You are on page 1of 85

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Anggaran memiliki fungsi sebagai alat perencanaan dan sebagai alat

pengendalian. Anggaran sebagai alat perencanaan mengindikasikan target yang harus

dicapai oleh pemerintah, sedangkan anggaran sebagai alat pengendalian

mengindikasikan alokasi sumber dana publik yang disetujui legislatif untuk

dibelanjakan. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan sumber

pendanaan yang digunakan oleh pemerintah dalam menjalankan roda pemerintahan.

Melalui data rekening belanja yang terdapat dalam anggaran belanja

lembaga/organisasi pemerintah, akan dilihat apakah anggaran yang telah dibuat dapat

berperan sebagai pengendali terhadap pelaksanaan kegiatan pemerintah.

Dalam kerangka penganggaran berbasis kinerja, sebenarnya penyerapan

anggaran bukan merupakan target alokasi anggaran. Anggaran berbasis kinerja lebih

menitikberatkan pada kinerja ketimbang penyerapan itu sendiri. Hanya saja kondisi

perekonomian kita saat ini variabel dominan pendorong pertumbuhannya adalah

faktor konsumsi, sehingga belanja pemerintah yang merupakan konsumsi pemerintah

turut menjadi penentu pertumbuhan tersebut. Kegagalan target penyerapan anggaran

memang akan berakibat hilangnya manfaat belanja. Karena dana yang telah

dialokasikan ternyata tidak semuanya dapat dimanfaatkan, yang berarti terjadi idle

money. Padahal apabila pengalokasian anggaran efisien, maka keterbatasan sumber

1
dana yang dimiliki negara dapat dioptimalkan untuk mendanai kegiatan strategis

(Syarif, 2015)

Masalah rendahnya penyerapan anggaran di trimester pertama dan

membengkak di akhir tahun masih terjadi sampai saat ini. Kinerja penyerapan

anggaran seperti itu tidak akan membawa dampak positif bagi proses pembangunan

suatu bangsa. Penyerapan anggaran negara memerlukan adanya perimbangan dan

proporsi pergerakan yang berjalan secara kontinu. Tujuan yang hendak dicapai

kemudian bukan hanya sebatas terserapnya anggaran, tapi yang lebih penting adalah

bagaimana penyerapan anggaran mampu melahirkan efek positif dalam rangka

menggerakkan roda pembangunan bangsa dan negara.

Kualitas penyerapan anggaran yang efektif dan efisien bertujuan untuk

peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui pembangunan yang tepat sasaran

yang berpengaruh terhadap perekonomian daerah. Penyerapan anggaran yang baik

dapat dilihat dari tingkat pelaksanaan realisasi fisik dan realisasi anggaran yang

terjadwal sesuai dengan rencana kerja selama satu periode tahun anggaran.

Realisasi penyerapan anggaran pada pertengah tahun seharusnya sudah mencapai

50% dan diakhir tahun dapat dimaksimalkan menjadi 100%

Namun fenomena yang sering terjadi proses penyerapan anggaran kerap

sangat lambat, dimana penyerapan anggaran rendah di awal tahun dan cenderung

menumpuk pada akhir tahun (Rifai, 2011). Rendahnya penyerapan anggaran

merupakan masalah yang masih terus terjadi setiap tahunnya. Salah satu

permasalahan dalam anggaran pemerintah adalah penyerapan anggaran yang

2
cenderung rendah di awal tahun dan menumpuk di akhir tahun menyebabkan

ketidakmerataan penyerapan anggaran (Suwarni, 2018).

Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengungkapkan realisasi APBD

tahun anggaran 2021 hingga 8 Oktober sebesar 62,95%, dengan agregat pendapatan

dari provinsi sebesar 63,81%, kabupaten 62,32%, dan kota 63,56%. Presentase ini

menurun jika dibandingkan dengan Oktober tahun lalu, yang pada tanggal 31 Oktober

2020 realisasi APBD berada pada angka 78,25%, dengan realisasi pada tingkat

provinsi sebesar 80,57%, kabupaten sebesar 76,92%, dan kota sebesar 78,87%.

Sementara realisasi belanja hingga tanggal 8 Oktober 2021 secara agregat sebesar

51,30%, dengan rincian tingkat provinsi sebesar 52,64%, kabupaten 50,91%, dan kota

49,66%. (https://nasional.kompas.com/read/2021/10/14/19295771/kemendagri-

hingga-8-oktober-realisasi-apbd-2021-sebesar-6295-persen

Fenomena ini sendiri juga terjadi di Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau. Di

bawah ini adalah tabel realisasi pendapatan dan belanja daerah pemerintah daerah

Kabupaten Bengkalis tahun 2017-2018.

Tabel 1.1: Laporan Realisasi Pendapatan dan Belanja Daerah Pemerintah


Daerah Kabupaten Bengkalis

Tahun Pendapatan (Dalam Milyar Rupiah) Belanja (Dalam Milyar Rupiah)

Anggaran Realisasi % Anggaran Realisasi %

2017 3.962,15 3.230,78 81,54 3,972,06 3.223,93 81,17

2018 3,500,47 3.399,72 95,98 4,064,49 3,159,07 90,09

2019 3.881,65 3.774,44 99,02 3.877,65 3.757,85 96,91

2020 3.524,25 2.917,39 99,32 3.802,52 2.988,47 78,22

2021 3.443,42 4,321,90 125,51 3,594,50 3.292,96 91,61

Sumber: Badan Pendapatan Daerah Kabupaten Bengkalis (2022)

3
Dari data di atas, dapat dilihat realisasi pendapatan Kabupaten Bengkalis

cenderung meningkat setiap tahunnya. Realiasi pendapatan tertinggi pada Tahun

2021 dengan persentase mencapai 125,51 %. Namun apabila dilihat dari realisasi

belanja Tahun 2017-2021 mengalami fluktuasi, Realisasi belanja yang tertinggi

adalah pada Tahun 2020, salah satu penyebabnya adalah pandemic Covid 19,

sehingga pengeluaran pemerintah Kabupaten Bengkalis lebih tinggi, karena beberapa

kebijakan pemeriantah yang menaikkan anggaran pengeluaran untuk biaya

penanggulangan Covid-19.

Dari persentase realisasi pendapatan dan belanja daerah Kabupaten Bengkalis

dapat dilihat bahwa penyerapan anggaran masih belum optimal. penyebabnya adalah

penumpukan selalu diakhir semester. Kendala yang paling utama menjadi

penyebabnya menumpuknya anggaran diakhir semester dapat terjadi karena pada saat

merencanakan anggaran kepala OPD selaku pengguna anggaran tidak merencanakan

dengan detail secara terinci dan efesien dan juga tidak memperhatikan target output

kinerja dari capaian sub kegiatan atau kegiatan yang ingin dicapai, sehingga pada saat

melaksanakan dan ingin melakukan belanja tidak sesuai dengan kondisi dan

Dokumen Pelaksanaan Anggaran yang menjadi dasar pelaksanaan sehingga harus

dilakukan pergeseran anggaran terlebih dahulu. Pergeseran anggaran harus

dilaksanakan dengan mengikuti aturan-aturan yang ada. Seringnya pergeseran

anggaran hanya bisa dilakukan pada saat perubahan APBD dan dilaksanakan oleh

Pemda Kabuppaten Bengkalis pada Bulan September pengesahannya. Sehingga

kegiatan belanja oleh SKPD dapat dilaksanakan pada bulan November dan

4
Desember. Saat ini pemerintah daerah berdasarkan peraturan menteri dalam negeri

nomor 70 tahun 2019 tentang sistem informasi pemerintah daerah mewajibkan

Pemerintah Daerah untuk menggunakan SIPD, hal ini juga yang menjadi salah satu

pemicu tidak terealisasinya anggaran (DPKAD Kab.Bengkalis, 2020)

Penyerapan angaran di tanah air selalu saja menjadi persoalan yang terjadi

setiap tahun. Berbagai upaya teah dilakukan untuk mengoptimalkan penyerapan

anggaran negara, tapi fakta menunjukkan bahwa belum ditemukan adanya perubahan

berarti terkait dengan penyerapan anggaran. Penyerapan anggaran yang optimal dan

sesuai dengan perencanaan awal akan menyebabkan terciptanya perekonomian

berjalan sesuai dengan semestinya, namun jika terjadi keterlambatan secara ekonomis

akan menyebabkan kerugiam negara. Permasalahan keterlambatan dan ketidakpastian

penyerapan anggaran akan menyebabkan jumlah idle cash pada rening pemerintah

cukup besar, jika hal ini tidak ditangani, maka dalam pengelolaan kas yang berlebih

ini akan menimbulkan resiko dan bertentangan dengan prinsip-prinsip manajemen kas

yang baik. Manajemen kas dalam pemerintah bertujuan untuk membiayai

pengeluaran-pengeluaran secara tepat waktu, dengan cara memperhatikan adanya

efektifitas biaya, efisiensi, dan pengurangan resiko, serta menjaga idle cash dalam

posisi yang minimal (Hendris, 2012).

Untuk mendorong percepatan penyerapan anggaran, pemerintah telah

menyiapkan beberapa langkah strategsis, langkah langkah tersebut antara lain dengan

usaha peningkatan kapasitas para pengelola keuangan Satker dalam menyusun.

Perencanaan Pengadaan (procurerement plan) dan Rencana Penarikan Belanja

(disbursement plant), menyempurnakan regulasi/peraturan yang terkait dengan

5
penganggaran, tata cara revisi DIPA, dan tata cara penerbitan ijin kontrak tahun

jamak (multiyears contract) disetiap Kementerian Negara/Lembaga. Selain itu, untuk

menjaga tata kelola keuangan yang lebih baik, pemerintah menerapkan kebijakan

DIPA tanpa blokir tahun 2014. Disamping itu, pemerintah juga telah menerbitkan

Perpres Nomor 54 Tahun 2010 untuk mempercepat proses pengadaan barang dan jasa

dengan menggunakan sistem online melalui e-procurement.

Penelitian mengenai penyerapan anggaran sudah dilakukan oleh beberapa

peneliti. Dalam penelitian ini penulis mengambil beberapa faktor yang dapat

mempengaruhi penyerapan anggaran yaitu perencanaan, pengadaaan barang dan jasa,

kualitas SDM dan administrasi.

Faktor pertama yang dapat mempengaruhi penyerapan anggaran adalah

faktor perencanaan, dimana perencanaan anggaran dapat diartikan sebagai suatu

rancangan sebagai pengendali dan penentu arah yang akan ditempuh oleh suatu

organisasi untuk mencapai suatu tujuan organisasi. Pada dasarnya, perencanaan

(planning) merupakan proses yang diawali dengan penetapan tujuan berupa

penentuan strategi untuk pencapaian tujuan secara menyeluruh serta perumusan

sistem perencanaan untuk mengintegrasikan dan mengkoordinasikan seluruh

pekerjaan organisasi, hingga tercapainya tujuan tersebut (Robbins dan Coulter,

2002 dalam Bastian, 2010). Penyerapan anggaran yang maksimal tanpa dibarengi

dengan perencanaan anggaran yang baik dapat dikatakan sebagai suatu hal yang

hampir mustahil akan terwujud (Halim, 2014). Penelitian yang dilakukan (Iqbal,

2018) menyebutkan bahwa faktor yang berpengaruh besar terhadap penyerapan

anggaran adalah faktor perencanaan, dikarenakan apabila semakin matang aparatur

6
pemerintah sebagai pengelola anggaran dalam merencanakan maka

kegiatan/program yang ditargetkan akan berjalan dengan baik pula. Senada dengan

hasil penelitian (Nugroho, 2017). Namun penelitian yang dilakukan Rifai (2016)

tidak mendukung hasil penelitian tersebut, dan menyatakan bahwa faktor

perencanaan anggaran tidak berpengaruh terhadap penyerapan anggaran.

Faktor kedua yang dapat mempengaruhi penyerapan anggaran adalah

pengadaan barang/jasa. Pada penelitian (Gagola et al., 2016), dinyatakan bahwa

kegagalan target penyerapan anggaran tentang pengadaan barang jasa yang

dilakukan oleh Pemerintah (agent) akan berdampak pada hilangnya manfaat

belanja karena ternyata tidak semua dana yang telah dialokasikan dapat

dimanfaatkan, yang berarti adanya uang menganggur (idle money). Maka dampak

dari keterlambatan ini menyebabkan keterlambatan atas manfaat yang akan

diterima dan dinikmati oleh masyarakat sebagai pemberi amanah (principal). Hasil

penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Alimuddin (2018) dan

Rifka (2018). Namun penelitian Nugroho (2017) dan Sanjaya (2018) menyatakan

hasil yang sebaliknya. Oleh karena itu terdapat ketidakkonsistenan hasil yang

mempengaruhi faktor pengadaan barang/jasa.

Faktor ketiga yang dapat mempengaruhi penyerapan anggaran selanjutnya

adalah adalah Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Setiap organisasi, private atau

publik perlu membangun Sumber Daya Manusia (SDM) yang profesional dan

berkualitas. SDM yang berkualitas akan menjadi keuanggulan tersendiri dalam

sebuah organisasi sekaligus sebagai pendukung daya saing organisasi dalam era

globalisasi dan mengadapi lingkungan kerja serta kondisi sosial masyarakat yang

7
mengalami perubahan yang dinamis. Tidak terkecuali bagi setiap OPD dalam

melakukan setiap program kerja terutama dalam hal penyusunan anggaran. Apalagi

dengan adanya regulasi sebagai pedoman dalam bekerja sangat diperlukan kualitas

pegawai untuk memahami dan mengambil keputusan (Putri, 2014). Beberapa

penelitian sebelumnya menyatakan bahwa kompetensi sumber daya manusia (SDM)

berpengaruh pada penyerapan anggaran, yang dilakukan oleh (Sudastri, (2016) dan

Renoat & Latuperissa (2020); Akan tetapi penelitian yang dilakukan oleh Alumbida

dkk (2016), Alimuddin (2018) dan Rifka (2019) menunjukkan bahwa sumber daya

manusia tidak berpengaruh positif signifikan terhadap penyerapan anggaran.

Faktor keempat yang mempengaruhi penyerapan anggaran selanjutnya

adalah faktor administrasi. Administrasi adalah aktivitas ketatausahaan yang

mencakup kegiatan catat mencatat, surat-menyurat, pembukuan dan pengarsipan

surat serta hal-hal lainnya yang dimaksudkan untuk menunjang kinerja atau

menyediakan informasi serta mempermudah memperoleh informasi dari suatu

institusi atau lembaga. Tujuan dari organisasi publik adalah untuk meningkatkan

pelayanan publik terhadap masyarakat (Mardiasmo, 2002) yang dapat dilihat

melalui realisasi penyerapan anggaran. Penelitian yang dilakukan (Tofani, 2020)

dan (Bandiyono, 2019) menyatakan bahwa administrasi mempengaruhi penyerapan

anggaran. Namun berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Harahap et al

(2020) yang menyatakan bahwa pencatatan administrasi tidak berpengaruh

terhadap penyerapan anggaran,

Merujuk pada berbagai ulasan hasil penelitian sebelumnya, dimana terdapat

ketidakkonsistenan hasil yang memengaruhi faktor perencanaan anggaran, pengadaan

8
barang dan jasa, kompetensi sumber daya manusia (SDM) dan administrasi pada

penyerapan anggaran. Sehingga diduga terdapat faktor lain yang bersifat situasional

yang saling berinteraksi dalam memengaruhi satu situasi tertentu. Dimana faktor

tersebut mampu memperkuat ataupun memperlemah hubungan atau menjelaskan

kedudukan faktor-faktor lainnya. Salah satu faktor yang diyakini mampu

memengaruhi hubungan tersebut adalah regulasi.

Regulasi mengandung arti kaidah yang dibuat untuk mengatur petunjuk yang

dipakai untuk menata sesuatu dan ketentuan yang harus dijalankan serta dipatuhi

(Bastian, 2010). Regulasi digunakan oleh organisasi publik untuk

mengimplementasikan kebijakan organisasi dalam mengatasi masalah dan isu

permasalahan yang ada. Namun karena banyaknya aturan yang berubah dengan

cepat sedangkan waktu yang tersedia terbatas, maka pelaksanaan anggaran

memiliki kendala dalam pengimpelentasiannya dari suatu kegaiatan yang

berakibatkan pada lambatnya penyerapan anggaran di instansi pemerintah. Hal ini

didukung pada penelitian Alimuddin (2018) yang menyatakan bahwa regulasi

berhubungan positif dan berpengaruh signifikan terhadap penyerapan anggaran.

