Professional Documents
Culture Documents
Dispepsia 2
Dispepsia 2
BAB II
KASUS 2
organik atau esensial seperti tukak peptik. Obat yang termasuk golongan ini
adalah simetidin, ranitidin, dan famotidin.
Proton pump inhibitor (PPI )
Golongan obat ini mengatur sekresi asam lambung pada stadium akhir
dari proses sekresi asam lambung. Obat-obat yang termasuk golongan PPI
adalah omeprazol, lansoprazol, dan pantoprazol.
Sitoprotektif
Prostaglandin sintetik seperti misoprostol (PGE1) dan enprostil
(PGE2) selain bersifat sitoprotektif juga menekan sekresi asam lambung oleh
sel parietal. Sukralfat berfungsi meningkatkan prostaglandin endogen, yang
selanjutnya memperbaiki mikrosirkulasi, meningkatkan produksi mucus dan
meningkatkan sekresi bikarbonat mukosa, serta membentuk lapisan protektif
(sile protective) yang bersenyawa dengan protein sekitar lesi mukosa saluran
cerna bagian atas.
Golongan prokinetik
Obat yang termasuk golongan ini yaitu sisaprid, domperidon, dan
metoklopramid. Golongan ini cukup efektif untuk mengobati dispepsia
fungsional dan refluks esofagitis dengan mencegah refluks dan memperbaiki
asam lambung.
Golongan anti depresan
Kadang kala juga dibutuhkan psikoterapi dan psikofarmaka (obat
antidepresi dan cemas) pada pasien dengan dispepsia fungsional, karena tidak
jarang keluhan yang muncul berhubungan dengan faktor kejiwaan seperti
cemas dan depresi. Contoh dari obat ini adalah golongan trisiclic
antidepressants (TCA) seperti amitriptilin.
Pengobatan untuk dispepsia fungsional masih belum jelas. Beberapa
pengobatan yang telah didukung oleh bukti ilmiah adalah pemberantasan
Helicobacter pylori, PPI, dan terapi psikologi. Pengobatan yang belum didukung
bukti : antasida, antispasmodik, bismuth, terapi diet, terapi herbal, antagonis
reseptor H2, misoprostol, golongan prokinetik, selective serotonin reuptake
inhibitor, sukralfat, dan antidepresan.
1. Diabetes Tipe I
Terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel
pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Glukosa yang berasal dari
makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah
dan menimbulkan hiperglikemia postprandial (sesudah makan). Jika konsentrasi
glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali
semua glukosa yang tersaring keluar akibatnya glukosa tersebut diekskresikan
dalam urin (glukosuria). Ekskresi ini akan disertai oleh pengeluaran cairan dan
elektrolit yang berlebihan, keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Pasien
mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsi).
2. Diabetes Tipe II
Resistensi insulin menyebabkan kemampuan insulin menurunkan kadar gula
darah menjadi tumpul. Akibatnya pankreas harus mensekresi insulin lebih
banyak untuk mengatasi kadar gula darah. Pada tahap awal ini,
kemungkinan individu tersebut akan mengalami gangguan toleransi glukosa,
tetapi belum memenuhi kriteria sebagai penyandang diabetes mellitus. Kondisi
resistensi insulin akan berlanjut dan semakin bertambah berat, sementara
pankreas tidak mampu lagi terus menerus meningkatkan kemampuan sekresi
insulin yang cukup untuk mengontrol gula darah. Peningkatan produksi glukosa
hati, penurunan pemakaian glukosa oleh otot dan lemak berperan atas
terjadinya hiperglikemia kronik saat puasa dan setelah makan. Akhirnya sekresi
insulin oleh beta sel pankreas akan menurun dan kenaikan kadar gula darah
semakin bertambah berat.
