You are on page 1of 8

Selulitis Orbita Pada Laki-Laki Usia 64 Tahun : Laporan Kasus

*Luh Dita Yuliandina1, Neneng H2, M. Sabir3,4


1
Medical Profession Program, Faculty of Medicine, Tadulako University– Palu, Indonesia,
94118
2
Department of Opthalmology, Undata General Hospital – Palu, Indonesia, 94118
3
Departement of Biomedical Science, Faculty of Medicine, Tadulako University – Palu,
Indonesia, 94118
4
Departement of Tropical Disease and Traumatology, Faculty of Medicine, Tadulako
University – Palu, Indonesia, 94118

*Corespondent Author : dyuliandina@gmail.com

ABSTRACT
Background : Orbital cellulitis is an infection of the soft tissue in the orbital region that is more
common in the posterior region of the orbital septum. Orbital cellulitis generally occurs from
bacterial infections that spread through the paranasal sinuses, can also be through infections
through the bloodstream or skin infections on the eyelids. The most common orbital-causing
bacteria are Staphylococcus Aureus, Streptococcus Pneumoniae and Haemophilus Influenzae.
Orbital cellulitis is more common in children. One study reported that children were about 16
times more likely to suffer from orbital cellulitis compared to adults. Orbital cellulitis follows a
seasonal pattern with the highest rates occurring during fall and winter, which coincides with
higher rates of sinus infections.

Case Summary : This case is a case of a 64-year-old male patient who was treated in the Aster
pavilion in eye care at Undata Hospital, Palu, who was diagnosed with orbital cellulitis.

Conclusion : Orbital cellulitis is an infection of the soft tissue of the orbit in the posterior
orbital septum. The most common causative organisms are Streptococcus Pneumonia,
Staphylococcus Aureus and Haemophilus influenza. Handling of this patient is medical and
non-medical therapy.

Keywords : Orbital Cellulitis, Adult, Infection

Latar Belakang : Selulitis orbita merupakan suatu infeksi pada jaringan lunak yang berada
pada regio orbita yang lebih sering mengenai daerah posterior dari septum orbita. Selulitis
orbita umumnya terjadi dari infeksi bakteri yang menyebar melalui sinus paranasal, bisa juga
melalui infeksi melalui aliran darah ataupun infeksi kulit pada kelopak mata. Bakteri penyabab
Selulitis orbita tersering adalah Staphylococcus Aureus, Streptococcus Pneumoniae dan
Haemophilus Influenzae. Selulitis orbita lebih sering terjadi pada anak-anak. Satu penelitian
melaporkan bahwa anak-anak sekitar 16 kali lebih mungkin untuk menderita selulitis orbita
dibandingkan dengan orang dewasa. Selulitis orbita mengikuti pola musiman dengan tingkat
tertinggi terjadi selama musim gugur dan musim dingin, yang bertepatan dengan tingkat infeksi
sinus yang lebih tinggi.

Ringkasan Kasus : Kasus ini merupakan kasus pada seorang pasien laki-laki berusia 64 tahun
yang dirawat diruangan paviliun Aster perawatan matadi RSUD Undata Palu yang didiagnosa
dengan selulitis orbita.

Kesimpulan : Selulitis orbita adalah infeksi pada jaringan lunak orbita pada posterior septum
orbita. Organisme penyebab yang paling umum adalah Streptococcus Pneumonia,
Staphylococcus Aureus dan Haemophilus influenza. Penanganan pasien ini yaitu dengan terapi
medikamentosa maupun non-medikamentosa.

Kata Kunci : Selulitis Orbita , Dewasa, Infeksi

PENDAHULUAN
Selulitis orbita adalah infeksi aktif jaringan lunak orbita yang terletak posterior dari
septum orbita.(1) Selulitis orbital menggambarkan infeksi yang melibatkan jaringan posterior
orbital septum, termasuk lemak dan otot dalam orbit tulang. Selulitis orbital menyerang semua
kelompok umur tetapi lebih sering terjadi pada populasi anak. (2)

Kejadian abses orbital atau periorbital bervariasi dari 0% hingga 25%. Rumah Sakit
untuk Anak Sakit di Toronto (6770 pasien) melaporkan bahwa 159 komplikasi orbital
berkembang (2,3%); dari jumlah tersebut, (10,7%) memiliki pembentukan abses. (3) Pada era
preantibiotik, selulitis orbital mengakibatkan kematian akibat meningitis pada 17% kasus dan
kebutaan pada 20%. Setelah antibiotik tersedia, 1,9% pasien dengan selulitis orbital mengalami
meningitis, meskipun pengobatan segera dengan antibiotik sistemik. Penyebab kebutaan
tersering atrofi optik, oklusi arteri retina sentral, atau keratopati pajanan dengan pembentukan
ulkus. (4)