Salamah (2018) menyebutkan regulasi berkaitan dengan ketidakmerataan

penyerapan anggaran karena regulasi yang ditetapkan oleh pemerintah pusat

membuat penyerapan APBD di pemerintahan daerah mengalami ketidakmerataan.

Namun, hasil penelitian Sanjaya (2018) dan Rifai (2016) memperlihatkan hasil

bahwa regulasi keuangan daerah tidak berpengaruh positif signifikan terhadap

penyerapan anggaran.

9
Penelitian ini mengembangkan penelitian yang dilakukan oleh Renoat &

Latupeirissa (2020) Penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya dimana

penelitian ini diteliti di lokasi yang berbeda, yaitu di Kabupaten Bengkalis. Dengan

menambahkan variabel pengadaan barang/jasa, sebagai faktor yang dapat

mempengaruhi penyerapan anggaran dan menambahkan faktor regulasi sebagai

variabel moderating. Peneliti menambahkan kedua variabel tersebut karena adanya

ketidakkonsistenan hasil penelitian terdahulu serta terjadinya perubahan regulasi

dan dilakukannya percepatan barang/jasa untuk mempercepat penanganan Covid-

19.

Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang

berjudul “FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYERAPAN

ANGGARAN DENGAN VARIABEL REGULASI SEBAGAI VARIABEL

MODERATING (Studi pada Pemerintah Daerah Kabupaten Bengkalis)”

1.2 Rumusan Masalah

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode kualitatif dan kuantitatif.

Sehinga rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah perencanaan berpengaruh terhadap penyerapan anggaran?

2. Apakah pengadaan barang dan jasa berpengaruh terhadap penyerapan

anggaran?

3. Apakah kualitas sumber daya manusia berpengaruh terhadap penyerapan

anggaran?

4. Apakah administrasi berpengaruh terhadap penyerapan anggaran?

10
5. Apakah perencanaan berpengaruh terhadap penyerapan anggaran dengan

regulasi sebagai variabel moderating?

6. Apakah pengadaan barang dan jasa berpengaruh terhadap penyerapan

anggaran dengan regulasi sebagai variabel moderating?

7. Apakah kualitas sumber daya manusia berpengaruh terhadap penyerapan

anggaran dengan regulasi sebagai variabel moderating?

8. Apakah administrasi berpengaruh terhadap penyerapan anggaran dengan

regulasi sebagai variabel moderating?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk menguji dan menganalisis pengaruh perencanaan terhadap penyerapan

anggaran.

2. Untuk menguji dan menganalisis pengaruh pengadaan barang dan jasa

terhadap penyerapan anggaran.

3. Untuk menguji dan menganalisis pengaruh kualitas sumber daya manusia

terhadap penyerapan anggaran.

4. Untuk menguji dan menganalisis pengaruh administrasi terhadap penyerapan

anggaran.

5. Untuk menguji dan menganalisis pengaruh perencanaan terhadap penyerapan

anggaran dengan regulasi sebagai variabel moderating .

11
6. Untuk menguji dan menganalisis pengaruh pengadaan barang dan jasa

terhadap penyerapan anggaran dengan regulasi sebagai variabel moderating.

7. Untuk menguji dan menganalisis pengaruh kualitas sumber daya manusia

terhadap penyerapan anggaran dengan regulasi sebagai variabel moderating.

8. Untuk menguji dan menganalisis pengaruh administrasi terhadap penyerapan

anggaran dengan regulasi sebagai variabel moderating.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat bagi masing-masing pihak

sebagai berikut:

1. Bagi Akademisi

Dapat menjadi bahan kajian dan referensi untuk melakukan penelaahan dan

pengkajian lebih lanjut mengenai masalah yang sama, serta menambahkan

pengetahuan pembaca sebagai bahan kepustakaan terutama yang berkaitan

dengan akuntansi sektor publik khususnya untuk kinerja pada sektor publik.

2. Bagi Praktisi

a. Bagi Pemerintah

Dapat memberikan masukan bagi Kepala OPD atau kuasa pengguna

anggaran dalam pengambilan keputusan/kebijakan dalam kaitannya

dengan penyerapan anggaran anggaran belanja

b. Bagi Regulator

Dapat menjadi dasar/pedoman dalam membuat peraturan terutama yang

berkaitan dengan anggaran.

12
1.5 Sistematika Penulisan

Sebagai arahan untuk memudahkan dalam penelitian ini, maka penulis mencoba

menyajikan susunan penulisan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini menguraikan tentang latar belakang masalah, perumusan masalah,

tujuan penelitian, manfaat penelitian serta sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berupa penjelasan yang mendasari penelitian ini, bab ini berisi

telaah pustaka,pemikiran,kerangka penelitian terdahulu, dan hipotesis

penelitian.

BAB III METODE PENELITIAN

Bab ini menguraikan metode penelitian yang digunakan meliputi lokasi

penelitian, populasi dan sampel, data dan sumber data, teknik pengumpulan

data definisi dan operasionalisasi variabel, serta analisis data.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini menjelaskan tentang hasil penelitian dan juga menjelaskan

pembahasan dari hasil penelitian tersebut.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini mengemukakan kesimpulan yang di peroleh dari uraian dan

pembahasan serta keterbatasan penelitian, selanjutnya memberikan saran-

saran yang dapat penulis berikan sebagai sumbangan pemikiran bagi

pemecahan suatu masalah.

13
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Teori Stakeholder

Stakeholders merupakan semua pihak baik internal maupun eksternal yang

mempunyai hubungan yang bersifat mempengaruhi maupun dipengaruhi, bersifat

langsung maupun tidak langsung oleh perusahaan. Batasan stakeholders tersebut

mengisyaratkan bahwa perusahaan hendaknya memperhatikan stakeholders, karena

mereka adalah pihak yang dipengaruhi dan mempengaruhi baik langsung maupun

tidak langsung atas aktivitas serta kebijakan yang diambil oleh perusahaan. Jika

perusahaan tidak memperhatikan stakeholders bukan tidak mungkin akan menuai

protes dan dapat mengeleminasi legitimasi stakeholders (Adam C. H, 2002 dalam

Hadi, 2011).

Pengertian stakeholder menurut Ulum (2009) adalah sekelompok orang atau

individu yang diidentifikasikan dapat mempengaruhi dan dapat dipengaruhi oleh

suatu tujuan pencapaian tertentu. Para pemegang saham, para supplier, bank, para

customer, pemerintah dan komunitas memegang peranan penting dalam organisasi

(berperan sebagai stakeholder).

Menurut teori stakeholders, manajemen organisasi diharapkan melakukan

kegiatan yang dianggap penting oleh stakeholders. Teori ini mengatakan bahwa

seluruh stakeholders mempunyai hak untuk disediakan informasi tentang bagaimana

kegiatan organisasi memengaruhi mereka, bahkan mereka memilih untuk tidak

14
menggunakan informasi tersebut dan bahkan ketika mereka tidak bisa secara

langsung melakukan peran konstruktif dalam kelangsungan hidup organisasi

(Deegan, 2004 dalam Yuniarti, 2007).

Pemerintahan merupakan bagian dari beberapa elemen yang membentuk

masyarakat dalam sistem sosial yang berlaku.Keadaan tersebut kemudian

menciptakan sebuah hubungan timbal balik antara pemerintah dan para stakeholder

yang berarti pemerintah harus melaksanakan peranannya secara dua arah untuk

memenuhi kebutuhan pemerintahan sendiri maupun stakeholder lainnya dalam

sebuah sistem sosial. Oleh karena itu, segala sesuatu yang dihasilkan dan dilakukan

oleh masing-masing bagian dari stakeholderakan saling mempengaruhi satu dengan

yang lainnya. Sejalan dengan tujuan peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui

kegiatan pemerintah sebagai stakeholder yang memiliki peran penting dalam proses

memajukan suatu daerah, pemerintah diharapkan mampu untuk melakukan upaya

pembangunan secara maksimal. Kemajuan suatu daerah dilihat dari bagaimana

pemerintah sebagai pemegang kekuasaan tertinggi suatu daerah harus mampu

mengelola anggaran yang ada untuk kepentingan rakyat didaerahnya.

2.1.2 Teori Keagenan (Agency Theory)

Teori keagenan telah dipergunakan secara luas baik di sektor privat maupun

sektor publik. Teori keagenan mendeskripsikan hubungan antara prinsipal dan agen.

Jansen dan Meckling (1976) menjelaskan hubungan keagenan sebagai suatu kontrak

dimana satu atau lebih orang (prinsipal) memerintah orang lain (agen) untuk

melakukan suatu jasa atas nama prinsipal serta memberi wewenang kepada agen

15
membuat keputusan yang terbaik bagi prinsipal. Jika kedua belah pihak tersebut

mempunyai tujuan yang sama untuk memaksimumkan nilai perusahaan maka

diyakini agen akan bertindak dengan cara yang sesuai dengan kepentingan principal

(Jensen and Meckling, 1976)

Para ekonom menggunakan struktur hubungan prinsipal dan agen untuk

menganalisis hubungan antara perusahaan dengan pekerja (Faria and Silva, 2013).

Sementara di sektor publik, teori keagenan dipergunakan untuk menganalisis

hubungan prinsipal-agen dalam kaitannya dengan penganggaran sektor publik

(Latifah, 2010 dalam Abdullah, 2012). Teori keagenan menganalisis susunan

kontraktual di antara dua atau lebih individu, kelompok atau organisasi. Salah satu

pihak (principal) membuat suatu kontrak, baik secara implisit maupun eksplisit

dengan pihak lain (agents) dengan harapan bahwa agen akan bertindak/melakukan

pekerjaan seperti yang diinginkan principal (Jensen and Meckling, 1976).

Prespektif teori keagenan muncul ketika satu orang atau lebih (principal)

mempekerjakan orang lain (agent) untuk memberikan suatu jasa dan kemudian

mendelegasikan wewenang pengambilan keputusan kepada agent tersebut. Prinsip

utama teori ini menyatakan adanya hubungan kerja antara pihak yang menerima

wewenang (agensi) yaitu manajer. Pemisahan pemilik dan manajemen di dalam

literature akutansi disebut dengan teori keagenan. Teori ini merupakan salah satu

teori yang muncul dalam perkembangan riset akuntansi yang merupakan modifikasi

dari perkembangan model akuntansi keuangan dengan menambahkan aspek perilaku

manusia dalam model ekonomi. Teori agensi mendasarkan hubungan kontrak antara

16
pemilik dan manajemen pada organisasi sektor publik masyarakat sebagai pemilik

dana (principal) dan eksekutif sebagai agent.

Masalah keagenan muncul karena terdapat konflik perbedaan pendapat

(kepentingan) antara pemilik (principle) dengan manajemen (agent) (Siallagan dan

Machfoedz, 2006). Masalah keagenan potensial terjadi apabila bagian kepemilikan

manajer atas saham perusahaan kurang dari seratus persen (Masdupi, 2005). Dengan

proporsi kepemilikan yang hanya sebagian dari perusahaan membuat manajer

cenderung bertindak untuk kepentingan pribadi dan bukan untuk memaksimumkan

perusahaan. Inilah yang nantinya akan menyebabkan biaya keagenan (agency cost).

Jensen dan Meckling (1976) mendefinisikan Agency Cost sebagai jumlah dari biaya

yang dikeluarkan prinsipal untuk melakukan pengawasan terhadap agen. Hampir

mustahil bagi perusahaan untuk memiliki zero agency cost dalam rangka menjamin

manajer akan mengambil keputusan yang optimal dari pandangan Shareholders

karena adanya perbedaan.

Di sektor pemerintahan Daerah, Pemerintah Pusat dapat dinyatakan sebagai

principal karena telah menyalurkan dana dapat dinyatakan sebagai agen karena

pemerintah daerah dibutuhkan untuk menghasilkan suatu output bagi masyarakat

pada tingkatan tertentu terhadap Dana yang diberikan dari Pemerintah Pusat.

Ketepatan pengeluaran anggaran dapat diinterpretasikan sebagai komponen kontrak

antara Pemerintah Pusat sebagai principal dan Pemerintah Daerah sebagai agen.

Tujuan Pemerintah Pusat sebagai Principal adalah untuk memudahkan Pemerintah

Daerah dalam mengimplementasikan pelaksanaan program kegiatan yang telah

ditetapkan, dan Pemerintah Daerah sebagai agen harus dapat menunjukkan kinerja

17
yang baik dengan melaksanakan kegiatan yang telah direncanakan secara tepat agar

penyerapan anggaran lebih optimal.

2.1.3 Keuangan Daerah

Keuangan Daerah atau anggaran daerah merupakan rencana kerja pemerintah

daerah dalam bentuk uang (rupiah) dalam satu periode tertentu. Selanjutnya

Anggaran daerah atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah adalah instrumen

kebijakan yang utama bagi pemerintah daerah (Mardiasmo, 2009:9). Sedangkan

dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005, Keuangan Daerah merupakan

semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan

daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan

yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut. Sehingga dapat

disimpulkan bahwa keuangan daerah merupakan semua hak dan kewajiban

pemerintah daerah dalam bentuk uang (rupiah) yang dimanfaatkan untuk membiayai

kegiatan penyelenggaraan pemerintahan daerah.

Keuangan Daerah haruslah diolah oleh Pemerintah Daerah dalam rangka

otonomi daerah untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas pengelolaan sumber

daya keuangan daerah serta untuk meningkatkan kesejahteraan dan pelayanan kepada

masyarakat. Pengelolaan keuangan daerah adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi

perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban dan

pengawasan keuangan daerah. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 secara khusus

menetapkan landasan yang jelas dalam penataan pengelolaan dan

18
pertanggungjawaban keuangan daerah, antara lain memberikan keleluasaan dalam

menetapkan produk pengaturan yaitu sebagai berikut :

a. Ketentuan tentang pokok-pokok pengelolaan keuangan daerah diatur dengan

peraturan daerah.

b. Sistem dan prosedur pengelolaan keuangan daerah diatur dengan Surat

Keputusan Kepala Daerah sesuai dengan Peraturan Daerah tersebut.

c. Kepala Daerah menyampaikan laporan pertanggung jawaban kepada DPRD

mengenai pengelolaan keuangan daerah dan kinerja keuangan daerah dari segi

efisiensi dan efektifitas keuangan.

d. Laporan pertanggungjawaban keuangan daerah tersebut merupakan dokumen

daerah sehingga dapat diketahui oleh masyarakat.

Pengaturan mengenai pengelolaan keuangan daerah yang diatur didalam

Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 yang menggantikan Peraturan

Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 merupakan aturan yang bersifat umum dan lebih

menekankan kepada hal yang bersifat prinsip, norma, asas dan landasan umum dalam

pengelolaan keuangan daerah. Sementara itu, sistem dan prosedur pengelolaan

keuangan daerah secara rinci ditetapkan oleh masih-masing daerah. Berdasarkan

uraian diatas terdapat beberapa pokok muatan peraturan pemerintah ini mencakup

sebagai berikut :

a. Perencanaan dan Penganggaran

Pengaturan aspek perencanaan lebih diarahkan agar seluruh proses

penyusunan APBD dapat maksimal sehingga dapat menunjukkan latar belakang

pengambilan keputusan dalam penetapan arah kebijakan umum, skala prioritas

19
dan penetapan alokasi,serta distribusi sumber daya dengan melibatkan

partisipasi masyarakat. Oleh karena itu, dalam proses dan mekanisme

penyusunan APBD yang diatur dalam peraturan pemerintah ini akan

memperjelas siapa bertanggung jawab kepada siapa. APBD sendiri merupakan

instrumen yang akan menjamin terciptanya disiplin dalam proses pengambilan

keputusan terkait dengan kebijakan pendapatan maupun belanja daerah (Yani,

2002).

Untuk menjamin APBD disusun secara baik dan benar, maka perlu diatur

landasan administratif dalam mengelola anggaran daerah yang mengatur antara

lain prosedur dan teknis pengganggaran yang harus diikuti secara tertib dan taat

asas. Beberapa prinsip dalam disiplin anggaran yang harus diperhatikan dalam

rangka penyusunan anggaran daerah antara lain sebagai berikut:

1) Pendapatan yang direncanakan merupakan perkiraan yang terukur secara

rasional yang dapat dicapai untuk setiap sumber pendapatan, sedangkan

belanja yang dianggarkan merupakan batas tertinggi pengeluaran

belanja.