3. Diabetes Gestasional
Terjadi pada wanita yang tidak menderita diabetes sebelum
kehamilannya. Hiperglikemia terjadi selama kehamilan akibat sekresi hormon-
hormon plasenta. Sesudah melahirkan bayi, kadar glukosa darah pada wanita
yang menderita diabetes gestasional akan kembali normal. (Brunner & Suddarth,
2002).
maka penderita sering berkemih dalam jumlah yang banyak (poliuri). Akibat
poliuri maka penderita merasakan haus yang berlebihan sehingga banyak
minum (polidipsi).
Sejumlah besar kalori hilang ke dalam air kemih, penderita
mengalami penurunan berat badan. Untuk mengkompensasikan hal ini
penderita seringkali merasakan lapar yang luar biasa sehingga banyak
makan (polifagi). Dengan memahami proses terjadinya kelainan pada diabetes
melitus tersebut diatas, mudah sekali dimengerti bahwa pada penderita diabetes
melitus akan terjadi keluhan khas yaitu lemas, banyak makan, (polifagia) ,
tetapi berat badan menurun, sering buang air kecil (poliuria), haus dan banyak
minum (polidipsia). Penyandang diabetes melitus keluhannya sangat bervariasi,
dari tanpa keluhan sama sekali, sampai keluhan khas diabetes melitusseperti
tersebut diatas. Penyandang diabetes melitus sering pula datang dengan keluhan
akibat komplikasi seperti kebas, kesemutan akibat komplikasi saraf, gatal dan
keputihan akibat rentan infeksi jamur pada kulit dan daerah khusus, serta
adapula yang datang akibat luka yang lama sembuh tidak sembuh
(Sarwono, 2006).
b. Hiperglikemia
Hiperglikemia adalah keadaan dimana kadar gula darah melonjak secara
tiba-tiba. Keadaan ini dapat disebabkan antara lain oleh stress, infeksi, dan
konsumsi obat-obatan tertentu. Hiperglikemia ditandai dengan poliuria, polidipsia,
polifagia, kelelahan yang parah (fatigue), dan pandangan kabur. Apabila diketahui
dengan cepat, hiperglikemia dapat dicegah tidak menjadi parah. Hipergikemia
c. Komplikasi makrovaskular
3 jenis komplikasi makrovaskular yang umum berkembang pada penderita
diabetes adalah penyakit jantung koroner (coronary heart disease = CAD),
penyakit pembuluh darah otak, dan penyakit pembuluh darah perifer (peripheral
vascular disease = PVD). Walaupun komplikasi makrovaskular dapat juga terjadi
pada DM tipe 1, namun yang lebih sering merasakan komplikasi makrovaskular
ini adalah penderita DM tipe 2 yang umumnya menderita hipertensi, dislipidemia
dan atau kegemukan. Kombinasi dari penyakit-penyakit komplikasi
makrovaskular dikenal dengan berbagai nama, antara lain Syndrome X, Cardiac
Dysmetabolic Syndrome, Hyperinsulinemic Syndrome, atau Insulin Resistance
Syndrome. Karena penyakit-penyakit jantung sangat besar risikonya pada
penderita diabetes, maka pencegahan komplikasi terhadap jantung harus
dilakukan sangat penting dilakukan, termasuk pengendalian tekanan darah, kadar
kolesterol dan lipid darah. Penderita diabetes sebaiknya selalu menjaga tekanan
darahnya tidak lebih dari 130/80 mm Hg. Untuk itu penderita harus dengan sadar
mengatur gaya hidupnya, termasuk mengupayakan berat badan ideal, diet dengan
gizi seimbang, berolah raga secara teratur, tidak merokok, mengurangi stress dan
lain sebagainya.
d. Komplikasi mikrovaskular
Komplikasi mikrovaskular terutama terjadi pada penderita diabetes tipe 1.
