Professional Documents
Culture Documents
Peran Tentara Nasional Indonesia Pasca Orde Baru
Peran Tentara Nasional Indonesia Pasca Orde Baru
Makalah ini dibuat dan diajukan untuk memenuhi tugas kelompok pada mata
kuliah “Militer dan Politik” sebagai nilai ujian tengah semester genap.
Dosen Pengampu :
Disusun Oleh :
Puji dan syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberikan kesehatan jasmani dan rohani, rahmat, hidayah, dan inayah-Nya
kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini.
Penyusunan makalah ini untuk memenuhi tugas ujian tengah semester genap
pada Mata Kuliah Militer dan Politik dengan dosen pengampu Yakop Tasik, S.IP.,
M.KP.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu, kami mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan
kritik yang membangun dari berbagai pihak.
Akhirnya kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
bagi perkembangan dunia pendidikan.
ii
DAFTAR ISI
JUDUL
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
ABRI menjadi organisasi milik negara yang memiliki kompetensi paling
besar dibandingkan organisasi-organisasi lainnya seperti Birokrasi, BUMN,
lembaga-lembaga negara, Golkar atau partai politik lainnya. Secara
keorganisasian dan teknologi, ABRI merupakan organisasi yang paling solid
dan kuat dibandingkan dengan organisasi lain. Posisi ini menjadikan kalangan
militer merasa lebih mampu dan berhak untuk ikut mempertahankan negara
dengan memasuki berbagai posisi strategis dalam struktur kenegaraan melalui
jalur kekaryaan.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimanakah hubungan militer dan politik di Indonesia pasca orde baru?
2. Bagaimanakah peran dan pengaruh militer khususnya TNI pasca orde
baru?
2
3. Bagaimanakah profesionalisme militer pasca orde baru?
4. Bagaimanakah hubungan sipil-militer pasca orde baru?
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui bagaimana hubungan militer dan politik di Indonesia
pasca orde baru.
2. Untuk mengetahui bagaimana peran dan pengaruh militer khususnya TNI
pasca orde baru.
3. Untuk mengetahui bagaimana profesionalisme militer pasca orde baru?
4. Untuk mengetahui bagaimana hubungan sipil-militer pasca orde baru?
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
mana kedua persyaratan tersebut menunjukkan bahwa ia telah menjadi warga
negara sipil, yakni ia harus menanggalkan status dinas aktif sebagai anggota
TNI aktif maksudnya adalah memilih mengajukan pensiun dini seperti
dilakukan oleh Agus Harimurti Yudhoyono yang mengundurkan diri untuk
maju sebagai calon gubernur DKI Jakarta pada 2016 lalu, dan seorang anggota
TNI yang sudah purna tugasnya (seorang purnawirawan).
5
Dengan demikian, tanpa bermaksud menegasikan perubahan-perubahan
kearah positif yang sudah dicapai sejauh ini, paradigma baru TNI
sesungguhnya belum mengubah secara total dan signifikan posisi, budaya dan
postur TNI dalam lanskap kepolitikan negara-bangsa pasca Orde Baru. Seperti
disimpulkan Kusnanto Anggoro, bahwa dengan paradigma barunya itu TNI
sesungguhnya masih tetap berada dalam ruang konservatisme menyangkut
kepercayaan pada supremasi sipil dalam pengelolaan negara.
Ketika Habibie turun dan digantikan oleh Gus Dur. Pada masa Gus Dur,
kebijakan terhadap TNI berbeda dengan masa Soeharto, dimana Gusdur
melakukan intervensi dalam melakukan pengangkatan pejabat-pejabat militer
6
di lingkungan TNI AD. Di sinilah mulai muncul ketidaksenangan TNI terhadap
pemerintahan Gus Dur. Hubungan yang tidak sehat antara sipil dan militer pada
masa pemerintahan Gus Dur terjadi lantaran peranan militer dalam perpolitikan
di Indonesia disingkirkan, dan lebih jauh lagi hal itu terjadi karena Gus Dur
mengintervensi kepentingan TNI.
Berikut beberapa kebijakan Presiden Abdurrahman Wahid terhadap
eksistensi Militer di Indonesia :
1. Pemisahan TNI-Polri dengan dikeluarkannya Keppres No 89 tahun
2000, yang ditegaskan dengan ketetapan MPR/VI/2000 tentang
pemisahan TNI-Polri;
2. Penghapusan Badan Koordinasi Bantuan Pemantapan Stabilitas
Nasional (Bakortanas) dan Penelitian Khusus (Litsus), melalui
dikeluarkannya Keppres No. 38 tahun 2000 Perubahan Kementrian
Pertahanan dan Keamanan (Menhankam) menjadi Kementrian
Pertahanan (Menhan) dengan sipil sebagai menteri pertahanan;
3. Melakukan rotasi kepemimpinan tertinggi TNI (Panglima TNI) dari
biasanya dipegang oleh Angkatan Darat kemudian Angkatan Laut dan
selanjutnya Angkatan Udara.
4. Dicopotnya Jendral TNI Wiranto dari jabatannya sebagai
Menkopolkam, karena dianggap terlibat dalam pelanggaran HAM di
Timor-Timur pasca referendum.
5. Rotasi perwira tinggi seperti dilakukannya pergantian posisi Panglima
Komando Cadangan Strategi Angkatan Darat (Pangkostrad).
