Professional Documents
Culture Documents
337 460 1 SM
337 460 1 SM
Mistarija
(Dosen Luar Biasa Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi IAIN Imam Bonjol Padang.
Email: mistarija83@yahoo.com)
Abstract
Artikel ini bertujuan untuk menjelaskan bagaimana pengembangan masyarakat Islam berbasis suku di
Kenagarian Sungai Nanam Kecamatan Lembah Gumanti Kabupaten Solok. Metode yang digunakan adalah
field research dengan pendekatan kualitatif yang bersifat deskriptif, sedangkan sebagai objek penelitian ini
adalah Wali Nagari, ketua Kerapatan Adat Nagari (KAN) dan pemimpin suku di Kanagarian Sungai
Nanam. Alat pengumpul data yang digunakan berupa wawancara, observasi dan studi dokumentasi. Data
yang diperoleh diolah dengan langkah seleksi data, klasifikasi data, analisis data yang selanjutnya disimpulkan
dan dideskripsikan. Temuan ini mengungkap bahwa, suku memiliki banyak potensi yang dapat dikembangkan
sebagai faktor pendukung pengembangan masyarakat Islam di Kenagarian Sungai Nanam. Bentuk usaha yang
dapat dikembangkan dalam pengembangan masyarakat Islam berbasis suku di Kenagarian Sungai Nanam,
setidaknya ada dua bentuk, yaitu pengembangan ekonomi kerakyatan melalui pendayagunaan tanah pusako
milik suku dan pembinaan mental spiritual masyarakat melalui pemanfaatan surau suku sesuai dengan
fungsi-fungsi surau menurut adat yang pernah diterapkan pada masa lalu.
Kata Kunci: Islam, Dakwah, Pengembangan Masyarakat, Suku.
74 Turãst: Jurnal Penelitian & Pengabdian Vol. 4, No. 1, Januari - Juni 2016
untuk mencapai hal-hal yang sifatnya jangka pendekatan ini community worker berusaha untuk
panjang ataupun perubahan yang lebih mendasar merangsang tumbuhnya kemampuan masyarakat
yang berkaitan dengan perilaku seseorang. untuk menentukan arah langkahnya sendiri dan
Hal ini antara lain disebabkan akan perlunya kemampuan untuk menolong dirinya sendiri
perubahan pengetahuan , keyakinan , sikap , . Tujuan dari pendekatan nondirektif dalam
dan niat individu sebelum terjadinya perubahan upaya pengembangan masyarakat adalah agar
perilaku , bila pelaku perubahan menginginkan masyarakat memperoleh pengalaman belajar untuk
perubahan yang terjadi bukanlah perubahan yang mengembangkan dirinya (masyarakat tersebut)
bersifat temporer belaka. Penggunaan pendekatan melalui pemikiran dan tindakan yang dirumuskan
direktif oleh community worker sebenarnya juga oleh mereka. Pendekatan nondirektif sering
mengakibatkan berkurangnya kesempatan untuk juga dianggap sebagai pendekatan yang bersifat
memperoleh pengalaman belajar dari masyarakat, partisipatif. Dengan bergesernya kecenderungan
sedangkan bagi masyarakat segi buruknya adalah (trend) pendekatan dalam pembangunan yang
dapat munculnya ketergantungan terhadap ingin memperbesar porsi partisipasi masyarakat,
kehadiran community worker sebagai pelaku maka terlihat pula pergeseran pendekatan
perubahan. Pendekatan direktif sering kali yang dilakukan lembaga-lembaga pemerintah
juga disebut sebagai pendekatan yang bersifat dan nonpemerintah dari pendekatan yang
instruktif. Kedua, pendekatan nondirektif. direktif ke pendekatan nondirektif dalam upaya
Pendekatan nondirektif dilakukan berlandaskan meningkatkan taraf hidup suatu masyarakat. Hal
asumsi bahwa masyarakat sudah mempunyai ini akan sangat terasa terutama bila dikaitkan
pengetahuan tentang yang sebenarnya mereka dengan konsep pembangunan yang berasal dari
butuhkan dan yang baik untuk mereka. Pada bawah (Adi, 2008).