Hiperglikemia yang persisten dan pembentukan protein yang terglikasi (termasuk
HbA1c) menyebabkan dinding pembuluh darah menjadi makin lemah dan rapuh
dan terjadi penyumbatan pada pembuluh-pembuluh darah kecil. Hal inilah yang
b. Olahraga
Berolah raga secara teratur dapat menurunkan dan menjaga kadar gula
darah tetap normal. Saat ini ada dokter olah raga yang dapat dimintakan
nasihatnya untuk mengatur jenis dan porsi olah raga yang sesuai untuk penderita
diabetes. Prinsipnya, tidak perlu olah raga berat, olah raga ringan asal dilakukan
secara teratur akan sangat bagus pengaruhnya bagi kesehatan.
Olahraga yang disarankan adalah yang bersifat CRIPE (Continuous,
Rhytmical, Interval, Progressive, Endurance Training). Sedapat mungkin
mencapai zona sasaran 75-85% denyut nadi maksimal (220-umur), disesuaikan
dengan kemampuan dan kondisi penderita. Beberapa contoh olahraga yang
disarankan, antara lain jalan atau lari pagi, bersepeda, berenang, dan lain
sebagainya. Olahraga aerobik ini paling tidak dilakukan selama total 30-40 menit
per hari didahului dengan pemanasan 5-10 menit dan diakhiri pendinginan antara
5-10 menit. Olah raga akan memperbanyak jumlah dan meningkatkan aktivitas
reseptor insulin dalam tubuh dan juga meningkatkan penggunaan glukosa.
c) Ceftriaxone
Komposisi : Seftriakson Na 1 g
Indikasi : infeksi karena bakteri gram positif dan bakteri gram negative
Kontra indikasi : neonatus dengan ikterus, hipoalbuminemia, asidosis
atau gangguan pengikatan bilirubin; pengobatan bersamaan dengan
kalsium pada anak; risiko pengendapan dalam urin dan paru-paru neonatus
(dan mungkin bayi dan anak-anak) (BNF)
Efek samping : Diare, nyeri, rash, thrombocytopenia, leukoenia (1-10%).
(Medscape)
Dosis : 1-2 g IV/IM dalam 2 dosis terbagi
Mekaisme kerja : menghambat sintesis dinding sel mikroba. Generasi ke
III sefalosporin yang bersifat bakterisidal dengan spektrum luas (memiliki
aktifitas terhadap bakteri gram negatif dan efikasi rendah terhadap bakteri
gram positif
d) Meropenem
Komposisi : Meropenem
Farmakologi : Antibiotik
Indikasi : Infeksi aerobik dan anaerobik Gram-positif dan Gram-negatif
Kontraindikasi : hipersensitif terhadap meropenem, pasien yang
mengalami reaksi anafilaksis terhadap beta laktam lain
Efek samping: mual, muntah, diare, nyeri perut, gangguan dalam tes
fungsi hati; sakit kepala; trombositemia.
Dosis : 500 mg setiap 8 jam
j) OBH sirup
Komposisi : Succus liquiritiae, amonium klorida, SASA
Indikasi : Batuk
k) Diazepam
Komposisi : Diazepam 5 mg/tab.
Indikasi : anti kecemasan, relaksasi otot dan diazepam memiliki efek
sedative
Efek samping : mengantuk, lemah otot, ataxia, depresi CNS
Kontraindikasi : hipersensitif terhadap golongan benzodiazepin
Dosis : diberikan dengan dosis 2 mg sehari 3 kali maksimum 30 mg sehari
digunakan untuk kecemasan parah. Sedangkan untuk terapi relaksasi otot
dengan dosis oral 2-15 mg.
l) Tiaryt
Komposisi : Amiodarone HCl
Farmakologi : Antiaritmia
Indikasi : Pengobatan aritmia terutama ketika obat lain tidak efektif atau
kontraindikasi. Dapat digunakan untuk supraventricular paroksismal,
takikardia nodal dan ventrikel, fibrilasi atrium dan flutter, dan fibrilasi
ventrikel.
