap anak-anaknya).

Mereka berkata: "Demi Allah, senantiasa kamu mengingati Yusuf, sehingga kamu
mengidapkan penyakit yang berat atau termasuk orang-orang yang binasa". (QS. Yusuf,
12:84-85)

5
BAB 2

INI TENTANG HATI

Kenikmatan hakiki sesungguhnya hanya dapat dirasakan oleh pemilik hati yang
bersih, mereka merasa akrab dengan kebaikan, senang dengan kebaikan dan terhibur
dengan pikiran yang baik. Kenikmatan hakiki itu bukanlah mencicipi makanan yang lezat,
menyeruput minuman kesukaan, berjalan ke tempat eksotik di luar dan dalam negeri.
Kenikmatan yang bisa dirasakan Indra kita itu ada batasnya, tidak kekal dan abadi, hanya
sebentar saja.
Ada puncak nikmat dari segalanya, bahkan melebihi syurga sekalipun. Bayangkanlah
sesuatu yang paling lezat, sesuatu yang dianggap paling sempurna, sesuatu yang terindah.
Semua yang dibayangkan itu adalah ciptaan Allah SWT. Kalaulah semua itu ciptaanNya saja
sudah sedemikian memukau, apalagi yang menciptakannya, Allah SWT, Sang Maha
Sempurna.
Hanya, itu semua bisa dirasakan dan diraba dengan hati, hati yang lembut dan
jernih, yang bisa merasakan tanda-tanda kekuasaan Allah, kekaguman yang akan merasakan
keagungan Allah SWT, yang akan melahirkan cinta dan rindu kepadaNya.
Sungguh indah memiliki hati yang memendam kerinduan kepada Allah SWT. Tiada
waktu dan hari yang berlalu kecuali memendam rindu, ingin sekali berjumpa denganNya.
Jika kerinduan ini yang dirasakan oleh seorang hamba, maka tidak akan ada lagi kenikmatan
dunia yang memberatkannya, tidak ada lagi kecintaan kepada dunia, tidak ada lagi
kekaguman kepada dunia. Yang ada di dalam hatinya hanyalah rasa rindu dan cinta hanya
kepadaNya, selalu berharap dan berdoa untuk berjumpa dengan Allah SWT di akhirat kelak.
Allah memberikan 9 kenikmatan pada hati seorang mukmin. Apa saja kenikmatan
itu?
  
1. Kehidupan
“Dan apakah orang yang sudah mati lalu Kami Hidupkan dan Kami Beri dia cahaya yang
membuatnya dapat berjalan di tengah-tengah orang banyak, sama dengan orang yang
berada dalam kegelapan, sehingga dia tidak dapat keluar dari sana?”
(Al-An’am, 6:122)
 
2. Kesembuhan
“Serta melegakan (menyembuhkan) hati orang-orang yang beriman.”
(At-Taubah, 9:14)
 
3. Kesucian
“Sesungguhnya orang-orang yang merendahkan suaranya di sisi Rasulullah, mereka itulah
orang-orang yang telah Diuji hatinya oleh Allah untuk bertakwa.”
(Al-Hujurat, 49:3)
 
4. Hidayah

6
“Dan barangsiapa beriman kepada Allah, niscaya Allah akan Memberi petunjuk kepada
hatinya.”
(At-Taghabun, 64:11)
 
5. Keimanan
“Mereka itulah orang-orang yang dalam hatinya telah Ditanamkan Allah keimanan.”
(Al-Mujadalah, 58:22)
 
6. Ketenangan
“Dia-lah yang telah Menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang Mukmin.”
(Al-Fath, 48:4)
 
7. Kecintaan
“Tetapi Allah Menjadikan kamu cinta kepada keimanan, dan menjadikan (iman) itu indah
dalam hatimu.”
(Al-Hujurat, 49:7)
 
8. Kesatuan Hati dengan Orang Mukmin
“Dan Dia (Allah) yang Mempersatukan hati mereka (orang yang beriman).”
(Al-Anfal, 8:63)
 
9. Ketentraman
“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat
Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram.”
(Ar-Ra’d, 13:28)

HATI, TEMPAT UNTUK MENGENAL

Hakikat hati adalah tidak terlihat dan samar bagi panca indera manusia. Namun ,
keberadaan hati dapat dirasakan. Keberadaan hati pun termasuk perkara ghaib bagi
manusia, sama halnya dengan ruh. Karena hati adalah suatu bentuk abstrak bagi manusia
atau tidak dapat dilihat oleh panca indera manusia.

Pengertian hati menurut Islam juga merupakan tempat memperolehnya


pengetahuan secara hakiki setelah panca indera. Jika saja Allah tidak menciptakan hati
kepada manusia, maka seseorang tidak akan mengetahui sesuatu sampai hakikatnya.
Sebagaimana firman Allah SWT:

(QS. An-Nahl, 16:78), “Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak
mengetahui sesuatu pun dan Dia memberikan kamu pendengaran, penglihatan, dan hati
supaya kamu bersyukur.”

Jadi, tanpa hati seorang manusia tidak dapat berfikir, serta tidak dapat membedakan
antara kebaikan dan keburukan. Karena itu, hati merupakan instrumen terpenting dalam

7
diri manusia. Objeknya tidak hanya terhadap hal-hal yang bersifat nyata inderawi, tapi nilai
objektivitas dari hati adalah untuk mencapai hal-hal yang bersifat spiritual dan sakral, seperti
halnya ketulusan atau keikhlasan dan rasa syukur, bahkan untuk mengenal Allah (al-
ma’rifah; makrifat). Oleh sebab itu, tanpa mengupayakan hati maka dapat menjerumuskan
manusia ke dalam lembah kesesatan. Hal ini terjadi ketika orang-orang musyrik
mendustakan kebenaran Rasulullah SAW sehingga membawa mereka ke dalam azab yang
pedih.

Sebagaimana telah Allah jelaskan di dalam Al-Quran:

(QS. Al-Baqarah, 2:7). “Allah telah mengunci mati hati dan pendengaran mereka (musyrikin)
dan penglihatan mereka ditutup. Dan bagi mereka siksa yang amat berat.”

Hati adalah sarana vital dalam menerima suatu kebenaran. Seseorang tanpa
mengupayakan hatinya dalam kebaikan maka akan terjatuh ke dalam kekufuran dan
sebaliknya, bila mengupayakannya dalam kebaikan akan menghantarkannya ke dalam rasa
syukur dan jalan keselamatan. Hati sangat berpengaruh terhadap tindakan seseorang. Bila
hatinya baik, maka perilakunya pun baik. Dan sebaliknya, jika hatinya keruh maka
tindakannya pun buruk.

Sebagaimana sabda Rasulullah Saw yang diriwayatkan sahabat Abu Abdillah An-Nu’man bin
Basyir R.A:

“Sesungguhnya di dalam jasad (badan) terdapat segumpal daging, jika ia bagus maka seluruh
jasadnya bagus. Dan jika rusak maka seluruh jasadnya pun rusak. Ingatlah! Segumpal daging
itu adalah hati.” (Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim).

Maka tidak heran jika hati sangat mempengaruhi tindakan seseorang. Karena hati
merupakan penyebab dari baik dan tidaknya perilaku seseorang. Ulama mengatakan , “hati
adalah raja. Ketika yang merawatnya bagus, maka rakyatnya pun bagus.” Maksudnya adalah
hati itu seperti raja bagi keseluruhan anggota badan, sekaligus tindakan seseorang. Maka,
ketika yang merawat hati itu dapat mengupayakannya dalam kebaikan, maka seluruh
anggota badan sekaligus perilakunya menjadi baik pula.

Hal ini selaras dengan hadits yang diriwayatkan Abu Sa’id Al-Khudri R.A, Rasulullah
bersabda: “Sepasang mata adalah petunjuk. Sepasang telinga adalah corong. Lisan adalah
juru bicara. Kedua tangan adalah sayap. Perut adalah kasih sayang. Limpa adalah senyuman.
Paru-paru adalah jiwa. Kedua pinggang adalah tipu daya. Dan hati adalah raja. Ketika rajanya
bagus, maka rakyatnya pun bagus. Dan jika rajanya rusak, maka rakyatnya pun rusak. (HR
Ibnu Hibban, Abu syaikh dan Abu Nu’aim).

Ulama mengatakan, penglihatan, pendengaran dan indera pencium laksana daya


kekuatan yang dilihat dan dipertimbangkan oleh jiwa. sedangkan hati adalah rajanya. Jika
yang merawatnya baik maka baik pula rakyatnya.

8
Hati merupakan tempat mengenal Allah, instrumen penggerak dari aktivitas dan
perilaku manusia. Hati memiliki penglihatan yang digunakan untuk berhadapan dengan
kehadirat ilahi. Dan hati memiliki niat yang tulus dan keikhlasan dalam ketaatan terhadap
Allah Swt. Perilaku seseorang tidak dapat terpisah dari kondisi hatinya. Jika bijaksana dalam
mengupayakan hatinya, maka seseorang bisa mempertimbangkan perbuatannya dan
membawanya ke jalan yang benar. Sebaliknya, jika tidak bijaksana maka akan
memalingkannya ke jalan yang menyimpang. Contohnya adalah riya’, hasud, tamak, dan
berbagai macam penyakit hati lainnya. Hati memiliki ilmu-ilmu dan kebijaksanaan yang
menghantarkan seorang hamba kepada tingkat kemuliaan dan akhlak yang terpuji.

9
Bab 3

SEBAGAI PEMBERI NASEHAT


WA KAFAA BIL MAUTI WA IDZHA

“Seandainya kematian merupakan tempat peristirahatan yang tenang dari seluruh


keluh kesah hidup manusia di dunia…
Niscaya kematian merupakan suatu kabar gembira yang dinanti-natikan bagi setiap
insan…
Akan tetapi kenyataannya berbeda…
Setelah kematian itu ada pertanggung jawaban dan ada kehidupan…”
(Hanif Nur Fauzi, RENUNGAN MENGHADAPI KEMATIAN, 23 June 2011 Redaksi At
Tauhid Tahun VII, Tazkiyatun Nufus)

“Tidak ada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan
diusahakannya besok. Dan tidak seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana
dia akan mati.” (QS. Luqman: 34)

Andrew Smith, Pengarang asal Amerika Serikat pernah bilang, “Manusia itu
takut pada apa yang tak mereka ketahui.” Ilmuwan psikologi membenarkan hal itu,
bahwa yang ditakuti manusia bukan hal-hal berbahaya, melainkan sesuatu yang tak
diketahui dan tak bisa dikontrolnya.
Salah satu contoh paling nyata atas ketakutan itu adalah kematian. Karena
belum ada orang yang pernah bangun dari kematian setelah zaman Nabi Isa, maka
ketidaktahuan manusia atas kematian sama mutlaknya dengan kehadiran kematian
itu sendiri.
“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu dengan sedikit ketakutan,
kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira
kepada orang-orang yang sabar,” (Q.S. Al Baqarah : 155).
Rasa takut akan kematian bisa berupa nikmat dan juga bisa berupa hal yang
menjadikan seseorang menjadi terpuruk. Sejatinya rasa takut mati adalah peringatan
agar manusia selalu mengingat Allah.
Apabila perasaan takut kepada kematian mampu menjadi pemacu untuk lebih
baik dan menjadi energi untuk menjauhkan diri dari kemaksiatan. Banyak mengingat
mati adalah suatu kebaikan, Abu Hurairah RA meriwayatkan;
“Rasulullah SAW bersabda: “Perbanyaklah mengingat pemutus kelezatan”, yaitu kematian”.

10
(HR. Tirmidzi).
Hadits ini mengisyaratkan bahwa dalam penyikapan tertentu takut mati memiliki
banyak sekali hikmah. Namun takut mati menjadi sangat buruk apabila membawa kita pada
sikap tidak mau peduli, tidak ada semangat hidup hingga membuat putus asa.
Takut mati seperti hal buruk tersebut harus disembuhkan dengan cara memupuk
kesadaran bahwa mati itu adalah perkara yang pasti terjadi, baik cepat ataupun lambat.
Sebaiknya kita tidak perlu menjadikan perasaan takut mati dan membuat pikiran
menjadi terpuruk, sebab mati pasti akan kita alami.
Yang harus kita takuti sesungguhnya adalah bagimana jika Allah sampai tidak
mencintai kita. Minimnya pengetahuan atas kematian niah yang membuat manusia
sering kali enggan membahasnya. Sehingga tidak heran, banyak orang menganggap
kematian adalah momok, dan mengasosiasikannya dengan hal-hal suram. Saking suramnya,
banyak orang mencita-citakan mati dengan tenang.
Setidaknya hal itu yang ditemukan para ilmuwan dari University of California San
Diego School of Medicine. Mereka menemukan 10 faktor penting yang orang-orang anggap
sebagai definisi mati dengan tenang. Karena tidak bisa mewawancarai mereka yang sudah
mati, untuk tahu pengalaman mereka setelah melewati kematian, maka para ilmuwan itu
mengumpulkan opini para pasien-pasien yang sekarat, keluarganya, dan layanan kesehatan
yang mereka gunakan.
Dilip Jeste, salah satu ilmuwan yang meneliti bilang, “Kematian jelas sekali topik yang
kontroversi. Orang-orang tak suka membicarakannya detail, tapi kita harus. Penting untuk
berkata jujur dan transparan tentang bagaimana kematian yang kita inginkan.”

