You are on page 1of 30

Laporan Praktek Kejra Profesi Apoteker

di Rumah Sakit Angkatan Laut Dr. Mintohardjo Jakarta

BAB II
KASUS 2

2.1 Tinjauan tentang Dispepsia


a. Definisi
Dispesia merupakan nyeri kronis atau berulang atau ketidaknyamanan
berpusat di perut bagian atas. Gejala klinis yang terdiri dari rasa tidak enak/sakit
di perut bagian atas yang menetap atau mengalami kekambuhan. Gejalanya
meliputi nyeri epigastrium, perasaan cepat kenyang (tidak dapat menyelesaikan
makanan dalam porsi yang normal), dan rasa penuh setelah makan (ISSN, 2005).
Dispepsia fungsional adalah bagian dari gangguan pencernaan fungsional
yang memiliki gejala umum gastrointestinal dan tidak ditemukan kelainan organik
berdasarkan pemeriksaan klinis, laboratorium, radiologi, dan endoskopi.
Kebanyakan pasien dengan keluhan dispepsia pada saat pemeriksaaan tidak
ditemukannya kelainan organik yang dapat menjelaskan keluhan tersebut (seperti
chronic peptic ulcer disease, gastrooesophageal reflux, malignancy).
b. Pengobatan
Antasida
Golongan ini mudah didapat dan murah. Antasida akan menetralisir
sekresi asam lambung. Antasida biasanya mengandung natrium bikarbonat,
Al(OH)3, Mg(OH)2, dan magnesium trisiklat. Pemberian antasida tidak dapat
dilakukan terus menerus, karena hanya bersifat simtomatis untuk mengurangi
nyeri. Magnesium trisiklat merupakan adsorben nontoksik, namun dalam
dosis besar akan menyebabkan diare karena terbentuk senyawa MgCl2.
Antikolinergik
Kerja obat ini tidak sepsifik, Obat yang agak selektif adalah
pirenzepin yang bekerja sebagai anti reseptor muskarinik yang dapat menekan
sekresi asam lambung sekitar 28% sampai 43%. Pirenzepin juga memiliki
efek sitoprotektif.
Antagonis resptor H2
Golongan obat ini banyak digunakan untuk mengobati dispepsia

Program Profesi Apoteker XLVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya 1


Laporan Praktek Kejra Profesi Apoteker
di Rumah Sakit Angkatan Laut Dr. Mintohardjo Jakarta

organik atau esensial seperti tukak peptik. Obat yang termasuk golongan ini
adalah simetidin, ranitidin, dan famotidin.
Proton pump inhibitor (PPI )
Golongan obat ini mengatur sekresi asam lambung pada stadium akhir
dari proses sekresi asam lambung. Obat-obat yang termasuk golongan PPI
adalah omeprazol, lansoprazol, dan pantoprazol.
Sitoprotektif
Prostaglandin sintetik seperti misoprostol (PGE1) dan enprostil
(PGE2) selain bersifat sitoprotektif juga menekan sekresi asam lambung oleh
sel parietal. Sukralfat berfungsi meningkatkan prostaglandin endogen, yang
selanjutnya memperbaiki mikrosirkulasi, meningkatkan produksi mucus dan
meningkatkan sekresi bikarbonat mukosa, serta membentuk lapisan protektif
(sile protective) yang bersenyawa dengan protein sekitar lesi mukosa saluran
cerna bagian atas.
Golongan prokinetik
Obat yang termasuk golongan ini yaitu sisaprid, domperidon, dan
metoklopramid. Golongan ini cukup efektif untuk mengobati dispepsia
fungsional dan refluks esofagitis dengan mencegah refluks dan memperbaiki
asam lambung.
Golongan anti depresan
Kadang kala juga dibutuhkan psikoterapi dan psikofarmaka (obat
antidepresi dan cemas) pada pasien dengan dispepsia fungsional, karena tidak
jarang keluhan yang muncul berhubungan dengan faktor kejiwaan seperti
cemas dan depresi. Contoh dari obat ini adalah golongan trisiclic
antidepressants (TCA) seperti amitriptilin.
Pengobatan untuk dispepsia fungsional masih belum jelas. Beberapa
pengobatan yang telah didukung oleh bukti ilmiah adalah pemberantasan
Helicobacter pylori, PPI, dan terapi psikologi. Pengobatan yang belum didukung
bukti : antasida, antispasmodik, bismuth, terapi diet, terapi herbal, antagonis
reseptor H2, misoprostol, golongan prokinetik, selective serotonin reuptake
inhibitor, sukralfat, dan antidepresan.

Program Profesi Apoteker XLVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya 2


Laporan Praktek Kejra Profesi Apoteker
di Rumah Sakit Angkatan Laut Dr. Mintohardjo Jakarta

2.2 Tinjuan tentang Diabetes Melitus


2.2.1 Definisi Diabetes Mellitus
Diabetes mellitus (DM) didefinisikan sebagai suatu penyakit atau
gangguan metabolisme kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengan
tingginya kadar gula darah disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat,
lipid dan protein sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi fungsi
insulin dapat disebabkan oleh gangguan atau defisiensi produksi insulin oleh sel-
sel beta Langerhans kelenjar pankreas, atau disebabkan oleh kurang responsifnya
sel-sel tubuh terhadap insulin (WHO, 1999).
WHO menyatakan Diabetes mellitus adalah keadaan hiperglikemia
kronis yang disebabkan oleh faktor lingkungan dan keturunan secara
bersama-sama, mempunyai karakteristik hyperglikemia kronis tidak dapat
disembuhkan tetapi dapat dikontrol dan menurut American Diabetes
Association (ADA) Diabetes mellitus merupakan penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja
insulin atau kedua-duanya.

2.2.2 Faktor-Faktor Penyebab Diabetes Mellitus


Faktor-faktor penyebab diabetes melitus antara lain genetika, faktor
keturunan memegang peranan penting pada kejadian penyakit ini. Apabila orang
tua menderita penyakit diabetes mellitus maka kemungkinan anak-anaknya
menderita diabetes mellitus lebih besar. Virus hepatitis B yang menyerang hati
dan merusak pankreas sehingga sel beta yang memproduksi insulin menjadi
rusak. Selain itu peradangan pada sel beta dapat menyebabkan sel tidak dapat
memproduksi insulin.
Faktor lain yang menjadi penyebab diabetes melitus yaitu gaya hidup,
orang yang kurang gerak badan, diet tinggi lemak dan rendah karbohidrat,
kegememukan dan kesalahan pola makan. Kelainan hormonal, hormon
insulin yang kurang jumlahnya atau tidak diproduksi.