Kontraindikasi : sinus bradikardia
Efek samping: mual, muntah
Dosis : Oral 200 mg 3 kali sehari selama 1 minggu dikurangi menjadi 200
mg dua kali sehari selama seminggu lebih lanjut; pemeliharaan, biasanya
200 mg sehari atau minimum yang diperlukan untuk mengontrol aritmia
m) Simarc
Komposisi : Warfarin Na 2 mg
Farmakologi : antikoagulan
Indikasi : profilaksis embolisasi pada penyakit jantung rematik dan
fibrilasi atrium; profilaksis dan pengobatan trombosis vena dan emboli
paru; serangan iskemik transien
Kontraindikasi : ulkus peptikum, hipertensi berat; gangguan ginjal
(hindari jika kreatinin kurang dari 10 mL / menit);
Efek samping: perdarahan; hipersensitivitas, ruam, alopecia, diare,
nekrosis kulit, sakit kuning, disfungsi hati; mual, muntah, dan pankreatitis
Dosis : Mulai 2-5 mg sehari selama 2 hari atau 5-10 mg setiap hari selama
1-2 hari. dosis pemeliharaan berkisar 2-10 mg sehari
n) Glurenorm (MIMS)
Komposisi : gliquidone 30 mg
Farmakologi : antidiabetes
Indikasi : untuk terapi diabetes mellitus tipe 2
Efek samping : gangguan gastrointestinal, rasa logam, rash pada kulit,
gatal-gatal, hipoglikemia, steven johnson syndrome, meningkatkan nafsu
makan.
Kontraindikasi : diabetes melitus tipe 1, ketoasidosis, infeksi parah,
trauma, kondisi parah lainnya, hipersensitif
Dosis : dosis awal peroral 15 mg sehari, dapat ditingkatkan sedikit demi
sedikit
Interaksi obat : ACE inhibitor
Efek samping : kentut, buang air besar lembek, diare (mungkin perlu
penyesuaian dosis), kram perut dan nyeri
Kontraindikasi : inflammatory bowel disease, hernia, operasi abdominal
sebelumnya
Dosis : dewasa >18tahun, dosis awal 50mg sehari dapat ditingkatkan
menjadi 50 mgs sehari 3 kali, jika perlu dapat ditingkatkan setelah 6 – 8
minggu menjadi 100 mg sehari 3 kali, maksimal 200 mg sehaari 3 kali.
Family History : NA
Social History : NA
2. SOAP Notes
2.1. Subjective
Muntah sejak 3 jam yang lalu sebanyak 2x berisi cairan+ ampas makanan.
Mual, demam naik turun, batuk dahak warna putih sejak pagi SMRS,
lemas.
No Kondisi 18/10 19/10 20/10 21/10 22/10 23/10
1. Mual + + + -
2. Muntah + + + -
3. Lemas + + + +
4. Batuk + +
5. Susah tidur +
2.2. Objective
Physical Examination
No Kondisi Klinik 18/10 19/10 20/10 21/10 22/10 23/10
1. Tekanan Darah 100/80 90/60 90/60 110/80 110/80 120/80
2. Suhu Tubuh (0C) 36,8 36 36 36 36 36
3. Nadi (x/min) 80 80 80 80 84 82
Laboratory Test
Parameter Lab Nilai Rujukan Satuan 18/10 19/10 20/10 21/10 22/10 23/10
Leukosit 5000-10000 /µl 22.600 9.000
Eritrosit 4,6-6,2 juta/µl 5,03 4,59
Hemoglobin 14-16 g/dl 12,5 11,7
Hematokrit 42-48 % 42 39
Trombosit 150000-450000 ribu/µl 307.000 270.000
Glukosa Darah 306 407; 212 155 231; 145 81; 380 291
Sewaktu
AST <35 u/l 14
ALT <41 u/l 14
Ureum 17-43 mg/dl 62
Kreatinin 0,9-1,3 mg/dl 1,2
Keton Darah -/ NEG
Natrium (Na) 134-146 mmol/L 126 143
Kalium (K) 3,4-4,5 mmol/L 3,5 4,3
Clorida (Cl) 96-108 mmol/L 105 106
HbA1C 4-6 % 12,6
Diagnosis Dokter :
Diagnosa masuk : Obs. Febris + leukositosis + DM hiperglikemia
Diagnosa utama : Dispepsia + DM
2. Leukositosis Meropenem 2x1 g Obat tidak diperlukan. Ceftriaxone 2x1 gram dilanjutkan dan Leukosit 5.000-
(20/10) Penggunaan meropenem tidak perlu diberikan. 10.000/µl
meropenem tidak
diperlukan karena Suhu tubuh 36,5-37,5°C
dilihat dari data lab
pasien tanggal 20/10
pk.12.21 nilai leukosit
telah turun menjadi
9000/µl dengan
penggunaan ceftriaxone
2x1g sebelumnya.
