You are on page 1of 16

PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM BERBASIS

SUKU DI KENAGARIAN SUNGAI NANAM KECAMATAN


LEMBAH GUMANTI KABUPATEN SOLOK

Mistarija
(Dosen Luar Biasa Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi IAIN Imam Bonjol Padang.
Email: mistarija83@yahoo.com)

Abstract
Artikel ini bertujuan untuk menjelaskan bagaimana pengembangan masyarakat Islam berbasis suku di
Kenagarian Sungai Nanam Kecamatan Lembah Gumanti Kabupaten Solok. Metode yang digunakan adalah
field research dengan pendekatan kualitatif yang bersifat deskriptif, sedangkan sebagai objek penelitian ini
adalah Wali Nagari, ketua Kerapatan Adat Nagari (KAN) dan pemimpin suku di Kanagarian Sungai
Nanam. Alat pengumpul data yang digunakan berupa wawancara, observasi dan studi dokumentasi. Data
yang diperoleh diolah dengan langkah seleksi data, klasifikasi data, analisis data yang selanjutnya disimpulkan
dan dideskripsikan. Temuan ini mengungkap bahwa, suku memiliki banyak potensi yang dapat dikembangkan
sebagai faktor pendukung pengembangan masyarakat Islam di Kenagarian Sungai Nanam. Bentuk usaha yang
dapat dikembangkan dalam pengembangan masyarakat Islam berbasis suku di Kenagarian Sungai Nanam,
setidaknya ada dua bentuk, yaitu pengembangan ekonomi kerakyatan melalui pendayagunaan tanah pusako
milik suku dan pembinaan mental spiritual masyarakat melalui pemanfaatan surau suku sesuai dengan
fungsi-fungsi surau menurut adat yang pernah diterapkan pada masa lalu.
Kata Kunci: Islam, Dakwah, Pengembangan Masyarakat, Suku.

PENDAHULUAN dan sistematis untuk meningkatkan kualitas


kehidupan umat Islam dalam segala bidang
Dakwah merupakan upaya mewujudkan
kehidupannya melalui pendayagunaan segala
kesejahteraan masyarakat baik di dunia maupun
potensi yang ada pada mereka agar dapat
akhirat (Aziz, 2005). Sasaran utamanya tercipta
berkembang secara partisipatif dan hidup sesuai
suatu tatanan sosial yang di dalamnya hidup
ajaran Islam dengan menggunakan medium
sekelompok manusia dengan penuh kedamaian,
perubahan kelembagaan Islam atau organisasi
keadilan keharmonisan di antara keragaman
kemasyarakatan yang ada dalam masyarakat
yang ada, yang mencerminkan sisi Islam sebagai
Islam. Salah satu pranatal sosial yang ada dalam
rahmatan lil’alamin. Untuk itu, dakwah yang
masyarakat kenagarian Sungai Nanam adalah
mesti dibangun oleh para da’i dalam menegakkan
suku menurut ketentuan adat Minangkabau.
syariat Islam berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah
Suku memiliki potensi yang dapat
Rasulullah Saw adalah dakwah dalam bentuk
dikembangkan dalam mewujudkan kesejahteraan
pengembangan masyarakat Islam (Islamic
dan kemandirian masyarakat. Namun, potensi
Community Development). Pengembangan
tersebut belum dikembangkan secara optimal
masyarakat Islam dapat didefinisikan dengan
sehingga belum berdaya guna secara maksimal
usaha bersama dan strategi perubahan berencana
bagi masyarakat Kenagarian Sungai Nanam.
Untuk itu, melalui artikel ini akan diungkap memiliki fokus terhadap upaya menolong anggota
bagaimana pengembangan masyarakat Islam masyarakat yang memiliki kesamaan minat
berbasis suku di Kenagarian Sungai Nanam. Fokus untuk bekerja sama, mengidentifikasi kebutuhan
penelitian akan dielaborasi pada dua aspek, yaitu bersama dan kemudian melakukan kegiatan
bagaimana faktor-faktor pendukung dan bentuk bersama untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
usaha pengembangan masyarakat Islam berbasis Dengan demikian, pengembangan masyarakat
suku di Kenagarian Sungai Nanam. Islam merupakan model empiris pengembangan
perilaku individual dan kolektif dalam dimensi
KONTRUKSI PENGEMBANGAN MASYARAKAT amal saleh (karya terbaik), dengan titik tekan
ISLAM BERBASIS SUKU pada pemecahan masalah yang dihadapi oleh
Pengembangan masyarakat Islam (Islamic masyarakat. Sasaran individual yaitu setiap
Community Development) terdiri dari dua individu muslim, dengan orientasi sumber daya
komponen, yaitu pengembangan (development) manusia. Sasaran komunal adalah kelompok
dan masyarakat Islam (Islamic Community). atau komunitas muslim, dengan orientasi
Secara etimologi pengembangan berarti pengembangan sistem masyarakat. Sasaran
memberdayakan, menguatkan, membina, dan institusional adalah organisasi Islam dan pranata
mensejahterakan (Aziz, 2005). Masyarakat Islam sosial kehidupan, dengan orientasi pengembangan
berarti kumpulan manusia yang beragama Islam kualitas dan islamitas kelembagaan.
(Machendrawati, 2001). Secara terminologi, Menurut Batten, pada dasarnya, ada dua
pengembangan masyarakat Islam berarti usaha pendekatan dalam pengembangan masyarakat.
bersama dan terencana untuk mensejahterakan Pertama, pendekatan direktif. Pendekatan direktif
umat Islam di segala aspek kehidupannya sesuai (directive approach) dilakukan berlandas kan
tuntunan Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah Saw. asumsi bahwa community worker tahu yang
Pengertian lain, sebagaimana dikemukakan oleh dibutuhkan dan baik untuk masyarakat. Dalam
Nanih Machendrawati, bahwa pengembangan pendekatan ini peranan community worker
masyarakat Islam berarti mentransformasikan bersifat lebih dominan, karena prakarsa kegiatan
dan melembagakan semua segi ajaran Islam dalam dan sumber daya yang dibutuhkan lebih banyak
kehidupan keluarga (usrah), kelompok sosial berasal dari community worker. Community
(jamaah), dan masyarakat (ummah). worker-lah yang menetapkan yang baik atau buruk
Pengembangan masyarakat dapat pula bagi masyarakat, cara-cara yang perlu dilakukan
didefinisikan suatu metode pekerjaan sosial yang untuk memperbaikinya dan menyediakan sarana
tujuan utamanya untuk memperbaiki kualitas yang diperlukan untuk perbaikan tersebut
hidup masyarakat melalui pendayagunaan sumber- (Batten, 1967). Dengan pendekatan ini, memang
sumber yang ada pada mereka serta menekankan banyak hasil yang telah diperoleh, tetapi hasil yang
pada prinsip partisipasi sosial (Soharto, 2009). didapat lebih terkait dengan tujuan jangka pendek
Dengan begitu, pengembangan masyarakat dan sering kali lebih bersifat pencapaian secara
fisik. Pendekatan direktif menjadi kurang efektif