2) Penganggaran pengeluaran harus didukung dengan adanya kepastian

tersedianya penerimaan dalam jumlah yang cukup dan tidak dibenarkan

melaksanakan kegiatan yang belum tersedia atau tidak mencukupi kredit

anggarannya dalam APBD atau Perubahan APBD.

3) Semua penerimaan dan pengeluaran daerah dalam tahun anggaran yang

bersangkutan harus dimasukkan dalam APBD dan dilakukan melalui

rekening Kas Umum Daerah.

20
Proses penyusunan APBD pada dasarnya bertujuan untuk menyelaraskan

kebijakan ekonomi makro dan sumber daya yang tersedia, mengalokasikan

sumber daya secara tepat sesuai kebijakan pemerintah dan mempersiapkan

kondisi bagi pelaksanaan pengelolaan anggaran secara baik. Oleh karena itu,

pengaturan penyusunan anggaran merupakan hal penting agar dapat berfungsi

sebagaimana yang diharapkan, sebagai berikut:

1) Dalam konteks kebijakan, anggaran memberikan arah kebijakan

perekonomian dan menggambarkan secara tegas penggunaan sumber

daya yang dimiliki masyarakat.

2) Fungsi utama anggaran adalah untuk mencapai keseimbangan ekonomi

makro dalam perekonomian.

3) Anggaran menjadi sarana sekaligus pengendali untuk mengurangi

ketimpangan dan kesenjangan dalam berbagai hal disuatu negara.

b. Pelaksanaan dan Penatausahaan Keuangan Daerah

Pemegang kekuasaan penyelenggaraan pemerintah daerah serta

pemegang kekuasaan dalam pengelolaan keuangan daerah adalah Kepala

Daerah, yang kemudian kekuasaan tersebut dilaksanakan oleh kepala satuan

kerja pengelola keuangan daerah selaku pejabat pengelola keuangan daerah

dan dilaksanakan oleh satuan kerja perangkat daerah selaku pejabat pengguna

anggaran atau barang daerah dibawah koordinasi sekretaris daerah. Adanya

pemisahan ini bertujuan 14 agar dapat memberikan kejelasan dalam pembagian

wewenang dan tanggungjawab serta untuk mendorong upaya peningkatan

profesionalisme dalam penyelenggaran tugas pemerintahan.

21
Beberapa aspek pelaksanaan yang diatur oleh peraturan pemerintah ini

adalah memberikan peran dan tanggung jawab yang lebih besar kepada para

pejabat pelaksana anggaran, sistem pengawasan pengeluaran dan sistem

pembayaran, manajemen kas dan perencanaan keuangan, pengelolaan piutang

dan utang, pengelolaan investasi, pengelolaan piutang dan utang,

penatausahaan dan pertanggungjawaban APBD, serta akuntansi dan pelaporan.

Dalam hal ini instansi yang mengatur pengelolaan keuangan daerah adalah

bendahara umum daerah. Bendahara umum daerah memiliki tugas untuk

menyelesaikan segala proses pembayaran yang bernilai kecil dengan cepat, dan

pemegang kas kecil tersebut harus bertanggung jawab dalam mengelola dana

yang jumlahnya dibatasi (Ahmad, 2002:355).

c. Pertanggungjawaban Keuangan Daerah

Dalam rangka pengelolaan keuangan daerah yang akuntabel dan

transparan, pemerintah daerah wajib menyampaikan pertanggungjawaban

berupa:

1) laporan realisasi;

2) neraca;

3) laporan arus kas;

4) catatan atas laporan keuangan. Laporan keuangan disusun sesuai dengan

standar akuntansi pemerintahan.

Sebelum dilaporkan kepada masyarakat melalui DPRD, laporan keuangan

terlebih dahulu harus diperiksa oleh BPK (Ahmad, 2002: 356). Fungsi

pemeriksaan merupakan salah satu fungsi manajemen sehingga tidak dapat

22
dipisahkan dari manajemen keuangan daerah. Pemeriksaan atas pengelolaan

keuangan daerah dilaksanakan sejalan dengan amandemen IV UUD 1945.

Berdasarkan UUD 1945, pemeriksaan atas laporan keuangan dilaksanakan

oleh Badan Pemeriksa Keuangan. Dalam rangka pelaksanaan pemeriksaan

keuangan ini, BPK sebagai auditor yang independen akan melaksanakan audit

sesuai dengan standar audit yang berlaku dan akan memberikan pendapat atas

kewajaran laporan keuangan.

2.1.4 Anggaran

2.4.1.1 Pengertian Anggaran

Anggaran memiliki peranan yang sangat strategis di dalam pengelolaan

kekayaan sebuah organisasi publik. Organisasi publik tentunya ingin memberikan

pelayanan yang terbaik terhadap masyarakatnya, tetapi tidak jarang bahwa organisasi

publik mendapatkan hambatan yang umumnya dikarenakan oleh kurangnya sumber

daya yang dimiliki. Anggaran merupakan sebuah proses dalam mengalokasikan

sumber daya yang ada terhadap kebutuhan yang terbatas yang dilakukan oleh

Organisasi Publik.

Anggaran dapat diartikan sebagai rencana yang diwujudkan dalam bentuk

financial, yang meliputi atas usulan pengeluaran yang diperkirakan untuk satu periode

waktu, serta usulan cara-cara memenuhi pengeluaran tersebut (Abdul, 2012:22).

Sedangkan menurut Rudianto (2009:3), anggaran adalah rencana kerja organisasi di

masa yang akan datang dalam bentuk kuantitatif, formal, dan sistematis.

23
Menurut pendapat Indra (2010:191), anggaran paket pernyataan menyangkut

perkiraan penerimaan dan pengeluaran yang diharapkan akan terjadi dalam satu atau

beberapa periode mendatang. Dalam anggaran selalu disertakan data penerimaan dan

pengeluaran yang terjadi di masa lalu.

Menurut Mardiasmo (2009:67), anggaran merupakan pernyataan mengenai

estimasi kinerja yang hendak dicapai selama periode waktu tertentu yang dinyataan

dalam ukuran finansial.. Sedangkan menurut Abdul (2014: 81) anggaran merupakan

pedoman tindakan yang akan dilaksanakan perusahaan atau organisasi mengikuti

rencana pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan yang diukur dalam satuan

uang yang disusun menurut klasifikasi tertentu secara sistematis untuk suatu periode.

Dari beberapa pengertian mengenai anggaran sektor publik yang telah

dikemukakan oleh para ahli, penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa anggaran

adalah tindakan yang akan dilaksanakan oleh organisasi sektor publik menyangkut

perkiraan penerimaan dan pengeluaran yang diharapkan akan terjadi di masa yang

akan datang.

2.1.4.2 Fungsi Anggaran

Fungsi Anggaran Dalam ruang lingkup akuntansi, anggaran berada dalam ruang

lingkup akuntansi manajemen. Dengan demikian, terdapat beberapa fungsi anggaran

yang terkait dengan akuntansi manajemen (Mulyadi, 2010):

a. Anggaran sebagai alat perencanaan

Dengan anggaran, organisasi dapat mengetahui apa yang dilakukan dan ke arah

mana kebijakan dibuat.

24
b. Anggaran sebagai alat pengendalian

Anggaran Organisasi sektor publik dapat menghindari pengeluaran yang terlalu

besar (overspending) atau adanya penggunaan dana yang tidak semestinya

(misspending).

c. Anggaran sebagai alat kebijakan

Arah atas kebijakan tertentu dapat ditentukan melalui anggaran organisasi

public.

d. Anggaran sebagai alat politik

Dalam organisasi sektor publik, komitmen pengelola dalam melaksanakan

program-program yang telah dijanjikan dapat terlihat dari anggaran.

e. Anggaran sebagai alat koordinasi dan komunikasi

Melalui dokumen anggaran yang komperensif, sebuah bagian atau unit kerja

atau departemen yang merupakan suborganisasi dapat mengetahui apa yang

harus dilakukan dan apa yang akan dilakukan oleh bagian unit/ unit kerja

lainnya.

f. Anggaran sebagai alat penilaian kinerja Anggaran

Suatu ukuran yang dapat menjadi sebuah tolak ukur apakah suatu bagian

unit/kerja telah memenuhi target, baik berupa terlaksananya aktivitas maupun

terpenuhinya efisiensi biaya.

g. Anggaran sebagai alat motivasi

Anggaran dapat digunakan sebagai alat komunikasi dengan menjadikan

nilainilai nominal yang tercantum sebagai target perncapaian dengan catatan

anggaran akan menjadi alat motivasi yang baik jika memenuhi sifat

25
“menantang, tapi masi mungkin dicapai” maksudnya adalah suatu anggaran

sebaiknya jangan terlalu tinggi sehingga tidak dapat dipenuhi, dan juga jangan

terlalu rendah sehingga mudah dicapai.

2.1.4.3 Pendekatan Penyusunan Anggaran

Dalam penyusunan sebuah anggaran sebuah instansi dapat menggunakan

beberapa pendekatan.Pendekatan-pendekatan ini merupakan perkembangan atas

kelemahan pendekatan yang telah digunakan sebelumnya.Seluruh instansi dapat

memilih pendekatan penyusunan anggaran yang paling tepat dan sesuai dengan

karakteristik instansi dengan memperhatikan kelebihan dan kekurangannya. Dengan

demikian penyusunan anggaran memeiliki beberapa pendekatan, diantaranya :

1. Pendekatan Tradisional

Pendekatan anggaran tradisional sering diseut juga dengan nama object of

expenditures, incremental, ataupun line item, nama tersebut memiliki pengertian

bahwa pendekatan anggaran tradisional ini memiliki paradigma yang sangat

sederhana pada setiap pengendalian biaya nya. Sebutan incremental memiliki

pengertian bahwa penentuan setiap jenis dan biaya yang ada pada anggaran

belanja dari suatu periode dalam sebuah instansi didasarkan pada presentase

kenaikan tertentu dari setiap jenis dan jumlah biaya jumlah yang sama dengan

tahun anggaran sebelumnya.

Adapun ciri-ciri dari pendekatan penyusunan anggaran secara tradisional

adalah:

26
a. Disusun berdasarkan daftar belanja yang akan dilakukan oleh instansi

sehingga bentuknya terlihat seperti daftar pos-pos belanja suatu instansi,

b. Bertujuan membatasi pengeluaran atau mengendalikan belanja

organisasi,

c. Umumnya bersifat incremental.

Penyusunan anggaran dengan menggunakan pendekatan tradisional

memiliki beberapakelebihan, yaitu dari bentuknya yang sangat sederhana dan

mudah untuk di implementasikan. Tetapi dari kelebihan yang dimiliki tentunya

pendekatan ini memiliki kelemahan yang harus diperbaiki diantaranya adalah:

a. Terpaku pada sumber daya yang telah ada sebelumnya

b. Akuntabilitas dipusatkan pada suatu konsep yang hanya mengacu pada

nilai uang dan bukan pada hasil atau manfaat suatu program

c. Tidak mampu meberikan informasi yang cukup untuk menilai efisiensi

dan efektivitas kegiatan organisasi.

d. Kebanyakan pos-pos anggaran tidak dharuskan memiliki dasar atau

alasan yang jelas

e. Apabila suatu program telah ditetapkan anggaran, maka program

tersebut akan terus dicantumkan dalam sebuah aggaran periode-periode

berikutnya dalam jangka waktu yang tidak terbatas,

f. Menyediakan data dan biaya historis yang terpisah sehingga tidak efisie

pada saat melakukan evaluasi program kerja,

27
g. Laporan anggaran yang dihasilkan tidak banyak memuat data keuangan

yang dapat digunakan pada saat perencanaan, penyusunan program, dan

evaluasi kegiatan program kerja,

h. Perencanaan input disusun pada tingkatan yang rendah dan dinaikan

sedikit demi sedikit

i. Tujuan dan sasaran organisasi disusun dengan dasar jumlah uang yang

dialokasikan pada kegiatan yang lain

j. Tidak memberikan informasi yang terlalu jelas terhadap pengalokasian

sumber daya secara bijaksana

k. Mendorong pengambilan keputusan yang salah

l. Gagal menampung masalah- masalah yang berkaitan dengan kebijakan

atas pengendalian instansi

m. Mendororng pengeluaran daripada penghematan, unit-unit organisasi

terdorong untuk membelanjakan seluruh anggarannya yang dibutuhkan

maupun tidak dibutuhkan

2. Pendekatan Kinerja

Pendekatan kinerja merupakan pendekatan dalam penyusunan anggaran

yang dapat mengatasi kelemahan dari penyusunan anggaran dengan

menggunakan pendekatan tradisional, khususnya kelemahan yang disebabkan

oleh tidak adanya tolak ukur dalam kinerja sebuah instansi dalam pencapaian

tujuan dan sasaran pelayanan kinerja dibandingkan dengan hanya penghematan

biaya. Pada penyusunan anggaran menggunakan pendekatan kinerja perlu

diketahui beberapa karakteristik, diantaranya adalah:

28
a. Anggaran dikelompokan berdasarkan program dan aktivitas

b. Setiap program atau aktivitas dilengkapi dengan indicator kinerja yang

dapat dijadikan tolak ukur keberhasilan sebuah program.

c. Pendekatan ini diterapkan dengan menggunakan cost coasting,

maksudnya adalah jumlah perkalian dari biaya standar per unit dengan

jumlah unit aktivitas yang diperkirakan pada periode mendatang.

Sesuai dengan pendekatan lainnya, pendekatan kinerja tentunya memiliki

kelebihan dan kekurangan. Kelebihan yang didapatkan dalam menggunakan

pendekatan kinerja, diantaranya adalah:

a. Mengalihkan perhatian dari pengendalian anggaran ke pengendalian

manajerial

b. Mendorong perencanaan yang lebih baik

c. Manajemen memiliki alat pengendalian yang lebih terhadap

bawahannya karena tidak melihat banyak yang dibelanjakan oleh

bawahannya, tetapi juga menilai kinerja aktivitas menggunakan standar

satuan mata uang atau unit aktivitas.

d. Anggaran kinerja menekankan pada aktivitas yang menggunakan

anggaran daripada besarnya jumlah anggaran yang sudah digunakan

e. Dianggap lebih sesuai dengan karakteristik instansi publik yang tidak

mengejar profit dan lebih berorientasi pada kualitas pelayanan

Sedangkan kekurangan dari pendekatan penyusunan anggaran dengan

metode kinerja ini, adalah:

29
a. Tidak banyak personel bagian anggaran atau akuntansi yang memiliki

kemampuan memadai untuk mengidentifikasi unit pengukuran dan

melaksanakan analisa biaya

b. Terkadang terdapat kondisi yang sulit, bahkan tidak memadai dalam

pengukuran kinerja mengingat banyak jasa dan aktivitas instansi publik

yang tidak dapat langsung terukur dalam satuan unit output atau biaya

per unit yang dapat dimengerti dengan mudah

c. Sering terjadi aktivitas langsung diukur biayanya secara detail dan

dilakukan pengukuran secara detail lainnya tanpa pertimbangan

memadai yang diberikan kepada perlu atau tidaknya aktivitas itu sendiri.

2.1.4.4 Penyerapan Anggaran

Menurut Halim (2012) anggaran adalah rencana operasional kegiatan yang

dinyatakan dalam bentuk finansial dari suatu organisasi dimana satu pihak

menggambarkan perkiraan biaya (pengeluaran) dan pihak lain menggambarkan

perkiraan pendapatan (penerimaan) untuk menutupi pengeluaran tersebut, untuk suatu

periode tertentu yang umumnya satu tahun. Bertitik tolak dari pengertian anggaran,

maka tindak lanjut dari anggaran adalah merealisasikan anggaran yang telah

dialokasikan sesuai dengan apa yang telah ditetapkan dalam APBD. Dalam hal ini,

yang ditindaklanjuti adalah realisasi terhadap kegiatan yang sudah direncanakan

untuk dilaksanakan dalam satu tahun anggaran.Dengan demikian, pencapaian

realisasi kegiatan yang sudah ditentukan merupakan cerminan dari penyerapan

anggaran.Oleh karena itu Penyerapan Anggaran merupakan kemampuan suatu

30
Kementerian/Lembaga/Pemko/ Pemkab dalam memaksimalkan penggunaan sumber

daya keuangan yang ada.

Kuncoro (2013) menyatakan penyerapan anggaran merupakan salah satu tahapan

dari siklus anggaran yang dimulai dari perencanaan anggaran, penetapan dan

pengesahan anggaran oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dimana tahapan

penyerapan anggaran ini dimulai ketika Undang-Undang (UU) Anggaran Pendapatan

dan Belanja Negara (APBN) disahkan oleh DPR.