Sebuah Kisah Nyata


Rita Rahmat: Allah Datang Ketika Saya Berada di Titik Terendah
"Mudahkan orang lain, maka Allah akan memudahkan kita," kata Rita Rahmat.
Direktur perusahaan komunikasi dan media relation Aircomm ini tidak asal bicara.
Mengelola bisnis, ia kerap mengalami jatuh bangun. Namun ia selalu optimis, sampai di
suatu titik, kemudahan akan datang tanpa disangka-sangka. "Itu matematika yang susah
untuk dijelaskan."
Mengenal Allah, dilakukan Rita saat dia berada di titik terendah hidupnya. Usahanya
bangkrut, dan musibah datang bertubi-tubi. Ia mengurung diri di kamar, merenung. Rita
kehilangan kepercayaan pada Tuhan. Daripada bingung berdoa pada banyak Tuhan, katanya,
maka ia memutuskan 'berhenti' beragama. "Saya menyembah dan percaya pada Tuhan Sang
Maha Pencipta, tapi tanpa agama," katanya. 
Ia memutuskan pergi dari Jakarta, menggarap tawaran proyek kecil di Pulau Bintan.
Walau diakuinya, pekerjaan itu tak terlalu menolong secara ekonomi. 
Bahkan, ia pernah pulang ke Jakarta dari Bintan, dalam kondisi tak punya sepeser
uangpun, dan terdampar di bandara Changi pula, karena tertinggal pesawat. Namun ia
menyadari kini, itulah cara yang diatur-Nya untuk hidup dalam tuntunan Islam.
Dengan uang seadanya hasil pengembalian tiket, ia menyeberang ke Batam. Baru
keesokan harinya ia kembali ke Jakarta dengan penerbangan berikutnya. 
Jalan pulang yang dilalui, tidaklah mulus. Cuaca buruk, pesawat bergetar hebat.
Penumpang panik, termasuk Rita. "Saya berpikir tentang kematian. Bagaimana jika saya mati
dan tak beragama?" ia mengisahkan pada Republika Online, Rabu Siang.

11
Tiba-tiba ia teringat Islam yang ajarannya sempat mencuri perhatiannya beberapa bulan
terakhir. "Saya bersumpah dalam hati, jika pesawat berhenti terguncang, maka saya akan
masuk Islam," ujarnya. Tak menunggu sampai semenit, seketika itu juga pesawat kembali
tenang.
Rita bersyukur. Namun, ia menyesali sumpahnya, dan meralat, dengan menyatakan
guncangan adalah akibat cuaca buruk, dan membaik karena cuaca membaik, bukan campur
tangan Allah. 
"Sesaat setelah pikiran itu terlintas, pesawat kembali terguncang, lebih hebat.
Seketika itulah saya menyadari, saya manusia lemah, ada yang lebih berkuasa atas saya.
Islam, itu yang ada dalam hati saya," katanya, yang kemudian bertekad untuk menjadi
Muslim secepatnya. Ia ingat, waktu menunjukkan pukul 17.35 saat itu, di pengujung 1999. Ia
pulang untuk menghormati keluarga besarnya yang merayakan Natal.
Sampai di Jakarta, Rita belajar tentang Islam. Hingga ia mantap untuk bersyahadat,
dan menghadiahkan Islam bagi dirinya sendiri, di hari ulang tahunnya, 2 April.
Namun, kedatangannya di masjid, ditolak takmirnya. "Besok saja datang lagi," ujarnya
menirukan sang takmir. Pintu ditutup. 
Ia menuju Masjid Agung Al Azhar Jakarta. Bertemu dengan seorang guru mengaji di
lantai dua yang tengah mengajar seorang ibu dengan anak gadisnya, ia mengutarakan
niatnya. Sang guru mengaji menyarankan untuk menunggu hingga Maghrib. "Namun saya
minta bersyahadat saat itu juga, dan dia menuntun saya," ujarnya. Ia bersyahadat disaksikan
dua orang yang ada di situ. Ia melihat arlojinya, jarum jam menunjukkan pukul 17.35.
"Waktu yang sama dengan saat saya bersumpah akan masuk Islam."
Maghrib menjelang, ia terharu ketika banyak mualaf berdatangan, menyalaminya. Ia
melakukan shalat pertamanya, berjamaah. "Saya dituntun berwudhu, diajari sebentar
tentang shalat. Karena saya hanya bisa membaca Al Fatihah, itulah yang saya baca sepanjang
shalat," kenangnya. 
Pulang dari Al Azhar, ia pergi ke Melawai, membeli perlengkapan shalat. 
Hal terberat adalah ketika memberitahu keluarganya tentang keislamannya. Ibunya
hanya terdiam, dan menyodorkan Injil padanya untuk kembali dipelajari. Ia menggeleng.
"Saya sudah memutuskan Islam, tapi saya tak akan berubah. Saya tetap Rita anak mama."
Sang ibu menunduk, meneteskan air mata. 
Demi menghormati sang mama, Rita selalu pergi ke masjid jika hendak menunaikan
shalat, saat ibunya itu berkunjung ke rumahnya. "Saya tak ingin frontal di depan mama,"
ujarnya. 
Namun ia selalu meyakinkan ibunya, bahwa Islam adalah pilihan hatinya. "Itu hanya
antara saya dan pencipta saya, dan cara saya berkomunikasi dengan-Nya," ujarnya. Sedang
soal habluminannas (hubungan antar manusia), ia tak mngurangi sedikitpun sikapnya pada
wanita yang melahirkannya dan keluarga besarnya.  Lama-lama hati sang mama luluh. Dua
bulan kemudian, ia harus kehilangan papanya, berpulang ke alam baka. 
Rita berkisah, ajaran Islam tentang berbaik sangka benar adanya. Apalagi berbaik
sangka pada nikmat Allah. ia kerap menemukan 'keajaiban' berbaik sangka ini. 
Salah satunya, saat ia berniat umrah Ramadhan. "Daripada berlebaran di Jakarta
seorang diri, mending saya berumrah dan berlebaran di sana," katanya. 
Namun, pendaftaran telah ditutup. Pemilik biro malah menyarankan untuk berhaji.
"Saya tak punya uang," katanya. 

12
Namun, saran pemilik biro untuk menyerahkan berkas untuk berhaji, dipenuhi. "Toh
bisa batal seandainya urung," katanya. "Niat saya ke Tanah Suci baik, insya Allah, Allah
memberi jalan."
Tak disangka, sepulang dari biro haji, ia ditelepon stafnya. Proposal proyeknya
berhasil, dan ia mempunyai sisa uang lebih untuk melunasi ongkos haji. 
Rita memandang hidup bak puzzle. Saling terangkai. Ibadah haji pulalah yang
mengantarkannya pada jodohnya saat ini, Hari Rahmat. "Dua bulan berkenalan, kami
menikah," ujarnya. 
Menurut Rita, hidup akan mudah jika selalu berbaik sangka. Ia juga memegang teguh
satu filosofi lain: "Mudahkan orang lain, maka Allah akan memudahkan urusan kita."
"Bantulah siapa saja, tak usah melihat latar belakangnya," kata dia yang mengaku
hubungannya dengan keluarga tetap terjalin baik hingga saat ini. 
"Kuncinya saling menenggang, saling bertoleransi," ujar ibu satu anak yang kini aktif
sebagai relawan di sebuah lembaga nirlaba yang peduli pada penderita lupus ini.
Dikutip dari, https://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/mualaf/11/06/08/lmh4rp-
mualaf-rita-rahmat-allah-datang-ketika-saya-berada-di-titik-terendah

Kematian Adalah Kepastian


Betapa banyak berita kematian yang sampai di telinga kita, mungkin
memberitakan bahwa tetangga kita, kerabat kita, saudara kita atau teman kita telah
meninggal dunia, menghadap Allah SWT. Akan tetapi betapa sedikit dari diri kita
yang mampu mengambil pelajaran dari kenyataan tersebut. Kita tidak memungkiri
bahwa datangnya kematian itu adalah pasti. Tidak ada manusia yang hidup abadi.
Realita telah membuktikannya. Allah SWT telah berfirman.
(QS. Ali Imran : 185), “Setiap jiwa pasti akan mengalami kematian, dan kelak pada
hari kiamat sajalah balasan atas pahalamu akan disempurnakan, barang siapa yang
dijauhkan oleh Allah SWT dari neraka dan dimasukkan oleh Allah SWT ke dalam
surga, sungguh dia adalah orang yang beruntung (sukses).”
“(QS. Al Jumu’ah : 8), Katakanlah (wahai Muhammad) sesungguhnya kematian yang
kalian lari darinya pasti akan mendatangi kalian, kemudian kalian akan dikembalikan
kepada Dzat Yang Maha Mengetahui apa yang tersembunyi dan apa yang nampak,
kemudian Allah SWT akan memberitahukan kepada kalian setiap amalan yang
dahulu kalian pernah kerjakan.”
Kematian itu milik setiap manusia. Semuanya akan menjumpai kematian pada
saatnya. Entah di belahan bumi mana kah manusia itu berada, entah bagaimanapun
keadaannya, laki-laki atau perempua, kaya atau miskin, tua atau muda, tidak ada
tempat berlindung di tempat manapun, semuanya akan mati jika sudah tiba saatnya.
Allah SWT berfirman,
(QS. Al A’raf :34), “Dan bagi tiap-tiap jiwa sudah ditetapkan waktu (kematiannya),
jika telah tiba waktu kematian, tidak akan bisa mereka mengundurkannya ataupun
mempercepat, meskipun hanya sesaat”
“Dan dimanapun kalian berada, niscaya kematian itu akan mendatangi kalian,

13
meskipun kalian berlindung di balik benteng yang sangat kokoh.” (QS. An Nisa : 78)

Kematian Adalah Rahasia Sang Pencipta


Kematian manusia sudah Allah SWT tetapkan atas setiap hamba-Nya sejak
awal penciptaan manusia. Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya proses
penciptaan manusia di dalam perut ibu, berlangsung selama 40 hari dalam bentuk
air mani, kemudian menjadi segumpal darah yang menggantung selama 40 hari,
kemudian menjadi segumpal daging  selama 40 hari juga. Kemudian Allah
mengutus seorang malaikat untuk meniupkan ruh pada janin tersebut, dan
diperintahkan untuk mencatat empat ketetapan : rezekinya, kematiannya,
amalannya, dan akhir kehidupannya, menjadi orang bahagia ataukah orang yang
celaka….” (HR. Bukhari dan Muslim)
Allah SWT telah berfirman,
“Sesungguhnya di sisi Allah sajalah pengetahuan tentang (kapankah) datangnya hari
kiamat, dan Dia-lah yang menurunkan air hujan, dan Dia-lah yang mengetahui
tentang apa yang ada di dalam rahim, dan tidak ada seorang pun yang mengetahui
(dengan pasti) apa yang akan dia kerjakan esok hari, dan tidak ada seorang pun yang
mengetahui di bumi manakah dia akan mati..” (QS. Luqman : 34)
Jika kita tidak tahu di bumi manakah kita akan mati, kapankah kita akan
meninggal, dan dengan cara apakah kita akan mengakhiri kehidupan dunia ini,
masihkah kita merasa aman dari intaian kematian…? Siapa yang bisa menjamin
bahwa kita bisa menghirup segarnya udara pagi esok hari…? Siapa yang bisa
menjamin kita bisa tertawa esok hari…? Atau…. siapa tahu sebentar lagi giliran
kematian kita…?
Seorang hamba Allah yang mengingat kematian akan senantiasa tersadar
bahwa hidup teramat berharga. Hidup tak ubahnya seperti ladang pinjaman.
Seorang petani yang cerdas akan memanfaatkan ladang itu dengan menanam
tumbuhan yang berharga. Dengan sungguh-sungguh. Petani itu khawatir, ia tidak
mendapat apa-apa ketika ladang harus dikembalikan.
Mungkin, inilah maksud ungkapan Imam Ghazali ketika menafsirkan surah Al-
Qashash ayat 77, “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu
(kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari
(kenikmatan) dunia…” dengan menyebut, “Ad-Dun-ya mazra’atul akhirah.” (Dunia
adalah ladang buat akhirat)
Orang yang mencintai sesuatu takkan melewatkan sedetik pun waktunya untuk
mengingat sesuatu itu. Termasuk, ketika kematian menjadi sesuatu yang paling
diingat. Dengan memaknai kematian, berarti kita sedang menghargai arti kehidupan.

Faidah Mengingat Kematian


Rasulullah SAW bersabda, “Perbanyaklah kalian mengingat pemutus kelezatan
dunia”. Kemudian para shahabat bertanya. “Wahai Rasulullah apakah itu pemutus

14
kelezatan dunia?” Kemudian Rasulullah SAW menjawab, “Kematian” (HR. Al Baihaqi
dalam Syu’abul Iman, hadits dari shahabat Abu Hurairah)
Ad Daqaaq rahimahullahu mengatakan, “Barangsiapa yang banyak mengingat
kematian, maka akan dianugerahi oleh Allah tiga keutamaan, [1] bersegera dalam
bertaubat, [2] giat dan semangat dalam beribadah kepada Allah, [3] rasa qana’ah
dalam hati (menerima dan merasa cukup setiap pemberian Allah)” (Al Qiyamah Ash
Shugra, Syaikh Dr. Umar Sulaiman Al Asyqar)

1. Bersegera dalam Bertaubat


Sudah dapat dipastikan bahwa manusia adalah makhluk yang banyak dosa dan
kemaksiatan. Seorang manusia yang banyak mengingat kematian, dirinya sadar
bahwa kematian senantiasa mengintai. Dia tidak ingin menghadap Allah SWT dengan
membawa setumpuk dosa yang akan mendatangkan kemurkaan Allah SWT. Dia akan
sesegera mungkin bertaubat atas dosa dan kesalahannya, kembali kepada Allah
SWT. Allah telah berfirman,
QS. An Nisa : 17), “Sesungguhnya taubat di sisi Allah hanyalah bagi orang-orang yang
mengerjakan keburukan dikarenakan kebodohannya, kemudian mereka bertaubat
dengan segera, maka mereka itulah yang diterima taubatnya oleh Allah, dan Allah
Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana” (
(QS. Ali Imran : 133), “Dan bersegeralah menuju ampunan dari Rabb kalian dan
menuju surga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang telah dipersiapkan (oleh
Allah) bagi orang-orang ynag bertaqwa”

2. Giat dan Semangat dalam Beribadah kepada Allah


Seorang yang banyak mengingat kematian, akan senantiasa memanfaatkan
waktunya untuk beribadah kepada Allah SWT. Suatu ketika Rasulullah SAW bersabda
kepada Abdullah Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, “Jadilah engkau di dunia ini
bagaikan seorang yang asing atau seorang yang sedang menempuh perjalanan yang
jauh”, mendengar sabda Rasulullah SAW ini, lantas Abdullah ibnu Umar berkata,
“Jika engkau berada di sore hari jangan engkau tunggu datangnya pagi hari, jika
engkau berada di pagi hari jangan engkau tunggu datangnya sore hari,
pergunakanlah waktu sehatmu (dalam ketaatan kepada Allah) sebelum datangnya
waktu sakitmu, dan pergunakanlah waktu hidupmu sebelum kematian datang
menjemputmu.” (HR. Bukhari)