pendekatan ini, community worker tidak menem- Dalam penerapan di lapangan, pemilihan
patkan diri sebagai orang yang menetapkan apa antara pende katan direktif dan nondirektif
yang "baik" atau "buruk" bagi suatu masyarakat. perlu disesuaikan dengan tingkat perkembangan
Pemeran utama dalam perubahan masyarakat masyarakatnya. Masyarakat yang sudah mampu
adalah masyarakat itu sendiri, community worker mendayagunakan potensi yang dimiliki perlu
lebih bersifat menggali dan mengembangkan didekati dengan pendekatan nondirektif, tetapi
potensi masyarakat. Masyarakat diberikan bagi masyarakat yang relatif "belum berkembang"
kesempatan untuk membuat analisis dan (terbelakang), pilihan pendekatan pada awalnya
mengambil keputusan yang berguna bagi mereka lebih diarahkan pada pendekatan direktif. Pada
sendiri, serta diberi kesempatan penuh dalam pelaksanaan kegiatan lapangan yang terkait
penentuan cara-cara untuk mencapai tujuan yang dengan pengembangan masyarakat, ada kelompok
diinginkan. Peran community worker berubah masyarakat yang memang berhasil berkembang
menjadi katalisator, pemercepat perubahan yang dengan pendekatan nondirektif, tetapi ada
membantu mempercepat terjadinya perubahan pula yang mengalami kegagalan. Karena untuk
dalam suatu masyarakat. Dengan menggunakan mengembangkan pendekatan nondirektif,
76 Turãst: Jurnal Penelitian & Pengabdian Vol. 4, No. 1, Januari - Juni 2016
itu sendiri, yang difasilitasi oleh pekerja sosial pengembangan komunikasi dan informasi yang
yang berorientasi pada process goal bukan pada bermanfaat bagi masyarakat, pengembangan
product goal; Kedua, perencanaan sosial, yakni relasi dilakukan dengan cara mengundang
proses pragmatis menentukan keputusan dan beberapa pengelola lembaga dengan harapan
menetapkan tindakan dalam memecahkan lembaga tersebut dapat memberi dukungan
masalah sosial tertentu seperti kemiskinan, keuangan , keahlian dan pelayanan (Kilun,
pengangguran, kenakalan remaja, buta huruf dan 2007). Kegiatan pengembangan masyarakat
kesehatan masyarakat. Perencanaan, keputusan Islam terdiri dari kegiatan pokok berupa
dan kebijakan tersebut dibuat oleh lembaga transformasi dan pelembagaan ajaran Islam ke
formal seperti Departemen Sosial atau kementrian dalam realitas Islam. Rinciannya: 1) Penyampaian
lain atau lembaga lain seperti Lembaga Swadaya konsepsi Islam mengenai kehidupan sosial,
Masyarakat; Ketiga, aksi sosial, yang bertujuan ekonomi dan pemeliharaan lingkungan; 2)
untuk membuat perubahan-perubahan dalam Penggalangan uhkuwah Islamiyah lembaga
kelembagaan atau struktur masyarakat melalui umat dan kemasyarakatan pada umumnya
proses pendistribusian kekuasaan, pendistribusian dalam rangka mengembangkan komunitas
sumber, dan pendistribusian pengambilan kelembagaan Islam; 3) Menjalin dan mewujudkan
keputusan. Aksi sosial didasarkan pada asumsi berbagai MoU (Memorandum of Understanding)
bahwa msyarakat sebagai korban ketidakadilan dengan berbagai kekuatan masyarakat; 4) Riset
struktur. Mereka miskin karena dimiskinkan, potensi lokal dakwah, pengembangan potensi
lemah karena dilemahkan, tidak berdaya karena lokal, dan pengembangan kelompok swadaya
tidak diberdayakan oleh kelompok elit masyarakat masyarakat; 5) Katalisasi aspirasi kebutuhan umat;
yang menguasai sumber-sumber ekonomi, politik 6) Konsultasi dan dampingan teknis kelembagaan;
dan kemasyarakatan. (Suharto, 2009). 7) mendampingi penyusunan rencana dan
