Professional Documents
Culture Documents
net/publication/308458036
CITATION READS
1 3,557
2 authors:
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
All content following this page was uploaded by Atmazaki Atmazaki on 16 October 2016.
Abstrac
Latar Belakang
Kajian Teori
Lebih dari itu, mengingat mobilitas global yang tinggi, guru masa
depan mesti direncanakan untuk mampu menghadapi tantangan baru.
Mereka mesti mempunyai kemampuan ganda: menguasai beberapa bahasa
asing dan terampil di kelas. Grant dan Secada (dalam Wiest, 1988:358) yang
mereviu penelitian tentang penyiapan guru untuk pelajar yang bervariasi
menyimpulkan bahwa “pernah hidup bersama masyarakat dari populasi yang
beragam” adalah pengalaman lapangan yang sangat bermanfaat. Di dalam
memberikan pengalaman lapangan yang terfokus pada memperluas
pandangan mahasiswa, Wiest menemukan bahwa “...short, more informal,
intensive cultural immersion experience...” dapat sangat berpengaruh
terhadap mahasiswa calon guru dan mempunyai efek yang sangat kaya.
Dengan pengalaman seperti itu, mereka akan mengajar dengan sikap yang
lebih baik, membantu mereka dalam mengembangkan program-program
yang akan meningkatkan pemahaman murid yang beragam melalui program
pendidikan multikultural.
Menjadi orang dalam dan berada dalam lingkaran situasi yang baru
dapat membantu mahasiswa calon guru untuk belajar berfungsi di luar
“wilayah kesenangan sendiri” (personal space)dan di dalam situasi yang
sama sekali baru. Belajar seperti itu penting untuk mahasiswa calon guru
untuk mengembangkan kemampuan mengajarnya dalam kondisi yang
bervariasi. Mahasiswa menyadari arti kemanusiaan dan hubungan
interpersonal serta interaksi lintas budaya yang terus berjalan. Juga, hal itu
dapat meningkatkan kemampuan untuk melihat suatu situasi dari perspektif
yang lain, memperoleh suatu peningkatan simpati terhadap perasaan orang
lain ketika keluar dari budaya dominan mereka. Sleeter (dalam Wiest,
1995:358) menemukan mahasiswanya mulai melawan rasa takut, kekeliruan
konsepsi, dan ketidaktahuan setelah menyediakan waktu di dalam kelompok
sosiokultural orang lain, kendatipun tidak gampang bagi mereka
mengadaptasi sebuah “peran sebagai minoritas” di dalam sebuah budaya
yang tidak akrab.
Keterasingan Budaya
Interpretasi
(interpretation)
Deskripsi Data
Jika dilihat dengan kerangka interpretasi Pine, ketiga observasi di atas dapat
didiskusikan dengan cara-cara berikut.
Australia Indonesia
Interpretasi: Membiarkan
Interpretasi: Bingung/kikuk karena
mahasiswa makan malam sendiri
dia begitu berbeda sehingga
supaya dia bisa makan dengan
dibiarkan makan sendiri.
bebas/tanpa gangguan.
Australia Indonesia
Kebiasaan: Tidak pernah ada akses Kebiasaan: Ada akses pada milik
pada milik pribadi orang lain tanpa pribadi orang lain sepanjang tidak
permisi terkunci.
Australia Indonesia
Pembahasan
Tetap diam dan menunggu orang lain bertindak adalah reaksi yang
dominan. Mereka tetap diam karena tidak tahu apa yang akan terjadi (reaksi
orang lain) jika memberi reaksi. Akankah mahasiswa yang menyaksikan
fotonya dipajang di ruang majelis guru berteriak atau merebutnya dengan
bengis? Tindakannya yang marah atau kasar boleh jadi menyebabkan
kebingungan di antara majlis guru dan mahasiswa sendiri.
Semua hal di atas bukanlah CS. CS dapat dengan mudah dipahami dan
diselesaikan dengan banyak cara. Mahasiswa dapat melengkapi diri dengan
bacaan tentang sebuah budaya sebelum pergi ke daerah tersebut.
Sebaliknya, pada peristiwa CM, mahasiswa tidak mengerti sama sekali apa
yang salah, kenapa tiba-tiba dia mengalami hal yang “aneh”. Oleh sebab itu,
kadang-kadang, pengetahuan tentang suatu kebudayaan tidak bisa otomatis
membantu menyelamatkan seseorang dari kasus CM ketika masuk ke
kebudayaan itu.