.Menurut Noviwijaya & Rohman (2013) penyerapan anggaran satuan kerja

adalah proporsi anggaran satuan kerja yang telah dicairkan atau direalisasikan dalam

satu tahun anggaran. Mengukur daya serap membutuhkan lebih dari sekedar

membandingkan dana yang tersedia dan pengeluaran yang sebenarnya. Penyerapan

anggaran yang akuntabel dan memenuhi prinsip value of money merupakan salah satu

penerapan praktik tata kelola pemerintahan yang baik dan menjadi ukuran kinerja

pemerintah.

Penyerapan anggaran memiliki arti penting dalam pencapaian tujuan nasional,

yaitu peningkatan dan pemeliharaan kesejahteraan rakyat. UndangUndang Nomor 17

Tahun 2003 tentang Keuangan Negara menyebutkan bahwa fungsi anggaran sebagai

instrumen kebijakan ekonomi, berperan untuk mewujudkan pertumbuhan dan

stabilitas perekonomian serta pemerataan pendapatan dalam rangka mencapai tujuan

bernegara. Penyerapan anggaran khususnya belanja barang dan jasa, memiliki

pengaruh yang cukup signifikan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Untuk itu

setiap instansi pemerintah harus mengatur pengeluarannya agar berjalan lancar dan

dapat mendukung keberhasilan pencapaian sasaran pembangunan nasional.

31
Berdasarkan definisi penyerapan anggaran diatas dapat di nyatakan bahwa

penyerapan anggaran memang penting untuk mendorong terciptanya multiplier effect

terhadap ekonomi namun harusnya kinerja birokrasi semestinya tidak bisa diukur

hanya dengan penyerapan anggaran saja tetapi juga dinilai dari faktor ketepatan

waktu dalam melakukan penyerapan anggaran tersebut.

2.1.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyerapan Anggaran

2.1.5.1 Regulasi

Regulasi adalah sesuatu hal yang dipahami mengenai peraturan tertulis yang

memuat norma hukum yang mengikat secara umum. Undang Undang Republik

Indonesia No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Regulasi adalah peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat

secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang

berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam Peraturan Perundang-undangan.

Dalam membentuk Peraturan Perundang-undangan harus dilakukan

berdasarkan pada asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang baik, yang

meliputi:

1. Kejelasan tujuan;

2. Kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat;

3. Kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan;

4. Dapat dilaksanakan;

5. Kedayagunaan dan kehasilgunaan;

32
6. Kejelasan rumusan; dan

7. Keterbukaan.

Jenis Peraturan Perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal

7 ayat (1) mencakup peraturan yang ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan

Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung,

Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi Yudisial, Bank

Indonesia, Menteri, badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk

dengan Undang-Undang atau Pemerintah atas perintah Undang-Undang, Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat.

Regulasi atau peraturan mengandung arti kaidah yang dibuat untuk mengatur,

petunjuk yang dipakai untuk menata sesuatu dan ketentuan yang harus dijalankan

serta dipatuhi (Bastian, 2010:33). Menurut Kaharuddin (2011) Pemahaman Regulasi

dapat diartikan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang menjadi pedoman

dan petunjuk pelaksanaan pengeolaan keuangan negara/daerah dan pengadaan barang

dan jasa pemerintah baik berupa undang undang, peraturan pemerintah, peratuarn

presiden, peraturan menteri dan aturan hukum lainnya.

Teori Atribusi Fritz Heider menyatakan bahwa kekuatan eksternal (atribut

lingkungan seperti aturan) itu bersama sama menentukan perilaku manusia. Dia

menekankan bahwa merasakan secara tidak langsung adalah determinan paling

penting untuk perilaku. Atribusi internal maupun eksternal telah dinyatakan dapat

mempengaruhi terhadap evaluasi kinerja individu, misalnya Pemahaman Regulasi

atau aturan yang mempengaruhi penyerapan anggaran yaitu dilihat dari bagaimana

33
pemahaman dan kepatuhan setiap pegawai mengenai peraturan yang ada. Hal ini

berpengaruh terhadap penyerapan anggaran, karena para pegawai beradaptasi

mengenai aturan-aturan yang akan dijalankan, dan kurangnya perlindungan hukum

menjadikan permasalahan dan tidak bisa langsung menggunakan sumber dana yang

ada (Handayani, 2017).

Setiap organisasi publik pasti menghadapi berbagai isu dan permasalahan, baik

yang berasal dari luar (lingkungan) maupun dari dalam organisasi. Oleh karena itu,

setiap organisasi publik pasti mempunyai sistem Pemahaman Regulasi sebagai wujud

kebijakan organisasi dalam menghadapi isu dan permasalahan yang ada (Sanjaya,

2018). Sistem Pemahaman Regulasi keuangan daerah adalah sebuah sistem yang

dibuat untuk mengendalikan pelaksanaan siklus keuangan daerah agar segala

tindakan atas pengendalian tersebut dapat dirangkum dalam peraturan tertentu

(Nilawati, 2009 dalam Rasdianto dkk, 2014).

2.1.5.2 Perencanaan Anggaran

Perencanaan anggaran adalah aktivitas analisis dan pengambilan keputusan ke

depan untuk menetapkan tingkat kinerja yang diinginkan dimasa yang akan datang.

Oleh karena itu, kegagalan dalam perencanaan penganggaran akan berdampak pada

tidak berjalannya program kerja pemerintah yang secara tidak langsung tentunya akan

berdampak buruk terhadap kinerja pemerintah. Faktor dari kurang baiknya

perencanaan dapat mengakibatkan banyak kerugian penyusunan anggaran yang

berimbas pada program kerja yang tidak terealisasikan. Proses perencanaan juga

melibatkan aspek perilaku yaitu partisipasi dalam pengembangan sistem perencanaan,

34
penetapan tujuan dan pemilihan alat yang paling tepat untuk memonitor

perkembangan pencapaian tujuan.

Menurut Mardiasmo (2009; 61) perencanaan anggaran adalah aktivitas analisis

dan pengambilan keputusan ke depan untuk menetapkan tingkat kinerja yang

diinginkan dimasa yang akan datang. Sedangkan menurut Abdullah dan Halim (2006)

perencanaan anggaran dalam sektor publik, terutama pemerintah merupakan sebuah

proses yang cukup rumit dan mengandung muatan politis yang cukup signifikan. Bagi

organisasi sektor publik anggaran bukan hanya sebuah rencana tahunan tetapi juga

merupakan bentuk akuntabilitas atas pengelolan dana publik yang dibebankan

kepadanya.

Perencanaan merupakan cara organisasi menetapkan tujuan dan sasaran

organisasi. Perencanaan meliputi aktivitas yang sifatnya strategis, taktis dan

melibatkan aspek operasional. Proses perencanaan juga melibatkan aspek perilaku

yaitu partisipasi dalam pengembangan sistem perencanaan, penetapan tingkat

pelayanan yang diinginkan pada dasarnya merupakan indiaktor kinerja yang

diharapkan dapat dicapai oleh pemerintah daerah dalam melaksanakan

kewenangannya. Perencanaan anggaran dalam sektor publik, terutama pemerintah

merupakan sebuah proses yang cukup rumit dan mengandung muatan politis yang

cukup signifikan. Bagi organisasi sektor publik anggaran bukan hanya sebuah

rencana tahunan tetapi juga merupakan bentuk akuntabilitas atas pengelolan dana

publik yang dibebankan kepadanya.

Anggaran merupakan salah satu tahapan dari siklus anggaran yang dimulai dari

perencanaan anggaran, penetapan dan pengesahan anggaran oleh Dewan Perwakilan

35
Rakyat (DPR) dimana tahapan penyerapan anggaran ini dimulai ketika Undang-

Undang (UU) Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) disahkan oleh

DPR. Sistem penganggaran di Indonesia tercermin dalam Anggaran Pendapatan dan

Belanja Negara (APBN). Menurut Murwanto dalam Herriyanto (2012) APBN adalah

rencana tahunan keuangan pemerintahan yang disetujui oleh Dewan Perwakilan

Rakyat (DPR), yang berisi daftar sistematis dan terperinci atas rencana penerimaan

dan pengeluaran negara selama satu tahun anggaran (1 Januari -31 Desember) dan

ditetapkan dengan Undang-Undang serta dilaksanakan secara terbuka dan

bertanggung jawab untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat

Menurut Darise (2007) dokumen perencanaan anggaran yang dibuat oleh

Pemerintah Daerah provinsi/Kabupaten/Kota terdiri dari: 1)Rencana Pembangunan

Jangka Panjang Daerah (RPJPD). 2)Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Daerah (RPJMD). 3)Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD). Sedangkan

dokumen perencanaan yang dibuat oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)

terdiri dari: 1)Rencana Strategis Satuan Kerja Perangkat daerah (Renstra-SKPD) dan.

2) Rencana Kerja (Renja) SKPD. Masing-masing dokumen perencanaan tersebut

terkait satu dengan lainnya, dan juga dengan dokumen pembangunan nasional.

Berdasarkan penelitian yang di lakukan oleh Kuswoyo (2012) menyatakan bahwa

penyerapan anggaran belanja daerah di akhir tahun disebabkan oleh faktor

perencanaan.oleh karena itu dapat dinyatakan bahwa penyerapan anggaran akan

semakin maksimal jika di barengi dengan perencanaan yang baik.

36
2.1.5.2 Pengadaan Barang/Jasa

Pengertian mengenai pengadaan barang/jasa terdapat pada Pasal 1 ayat (1)

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2011 Tentang Perubahan

atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa

Pemerintah, menyebutkan bahwa : “Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang

selanjutnya disebut dengan Pengadaan Barang/Jasa adalah kegiatan untuk

memperoleh Barang/Jasa oleh Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat

Daerah/Institusi lainya yang prosesnya dimulai dari perencanaan kebutuhan sampai

diselesaikannya seluruh kegiatan untuk memperoleh Barang/Jasa.”

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2011 tentang

Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan

Barang/Jasa Pemerintah yang dimaksud dengan barang menurut Pasal 1 Ayat (14)

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2011 tentang Perubahan atas

Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa

Pemerintah menyebutkan, bahwa : “Barang adalah setiap benda baik berwujud

maupun tidak berwujud, bergerak maupun tidak bergerak, yang dapat

diperdagangkan, dipakai, dipergunakan atau dimanfaatkan oleh Pengguna Barang.”

Ruang lingkup pengadaan barang/jasa diatur dalam Pasal 2 Peraturan Presiden

Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2011 Tentang Perubahan atas Peraturan

Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah yang

meliputi :

1. Pengadaan barang/jasa yang pembiayaannya sebagian atau seluruhnya

dibebankan pada APBN/APBD.

37
Pasal 2 ayat (1) huruf a Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 35

Tahun 2011 Tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010

Tentang Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah menyebutkan, bahwa: “Pengadaan

Barang/Jasa di lingkungan K/L/D/I yang pembiayaannya baik sebagian atau

seluruhnya bersumber dari APBN/APBD.”

Wajib menyediakan administrasi proyek untuk mendukung pelaksanaan

pengadaan barang/jasa yang dibiayai dari APBN/APBD, yaitu :

a. Honorarium pengguna barang/jasa, panitia/pejabat pengadaan,

bendaharawan, dan staf proyek. Besaran honorarium pengguna barang/jasa,

panitia/pejabat pengadaan, bendaharawan dan staf proyek ditetapkan secara

proporsional berdasarkan pengalaman dan profesionalisme.

b. Pengumuman pengadaan barang/jasa, meliputi :

1) Biaya pengumuman rencana pengadaan barang/jasa pada awal

pelaksanaan anggaran;

2) Biaya pengumuman pemilihan penyedia barang/jasa.

Pengadaan dokumen pengadaan barang/jasa dan/atau dokumen

prakualifikasi. Pasal 1 Ayat 21 Peraturan Presiden Republik Indonesia

Nomor 35 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden

Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

menyebutkan, bahwa : “Dokumen Pengadaan adalah dokumen yang

ditetapkan oleh ULP/Pejabat Pengadaan yang memuat informasi dan

ketentuan yang harus ditaati oleh para pihak dalam proses

PengadaanBarang/Jasa.”

38
3) Administrasi lainnya yang diperlukan untuk mendukung pelaksanaan

pengadaan barang/jasa.

c. Pengadaan barang/jasa yang sebagian atau seluruhnya dibiayai dari pinjaman

/ hibah luar negeri (PHLN)

Pinjaman luar negeri adalah penerimaan negara yang diperoleh dari

lembaga keuangan internasional atau negara-negara lain, baik dalam bentuk

devisa dan/atau devisa yang dirupiahkan maupun dalam bentuk barang

dan/atau jasa yang harus dibayar kembali dengan persyaratan tertentu.

Pasal 2 ayat (1) Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 35 Tahun

2011 Tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010

Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah menyebutkan, bahwa :

“Pengadaan Barang/Jasa yang dananya bersumber dari APBN/APBD

Sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mencakupPengadaan Barang/Jasa

yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari pinjaman atau hibah

dalam negeri yangditerima oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah.”

Pengadaan barang/jasa yang dibiayai dari pinjaman/hibah luar negeri

dilakukan dengan pinjaman kredit ekspor atau kredit lainnya dan harus

dilakukan dengan persaingan sehat dengan persyaratan yang paling

menguntungkan negara, baik dari segi harga maupun teknis, dengan

memaksimalkan penggunaan komponen dalam negeri dan penyedia

barang/jasa nasional.

39
b. Pengadaan barang/jasa untuk investasi di lingkungan BI, BHMN, BUMN,

BUMD, yang pembiayaannya sebagian atau seluruhnya dibebankan pada

APBN/APBD.

Pasal 2 ayat (1) huruf b Presiden Republik Indonesia Nomor 35 Tahun

2011 Tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010

Tentang Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah menyebutkan, bahwa :

“Pengadaan Barang/Jasa untuk investasi di lingkungan Bank Indonesia,

Badan Hukum Milik Negara dan Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha

Milik Daerah yang pembiayaannya sebagian atau seluruhnya dibebankan

pada APBN/APBD.”

Pengadaan barang/jasa untuk investasi adalah barang/jasa yang

ditujukan untuk menambah aset guna meningkatkan kemampuan operasi

baik dalam jangka pendek, menengah, maupun jangka panjang dan pada

umumnya tidak habis dipakai dalam 1 (satu) tahun , dalam pembukuan atau

neraca perusahaan aset tersebut dapat berupa aktiva lancar maupun aktiva

tetap.

2.1.5.4 Kualitas Sumber Daya Manusia

Salah satu faktor utama yang menentukan baik atau tidak jalannya roda

pemerintahan ini adalah sumber daya manusia. Hal ini terlihat dari bagaimana

manusia sebagai tenaga kerja menggunakan potensi fisik dan psikis yang ia miliki

secara maksimal dalam mencapai tujuan organisasi (lembaga). SDM sebagai tenaga

kerja dalam pelaksanaan penganggaran terlihat pada fungsi manusia sebagai satuan

40
kerja yang memiliki tugas salah satunya sebagai panitia pengadaan barang dan jasa

yang harus memahami dengan baik tata cara dan prosedur teknis pengadaan barang

dan jasa. Menurut Nawawi (2002) ada tiga pengertian Sumber Daya Manusia yaitu:

1. Sumber daya manusia adalah manusia yang bekerja di lingkungan suatu

organisasi (disebut juga personil, tenaga kerja, pekerja atau karyawan);

2. Sumber daya manusia adalah potensi manusiawi sebagai penggerak organisasi

dalam mewujudkan eksistensinya;

3. Sumber daya manusia adalah potensi yang merupakan aset dan berfungsi

sebagai modal (non material/non finansial) di dalam organisasi bisnis, yang

dapat mewujudkan menjadi potensi nyata (real) secara fisik dan non-`fisik

dalam mewujudkan eksistensi organisasi.

2.1.5.5Administrasi

Pengertian sehari-hari administrasi sering disamakan dengan tata usaha, yaitu

berupa kegiatan mencatat, mengumpulkan dan menyimpan suatu kegiatan atau hasil

kegiatan untuk membantu pimpinan dalam mengambil keputusan. Administrasi ialah

keseluruhan rangkaian dari proses kerjasama antara beberapa orang yang didasarkan

atas asas rasionalitas untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan (Siagian, 2002).