3. Rasa Qana’ah di Dalam Hati


Allah SWT akan menanamkan rasa qana’ah di dalam hati seseorang yang
banyak mengingat kematian. Rasa qana’ah yang membuat seseorang merasa cukup
terhadap setiap pemberian Allah SWT, bagaimanapun dan berapa pun pemberian
Allah. Suatu saat Nabi SAW pernah menyampaikan nasehat kepada Abu Dzar. Abu
Dzar berkata,

15
“Kekasihku yakni Nabi SAW memerintah tujuh perkara padaku, (diantaranya): Beliau
memerintahkanku agar mencintai orang miskin dan dekat dengan mereka, dan
beliau memerintahkan aku agar melihat orang yang berada di bawahku (dalam
masalah harta dan dunia), juga supaya aku tidak memperhatikan orang yang berada
di atasku. …” (HR. Ahmad. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini
shahih)
Dengan qona’ah ini kita akan lebih bersyukur dengan yang telah Allah tetapkan
kepada kita. Balasan dari Allah untuk mereka yang bersikap qonaah selama di bumi
yaitu kita akan merasakan kehidupan di dunia ini dengan lebih baik lagi.
Sebagaimana Allah SWT telah berfirman dalam
(QS. An-Nahl:97), Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun
perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan
kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada
mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.
Kita akan lebih menerima dan bersyukur atas semua hal yang diberikan Allah
SWT kepada kita. Kita menjadi orang yang tidak mudah sombong. Tapi walaupun
begitu dengan mengamalkan sifat qanaah bukan berarti kita harus pasrah diri
dengan semua yang diberikan. Kita tetap harus berusaha dan beriktiar dengan
semua yang harus kita dapatkan. Setelah kita berjuang dengan semua hal yang
sudah kita lakukan, barulah kita menerima semua hal yang diberikan.
Seseorang yang banyak mengingat kematian, meyakini bahwa segala
pemberian Allah dari perbendaharaan dunia adalah titipan dari Allah. Seluruhnya
akan diambil kembali oleh Allah, dan akan dimintai pertanggung jawaban oleh Allah
SWT atas seluruh pemberian tersebut.

Wa Kafaa Bil Mauti Wa Idzho (Cukuplah Kematian Sebagai Pemberi Nasehat)


Tentang kematian sebagai nasehat, Rasulullah SAW bersabda :
“…..aku tinggalkan dua penasehat, yang satu pandai bicara dan yang satu pendiam.
Yang pandai bicara yakni Al Qur'an, dan yang diam saja ialah kematian ...”

Nas-alullaha asSalamah wal afiah = kita memohon kepada ALLAH keselamatan dan
kebaikan

16
Bab 4

Mengingat Allah SWT

1. Tentang Shalat

Makna lain mendirikan shalat adalah untuk mengingat Allah SWT


QS. Thaha, 20:14 
Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah
Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku.
  
QS. An Nisa, 4:103 
Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu
duduk dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu telah merasa aman, maka dirikanlah
shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan
waktunya atas orang-orang yang beriman.
 
QS. Az-Zumar 39:11
Katakanlah: "Sesungguhnya aku diperintahkan supaya menyembah Allah dengan
memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama.
 
QS. Az-Zumar 39:14 
Katakanlah: "Hanya Allah saja Yang aku sembah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya
dalam (menjalankan) agamaku".
 
QS. Ghafir 40:14
Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ibadat kepada-Nya, meskipun orang-orang kafir
tidak menyukai(nya).
 
QS. Ghafir 40:65 
Dialah Yang hidup kekal, tiada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia; maka
sembahlah Dia dengan memurnikan ibadat kepada-Nya. Segala puji bagi Allah Tuhan
semesta alam.
 

17
QS. Al-Bayyinah 98:5
Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan
ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka
mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.
 
Perintah untuk Mentauhidkan Allah
“Dan Kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan
kepadanya: “Bahwasanya tidak ada Rabb yang berhak disembah selain Aku, maka
sembahlah olehmu sekalian akan Aku.”
(QS. Al Anbiya 21: 25).
Yang dimaksud hunafa’ atau hanif yang disebut dalam ayat di atas adalah berpaling dari
kesyirikan (menduakan Allah) mengarah pada mentauhidkan Allah.
 
Jalan hanif ini disebutkan dalam ayat lainnya,
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan):
“Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut”
(QS. An Nahl 16: 36).
ini sekaligus menerangkan bahwa dakwa setiap Rasul adalah memerintahkan untuk
mentauhidkan Allah dan meninggalkan thoghut, yaitu sesuatu yang disembah, diikuti atau
ditaati yang di mana seseorang melampaui batas terhadapnya.
Para ulama sepakat bahwa barangsiapa yang tidak mampu melakukan shalat dengan
berdiri hendaknya shalat sambil duduk, dan jika tidak mampu dengan duduk, maka shalat
sambil berbaring dengan posisi tubuh miring dan menghadapkan muka ke kiblat.
Disunnatkan miring dengan posisi tubuh miring di atas tubuh bagian kanan. Dan jika tidak
mampu melaksanakan shalat dengan berbaring miring, maka ia boleh shalat dengan
berbaring telentang, sebagaimana sabda Nabi SAW kepada `Imran bin Hushain:
“Shalatlah kamu sambil berdiri, dan jika kamu tidak mampu, maka sambil duduk, dan jika
tidak mampu, maka dengan berbaring”. (HR. Bukhari).
Dan Imam An-Nasa’i menambahkan: “… lalu jika tidak mampu, maka sambil telentang”.
Barangsiapa mampu berdiri, akan tetapi tidak mampu ruku` atau sujud, maka kewajiban
berdiri tidak gugur darinya. Ia harus shalat sambil berdiri, lalu ruku’ dengan isyarat
(menundukkan kepala), kemudian duduk dan sujud dengan berisyarat, karena firman Allah
Subhanahu wa Ta’ala:
“…Dan berdirilah karena Allah (dalam shalat-mu) dengan khusyu’.`”. (Al-Baqarah, 2:238).
Dan sabda Nabi SAW:
“Shalatlah kamu sambil berdiri”.
Dan juga firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
“Maka bertaqwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu”. (At-Taghabun: 16).

Maka, jika shalat bertelentang lebih memudahkan pengobatan, maka boleh shalat
telentang. Barangsiapa tidak mampu ruku`dan sujud, maka cukup berisyarat dengan
menundukkan kepala pada saat ruku’ dan sujud, dan hendaknya ketika sujud lebih rendah
daripada ruku`. Dan jika hanya tidak mampu sujud saja, maka ruku` (seperti lazimnya) dan
sujud dengan berisyarat. Jika ia tidak dapat membungkukkan punggungnya, maka ia
membungkukkan lehernya; dan jika punggungnya memang bungkuk sehingga seolah-olah ia

18
sedang ruku`, maka apabila hendak ruku`, ia lebih membungkukkan lagi sedikit, dan di waktu
sujud ia lebih membungkukkan lagi semampunya hingga mukanya lebih mendekati tanah se-
mampunya. Dan barangsiapa tidak mampu berisyarat dengan kepala, maka dengan niat dan
bacaan saja, dan kewajiban shalat tetap tidak gugur darinya dalam keadaan bagaimanapun
selagi ia masih sadar (berakal), karena dalil-dalil tersebut di atas.
Dan apabila ditengah-tengah shalat si penderita mampu melakukan apa yang tidak
mampu ia lakukan sebelumnya, seperti berdiri, ruku`, sujud atau berisyarat dengan kepala,
maka ia berpindah kepadanya (melakukan apa yang ia mampu) dengan meneruskan shalat
tersebut.
Dan apabila si sakit tertidur atau lupa melakukan shalat atau karena lainnya, ia wajib
menunaikannya di saat ia bangun atau di saat ia ingat, dan tidak boleh menundanya kepada
waktu berikutnya. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
“Barangsiapa tertidur atau lupa melakukan shalat, maka hendaknya ia menunaikannya pada
saat ia ingat, tidak ada tebusan lain baginya kecuali hanya itu”. Lalu beliau membaca firman
Allah:
“dan dirikanlah shalat untuk mengingatKu”. (QS. Thaha: 14).
Tidak boleh meninggalkan shalat dalam keadaan bagaimanapun; bahkan setiap
mukallaf wajib bersungguh-sungguh untuk menunaikan shalat pada hari-hari sakitnya
melebihi hari-hari ketika ia sehat. Jadi, tidak boleh baginya meninggalkan shalat wajib hingga
lewat waktunya, sekalipun ia sakit selagi ia masih sadar (kesadarannya utuh). Ia wajib
menunaikan shalat tersebut menurut kemampuannya. Dan apabila ia meninggalkannya
dengan sengaja, sedangkan ia sadar (masih berakal) lagi mukallaf serta mampu
melakukannya, walaupun hanya dengan isyarat, maka dia adalah orang yang berbuat dosa.
Bahkan ada sebagian dari para Ahlul `ilm (ulama) yang mengkafirkannya berdasarkan sabda
Nabi SAW:
“Perjanjian antara kita dengan mereka (orang munafiq) adalah shalat, barangsiapa
meninggalkannya maka kafirlah ia”.
Dan sabdanya:
“Pokok segala perkara adalah Al-Islam, tiangnya Islam adalah shalat dan puncak Islam adalah
jihad di jalan Allah”
Begitu pula sabda beliau SAW:
“(Pembatas) antara seorang muslim dengan kemusyrikan dan kekufuran adalah
meninggalkan shalat” (HR. Muslim di dalam Shahih-nya).
Dan pendapat ini yang lebih shahih, sebagaimana yang dijelaskan di dalam ayat-ayat Al-
Qur’an tentang shalat dan hadits-hadits tersebut.
Dan jika ia kesulitan untuk melakukan shalat pada waktunya, maka boleh menjama’
antara shalat Zhuhur dengan shalat Ashar dan shalat Maghrib dengan shalat Isya’, baik jama’
taqdim maupun jama’ ta’khir, sesuai kemampuannya. Dan jika ia mau boleh memajukan
shalat Asharnya digabung dengan shalat Zhuhur atau mengakhirkan Zhuhur bersama Ashar
di waktu Ashar. Atau jika ia menghendaki, boleh memajukan Isya’ bersama Maghrib atau
mengakhirkan Maghrib bersama Isya’. Adapun shalat Subuh, (tetap dilakukan seperti biasa)
tidak bisa dijama’ dengan shalat sebelum atau sesudahnya, karena waktunya terpisah dari
shalat sebelum dan sesudahnya. Inilah hal-hal yang berhubungan dengan orang sakit dalam
bersuci dan melakukan shalat. Aku memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Semoga
menyembuhkan orang-orang sakit dari kaum muslim dan menghapus dosa-dosa mereka,

19
dan mengaruniakan ma`af dan afiat kepada kita semua di dunia dan akhirat. Sesungguhnya
Dia Maha Pemurah lagi Maha Mulia.
Agama Islam penuh dengan kemudahan. Semua yang diperintahkan dalam Islam
disesuaikan dengan kemampuan hamba. Allah SWT berfirman:

“Maka bertakwalah kamu kepada Allah semaksimal kemampuanmu” (QS. At Taghabun:


16).

Termasuk dalam ibadah shalat, ibadah yang paling agung dalam Islam. Terdapat banyak
kemudahan dan keringanan di dalamnya.

TATA CARA BERSUCI BAGI ORANG YANG SAKIT

1. Orang yang sakit wajib bersuci dengan air. Ia harus berwudhu jika berhadats kecil dan
mandi jika berhadats besar.

Gambar 4.1 Orang sakit wajib bersuci, dapat dibantu oleh orang lain

2. Jika tidak bisa bersuci dengan air karena ada halangan, atau takut sakitnya bertambah,
atau khawatir memperlama kesembuhan, maka ia boleh bertayamum.

20
Gambar 4.2 Berwudhu boleh bertayamum

3. Tata cara tayamum : Hendaknya ia memukulkan dua tangannya ke tanah yang suci sekali
pukulan, kemudian mengusap wajahnya lalu mengusap telapak tangannya.

Gambar 4.3 Meletakan kedua belah tangan di atas debu

21
Gambar 4.4 Mengusap muka dengan debu

Gambar 4.5 Mengusap kedua belah tangan

4. Bila tidak mampu bersuci sendiri maka ia bisa diwudhukan, atau ditayamumkan orang
lain. Caranya hendaknya seseorang memukulkan tangannya ke tanah lalu mengusapkannya
ke wajah dan dua telapak tangan orang sakit. Begitu pula bila tidak kuasa wudhu sendiri
maka diwudhukan orang lain.

22
Gambar 4.6 Bertayamum dengan bantuan orang lain

Gambar 4.7 Berwudhu dengan bantuan orang lain

5. Jika pada sebagian anggota badan yang harus disucikan terluka, maka ia tetap dibasuh
dengan air. Jika hal itu membahayakan maka diusap sekali, caranya tangannya dibasahi
dengan air lalu diusapkan diatasnya. Jika mengusap luka juga membahayakan maka ia bisa
bertayamum.

23
Gambar 4.8 Bagian yang terluka tetap dibasuh menggunakan air

6. Jika pada tubuhnya terdapat luka yang digips atau dibalut, maka mengusap balutan tadi
dengan air sebagai ganti dari membasuhnya.

Gambar 4.9 Mengusap bagian tubuh yang dibalut dengan menggunakan air

7. Dibolehkan betayamum pada dinding, atau segala sesuatu yang suci dan mengandung
debu. Jika dindingnya berlapis sesuatu yang bukan dari bahan tanah seperti cat
misalnya,maka ia tidak boleh bertayamum padanya kecuali jika cat itu mengandung debu.

24
Gambar 4.10 Dibolehkan bertayamum pada dinding

8. Jika tidak mungkin bertayamum di atas tanah, atau dinding atau tempat lain yang
mengandung debu maka tidak mengapa menaruh tanah pada bejana atau sapu tangan lalu
bertayamum darinya.