Penyebab terjadinya selulitis orbita antara lain : sinus paranasal, dacryocystitis , infeksi
gigi, trauma, operasi, Endophthalmitis, Dacryoadenitis. (5) untuk penyebab bakteri yang
mengakibatkan terjadinya selulitis orbita yaitu Streptokokus beta-hemolitik Grup A, S. aureus,
S. pneumoniae,H. Influenzae.(6)
Manifestasi klinis yang sering ditimbulkan dari selulitis orbita adalah pembengkakan
kelopak mata yang kemerahan dan keras seperti kayu, kemosis konjungtiva yang dapat
mengalami protrusi dan menjadi nekrotik, bola mata mengalami proptosis aksial, terdapat
restriksi dari gerakan okular, dan pada pemeriksaan fundus didapati kongesti vena retinal dan
tanda papilitis atau papiloedema. Dapat juga ditemui disfungsi saraf optik. (7) Penegakan
diagnosis dari selulitis orbita bisa dilihat dari pemeriksaan computed tomography (CT) dan
Magnetic resonance imaging (MRI).(8,9) Penatalaksaan yang biasa dilakukan pada kasus selulitis
orbita yaitu pemberian Antibiotik intravena biasanya dimulai setelah diagnosis selulitis orbital
dicurigai.(10)

Laporan Kasus selulitis orbita ini jarang terjadi di RSUD Undata , oleh sebab itu timbul
ketertarikan untuk melaporkan salah satu kasus selulitis orbita pada dewasa yang dirawat di
paviliun perawatan mata di RSUD Undata Palu untuk memberikan gambaran selulitis orbita dan
cara mendiagnosis mulai dari anamnesis, pemeriksaan Fisik, pemeriksaan penunjang hingga
penatalaksanaannya.

LAPORAN KASUS
Pasien laki laki usia 64 tahun datang ke RSU UNDATA dengan keluhan utama
terdapat bengkak pada mata kanan yang dirasakan kurang lebih sudah 1 bulan yang lalu,
awalnya pasien mengeluhkan terdapat benjolan kecil dimata kanan dan benjolan makin
membesar dan kelopak mata kanan membengkak sejak 2 minggu yang lalu disertai
dengan mata sebelah kanan berair dan pasien mengeluhkan muncul nanah dari benjolan
tersebut (+),nyeri (-),merah(+),rasa tidak nyaman(+). Demam (-),Pasien menyangkal
adanya riwayat trauma serta riwayat batuk pilek dan gigi berlubang dan riwayat
hipertensi serta diabetes militusjuga disangkal. Riwayat Penyakit dahulu, pasien
sebelumnya belum pernah mengalami keluhan serupa. Riwayat keluarga, tidak ada
keluarga yang menderita hal serupa seperti pasien.

Gambar 1 : Pasien Laki-laki Usia 64 Tahun dengan Selulitis Orbita pada Regio Orbita
Dextra tampak abses pada palpebra superio dextra.

Gambar 2 : Pasien Laki-laki Usia 64 Tahun dengan selulitis orbita pada Regio orbita
dextra dengan abses yang meluas ke regio temporal dextra.
Gambar 3 : Hasil pemeriksaan CT Scan

Pada pemeriksaan fisik status generalis ditemukan keadaan umum tampak sakit sedang,
kesadaran komposmentis, status gizi baik. Pemeriksaan tanda-tanda vital yaitu, tekanan darah
120/80 mmHg ,nadi 88 kali permenit, suhu 36.80C, respirasi 20 kali permenit. Hasil
pemeriksaan visus: VOD: 1/300 dan VOS: 6/6. Hasil pemeriksaan segmen anterior: Palpebra
superior tampak edema ,merah(+),pus (+), nyeri tekan (-). Dari pemeriksaan darah rutin
didapatkan peningkatan pada leukosit WBC : 15,29 x 10 3/ul dan GDS : 123 mg/dl. Dari hasil
CT scan didapatkan Penonjolan pada palpebra superior di regio orbita dextra, Nervus optikus
dextra et sinistra normal.Pasien mendapat terapi cairan berupa Ringer laktat 20 tetes per menit
disertai pemberian antibiotik intravena seperti Ceftriaxone 2x1 gr dan antibiotik Metronidazole
3x 500mg, serta pemberia obat tetes mata Cendo Xitrol 3 x 1 tetes pada mata kanan. Pada hari
ketiga perawatan terapi antibiotik diganti dengan pemberian antibiotik Levofloxacin 2x
500mg/iv diberikan selama 3 hari. Pada pasien setelah 7 hari perawatan dianjurkan untuk
berobat lanjut di Rumah Sakit di Makasar.