Dari segi perkembangannya, administrasi dapat dibagi atas dua bagian besar,

yaitu administasi negara dan niaga. Administrasi negara ialah keseluruhan kegiatan

yang dilakukan oleh seluruh aparatur pemerintah dari suatu negara dalam usaha

mencapai tujuan negara. Administrasi niaga ialah keseluruhan kegiatan mulai dari

41
produksi barang dan/atau jasa sampai tibanya barang atau jasa tersebut ditangan

konsumen.

2.4 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

2.4.1 Pengertian Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

Menurut Abdul (2014 : 15) tentang Anggaran Pendapatan dan belanja Daerah

(APBD) yaitu : suatu anggaran Daerah yang memiliki unsur-unsur sebagai berikut :

rencana kegiatan suatu daerah, beserta uraiannya secara rinci; adanya sumber

penerimaan yang merupakan target minimal untuk menutupi biayabiaya sehubungan

dengan aktivitas-aktivitas tersebut, dan adanya biaya-biaya yang merupakan batas

maksimal pengeluaran-pengeluaran yang akan dilaksanakan; jenis kegiatan dan

proyek yang dituangkan dalam bentuk angka; periode anggaran, yaitu biasanya 1

(satu) tahun.

Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi dasar dalam

pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran daerah disebut

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), baik untuk provinsi maupun

kabupaten dan kota. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) pada

hakekatnya merupakan salah satu instrumen kebijakan yang dipakai sebagai alat

untuk meningkatkan pelayanan umum dan kesejahteraan masyarakat di suatu daerah.

Di dalam APBD tercermin kebutuhan masyarakat dengan memperhatikan potensi dan

sumber-sumber kekayaan daerah (UU RI No 15 Tahun 2013).

Lingkup anggaran menjadi relevan dan penting di lingkungan pemerintah

daerah. Hal ini terkait dengan dampak anggaran terhadap kinerja pemerintah,

42
sehubungan dengan fungsi pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada

masyarakat. Anggaran sektor publik pemerintah daerah dalam APBD merupakan

output pengalokasian sumberdaya. Menurut Abdul (2014:15) Anggaran Pendapatan

dan Belanja Daerah (APBD) adalah suatu anggaran daerah yang memiliki unsur-

unsur sebagai berikut:

1. Adanya rencana kegiatan suatu daerah beserta uraiannya secara rinci.

2. Adanya sumber penerimaan yang merupakan target minimal untuk menutupi

biaya-biaya yang sehubungan dengan aktivitas-aktivitas tersebut.

3. Adanya biaya-biaya yang merupakan batas maksimal pengeluaranpengeluaran

yang akan dilaksanakan pada jenis kegiatan dan proyek yang telah dituangkan

dalam bentuk angka periode anggaran, yaitu biasanya 1 (satu) tahun.

Menurut UU No. 32 Tahun 2004 pasal 1 ayat 14 mengemukakan bahwa

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disebut APBD adalah

rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang ditetapkan dengan peraturan

daerah. Adapun menurut Permendagri Nomor 13 Tahun 2006, “APBD merupakan

dasar pengelolaan keuangan daerah dalam masa 1 (satu) tahun anggaran terhitung 1

Januari sampai 31 Desember.” Sedangkan berdasarkan Permendagri Nomor 21 Tahun

2011 Pasal 1 Ayat 9 menyatakan bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

atau yang disebut APBD adalah rencana keuangan tahunan Pemerintahan Daerah

yang dibahas dan disetujui bersama oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah, dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa Anggaran Pendapatan dan

Belanja Daerah atau yang sering disebut dengan APBD adalah suatu rencana

43
keuangan tahunan Pemerintah Daerah yang memiliki beberapa unsur, seperti adanya

rencana kegiatan suatu daerah beserta uraiannya secara rinci, sumber penerimaan,

adanya biaya-biaya yang merupakan batas maksimal pengeluaran-pengeluaran yang

akan dilaksanakan. APBD tersebut guna menjadi dasar pelaksanaan pelayanan publik.

Dalam penyusunannya APBD dibahas dan disetujui bersama oleh Pemerintah Daerah

dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang kemudian ditetapkan dengan Peraturan

Daerah.

2.4.2 Fungsi Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

Fungsi APBD pada dasarnya sama dengan fungsi APBN. Fungsi APBD terdiri

dari:

1. Fungsi otoritasi bermakna bahwa anggaran daerah menjadi dasar untuk

merealisasi pendapatan dan belanja pada tahun bersangkutan. Tanpa

dianggarkan dalam APBD sebuah kegiatan tidak memiliki kekuatan untuk

dilaksanakan.

2. Fungsi perencanaan mengandung makna bahwa anggaran daerah menjadi

pedoman bagi manajemen merencanakan kegiatan pada tahun yang

bersangkutan.

3. Fungsi pengawasan mengandung makna bahwa anggaran daerah menjadi

pedoman untuk menilai keberhasilan atau kegagalan penyelenggaraan

pemerintah daerah.

44
4. Fungsi alokasi mengandung makna bahwa anggaran daerah harus diarahkan

untuk menciptakan lapangan kerja, mengurangi pengangguran, dan pemborosan

sumberdaya, serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas perekonomian daerah.

5. Fungsi distribusi memiliki makna bahwa kebijakan-kebijakan dalam

penganggaran daerah harus memperlihatkan rasa keadilan dan kepatuhan.

6. Fungsi stabilitas memiliki makna bahwa anggaran daerah menjadi alat untuk

memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian

daerah.

2.4.2 Struktur Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

Terdapat 3 (tiga) struktur dalam Anggaran pendapatan dan Pengeluaran Daerah,

yaitu seperti terlihat pada Gambar 2.1 berikut ini.

APBD

Pendapatan Belanja Daerah Pembiayaan


Daerah Daerah

a. PAD a. Klasifikasi belanja a. Penerimaan


menurut organisasi b. Pengeluaran
b. Dana
Perimbangan b. Klasifikasi belanja
c. Lain-lain menurut fungsi
pendapatan c. Klasifikasi belanja
daerah yang sah menurut jenis belanja
d. Klasifikasi belanja
menurut jenis belanja
Sumber : Abdul dan Muhammad (2012)

Gambar 2.1 Struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

45
2.6 Penelitian Terdahulu

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

Peneliti/
No Judul Variabel Hasil Penelitian
Tahun
1. Ulandari, V., Faktor-Faktor Dependen: Perencanaan
Akram, & yang Mempeng- Penyerapan Anggaran berpengaruh
Santoso, B. aruhi Penyerap- negatif dan
(2021). an Anggaran Independen: signifikan terhadap
Belanja pada a. Perencanaan penyerapan
E-Jurnal Satuan b. Sumber Daya Manusia anggaran. Sumber
Akuntansi, Kerja Perangkat c. Pengadaan Barang dan daya manusia dan
31(6), 1577- Daerah Dengan Jasa pengadaan barang/
1591 Administrasi d. Administrasi jasa berpengaruh
Sebagai positif terhadap
Pemoderasi penyerapan
anggaran.
Sedangkan
administrasi
berpengaruh
negatif terhadap
hubungan
perencanaan,
sumber
daya manusia dan
pengadaan
barang/jasa dengan
penyerapan
anggaran.

46
Peneliti/
No Judul Variabel Hasil Penelitian
Tahun
2. Sasmita Pengaruh Dependen: perencanaan
Atika Sari Perencanaan Penyerapan Anggaran anggaran,
Harahap Anggaran, pelaksanaan
, Taufeni Pelaksanaan Independen: anggaran dan
Taufik & anggaran, a. Perencanaan Anggaran kompetensi
Nurazlina Pencatatan b. Pelaksanaan Anggaran sumber daya
(2020) Administrasi c. Pencatatan manusia
dan Kompetensi Administrasi berpengaruh negatif
Jurnal Sumber Daya d. Kompetensi Sumber terhadap tingkat
Akuntansi Manusia Daya Manusia penyerapan
Keuangan Terhadap anggaran.
dan Bisnis Tingkat Sementara
Vol. 13, No. Penyerapan itu, pencatatan
1, Mei 2020, Anggaran (Studi administrasi tidak
1-10 Empiris pada berpengaruh
OPD Kota terhadap tingkat
Dumai) penyerapan
anggaran.

3. Rika Septi Analisis Faktor Dependen: perencanaan


Rahmawati – Faktor Yang Penyerapan Anggaran anggaran,
& Jouzar Mempengaruhi pelaksanaan
Farouq Ishak Penyerapan Independen: anggaran, regulasi,
(2020) Anggaran a. Perencanaan Anggaran dan sumber daya
Belanja Pada b. Pelaksanaan Anggaran, manusia
Indonesian Pemerintah Kota c. Sumber Daya Manusia sumber daya tidak
Accounting Cimah berpengaruh
Research terhadap
Journal penyerapan
Vol. 1, No. 1, anggaran belanja di
October Pemerintah Kota
2020, pp. 180 Cimahi.
– 189

47
Peneliti/
No Judul Variabel Hasil Penelitian
Tahun
4. M.Irwan Analisis faktor- Dependen: Pemanfaatan
Tofani, Amir faktor yang Penyerapan Anggaran Tekhnologi
Hasan & , mempengaruhi Informasi, Perenca-
Nasrizal penyerapan Independen: naan, Administrasi,
(2020) anggaran pada a. Pemanfaatan Teknologi Sumber Daya
unit Kerja Informasi, Manusia, Dan
Bilancia: mahkamah b. Perencanaan Pengadaan Barang
Jurnal Ilmiah agung di c. Administrasi Dan Jasa berpenga-
Akuntansi wilayah Riau d. Sumber Daya Manusia ruh terhadap
165 dan Kepri e. Pengadaan Barang dan Penyerapan
Vol. 4 No. 2, dengan Jasa Anggaran,
Juni 2020 komitmen sedangkan Beban
(165-182) Organisasi Moderasi: Kerja tidak
sebagai faktor Komitmen Organisasi berpengaruh
moderasi terhadap Penyerap-
an Anggaran.
Komitmen
Organisasi juga
pengaruh signifi-
kan terhadap
penyerapan angga-
ran

5. Pratiwi Budi Analisis Faktor- Dependen: terdapat 4 faktor


S (2019) Faktor Penye- Penyerapan Anggaran penyebab rendah-
bab Penumpu- nya penyerapan
kan Penyerapan Independen: anggaran pada
Anggaran a. Anggaran Pendapatan Polda DIY, meliputi
Belanja (Studi dan Belanja Negara, (1) perencanaan
Kasus pada b. Perencanaan anggaran, (2)
Polda Daerah Anggaran, pelaksanaan
Istimewa c. Pelaksanaan anggaran, (3)
Yogyakarta) Anggaran, sumber daya
d. Internal Polri, manusia, dan (4)
e. Sumber Daya Manusia internal Polri.

48
Peneliti/
No Judul Variabel Hasil Penelitian
Tahun
6. UNICEP Absorption Dependen: Interaksi beberapa
(2019) capacity of the Penyerapan Anggaran faktor
ministry of menyebabkan
health budget in Independen: rendahnya
lesotho: a. Kapasitas Sumber Daya penyerapan
understanding Manusia, anggaran dalam
The Challenges b. Pendanaan, sektor kesehatan
And c. Kepatuhan Ini termasuk
Opportunities Of d. Komunikasi dan kapasitas sumber
The Koordinasi daya manusia
Procurement e. Pemangku Kepentingan (SDM) dalam hal
System f. Perencanaan keterampilan dan
g. Kepemimpinan jumlah staf, jenis
pendanaan,
aliran dana,
persyaratan
kepatuhan yang
kompleks,
komunikasi dan
koordinasi yang
buruk antara
pemangku
kepentingan, dan
lemahnya
perencanaan dan
kepemimpinan
dalam
mempengaruhi
pengeluaran
anggaran.

7. Alimuddin Analisis Dependen: Perencanaan


(2018) penyerapan Penyerapan Anggaran Pengadaan Barang
anggaran di Jasa, Regulasi,
Tesis. perguruan tinggi Independen: Komitmen
Universitas Negeri (PTN) a. Perencanaan Organisasi
Hasanuddin dan Kopertis Pengadaan Barang Jasa berpengaruh positif
Makassar b. Regulasi dan signifikan
c. Komitmen Organisasi terhadap
penyerapan
anggaran

49
Peneliti/
No Judul Variabel Hasil Penelitian
Tahun
8. Muhammad Pengaruh Dependen: perencanaan
Iqbal (2018) perencanaan Penyerapan Anggaran anggaran dan
anggaran dan kompetensi sumber
Tesis. Kompetensi Independen: daya manusia
Universitas sumber daya a. Perencanaa Anggaran, berpengaruh positif
Hasanuddin manusia b. Kompetensi Sumber dan signifikan
terhadap Daya terhadap
Penyerapan tingkat penyerapan
anggaran dengan Moderasi: anggaran.
komitmen Komitmen Organisasi
Organisasi
sebagai
pemoderasi

9. Siti Salamah Strategi Dependen: Faktor pertama


(2018) Penyerapan Penyerapan Anggaran Kriteria regulasi,
Anggaran faktor kedua
Economics Pendapatan dan Independen: kriteria
Development Belanja Daerah a. Regulasi, perencanaan
Analysis (APBD) b. Perencanaan Anggaran anggaran, dan
Journal 7 (1) Pemerintah c. Sumber Daya Manusia faktor ketiga
(2018) Provinsi Jawa kriteria faktor
Tengah Sumber Daya
Manusia (SDM).
Alternatif prioritas
program yakni
diadakan sosialisasi
menge-nai
mekanisme
pencairan anggar-
an. Selanjutnya
yaitu adanya RAB
(Rencana Anggaran
Biaya), serta
adanya kebijakan
penye-rapan
anggaran

50
Peneliti/
No Judul Variabel Hasil Penelitian
Tahun
10. Tessa Pengaruh Dependen: Regulasi keuangan
Sanjaya regulasi Penyerapan Anggaran daerah tidak
(2018) keuangan berpengaruh
daerah, politik Independen: signifikan positif
Artikel, anggaran dan a. Regulasi Keuangan terhadap
Universitas Pelaksanaan Daerah penyerapan
Negeri pengadaan b. Politik Anggaran anggaran dengan
Padang barang/jasa c. Pengadaan Barang/Jasa Politik anggaran
terhadap berpengaruh
penyerapan signifikan positif
Anggaran pada terhadap penye-
opd provinsi rapan anggaran
sumatera barat Pelaksanaan
pengadaan
barang/jasa tidak
berpengaruh
signifikan positif
terhadap
penyerapan
anggaran

11. Ledy S. Analisis faktor- Dependen: Perencanaan


Gagola,Jullie faktor yang Penyerapan Anggaran anggaran, pelak-
J. Sondakh & mempengaruhi sanaan anggaran,
Jessy D.L. penyerapan Independen pengadaan barang
Warongan anggaran a. Perencanaan jasa, komitmen
(2017) pendapatan dan Anggaran, manajemen dan
belanja daerah b. Pelaksanaan Anggaran, lingkungan birokra-
Tesis (APBD) c. Pengadaan Barang si berpengaruh
Universitas Pemerintah Jasa, positif dan signifi-
Sam Kabupaten d. Komitmen kan terhadap
Ratulangi Kepulauan Manajemen, penyerapan ang-
Talaud e. Lingkungan Birokrasi garan penda-patan
dan belanja daerah
(APBD) Pemerin-
tah Kabupaten
Kepulauan Talaud

51
Peneliti/
No Judul Variabel Hasil Penelitian
Tahun
12. Elypaz Faktor-Faktor Dependen: Komitmen
Donald Yang Mempe- Penyerapan Anggaran manajemen,
Rerung, ngaruhi Penye- lingkungan
Herman rapan Anggaran Independen: birokrasi, dan
Karamoy & Belanja Peme- a. Penyerapan Anggaran, penerapan e-
Winston rintah Daerah: b. Komitmen Manajemen, procurement
Pontoh Proses Penga- c. Lingkungan Birokrasi, berpengaruh positif
(2017) daan Barang/ d. Kompetensi Sumber dan signifikan
Jasa di Kabu- Daya terhadap penye-
Jurnal Riset paten Bolaang e. Manusia, e- rapan anggaran
Akuntansi Mongondow Procurement terkait pengadaan
dan Auditing Selatan barang/jasa.
"goodwill" Kompetensi
sumber daya
manusia tidak
berpengaruh
terhadap penye-
rapan anggaran
terkait pengadaan
barang/jasa

13. Rahadi Faktor-faktor Dependen: faktor


Nugrohoa, yang Mempe- Penyerapan Anggaran perencanaan,
Salman ngaruhi pelaksanaan
Alfaris Melonjaknya Independen: anggaran dan
(2017) Penyerapan a. Penyerapan koordinasi dengan
Anggaran b. Pelaksanaan Anggaran, instansi lain
Jurnal BPPK Quartal IV c. Koordinasi dengan berpengaruh secara
Volume 10 Instansi Instansi Lain signifikan terhadap
Nomor 1 Pemerintah d. Pengadaan Barang dan penyerapan
Tahun 2017 (studi pada Jasa anggaran instansi
Halaman 22- Badan e. Sumber Daya Manusia pemerintah.
37 Pendidikan dan Sedangkan faktor
Pelatihan pengadaan
Keuangan) barang dan jasa dan
faktor sumber daya
manusia tidak
berpengaruh
signifikan terhadap
penyerapan
anggaran.

