213-Article Text-419-1-10-20131024

You might also like

You are on page 1of 7

ETIKA PERIKLANAN

Setyowati Subroto, SE, M.Si

Abstrak

Periklanan sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari dunia bisnis, dan selalu
mendapatkan perhatian dari masyarakat luas. Akan tetapi muncul kekhawatiran bahwa iklan
yang setiap hari di komunikasikan melalui media massa itu pada umumnya tidak mendidik,
tetapi justru menyebarluaskan selera yang rendah. Dari segi moral, iklan tidak mempunyai nilai-
nilai informatif, karena semata-mata hanya demi keuntungan para produsen saja.
Kata Kunci : Etika periklanan

Pendahuluan materialis. Dalam masyarakat, muncul kritik


dan kekhawatiran akan budaya iklan, dengan
Periklanan atau reklame adalah asumsi bahwa sebagian konsumen memiliki
bagian tak terpisahkan dari bisnis modern. keterbatasan didalam menilai iklan,
Kenyataan ini berkaitan erat dengan cara sehingga dapat mengakibatkan budaya
berproduksi industry modern yang konsumtif yang pasif
menghasilkan produk-produk dalam (http://gedearimbawa.dosen.narotama.ac.id/files/
kuantitas besar, sehingga harus mencari 2011/09/modul-11-Etika-Periklanan.pdf)
pembeli (Bertens, 2000 : 263).
Iklan yang menyatakan kebenaran
Iklan merupakan salah satu strategi dan kejujuran adalah iklan yang beretika.
pemasaran yang bermaksud untuk Akan tetapi, iklan menjadi tidak efektif,
mendekatkan barang yang hendak dijual apabila tidak mempunyai unsur persuasif.
dengan konsumen. Dalam hal ini berarti Akibatnya, tidak akan ada iklan yang akan
bahwa dalam iklan kita dituntut untuk selalu menceritakan the whole truth dalam pesan
mengatakan hal yang benar kepada iklannya. Sederhananya, iklan pasti akan
konsumen tentang produk sambil mengabaikan informasi-informasi yang bila
membiarkan konsumen bebas menentukan disampaikan kepada pemirsanya malah akan
untuk membeli atau tidak membeli produk membuat pemirsanya tidak tertarik untuk
itu (Sony Keraf, 1993 : 142). menjadi konsumen produk atau jasanya
(http://www.p3i.pusat.com/dunia.../225.dasar-
Kalau kita cermati, globalisasi dalam
dasar-etika-periklanan.bagian-1 05/04/2011)
komunikasi pemasaran (khususnya
periklanan), mempunyai kemampuan untuk Tercampurnya unsur informatif dan
memicu sikap individualis atau perilaku unsur persuasif dalam periklanan membuat
penilaian etis terhadapnya menjadi lebih dibutuhkan oleh konsumen, tetapi
kompleks. Seandainya iklan semata-mata mempengaruhi bahkan menciptakan
informatif atau semata-mata persuasif, tugas kebutuhan baru.
etika di sini bisa menjadi lebih mudah. Tapi
pada kenyataannya tidak demikian, dengan Maka yang ditekankan disini adalah
akibat bahwa etika harus bernuansa dalam bahwa isi iklan yang dikomunikasikan
menghadapi aspek-aspek etis dari periklanan haruslah sungguh-sungguh menyatakan
(Bertens, 2000 : 265) realitas sebenarnya dari produksi barang
dan jasa. Sementara yang dihindari di
sini, sebagai konsekuensi logis adalah
upaya manipulasi dengan motif apapun
Fungsi Periklanan
juga
Periklanan mempunyai 2 (dua) (http://community.gunadarma.ac.id/blog/vie
fungsi, yaitu fungsi informatif dan fungsi w/id 31559/title.etika-bisnis-
persuasif. Tetapi pada kenyataannya tidak dalam.periklanan/ 15/10/10)
ada iklan yang semata-mata informatif dan (2) Prinsip Martabat Manusia sebagai
tidak ada iklan yang semata-mata persuasif. Pribadi
Iklan tentang produk baru biasanya Bahwa iklan semestinya
mempunyai informasi yang kuat. Misalnya menghormati martabat manusia sebagai
tentang tempat pariwisata dan iklan tentang pribadi semakin ditegaskan dewasa ini
harga makanan di toko swalayan. Sedangkan sebagai semacam tuntutan imperatif
iklan tentang produk yang ada banyak (imperative requirement).
mereknya akan memiliki unsur persuasif Iklan semestinya menghormati hak
yang lebih menonjol, seperti iklan tentang dan tanggungjawab setiap orang dalam