Program Profesi Apoteker XLVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya 3


Laporan Praktek Kejra Profesi Apoteker
di Rumah Sakit Angkatan Laut Dr. Mintohardjo Jakarta

2.2.3 Klasifikasi Diabetes Mellitus


American Diabetes Assosiation (2005) dalam Aru Sudoyo
(2006) mengklasifikasikan diabetes mellitus menjadi :

1. Diabetes mellitus tipe 1


Dibagi dalam 2 subtipe yaitu autoimun, akibat disfungsi autoimun
dengan kerusakan sel-sel beta dan idiopatik tanpa bukti autoimun dan
tidak diketahui sumbernya.

2. Diabetes mellitus tipe 2


Bervariasi mulai yang predominan resisten insulin disertai defisinsi
insulin relatif sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama resisten
insulin.
DM Tipe 1 DM Tipe 2
Umunya masa kanak-
kanak dan remaja Pada usia tua, umumnya
Mula muncul
walaupun ada juga pada >40tahun
masa dewasa <40 tahun
Keadaan klinis saat
Berat Ringan
diagnosis
Kadar insulin darah Rendah, tak ada Cukup tinggi, normal
Berat badan Biasanya kurus Gemuk atau normal
Pengelolaan yang Terapi insulin, diet, Diet, olahraga,
disarankan olahraga hipoglikemik oral

3. Diabetes mellitus Gestasional


Faktor resiko terjadinya diabetes mellitus gestasional yaitu usia
tua,etnik, obesitas, multiparitas, riwayat keluarga, dan riwayat gestasional
terdahulu.Karena terjadi peningkatan sekresi beberapa hormone yang
mempunyai efek metabolic terhadap toleransi glukosa, maka kehamilan adalah
suatu keadaan diabetogenik.

Program Profesi Apoteker XLVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya 4


Laporan Praktek Kejra Profesi Apoteker
di Rumah Sakit Angkatan Laut Dr. Mintohardjo Jakarta

4. Diabetes mellitus tipe lain :


a. Defek genetik fungsi sel beta
b. Defek genetik kerja insulin : resisten insulin tipe A, leprechaunism,
sindrom rabson mandenhall, diabetes loproatrofik, dan lainnya.
c. Penyakit eksokrin pankreas : pankreastitis, trauma/pankreatektomi,
neoplasma, fibrosis kistik, hemokromatosis, pankreatopati fibro
kalkulus, dan lainnya.
d. Endokrinopati : akromegali, sindron cushing, feokromositoma,
hipertiroidisme somatostatinoma, aldosteronoma, dan lainnya.
e. Karena obat atau zat kimia : vacor, pentamidin, asam nikotinat,
glukokortikoid, hormon tiroid, diazoxic,agonis β adrenergic, tiazid,
dilantin, interferon alfa, dan lainnya.
f. Infeksi : rubella konginetal, dan lainnya.
g. Immunologi (jarang) : sindrom “stiff-man” , antibody antireseptor
insulin, dan lainnya.
h. Sindroma genetik lain : sindrom down, sindrom klinefilter, sindrom
turner, sindrom wolfram’s, ataksia friedriech’s, chorea Huntington,
sindrom Laurence/moon/biedl, distrofi miotonik,porfiria, sindrom
pradelwilli, dan lainnya (ADA, 2005)

2.2.4 Patofisiologi Diabetes Mellitus


Menurut Brunner & Sudddart (2002) patofisiologi terjadinya penyakit
diabetes mellitus tergantung kepada tipe diabetes yaitu :

1. Diabetes Tipe I
Terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel
pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Glukosa yang berasal dari
makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah
dan menimbulkan hiperglikemia postprandial (sesudah makan). Jika konsentrasi
glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali
semua glukosa yang tersaring keluar akibatnya glukosa tersebut diekskresikan

Program Profesi Apoteker XLVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya 5


Laporan Praktek Kejra Profesi Apoteker
di Rumah Sakit Angkatan Laut Dr. Mintohardjo Jakarta

dalam urin (glukosuria). Ekskresi ini akan disertai oleh pengeluaran cairan dan
elektrolit yang berlebihan, keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Pasien
mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsi).

2. Diabetes Tipe II
Resistensi insulin menyebabkan kemampuan insulin menurunkan kadar gula
darah menjadi tumpul. Akibatnya pankreas harus mensekresi insulin lebih
banyak untuk mengatasi kadar gula darah. Pada tahap awal ini,
kemungkinan individu tersebut akan mengalami gangguan toleransi glukosa,
tetapi belum memenuhi kriteria sebagai penyandang diabetes mellitus. Kondisi
resistensi insulin akan berlanjut dan semakin bertambah berat, sementara
pankreas tidak mampu lagi terus menerus meningkatkan kemampuan sekresi
insulin yang cukup untuk mengontrol gula darah. Peningkatan produksi glukosa
hati, penurunan pemakaian glukosa oleh otot dan lemak berperan atas
terjadinya hiperglikemia kronik saat puasa dan setelah makan. Akhirnya sekresi
insulin oleh beta sel pankreas akan menurun dan kenaikan kadar gula darah
semakin bertambah berat.

3. Diabetes Gestasional
Terjadi pada wanita yang tidak menderita diabetes sebelum
kehamilannya. Hiperglikemia terjadi selama kehamilan akibat sekresi hormon-
hormon plasenta. Sesudah melahirkan bayi, kadar glukosa darah pada wanita
yang menderita diabetes gestasional akan kembali normal. (Brunner & Suddarth,
2002).

2.2.5 Gejala Diabetes Mellitus


Gejala awalnya berhubungan dengan efek langsung dari kadar gula
darah yang tinggi.Jika kadar gula darah sampai diatas 160-180 mg/dL, maka
glukosa akan sampai ke air kemih. jika kadarnya lebih tinggi lagi, ginjal akan
membuang air tambahan untuk mengencerkan sejumlah besar glukosa yang
hilang. Karena ginjal menghasilkan air kemih dalam jumlah yang berlebihan,

Program Profesi Apoteker XLVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya 6


Laporan Praktek Kejra Profesi Apoteker
di Rumah Sakit Angkatan Laut Dr. Mintohardjo Jakarta

maka penderita sering berkemih dalam jumlah yang banyak (poliuri). Akibat
poliuri maka penderita merasakan haus yang berlebihan sehingga banyak
minum (polidipsi).
Sejumlah besar kalori hilang ke dalam air kemih, penderita
mengalami penurunan berat badan. Untuk mengkompensasikan hal ini
penderita seringkali merasakan lapar yang luar biasa sehingga banyak
makan (polifagi). Dengan memahami proses terjadinya kelainan pada diabetes
melitus tersebut diatas, mudah sekali dimengerti bahwa pada penderita diabetes
melitus akan terjadi keluhan khas yaitu lemas, banyak makan, (polifagia) ,
tetapi berat badan menurun, sering buang air kecil (poliuria), haus dan banyak
minum (polidipsia). Penyandang diabetes melitus keluhannya sangat bervariasi,
dari tanpa keluhan sama sekali, sampai keluhan khas diabetes melitusseperti
tersebut diatas. Penyandang diabetes melitus sering pula datang dengan keluhan
akibat komplikasi seperti kebas, kesemutan akibat komplikasi saraf, gatal dan
keputihan akibat rentan infeksi jamur pada kulit dan daerah khusus, serta
adapula yang datang akibat luka yang lama sembuh tidak sembuh
(Sarwono, 2006).