52
Peneliti/
No Judul Variabel Hasil Penelitian
Tahun
14. Rahadi Faktor-faktor Dependen: Faktor peren-
Nugrohoa, yang mempe- Penyerapan Anggaran canaan, pelak-
Salman ngaruhi melon- sanaan anggaran
Alfarisi jaknya Penye- Independen: dan koordinasi
(2017) rapan anggaran a. Pergantian Pimpinan. dengan instansi lain
quartal IV b. Dokumen Perencanaan berpengaruh secara
instansi peme- c. Kompetensi Sumber signifikan terhadap
rintah (studi Daya Manusia, penyerap-an
pada badan d. Dokumen Pengadaan, anggaran instansi
pendidikan dan pemerin-tah.
pelatihan Sedangkan faktor
keuangan) pengadaan
barang dan jasa dan
faktor sumber daya
manusia tidak
berpengaruh
signifikan terhadap
penyerapan
anggaran.

53
Peneliti/
No Judul Variabel Hasil Penelitian
Tahun
15. Desika Faktor-faktor Dependen: (1) faktor
Widianing- yang Penyerapan Anggaran perencanaan yang
rum (2017) memengaruhi menjelaskan
penyerapan Independen: variansi
Bisma Jurnal Anggaran a. Perencanaan (2) faktor
Bisnis dan satuan kerja b. Sumber Daya Manusia pengadaan
Manajemen perangkat c. Pengadaan Barang dan barang/jasa
Vol. 11, No. daerah di Jasa yang menjelaskan
2 Mei 2017 Pemerintah d. Administrasi variansi seluruh
Hal. 194 - kabupaten (3) faktor
208 situbondo regulasi yang
menjelaskan
variansi seluruh
item faktor
internal yang
menjelaskan
variansi seluruh
item sebesar
7,03%;
(4) faktor
administrasi yang
menjelaskan
variansi seluruh
dan
(5) faktor sumber
daya manusia yang
menjelaskan
variansi seluruh
item

54
Peneliti/
No Judul Variabel Hasil Penelitian
Tahun
16. Nama Faktor - faktor Dependen: Perencanaan
penelitinya yang mempen- Penyerapan Anggaran anggaran,
siapa dan garuhi penye- pelaksanaan
tahun berapa rapan Anggaran Independen: anggaran,
dibuatnya belanja a. Penyerapan Anggaran, kompetensi sumber
tesis ini? organisasi b. Perencanaan Anggaran, daya manusia dan
perangkat daerah c. Pelaksanaan Anggaran, proses pengadaan
Tesis Pemerintah d. Kompetensi Sumber barang dan jasa
Universitas Kabupaten Daya Manusia, berpengaruh positif
Sumatera Tapanuli Utara e. Proses Pengadaan terhadap
Utara dengan Barang dan Jasa, penyerapan
Komitmen f. Komitmen Organisasi, anggaran belanja
organisasi dan g. Motivasi.
motivasi
Sebagai variabel
moderasi

17. Angga Analisis faktor- Dependen: Faktor-faktor yang


Lesmana faktor yang Penyerapan Anggaran mempengaruhi
(2016) mempengaruhi penyerapan
penyerapan Independen: anggaran belanja
anggaran belanja a. Penumpukan meliputi faktor
Pemerintah Penyerapan perencanaan,
daerah (Studi b. Anggaran, pelaksanaan dan
Komparatif Perencanaan, penatausahaan,
c. Pelaksanaan & Penata- pengadaan barang
usahaan, dan jasa, sumber
d. Pengadaan Barang dan daya manusia, dan
Jasa, regulasi.
e. Sumber Daya Manusia
f. Regulasi.

55
2.6 Kerangka Pemikiran dan Pengembangan Hipotesis

2.6.1 Pengaruh Perencanaan Anggaran Terhadap Keterlambatan Penyerapan

Anggaran

Perencanaan anggaran tersusun dalam dokumen perencanaan pembangunan

daerah. Perencanaan pembangunan daerah ini disusun untuk menjamin keterkaitan

dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan pengawasan.

Dokumen perencanaan memuat kegiatan-kegiatan yang diperlukan untuk

menghasilkan secara utuh sasaran hasil kinerja pembangunan dalam bentuk kerangka

regulasi dan kerangka anggaran yang disebut dengan rencana kerja. Setiap Rencana

Kerja menjadi landasan dalam pelaksanaan koordinasi dan monitoring implementasi

rencana dalam maksud menghasilkan setiap sasaran hasil kinerja pembangunan.

Keterlambatan penyerapan anggaran dijadikan sebagai salah satu tolok ukur

dalam menilai kinerja suatu organisasi. Penyerapan anggaran yang rendah

menunjukkan adanya permasalahan yang serius di kalangan pengguna anggaran,

yang selalu saja terulang setiap tahun, khususnya persoalan di pemerintah pusat dan

pemerintah daerah. Oleh karena itu, perencanaan dan pelaksanaan anggaran

merupakan implemetasi dari perencanaan anggaran yang telah disusun. Kedua hal

tersebut mempengaruhi tingkat penyerapan anggaran

Perencanaan anggaran merupakan faktor penting di tingkat pemerintah daerah,

dan dapat memperparah semua kesulitan lainnya dalam penyerapan anggaran

(Ministry of Finance, Planning and Economic Development of Uganda, 2011).

Sebagaimana hasil laporan Diroktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (2013) bahwa

56
besar kecilnya tingkat penyerapan belanja daerah dalam mendanai belanja publik

sangat dipengaruhi oleh perencanaan anggaran.

Penelitian yang dilakukan oleh Priatno (2013) menyimpulkan bahwa faktor

perencanaan memiliki pengaruh signifikan terhadap penyerapan anggaran satuan

kerja dan penelitian yang dilakukan oleh perencanaan yang baik sangat diperlukan

agar dalam pelaksanaan proram kegiatan yang telah disusun tidak menemui hambatan

sehingga penyerapan anggaran berjalan tepat waktu. Dengan demikian, dapat diduga

bahwa penyerapan anggaran dipengaruhi oleh faktor perencanaan. Hal ini sejalan

dengan penelitian Ledy dkk (2012) yang menyatakan bahwa perencanaan anggaran

berpengaruh terhadap penyerapan anggaran. Hasil ini juga didukung dengan

penelitian Sudastri (2016) yang menyatakan bahwa perencanaan anggaran

berpengaruh signifikan terhadap penyerapan anggaran dimana semakin tidak baik

perencanaan anggaran yang dilakukan oleh aparat pemerintahan maka semakin

rendah pula tingkat penyerapan anggaran.

Berdasarkan uraian di atas maka hipotesis dalam penelitian ini adalah:

H1 : Perencanaan anggaran berpengaruh terhadap penyerapan anggaran

2.6.2 Pengaruh Pengadaan Barang dan Jasa Terhadap Penyerapan Anggaran

Dalam kegiatan pembeliaan barang dan jasa pemerintah diperlukan penyusunan

dokumen pengadaan. Dalam penyusunan dokumen pengadaan barang dan jasa

terdapat beberapa urgensi penyusunan dokumen pemilihan penyedia seperti menjadi

dasar dalam pelaksanaan dalam pelelangan sampai pelaksanaan kontrak, kesalahan

dokumen yang dapat berakibat fatal dan belum adanya standar dokumen yang berlaku

57
secara nasional. Terdapat ketentuan pedoman penyusunan dokumen pengadaan yaitu

Keppres No. 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa

Pemerintah.

Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) nomor 70 tahun

2012 dan perubahannya menjadi Perpres No. 04 tahun 2015 dan Perpres No.16 Tahun

2018 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah sebagai upaya mempercepat

pelayanan dalam proses pengadaan barang dan jasa. Perpres tersebut memberikan

mandat pengadaan barang dan jasa dengan menggunakan E-Procurement (E-Proc),

yaitu proses pengadaan barang dan jasa secara online yang merupakan salah satu

jalan untuk mempercepat penyerapan anggaran. Proses pengadaan barang dan jasa

pemerintah sebelum diberlakukan E-Proc memerlukan waktu yang cukup lama dari

pengumuman pengadaan hingga pengumuman pemenang lelang, sehingga menjadi

salah satu penyebab terlambatnya daya serap anggaran

Pada penelitian (Gagola et al., 2016), dinyatakan bahwa kegagalan target

penyerapan anggaran tentang pengadaan barang jasa yang dilakukan oleh Pemerintah

(agent) akan berdampak pada hilangnya manfaat belanja karena ternyata tidak semua

dana yang telah dialokasikan dapat dimanfaatkan, yang berarti adanya uang

menganggur (idle money). Maka dampak dari keterlambatan ini menyebabkan

keterlambatan atas manfaat yang akan diterima dan dinikmati oleh masyarakat

sebagai pemberi amanah (principal). Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian

yang dilakukan oleh Alimuddin (2018) dan Rifka (2018).

Berdasarkan uraian di atas maka hipotesis dalam penelitian ini adalah:

58
H2 : Pengadaan Barang dan Jasa berpengaruh terhadap penyerapan

anggaran

2.6.3 Pengaruh Kualitas Sumber Daya Manusia Terhadap Penyerapan

Anggaran

Salah satu faktor utama yang menentukan baik atau tidak jalannya roda

pemerintahan ini adalah sumber daya manusia. Hal ini terlihat dari bagaimana

manusia sebagai tenaga kerja menggunakan potensi fisik dan psikis yang ia miliki

secara maksimal dalam mencapai tujuan organisasi (lembaga). Pemerintah serta

struktur dibawahnya sebaiknya mampu mewujudkan impian masyarakat melalui

pembangunan daerah, karena pemerintah yang memiliki jabatan dan kuasa sebagai

pengelola keuangan memilki peran penting guna perwujudan harapan masyarakat.

Setiap organisasi, private atau publik perlu membangun Sumber Daya Manusia

(SDM) yang profesional dan berkualitas. SDM yang berkualitas akan menjadi

keuanggulan tersendiri dalam sebuah organisasi sekaligus sebagai pendukung daya

saing organisasi dalam era globalisasi dan mengadapi lingkungan kerja serta kondisi

sosial masyarakat yang mengalami perubahan yang dinamis. Tidak terkecuali bagi

setiap OPD dalam melakukan setiap program kerja terutama dalam hal penyusunan

anggaran. Apalagi dengan adanya regulasi sebagai pedoman dalam bekerja sangat

diperlukan kualitas pegawai untuk memahami dan mengambil keputusan (Putri,

2014).

Menurut Thoha (2001), manusia adalah aktor utama dalam setiap organisasi

yang memiliki karakteristik seperti kemampuan, kepercayaan pribadi, pengharapan,

59
kebutuhan, dan pengalaman. Komponen karakteristik inilah yang kemudian

membentuk perilaku pegawai. Selanjutnya organisasi merupakan suatu wadah untuk

mencapai tujuan dan manusialah yang akan membawa organisasi tersebut untuk

mencapai tujuan. Senada dengan pendapat Thoha, menurut Halim (2014: 19) kualitas

sumber daya manusia merupakan faktor yang menyebabkan rendahnya penyerapan

anggaran. Salah satunya terlihat dalam proses pengadaan barang dan jasa, diaman

keterbatasan SDM dalam melakukan pelelangan. Akibatnya proses pelelanganpun

terganggu karena harus mengikuti ketersediaan waktu panitia lelang. Hasil penelitian

Mutmainna & Muhammad Iqbal (2017) yang mengatakan bahwa kualitas SDM

berpengaruh terhadap penyerapan anggaran.

Berdasarkan uraian di atas maka hipotesis dalam penelitian ini adalah:

H3 : Kualitas Sumber Daya Manusia berpengaruh terhadap penyerapan

anggaran

2.6.4 Pengaruh Administrasi Terhadap Penyerapan Anggaran

Administrasi dapat dikatakan sebagai suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan

oleh sekelompok orang dalam bentuk kerjasama untuk mencapai tujuan. Dari

pernyataan tersebut dapat dipahami bahwa administrasi menjadi salah satu bagian

dari proses pembangunan, karena kegiatan yang dilakukan tersebut memilki pengaruh

yang besar terhadap pembangunan daerah yang disusun dalam sistem pemerintahan.

Jika bagian administrasi dapat menjalankan tugasnya dengan baik, maka hasli dari

proses dalam pencapaian tujuan pun dapat tercapai.

60
Administrasi juga dapat dikatakan sebagai penyusunan dan pencatatan data dan

informasi secara sistematis baik internal maupun eksternal dengan maksud

menyediakan keterangan. Administrasi dapat diartikan sebagai suatu rangkaian

kegiatan yang dilakukan oleh sekelompok orang dalam bentuk kerjasama untuk

mencapai tujuan. Dari pernyataan tersebut dapat dipahami bahwa administrasi

menjadi salah satu bagian dari proses pembangunan, karena kegiatan yang dilakukan

tersebut memilki pengaruh yang besar terhadap pembangunan daerah yang disusun

dalam sistem pemerintahan. Jika bagian administrasi dapat menjalankan tugasnya

dengan baik, maka hasli dari proses dalam pencapaian tujuan pun dapat tercapai.

Administrasi juga dapat dikatakan sebagai penyusunan dan pencatatan data dan

informasi secara sistematis baik internal maupun eksternal dengan maksud

menyediakan keterangan.

Penelitian yang dilakukan Penelitian yang dilakukan (Tofani, 2020) dan

(Bandiyono, 2019) menyatakan bahwa administrasi mempengaruhi penyerapan

anggaran.

Berdasarkan uraian di atas maka hipotesis dalam penelitian ini adalah:

H4 : Administrasi berpengaruh terhadap Penyerapan Anggaran

61
Berdasarkan uraian di atas, maka model penelitian seperti terlihat pada Gambar

2.2 berikut ini.

Perencanaan H1
Anggaran H5

Pengadaan Barang H2
dan Jasa H6 Penyerapan
Anggaran

Kualitas Barang dan H3 H7


Jasa

H4 H8
Administrasi
Regulasi

Gambar 2.2 Model Penelitian

62
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Pendekatan Penelitian

Pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif, karena

penelitian ini disajikan dengan angka-angka. Penelitian kuantitatif adalah pendekatan

penelitian yang banyak dituntut menguakan angka, mulai dari pengumpulan data,

penafsiran terhadap data tersebut, serta penampilan hasilnya. Dalam suatu penelitian

seorang peneliti harus menggunakan metode penelitian yang tepat. Hal ini dimaksud

agar peneliti dapat memperoleh gambaran yang jelas mengenai masalah yang

dihadapi serta langkah-langkah yang akan digunakan dalam mengatasi masalah

tersebut. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif asosiatif atau

menggunakan teknik korelasional.

3.2. Lokasi Penelitian

Lokasi pada penelitian ini adalah OPD di Kabupaten Bengkalis. Alasan

peneliti melakukan penelitian ini pada lokasi tersebut adalah Kabupaten Bengkalis

termasuk kabupaten yang ada di Provinsi Riau yang merupakan kabupaten dengan

pendapatan yang tertinggi di Provinsi Riau.

63
3.3 Populasi dan Sampel

Dalam sebuah penelitian yang baik, objek penelitian haruslah jelas dan tidak

terlalu luas sehingga hasil yang diperoleh lebih baik, untuk itu penentuan populasi,

sampel dan teknik penyampelan merupakan kriteria teknis yang perlu dipenuhi.

