Professional Documents
Culture Documents
TUGAS MANDIRI Pidana GABRIELL T B
TUGAS MANDIRI Pidana GABRIELL T B
HUKUM PIDANA
DOSEN PENGAMPU:
NIM : 223020601134
Kelas : C
"Karena pemerintah adalah hamba Allah untuk kebaikanmu. Tetapi jika engkau
berbuat jahat takutlah akan Dia, karena tidak percuma pemerintah menyandang
pedang. Pemerintah adalah hamba Allah untuk membalaskan murka Allah atas
mereka yang berbuat jahat."
c. Al Maidah QS 5:45
"Dan kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (taurat) bahwasanya jiwa
(dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan
telinga, gigi dengan gigi, dan luka- luka (pun) ada qishaasnya. Barangsiapa yang
melepaskan (hak qishaas)nya, maka melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa
baginya. Barang siapa yang tidak memutus perkara menurut apa yang diturunkan
Allah maka mereka itu orang-orang yang zalim".
DUHAM (1948)
DUHAM (1948): Merupakan kependekan dari "Universal Declaration of Human
Rights" atau Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia. Dokumen ini disahkan oleh
Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 10 Desember 1948, dan menjadi dasar
hukum internasional mengenai hak asasi manusia. Artikel 3 DUHAM menyatakan
bahwa setiap orang memiliki hak untuk hidup, kebebasan, dan keamanan diri.
Article 3: Everyone has the right to life, liberty and security of person
Pasal ini menegaskan bahwa setiap orang berhak untuk hidup, tidak boleh diambil
oleh siapapun tanpa alasan yang jelas dan dibenarkan oleh hukum. Selain itu, setiap
orang juga berhak atas kebebasan dan keamanan diri, sehingga tindakan yang
mengancam atau menghilangkan kebebasan atau keamanan seseorang juga
merupakan pelanggaran hak asasi manusia.
UUD 1945 Pasal 28A; Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan
hidup dan kehidupannya.
Merupakan Pasal dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 yang menyatakan bahwa setiap orang berhak untuk hidup dan
mempertahankan hidup dan kehidupannya. Pasal ini menjadikan hak untuk hidup
sebagai hak asasi manusia yang paling fundamental di Indonesia.
Artinya, setelah senjata api disiapkan, anggota regu penembak akan mendapatkan
senjata api dengan urutan undian;
Artinya, jika terpidana masih hidup setelah tembakan pertama, maka akan
ditembakkan lagi dengan senjata api yang sama;
Artinya, setelah terpidana dinyatakan meninggal dunia oleh tim medis, Komandan
Pelaksana membuat laporan dan melaporkan kepada Jaksa Eksekutor tentang
pelaksanaan hukuman mati.
Pasal 98
Pidana mati diancamkan secara alternatif sebagai upaya terakhir untuk mencegah
dilakukannya Tindak Pidana dan mengayomi masyarakat.
Pasal 99
(1) Pidana mati dapat dilaksanakan setelah permohonan grasi bagi terpidana ditolak
Presiden.
(2) Pidana mati sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilaksanakan Di Muka
Umum.
(3) Pidana mati dilaksanakan dengan menembak terpidana sampai mati oleh regu
tembak atau dengan cara lain yang ditentukan dalam Undang-Undang
(4) Pelaksanaan pidana mati terhadap perempuan hamil, perempuan yang sedang
menyusui bayinya, atau orang yang sakit jiwa ditunda sampai perempuan tersebut
melahirkan, perempuan tersebut tidak lagi menyusui bayinya, atau orang yang sakit
jiwa tersebut sembuh
Pasal 100
(1) Hakim menjatuhkan pidana mati dengan masa percobaan selama 10 (sepuluh) tahun
dengan memperhatikan:
a. rasa penyesalan terdakwa dan ada harapan untuk memperbaiki diri; atau
b. peran terdakwa dalam Tindak Pidana.
(2) Pidana mati dengan masa percobaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
dicantumkan dalam putusan pengadilan.
(3) Tenggang waktu masa percobaan 10 (sepuluh) tahun dimulai 1 (satu) Hari setelah
putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap.
(4) Jika terpidana selama masa percobaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
menunjukkan sikap dan perbuatan yang terpuji, pidana mati dapat diubah menjadi
pidana penjara seumur hidup dengan Keputusan Presiden setelah mendapatkan
pertimbangan Mahkamah Agung.
(5) Pidana penjara seumur hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dihitung sejak
Keputusan Presiden ditetapkan.