3. Dislipidemia - Kebutuhan obat yg Diberikan statin 1x10mg (pada malam Profil lipid:
bersifat sinergis tapi hari sebelum tidur) sebagai secondary LDL-C <70mg/dl
tidak diresepkan. prevention. TG <150mg/dl
HDL-C >40mgdl
Menurut ADA 2014 p.S38: Total cholesterol <200mg/dL
Terapi statin harus ditambahkan ke
terapi gaya hidup, terlepas dari tingkat
baseline lipid, untuk pasien diabetes:
Dengan CVD
Tanpa CVD, yang berusia >40 tahun
dan memiliki satu atau lebih faktor
risiko CVD lainnya (riwayat
keluarga CVD, hipertensi, merokok,
dislipidemia, atau albuminuria).
Pasien ini berumur 70 tahun(>40thn)
dan pasien memiliki riwayat
pembengkakan jantung sebelumnya dan
pada pemeriksaan EKG pasien
mengalami AF (Arterial Fibrilation)
4. Prevention - Kebutuhan obat yg Diberikan aspirin 1x 75mg sebagai CVD event CVD event
CVD event bersifat sinergis tapi secondary prevention CVD event. tidak terjadi
tidak diresepkan.
Menurut ADA 2014 p.S40:
Pertimbangkan terapi aspirin (75-
162 mg / hari) sebagai strategi
pencegahan primer pada pasien
2.5 Pembahasan
Tn.S berumur 70 tahun MRS pada tanggal 18 oktober 2014 pk.16.20
dengan keluhan muntah-muntah sejak 3 jam yang lalu. Muntah berisi
cairan+ampas makanan sebanyak 2x. Demam naik turun baru hari ini, mual dan
merasa lemas serta , batuk dahak berwarna putih sejak pagi SMRS. Pasien
mengkonsumsi paracetamol jam 11 tadi .Sebelumnya 1 minggu yang lalu diare
dan berobat di poli PD. Pasien memiliki riwayat DM sejak tahun 2007 dan rajin
berobat. Diagnosis masuk pasien yaitu: obs.febris, leukositosis dan DM
hiperlikemia. Pasien mendapat berbagai terapi saat dibangsal (dapat dilihat pada
tabel current medication history p.12). Pasien memiliki riwayat pernah dirawat 2x
di rumah sakit karena mual muntah dan pembengkakan jantung.