Gambar 4.11 Bertayamum dengan tanah pada sapu tangan atau bejana

9. Jika ia bertayamum untuk shalat lalu ia tetap suci sampai waktu shalat berikutnya maka ia
bisa shalat dengan tayamumnya tadi, tidak perlu mengulang tayamum, karena ia masih suci
dan tidak ada yang membatalkan kesuciannya.

25
Gambar 4.12 Jika masih dalam keadaan suci, dapat menunaikan solat tanpa perlu
mengulang tayamum

10. Orang yang sakit harus membersihkan tubuhnya dari najis, jika tidak mungkin maka ia
shalat apa adanya, dan shalatnya sah tidak perlu mengulang lagi.

Gambar 4.13 Membersihkan tubuh dari najis

11. Orang yang sakit wajib shalat dengan pakaian suci. Jika pakaiannya terkena najis ia harus
mencucinya atau menggantinya dengan pakaian lain yang suci. Jika hal itu tidak
memungkinkan maka ia shalat seadanya, dan shalatnya sah tidak perlu mengulang lagi.

26
Gambar 4.14 Menggunakan pakaian yang suci sebelum shalat

12. Orang yang sakit harus shalat di atas tempat yang suci. Jika tempatnya terkena najis
maka harus dibersihkan atau diganti dengan tempat yang suci, atau menghamparkan
sesuatu yang suci di atas tempat najis tersebut. Namun bila tidak memungkinkan maka ia
shalat apa adanya dan shalatnya sah tidak perlu mengulang lagi.

Gambar 4.15 Shalat ditempat yang suci

13. Orang yang sakit tidak boleh mengakhirkan shalat dari waktunya karena ketidak
mampuannya untuk bersuci. Hendaknya ia bersuci semampunya kemudian melakukan
shalat tepat pada waktunya, meskipun pada tubuhnya, pakaiannya atau tempatnya ada najis
yang tidak mampu dibersihkannya.

27
Gambar 4.16 Dibolehkan shalat jika terdapat najis yang tidak dapat dibersihkan

Orang Yang Sakit Tetap Wajib Shalat

1. Orang yang sakit wajib melaksanakan shalat fardhu dengan berdiri, sekali pun
bersandar ke dinding atau ke tiang atau dengan tongkat.

2. Jika tidak sanggup shalat berdiri, maka hendaklah ia shalat dengan duduk, dan lebih
baik kalau duduk bersila pada waktu di mana semestinya berdiri dan ruku’, dan
duduk istirasy pada waktu di mana dia sujud.
3. Jika tidak sanggup shalat sambil duduk, boleh shalat sambil berbaring bertumpu pada
sisi badan menghadap kiblat. Dan bertumpu pada sisi kanan lebih utama dari sisi kiri.
Jika tidak memungkinkan untuk menghadap kiblat boleh menghadap ke mana saja dan
tidak perlu mengulangi shalatnya.

4. Jika tidak sanggup shalat berbaring, boleh shalat sambil terlentang dengan
menghadapkan kedua kaki ke kiblat. Dan yang lebih utama yaitu dengan mengangkat
kepala untuk menghadap kiblat. Dan jika tidak bisa meng-hadapkan kedua kakinya ke
kiblat, dibolehkan shalat menghadap ke mana saja.

5. Orang sakit wajib melaksanakan ruku’ dan sujud, jika tidak sanggup, cukup dengan
membungkukkan badan pada ruku’ dan sujud, dan ketika sujud hendaknya lebih
rendah dari ruku’. Dan jika sanggup ruku’ saja dan tidak sanggup sujud, dia boleh ruku’
saja dan menundukkan kepala saat sujud. Demikian pula sebaliknya jika dia sanggup
sujud saja dan tidak sanggup ruku’, dia boleh sujud saja dan ketika ruku’ dia
menundukkan kepala.

6. Jika tidak sanggup dengan menundukkan kepala ketika ruku’ dan sujud, cukup dengan
isyarat mata, dengan memejamkan sedikit ketika ruku’ dan dengan meme-jamkan lebih
kuat ketika sujud. Adapun isyarat dengan telunjuk seperti yang dilakukan beberapa
orang sakit, itu tidak betul dan penulis tidak pernah tahu dalil- dalilnya baik dalil dari Al-
Qur’an maupun As-Sunnah, dan tidak pula dari perkataan para ulama.

7. Jika tidak sanggup juga shalat dengan menggerakkan kepala dan isyarat mata,
hendaklah ia shalat dengan hatinya, dia berniat ruku’, sujud dan berdiri serta du-duk.
Masing-masing orang akan diganjar sesuai dengan niatnya.

8. Orang yang sakit wajib melaksanakan semua kewajiban shalat tepat pada waktunya
sesuai menurut kemampu-annya sebagaimana kita jelaskan di atas. Tidak boleh sengaja
mengakhirkannya dari waktu yang semestinya. Dan jika termasuk orang yang kesulitan
berwudhu dia boleh menjamak shalatnya seperti layaknya seorang musafir.

28
9. Jika dia sulit untuk shalat pada waktunya, boleh menja-mak antara Dhuhur dengan
Ashar dan antara Maghrib dengan Isya’, baik jama’ taqdim  maupun jama’ ta’khir,
sesuai dengan kemampuannya. Kalau dia mau, dia boleh memajukan shalat Asharnya
digabung dengan Dhuhur, atau mengakhirkan Dhuhurnya digabung dengan Ashar di
waktu Ashar. Jika mau, boleh juga dia memajukan shalat Isya’ untuk digabung dengan
shalat Maghrib di waktu Maghrib atau sebaliknya. Adapun shalat Subuh, maka tidak
boleh di-jama’  dengan shalat yang sebelumnya atau sesudahnya, karena waktunya
terpisah dari waktu shalat sebelumnya dan shalat se-sudahnya. Allah Subhanahu wa
Ta’ala berfirman:
“Dan dirikanlah shalat dari sesudah tergelincirnya mata-hari sampai gelap malam, dan
(dirikanlah pula) shalat Subuh. Sesungguhnya shalat Subuh itu disaksikan (oleh
malaikat).” (Al-Isra 17: 78)

Shalat diwajibkan kepada semua Muslim yang baligh dan berakal. Merekalah mukallaf,
orang yang terkena beban syariat. Yang dibolehkan untuk meninggalkan shalat adalah
orang yang bukan mukallaf, yaitu anak yang belum baligh dan orang yang tidak berakal.
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

“Pena (catatan amal) diangkat dari tiga jenis orang: orang yang tidur hingga ia bangun,
anak kecil hingga ia baligh, dan orang gila hingga ia berakal ” (HR. An Nasa-i no. 7307, Abu
Daud no. 4403, Ibnu Hibban no. 143, dishahihkan Al Albani dalam  Shahih Al-Jami’ no.
3513).

Demikian juga yang dibolehkan untuk meninggalkan shalat adalah wanita haid dan nifas.
Ibunda ‘Aisyah radhiallahu’anha pernah ditanya,

“Apakah kami perlu mengganti shalat kami ketika sudah suci?” ‘Aisyah menjawab,
“Apakah engkau seorang wanita Haruriyah (Khawarij)? Dahulu kami mengalami haid di
masa Nabi shallallahu‘alaihi wasallam, namun beliau tidak memerintahkan kami untuk
menggantinya” (HR. Al Bukhari no. 321).

Ummu Salamah radhiallahu’anha juga mengatakan:

“Dahulu wanita yang sedang nifas di masa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam duduk
(tidak shalat) selama 40 hari” (HR. Ibnu Majah no. 530, dishahihkan Al Albani dalam
Shahih Ibnu Majah).

Maka kita lihat ternyata orang sakit tidak dikecualikan. Sehingga tidak ada udzur untuk
meninggalkan shalat selama ia baligh, berakal, tidak haid, dan tidak nifas.

Keringanan-Keringanan Bagi Orang Yang Sakit

1. Dibolehkan untuk tidak shalat berjamaah di masjid

29
Shalat berjama’ah wajib bagi lelaki. Namun dibolehkan bagi lelaki untuk tidak menghadiri
shalat jama’ah di masjid lalu ia shalat di rumahnya jika ada masyaqqah (kesulitan) seperti
sakit, hujan, adanya angin, udara sangat dingin atau semacamnya.

Dari Ibnu ‘Umar radhiallahu’anhuma:

“Dahulu Nabi memerintahkan muadzin beradzan lalu di akhirnya ditambahkan lafadz


/shalluu fii rihaalikum/ (shalatlah di rumah-rumah kalian) ketika malam sangat dingin
atau hujan dalam safar” (HR. Bukhari no. 616, Muslim no. 699).

Dari Jabir bin Abdillah radhiallahu’anhu, ia berkata:

“Kami pernah safar bersama Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam, lalu turunlah hujan.
Beliau besabda: ‘bagi kalian yang ingin shalat di rumah dipersilakan‘” (HR. Muslim no.
698).

Syaikh Abdul Aziz bin Baz menjelaskan:

“Shalatlah di rumah-rumah kalian, maksudnya jika ada masyaqqah (kesulitan) yang


dirasakan orang-orang, semisal karena hujan, atau jalan yang licin.”[1]

Dan kondisi sakit terkadang  menimbulkan masyaqqah untuk pergi ke masjid.


Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam pun ketika beliau sakit parah, beliau tidak shalat di
masjid, padahal beliau yang biasa mengimami orang-orang. Beliau memerintahkan Abu
Bakar untuk menggantikan posisi beliau sebagai imam. ‘Aisyah radhiallahu’anha berkata:

“Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam ketika sakit beliau bersabda: perintahkan Abu


Bakar untuk shalat (mengimami) orang-orang” (HR. Bukhari no. 7303).

Ibnu Abbas radhiallahu’anhu mengatakan:

“Aku melihat bahwa kami (para sahabat) memandang orang yang tidak shalat
berjama’ah sebagai orang munafik, atau sedang sakit” (HR. Muslim no. 654).

Dalil-dalil ini menunjukkan bolehnya orang yang sakit untuk tidak menghadiri shalat
jama’ah.

2. Dibolehkan menjamak shalat

Menjamak shalat dibolehkan secara umum ketika ada masyaqqah (kesulitan). Dari


Abdullah bin Abbas radhiallahu’anhu beliau mengatakan:

“Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam menjamak shalat Zhuhur dan shalat Ashar, dan
menjamak shalat Maghrib dan Isya, di Madinah padahal tidak sedang dalam ketakutan
dan tidak hujan” (HR. Muslim no. 705).

30
Para ulama mengatakan alasan Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam menjamak karena
ada masyaqqah. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan:

“Dibolehkannya men-qashar shalat hanya ketika safar secara khusus, tidak boleh
dilakukan pada selain safar. Adapun menjamak shalat, dibolehkan ketika ada kebutuhan
dan udzur” (Majmu’ Al Fatawa, 22/293).

Maka, orang yang sakit jika sakitnya membuat ia kesulitan untuk shalat pada waktunya
masing-masing, dibolehkan baginya untuk menjamak shalat.

3. Dibolehkan shalat sambil duduk jika tidak mampu berdiri

4. Dibolehkan shalat sambil berbaring jika tidak mampu duduk

Jika orang yang sakit masih sanggup berdiri tanpa kesulitan, maka waijb baginya untuk
berdiri. Karena berdiri adalah rukun shalat. Shalat menjadi tidak sah jika ditinggalkan. Dalil
bahwa berdiri adalah rukun shalat adalah hadits yang dikenal sebagai hadits al musi’
shalatuhu, yaitu tentang seorang shahabat yang belum paham cara shalat, hingga setelah
ia shalat Nabi bersabda kepadanya:

“Ulangi lagi, karena engkau belum shalat”

Menunjukkan shalat yang ia lakukan tidak sah sehingga tidak teranggap sudah menunaikan
shalat. Kemudian Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam mengajarkan shalat yang benar
kepadanya dengan bersabda:

“Jika engkau berdiri untuk shalat, ambilah wudhu lalu menghadap kiblat dan
bertakbirlah…” (HR. Bukhari 757, Muslim 397).

Namun jika orang yang sakit kesulitan untuk berdiri dibolehkan baginya untuk shalat
sambil duduk, dan jika kesulitan untuk duduk maka sambil berbaring. Dari Imran bin
Hushain radhiallahu ‘anhu, beliau mengatakan:

“Aku pernah menderita penyakit bawasir. Maka ku bertanya kepada Nabi


Shallallahu’alaihi Wasallam mengenai bagaimana aku shalat. Beliau bersabda: shalatlah
sambil berdiri, jika tidak mampu maka shalatlah sambil duduk, jika tidak mampu maka
shalatlah dengan berbaring menyamping” (HR. Al Bukhari, no. 1117).

Dalam riwayat lain disebutkan tambahan:

“Jika tidak mampu maka berbaring telentang”

Tambahan riwayat ini dinisbatkan para ulama kepada An-Nasa`i namun tidak terdapat
dalam Sunan An-Nasa`i. Namun para ulama mengamalkan tambahan ini, yaitu ketika orang
sakit tidak mampu berbaring menyamping maka boleh berbaring terlentang.

31
5. Dibolehkan shalat semampunya jika kemampuan terbatas

Jika orang yang sakit sangat terbatas kemampuannya, seperti orang sakit yang hanya bisa
berbaring tanpa bisa menggerakkan anggota tubuhnya, namun masih berisyarat dengan
kepala, maka ia shalat dengan sekedar gerakan kepala.

Dari Jabir radhiallahu’anhu beliau berkata:

“Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam suatu kala menjenguk orang yang sedang sakit.
Ternyata Rasulullah melihat ia sedang shalat di atas bantal. Kemudian Nabi mengambil
bantal tersebut dan menjauhkannya. Ternyata orang tersebut lalu mengambil kayu dan
shalat di atas kayu tersebut. Kemudian Nabi mengambil kayu tersebut dan
menjauhkannya. Lalu Nabi bersabda: shalatlah di atas tanah jika kamu mampu, jika tidak
mampu maka shalatlah dengan imaa` (isyarat kepala). Jadikan kepalamu ketika posisi
sujud lebih rendah dari rukukmu“ (HR. Al Baihaqi dalam Al Kubra 2/306, dishahihkan Al
Albani dalam Shifatu Shalatin Nabi, 78).

Makna al-imaa` dalam Lisanul  Arab disebutkan:

“Al-Imaa` artinya berisyarat dengan anggota tubuh seperti kepala, tangan, mata, dan alis.”