2.2.6 Diagnosis Diabetes Mellitus


Diagnosis klinis DM umumnya akan dipikirkan apabila ada keluhan khas
DM berupa poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak
dapat dijelaskan penyebabnya. Keluhan lain yang mungkin disampaikan penderita
antara lain badan terasa lemah, sering kesemutan, gatal-gatal, mata kabur,
disfungsi ereksi pada pria, dan pruritus vulvae pada wanita.
Apabila ada keluhan khas, hasil pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu
> 200 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. Hasil pemeriksaan
kadar glukosa darah puasa > 126 mg/dl juga dapat digunakan sebagai patokan
diagnosis DM.

Program Profesi Apoteker XLVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya 7


Laporan Praktek Kejra Profesi Apoteker
di Rumah Sakit Angkatan Laut Dr. Mintohardjo Jakarta

Glukosa Plasma 2 jam


Glukosa Plasma Puasa
setelah makan
Normal <100 mg/dl <140 mg/dl
Pra-diabetes 100 – 125 mg/dl -
IFG atau IGT - 140 – 199 mg/dl
Diabetes ≥126 mg/dl ≥200 mg/dl

Untuk kelompok tanpa keluhan khas, hasil pemeriksaan kadar glukosa


darah abnormal tinggi (hiperglikemia) satu kali saja tidak cukup kuat untuk
menegakkan diagnosis DM. Diperlukan konfirmasi atau pemastian lebih lanjut
dengan mendapatkan paling tidak satu kali lagi kadar gula darah sewaktu yang
abnormal tinggi (>200 mg/dL) pada hari lain, kadar glukosa darah puasa yang
abnormal tinggi (>126 mg/dL), atau dari hasil uji toleransi glukosa oral
didapatkan kadar glukosa darah paska pembebanan >200 mg/dL.

2.2.7 Komplikasi Diabetes Mellitus


a. Hipoglikemia
Sindrom hipoglikemia ditandai dengan gejala klinis penderita merasa
pusing, lemas, gemetar, pandangan berkunang-kunang, pitam (pandangan menjadi
gelap), keluar keringat dingin, detak jantung meningkat, sampai hilang kesadaran.
Apabila tidak segera ditolong dapat terjadi kerusakan otak dan akhirnya kematian.
Pada hipoglikemia, kadar glukosa plasma penderita kurang dari 50 mg/dl,
walaupun ada orang-orang tertentu yang sudah menunjukkan gejala hipoglikemia
pada kadar glukosa plasma di atas 50 mg/dl. Kadar glukosa darah yang terlalu
rendah menyebabkan sel-sel otak tidak mendapat pasokan energy sehingga tidak
dapat berfungsi bahkan dapat rusak.

b. Hiperglikemia
Hiperglikemia adalah keadaan dimana kadar gula darah melonjak secara
tiba-tiba. Keadaan ini dapat disebabkan antara lain oleh stress, infeksi, dan
konsumsi obat-obatan tertentu. Hiperglikemia ditandai dengan poliuria, polidipsia,
polifagia, kelelahan yang parah (fatigue), dan pandangan kabur. Apabila diketahui
dengan cepat, hiperglikemia dapat dicegah tidak menjadi parah. Hipergikemia

Program Profesi Apoteker XLVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya 8


Laporan Praktek Kejra Profesi Apoteker
di Rumah Sakit Angkatan Laut Dr. Mintohardjo Jakarta

dapat memperburuk gangguan-gangguan kesehatan seperti gastroparesis,


disfungsi ereksi, dan infeksi jamur pada vagina. Hiperglikemia yang berlangsung
lama dapat berkembang menjadi keadaan metabolisme yang berbahaya, antara
lain ketoasidosis diabetik (Diabetic Ketoacidosis = DKA) dan (HHS), yang
keduanya dapat berakibat fatal dan membawa kematian. Hiperglikemia dapat
dicegah dengan kontrol kadar gula darah yang ketat.

c. Komplikasi makrovaskular
3 jenis komplikasi makrovaskular yang umum berkembang pada penderita
diabetes adalah penyakit jantung koroner (coronary heart disease = CAD),
penyakit pembuluh darah otak, dan penyakit pembuluh darah perifer (peripheral
vascular disease = PVD). Walaupun komplikasi makrovaskular dapat juga terjadi
pada DM tipe 1, namun yang lebih sering merasakan komplikasi makrovaskular
ini adalah penderita DM tipe 2 yang umumnya menderita hipertensi, dislipidemia
dan atau kegemukan. Kombinasi dari penyakit-penyakit komplikasi
makrovaskular dikenal dengan berbagai nama, antara lain Syndrome X, Cardiac
Dysmetabolic Syndrome, Hyperinsulinemic Syndrome, atau Insulin Resistance
Syndrome. Karena penyakit-penyakit jantung sangat besar risikonya pada
penderita diabetes, maka pencegahan komplikasi terhadap jantung harus
dilakukan sangat penting dilakukan, termasuk pengendalian tekanan darah, kadar
kolesterol dan lipid darah. Penderita diabetes sebaiknya selalu menjaga tekanan
darahnya tidak lebih dari 130/80 mm Hg. Untuk itu penderita harus dengan sadar
mengatur gaya hidupnya, termasuk mengupayakan berat badan ideal, diet dengan
gizi seimbang, berolah raga secara teratur, tidak merokok, mengurangi stress dan
lain sebagainya.

d. Komplikasi mikrovaskular
Komplikasi mikrovaskular terutama terjadi pada penderita diabetes tipe 1.
Hiperglikemia yang persisten dan pembentukan protein yang terglikasi (termasuk
HbA1c) menyebabkan dinding pembuluh darah menjadi makin lemah dan rapuh
dan terjadi penyumbatan pada pembuluh-pembuluh darah kecil. Hal inilah yang

Program Profesi Apoteker XLVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya 9


Laporan Praktek Kejra Profesi Apoteker
di Rumah Sakit Angkatan Laut Dr. Mintohardjo Jakarta

mendorong timbulnya komplikasi-komplikasi mikrovaskuler, antara lain


retinopati, nefropati, dan neuropati. Disamping karena kondisi hiperglikemia,
ketiga komplikasi ini juga dipengaruhi oleh faktor genetik. Oleh sebab itu dapat
terjadi dua orang yang memiliki kondisi hiperglikemia yang sama, berbeda risiko
komplikasi mikrovaskularnya. Namun demikian prediktor terkuat untuk
perkembangan komplikasi mikrovaskular tetap lama (durasi) dan tingkat
keparahan diabetes.
Satu-satunya cara yang signifikan untuk mencegah atau memperlambat
jalan perkembangan komplikasi mikrovaskular adalah dengan pengendalian kadar
gula darah yang ketat. Pengendalian intensif dengan menggunakan suntikan
insulin multi-dosis atau dengan pompa insulin yang disertai dengan monitoring
kadar gula darah mandiri dapat menurunkan risiko timbulnya komplikasi
mikrovaskular sampai 60%.