Pada saat awal MRS pasien mendapatkan terapi DM yaitu Novorapid 3x
24 unit dan Lantus 1x 20 unit. Dosis lantus diturunkan menjadi 1x10unit dan
untuk novorapid dilakukan slading scale yaitu: jika gula darah 150-200mg/dl
maka diberikan dosis novorapid 3x4 unit; Jika gula darah pasien 201-250mg/dl
diberikan novorapid 3x8 unit; dan jika gula darah pasien 251-300mg/dl diberikan
novorapid 3x12 unit. Pada saat penggunaan insulin tersebut gula darah pasien
turun menjadi 145mg/dl (terkontrol) pada tanggal 21/10. Namun pada tanggal
22/10 insulin novorapid dan lantus dihentikan dan diganti dengan Glurenorm 1x
30mg dan eclid 2x100mg. Setelah pergantian tersebut gula darah pasien pada
tanggal 23/10 naik menjadi 291mg/dl. Hal ini menunjukkan bahwa pergantian
tersebut malah tidak dapat mengkontrol gula dara pasien sehingga disarankan agar
pemberian insulin novorapid dan lantus tetap dilanjutkan, sedangkan glurenorm
dan eclid di hentikan. Selain itu juga mempertimbangkan nilai HbA1c pasien
yaitu 12,6% maka pasien memerlukan penurunan glukosa darah dengan cepat
sehingga lebih disarankan untuk pemakaian insulin. Menurut A consensus
statement of the American Diabetes Association and the European Association for
the Study of Diabetes, 2009 p.8 : ketika level glikemia tinggi (misal A1C ≥8,5%)
direkomendasikan pengobatan dengan kelas yang lebih tinggi dan efektivitas
penurunan gula darah yang lebih cepat atau terapi kombinasi dapat dimulai.
Mengingat umur pasien sudah 70tahun(lansia) sehingga perlu juga diberikan
konseling mengenai tanda-tanda hipoglikemia dan cara penanganannya karena
dikhawatirkan terjadinya hipoglikemia pada pasien lansia.
Hasil laboratorium pasien pada tanggal 18/10 leukosit pasien sebesar
22.600/µl. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan leukosit pada pasien.
Pasien mendapatkan terapi antibiotik ceftriaxone injeksi 2x1g pada tanggal 18/10
dan pada tanggal 2010 sore pasien diberikan injeksi meropenem 2x1g dan
ceftriaxone dihentikan. Pada tanggal 20/10 pk.12.21 hasil lab leukosit pasien yaitu
9.000/µl (Normal). Dari data tersebut seharusnya penggunaan meropenem tidak
diperlukan karena dengan penggunaan ceftriaxone sebelumnya manunjukkan nilai
leukosit pasien telah turun dan berada dalam rentang normal. Sehingga disarankan
seharusnya penggunaan ceftriaxone dilanjutkan dan meropenem tidak perlu
diberikan.
Pada tanggal 21/10 pasien mengeluhkan susah tidur sehingga pasiem
diresepkan diazepam 1x5mg agar pasien dapat tidur dengan nyenyak. Pasien juga
mengeluhkan batuk sehingga pasien diberikan OBH sirup untuk mengatasi batuk
yang dialami pasien. Pada tanggal 21/10 pasien dikonsulkan pada dokter spesialis
jantung dikarenakan hasil EKG pasien menunjukan AF NVR 100bpm (Artrial
Fibrilation Normal Ventrikular Response), kemudian pasien diberikan terapi
Tiaryt 1x200mg dan simarc 1x2mg.
Menurut ADA 2014 p.S38: Terapi statin harus ditambahkan ke terapi
gaya hidup, terlepas dari tingkat baseline lipid, untuk pasien diabetes: dengan
CVD; tanpa CVD, yang berusia >40 tahun dan memiliki satu atau lebih faktor
risiko CVD lainnya (riwayat keluarga CVD, hipertensi, merokok, dislipidemia,
2.6.2 Saran
1. Dilakukan modifikasi lifestyle untuk pasien dengan diabetes melitus
2. Penggunaan novorapid dan lantus diteruskan untuk mengontrol
glukusa darah
3. Diberikan terapi preventif CVD event yaitu simvastatin 1x10mg dan
aspirin 1x75mg
4. Dilakukan konseling tentang gejala-gejala dan penanganan
hipoglikemia kepada pasien