Syaikh Muhammad bin Shalih Al- ‘Utsaimin mengatakan:

“Jika orang yang sakit tidak sanggup berisyarat dengan kepala untuk rukuk dan sujud
maka ia berisyarat dengan matanya. Ia mengedipkan matanya sedikit ketika rukuk dan
mengedipkan lebih banyak ketika sujud.”

6. Dibolehkan tidak menghadap kiblat jika tidak mampu dan tidak ada yang membantu

Menghadap kiblat adalah syarat shalat. Orang yang sakit hendaknya berusaha tetap
menghadap kiblat sebisa mungkin. Atau ia meminta bantuan orang yang ada disekitarnya
untuk menghadapkan ia ke kiblat. Jika semua ini tidak memungkinkan, maka ada
kelonggaran baginya untuk tidak menghadap kiblat. Syaikh Shalih Al-Fauzan menyatakan:

“Orang yang sakit jika ia berada di atas tempat tidur, maka ia tetap wajib menghadap
kiblat. Baik menghadap sendiri jika ia mampu atau pun dihadapkan oleh orang lain. Jika ia
tidak mampu menghadap kiblat, dan tidak ada orang yang membantunya untuk
menghadap kiblat, dan ia khawatir waktu shalat akan habis, maka hendaknya ia shalat
sebagaimana sesuai keadaannya”[3]

Tata Cara Shalat Bagi Orang Sakit

Orang yang sakit tentunya memiliki keadaan yang beragam dan bervariasi, sehingga tidak
memungkinkan kami merinci tata cara shalat untuk semua keadaan yang mungkin terjadi
pada orang sakit. Namun prinsip dasar dalam memahami tata cara orang sakit adalah

32
hendaknya orang sakit berusaha sebisa mungkin menepati tata cara shalat dalam keadaan
sempurna, jika tidak mungkin maka mendekati sempurna. Allah Ta’ala berfirman:

“Maka bertakwalah kamu kepada Allah semaksimal kemampuanmu” (QS. At Taghabun


64: 16).

Nabi Shallallahu’alahi Wasallam bersabda:

“Berbuat luruslah, (atau jika tidak mampu maka) mendekati lurus” (HR. Bukhari no. 6467).

Kaidah fikih yang disepakati ulama:

“Sesuatu yang tidak bisa digapai semuanya, maka tidak ditinggalkan semuanya”

Berikut ini tata cara shalat bagi orang yang kami ringkaskan dari penjelasan Syaikh Sa’ad
bin Turki Al-Khatslan[4] dan Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin [5]:

1. Tata Cara Shalat Orang Yang Tidak Mampu Berdiri

Orang yang tidak mampu berdiri, maka shalatnya sambil duduk. Dengan ketentuan sebagai
berikut:

 Yang paling utama adalah dengan cara duduk bersila. Namun jika tidak
memungkinkan, maka dengan cara duduk apapun yang mudah untuk dilakukan.

Gambar 4.17 Shalat dengan posisi duduk

33
 Duduk menghadap ke kiblat. Jika tidak memungkinkan untuk menghadap kiblat
maka tidak mengapa.

Gambar 4.18 Shalat menghadap kiblat jika memungkinkan

 Cara bertakbir dan bersedekap sama sebagaimana ketika shalat dalam keadaan
berdiri. Yaitu tangan di angkat hingga sejajar dengan telinga dan setelah itu tangan
kanan diletakkan di atas tangan kiri.

34
Gambar 4.19 Takbir dalam shalat posisi duduk

Gambar 4.20 Bersedekap dalam shalat posisi duduk

 Cara rukuknya dengan membungkukkan badan sedikit, ini merupakan


bentuk imaa` sebagaimana dalam hadits Jabir. Kedua telapak tangan di lutut.

35
Gambar 4.21 Rukuk dalam shalat posisi duduk

 Cara sujudnya sama sebagaimana sujud biasa jika memungkinkan. Jika tidak
memungkinkan maka, dengan membungkukkan badannya lebih banyak dari ketika
rukuk.

Gambar 4.22 Sujud dalam shalat posisi duduk

 Cara tasyahud dengan meletakkan tangan di lutut dan melakukan tasyahud seperti
biasa.

36
Gambar 4.23 Tasyahud dalam shalat posisi duduk

2. Tata Cara Shalat Orang Yang Tidak Mampu Duduk

Orang yang tidak mampu berdiri dan tidak mampu duduk, maka shalatnya sambil
berbaring. Shalat sambil berbaring ada dua macam:

a. ‘Ala Janbin (Berbaring Menyamping)

Ini yang lebih utama jika memungkinkan. Tata caranya:

 Berbaring menyamping ke kanan dan ke arah kiblat jika memungkinkan. Jika tidak
bisa menyamping ke kanan maka menyamping ke kiri namun tetap ke arah kiblat.
Jika tidak memungkinkan untuk menghadap kiblat maka tidak mengapa.

Gambar 4.24 Berbaring menyamping ke kanan dan ke arah kiblat jika memungkinkan

37
 Cara bertakbir dan bersedekap sama sebagaimana ketika shalat dalam keadaan
berdiri. Yaitu tangan di angkat hingga sejajar dengan telinga dan setelah itu tangan
kanan diletakkan di atas tangan kiri.

Gambar 4.25 Takbir dalam shalat posisi berbaring menyamping

38
Gambar 4.26 Bersedekap dalam shalat posisi berbaring menyamping

 Cara rukuknya dengan menundukkan kepala sedikit, ini merupakan bentuk imaa`


sebagaimana dalam hadits Jabir. Kedua tangan diluruskan ke arah lutut.

Gambar 4.27 Rukuk dalam shalat posisi berbaring menyamping

 Cara sujudnya dengan menundukkan kepala lebih banyak dari ketika rukuk. Kedua
tangan diluruskan ke arah lutut.

39
Gambar 4.28 Sujud dalam shalat posisi berbaring menyamping

 Cara tasyahud dengan meluruskan tangan ke arah lutut namun jari telunjuk tetap
berisyarat ke arah kiblat.

Gambar 4.29 Tasyahud dalam shalat posisi berbaring menyamping

b. Mustalqiyan (Telentang)

Jika tidak mampu berbaring ‘ala janbin, maka mustalqiyan. Tata caranya:

 Berbaring telentang dengan kaki menghadap kiblat. Yang utama, kepala diangkat
sedikit dengan ganjalan seperti bantal atau semisalnya sehingga wajah menghadap
kiblat. Jika tidak memungkinkan untuk menghadap kiblat maka tidak mengapa.

40
Gambar 4.30 Berbaring telentang dengan kaki menghadap kiblat

 Cara bertakbir dan bersedekap sama sebagaimana ketika shalat dalam keadaan
berdiri. Yaitu tangan diangkat hingga sejajar dengan telinga dan setelah itu tangan
kanan diletakkan di atas tangan kiri.

Gambar 4.31 Takbir dalam shalat posisi telentang

41
Gambar 4.32 Bersedekap dalam shalat posisi telentang

 Cara rukuknya dengan menundukkan kepala sedikit, ini merupakan bentuk imaa`


sebagaimana dalam hadits Jabir. Kedua tangan diluruskan ke arah lutut.

Gambar 4.33 Rukuk dalam shalat posisi telentang

 Cara sujudnya dengan menundukkan kepala lebih banyak dari ketika rukuk. Kedua
tangan diluruskan ke arah lutut.

42
Gambar 4.34 Sujud dalam shalat posisi telentang

 Cara tasyahud dengan meluruskan tangan ke arah lutut namun jari telunjuk tetap
berisyarat ke arah kiblat.

Gambar 4.35 Tasyahud dalam shalat posisi telentang

3. Tata cara shalat orang yang tidak mampu menggerakkan anggota tubuhnya (lumpuh
total)

Jika tidak mampu menggerakan anggota tubuhnya namun bisa menggerakkan mata, maka
shalatnya dengan gerakan mata. Karena ini masih termasuk makna al-imaa`. Ia kedipkan
matanya sedikit ketika takbir dan rukuk, dan ia kedipkan banyak untuk sujud. Disertai
dengan gerakan lisan ketika membaca bacaan-bacaan shalat. Jika lisan tidak mampu
digerakkan, maka bacaan-bacaan shalat pun dibaca dalam hati.

Jika tidak mampu menggerakan anggota tubuhnya sama sekali namun masih sadar, maka
shalatnya dengan hatinya. Yaitu ia membayangkan dalam hatinya gerakan-gerakan shalat
yang ia kerjakan disertai dengan gerakan lisan ketika membaca bacaan-bacaan shalat. Jika
lisan tidak mampu digerakkan, maka bacaan-bacaan shalat pun dibaca dalam hati.

43
Demikian, semoga Allah Ta’ala senantiasa memberikan ‘afiyah dan salamah kepada
pembaca sekalian, dan semoga Allah senantiasa menolong kita untuk tetap dapat
beribadah dalam kondisi sakit. Wallahu waliyyu dzalika wal qadiru ‘alaihi.

2. Doa dan Dzikir setelah Shalat

(Diadaptasi dari Panduan Praktis Do’a & Dzikir Sehari-hari Menurut Al-Qur’an dan Sunnah,
Abduh Zulfidar Akaha, Pustaka Al Kautsar)

Abu Umamah AI-Bahili Radhiyallahu 'Anhu meriwayatkan, bahwa ada seseorang yang
bertanya kepada Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam

"Do'a apakah yang paling didengar (oleh Allah)?"

Beliau bersabda,

"(Do'a pada) akhir tengah malam dan selepas shalatshalat wajib”.

Selesai shalat sesaat setelah mengucapkan salam, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam
biasa membaca

Allahumma antas salaam, wa minkas salaam, tabaarokta yaa dzal jalaali wal ikroom.
"Ya Allah, Engkau adalah Maha Pemberi keselamatan dan keselamatan hanyaZah dariMu.
Mahaberkah Engkau, wahai Pemilik Keagungan dan Kemuliaan.

Laa ilaaha illAllahu wahdahuu laa syariika lah, lahul mulku wa lahul hamdu wa huwa 'alaa
kulli syai'in qodiir. Allahumrna laa maani'a limaa a'thayta walaa mu'thiya limaa mana'ta
walaa yanfa'u dzal jaddi minkal jadd.
"Tiada tuhan selain Allah Yang Maha Esa, tiada sekutu bagi-Nya. Kerajaan dan pujian
hanyalah milik-Nya, dan Dia Maha kuasa atas segala sesuatu. Ya Allah, tidak ada yang dapat
menolak apa yang Engkau berikan, dan tidak ada yang dapat memberi apa yang Engkau
tolak. Juga tidak bermanfaat orang kaya -yang tanpa amal-, dari-Mu lah segala kekayaan.

A'uudzu billaahi minasy syaithoonir rojiim. Bismillaahir rohmaanir rohiim.


Allaahu laailaaha illaa huwal hayyul qoyyuum, laa ta'khudzuhuu sinatuw walaa nauum,
lahuu maa fis samaawaati wamaa fil ardh, man dzalladzii yasyfa'u 'indahuu illaa bi idznih,
ya'lamu maa baina aidiihim wamaa kholfahum walaa yuhiithuuna bi syai'im min 'ilmihii
illaa bimaa syaaaa', wasi'a kursiyyuhus samaawaati wal ardho walaa ya 'uuduhuu
"hifzhuhumaa, wa huwal'aliyyul'azhiim.
"Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk. Dengan menyebut nama

44
Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Allah, tidak ada tuhan (yang berhak
disembah) melainkan Dia yang hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya);
tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. Tiada yang
dapat memberi syafa'at di sisi Allah tanpa izin-Nya? Allah mengetahui apa-apa yang di
hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu
Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah
tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Mahatinggi lagi Mahabesar.

Laa ilaaha illAllahu wahdahuu laa syariika lah, lahul mulku wa lahul hamdu wa huwa 'alaa
kulli syai'in qodiir. Laa ilaaha illAllahu walaa na'budu illaa iyyaah, lahun ni'matu wa lahul
fadhlu wa lahuts tsanaa'ul hasan. Laa ilaaha illaAllahu mukhlishiina lahud diina walaw
karihal kaafiruun.
"Tiada tuhan selain Allah Yang Maha Esa, tiada sekutu bagi-Nya. Kerajaan dan pujian
hanyalah milik-Nya, dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu. Tiada tuhan selain Allah, kami
tidak menyembah selain hanya kepada-Nya. Bagi-Nya segala nikmat, keutamaan, dan
sanjungan yang bagus. Tiada tuhan selain Allah, agama ini murni hanya untuk-Nya sekalipun
orang-orang kafir membenci.

Bismillaahir rahmaanir rahiim.


QuI huwallaahu ahad. Allaahush shomad. Lam yalid walam yuuIad. Walam yakulIahuu
kufuwan ahad.
"Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Katakanlah; Dia-lah Allah, yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya
segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan. Dan tidak ada seorang pun
yang setara dengan Dia

Bismillaahir rahmaanir rahiim.


QuI a'uudzu birabbil faIaq, min syarri maa kholaq, wamin syarri ghoosiqin idzaa waqob,
wamin syarrin naf faatsaati fil'uqod, wamin syarri haasidin idzaa hasad.
"Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Katakanlah; Aku berlindung kepada Tuhan yang menguasai subuh, dari kejahatan makhluk-
Nya, dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita, dan dari kejahatan wanita-wanita
tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul, dan dari kejahatan pendengki bila ia
dengki.

45
Bismillaahir rahmaanir rahiim.
QuI a'uudzu bi rabbin naas, malikin naas, iIaahin naas, min syarril waswaasil khonnaas,
alladzii yuwaswisu fii shuduurin naas, minal jinnati wan naas.
"Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Katakanlah; Aku berlindung kepada Tuhan (yang memelihara dan menguasai) manusia. Raja
manusia. Sembahan manusia. Dari kejahatan (bisikan) setan yang biasa bersembunyi, yang
membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia, dari (golongan) jin dan manusia

SubhaanAllah (Mahasuci Allah, 33x),


Alhamdulillaah (Segala puji bagi Allah, 33x),
Allahu akbar (Allah Mahabesar, 33x)

Laa ilaaha illallahu wahdahuu laa syariika lah, lahul mulku wa lahul hamdu wa huwa 'alaa
kulli syai'in qodiir.
"Tiada tuhan selain Allah Yang Maha Esa, tiada sekutu bagi-Nya. Kerajaan dan pujian
hanyalah milik-Nya, dan Dia Mahakuasa atas segnla sesuatu

Allahumma a'innii 'alaa dzikrika wa syukrika wa husni 'ibaadatik.