Proses Pengembangan Masyarakat yang aksi sosial pelaksanaan rencana dalam rangka
dilakukan mencakup tiga aspek: Pertama, pengembangan komunitas dan institusi Islam; 8)
community services, yaitu pelayanan masyarakat Memandu pemecahan masalah sosial, ekonomi
untuk memenuhi kepentingan masyarakat dan lingkungan umat; 9) melaksanakan stabilisasi
seperti pembangunan sarana dan pelayanan di kelembagaan dan menyiapkan masyarakat untuk
bidang pendidikan, kesehatan dan sarana-sarana membangun secara mandiri dan berkelanjutan
umum; Kedua, community empowerment, yaitu (Machendrawati, 2001). Secara umum program-
pemberdayaan masyarakat dengan maksud sebagai program pengembangan masyarakat seringkali
usaha pemberian akses kepada masyarakat untuk diimplementasikan dalam bentuk proyek-proyek
mendukung kemandirian serta peningkatan Pembangunan Kesejahteraan Sosial (PKS), yang
kapasitas masyarakat yang berbasis sumberdaya memungkinkan anggota masyarakat memperoleh
setempat, pemberian akses dilakukan dengan dukungan dalam memenuhi kebutuhannya,
pengembangan jaringan dengan lembaga-lembaga dan melalui kampanye dan aksi-aksi sosial yang
yang terkait; Ketiga, community relation, yaitu memungkinkan kebutuhan-kebutuhan tersebut
78 Turãst: Jurnal Penelitian & Pengabdian Vol. 4, No. 1, Januari - Juni 2016
bentuk surau menunjukkan tingginya semangat Sejalan dengan perkembangan ilmu
keberagamaan masyarakat. Namun, secara pengetahuan dan teknologi saat ini, masyarakat
substansi dan realitas yang diungkapkan Misardi kenagarian Sungai Nanam juga memang
Malin Sampono selaku Walinagari Sungai Nanam mengalami kemajuan secara ekonomi dibanding
(2010), sosial kehidupan beragama masyarakat beberapa tahun sebelumnya (Sopian, 2010).
masih jauh dari yang diharapkan, karena sebagian Akan tetapi, secara sosial dan budaya masyarakat
besar masyarakat masih memahami agama Kenagarian Sungai Nanam mengalami
sebatas ritualitas (ibadah mahdhah). Hal tersebut kemerosotan (Syahril, 2010). Dahulu sangat
terlihat dari penggunaan sarana dan prasarana kental budaya tolong-menolong yang dalam
ibadah yang ada oleh masyarakat. Masjid hanya bahasa masyarakat Sungai Nanam disebut
digunakan untuk pelaksanaan shalat dan tempat dengan “balambai ari” antar sesama masyarakat
mengaji anak-anak, bahkan ada masjid yang baik dalam bekerja (kesawah) maupun dalam
hanya digunakan untuk shalat jum’at dan shalat acara perhelatan. Tapi sekarang budaya tolong-
magrib serta subuh secara berjamaah. Sementara menolong sudah mulai menghilang dan mulai
itu, pada umumnya surau hanya digunakan untuk muncul budaya “maupah” (memberi upah). Sikap
pelaksanaan shalat tarwih di bulan Ramadhan dan hidup individualis telah mulai berkembang dalam
tempat mengaji anak-anak. Namun, kenyataannya masyarakat. Munculnya sikap hidup individualis,
di luar bulan Ramadhan surau-surau yang ada menyeret masyarakat pada paham sekuler,
umumnya dikunci saja (tidak ada kegiatan). khususnya generasi muda. Hal tersebut terlihat
Hanya sebagian kecil dari surau-surau tersebut dari ungkapan masyarakat, “kok kabacaramah di
yang aktif di luar bulan Ramadhan. Dari 73 masajik buya, kalau ndak di surau.” Ungkapan
jumlah masjid dan surau yang ada di Kenagarian tersebut menunjukkan bahwa menurut mereka
Sungai Nanam, hanya ada 9 masjid dan surau agama adalah urusan para ulama dan tempat
yang memiliki lembaga pendidikan agama dalam membicarakannya adalah di masjid atau surau.