DISKUSI
Pada kasus ini di diagnosis dengan selulitis orbita berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis didapatkan bengkak pada mata kanan sejak 1
bulan yang lalu disertai mata merah dan berair tanpa disertai nyeri. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan hasil pemeriksaan visus: VOD: 1/300 dan VOS: 6/6. Hasil pemeriksaan segmen
anterior Palpebra superior tampak edema,eritema, pus dan tidak didapatkan nyeri tekan. Hasil
pemeriksaan laboratorium menunjukkan leukositosis sehingga diagnosis selulitis semakin kuat.
Dari hitung jenis didapatkan shift to the left sehingga kemungkinan infeksi disebabkan oleh
bakteri. Penyebab tersering selulitis orbita pada orang dewasa adalah Streptococcus Pneumonia,
Staphylococcus Aureus. (11)

Selain pemeriksaan laboratorium diperlukan pemeriksaan CT scan untuk menentukan


apakah ada fokus infeksi yang dapat menyebabkan selulitis seperti sinusitis, apakah terdapat
fraktur atau kerusakan jaringan lunak mengikuti terjadinya trauma, dan apakah terdapat
keterlibatan orbita dalam sakit yang dialami pasien. Hasil CT scan menunjukkan tidak ada
keterlibatan orbita, tidak ada fokus infeksi lainnya, dan tidak ada fraktur pada wajah pasien. (10)

Menurut klasifikasi selulitis orbita dibagi dalam 5 stadium yaitu stadium 1 (edema
inflamasi) dimana terjadi edema dan disertai inflamasi pada kelopak mata yang biasanya
disebut selulitis preseptal, stadium 2 (selulitis orbita) peradangan dan edema sudah meluas
keorbita ditandai dengan adanya proptosis, kemosis dan gangguan pergerakan bola mata,
stadium 3 (abses periosteal) pembentukan dan pengumpulan pus antara periorbita dan dinding
tulang orbita yang ditandai dengan proptosis dengan perubahan letak bola mata gangguan
pergerakan bola mata dan penurunan visus, stadium 4 (abses orbita) pada stadium ini pasien
sudah mengalami optalmoplegi, proptosis dan kehilangan penglihatan, karna pembentukan dan
penumpukan pus yang sudah sampai orbita. dan stadium 5 (trombosis sinus kavernosus) dimana
sudah terjadi perluasan infeksi sampai ke kavernosus disertai perluasan infeksi ke daerah mata
yang sehat dan mulai muncul tanda-tanda meningitis.

Berdasarkan tampakan radiologis selulitis orbita diklasifikasikan ke dalam 3 kategori


utama yaitu infiltrasi difus jaringan lemak, abses subperiosteal, dan abses orbita. Kasus selulitis
orbita diatas secara klinis dan radiologis termasuk stadium abses orbita. Sehingga diperlukan
penatalaksanaan sesuai dengan stadium selulitis orbita. Jika penanganan tidak adekuat akan
menyebabkan komplikasi.(12)

Penatalaksaan yang yang dilakukan pada kasus selulitis orbita yaitu pemberian
Antibiotik biasanya dimulai setelah diagnosis selulitis orbital dicurigai. Antibiotik spektrum
luas yang mencakup sebagian besar bakteri gram positif dan gram negatif harus dipilih. Dalam
banyak penelitian, kombinasi sefalosporin dan flucloxacillin generasi ketiga digunakan.
Sebagian besar pasien menerima antibiotik oral saat dipulangkan untuk berbagai periode waktu.
(10)

Pada pasien diberikan antibiotik ceftriaxone yang merupakan golongan sefalosporin


untuk antibiotik yang spektrum luas dan juga diberikan antibiotik metronidazole untuk
mengatasi infeksi bakteri anaerob gram negatif. Manajemen medis empiris selama setidaknya
48-72 jam sering dicoba dan respons dipantau sebelum mempertimbangkan intervensi bedah. (6)
Penanganan yang tidak segera dan tidak sesuai dapat mengakibatkan Komplikasi yang terjadi
antara lain kebutaan, kelumpuhan saraf kranial, abses otak, dan bahkan dapat terjadi kematian. (8)