"Ya Allah bantulah aku untuk selalu mengingatMu, bersyukur kepadaMu, dan beribadah
dengan baik kepadaMu"

Allahumma innii a'uudzu bika minal bukhl, wa a'uudzu bika minal jubn, wa a'uudzu bika
min an urodda ilaa ardzalil'umur, wa a'uudzu bika min fitnatid dun-yaa, wa a'uudzu bika
min 'adzaabilqobr.
"Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepadn-Mu dari sikap kikir, dan aku berlindung
kepada-Mu dari sikap pengecut, aku pun berlindung kepada-Mu dari kepikunan, dan aku
juga berlindung kepada-Mu dari fitnah dunia dan aku berlindung kepada-Mu dari siksa
kubur.

Allahummaghfirlii maa qoddamtu wamaa akhkhortu wamaa asrortu wamaa a'lantu


wamaa asroftu wamaa anta a'lamu bihii minnii. Antal muqoddamu wa antal mu'akhkhiru
laa ilaaha illaa anta.

46
"Ya Allah, ampunilah aku dari apa-apa yang telah aku lakukan dan apa-apa yang akan aku
lakukan, dari apa-apa yang aku rahasiakan dan apa-apa yang aku tampakkan, dari apa-apa
yang aku kerjakan secara berlebihan, dan dari apa-apa yang lebih Engkau ketahui dariku.
Engkau adalah Mahaawal dan Mahaakhir. Tidak ada tuhan selain Engkau.

A. DO'A·DO'A DARI AL-QUR'AN AL KARIM

1. Agar Diterima Amalan dan Taubatnya


Rabbanaa taqobbal minnaa innaka antas samii'ul 'aliim. Wa tub 'alainaa innaka antat
tawwaabur rohiim.
"Ya Tuhan kami, terimalah amalan kami, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui. Dan terimalah taubat kami, sesungguhnya Engkau Maha Penerima taubat lagi
Maha Penyayang." (QS. Al Baqarah, 2:127 & 128)

2. Minta Diberi Kesabaran dan Dimenangkan atas Orang Kafir

Rabbanaa afrigh 'alainaa shobrow wa tsabbit aqdaamanaa wanshu rnaa I ala! qoumil
kaafiriin.

"Ya Tuhan knmi, lapangkanlah kesabaran pada diri kami, dan kokohkanlah pendirian kami
dan tolonglah kami atas orang-orang kafir. (QS. Al Baqarah, 2:250)

3. Agar Dimaafkan Kesalahan yang Dikarenakan Lupa atau Tidak Sengaja, Tidak Diberi
Beban Melebihi Kemampuan, dan Agar Diampuni serta Disayang Allah

Rabbanaa laa tu' aakhidznaa in nasiinaa aw akhtho'naa, Rabbanaa walaa tahmil 'alainaa
ishron kamaa hamaltahuu 'alal ladziina min qoblinaa, Rabbanaa walaa tuhammilnaa maa
laa thooqota lanaa bih, wa'fu 'annaa waghfir lanaa warhamnaa, anta maulaanaa
fanshurnaa 'alaI qoumil kaafiriin.
"Wahai Tuhan kami, janganlah Engkau hokum kami jika kami lupa atau kami bersalah.
Wahai Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kam beban yang berat sebagaimana
Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Wahai Tuhan kami, janganlah Engkau
pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Maafkanlah kami;
anmpunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah penolong kami, maka tolonglah kami
terhadap kaum! yang kafir. " (QS. Al Baqarah, 2:286)

4. Agar Hati tidak condong kepada kesesatan


Rabbanaa laa tuzigh quluubanaa ba'da idz hadaitanaa wa hab lanaa milladunka rohmah,
innaka antal wahhaab.
"YaTuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah
Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi-Mu.

47
Sessungguhnya Engkaulah Maha Pemberi karunia. (QS. Ali Imran, 3: 8)

5. Minta Diampuni Dosa dan Diselamatkan dari Neraka


Rabbanaa innanaa aamannaa faghfir lanaa dzunuubanaa wa qinaa 'adzaaban naar.
"Wahai Tuhan kami, sesungguhnya kami teiah beriman, maka ampunilah segala dosa kami
dan peliharalah kami dari siksa neraka." (QS. Ali Imran, 3:16)

6. Agar Dimasukkan Bersama Orang-orang yang Menjadi Saksi Keesaan Allah


Rabbanaa aamannaa bimaa anzalta wattaba'narrosuula faktubnaa ma'asy syhaahidiin.
"Wahai Tuhan kami, kami telah beriman kepada apa yang telah Engkau turunkan dan kami
telah mengikuti rasul-(Mu), karena itu masukkanlah kami ke dalam golongan orang-orang
yang menjadi saksi (akan keesaan Allah)." (QS. Ali Imran, 3:53)

7. Agar Diampuni Dosa Perbuatan yang Berlebihan dan Dikokohkan Pendiriannya


Rabbanaghfir lanaa dzunuubanaa wa isroofanaa fii amrinaa wa tsabbit aqdaamanaa
wanshurnaa 'alaI qoumil kaafiriin.
"Wahai Tuhall kami, ampunilah dosa-dosa kami dan perbuatan kami yang berlebihan dalam
urusan kami dan kokohkanlah pendirian kami, dan tolonglah kami atas kaum yang kafir."
(QS. Ali Imran, 3:147)

8. Agar Diselamatkan dari Neraka, Diampuni Dosa, Dihapus Semua Kesalahan, dan
Diwafatkan Bersama Orang-orang Shalih
Rabbanaa maa kholaqta haadzaa baathilan subhaanaka faqinaa 'adzaaban naar. Rabbanaa
innaka man tudkhilin naaro fa qod akhzaitah, wamaa lizh zhoolimiina min anshoor.
Rabbanaa innanaa sami'naa munaadiyay yunaadii lil iimaani an aaminuu bi Rabbikum fa
aamannaa,
Rabbanaa faghfir lanaa dzunuubanaa wa kaffir 'annaa sayyi'aatinaa wa tawaffanaa ma'al
abroor.
Rabbanaa wa aatinaa maa wa’attanaa ‘alaa rusulika walaa tukhzinaa yaumal qiyaamah,
innaka laa tukhliful mii'aad.
"Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Mahasuci Engkau, maka
peliharalah kami dari siksa neraka. Ya Yuhan kami, sesungguhnya barangsiapa yang engkau
masukkan ke dalam neraka, maka sungguh telah Engkau hinakan ia, dan tidak ada bagi
orang-orang yang zhalim seorang penolongpun. Ya Tuhan kami, sesungguhnyakami
mendenganr (seruan) yang menyeru kepada iman, (yaitu): “Berimanlah kamu kepada
Tuhanmu”, maka kamipun beriman. Ya Tuhan kami, ampunilah bagi kami dosa-dosa kaim
dan hapuskanlah dari kami kesalahan-kesalahan kami, dan wafatkanlah kami beserta orang-
orang yang banyak berbakti. Ya Tuhan kami, berilah kami apa yang telah Engkau janjikan
kepada kami dengan perantaraan Rasul-rasul Engkau. Dan janganlah Engkau hinakan kami
di hari kiamat. Sesungguhnya Engkau tidak menyalahi janji" (QS. Ali Imran, 3:191-194)

9. Do'a Agar Diampuni dan Disayangi Allah


Rabbanaa zholamnaa anfusanaa wa illam taghfir lanaa wa tarhamnaa lanakuunanna minal
khoosiriin
Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau/ tidak mengampuni

48
kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang
merugi" (QS. Al A’raf, 7:23)
Rabbanaa aamannaa faghfir lanaa warhamnaa wa anta khoirur roohimiin.
"Ya Tuhan kami, kami telah beriman, maka ampunilah kami dan berilah kami rahmat dan
Engkau adalah pemberi rahmat yang paling baik. (QS. Al Mu'minuun, 23:109)

10. Agar Diberi Kesabaran dan Diwafatkan Sebagai Seorang Muslim


Rabbanaa afrigh ‘alaynaa shobrow wa tawaffanaa muslimiin.
"Ya Tuhan kami, limpahkanlah kesabaran kepada kami dan wafatkanlah kami dalam keadaan
berserah dirt (kepada-Mu)” (QS. Al A’raf, 7:126)

11. Agar Diselamatkan dari Fitnah Orang Zhalim dan Kaum Kafir
Rabbanaa laa taj'alnaa fitnatal lil qoumizh zhoolimiin, wa najjinaa bi rohmatika minal
qoumil kaafiriin.
"Wahai Tuhan kami; janganlah Engkau jadikan kami sasaran fitnah bagi kaum yang zhalim,
dan selamatkanlah kami dengan rahmat-Mu dari (tipu daya) orang-orang yang kafir." (QS.
Yunus, 10:85-86)

12. Do'a Berlindung dari Meminta Sesuatu yang Tidak Diketahui


Rabbi innii a'uudzu bika an as'alaka maa laysa lii bihii ‘ilm, wa illaa taghfir lii wa tarhamnii
akum minal khoosiriin.
"Ya Tuhanku, sesungguhnya aku berlindung kcpadaMu dari memohon kepada-Mu sesuatu
yang aku tiada mcngetahui (hakekat)nya, Dan sekiranya Engkau tidak memberi ampun
kepadaku, dan (tidak) menaruh belas kasihan kepadaku, niscaya aku akan termasuk orang-
orang yang merugi." (QS. Hud, 11:47)

13. Agar Senantiasa Mendirikan Shalat dan Mohon Ampunan Untuk Kedua Orangtua dan
Kaum Mukminin
Rabbij'alnii muqiimash sholaati wa min dzur riyyatii, Rabbanaa wa taqobbal du'aa'.
Rabbanaghfir lii wa Ii waalidayya wa lil mu'miniina yauma yaquumul hisaab.
"Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang orang yang tetap mcndirikan shalat, Ya
Tuhan kmni, perkenankanlah do'aku, Ya Tuhan kami, ampunilah aku dan kedua orangtuaku
dan sekalian orang-orang mukmin pada hari terjadinya hisab (hari kiamat)” (QS. Ibrahim,
14:40 &41)

14. Mohon Diberi Rabmat dan Petunjuk dalam Setiap Urusan


Rabbanaa aatinaa mil ladunka rohmah, wa hayyi' lanaa min amrinaa rosyadaa.
"Wahai Tuhan kami, berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi
kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami.” (Q.S. Al Kahfi, 18:10)

15. Do'a Agar Dihindarkan dari Gangguan Setan


Rabbi a'uudzu bika minhamazaatisy syayaathiin, wa a'uudzu bika rabbi ay yahdhuruun.
"Ya Tuhanku, aku berlindung kepada-Mu dari bisikan-bisikan Setan. Dan aku berlindung
kepada-Mu ya Tuhanku, dari kedatangan mereka kepadaku." (QS. AI-Mu'minuun, 23:97-98)

49
16. Agar Dihindarkan dari Siksa Neraka Jahanam
Rabbanashrif 'annaa 'adzaaba jahannama inna 'adzaabahaa kaana ghoroomaa, innahaa
saa'at mustaqorrow wa muqoomaa.
"Wahai Tuhan kami, jauhkanlah siksa neraka jahanam dari kami, sesungguhnya siksanya itu
adalah kebinasaan yang kekal. Sesungguhnya jahanam itu seburuk-buruknya tempat
menetap dan tempat kediaman.” (QS. Al Furqan, 25:65-66)

17. Agar Diberi Keturunan Anak yang Shallh


Rabbanaa hab lanaa min azwaajinaa wa dzur riyaatinaa qurrota a'yun, waj'alnaa lil
muttaqiina imaamaa.
"Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami istriistri kami dan keturunan kami sebagai
penyenang hati, dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertaqwa," (QS. Al
Furqan, 25:74)

18. Mendo'akan Orang yang Bertaubat Agar Diselamatkan dari Neraka dan Dimasukkan ke
Dalam Surga
Rabbanaa wasi’ta kulla syai'ir rohmataw wa 'ilmaa, faghfir lilladziina taabuu wat taba'uu
sabiilaka wa qihim 'adzaabal jahiim. Rabbanaa wa adkhilhum jannaati 'adninil latii
wa'attahum wa man sholaha aabaa' ihim wa azwaajihim wa dzurriyyaatihim. Innaka
antal'aziizul hakiim.
"Wahai Tuhan kami, rahmat dan ilmu-Mu meliputi segala sesuatu, maka berilah ampunan
kepada orang orang yang bertaubat dan mengikuti jalan-Mu dan peliharalah mereka dari
siksaan neraka yang menyala-nyala. Wahai Tuhan kami, masukkanlah mereka ke dalam
surga 'Aden yang telah Engknu janjikan kepada mereka dan orang-orang yang saleh di antara
bapak-bapak mereka, dan istri-istri mereka, dan keturunan mereka semua. Sesungguhnya
Engkau Mahaperkasa lagi Maha Bijaksana." (QS. Al Mu'min, 40: 7-8)

19. Agar Diberi Hikmah, Dimasukkan Surga Bersama Orang-orang ShaIih, dan
Meninggalkan Kesan yang Baik Bagi yang Ditinggalkan
Rabbi hab Iii hukmaw wa alhiqnii bish shoolihiin, waj'al lii lisaana shidqin fil aakhiriin,
waj'alnu miw warotsati jannatin na'iim, walaa tukhzinii yauma yub'atsuun, yauma laa
yanfa'u maaluw walaa banuun, illaa man atAllaha bi qolbin saliim.
"Ya Tuhanku, berikanlah kepadaku hikmahh dan Masukkanlah aku ke dalam golongan orang-
orang yang saleh. Dan jadikanlah aku buah tutur yang baik bagi orang-orang (yang datang)
kemudian. Dan jadikanlah aku termasuk orang-orang yang mempusakai surga yang penuh
kenikmatan. Dan janganlah Engkau hinakan aku pada hari mereka dibangkitkan, yaitu pada
hari harta dan anak-anak tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan
hati yang bersih.
(QS. ASy-Syu'araa 26:83-86, dan 88-90- Ayat 87 tidak dibaca)