pakaian bermerek dan rumah (Bertens, 2000 : memilih secara bertanggungjawab
265) barang dan jasa yang ia butuhkan, ini
Prinsip Moral yang Perlu dalam Iklan berhubungan dengan dimensi jasa yang
ditawarkan (lust), kebanggaan bahwa
Terdapat paling kurang 3 (tiga) prinsip memiliki barang dan jasa tertentu
moral, sehubungan dengan penggagasan menentukan status sosial dalam
mengenai etika dalam iklan. Ketiga prinsip masyarakat, dan lain-lain
itu adalah : (http://community.gunadarma.ac.id/blog/vie
w/id 31559/title.etika-bisnis-
(1) Prinsip Kejujuran dalam.periklanan/ 15/10/10)
Prinsip kejujuran berhubungan
dengan kenyataan bahwa bahasa (3) Iklan dan tanggungjawab sosial
penyimbol iklan seringkali dilebih-
lebihkan, sehingga bukannya Manipulasi melalui iklan atau cara
menyajikan informasi mengenai apapun merupakan tindakan yang tidak
persediaan barang dan jasa yang etis. Ada 2 (dua) cara untuk
memanipulasi orang dengan periklanan a. Maksud si pengiklan
:
Penilaian etis atau tidaknya suatu
a. Subliminal advertising iklan tentu saja berkorelasi kuat
dengan maksud si pengiklan,
Maksudnya adalah teknik periklanan apabila maksud si pengiklan sudah
yang sekilas menyampaikan suatu tidak baik, maka sudah dapat
pesan dengan begitu cepat, sehingga dipastikan bahwa iklannya pun juga
tidak dipersepsikan dengan sadar, akan sulit dianggap etis oleh
tapi, tinggal dibawah ambang masyarakat. Contohnya iklan
kesadaran. Teknik ini bisa dipakai di operator seluler yang sering kita
bidang visual maupun audio lihat saling menjatuhkan satu sama
(Bertens, 2000 : 273) lain, yang apabila dibiarkan hal ini
b. Iklan yang ditujukan kepada anak akan menjadi perang iklan antar
operator seluler yang tentu saja
Iklan seperti ini pun harus dianggap dampaknya tidak baik bagi
kurang etis, karena anak mudah masyarakat (http://id-
dimanipulasi dan dipermainkan. id.facebook.com/topic.php?uid=13667
Iklan yang ditujukan langsung 272067&topic=13751 16/10/2003)
kepada anak tidak bisa dinilai lain
daripada manipulasi saja dan karena b. Isi iklan
itu harus ditolak sebagai tidak etis Selain maksud si pengiklan, suatu
(Bertens, 2000 : 274) iklan akan menjadi tidak etis apabila
Penilaian Etis terhadap Iklan isi iklan tersebut kurang baik,
misalnya saja iklan tentang minuman
keras, terutama apabila disiarkan di
Refleksi tentang masalah-masalah etis
Negara yang menjunjung tinggi adat
di sekitar praktek periklanan merupakan
ketimuran seperti Indonesia ini. Ada
contoh bagus mengenai kompleksitas
juga kontroversi iklan mengenai
pemikiran moral. Disini prinsip-prinsip etis
produk yang merugikan kesehatan
memang penting, tapi tersedianya prinsip-
masyarakat, apalagi kalau bukan
prinsip etis ternyata tidak cukup untuk
rokok. Pemerintah dapat mengambil
menilai moralitas sebuah iklan. Refleksi
tindakan tegas untuk melarang iklan
tentang etika periklanan mengingatkan kita
rokok yang ada dengan tujuan agar
bahwa penalaran moral selalu bernuansa
masyarakat tidak terpengaruh oleh
dengan menyimak dan menilai situasi
rokok, terutama generasi muda dan
konkret. Ada beberapa faktor yang harus
remaja. Namun di sisi lain rokok
dipertimbangkan dalam menerapkan prinsip-
boleh diperjualbelikan dengan legal,
prinsip etis dalam periklanan (Bertens, 2000 :
tentunya akan menuai banyak protes
277)
ketika iklan tentang rokok dilarang.
Dalam hal seperti ini, konsumen
sendirilah yang harus mem-filter iklan. Sudah ada aturan main yang
iklan-iklan tersebut, dapat disepakati secara implisit atau
mempertimbangkan penggunaannya eksplisit dan yang seringkali tidak
bagi kesehatannya, terutama resiko dapat dipisahkan dari etos yang
yang didapat daripada manfaat yang menandai masyarakat itu (Bertnes,
diperoleh (http://id- 2000 : 280)
id.facebook.com/topic.php?uid=136672
72067&topic-13751 16/10/2003) Pengontrolan terhadap Iklan