Populasi mengacu pada keseluruhan kelompok orang, kejadian atau hal-hal menarik

yang ingin peneliti investigasi. Menurut Sekaran (2014: 53) populasi adalah

kelompok orang, kejadian atau hal-hal menarik dimana peneliti ingin membuat opini

(berdasarkan statistik sampel), sementara sampel adalah merupakan bagian dari

populasi. Kerangka pengambilan sampel merupakan representasi (fisik) dari semua

elemen dalam populasi dimana sampel tersebut diambil. Peneliti dapat meneliti

seluruh elemen populasi (disebut dengan sensus) ataupun meneliti sebagian dari

elemen-elemen populasi (disebut dengan penelitian sampel).

Populasi dalam penelitian ini adalah para pejabat atau pegawai yang terlibat

dalam pengelolaan keuangan daerah di Pemerintah Kabupaten Bengkalis pada 35

(tiga puluh lima) Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang terdiri dari: 1 (satu)

Sekretariat Daerah, 1 (satu) Sekretariat DPRD, 1 (satu) Inspektorat, 1 (satu) Satuan

Polisi Pamong Praja, 1 (satu) Rumah Sakit, 7 (tujuh) Badan dan 23 (dua puluh tiga)

Dinas, dimana pejabat atau pegawai yang akan diberikan kuesioner sebanyak 3 (tiga)

orang yaitu: (1) Kepala OPD selaku pengguna anggaran/barang dan sebagai

pelaksana tugas, pokok dan fungsi OPD, (2) Pejabat Penatausahaan Keuangan (PPK)

OPD sebagai pejabat yang melakukan fungsi tata usaha keuangan dan (3) Bendahara

Pengeluaran OPD sebagai pelaksana tugas kebendaharaan dalam rangka pelaksanaan

anggaran belanja pada OPD, sehingga jumlah populasi dalam penelitian ini adalah

64
sebanyak 141 (seratus empat puluh satu) orang/responden. Adapun teknik

pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah menggunakan sampling jenuh atau

sensus yaitu teknik pengambilan sampel dimana semua anggota populasi dijadikan

sebagai sampel. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 3.1 sebagai berikut:

Tabel 3.1 Daftar Populasi dan Sampel


No Nama OPD Kabupaten Bengkalis Responden
1. Dinas Pendidikan 3
2. Dinas Kesehatan 3
3. Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Bengkalis 3
4. Rumah Sakit Umum Daerah Kecamatan Mandau 3
5. Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang 3
6. Dinas Perumahan, Pemukiman dan Pertanahan 3
7. Dinas Pemadam Kebakaran 3
8. Satuan Polisi Pamong Praja 3
9. Dinas Sosial 3
10. Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi 3
11. Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak 3
12. Dinas Ketahananan Pangan 3
13. Dinas Lingkungan Hidup 3
14. Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil 3
15. Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa 3
16. Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana 3
17. Dinas Perhubungan 3
18. Dinas Komunikasi, Informatika dan Statistik 3
19. Dinas Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah 3
20. Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu 3
21. Dinas Pariwisata, Kebudayaan, Kepemudaan dan Olahraga 3
22. Dinas Perpustakaan dan Kearsipan 3
23. Dinas Perikanan 3
24. Dinas Tanaman Pangan, Holtikultura dan Perternakan 3
25. Dinas Perkebunan 3
26. Dinas Perdagangan dan Perindustrian 3
27. Inspektorat 3
28. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah 3
29. Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah 3
30. Badan Pendapatan Daerah 3
31. Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan 3
32. Badan Penelitian dan Pengembangan 3
33. Badan Penanggulangan Bencana Daerah 3
34. Badan Kesatuan Bangsa dan Politik 3
35. Sekretariat DPRD 3
36. Kecamatan Bengkalis 3
37. Kecamatan Mandau 3

65
38. Kecamatan Bukit Batu 3
39. Kecamatan Rupat 3
40. Kecamatan Bantan 3
41. Kecamatan Pinggir 3
42. Kecamatan Siak Kecil 3
43. Kecamatan Rupat Utara 3
44. Kecamatan Bandar Laksamana 3
45. Kecamatan Talang Muandau 3
46. Kecamatan Bathin Sholapan 3
47. Sekretariat Daerah 3
Jumlah 141
Sumber : http://bengkaliskab.go.id

3.3 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan adalah data kuantitatif. Data kuantitatif adalah jenis

data yang dapat diukur atau dihitung secara langsung, yang berupa informasi atau

penjelasan yang dinyatakan dengan bilangan atau berbentuk angka (Sugiyono, 2016).

Sumber data dalam penelitian ini adalah data primer, dimana data tersebut diperoleh

secara langsung dari responden itu sendiri. Adapun yang menjadi sumber data primer

dalam penelitian ini adalah kuesioner yang diisi oleh responden seluruh OPD

Kabupaten Bengkalis.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode

Angket (Kuesioner). Metode kuesioner adalah suatu pengumpulan data dengan

memberikan atau menyebarkan daftar pertanyaan atau pernyataan kepada responden

dengan harapan responden merespon daftar pertanyaan atau pernyataan tersebut.

66
Kuesioner yang dipakai di sini adalah model tertutup karena jawaban telah

disediakan.

Dalam pengukurannya, setiap responden diminta pendapatnya mengenai suatu

pernyataan, untuk memudahkan responden dalam menjawab kuesioner, dalam

penelitian ini diukur dengan skala likert, yaitu suatu skala yang digunakan untuk

mengukur sikap, pendapat, persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang

fenomena sosial. dengan penilaian sebagai berikut:

Tabel 3.2 Skor Penilaian Kuesioner


Jawaban Skor Penilaian
Sangat Setuju 5
Setuju 4
Netral 3
Tidak Setuju 2
Sangat Tidak Setuju 1
Sumber : Sugiyono (2016)

3.5 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

Definisi operasional merupakan suatu usaha untuk mendefinisikan variabel

yang telah diidentifikasi sehingga dapat dioperasionalkan, sementara variabel adalah

gejala yang bervariasi yang menjadi obyek penelitian. Variabel dalam penelitian ini

adalah variabel independen (X), variabel dependen (Y) dan variabel moderasi (Z)

Untuk memberikan gambaran yang jelas dan memudahkan dalam pelaksanaan

penelitian ini, maka perlu diberikan definisi operasional atas variabel-variabel yang

akan diteliti. Definisi operasional atas setiap variabel dalam penelitian ini dapat

dijelaskan sebagai berikut:

67
1. Varibel Dependen (Y)

Variabel Dependen atau variabel terikat adalah variabel yang menjadi perhatian

utama dalam sebuah pengamatan. Variabel dependen dijelaskan atau dipengaruhi

oleh variabel independen (Lubis, 2012:83). Adapun yang menjadi variabel dependen

dalam penelitian ini adalah keterlambatan penyerapan anggaran

Penyerapan anggaran merupakan proporsi anggaran satuan kerja yang telah

dicairkan atau direalisasikan dalam satu tahun anggaran (Noviwijaya dan Rohman,

2013). Indikator yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

2. Perbandingan realisasi anggaran dengan target penyerapan anggaran

3. Realisasi pertriwulan

4. Konsistensi dalam pelaksanaan program/kegiatan

5. Ketepatan waktu/ jadwal penyerapan setiap bulan

2. Varibel Independen (X)

Variabel Independen atau variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi

perubahan dalam variabel dependen dan mempunyai hubungan yang positif maupun

negatif bagi variabel dependen lainnya (Lubis, 2012 : 83). Variabel independen yang

digunakan dalam penelitian ini adalah: Perencanaan (X1), Pengadaan barang dan jasa

(X2), kualitas SDM (X3) dan administrasi (X4).Untuk lebih jelasnya masing-masing

variabel independen akan dijelaskan sebagai berikut :

68
1. Perencanaan Anggaran

Merupakan pernyataanmengenai estimasi kinerja yang hendak dicapai selama

periode waktu tertentu yang dinyatakan dalam ukuran finansial (Mardiasmo,

2009). Indikator yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Partisipasi

b. Akurasi data

c. Pengesahan APBD

d. Pendekatan dan instrument dalam penyusunan anggaran

e. Perencanaan dan kebutuhan

f. Revisi atau perubahan

2. Pengadaan Barang dan Jasa

Pengadaan barang dan jasa pemerintah adalah kegiatan untuk memperoleh

barang/jasa yang prosesnya dimulai dari identifikasi kebutuhan hingga

diselesaikannya seluruh kegiatan untuk memperoleh barang/jasa pemerintah,

(Perpres No.70 tahun 2012). Disisi lain, Pengadaan barang dan jasa pemerintah

adalah semua fungsi yang berhubungan untuk memperoleh barang/jasa atau

konstruksi/layanan yang prosesnya melalui deskripsi persyaratan, seleksi,

pemberian kontrak dan hingga semua tahapan dalam administrasi kontrak. (Thai,

2001) Variabel Pengadaan barang dan jasa (X3) diukur dengan menggunakan 3

indikator yang dirujuk dari penelitian Juliani dan Sholihin (2016). Indikator

Pengadaan barang dan jasa dijabarkan dalam poin kuesioner Pengadaan barang

dan jasa yang terdiri dari:

69
a. Efisiensi dan efektivitas pengadaan,

b. Akuntabilitas pengadaan dan

c. Pemahaman peraturan pengadaan barang dan jasa.

3. Kualitas Sumber Daya Manusia

Merupakan sumberdaya yang memiliki akal, perasaaan, keinginan kemampuan,

keterampilan, pengetahuan, dorongan daya dan karya (rasio, rasa dan karsa) serta

memiliki pengaruh terhadap pencapaian tujuan organisasi (Sutrisno, 2014).

Indikator yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Kemampuan

b. Pengetahuan

c. Pengalaman

d. Keterampilan

e. Pelatihan

f. Pendidikan

4. Administrasi

Kegiatan ketatausahaan yang meliputi kegiatan cata-mencatat, suratmenyurat,

pembukuan dan pengarsipan surat serta hal-hal lainnya yang dimaksudkan untuk

menyediakan informasi serta mempermudah memperoleh informasi kembali jika

dibutuhkan. Indikator yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Penentuan Akun

b. Pemahaman terhadap peraturan dalam penatausahaan keuangan.

c. Waktu penyusunan dan penelaahan anggaran

70
3. Varibel Moderasi (Z)

Variabel moderasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah: regulasi (Z),

Regulasi adalah ketentuan yang harus dijalankan dan dipatuhi dalam proses

pengelolaan organisasi, baik pada organisasi pemerintah pusat, pemerintah daerah

(Bastian, 2010:33). Variabel regulasi (Z) diukur dengan menggunakan 3 indikator

yang dijelaskan pada penelitian Bastian (2010). Indikator regulasi dijabarkan dalam

poin kuesioner regulasi yang terdiri dari:

a. Tumpang tindih regulasi,

b. Kurangnya sosialisasi regulasi

c. Ketidakadaan regulasi yang mengatur.

Tabel 3.3 Defenisi Operasional Variabel dan Pengukuran Variabel Penelitian

Variabel Definisi Operasional Indikator Skala


Penelitian Penelitian
Penyerapan Proporsi anggaran a. Perbandingan Ordinal
Anggaran (Y) satuan kerja yang realisasi anggaran
telah dicairkan atau dengan target
direalisasikan dalam penyerapan anggaran
satu tahun nggaran b. Realisasi pertriwulan
(Noviwijaya dan c. Konsistensi dalam
Rohman, 2013). pelaksanaan
program/kegiatan
d. Ketepatan waktu/
jadwal penyerapan
setiap bulan
Perencanaan Pernyataan mengenai a. Partisipasi Ordinal
(X1) estimasi kinerja yang b. Akurasi data
hendak dicapai selama c. Pengesahan APBD
periode waktu tertentu d. Pendekatan dan
yang dinyatakan instrument dalam
dalam ukuran penyusunan
finansial (Mardiasmo, anggaran
2009). e. Perencanaan dan

71
kebutuhan
f. Revisi atau
perubahan
Pengadaan Semua fungsi yang a. Efisiensi dan Ordinal
Barang dan berhubungan efektivitas
Jasa (X2) untuk memperoleh b. Akuntabilitas
barang/jasa atau z Kesesuaian
konstruksi/layanan peratura
yang prosesnya
melalui deskripsi
persyaratan, seleksi,
pemberian kontrak
dan hingga semua
tahapan dalam
administrasi kontrak.
(Thai, 2001)
Kualitas Sumberdaya yang a. Kemampuan Ordinal
Sumber Daya memiliki akal, b. Pengetahuan
Manusia (X3) perasaaan, keinginan c. Pengalaman
kemampuan, d. Keterampilan
keterampilan, e. Pelatihan
pengetahuan, f. Pendidikan
dorongan daya dan
karya (rasio, rasa dan
karsa) serta memiliki
pengaruh terhadap
pencapaian tujuan
organisasi (Sutrisno,
2014).

Administrasi Kegiatan a. Penentuan Akun Ordinal


(X4) ketatausahaan yang b. Pemahaman terhadap
meliputi kegiatan catat peraturan dalam
mencatat, surat penatausahaan
menyurat, pembukuan keuangan.
dan pengarsipan surat c. Waktu penyusunan
serta hal-hal lainnya dan penelaahan
yang dimaksudkan anggaran

72
untuk menyediakan
informasi serta
mempermudah
memperoleh informasi
kembali jika
dibutuhkan (Siagian,
2002).
Regulasi (Z) Ketentuan yang harus a. Tumpang tindih Ordinal
dijalankan dan regulasi,
dipatuhi dalam proses b. Kurangnya sosialisasi
pengelolaan regulasi
organisasi, baik pada c. Ketidakadaan regulasi
organisasi pemerintah yang mengatur
pusat, pemerintah
daerah (Bastian, 2010)

3.6 Teknik Analisis Data

3.6.1 Analisis Statistik Deskriptif

Ferdinand (2006) menyatakan bahwa analisis deskriptif digunakan untuk

memberikan gambaran tentang suatu data, seperti rata-rata (mean), jumlah (sum),

simpangan baku (standard deviation), varian (variance), rentang (range), nilai

maksimum dan nilai minimum dan sebagainya. Menganalisis secara deskriptif juga

menggunakan kuantitatif dari persepsi dari para responden. Dalam penelitian ini

kuesioner menggunakan skala likert yang terdiri dari sangat setuju, setuju, netral,

tidak setuju dan sangat tidak setuju.

Disamping secara deskriptif juga menggunakan analisis data secara

kuantitatif, yaitu analisis dengan cara mengumpulkan, mengelompokkan dan

mentabulasi data. Data diperoleh dari hasil penyebaran kuesioner dalam bentuk tabel

kemudian menghubungkannya dengan teori-teori yang relevan dengan penelitian ini.

Selanjutnya penulis menarik kesimpulan. Untuk menganalisis data secara kuantitatif

73
maka penuls akan menggunakan teknik analisis data secara statistik menggunakan

SPSS (Statistical Program For Social Science). Dalam pengambilan keputusan

interprestasi mean deskriptif dari masing-masing variabel yang diteliti, penulis

menggunakan pedoman dari Ghozali (2013) sebagai berikut:

Tabel 3.3. Penilaian Interprestasi Mean Variabel Penelitian

Nilai Mean Interprestasi


1, 00-1, 79 Sangat Tidak Baik
1, 80-2, 59 Tidak Baik
2, 60-3, 39 Kurang Baik
3, 40-4, 19 Baik
4, 20-5, 00 Sangat Baik
Sumber: Ghozali (2013)

3.6.2 .Uji Validitas dan Reliabilitas

Ghozali (2008) mengatakan bahwa uji validitas digunakan untuk menguji

sah atau valid tidaknya suatu kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan valid jika

pernyataan pada kuesioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur

oleh kuesioner tersebut. Pengujian validitas dilakukan dengan teknik korelasi Product

Moment Person, yaitu cara melakukan korelasi antar skor masing-masing variabel

dengan skor totalnya. Suatu variabel atau pernyataan dikatakan valid jika koefisien

korelasi atau r hitung < r tabel.

Reliabilitas adalah derajat ketepatan, ketelitian atau keakuratan yang

ditunjukkan oleh instrumen pengukuran. Uji reliabilitas dimaksudkan untuk

menunjukkan sejauh mana suatu pengukuran dapat dipercaya atau diandalkan. Uji

74
reliabilitas didasarkan pada nilai Cronbach Alpha, bila Cronbach Alpha lebih besar

dari 0, 6, maka hal ini menunjukkan instrumen tersebut dapat dikatakan reliabel.