bentuk Madrasah Diniyah Awaliyah (MDA). Paham sekuler ini telah membagi masyarakat
Selain belum maksimalnya dalam memfungsikan pada dua kelompok, yaitu kelompok orang alim
masjid dan surau yang ada, kehidupan beragama dan orang biasa. Dalam bahasa masyarakat Sungai
masyarakat juga masih diselimuti oleh perbuatan Nanam lebih dikenal dengan istilah, “Urang Siak
yang masuk dalam kategori syirik, tahayul, jo Urang Biaso”. Paham tersebut mengisyaratkan,
khurafat, dan bid’ah. Dalam observasi penulis, seolah-olah aturan agama itu hanyalah untuk
tingkat kepercayaan masyarakat pada perdukunan, urang siak dan tempatnya hanya di masjid atau
bahkan guru tarikat juga berperan ganda sebagai surau, sedangkan kelompok kedua merasa bebas
dukun sangat tinggi serta masih berkembangnya dari aturan agama, sehingga merasa kurang
kebiasaan-kebiasaan masyarakat yang tidak ada terpanggil hatinya untuk menjalankan ibadah dan
dalilnya dalam al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah kurang marasa terbebani hatinya untuk berbuat
Saw, seperti upacara kematian dengan sistem dosa. Akibatnya, urang siak hanya sibuk di masjid
manigo hari sampai manyaratuih hari dan lain-lain. atau surau melakukan shalat dan membaca al-
80 Turãst: Jurnal Penelitian & Pengabdian Vol. 4, No. 1, Januari - Juni 2016
masyarakat Islam di Sumatera Barat, khususnya dan Kutianyie. Jika masing-masing suku memiliki
Nagari Sungai Nanam. Merujuk pada bentuk luas tanah yang sama, maka masing-masing suku
pembangunan secara umun, yaitu pembangunan memiliki luas tanah 1.243,8 Ha dalam berbagai
fisik dan nonfisik, maka potensi suku sebagai bentuknya, seperti; sawah, ladang, gurun.
faktor pendukung dalam pengembangan Ditinjau dari penggunaannya, secara umum tanah
masyarakat Islam secara garis besar juga dapat pusako yang dimiliki suku di Kenagarian Sungai
dilihat dalam dua hal: Pertama, faktor fisik. Faktor Nanam digunakan untuk bangunan perkantoran,
fisik merupakan harato pusako yang dimiliki sekolah, pertokoan, pasar, terminal, tempat
suku sebagai kekayaan suku. Pusako (harta peribadatan, dan kuburan 63 Ha. Jalan 59 Km.
pusaka) merupakan segala kekayaan berwujud Sawah 1.033 Ha. Ladang / tegalan 3.100 Ha.
(materil), yang diwariskan nantinya kepada anak Perkebunan 150 Ha. Padang rumput / alang-alang
kemenakan. Pusako berbentuk sawah-ladang, 690 Ha. Sarana rekreasi dan olah raga 12 Ha.
kolam ikan, rumah gadang, pandam pekuburan, Perikanan darat / air tawar 4 Ha. Rawa 15 Ha.
tanah ulayat, balai, masjid, surau (langgar/ Tanah kritis/ tandus 1. 040 Ha. Padang ilalang
mushalla), dan peralatan atau perlengkapan 25 Ha, dan perbukitan / pegunungan 150 Ha
penghulu (Edison, 2010). Jadi secara umum (Dokumentasi Walinagari Sungai Nanam, 2010).
pusako tersebut memiliki dua bentuk, yaitu tanah Dengan demikian sebagian besar tanah tersebut
dan bangunan; Kedua, faktor non fisik. Faktor digunakan dalam bentuk ladang, sawah dan
nonfisik merupakan sistem dan norma-norma perkebunan. Hal tersebut menunjukkan bahwa
atau tata nilai yang berlaku dalam masyarakat atau mayoritas masyarakat Kenagarian Sungai Nanam
anggota suku. Minimal ada dua faktor dalam hal berprofesi sebagai petani. Menurut penulis kondisi
tersebut, yaitu sistem kepemimpinan suku dalam tersebut minimal didorong oleh tiga faktor utama.