c. Keadaan publik yang tertuju Karena kemungkinan dipermainkannya


kebenaran dan terjadinya manipulasi
Dalam membuat iklan, pastilah sang merupakan hal-hal rawan dalam bisnis
produsen menargetkan iklannya tepat periklanan, maka perlu adanya kontrol yang
sasaran, yaitu tepat mengena pasar tepat yang dapat mengimbangi kerawanan
konsumen tertentu yang dituju, tersebut (Bertens, 2000 : 274)
misalnya iklan mobil menargetkan
iklannya dapat menarik bagi a. Kontrol oleh Pemerintah
masyarakat golongan menengah ke
Disini terletak tugas penting bagi
atas (karena secara realitas
pemerintah, yang harus melindungi
merekalah yang mampu membeli).
masyarakat konsumen terhadap
Hal ini apabila penyampaiannya
keganasan periklanan. Di Indonesia
kurang tepat, maka dapat
iklan tentang makanan dan obat
menimbulkan perkara etika bagi
diawasi secara langsung oleh
golongan masyarakat dibawahnya.
BPPOM (Bertens, 2000 : 275)
Apakah etis jika ada iklan tentang
mobil yang mewah ditengah-tengah b. Kontrol oleh para pengiklan
keadaan masyarakat yang sedang
kacau dan mayoritas berada di Dilakukan dengan menyusun
bawah garis kemiskinan ? Karena sebuah kode etik, sejumlah norma
dengan adanya iklan semacam ini, dan pedoman yang disetujui oleh
maka garis pemisah antara penduduk profesi periklanan itu sendiri. Di
kaya dan miskin akan semakin tebal Indonesia kita kita memiliki tata
(http://id- karma dan tata cara periklanan
id.facebook.com/topic.php?uid=136672 Indonesia yang disempurnakan
72067&topic=13751 16/10/2003) (1996) yang dikeluarkan oleh AMLI
(Asosiasi Perusahaan Media Luar
d. Kebiasaan di bidang periklanan Ruang Indonesia), ASPINDO
(Asosiasi Pemrakarsa dan
Periklanan selalu dipraktekkan
Penyantun Iklan Indonesia), PPPI
dalam rangka suatu tradisi, dimana
(Persatuan Perusahaan Periklanan
dalam tradisi itu, orang sudah biasa
Indonesia), SPS (Serikat Penerbit
dengan cara tertentu disajikannya
Surat Kabar). Pengawasan kode etik
ini dipercayakan kepada KPI YLKI (Yayasan Lembaga Konsumen
(Komisi Periklanan Indonesia) yang Indonesia) dan lembaga pembinaan
terdiri atas unsure semua asosiasi dan perlindungan konsumen.
pendukung dari tata karma tersebut Lembaga-lembaga tersebut sebagai
(Bertens, 2000 : 275) pengontrol atas kualitas dan
kebenaran periklanan (http://id-
c. Kontrol oleh masyarakat id.facebook.com/topic.php?uid=136672
72067&topic=13751 16/10/2003)
Beberapa lembaga juga turut
menggalakkan etika periklanan, yaitu

Pergumulan Iklan dalam Etika Bisnis terlalu memperhatikan aspek kejujuran dan
otonomi konsumen, iklan sering
Ada sebuah pernyataan yang terus menyebabkan citra bisnis tercemar sebagai
diperdebatkan dalam dunia bisnis, yaitu : kegiatan tipu menipu (Sony Keraf, 1993 : 143)
Apakah benar bahwa bisnis perlu dijalankan
secara etis ? Apakah bisnis perlu etika ? Sebenarnya antara penjual dan pembeli
Apakah antara bisnis dan etika ada memiliki kepentingan yang hampir sama,
hubungannya ? Ada yang mengatakan bisnis dimana penjual menginginkan keuntungan,
adalah bisnis, dan bisnis jangan dan sementara itu pembeli menginginkan
dicampuradukkan dengan etika. Menurut de kepuasan. Jika antara penjual dan pembeli
George di sebut sebagai “mitos bisnis memiliki pola pikir yang sama, maka
amoral”. Yang mau digambarkan disini sebenarnya penjual tidak perlu membungkus
adalah bahwa kerja orang bisnis adalah iklan dengan hal-hal yang tidak etis, karena
berbisnis bukan beretika. Atau secara lebih segala bentuk manipulasi iklan itu didasari
tegas, antara bisnis dan etika tidak ada dengan anggapan bahwa pembeli adalah
hubungan sama sekali, karena keduanya orang yang bodoh yang dapat dipermainkan
merupakan 2 (dua) dunia yang sangat (http://alkitab
berbeda dan tidak bisa dicampuradukkan sabda.org/resource.php?topic=9088 res=jpz
(Sony Keraf, 1993 : 58-59) Jurnal Pelita Jaman Vol 13 No 2 Tahun 1998)