2.2.8 Penatalaksanaan Diabetes Mellitus


Penatalaksanaan diabetes mempunyai tujuan akhir untuk menurunkan
morbiditas dan mortalitas DM, yang secara spesifik ditujukan untuk mencapai 2
target utama, yaitu:
1. Menjaga agar kadar glukosa plasma berada dalam kisaran normal
2. Mencegah atau meminimalkan kemungkinan terjadinya komplikasi diabetes.
The American Diabetes Association (ADA) merekomendasikan beberapa
parameter yang dapat digunakan untuk menilai keberhasilan penatalaksanaan
diabetes

Program Profesi Apoteker XLVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya 10


Laporan Praktek Kejra Profesi Apoteker
di Rumah Sakit Angkatan Laut Dr. Mintohardjo Jakarta

Terapi tanpa Obat


a. Pengaturan diet
Diet yang baik merupakan kunci keberhasilan penatalaksanaan diabetes.
Diet yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam
hal karbohidrat, protein dan lemak, sesuai dengan kecukupan gizi baik sebagai
berikut:
 Karbohidrat : 60-70%
 Protein : 10-15%
 Lemak : 20-25%
Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stres
akut dan kegiatan fisik, yang pada dasarnya ditujukan untuk mencapai dan
mempertahankan berat badan ideal.
Penurunan berat badan telah dibuktikan dapat mengurangi resistensi
insulin dan memperbaiki respons sel-sel β terhadap stimulus glukosa. Dalam salah
satu penelitian dilaporkan bahwa penurunan 5% berat badan dapat mengurangi
kadar HbA1c sebanyak 0,6% (HbA1c adalah salah satu parameter status DM),
dan setiap kilogram penurunan berat badan dihubungkan dengan 3-4 bulan
tambahan waktu harapan hidup.

Program Profesi Apoteker XLVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya 11


Laporan Praktek Kejra Profesi Apoteker
di Rumah Sakit Angkatan Laut Dr. Mintohardjo Jakarta

Selain jumlah kalori, pilihan jenis bahan makanan juga sebaiknya


diperhatikan. Masukan kolesterol tetap diperlukan, namun jangan melebihi 300mg
per hari. Sumber lemak diupayakan yang berasal dari bahan nabati, yang
mengandung lebih banyak asam lemak tak jenuh dibandingkan asam lemak jenuh.
Sebagai sumber protein sebaiknya diperoleh dari ikan, ayam (terutama daging
dada), tahu dan tempe, karena tidak banyak mengandung lemak. Masukan serat
sangat penting bagi penderita diabetes, diusahakan paling tidak 25 g per hari.
Disamping akan menolong menghambat penyerapan lemak, makanan berserat
yang tidak dapat dicerna oleh tubuh juga dapat membantu mengatasi rasa lapar
yang kerap dirasakan penderita DM tanpa risiko masukan kalori yang berlebih.
Disamping itu makanan sumber serat seperti sayur dan buah-buahan segar
umumnya kaya akan vitamin dan mineral.

b. Olahraga
Berolah raga secara teratur dapat menurunkan dan menjaga kadar gula
darah tetap normal. Saat ini ada dokter olah raga yang dapat dimintakan
nasihatnya untuk mengatur jenis dan porsi olah raga yang sesuai untuk penderita
diabetes. Prinsipnya, tidak perlu olah raga berat, olah raga ringan asal dilakukan
secara teratur akan sangat bagus pengaruhnya bagi kesehatan.
Olahraga yang disarankan adalah yang bersifat CRIPE (Continuous,
Rhytmical, Interval, Progressive, Endurance Training). Sedapat mungkin
mencapai zona sasaran 75-85% denyut nadi maksimal (220-umur), disesuaikan
dengan kemampuan dan kondisi penderita. Beberapa contoh olahraga yang
disarankan, antara lain jalan atau lari pagi, bersepeda, berenang, dan lain
sebagainya. Olahraga aerobik ini paling tidak dilakukan selama total 30-40 menit
per hari didahului dengan pemanasan 5-10 menit dan diakhiri pendinginan antara
5-10 menit. Olah raga akan memperbanyak jumlah dan meningkatkan aktivitas
reseptor insulin dalam tubuh dan juga meningkatkan penggunaan glukosa.

Program Profesi Apoteker XLVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya 12


Laporan Praktek Kejra Profesi Apoteker
di Rumah Sakit Angkatan Laut Dr. Mintohardjo Jakarta

Terapi Obat (ADA 2014)

Program Profesi Apoteker XLVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya 13


Laporan Praktek Kejra Profesi Apoteker
di Rumah Sakit Angkatan Laut Dr. Mintohardjo Jakarta

2.3 Tinjauan Tentang Terapi Obat


a) Infus Ringer Laktat
 Komposisi : tiap liter mengandung Na laktat 3,1 g, NaCl 6 g, KCl 0,3 g,
CaCl 0,2 g, air untuk injeksi ad 1000ml.
 Indikasi : untuk mengembalikan keseimbangan elektrolit pada dehidrasi
 Efek samping : reaksi-reaksi yang mungkin terjadi karena larutnya atau
cara pemberiannya, termasuk timbulnya panas, infeksi pada tempat
penyuntikan, thrombosis vena atau febitis yang meluas dari tempat
penyuntikan; bila terjadi reaksi efek samping, pemakaian harus dihentikan
dan lakukan evaluasi terhadap penderita.
 Kontraindikasi : hipernatrimia, kelainal ginjal, kerusakan sel hati,
asidosis laktat.
 Interaksi obat : preparat K dan Ca

b) Infus NaCl 3% (DIH 23 p 1914)


 Komposisi : 3% (hipertonis)
 Farmakologi : supplement elektrolit parenteral
 Indikasi : mengembalikan ion natrium pada pasien dengan asupan oral
terbatas (terutama pada saat hiponatremi atau low salt syndrome), sebagai
tambahan untuk terapi cairan parenteral.
 Efek samping : gagal jantung kongestif, hipotensi sementara (khususnya
pada pemberian untuk pasien dewasa dengan pemberian NaCl 23,4%)
 Kontraindikasi : hipersensitif terhadap NaCl atau komponen
formulasinya, hypertonic uterus, hypernatremia, retensi cairan
 Dosis : hiponetremi, pemberian IV untuk keadaan akut (<24 jam) atau
kronis (>48 jam), hiponatremi berat (<120 mEq/L) pada umumnya serum
natrium ditingkatkan 4-6 mEq/L dalam 24 jam untuk mengatasi gelaja
hiponatremi. Untuk mempertahankan kadar natrium secara IV 1-2
mEq/kg/24 jam, disesuaikan dengan kebutuhan individu pasien.