(6) Jika terpidana selama masa percobaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
menunjukkan sikap dan perbuatan yang terpuji serta tidak ada harapan untuk
diperbaiki, pidana mati dapat dilaksanakan atas perintah Jaksa Agung
Pasal 101
Jika permohonan grasi terpidana mati ditolak dan pidana mati tidak dilaksanakan
selama 10 (sepuluh) tahun sejak grasi ditolak bukan karena terpidana melarikan diri,
pidana mati dapat diubah menjadi pidana penjara seumur hidup dengan Keputusan
Presiden
"Dan dengan ini pula saudara-saudara tepat hampir pukul 14.00 kita mulai pukul 09.30
berarti hampir 4 ½ jam saya menghargai saudara-saudara semua menyimak dengan
baik pembacaan putusan ini dan kami juga Sembilan orang sesudah putusan ini selesai
akan rekonsiliasi, karena golongan abolisionis dan non-abolisionis sudah satu bulan
tidak bertegur sapa”
Sementara itu, retentionist adalah orang atau kelompok yang mendukung penggunaan
pidana mati sebagai hukuman dalam sistem peradilan pidana. Retentionist
berkeyakinan bahwa pidana mati dapat berfungsi sebagai alat untuk memberikan
keadilan kepada korban dan masyarakat, serta sebagai upaya untuk mencegah
kejahatan yang serius.
Namun, perlu diketahui bahwa pandangan terhadap pidana mati tidaklah hitam atau
putih, dan seringkali terdapat posisi yang lebih kompleks dan menengah antara
abolitionist dan retentionist. Beberapa orang mungkin mendukung penggunaan pidana
mati dalam kasus-kasus tertentu, tetapi tidak secara umum, atau mungkin mendukung
penggunaannya dalam kondisi-kondisi tertentu, seperti dalam kasus-kasus terorisme
atau kejahatan terhadap anak-anak.
Abolitionist:
• Hak untuk mematikan hanya milik Tuhan
• Uncivilized (tidak beradab)
• Tidak memberikan efek jera
Retentionist:
Sifat pidana yang demkian didasarkan pada asumsi dasar yang absolut pada diri pelaku
ada unsur/sifat kemutlakan yaitu:
- sulit menetapkan adanya kesalahan absolut (100% bersalah) pada diri seseorang,
terlebih karena faktor "kausa dan kondisi" yang menyebabkan terjadinya kejahatan
cukup banyak, tidak dapat 100% dibebankan pada kesalahan si pelaku.
- Tidak ada orang yang secara absolut tidak bisa berubah atau tidak bisa
diperbaiki/memperbaiki diri.
- Kurang bijaksana apabila tidak ada pengampunan/kesempata pada pelaku.
VII. Efektivitas Pidana Mati
Murder Rate in US 1940-1955 (per 100,000) Riset Selama 15 Tahun Angka
Pembunuhan Berencana
Midwest
-Michigan 3.5
-Indiana (D) 3.5
-Ohio (D) 3.5
-Minnesota 1.4
-Wisconsin 1.2
- lowa (D) 1.4
-North Dakota 1.0
-South Dakota (D) 1.5
-Nebraska (D) 1.6
New England
-Maine 1.5
-New Hampshire (D) 0.9
-Vermont (D) 0.1
-Connecticut (D) 1.7
- Rhode Island 1.3
-Massachusetts (D) 1.2
-Connecticut (D) 1.7
Efektivitas hukuman pidana mati masih menjadi topik yang kontroversial dan diperselisihkan.
Beberapa studi menunjukkan bahwa hukuman pidana mati tidak secara signifikan mengurangi
tingkat kejahatan dan pembunuhan, dan bahkan ada bukti bahwa negara-negara yang tidak
memberlakukan hukuman mati cenderung memiliki tingkat kejahatan yang lebih rendah.
Di sisi lain, beberapa orang berpendapat bahwa hukuman pidana mati dapat menjadi deteren bagi
orang lain untuk tidak melakukan kejahatan yang serupa. Namun, argumen ini juga
diperselisihkan, karena tidak semua orang yang melakukan kejahatan memiliki pertimbangan
rasional tentang risiko hukuman pidana mati sebelum melakukan tindakan kriminal.
Selain itu, ada banyak kasus di mana orang yang tidak bersalah telah dihukum mati karena
kesalahan sistematis dalam sistem peradilan pidana. Oleh karena itu, banyak organisasi hak asasi
manusia mengkritik hukuman pidana mati dan memperjuangkan penghapusan hukuman ini.
Secara keseluruhan, efektivitas hukuman pidana mati masih diperselisihkan, dan ada banyak faktor
yang perlu dipertimbangkan dalam diskusi ini.