20. Agar Dijadikan Sebagai Orang yang Pandai Bersyukur, Beramal Shalih, dan Dimasukkan
ke Dalam Golongan Orang Shalih
Rabbi awzi'nii an asykuro ni'matakal latii an'amta 'alayya wa 'alaa waalidayya wa an
a'mala shoolihan tardhoohu wa adkhilnii bi rohmatika fii 'ibaadikash shoolihiin.
"Wahai Tllhanku, berilah aku ilham ul1tuk tetap mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau

50
anugrahkan
kepadaku dan kepada dua orangtuaku dan untuk mengerjakan amal saleh yang Engkau
ridhai; dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hambaMu yang
saleh." (QS. An-Naml, 27:19)

21. Rabbi awzi'nii an asykuro ni'matakallatii an'amta 'alayya wa 'alaa waalidayya wa an


a'mala shoolihan tardhoohu wa ashlih Iii fii dzurriyyatii, innii tubtu ilaika wa innii minal
muslimiin.
"Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau berikan
kepadaku dan kepada dua orangtuaku dan supaya aku dapat melakukan amal saleh yang
Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku.
Sesungguhnya aku bertaubat kepadaMu dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang
berserah diri." (QS. AI-Ahqoof 46:15)

22. Mohon Ampunan Untuk Diri Sendiri dan Orang..orang Beriman yang TeIah LaIu, dan
Agar Dihilangkan Kedengkian Terhadap Sesama Mukmin
Rabbanaghfir lanaa wa Ii ikhwaaninal ladziina sabaquunaa bil iimaani walaa taj'al fii
quluubinaa ghillall lilladziina aamanuu, Rabbanaa innaka ro' uufur rohiim.
“Wahai Tuhan kami, ampunilah kamu dan saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari
kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang
yang beriman. Wahai Tuhan kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha
Penyayang” (QS.AI-Hasyr, 59:10)

23. Bertawakal Kepada Allah, Dihindarkan dari Fitnah Orang Kafir, dan Mohon Ampunan..
Nya
Rabbanaa 'alaika tawakkalnaa wa ilaika anabnaa wa ilaikal mashiir. Rabbanaa laa taj'alnaa
fitnatal lilladziina kafaruu waghfir lanaa Rabbanaa innaka antal'aziizul hakim
"Wahai Tuhan kami, hanya kepadaMu-lah kami bertawakal dan hanya kepadaMu-lah kami
bertaubat dan hanya kepada-Mu kami kembali. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan
kami (sasaran) fitnah bagi orang-orang kafir, dan ampunilah kami Ya Tuhan kami.
Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." (QS. AI-Mumtahanah,
60:4-5)

24. Do'a Agar Disempumakan Cahayanya


Rabbanaa atmim lanaa nuuronaa waghfir lanaa, innaka 'alaa kulli syai'in qodiir.
"Ya Rabb kami, sempurnakanlah untuk kami cahaya kami dan ampunilah kami,
sesungguhnya Engkau Mahakuasa atas segala sesuatu” (Q S. At-Tahriim, 66:8)

B. DO'A-DO'A DARI SUNNAH NABAWIYAH

1. Allahumma ashlih lii diiniyal ladzii huwa 'ishmatu amrii, wa ashlih lii dun-yaayallatii
fiihaa rna'aasyii, wa ashlih lii aakhirotiyal latii fiihaa ma'aadii, waj'alil hayaata ziyaadatal lii
fii kulli khoir, waj'alil mauta roohatal lii min kulIi syarr.

51
"Ya Allah, perbaikilah agamaku dimana ia adalah pegangan urusanku; perbaikilah duniaku
dimana di dalamnya penghidupanku; perbaikilah akhiratku dimana ia adalah tempat
kembaliku; jadikanlah hidup ini tambahan segala kebaikan bagiku, dan jadikanlah kematian
sebagai istirahat bagiku dari segala keburukan."

2. Allahummaghfirlii khothii'atii wa jahlii wa isroofii fii amrii wamaa anta a'lamu minnii.
Allahummaghfirlii jiddii wa hazlii wa khotho'ii wa 'amdii wa kullu dzaalika 'indii.
Allahummaghfirlii maa qoddamtu wamaa akhkhortu wamaa asrortu wamaa a'lantu
wamaa anta a'lamu bihii minnii. Antal muqoddimu wa antal mu'akhkhiru wa anta 'alaa
kulli syai'in qodiir.
"Ya Allah, ampunilah dosaku, kebodohanku, dan segala keteledoranku dalam urusanku dan
apa-apa yang engkau lebih tahu dariku. Ya Allah, ampunilah keseriusanku, candaku,
kesalahanku yang tidak sengaja maupun sengaja dan semua perbuatanku. Ya Allah,
ampunilah dosa-dosaku yang telah lalu, yang akan datang, yang aku sembunyikan, yang aku
tampakkan, dan semua yang Engkau lebih tahu dariku. Engkau adalah Maha Yang
Mendahului dan Maha Yang Paling Akhir, dan Engkau Mahakuasa atas segala sesuatu."

3. Allahumma zidnaa walaa tanqushnaa wa akrimnaa walaa tuhinnaa wa a'thinaa walaa


tahrimnaa wa aatsirnaa walaa tu' tsir 'alainaa wardhinaa wardho 'annaa,
"Ya Allah, tambahkanlah kebaikan pada kami dan jangan Engkau kurangi, muliakanlah kami
dan jangan hinakan kami, berilah kami dan jangan haramkan kami, menangkanlah kami dan
jangan kalahkan kami, dan jadikanlah kami ridha dan terimalah amal kami."

4. Allahummaqsim lanaa min khosy-yatika maa yahuulu bainanaa wa baina ma'aashiik, wa


min thoa'atika maa tuballighunaa bihii jannatak, wa minal yaqiini maa tuhawwinu bihii
'alainaa mushiibaatid dun-yaa, wa matti'naa bi asmaa'inaa wa abshoorinaa wa
quwwatinaa maa ahyaitanaa, waj'alhul waaritsa minnaa, waj'al tsa'ronaa 'alaa man
zholamanaa, wanshurnaa 'alaa man 'aadaanaa, walaa taj'al mushiibatanaa fii diininaa,
walaa taj'alid dun-yaa akbaro hamminaa, walaa mablagho 'ilminaa, walaa tusallith
'alainaa mallaa yarhamunaa.
Ya Allah, jadikanlah dari rasa takut kami kepada-Mu ini sebagai penghalang antara kami dan
perbuatan maksiat kepada-Mu; dan ketaatan kepada-Mu yang dapat mengantarkan kami ke
surga-Mu, dan dari keyakinan kepada-Mu yang bisa merendahkan segaln cobaan di dunia;
dan jadikaniah kami dapat menikmati pendengaran kami, pel1glihatan kami, dan kekuatan
kami selama Engkau hidupkan kami; dan jadikanlah ia tetap bersama kami; dan jadikanlah
kemarahan kami atas orang yang menzhalimi kami; tolonglah komi dari orang yang
memusuhi kami; dan janganlah Engkau jadikan agama sebagai cobaan kami; dan janganlah
Engkau jadikan dunia perhatian terbesar kami, tidak pula tujuan dari ilmu kami; dan
janganlah Engkau jadikan orang yang tidak menyayangi kami menguasai kami."

5. Allahumma thohhirnii bits tsalji wal barodi wal maa'il baarid, Allahumma thohhirnii
minadz dzunuubi wal khothooyaa kamaa yunaqqots tsaubul abyadhu minal wasakh.
"Ya Allah, bersihkanlalt diriku dengan salju, es, dan air yang dingin. Ya Allah, bersihkanlah
hatiku dari dosa-dosa dan kesalahan-kesalahan sebagaimana Engkau bersihkan pakaian
putih dari kotoran."

52
6. Allahumma innii a'uudzu bika minal arba';,min 'ilmil laa yanfa', wa min qolbil laa
yakhsya'; wa min nafsil laa tasyba', wa min du'aail laa yusma'.
"Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari empat perkara; dari ilmu yang tidak
bermanfaat, dari hati yang tidak khusyu', dari jiwa yang tidak kenyang, dan dari do'a yang
tidak di dengar."

7. Allahumma innii as' aluka 'iisyatan taqiyyah, wa miitatan sawiyyah, wa maroddan


ghoiro mukhziw (walaa faadhih).
"Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu kehidupan yang penuh taqwa, dan
kematian yang baik, dan tempat kembali yang tidak menghinakan (dan tidak memalukan)."

8. Allahumma innii as'aluka fi'lal khoiroot, wa tarkal munkaroot, wa hubbal masaakiin, wa


an taghfiro lii wa tarhamanii, wa idzaa arotta fitnata qoumin fatawaffanii ghoiro maftuun.
As' aluka hubbak wa hubba may yuhibbuk, wa hubba 'amaliy yuqorribu ilaa hubbik.
"Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu (agar selalu) melakukan kebaikan-
kebaikan, menjauhi kemungkaran, mencintai orang-orang miskin, am punilah aku, dan kasihi
aku. Dan jika Engkau hendak memberi cobaan kepada suatu kaum, maka wafatkanlah aku
tanpa melalui cobaan-Mu. Aku memohOn kepada-Mu akan kecintaan-Mu, kecintaan kepada
orang yang mencintai-Mu, dan kecintaan kepada amal yang mendekatkan kepada cinta-Mu.”

9. Allahumma innii as'alukats tsabaata fil amr, wa as'aluka 'aziimatar rusyd, wa as'aluka
syukro ni'matika wa husna 'ibaadatik; wa as'aluka lisaanan shoodiqoo, wa qolban
saliimaa; wa a'uudzu bika min syarri maa ta1am, wa as'aluka min khoiri maa ta'lam, wa
astaghfiruka mimmaa ta'lam. Innaka anta 'allaamul ghuyuub.
"Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu keteguhan dalam perkara ini, dan aku
memohon kepadaMu tekad kuat yang lurus, dan aku memohon kepadaMu untuk bisa
mensyukuri nikmat-Mu dan beribadah kepada-Mu dengan baik; dan aku memohon kepada-
Mu lisan yang jujur, dan hati yang selamat; dan aku berlindung kepada-Mu dari keburukan
apa yang Engkau ketahui, dan aku memohon kebaikan yang Engkau ketahui, dnn aku
memohOn ampun kepada-Mu dari apa apa yang Engkau ketahui. Sesungguhnya Engkau
adalah Mahn Mengetahui segala yang ghaib. 1/309

10. Allahumma lakal hamdu kulluh, Allahumma laa qoobidho limaa basath-ta walaa
baasitho limaa qobadhta walaa haadiya lima adhlalta walaa mudhilla liman hadayta walaa
mu'thiya lima mana'ta walaa maani'a lima a'thoyta walaa muqorriba limaa baa'atta walaa
mubaa'ida limaa qorrobta. Allahummabsuth 'alainaa min barokaatika wa rohmatika wa
fadhlika wa rizqik. Allahumma innii as'alukan na'iimal muqiimal ladzii laa yahuulu walaa
yazuul. Allahumma innii as' alukan na'iima yaumal'ailati wal amna yaumal khouf.
"Ya Allah, semua pujian hanya untuk-Mu. Ya Allah, tidak ada yang dapat mencabut apa yang
telah Engkau hamparkan. Tidak ada yang dapat menghamparkan apa yang telah Engkau
cabut. Tidak ada yang dapat memberi petunjuk kepada yang Engkau sesatkan, dan tidak ada
yang dapat menyesatkan orang yang telah Engkau beri petunjuk. Tidak ada yang dapat
memberi apa yang Engkau cegah, dan tidak ada yang bisa mencegah apa yang Engkau beri.
Tidak ada yang bisa mendekatkan apa yang Engkau jauhkan, dan tidak ada yang sanggup
menjauhkan apa yang Engkau dekatkan. Ya Allah, hamparkanlah untuk kami berkah dan
rahmat-Mu, serta kemurahan dan rezeki-Mu. Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-

53
Mu kenikmatan yang kekal yang tak bisa lenyap dan tidak hilang. Ya Allah, sesungguhnya aku
meminta kepada-Mu kenikmatan pada hari paceklik dan keamanan pada hari yang
menakutkan.”

11. Allahumma innii 'aa'idzum bika min syarri maa a' thoytanaa wa syarri maa mana' ta.
Allahumma habbib ilaynal iimaana wa zayyin-hu fii quluubinaa, wa karrih ilaynal kufro wal
fusuuqo wal 'ishyaan, waj'alnaa minar roosyidiin. Allahumma tawaffanaa muslimiin wa
ahyinaa muslimiin wa alhiqnaa bish shoolihiin, ghoiro khozaayaa walaa maftuuniin.
Allahumma qootilil kafarotal ladziina yukadzdzibuuna rusulaka wa yashudduuna 'an
sabiilik, waj'al 'alaihim rijzaka wa 'adzaabak. Allahumma qootilil kafarotal ladziina uutul
kitaaba ilaahal haq.
"Ya Allah, sesunggulmya aku berlindung kepada-Mu dari keburukan apa yang Engkau berikan
kepada kami dan keburukan apa yang Engkau halangi. Ya Allah, karuniailah kami rasa cinta
kepada iman dan hiaskanlah ia dalam hati kami. Dan jadikanlah kami membenci kekufuran,
kefasikan, dan perbuatan maksiat, dan jadikanlah kami termasuk orang-orang yang
mendapat petunjuk. Ya Allah, wafatkanlah kami sebagai orang Islam, hidupkanlah kami
sebagai orang islam dan sertakanlah kami bersama orang-orang saleh, tanpa terhina dan
ltanpa terfitnah. Ya Allah, perangilah orangorang kafir yang mendustakan para rasul-Mu dan
menghalang-halangi dari jalan-Mu. Dan timpakanlah kepada mereka hukuman dan siksa-
Mu. Ya Allah, perangilah orang-orang kafir yang telah diberi AI-Kitab, wahai Tuhan
kebenaran."