Program Profesi Apoteker XLVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya 14


Laporan Praktek Kejra Profesi Apoteker
di Rumah Sakit Angkatan Laut Dr. Mintohardjo Jakarta

c) Ceftriaxone
 Komposisi : Seftriakson Na 1 g
 Indikasi : infeksi karena bakteri gram positif dan bakteri gram negative
 Kontra indikasi : neonatus dengan ikterus, hipoalbuminemia, asidosis
atau gangguan pengikatan bilirubin; pengobatan bersamaan dengan
kalsium pada anak; risiko pengendapan dalam urin dan paru-paru neonatus
(dan mungkin bayi dan anak-anak) (BNF)
 Efek samping : Diare, nyeri, rash, thrombocytopenia, leukoenia (1-10%).
(Medscape)
 Dosis : 1-2 g IV/IM dalam 2 dosis terbagi
 Mekaisme kerja : menghambat sintesis dinding sel mikroba. Generasi ke
III sefalosporin yang bersifat bakterisidal dengan spektrum luas (memiliki
aktifitas terhadap bakteri gram negatif dan efikasi rendah terhadap bakteri
gram positif

d) Meropenem
 Komposisi : Meropenem
 Farmakologi : Antibiotik
 Indikasi : Infeksi aerobik dan anaerobik Gram-positif dan Gram-negatif
 Kontraindikasi : hipersensitif terhadap meropenem, pasien yang
mengalami reaksi anafilaksis terhadap beta laktam lain
 Efek samping: mual, muntah, diare, nyeri perut, gangguan dalam tes
fungsi hati; sakit kepala; trombositemia.
 Dosis : 500 mg setiap 8 jam

e) Ranitidine (DIH 23 p 1782)


 Komposisi : ranitidine 25mg/ml ( iso 47 p.436 ), 50 mg tiap 6-8 jam (DIH
17th ed.)
 Indikasi : mengobati tukak lambung akibat hiperekskresi asam lambung,
gastro eksofageal reflux disease dengan bekerja sebagai H2-antagonis

Program Profesi Apoteker XLVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya 15


Laporan Praktek Kejra Profesi Apoteker
di Rumah Sakit Angkatan Laut Dr. Mintohardjo Jakarta

 Farmakologi : antagonis histamine H2 (DIH 17)


 Kontraindikasi : hipersensitif teradap ranitidin
 Efek samping : brakikardia, AV block,cardiac arrest tetapi jarang terjadi;
sakit kepala (<3%); konstipasi (<1%)
 Interaksi obat : ketoconazole, digoxin, nimopidine, amiodarone,
ampicillin (Medscape)

f) Ondansetron ( BNF ed 61, p.254)


 Farmakologi : anti emetic
 Indikasi : untuk mual muntah karena kemoterapi, radioterapi, pasca terapi
 Dosis : sebagai pencegahan mual-muntah setelah operasi dapat diberikan
secara intra muscular atau injeksi IV pada infus 100 mcg/kg (maksimal
4mg); untuk terapi mual muntah setelah operasi diberikan secara im atau
injeksi infus lambat 4 mg.
 Efek samping : konstipasi, sakit kepala, rasa panas atau kemerahan pada
kepala dan epigastrium.

g) Novorapid ( BNF ed.61 p.422)


 Komposisi : insulin aspart
 Farmakologi : antidiabetes ; bekerja sebagai analog insulin dalam jangka
waktu pendek (MD 36 p.452).
 Indikasi : sebabgai terapi untuk diabetes mellitus
 Efek samping : hipoglikemia
 Kontraindikasi : pada pasien hipoglikemia
 Dosis : 0,5-1 IU/kgBB/hari
 Interaksi obat : MAOI, beta bloker non selektif, ACE inhibitor, salisilat,
alcohol, steroid anabolic, sulfonamide, kontrasepsi oral, tiazid,
glukokortikoid, hormone tiroid, simpatomimetik

Program Profesi Apoteker XLVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya 16


Laporan Praktek Kejra Profesi Apoteker
di Rumah Sakit Angkatan Laut Dr. Mintohardjo Jakarta

h) Lantus (MIMS 2014)


 Komposisi : insulin glargline
 Indikasi : untuk dewasa, remaja dan anak-anak ≥ 6thn dengan DM yang
memerlukan terapi insulin
 Kontraindikasi : hipersensitif
 Dosis : bersifat individual 1x/hari secara injeksi diberikan pada waktu
yang sama.
 Interaksi obat : Peningkatan efek penurunan gula darah jika digunakan
bersama antidiabetik oral, ACE inhibitor, disopiramid, fibrat, fluoksetin,
MAOI, pentoksifilin, propoksifen, salisilat, antibiotik sulfonamid. Efek
penurunan gula darah akan berkurang jika digunakan bersama
kortikosteroid, danazol, diazoksid, diuretik, glukagon, isoniazid, estrogen
& progestogen, derivat fenotiazin, somatropin, simpatomimetik, hormon
tiroid. β bloker, klonidin, garam litium atau alkohol dpt memperkuat atau
memperlemah efek penurunan gula darah. Pentamidin dpt menyebabkan
hipoglikemia, kadang diikuti dg hiperglikemia.

i) Paracetamol (DIH 23 p 28)


 Komposisi : paracetamol 500 mg.
 Farmakologi : analgesik, anti-piretik
 Indikasi : terapi nyeri ringan sampai sedang, terapi demam
 Kontraindikasi : hypersensitive terhadap paracetamol; penderita
gangguan fungsi hati
 Efek samping : kemerahan pada kulit, meningkatkan kadar klorida, asam
urat, glucose, anemia
 Dosis : 325-650 mg tiap 4-6 jam atau 1000mg 3-4 kali sehari, dosis untuk
pasien dengan klirens kreatinin < 10ml/menit : 325-650 mg tiap 8 jam
 Waktu pemberian : setelah makan.
 Mekanisme kerja : menghambat prostaglandin di CNS tetapi kurang
aktivitas anti inflamasi di perifer, mengurangi panas melalui aksi langsung

Program Profesi Apoteker XLVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya 17


Laporan Praktek Kejra Profesi Apoteker
di Rumah Sakit Angkatan Laut Dr. Mintohardjo Jakarta

pada hipotalamik dan regulasi pusat. (MIMS)

j) OBH sirup
 Komposisi : Succus liquiritiae, amonium klorida, SASA
 Indikasi : Batuk

k) Diazepam
 Komposisi : Diazepam 5 mg/tab.
 Indikasi : anti kecemasan, relaksasi otot dan diazepam memiliki efek
sedative
 Efek samping : mengantuk, lemah otot, ataxia, depresi CNS
 Kontraindikasi : hipersensitif terhadap golongan benzodiazepin
 Dosis : diberikan dengan dosis 2 mg sehari 3 kali maksimum 30 mg sehari
digunakan untuk kecemasan parah. Sedangkan untuk terapi relaksasi otot
dengan dosis oral 2-15 mg.