3.6.3 Uji Asumsi Klasik

Sebelum dilakukan analisis regresi, terlebih dulu dilakukan uji asumsi klasik

yang meliputi:

1. Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk menguji apakah data dalam model regresi

variabel dependen dan variabel independennya mempunyai distribusi normal atau

tidak. Model regresi yang baik jika memiliki distribusi data normal atau mendekati

normal. Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel

pengganggu atau residual mempunyai distribusi normal. Pengujian ini dilakukan

dengan melihat penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal dari grafik atau dengan

melihat histogram dari residualnya (Ghozali, 2013).

Ghozali (2013) lebih lanjut menyatakan pengujian normalitas dengan

multivariat dengan melihat nilai kritis z-score kemencengan (Skeweness-Kurtosis)

sebaran data setiap variabel. Bila rasio Skeweness-Kurtosis berada diantara -2 s/d +2,

maka data dapat dikatakan normal (Ghozali, 2013). Pengambilan keputusan yang

dapat dilakukan adalah:

1. Jika data (titik) menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis

diagonal atau grafik histogramnya menunjukkan pola distribusi normal,

maka model regresi memenuhi asumsi normalitas.

75
2. Jika data (titik) menyebar jauh dari garis diagonal dan mengikuti arah garis

diagonal atau tidak mengikuti arah garis diagonal atau grafik hostogramnya

tidak menunjukkan pola distribusi normal, maka model regresi tidak

memenuhi asumsi normalitas.

Bila rasio skeweness-kurtosis belum berada diantara -2 s/d +2, maka terjadi

outlier (Ghozali, 2013) dan data outlier harus dikeluarkan. Untuk melihat terjadi

outlier dapat diketahui melalui casewase diagnistic atau chart observed value-

unstandardarized residual.

Untuk mengetahui apakah suatu model regresi memiliki permasalahan

normalitas dapat juga dilakukan dengan cara: analisis grafik, yaitu penarikan

kesimpulan berdasarkan analisis terhadap histogram dan normal probability plot.

Analisis grafik memiliki banyak kelemahan karena penarikan kesimpulannya hanya

berdasarkan pada pengamatan semata. Analisis ini bermanfaat pada awal analisis

saja, kemudian untuk lebih detailnya ditinjaklanjuti oleh analisis lain yang lebih

terukur.

Selain itu juga bisa dengan menggunakan teknik kolmogorov smirnov.

Kaidah yang digunakan untuk menguji normalitas yaitu skor Sig, yang ada pada hasil

penghitungan kolmogorov-smirnov. Apabila angka Sig. lebih besar atau sama dengan

0,05 maka data tersebut berdistribusi normal akan tetapi apabila kurang dari 0,05

maka data tersebut tidak berdistribusi normal.

76
2. Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam suatu model regresi

linier berganda terdapat korelasi residual pada periode t dengan residual periode t-1

(sebelumnya). Model regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari autokorelasi

(Ghozali, 2013)

Uji autokorelasi dimaksudkan untuk mengetahui ada atau tidaknya

autokorelasi antar variabel penelitian dengan melihat nilai Durbin Watson pada

output uji yang dibandingkan dengan nilai tabel signifikan 0, 05 jumlah data

penelitian serta variabel independen. Untuk menguji apakah terjadi autokorelasi

antar variabel yang diteliti, maka digunakan uji Durbin-Watson yaitu dengan cara

membandingkan nilai Durbin-Watson yang dihitung dengan Dl dan Du yang ada

dalam tabel dengan ketentuan sebagai berikut:

1) Dl < Dw hitung < Du = Tidak dapat disimpulkan

2) Dw hitung < Dl = Ada autokorelasi positif

3) Du < Dw hitung <4 – Du = Tidak ada autokorelasi

4) Dw hitung > 4 – Du = Ada autokorelasi negative

5) 4 – Dl < Dw hitung > 4 – Du = Tidak dapat disimpulkan

3. Uji Multikolinieritas

Multikolinearitas adalah korelasi linear yang sempurna atau eksak diantara

variabel penjelas yang dimasukkan kedalam model. Jika diantara variabel penjelas

ada yang memiliki korelasi tinggi, maka hal ini mengindikasikan adanya masalah

multikolinearitas.

77
Menurut Umar (2008) menyatakan beberapa cara untuk memeriksa

multikolinearitas yaitu:

1) Korelasi yang tinggi memberikan petunjuk adanya kolinearitas, tetapi tidak

sebaliknya yakni adanya kolinearitas mengakibatkan korelasi tinggi.

Kolinearitas dapat saja ada walaupun korelasi rendah.

2) Dianjurkan untuk melihat koefisien korelasi parsial. Bila R2 sangat tinggi

tetapi masing-masing r2 parsialnya rendah memberikan petunjukkan bahwa

variabel-variabel bebas mempunyai korelasi yang tinggi dan paling sedikit

satu diantaranya berlebihan. Tetapi dapat saja R2 tinggi dan masing-masing

r2 juga tinggi, sehingga tidak ada jaminan terjadinya multikolinearitas.

Ghozali (2008) menyatakan bahwa cara menguji adanya multikolinearitas

dilakukan tolerance value dan Variance Inflation fatcor (VIF) dengan rumus:

1
VIF=
Tolerance Value

Dimana: Batas tolerance value adalah 0, 1 dan batasVIF adalah 10, jika:

1) Tolerance Value > 0, 1 atau VIF < 10 : Tidak terjadi multikolinearitas

2) Tolerance Value < 0, 1 atau VIF > 10 : Terjadi multikolinearitas

4. Uji Heteroskedastisitas

Uji Heteroskedastisitas digunakan untuk menguji apakah dalam model

regresi, terjadi ketidaksamaan variance dari residual pengamatan ke pengamatan lain.

Pengujian gejala Heteroskedastisitas diakukan untuk mengetahui ada tidaknya

hubungan antara variabel pengganggu dengan variabel independennya. Jika terjadi

78
gejala Heteroskedastisitas pada gejala yang digunakan, berarti terjadi hubungan

antara variabel pengganggu dengan variabel independen, sehingga variabel

tergantung benar-benar hanya dijelaskan oleh variabel independen. Regresi yang baik

adalah yang homokedastisitas, dimana variance residual dari satu pengamatan ke

pengamatan lain adalah tetap.

Untuk menguji pendeteksian ada atau tidaknya Heteroskedastisitas dapat

dilakukan dengan menggunakan scatter plot, jika scatter plot menghasilkan titik-titik

yang tidak membentuk suatu pola dan menyebar diatas dan dibawah nol pada sumbu

Y, maka terjadi Heteroskedastisitas.

Uji Heteroskedastisitas digunakan untuk menguji apakah dalam model

regresi, terjadi ketidaksamaan variance dari residual pengamatan ke pengamatan lain.

Pengujian gejala Heteroskedastisitas dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya

hubungan anatar variabel pengganggu dengan variabel independennya. Jika terjadi

gejala Heteroskedastisitas pada gejala yang digunakan, berarti terjadi hubungan

antara variabel pengganggu dengan variabel independen, sehingga variabel

tergantung benar-benar hanya dijelaskan oleh variabel independen. Regresi yang baik

adalah yang homokedastisitas, dimana variance residual dari satu pengamatan ke

pengamatan lain adalah tetap.

3.6.4 Uji Regresi

Model dan teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

pendekatan regresi linier berganda dan uji variabel moderasi dengan Moderated

Regression Analysis (MRA). Model regresi ini merupakan sebuah model bersyarat

79
yaitu model dimana satu atau beberapa variabel independen mempengaruhi satu

variabel dependen, dengan syarat pengaruhnya akan menjadi lebih kuat atau menjadi

lebih lemah bila variabel yang lain tampil sebagai variabel moderasi. Pengaruh ini

muncul dalam bentuk menguatkan, atau menetralisir pengaruh atau bahkan

melemahkan (Ferdinan, 2016). Analisis regresi berganda dilakukan setelah melalui

uji kualitas instrumen penelitian, uji normalitas data dan uji asumsi klasik. Model

analisis regresi linier berganda dalam penelitian ini dinyatakan dalam model

persamaan berikut:

Y = β0 + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 +e

Model analisis regresi dengan moderasi dalam penelitian ini dinyatakan

dalam model persamaan berikut:

Y = β0 + β1X1 + β2Z + β3X1Z + e

Y = β0 + β1X2 + β2Z + β3X2Z + e

Y = β0 + β1X3+ β2Z + β3X3Z + e

Y = β0 + β1X4+ β2Z + β4X3Z + e

Dimana :

Y : Penyerapan Anggaran

β0 : Konstanta

β1, β2, β3 : Koefisien regresi

X1 : Perencanaan Anggaran

X2 : Pengadaan barang dan Jasa

X3 : Kualitas Sumber Daya Manusia

X4 : Administrasi

80
e : Error

X1Z : Interaksi antara X1 dan Z

X2Z : Interaksi antara X2 dan Z

X3Z : Interaksi antara X3 dan Z

X4Z : Interaksi antara X4 dan Z

e : Error

3.6.5 Pengujian Hipotesis

1. Uji-t

Uji hipotesis dalam penelitian dengan menggunakan uji t. Menurut Ghozali

(2011:301) Uji t bertujuan untuk menguji seberapa jauh pengaruh satu variabel

independen secara individual dalam menerangkan variabel dependen. Untuk dapat

mengetahui apakah ada pengaruh yang signifikan dari variabel masing-masing

independen, maka dibandingkan antara nilai thitung dengan ttabel serta

membandingkan nilai signifikan t dengan level of significant (α). Adapun kriteria

pengujian hipotesis adalah sebagai berikut:

a. Apabila t hitung < dari t tabel dan nilai sig > α (0,05), maka H0 diterima dan

Ha ditolak artinya tidak berpengaruh.

b. Apabila t hitung > t tabel dan nilai sig < α (0,05), maka H0 ditolak dan Ha

diterima, artinya berpengaruh.

81
2. Koefisien Determinasi

Pengujian koefisien determinasi R-Square (R2) digunakan untuk R2 mengukur

seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen.

Koefisien determinasi berkisar antara 0 (nol) sampai dengan 1 (satu). Apabila nilai R-

Square (R2) semakin kecil atau mendekati nol menunjukkan bahwa kemampuan

variabel-variabel independen dalam menjelaskan variabel dependen sangat

terbatas/rendah, bila R-Square (R2) semakin besar mendekati 1 (satu) menunjukkan

bahwa variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang

dibutuhkan untuk memprediksi variasi dependen (Ghozali, 2013).

82
DAFTAR PUSTAKA

Abdul H, T. (2014). Akuntansi, Transparansi, dan Akuntabilitas. Keuangan Publik.


Yogyakarta: BPFE UGM.

Abdullah S & Halim, A. (2006). “Studi atas Belanja Modal pada Anggaran
Pemerintah Daerah dalam Hubungannya dengan Belanja Pemeliharaan dan
Sumber Pendapatan studi pada Kabupaten dan Kota Provinsi Sumatera”. Jurnal
Akuntansi Pemerintah. Vol. 2 No 2.Nov. 2006.

Adrianus Dwi Siswanto dan Sri Lestari Rahayu. 2012. Faktor-Faktor Penyebab
Rendahnya Penyerapan Belanja Kemen-terian/Lembaga TA 2010.
http//kemenkeu.go.id.

Ahmad, Yani. 2002. Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan. Daerah Di


Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Bandiyono, A., & Utami, W. (2019). Determinants of Governmental Budget


Performance in Indonesia : Case Study at Ministry of Finance. Religación.
Revista De Ciencias Sociales Y Humanidades, 4(15), 172–183.
https://www.neliti.com/publications/331677/determinants-of-governmental-
budget-performance-in-indonesia-case-study-at-minis
Bastian, Indra,,. 2010. Akuntansi Sektor Publik Suatu Pengantar Edisi Ketiga.
Penerbit. Erlangga :Jakarta.

Darise, Nurlan. 2007. Pengelolaan Keuangan Daerah. Edisi 1. INDEKS,. Jakarta.

Desika Widianingrum. 2017. Faktor-faktor yang mempe-ngaruhi penyerapan


Anggaran satuan kerja perangkat daerah di Pemerintah Kabupaten
Situbondo.BISMA. Vol 11 No 2 (2017) ISSN 2623 0879.

Dhiannita Oktaviani. 2018. Analisis keterlambatan penyerapan anggaran belanja


modal (studi pada Pemerintah Kabupaten Sleman). electorik Thesis dan
Dissertations (ETD). UGM.

Elypaz Donald Rerung, Herman Karamoy & Winston Pontoh.2017. Faktor-Faktor


Yang Mempengaruhi Penyerapan Anggaran Belanja Pemerintah Daerah: Proses
Penga-daan Barang/ Jasa di Kabu-paten Bolaang Mongondow Selatan. Jurnal
Riset Akuntansi dan Auditing "GOODWILL. Vol 8, No 1 (2017)

83
Gagola, L., Sondakh, J., & Warongan, J. (2017). Analisis Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Penyerapan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah (Apbd)
Pemerintah Kabupaten Kepulauan Talaud. Jurnal Riset Akuntansi Dan Auditing
“Goodwill,” 8(1), 108–117. https://doi.org/10.35800/jjs.v8i1.15330

Ghozali, I (2013). Aplikasi Analisis Multivariatif dengan Program IBM SPSS 21


Update PLS Regresi, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.

Halim, A (2012). Akuntansi Sektor Publik Akuntansi Keuangan Daerah. Edisi 4.


Penerbit Salemba Empat. Jakarta.

Halim, A dan Iqbal. M (2012). Bunga Rampai Manajemen Keuangan Daerah, Edisi
Ketiga. Jogjakarta : Penerbit UPP AMP YKPN.

Harahap, S. A. S., Taufik, T., & Nurazlina. (2020). Pengaruh perencanaan anggaran,
Pelaksanaan anggaran, Pencatatan administrasi dan Kompetensi sumber daya
manusia terhadap tingkat penyerapan anggaran (studi empiris pada OPD Kota
Dumai). Jurnal Akuntansi Keuangan Dan Bisnis, 13(1), 1–10.
http://jurnal.pcr.ac.id/index.php/jakb/
Hendris Herriyanto. 2012. Faktor-faktor yang mempe-ngaruhi keterlambatan
penyerapan anggaran belanja pada Satuan Kementerian Lembaga di wilayah
Jakarta. Tesis. Universitas Indonesia.

Iqbal, M. (2018). the Effect of Budget Planning and Human Resource Competence on
Budget Absorption With Organizational Commitment As Moderator.
Mardiasmo., 2009, Akuntansi Sektor Publik, Yogyakarta: ANDI

Moleong, Lexy J. .2010., Metodologi penelitian kualitatif, Remaja Rosdakarya,


Jakarta.

Mulyadi. 2010. Sistem Akuntansi, Edisi ke-3, Cetakan ke-5. Penerbit Salemba.
Empat, Jakarta.

Nugroho, R., & Alfarisi, S. (2017). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Melonjaknya


Penyerapan Anggaran Quartal IV Instansi Pemerintah (Studi pada Badan
Pendidikan dan Pelatihan Keuangan). Jurnal BPPK, 1(1), 22–37.
https://jurnal.bppk.kemenkeu.go.id/jurnalbppk/article/view/23/95
Rahmawati, R. (2020). Analisis Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Penyerapan
Anggaran Belanja Pada Pemerintah Kota Cimahi. Indonesian Accounting
Research Journal, 1(1), 180–189.

84
Salamah, S. (2018). Strategi Penyerapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD) Pemerintah Provindi Jawa Tengah. Economics Development Analysis
Journal, 7(1), 45–52. http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/edaj
Sanjaya, T. (2018). Pengaruh Regulasi Keuangan Daerah, Politik Anggaran Dan
Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Terhadap Penyerapan Anggaran Pada OPD
Provinsi Sumatera Barat. Akuntansi, 2(4), 2–9.
Tofani, M. I., Hasan, A., & Nasrizal. (2020). Analysis of the Factors That Affects the
Budget Absorption in the Riau and. Bilancia: Jirnal Ilmiah Akuntansi, 4(2),
165–182.
Ulandari, V., Akram, A., & Santoso, B. (2021). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Penyerapan Anggaran Belanja pada Satuan Kerja Perangkat Daerah Dengan
Administrasi Sebagai Pemoderasi. E-Jurnal Akuntansi, 31(6), 1577.
https://doi.org/10.24843/eja.2021.v31.i06.p18
Widianingrum, D., Kustono, A. S., & Suryaningsih, I. B. (2017). Faktor-Faktor Yang
Memengaruhi Penyerapan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah Di
Pemerintah Kabupaten Situbondo. Bisma, 11(2), 194.
https://doi.org/10.19184/bisma.v11i2.6314

85

You might also like