adat Minangkabau, dan falsafah hidup anggota Pertama, karena kondisi alam Kenagarian Sungai
suku sebagai pegangan dan pandangan hidup. Nanam yang merupakan daerah pegunungan
Memperhatikan potensi yang dimiliki yang subur, sehingga cocok untuk bertani. Kedua,
di Kenagarian Sungai Nanam, maka bentuk- karena rendahnya tingkat pendidikan sebagian
bentuk pengembangan masyarakat Islam berbasis besar masyarakat sehingga tidak memiliki skill
suku dapat diklasifikasikan kepada dua bentuk: dan kurang mendapatkan akses untuk melakukan
pertama,pengembangan ekonomi masyarakat pekerjaan lain. Ketiga, konsepsi masyarakat
melalui pamanfaatan tanah pusako atau tanah Minangkabau tentang asas manfaat tanah. Dalam
ulayat yang dimiliki suku di Kenagarian Sungai konsepsi masyarakat Minangkabau semua tanah
Nanam. Sesuai analisis tentang kondisi umum memiliki manfaat ekonomi, tidak ada sepetak
Kenagarian Sungai Nanam yang dipaparkan tanah pun yang dipandang tidak memiliki
sebelumnya tanah ulayat atau tanah pusako yang kegunaan, seperti diungkapkan pepatah adat;
dimiliki kaum secara keseluruhan seluas 6.219 “Nan lereang tanami padi, nan tunggang tanami
Ha. Kenagarian Sungai Nanam terdiri dari lima bambu, nan gurun jadikan parak, nan padek
suku, yaitu; Tanjuang, Panai, Malayu, Caniago, kaparumahan, nan munggu jadikan pandam, nan
82 Turãst: Jurnal Penelitian & Pengabdian Vol. 4, No. 1, Januari - Juni 2016
adat yang berlaku. Untuk itu, adat memberikan (Syahril, 2010). Akhirnya perkebunan tersebut
ketentuan dengan hukum tanah pusaka (ulayat tidak jalan dan ditinggalkan begitu saja. Namun,
tersebut),“ Manah jan pupuih, bangso jan saat ini sebagian tanah perkebunan tersebut telah
hilang, suku jan baranjak, jua indak dimakan diolah kembali oleh sebagian masyarakat untuk
bali, sando indak dimakan gadai” (Misardi, dijadikan lading (Suharjo, 2010). Oleh sebab
2010). Maksudnya, penghulu-penghulu haruslah itu, model pembangunan yang mesti dibangun
berusaha sejauh mungkin agar tidak menggadaikan, dalam mengembangkan masyarakat Sungai
apalagi menjual atau memberikan kepada orang Nanam adalah dengan memadukan antara
lain harta pusakanya (ulayatnya). Karena hal yang pendekatan direktif yang bersifat top-down
demikian akan mengakibatkan hilangnya manah dengan pendekatan non direktif yang bersifat
dari orang tua, baranjak (berpindah) suku ke suku bottom-up. Broker mensinergikan antara kekuatan
lain. Seorang pemimpin harus mempertahankan pemerintahan formal dengan potensi lokal
hak ulayatnya (wilayahnya) yang merupakan yang ada melalui kelembagaan suku yang ada.
daerah kekuasaan agar jangan berpindah ke Dengan kata lain, setiap program pengembangan
suku (bangsa) lain. Sebab berpindah suku akan ekonomi yang dijalankan pemerintah formal
menghilangkan nama bangsa, dan hilangnya mesti disesuaikan dengan potensi yang ada
amanah dari orang tua karena berpindahnya dalam masyarakat dan melibatkan masyarakat
hak milik kepada orang lain. Akibatnya anak- sebagai subjek pelaksanaan program. Jadi, semua
kemenakan akan kehilangan daerah tempat dia tanah ulayat yang dimiliki suku dikembangkan
diam dan berkembang, bersawah-berladang, secara terencana dan sistematis sehingga menjadi
berumah tangga, dan berkubur. Karena itu, produktif tanpa harus menghilangkan asset yang
menjual harta pusaka suku dilarang keras dalam dimiliki suku. Dengan begitu, strategi ekonomi
aturan adat Minangkabau. Ketika program itu yang diterapkan adalah ekonomi kerakyatan yaitu
dipaksakan oleh pemerintah, hasilnya bukan ekonomi yang berkeadilan dan menghilangkan
lagi mewujudkan kesejahteraan masyarakat, tapi friksi-friksi sosial seperti yang dirasakan dewasa
malah sebaliknya. Hubungan sosial masyarakat ini secara nasional. Memperhatikan kondisi alam
menjadi rusak dan rasa tanggung jawab serta rasa Kenagarian Sungai Nanam yang merupakan
memiliki dari masyarakat menjadi hilang. Hal daerah pegunungan yang subur (Observasi,
tersebut bisa dilihat dari program pembukaan 2010), maka pemanfaatan tanah ulayat dalam
perkebunan manyua di Kenagarian Sungai Nanam pengembangan ekonomi masyarakat adalah
di akhir tahun 80-an. Tanah masyarakat seluas dalam sektor pertanian, perkebunan rakyat dan