l) Tiaryt
 Komposisi : Amiodarone HCl
 Farmakologi : Antiaritmia
 Indikasi : Pengobatan aritmia terutama ketika obat lain tidak efektif atau
kontraindikasi. Dapat digunakan untuk supraventricular paroksismal,
takikardia nodal dan ventrikel, fibrilasi atrium dan flutter, dan fibrilasi
ventrikel.
 Kontraindikasi : sinus bradikardia
 Efek samping: mual, muntah
 Dosis : Oral 200 mg 3 kali sehari selama 1 minggu dikurangi menjadi 200
mg dua kali sehari selama seminggu lebih lanjut; pemeliharaan, biasanya
200 mg sehari atau minimum yang diperlukan untuk mengontrol aritmia

m) Simarc

Program Profesi Apoteker XLVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya 18


Laporan Praktek Kejra Profesi Apoteker
di Rumah Sakit Angkatan Laut Dr. Mintohardjo Jakarta

 Komposisi : Warfarin Na 2 mg
 Farmakologi : antikoagulan
 Indikasi : profilaksis embolisasi pada penyakit jantung rematik dan
fibrilasi atrium; profilaksis dan pengobatan trombosis vena dan emboli
paru; serangan iskemik transien
 Kontraindikasi : ulkus peptikum, hipertensi berat; gangguan ginjal
(hindari jika kreatinin kurang dari 10 mL / menit);
 Efek samping: perdarahan; hipersensitivitas, ruam, alopecia, diare,
nekrosis kulit, sakit kuning, disfungsi hati; mual, muntah, dan pankreatitis
 Dosis : Mulai 2-5 mg sehari selama 2 hari atau 5-10 mg setiap hari selama
1-2 hari. dosis pemeliharaan berkisar 2-10 mg sehari

n) Glurenorm (MIMS)
 Komposisi : gliquidone 30 mg
 Farmakologi : antidiabetes
 Indikasi : untuk terapi diabetes mellitus tipe 2
 Efek samping : gangguan gastrointestinal, rasa logam, rash pada kulit,
gatal-gatal, hipoglikemia, steven johnson syndrome, meningkatkan nafsu
makan.
 Kontraindikasi : diabetes melitus tipe 1, ketoasidosis, infeksi parah,
trauma, kondisi parah lainnya, hipersensitif
 Dosis : dosis awal peroral 15 mg sehari, dapat ditingkatkan sedikit demi
sedikit
 Interaksi obat : ACE inhibitor

o) Eclid (DIH 23 p 26)


 Komposisi : acarbose
 Farmakologi : antidiabetes
 Indikasi : untuk terapi diabetes mellitus yang sudah tidak dapat dikontrol
dengan diet.

Program Profesi Apoteker XLVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya 19


Laporan Praktek Kejra Profesi Apoteker
di Rumah Sakit Angkatan Laut Dr. Mintohardjo Jakarta

 Efek samping : kentut, buang air besar lembek, diare (mungkin perlu
penyesuaian dosis), kram perut dan nyeri
 Kontraindikasi : inflammatory bowel disease, hernia, operasi abdominal
sebelumnya
 Dosis : dewasa >18tahun, dosis awal 50mg sehari dapat ditingkatkan
menjadi 50 mgs sehari 3 kali, jika perlu dapat ditingkatkan setelah 6 – 8
minggu menjadi 100 mg sehari 3 kali, maksimal 200 mg sehaari 3 kali.

2.4 THE PATIENT CASE PRESENTATION (SOAP)


1. Patient’s Database
Tanggal Review : NA
Nomor registrasi/Tgl MRS : 00 56 85 / 18 Oktober 2014 (Pk.16.20)
Nama : Bapak S
Usia : 70 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Tinggi badan/ Berat Badan/ BMI : NA
Alamat : Al mubaroh I
Ruangan : P.Sangeang
Riwayat penyakit : DM (+); 2x dirawat karena mual muntah
dan pembengkakan jantung

Past Medical History : NA

Family History : NA

Social History : NA

Allergic History/Adverse Drug Reaction History :


Skin test Ceftriaaxone (-); meropenem (-)

Program Profesi Apoteker XLVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya 20


Laporan Praktek Kejra Profesi Apoteker
di Rumah Sakit Angkatan Laut Dr. Mintohardjo Jakarta

Current Medication History


Aturan Pemberian
No. Nama Obat Dosis
Pakai 18/10 19/10 20/10 21/10 22/10 23/10
1. Infus RL 14tpm     
2. Infus NaCl 3% 8tpm   STOP
3. Ceftriaxone 1 gram 2x1 iv   STOP
4. Meropenem (inj dlm   STOP
1 gram 2x1 iv 
drip NaCl 0.9 100cc)
5. Ranitidin 2x1 iv      
6. Ondansetron 1x1 iv      
7. Novorapid;Sliding scale:
150-200 → 4 unit  ↓3x12 unit  (Pagi)
24 unit 1x1 sc    STOP
201-250→ 8 unit
251-300 → 12 unit
8. Lantus   ↓1x10 
20 unit 3x1 sc unit STOP

9. Paracetamol 3x1 po (k/p) 
10. OBH sirup 3x C1 
11. Diazepam 5 mg 1x1 po 
12. Tyarid 200 mg 1x1 po  
13. Simarc 1x1 po 
2 mg 
0-0-1
14. Glurenorm 1x1 po 
30mg
1-0-0
15. Eclid 2x1 po
100mg  
0-1-1

Program Profesi Apoteker XLVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya 21


Laporan Praktek Kejra Profesi Apoteker
di Rumah Sakit Angkatan Laut Dr. Mintohardjo Jakarta

2. SOAP Notes
2.1. Subjective
Muntah sejak 3 jam yang lalu sebanyak 2x berisi cairan+ ampas makanan.
Mual, demam naik turun, batuk dahak warna putih sejak pagi SMRS,
lemas.
No Kondisi 18/10 19/10 20/10 21/10 22/10 23/10
1. Mual + + + -
2. Muntah + + + -
3. Lemas + + + +
4. Batuk + +
5. Susah tidur +

2.2. Objective
Physical Examination
No Kondisi Klinik 18/10 19/10 20/10 21/10 22/10 23/10
1. Tekanan Darah 100/80 90/60 90/60 110/80 110/80 120/80
2. Suhu Tubuh (0C) 36,8 36 36 36 36 36
3. Nadi (x/min) 80 80 80 80 84 82

Pemeriksaan EKG : AF NVR(Artrial Fibrilation Normal Ventricular


Response)

Program Profesi Apoteker XLVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya 22