7
MPR/DPR dihapus. Jabatan menteri, gubernur, dan bupati tidak ada lagi dari
kalangan militer. Keluarnya fraksi TNI/POLRI setelah 6 pemilu 2004, dan
sejak 2004 institusi TNI dan POLRI meninggalkan panggung politik di MPR,
DPR, dan DPRD Provinsi, Kabupaten, dan Kota. Hal lain dalam reformasi TNI
dengan disahkannya RUU TNI menjadi Undang-Undang No.34/2004 tentang
Tentara nasional Indonesia pada 30 September 2004.
Berbagai ancaman terjadi dalam masa pemerintahan Megawati sehingga
meningkatkan dependensi sipil terhadap militer, Megawati melibatkan militer
secara besar dalam penanganan konflik di daerah. Dilihat dari kebijakan
megawati yang khusus kepada militer,menitik beratkan pada teori Huntington
yang mengarah ke Subjective Civilian Control (Kontrol Sipil Subyektif)
dimana sipil pada masa pemerintahan Megawati lebih banyak meminta
dukungan kepada militer dengan berbagai alasan yang sudah di kemukakan di
atas. Megawati di awal ingin menjalin kerjasama antara sipil dengan militer
yang baik, namun ternyata hal ini di jadikan kesempatan bagi militer dalam
membentuk sebuah kekuatan politik mereka sesuai dengan sejarah masa lalu
militer itu sendiri.
Dalam pemerintahan SBY hubungan sipil-militer pada masa ini lebih
mengarah kebentuk yang ideal, dengan sipil sebagai pemegang kendali.
Supremasi sipil yang dilakukan dalam menjaga hubungan keharmonisan antara
sipil dan militer, hal ini sangat disesuaikan dengan pokok-pokok pemikiran
SBY yang dikenal sebagai tentara Reformis dengan menegakkan nilai-nilai
profesionalisme Tentara. Langkah SBY dalam menjaga hubungan sipil-militer
dengan profesionalitas militer tidak terlepas dari penempatan kepada orang-
orang yang memiliki kapabilitas dalam pemahaman sipil dan militer. Seperti
Prof. Dr. Juwono Sudarsono sebagai Mentri Pertahanan mendapat mandat dari
Presiden Yudhoyono untuk melakukan dua hal, yakni menjaga netralitras TNI
dan penertiban sistematis mengenai pengadaan Alutsista di Departemen
Pertahanan.
Keberhasilan pemerintahan Yudhoyono dalam membatasi peran militer
dalam politik terhadap hubungan sipil-militer disebabkan oleh pendekatan
8
control sipil obyektif (objective civilian control) menurut Huntington. Dengan
rekam jejak Yudhono sebagai penggerak reformasi internal dari tubuh TNI.
Tipikal militer pada masa Presiden Susilo Bambang Yudhono menurut Eric
A.Nodlinger lebih berkarakter sebagai pretorian moderator, yang mana
Presiden Susilo memiliki back up militer dan menjadikan militer mempunyai
batasan yang jelas dalam pemerintahan.
9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pasca jatuhnya rezim Soeharto, TNI melakukan reposisi dengan istilah
Paradigma Baru yang mengandung empat bentuk implementasi. Kekuatan
reposisi TNI berimplikasi pada tumbuhnya kekuatan-kekuatan baru seperti
partai politik, organisasi kemasyarakatan, maupun LSM yang dapat menopang
ketahanan nasional. Namun kekuatan-kekuatan tersebut belum cukup kuat
karena proses demokratisasi di Indonesia sendiri belum cukup dewasa.
Hal ini dibuktikan masih diterimanya tokoh-tokoh militer untuk masuk ke
ranah politik, walaupun bukan atas nama institusi. Di tingkat nasional mantan-
mantan tokoh militer yaitu mantan Presiden keenam SBY, Wiranto dan
Prabowo bahkan menjadi pembina partai politik. Masih banyaknya tokoh
militer yang diajak masuk ke dunia politik mencerminkan ketidakpercayaan
sipil terhadap kemampuannya sendiri.
B. Saran
Di Indonesia diperlukan adanya profesionalisme dalam militer, sehingga
militer mampu menjadi bagian dari proses konsolidasi demokrasi. Untuk itu,
diperlukan beberapa langkah konstruktif bagi penguatan profesionalisme
militer, seperti :
1. Komitmen sipil untuk menempatkan TNI sebagai kekuatan pertahanan
ansich (pada hakekatnya), sehingga militer tidak tertarik lagi ke dunia
politik.
2. Penuntasan masalah bisnis militer dengan diiringi peningkatan
kesejahteraan dan modernisasi peralatan pertahanan, sehingga militer
konsisten dengan profesionalismenya.
3. Perlakuan yang sama terhadap militer di depan hukum sehingga
muncul supremasi sipil yang kuat.
10
DAFTAR PUSTAKA
Buku/E-book
Diamond, Lary. 2001. Hubungan Sipil Militer dan Konsolidasi Demokrasi.
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Priyono dkk. 2005. Warisan Orde Baru. Jakarta: Institut Studi Arus Informasi
(ISAI).
Jurnal/E-Journal
Makhasuci dkk. 2017. Pergeseran Peranan Militer Masa Transisi Pemerintahan
Indonesia (1997-2000). Jurnal Online Mahasiswa Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan Universitas Riau Vol.4.
Yusuf, Muhammad. 2022. Implikasi Reposisi Militer Pasca Orde Baru Terhadap
Ketahanan Nasional. Journal Universitas Mataram Vol.16.