Daftar Kepustakaan
Banks, J.A. 1998. “The Lives and Values of Researchers: Implications for
Educating Citizen in a Multicultural Society”, Educational Researcher,
Vol.27, No.7.
Fitzgerald, H. 1998. Cross-cultural Communication
Hill, B. & Thomas, N. 1997. “Educating for Cultural Understanding in Rural
Communitiess: A Case Study”, Education in Rural Australia, Vol. 7.
No.1.
Houser, N. & Kloesel, C. (Eds.) 1992. “The Essential Peirce”: Selected
Philosophical Writing, Volume I (1867-1893). Indiana University Press.
Knowles, J. G & Cole, A.L. 1996. “Developing Practice Through Field
Experiences”, in Murray, F.B. (Ed.) The Teacher Educator’s Handbook:
Building a Knowledge Base for the Preparation of Teacher. Jossey-
Bass Publishers: San Francisco.
Lo Bianco, J. 1998. “The Implications for Languages of the Emergence of
the International University”. Australian Language Matters. Vol. 6,
No.4, Oct/Nov/Dec.
MacNeal, F. 1995. “Cultural Misunderstanding: The France-American
Experience”, A Review of General Semantics, Vol 52, No. 1, Spring.
Melnick, S.L. & Zeichner, K.M. 1998. “Teacher Educator’s Responsibility to
Address Diversity Issues: Enhencing Institutional Capacity” Theory Into
Practice, Vo. 37, No. 2, Spring.
Minner, S. et all. 1995. “Benefit of Cultural Immersion Activities i a Special
Education Teacher Training Program”, in Reaching to the Future:
Boldly Facing Challenges in Rural Communities (Conference
Proseeding of the American Council on Rural Special Education
(ACRES), Las Vegas, Nevada, Marc 15-18.
Morine-Dershimer, G. & Leighfield, K. 1995. “Student Teaching Field
Experiences,” in Anderson, L.W. (Ed.) International Encyclopedia of
Teaching and Teacher Education (second edition) Pergamon.
Pine, N. 1992. “Three Personal Theories That Suggest Models for Teacher
Research”, in Teacher College Record, vol. 93, No.4, Columbia:
Columbia University.
Pine, N. 1999. “Understanding Cultural Mismatch: Tools for Teacher-Student
Intercultural Communication”. Paper presented at The 40th
International World Education Fellowship conference Educating for a
Better World: Vision to action, Tasmania, Australia, January 2.
Pine, N. & Yafei, Z. 1997a. “Ethnocentricity and Cultural Disequilibrium:
Critical Analitical Tools in Comparative International Research”. Paper
presented at the Reclaiming Voice: Ethnographic Inquity and
Qualitative Research in a Postmodern Age Conference, University of
Southern California, June 20-22.
Pine, N. & Yafei, Z. 1997b. “Cultural Disequilibrium- A Lens for Comparative
International Research”. Paper presented at the Reclaiming Voice:
Ethnographic Inquity and Qualitative Research in a Postmodern Age
Conference, University of Southern California, June 20-22.
Saljo, R. 1994. “Culture and Learning”, in Husen T & Postlethwaite T.N.
(Ed.)199? The International Encyclopedia of Education: Volume 3,
pp.1241-1246.
Stachowski, L.L. & Mahan, J.M. 1998. “Cross-cultural Field Placements:
Student Teachers Learning from Schools and Communities”. Theory
Into Practice, Vol 37, No.2, Spring. Pp 155-162.
Tyson, C., Benton, P.L., Christenson, B., Golloh, A. & Mamourne Traoure,
O. 1997 Chapter 4: “Cross-cultural experiences in Teacher Education
Courses” in Merryfield, M.M., Jarchow, E. & Peckert, S. “Preparing
Teachers to Teach Global Perspectives” : A Handbook for Teacher
Educators. Corwin Press Inc.
Wiest, L.R. 1998. “Using Immersion Experiences to Shake Up Prospective
Teachers’ Views About Cultural Differences”. Journal of Teacher
Education, Vol. 49, No. 5, p.358ff.
Atmazaki adalah dosen Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia FBSS
Universitas Negeri Padang Padang; Ketua Pusat Kajian Humaniora
Universitas Negeri Padang; Koordinator program AIRAES 1998 di
Padang, Sumatera Barat.
Lesley Harbon adalah dosen Primary LOTE Fakultas Pendidikan
Universitas Tasmania; Koodinator Proyek AIRAES 1998 di Tasmania,
Australia