Laporan Praktek Kejra Profesi Apoteker
di Rumah Sakit Angkatan Laut Dr. Mintohardjo Jakarta

Laboratory Test
Parameter Lab Nilai Rujukan Satuan 18/10 19/10 20/10 21/10 22/10 23/10
Leukosit 5000-10000 /µl 22.600 9.000
Eritrosit 4,6-6,2 juta/µl 5,03 4,59
Hemoglobin 14-16 g/dl 12,5 11,7
Hematokrit 42-48 % 42 39
Trombosit 150000-450000 ribu/µl 307.000 270.000
Glukosa Darah 306 407; 212 155 231; 145 81; 380 291
Sewaktu
AST <35 u/l 14
ALT <41 u/l 14
Ureum 17-43 mg/dl 62
Kreatinin 0,9-1,3 mg/dl 1,2
Keton Darah -/ NEG
Natrium (Na) 134-146 mmol/L 126 143
Kalium (K) 3,4-4,5 mmol/L 3,5 4,3
Clorida (Cl) 96-108 mmol/L 105 106
HbA1C 4-6 % 12,6

Program Profesi Apoteker XLVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya 23


Laporan Praktek Kejra Profesi Apoteker
di Rumah Sakit Angkatan Laut Dr. Mintohardjo Jakarta

Diagnosis Dokter :
 Diagnosa masuk : Obs. Febris + leukositosis + DM hiperglikemia
 Diagnosa utama : Dispepsia + DM

Further Information Required :


1. Obat-obat apa saja yang rutin dikonsumsi pasien sebelum MRS?
Untuk mengetahui apakah pasien mengalami efek samping dari obat
atau tidak.
2. Obat DM yang biasa digunakan sebelumnya?
Untuk menyesuaikan pengobatan DM ketika KRS
3. Berapa nilai LDL, HDL, dan total kolesterol?
Untuk mengetahui faktor resiko komplikasi DM

Program Profesi Apoteker XLVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya 24


Laporan Praktek Kejra Profesi Apoteker
di Rumah Sakit Angkatan Laut Dr. Mintohardjo Jakarta

Assessment and Plan


Therapy (Past
Medical
No and current DRP dan cause Rekomendasi dan Alasan Monitoring Target
Problem
medication)
1. Diabetes Glurenorm 1x1 Penggunaan obat tidak Glurenorm dan eclid dihentikan. Gula darah
melitus dan eclid 2x1 optimal karena Penggunaan insulin dilanjutkan seperti  Puasa 70-130mg/dl
Glukosa darah pasien sebelumnya. Novorapid 3x24 unit dan  2 j pp < 180 mg/dl
tidak terkontrol setelah lantus 1x10unit.
penggunaan OAT pada Menurut A consensus statement of the HbA1c <7,0%
tanggal 23/10 yaitu American Diabetes Association and the
291mg/dl dan HbA1c European Association for the Study of Gejala Tidak ada
>12,6 Diabetes, 2009 p.8 : ketika level hipoglikemia gejala
glikemia tinggi (misal A1C ≥8,5%) hipoglikemia
direkomendasikan pengobatan dengan seperti
kelas yang lebih tinggi dan efektivitas gemetar dan
penurunan gula darah yang lebih cepat keringat
atau terapi kombinasi dapat dimulai. dingin.

2. Leukositosis Meropenem 2x1 g Obat tidak diperlukan. Ceftriaxone 2x1 gram dilanjutkan dan Leukosit 5.000-
(20/10) Penggunaan meropenem tidak perlu diberikan. 10.000/µl
meropenem tidak
diperlukan karena Suhu tubuh 36,5-37,5°C
dilihat dari data lab
pasien tanggal 20/10
pk.12.21 nilai leukosit
telah turun menjadi
9000/µl dengan

Program Profesi Apoteker XLVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya 25


Laporan Praktek Kejra Profesi Apoteker
di Rumah Sakit Angkatan Laut Dr. Mintohardjo Jakarta

penggunaan ceftriaxone
2x1g sebelumnya.
3. Dislipidemia - Kebutuhan obat yg Diberikan statin 1x10mg (pada malam Profil lipid:
bersifat sinergis tapi hari sebelum tidur) sebagai secondary LDL-C <70mg/dl
tidak diresepkan. prevention. TG <150mg/dl
HDL-C >40mgdl
Menurut ADA 2014 p.S38: Total cholesterol <200mg/dL
Terapi statin harus ditambahkan ke
terapi gaya hidup, terlepas dari tingkat
baseline lipid, untuk pasien diabetes:
 Dengan CVD
 Tanpa CVD, yang berusia >40 tahun
dan memiliki satu atau lebih faktor
risiko CVD lainnya (riwayat
keluarga CVD, hipertensi, merokok,
dislipidemia, atau albuminuria).
Pasien ini berumur 70 tahun(>40thn)
dan pasien memiliki riwayat
pembengkakan jantung sebelumnya dan
pada pemeriksaan EKG pasien
mengalami AF (Arterial Fibrilation)
4. Prevention - Kebutuhan obat yg Diberikan aspirin 1x 75mg sebagai CVD event CVD event
CVD event bersifat sinergis tapi secondary prevention CVD event. tidak terjadi
tidak diresepkan.
Menurut ADA 2014 p.S40:
 Pertimbangkan terapi aspirin (75-
162 mg / hari) sebagai strategi
pencegahan primer pada pasien

Program Profesi Apoteker XLVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya 26


Laporan Praktek Kejra Profesi Apoteker
di Rumah Sakit Angkatan Laut Dr. Mintohardjo Jakarta

dengan diabetes tipe 1 atau tipe 2


mengalami peningkatan risiko
kardiovaskular. Termasuk pria
berusia 50 tahun atau wanita berusia
60 tahun yang memiliki setidaknya
satu tambahan faktor risiko utama
(riwayat keluarga CVD, hipertensi,
merokok, dislipidemia, atau
albuminuria).
 Terapi aspirin (75-162 mg / hari)
sebagai strategi pencegahan
sekunder pada orang diabetes
dengan riwayat CVD.