Tindakan bedah orbita dan sinus pada kasus selulitis orbita dilakukan bila secara klinis
dan radiologis didapatkan tanda-tanda supurasi, adanya penurunan visus pada pasien dengan
immunocompromised, adanya komplikasi lebih berat seperti kebutaan dan defek pupil aferen
dengan selulitis ipsilateral dan terapi antibiotika yang tidak berespon.Pada kasus diatas
pemberian antibiotika intravena kurang memperlihatkan respons terapi. Sebagian besar kasus
selulitis orbita berespon cepat dengan pemberian antibiotik. Kasus yang tidak berespon
membutuhkan tindakan bedah seperti drainase PNS melalui pembedahan. MRI bermanfaat
untuk menentukan kapan dan dimana drainase harus dilakukan. (11)
KESIMPULAN

Selulitis orbita adalah infeksi pada jaringan lunak orbita pada posterior septum orbita.
Organisme penyebab yang paling umum adalah Streptococcus Pneumonia, Staphylococcus
Aureus dan Haemophilus influenza. Penanganan pasien ini yaitu dengan terapi medikamentosa
maupun non-medikamentosa. Pada pasien diberikan pengobatan dengan antibiotik untuk
mengontrol infeksi dan inflamasi. Pada pasien respon terhadap antibiotik tidak baik. Kasus yang
tidak berespon membutuhkan tindakan bedah seperti drainase PNS melalui pembedahan.

PERSETUJUAN

Penulis telah meminta persetujuan dari pasien dalam bentuk informed consent.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada Rumah Sakit Umum Daerah Undata Palu
Sulawesi Tengah terkait dalam proses penyusunan laporan kasus ini.

KONFLIK KEPENTINGAN

Penulis menyatakan bahwa tidak terdapat konflik kepentingan yang terdapat pada tulisan ini.

REFERENSI

1. Sudarta, Rahayu. Ilmu Penyakit Mata Edisi Kelima . Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. 2015.

2. Gonzalez MO, Durairaj VD. Understanding Pediatric Bacterial Preseptal and Orbital
Cellulitis. Middle East African Journal of Ophthalmology. 2010;17(2):134-137.

3. Heni Riyanto, Balgis Desy, Hendrian Dwi Kaloso, Soebagyo. Orbital Cellulitis and
Endophthalmitis Associated with Odontogenic Paranasal Sinusitis. Jurnal Oftalmologi
Indonesia Vol. 7. No. 1 Juni 2009

4. Chaudhry IA, Al-Rashed W, Arat YO. Emergency management: orbital cellulitis.


COMMUNITY EYE HEALTH JOURNAL VOLUME 31 | NUMBER 103 | 2018

5. Emine Akçay, Gamze Dereli Can, Nurullah Çağıl. Preseptal and orbital cellulitis.
Journal of Microbiology and Infectious Diseases / 2014; 4 (3): 123-127

6. Imtiaz A. Chaudhry, Waleed Al-Rashed1, Yonca O. Arat. The Hot Orbit: Orbital
Cellulitis. Downloaded free from http://www.meajo.org on Tuesday, July 30, 2019

7. Raghuraj Hegde, Gangadhara Sundar. Orbital Cellulitis- A Review. Downloaded free


from http://www.tnoajosr.com on Tuesday, July 30, 2019
8. Seongmu Lee, MD, Michael T. Yen, MD. Management of preseptal and orbital
cellulitis. Saudi Journal of Ophthalmology (2011) 25, 21–29

9. Sabrina Berdouk and Nirasha Pinto. Fatal orbital cellulitis with intracranial
complications: a case report. Berdouk and Pinto International Journal of Emergency
Medicine (2018) 11:51

10. Putu Wijana, MD; Ida Bagus Mudita, MD; I Nyoman Golden, MD;Agus Kusumajaya,
MD; I Ketut Mulyadi, MD. Orbital rhabdomyosarcoma. Paediatrica Indonesiana, Vol.
43 No. 5-6• May - June 2013

11. Chakraborti C, Biswas R, Mondal M. Muknopadhya U, Datta J Department of


Ophthalmology, Calcutta National Medical College and Hospital. Tuberculous
dacryoadenitis in a child. Chakraborti C et alTuberculous dacryoadenitis Nepal J
Ophthalmol 2011; 3 (6):210-213

12. Tsirouki T, Dastiridou AI, Ibánez Flores N,Cerpa JC, Moschos MM, Brazitikos P,
Androudi S. Orbital cellulitis. Surv Ophthalmol. 2018 Jul- Aug;63(4):534-553.

You might also like