Tetapi karena iklan langsung Namun sebenarnya tidak demikian,


menyangkut konsumen dan sekaligus David Ogilvy, seorang raja iklan dari
menyangkut persoalan penerapan prinsip Amerika yang sangat berhasil, mengatakan
kejujuran dan otonomi konsumen, iklan bahwa konsumen bukanlah orang bodoh.
sering dianggap sebagai salah satu tolok Karena penjual dan pembeli adalah mitra
ukur bisnis yang etis atau tidak. Sayangnya, yang sejajar yang harus dipertahankan
karena kecenderungan yang terlalu besar sehingga keduanya mendapatkan kepuasan
untuk menarik konsumen agar membeli yang maksimum. Dalam prinsip kesejajaran
barang produksi tertentu dengan member ini, segala motivasi bisnis kebohongan tidak
kesan dan pesan yang berlebihan tanpa boleh dipertahankan, produk yang baik
harus dipasarkan menggunakan iklan yang informasi secara sama. Bagaimana mungkin
jujur, tetapi kalau produk ini memang tidak pembeli atau konsumen bisa bebas
baik, maka jangan diiklankan. Kalau kita menentukan pilihannya kalau
mengatakan suatu kebohongan atau hal yang kemampuannya untuk menyerap informasi
menyesatkan, maka kita sendiri yang akan terbatas bahkan kemampuannya untuk
merugikan klien kita. Dengan demikian, memutuskan secara bebas tidak memadai ?
para pelaku bisnis harus memiliki Memang agak sulit kita memberi iklan yang
pemahaman yang benar terhadap produk, sesuai dengan masyarakat yang beraneka
peranan iklan dan perasaan konsumen untuk ragam. Karena itu yang ideal adalah bahwa
menuju profesi bisnis yang luhur tanpa iklan sejauh mungkin member informasi
mengorbankan nilai etika dan moral sedemikian rupa sehingga tidak sampai
(http://alkitab memperdaya konsumen (Sony Keraf, 1993 :
sabda.org/resource.php?topic=9088 res.jpz 147)
Jurnal Pelita Jaman Vol 13 No 2 Tahun 1998)
Penutup
Fungsi iklan sebagai pemberi informasi
tetap menghargai kebebasan para konsumen Iklan tidak bisa lepas dari etika, karena
untuk memutuskan dalam membeli suatu iklan harus menyatakan kebenaran dan
barang, karena iklan hanya sekedar member kejujuran. Di dalam etika tidak dibenarkan
masukan tentang sebuah produk. Atas dasar menyatakan suatu kebohongan ataupun
ini, untuk sementara kita bisa mengatakan ketidakjujuran, karena makna iklan sebagai
bahwa sejauh iklan memberi informasi yang fungsi utamanya dalah sebagai media
benar, kesalahan atau kekeliruan dalam informasi. Untuk itu, harus ada pengontrolan
membeli sebuah produk tidak bisa yang tepat untuk menghindari terjadinya
dibebankan sepenuhnya kepada iklan (Sony iklan yang mengorbankan nilai etika dan
Keraf, 1993 : 146) moral.

Namun, yang juga menjadi persoalan


adalah bahwa tidak semua konsumen
mempunyai standar kemampuan menyerap
DAFTAR PUSTAKA

Bertens, Pengantar Etika Bisnis, 2000, Kanisius, Yogyakarta

Sony Keraf, Etika Bisnis, Membangun Citra Bisnis Sebagai Profesi Luhur, 1993, Kanisius,
Yogyakarta

http://alkitab.sabda.org/resource.php?topic=908&res=jpz Jurnal Pelita Jaman Vol 13 No 2 Tahun


1998

http://id-id.facebook.com/topic.php?uid=13667272067&topic=13751, 16/10/2003

http://gedearimbawa.dosen.narotama.ac.id/files/2011/09/modul-11-Etika-Periklanan.pdf

http://www p3i-pusat.com/dunia…/225.dasar-dasar-etika-periklanan.bagian-1, 5/4/2011

You might also like