500 Ha diambil alih oleh Pemerintah Daerah peternakan.
Kabupaten Solok untuk diserahkan kepada pihak Sektor per tanian memiliki potensi
swasta dan dijadikan perkebunan (Misardi, 2010). besar dikembangkan di Kenagarian Sungai
Penyerahan tanah tersebut oleh ninik mamak yang Nanam karena secara historis masyarakat telah
sampai saat ini tidak jelas statusnya menimbulkan melakukan walaupun belum optimal. Sebagai
gejolak dari masyarakat karena merasa dirugikan daerah pegunungan Kenagarian Sungai Nanam
84 Turãst: Jurnal Penelitian & Pengabdian Vol. 4, No. 1, Januari - Juni 2016
ekonomi, sesuai tuntunan adat Minangkabau. surau, tapi kembali menjalankan fungsi-fungsi
Dengan demikian paradigma lama, bahwa; surau menurut adat seperti yang diterapkan pada
“Kepemilikan tanah oleh suku di Minangkabau masa lalu. Di samping berfungsi sebagai tempat
menjadi penghalang pembangunan dan shalat berjamaah dan mengaji, surau juga berfungsi
masuknya investor ke Sumatera Barat,” dapat sebagai tempat musyawarah. Surau digunakan
dirubah menjadi paradigma baru bahwa, “ sebagai tempat membicarakan segala persoalan
Tanah pusako yang dikuasai suku merupakan yang dihadapi anggota suku secara bersama
potensi besar pembangunan Sumatera Barat dan (Syahril, 2010). Tidak hanya membicarakan
investasi.” Melalui pendekatan pembangunan tentang urusan-urusan keagamaan secara khusus
Islamic Community Development, pemerintah (ibadah mahdhah), tapi juga membicarakan
dapat menjalankan pembangunan ekonomi tentang adat dan sosial, ekonomi serta persoalan
di Kenagarian Sungai Nanam dan tidak perlu kemasyarakatan lainnya (Syaripudin, 2010).
lagi melakukan pembebasan tanah masyarakat, Masyarakat Minangkabau masa lampau selalu
baik untuk pengembangan pertanian maupun berunding untuk memutuskan sesuatu, seperti
perkebunan dan lain-lain. dikatakan dalam pepatah adat, “Bulek aia dek
Kedua, pembinaan mental spiritual masyarakat pambuluah, bulek kato dek mufakat.” Tempatnya
melalui pemanfaatan surau yang dimiliki suku di adalah di surau suku (Kaidi, 2010). Jadi, setelah
Kenagarian Sungai Nanam. Seperti uraian di atas dimusyawarahkan dan didapatkan kata sepakat
bahwa Kenagarian Sungai Nanam memiliki banyak tentang suatu urusan, baru dilaksanakan secara
sarana ibadah dan pembinaan mental spiritual bersama oleh masyarakat.
masyarakat berupa masjid dan surau. Banyaknya Jumlah surau yang banyak di Kenagarian
jumlah surau menunjukkan secara prinsip anggota Sungai Nanam, masih belum difungsikan seperti
suku memiliki semangat dan perhatian yang tinggi diuraikan di atas. Pada umumnya surau-surau
terhadap pembinaan mental spiritual anggotanya. tersebut hanya aktif pada bulan Ramadhan untuk
Perubahan sistem kepemimpinan dari nagari tempat shalat tarawih. Di luar bulan Ramadhan
ke desa mempengaruhi eksistensi surau sebagai sebagian besar surau tersebut dikunci saja, karena
sarana pembinaan masyarakat suku. Karena, tidak ada kegiatan. Hal tersebut diantaranya
urang ampek jinih yang menjadi penanggung disebabkan belum berjalannya sistem pemeintahan
jawab dan pengelola surau tidak lagi berfungsi nagari menurut semestinya (adat lamo pusako
(Syahril, 2010). Adanya otonomi daerah memberi using). Kembali ke pemerintahan nagari kesannya
peluang pada pemimpin suku untuk kembali baru sebatas pergantian nama dari desa ke nagari
mengfungsikan surau yang ada di sukunya. (Lukman, 2010). Sehingga antara pemerintah
Apalagi dengan keluarnya Perda Nomor 9 tahun dengan urang ampek jinih sebagai pengelola surau
2000 tentang Ketentuan Pokok Pemerintahan suku masih belum terjalin hubungan komunikasi
Nagari. Salah satu program dari pemerintah yang inten. Dan program kembali ke surau masih
daerah adalah kembali ke surau (Misardi, 2010). belum diikuti dengan langkah-langkah strategis
Kembali ke surau bukan hanya kembali tidur di dari pemerintah. Tapi, masih dalam proses
86 Turãst: Jurnal Penelitian & Pengabdian Vol. 4, No. 1, Januari - Juni 2016
kerakyatan melalui pendayagunaan tanah pusako Aziz, Moh. Ali dkk. (2005). Dakwah Pemberdayaan
milik suku berupa pengembangan pertanian, dan Masyarakat, Paradigma Aksi Metodolgi
perkebunan; Kedua, pembinaan mental spiritual (Ed.).Yogyakarta: Pustaka Pesantren.