12. Allahumma innii as 'aluka rohmatam min 'indika tahdii bihaa qolbii, wa tajma'u
bihaa amrii, wa talummu bihaa sya'atsii, wa tushlihu bihaa ghoo'ibii, wa tarfa'u bihaa
syaahidii, wa tuzakkii bihaa 'amalii, wa tulhimunii bihaa rusydii, wa taruddu bihaa ulfatii,
wa ta'shimunii bihaa min kulli suu'. Allahumma a'thinii iimaanaw wa yaqiinallaisa
ba'dahuu kufr, wa rohmatan anaalu bihaa syarofa karoomatika fid dun-yaa walaakhiroh.
"Ya Allah, sesunggulmya aku memohon rahmat dari sisiMu yang dapat memberi petunjuk
hatiku, yang dapat menyatukan perkaraku, yang dapat mengumpulkan urusanku yang
tercecer , yang memperbaiki apa yang tersembunyi dariku, yang mengangkat apa yang
tampak dariku, yang membersihkan amalku, yang menuntunku pada petunjuk, yang
mengembalikanku pada kecintaan, dan yang menjagaku dari segala kejahatan. Ya Allah,
berikanlah kepadaku iman dan keyakinan yang tidak dikotori kekufuran, dan rahmat-Mu
yang dengannya aku dapat merengkuh kemuliaan di dunia dan akhirat."

13. Allahuma innii as'alukal fauza fil qodhoo', wa nuzulasy syuhadaa', wa 'aisyas su'adaa',
wan nashro'alala'daa'. Allahumma innii unzilu bika haajatii wa in qoshuro ro'yii wa dho'ufa
'amalii, iftaqortu ilaa rohma tika fa as' aluka yaa qoodhiyal wnuuri wa yaa syaafiyash
shuduuri kamaa tujiiru bainal buhuuri an tujiironii min 'adzaabis sa'iiri wa min da'watits
tsubuuri wa min fitnatil qubuur.
"Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu kebahagiaan dalam qodho' (ketetapan),
kedudukan sebagai syuhada', kehidupan yang bahagia, dan kemenangan atas musuh. Ya
Allah, sesungguhnya aku menyerahkan kebutuhanku kepada-Mu sekalipun nalarku tidak
sampai dan amalku sedikit, aku membutuhkan rahmatMu. Aku memohon kepada-Mu wahai

54
pemutus setiap perkara, wahai penyembuh sakit di dada, sebagaimana Engkau pisahkan
antara satu laut dengan laut yang lain, maka selamatkanlah aku dari siksa neraka, dan dari
ajakan kehancuran, dan dari fitnah kubur.”

14. Allahumma maa qoshuro 'anhu ro'yii walam tablugh-hu niyyatii walam tablugh-hu
mas'alatii min khoiriw wa’attahuu ahadam min kholqik, aw khoirin anta mu'thiihi ahadam
min 'ibaadik, fa innii arghobu ilaika fiihi wa as'alukahuu bi rohmatika Rabbal'aalamiin.
Allahumma dzal hablisy syadiidi wal amrir rosyiid, as'alukal amna yaumal wa'iid, wal
jannata yaumal khuluud, ma'al muqorrobiinasy syuhuud, ar-rukka'is sujuud, al-muufiina
bil'uhuud, innaka rohiimuw waduud, wa anta taf'alu maa turiid.
"Ya Allah, apa pun yang terlewat dari pikiranku, dan tidak sampai niatku padanya, dan tidak
sampai masalahku padanya; dari kebaikan yang telah engkau janjikan kepada salah seorang
makhluk-Mu, atau kebaikan yang Engkau berikan kepada salah seorang hamba-Mu; maka
sesungguhnya aku pun sangat berharap kepada-Mu untuk mendapatkannya. Dan aku
memohon hal itu kepada-Mu dengan rahmat-Mu wahai Tuhan semesta alam. Ya Allah, yang
memiliki tali yang kokoh dan urusan yang lurus; aku memohon keamanan kepada-Mu pada
hari yang dijanjikan, dan surga pada hari yang kekal bersama para muqorrobin yang menjadi
saksi, para ahli ruku' dan sujud, dan mereka yang selalu memenuhi janjinya. Sesungguhnya
Engkau Maha Penyayang lagi Maha mencintai, dan Engkau melakukan apa pun yang Engkau
kehendaki."

15. Allahummaj'alnaa haadiina muhtadiin, ghoiro dhoolliina walaa mudhilliin, silmalli


auliyaa'ik, wa 'aduwwalli a'daa'ik, nuhibbu bihubbika man ahabbak, wa nu'aadii bi
'adaawatika man khoolafak. Allahumma haadzad du'aa', wa 'alaikal ijaabah, wa haadzal
juhdu wa 'alaikat tuklaan.
"Ya Allah, jadikanlah kami orang-orang yang memberikan petunjuk dan mendapatkan
petunjuk, tidak sesat dan tidak menyesatkan, sayang kepada para kekasih-Mu, dan
memusuhi musuh-musuhMu. Kami mencintai dengan kecintaan-Mu kepada orang yang
mencintai-Mu, dan kami memusuhi dengan permusuhan-Mu terhadap orang yang
menentangMu. Ya Allah, ini adalah do'a (kami), dan Engkaulah yang mengabulkannya. 1ni
adalah usaha (kami), dan hanya kepada-Mu bertawakal."

16. Allahumma innii as' aluka hubbak, wa hubba may yuhibbuk, wal'amalal ladzii
yuballighunii hubbak. Allahummaj'al hubbaka ahabba ilayya min nafsii wa ahlii wa minal
maa'il baarid.
"Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu rasa cinta-Mu, dan kecintaan orang yang
mencintai-Mu, dan amal yang dapat mengantarkanku kepada cinta-Mll. Ya Allah, jadikanlah
kecintaan kepada-Mu Iebih aku cintai daripada diriku sendiri, keluargaku, dan dari air yang
dingin."

17. Allahummaj'al sariirotii khoirom min'alaa niyatii, waj'al 'alaaniyatii shoolihah.


Allahumma innii as'aluka min shoolihi maa tu'tin naasa minal maali wal ahli wal waladi,
ghoiridh dhoolli walaa mudhill.
"Ya Allah, jadikanlah yang tersembunyi dariku lebih baik daripada yang tampak. Dan
jadikanlah yang tampak dariku sebagai amal saleh. Ya Allah, sesungguhnya aku memohon

55
kepada-Mu apa yang terbaik yang Engkau berikan kepada manusia dari harta, keluarga, dan
anak, yang tidak sesat juga tidak menyesatkan."

18. Rabbi a'innii walaa tu'in 'alayya, wanshurnii walaa tanshur 'alayya, wamkur lii walaa
tamkur 'alayya, wahdinii wa yassir hudaaya ilayya, wanshurnii 'alaa man
baghoo 'alayy. Allahummaj 'alnii laka syaakiroo, laka dzaakiroo, laka roohibaa, laka
mithwaa'an ilaika mukhbitan aw muniibaa. Rabbi taqobbal taubatii, waghsil haubatii, wa
ajib da'watii, wa tsabbit hujjatii, wahdi qolbii, wa saddid lisaanii, wasluI sakhiimata qolbii.
"Ya Tuhanku, tolonglah aku dan jangan Engkau celakakan aku. Menangkanlah aku, dan
jangan Engkau kalahkan aku. Berikan strategi yang baik untukku, dan jangan Engkau buat
aku kena tipu daya musuh. Tunjukilah aku dan mudahkanlah petunjukMu untukku, dan
tolonglah aku atas orang yang menentangku. Ya Allah, jadikanlah aku orang yang bersyukur
kepada-Mu, selalu ingat kepada-Mu, takut kepada-Mu , dan selalu taat dan tunduk serta
kembali kepada-Mu. Ya Tuhanku, terimalah taubatku, hapuskanlah dosaku, kabulkanlah
do'aku, kokohkanlah hujjahku, tunjukilah hatiku, luruskanlah lisanku, dan keluarkanlah
kedengkian dari hatiku."

19. Allahumma innii as' aluka yaa Allahu bi annakal waahidul ahadush shomadul ladzii lam
yaIid walam yuulad walam yakullahuu kufuwan ahad, an taghfiro lii dzunuubii, innaka
antal ghofuurur rohiim,
"Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu ya Allah Yang Maha Esa, satu-satunya
tempat bergantung yang tidak melahirkan dan tidak pula dilahirkan; hendaknya Engkau
ampuni dosa-dosaku, karena sesungguhnya Engkau Maha Pengampun lagi Maha Penyayang

20. Allahumma innii as' aluka minal khoiri kullihii 'aajilihii wa aajilih, maa 'alimtu rninhu
wamaa lam a'lam. Wa a'uudzu bika minasy syarri kullihii 'aajilihii wa aajilih, maa 'alimtu
minhu wamaa lam a'lam. Allahumma innii as'aluka min khoiri maa sa'alaka 'abduka wa
nabiyyuka, wa a'uuzu bika min syarri maa 'aadza bihii 'abduka wa nabiyyuk. Allahumma
innii as' alukal jannata wamaa qorroba ilaihaa min qoulin aw Jamal. Wa a'uudzu bika
minan naari wamaa qorroba ilaihaa min qoulin aw 'amal. Wa as'aluka an taj'ala kulla
qodhoo'in qodhoitahuu lii khoiroo.
"Ya Allah,sesungguhnya aku memohon semua kebaikan kepada-Mu, baik yang segera dating
maupun yang masih lama datangnya, baik yang aku tahu maupun yang tidak aku tahullI. Dan
aku berlindung kepada-Mu dari segala kejahatan, baik yang segera datang maupun yang
masih lama datangnya, baik yang aku tahu maupun yang tidak aku tahu. Ya Allah,
sesungguhnya aku memohon kepada-Mu dari Semua kebaikan yang diminta hamba-Mu dan
Nabi-Mu kepada-Mu. Dan aku berlindung kepada-Mu dari segala keburukan yang hamba-Mu
dan Nabi-Mu berlindung dari padanya. Ya Allah, sesungguhnya aku memohon surga kepada-
Mu dan semua yang mendekatkan kepadanya dari perkataan atau perbuatan. Dan aku
berlindung kepada-Mu dari neraka dan semua yang mendekatkan kepadanya dari perkataan
atau perbuatan. Dan aku memohon-Mu agar menjadikan kebaikan dalam setiap ketetapan
yang Engkau tetapkan padaku.”

21. Allahumma innii as'alukal mu'aafaata fid dunyaa wal aakhiroh.

56
"Ya Allah, sesungguhnya aku meminta kepada-Mu segala kebaikan di dunia dan akhirat."

22. Allahumma innii a'uudzu bika min zawaali ni'matik, wa tahawwuli 'aafiyatik, wa
fujaa'ati niqmatik, wa jamii'i sakhothik.
"Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari hilangnya nikmat-Mu, dan
lenyapnya afiyat-Mu , dan murka-Mu yang tiba-tiba, dan semua kemarahan-Mu.”

23. Allahumma innii a'uudzu bika min syarri sam'ii, wa min syarri bashorii, wa min syarri
lisaanii, wa min syarri qolbii, wa min maniyyii.
"Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari keburukan pendengaranku,
buruknya penglihatanku, buruknya lisanku, buruknya hatiku, dan dari keburukan maniku."

24. Allahumma innii a'uudzu bika min munkarootil akhlaaqi, wal a'maali wal ahwaa'.
"Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari berbagai kemungkaran akhlaq,
perbuatanperbuatan, dan semua hawa nafsu."

25. Allahumma innii a'uudzu bika minal kufri wal faqri wa 'adzaabil qobr.
"Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari kekufuran, kefakiran, dan siksa
kubur."

26. Allahumma innii a'uudzu bika minal faqr, wa a'uudzu bika minal qillati wadz dzillah, wa
a'uudzu bika an azhlima aw uzhlam.
"Ya Allah, sesunggulmya aku berlindung kepada-Mu dari kefakiran. Aku berlindung kepada-
Mu dari kekurangan dan kehinaan. Dan aku berlindung kepada-Mu dari perbuatan
menzhalimi dan di zhalimi.”

27. Allahurnrnaghfirlii dzambii kullah, diqqohuu wa jillah, wa awwalahuu wa aakhiroh, wa


'alaa niyatahuu wa sinoh.
"Ya Allah, ampunilah dosaku semuanya, yang kecil dan yang besar, yang awal dan yang akhir,
dan yang tampak maupun yang tersembunyi.”

28. Allahumma innii a'uudzu biridhooka min sakhothik, wa a'uudzu bi mu'aafaatika min
'uquubatik, wa a'uudzu bika minka laa uhshii tsanaa'an 'alaika anta kamaa atsnaita 'alaa
nafsik
"Ya Allah, sesungguhnya aku bcrlindung dengan keridhoan-Mu dari kemarahan-Mu, dan aku
berlindung dengan keluasan maaf-Mu dari hukuman-Mu, dan aku berlindung kepada-Mu
dari diri-Mu yang aku tidak sanggup menghitung pujian kepada-Mu. Engkau adalah
sebagaimana yang Engkau puji atas diri-Mu."

29. Allahumma innii a'uudzu bika minal baroshi wal junuuni wal judzaami wa min sayyi'il
asqoom.
"Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari penyakit panu, gila, kusta, dan
penyakit-penyakit kronis ."

30. Allahumma innii a'uudzu bika minal juu', fa'innahuu bi'sadh dhojii'. Wa a'uudzu bika

57
minal khiyaanah, fa'innahaa bi'satil bithoonah.
"Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari rasa lapar, karena ia adalah teman
tidur yang paling jelek. Dan aku berlindung kepada-Mu dari sikap khianat, karena ia adalah
seburuk-buruk hal yang disembunyikan."

31. Allahummanfa'nii bimaa 'allamtanii wa’allimnii maa yanfa'unii wa zidnii 'ilmaa.


Allahumma qonni'nii bimaa rozaqtanii wa baarik Iii fiih, wakhluf 'alaa kulli ghoo'ibatil lii bi
khoiir.
"Ya Allah, berikanlah manfaat pada apa yang telah Engkau ajarkan kepadaku, dan ajarkanlah
kepadaku apa yang bermanfaat bagiku, dan tambahkanlah ilmu untukku.
Ya Allah, jadikanlah aku orang yang qana'ah dengan apa yang Engkau rezekikan kepadaku
dan berkahilah untukku di dalamnya, dan gantikanlah setiap yang hilang dariku dengan yang
lebih baik."

58

You might also like