Program Profesi Apoteker XLVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya 27


Laporan Praktek Kejra Profesi Apoteker
di Rumah Sakit Angkatan Laut Dr. Mintohardjo Jakarta

Terapi saat KRS:


Nama obat Jumlah Dosis Frekuensi Rute Keterangan
Omeprazole 10 20 mg 2x1 Oral
Eclid 15 100 mg 3x1 Oral
Glurenorm 10 30 mg 2x1 Oral
Domperidone 15 10mg 3x1 Oral

2.5 Pembahasan
Tn.S berumur 70 tahun MRS pada tanggal 18 oktober 2014 pk.16.20
dengan keluhan muntah-muntah sejak 3 jam yang lalu. Muntah berisi
cairan+ampas makanan sebanyak 2x. Demam naik turun baru hari ini, mual dan
merasa lemas serta , batuk dahak berwarna putih sejak pagi SMRS. Pasien
mengkonsumsi paracetamol jam 11 tadi .Sebelumnya 1 minggu yang lalu diare
dan berobat di poli PD. Pasien memiliki riwayat DM sejak tahun 2007 dan rajin
berobat. Diagnosis masuk pasien yaitu: obs.febris, leukositosis dan DM
hiperlikemia. Pasien mendapat berbagai terapi saat dibangsal (dapat dilihat pada
tabel current medication history p.12). Pasien memiliki riwayat pernah dirawat 2x
di rumah sakit karena mual muntah dan pembengkakan jantung.
Pada saat awal MRS pasien mendapatkan terapi DM yaitu Novorapid 3x
24 unit dan Lantus 1x 20 unit. Dosis lantus diturunkan menjadi 1x10unit dan
untuk novorapid dilakukan slading scale yaitu: jika gula darah 150-200mg/dl
maka diberikan dosis novorapid 3x4 unit; Jika gula darah pasien 201-250mg/dl
diberikan novorapid 3x8 unit; dan jika gula darah pasien 251-300mg/dl diberikan
novorapid 3x12 unit. Pada saat penggunaan insulin tersebut gula darah pasien
turun menjadi 145mg/dl (terkontrol) pada tanggal 21/10. Namun pada tanggal
22/10 insulin novorapid dan lantus dihentikan dan diganti dengan Glurenorm 1x
30mg dan eclid 2x100mg. Setelah pergantian tersebut gula darah pasien pada
tanggal 23/10 naik menjadi 291mg/dl. Hal ini menunjukkan bahwa pergantian
tersebut malah tidak dapat mengkontrol gula dara pasien sehingga disarankan agar
pemberian insulin novorapid dan lantus tetap dilanjutkan, sedangkan glurenorm

Program Profesi Apoteker XLVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya 28


Laporan Praktek Kejra Profesi Apoteker
di Rumah Sakit Angkatan Laut Dr. Mintohardjo Jakarta

dan eclid di hentikan. Selain itu juga mempertimbangkan nilai HbA1c pasien
yaitu 12,6% maka pasien memerlukan penurunan glukosa darah dengan cepat
sehingga lebih disarankan untuk pemakaian insulin. Menurut A consensus
statement of the American Diabetes Association and the European Association for
the Study of Diabetes, 2009 p.8 : ketika level glikemia tinggi (misal A1C ≥8,5%)
direkomendasikan pengobatan dengan kelas yang lebih tinggi dan efektivitas
penurunan gula darah yang lebih cepat atau terapi kombinasi dapat dimulai.
Mengingat umur pasien sudah 70tahun(lansia) sehingga perlu juga diberikan
konseling mengenai tanda-tanda hipoglikemia dan cara penanganannya karena
dikhawatirkan terjadinya hipoglikemia pada pasien lansia.
Hasil laboratorium pasien pada tanggal 18/10 leukosit pasien sebesar
22.600/µl. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan leukosit pada pasien.
Pasien mendapatkan terapi antibiotik ceftriaxone injeksi 2x1g pada tanggal 18/10
dan pada tanggal 2010 sore pasien diberikan injeksi meropenem 2x1g dan
ceftriaxone dihentikan. Pada tanggal 20/10 pk.12.21 hasil lab leukosit pasien yaitu
9.000/µl (Normal). Dari data tersebut seharusnya penggunaan meropenem tidak
diperlukan karena dengan penggunaan ceftriaxone sebelumnya manunjukkan nilai
leukosit pasien telah turun dan berada dalam rentang normal. Sehingga disarankan
seharusnya penggunaan ceftriaxone dilanjutkan dan meropenem tidak perlu
diberikan.
Pada tanggal 21/10 pasien mengeluhkan susah tidur sehingga pasiem
diresepkan diazepam 1x5mg agar pasien dapat tidur dengan nyenyak. Pasien juga
mengeluhkan batuk sehingga pasien diberikan OBH sirup untuk mengatasi batuk
yang dialami pasien. Pada tanggal 21/10 pasien dikonsulkan pada dokter spesialis
jantung dikarenakan hasil EKG pasien menunjukan AF NVR 100bpm (Artrial
Fibrilation Normal Ventrikular Response), kemudian pasien diberikan terapi
Tiaryt 1x200mg dan simarc 1x2mg.
Menurut ADA 2014 p.S38: Terapi statin harus ditambahkan ke terapi
gaya hidup, terlepas dari tingkat baseline lipid, untuk pasien diabetes: dengan
CVD; tanpa CVD, yang berusia >40 tahun dan memiliki satu atau lebih faktor
risiko CVD lainnya (riwayat keluarga CVD, hipertensi, merokok, dislipidemia,

Program Profesi Apoteker XLVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya 29


Laporan Praktek Kejra Profesi Apoteker
di Rumah Sakit Angkatan Laut Dr. Mintohardjo Jakarta

atau albuminuria). Tn.S berumur 70 tahun(>40thn) dan pasien memiliki riwayat


pembengkakan jantung sebelumnya dan pada pemeriksaan EKG pasien
mengalami AF (Arterial Fibrilation) sehingga disarankan untuk diberikan statin
1x10mg (pada malam hari sebelum tidur) sebagai secondary prevention.
Menurut ADA 2014 p.S40: Pertimbangkan terapi aspirin (75-162
mg/hari) sebagai strategi pencegahan primer pada pasien dengan diabetes tipe 1
atau tipe 2 mengalami peningkatan risiko kardiovaskular. Termasuk pria berusia
50 tahun atau wanita berusia 60 tahun yang memiliki setidaknya satu tambahan
faktor risiko utama (riwayat keluarga CVD, hipertensi, merokok, dislipidemia,
atau albuminuria); Terapi aspirin (75-162 mg / hari) sebagai strategi pencegahan
sekunder pada orang diabetes dengan riwayat CVD; sehingga disarankan
diberikan aspirin 1x 75mg sebagai secondary prevention CVD event.

2.6 Kesimpulan dan Saran


2.6.1 Kesimpulan
Berdasarkan kasus yang dialami Tn.S dapat disimpulkan bahwa:
1. Pasien mengalami dispepsia dan DM tipe 2
2. Gula darah pasien selama di rumah sakit belum terkontol
3. Belum adanya terapi preventif CVD event

2.6.2 Saran
1. Dilakukan modifikasi lifestyle untuk pasien dengan diabetes melitus
2. Penggunaan novorapid dan lantus diteruskan untuk mengontrol
glukusa darah
3. Diberikan terapi preventif CVD event yaitu simvastatin 1x10mg dan
aspirin 1x75mg
4. Dilakukan konseling tentang gejala-gejala dan penanganan
hipoglikemia kepada pasien

Program Profesi Apoteker XLVII Fakultas Farmasi Universitas Surabaya 30

You might also like