masyarakat melalui pemanfaatan surau suku sesuai
Hakimy, H. Idrus Dt. Rajo Panghulu. (1994).
fungsi-fungsi surau menurut adat yang pernah
Pegangan Penghulu, Bundo Kandung dan Pidato
ditrerapkan pada masa lalu. Namun, secara umum
Alua Pasambahan Adat di Minangkabau.
potensi besar yang dimiliki suku di kenagarian
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Sungai Nanam masih belum dikembangkan
secara optimal. Ditinjau dari perspektif ilmu Kilun, Yusra. (2007). Pengembangan Komunitas
dakwah dan pengembangan masyarakat Islam, Muslim; Pemberdayaan Masyarakat Kampung
belum optimalnya pendayagunaan potensi Badak Putih dan Kampung Satu Duit (Ed.).
tersebut disebabkan pendekatan pembangunan Jakarta : UIN Syarif Hidayatullah.
yang dikembangkan pemerintahan formal sebagai Machendrawati, Nanih dan Ahmad Safei, Agus.
pemimpin masyarakat adalah pendekatan direktif (2001). Pengembangan Masyarakat Islam.
yang bersifat instruktif. Akibatnya, pemimpin Bandung: PT. Rosdakarya.
dan masyarakat suku sebagai pemilik semua
MS, Edison.(2010). Tambo Minangkabau, Budaya
potensi tersebut kurang dilibatkan dalam proses
dan Hukum Adat di Minangkabau. Bukit
pembangunan, sehingga masyarakatpun kurang
Tinggi: Kristal Multimedia.
memiliki rasa tangggung jawab dan kepedulian
rerhadap program-program pembangunan yang Nizar, Hayati. (2003). Reaktualisasi Adat
dilaksanakan. Belum termanajemennya secara Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah
profesional, usaha pengembangan masyarakat (Ed.). Padang: Pusat Pengkajian Islam dan
yang dilakukanpun belum mampu memenuhi Minangkabau (PPIM).
kebutuhan masyarakat secara umum untuk hidup
Soharto, Edi. (2009). Membangun Masyarakat,
sejahtera dan mandiri.
Memberdayakan Rakyat, Kajian Strategis
Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan
DAFTAR PUSTAKA
Pekerjaan Sosial. Bandung: PT. Refika Aditama.
Adi,Iswandi Rukminto. (2008). Intervensi
Sumber Lain
Komunitas Pengembangan Masyarakat Sebagai
Upaya Pemberdayaan Masyarakat. Jakarta : Letter, M. Bagindo. (2010, Juni 8). Harian Umum
PT. Rajagrafindo Persada. Singgalang.
Arrasuli, Syekh Sulaiman. (2003). Pertalian Adat Dt. Pituan Rajo, Syahril. (2010, Februari 11).
dan Syarak. Jakarta: Ciputat Press. Wawancara Pribadi.
Imam, Suharjo Dt. Rajo Nan Sati. (2010, Mandaro Sati, Saidina Umar Bahar. (2010,
Oktober 2). Wawancara Pribadi. November 22). Wawancara Pribadi.
Malin Bonsu, Syarupudin. (2010, Oktober 17). Rajo Bujang, Sopito. (2010, November 28).
Wawancara Pribadi. Wawancara Pribadi.
Malin Mangkuto, Lukman. (2010, November Rajo Embang, Sopian. (2010, November 22).
19).Wawancara Pribadi. Wawancara Pribadi.
Malin Marajo, Suardi. (2010, November 21). Siak Marajo, Lisman. (2010, Oktober 4).
Wawancara Pribadi. Wawancara Pribadi.
Malin Sailan, Kaidi. (2010, Oktober 29). Zulkifli Dt. Sinaro Sati, Zubir. (2010, Oktober
Wawancara Pribadi. 16). Wawancara Pribadi.
88 Turãst: Jurnal Penelitian & Pengabdian Vol. 4, No. 1, Januari - Juni 2016