74 Turãst: Jurnal Penelitian & Pengabdian Vol. 4, No. 1, Januari - Juni 2016
untuk mencapai hal-hal yang sifatnya jangka pendekatan ini community worker berusaha untuk
panjang ataupun perubahan yang lebih mendasar merangsang tumbuhnya kemampuan masyarakat
yang berkaitan dengan perilaku seseorang. untuk menentukan arah langkahnya sendiri dan
Hal ini antara lain disebabkan akan perlunya kemampuan untuk menolong dirinya sendiri
perubahan pengetahuan , keyakinan , sikap , . Tujuan dari pendekatan nondirektif dalam
dan niat individu sebelum terjadinya perubahan upaya pengembangan masyarakat adalah agar
perilaku , bila pelaku perubahan menginginkan masyarakat memperoleh pengalaman belajar untuk
perubahan yang terjadi bukanlah perubahan yang mengembangkan dirinya (masyarakat tersebut)
bersifat temporer belaka. Penggunaan pendekatan melalui pemikiran dan tindakan yang dirumuskan
direktif oleh community worker sebenarnya juga oleh mereka. Pendekatan nondirektif sering
mengakibatkan berkurangnya kesempatan untuk juga dianggap sebagai pendekatan yang bersifat
memperoleh pengalaman belajar dari masyarakat, partisipatif. Dengan bergesernya kecenderungan
sedangkan bagi masyarakat segi buruknya adalah (trend) pendekatan dalam pembangunan yang
dapat munculnya ketergantungan terhadap ingin memperbesar porsi partisipasi masyarakat,
kehadiran community worker sebagai pelaku maka terlihat pula pergeseran pendekatan
perubahan. Pendekatan direktif sering kali yang dilakukan lembaga-lembaga pemerintah
juga disebut sebagai pendekatan yang bersifat dan nonpemerintah dari pendekatan yang
instruktif. Kedua, pendekatan nondirektif. direktif ke pendekatan nondirektif dalam upaya
Pendekatan nondirektif dilakukan berlandaskan meningkatkan taraf hidup suatu masyarakat. Hal
asumsi bahwa masyarakat sudah mempunyai ini akan sangat terasa terutama bila dikaitkan
pengetahuan tentang yang sebenarnya mereka dengan konsep pembangunan yang berasal dari
butuhkan dan yang baik untuk mereka. Pada bawah (Adi, 2008).
pendekatan ini, community worker tidak menem- Dalam penerapan di lapangan, pemilihan
patkan diri sebagai orang yang menetapkan apa antara pende katan direktif dan nondirektif
yang "baik" atau "buruk" bagi suatu masyarakat. perlu disesuaikan dengan tingkat perkembangan
Pemeran utama dalam perubahan masyarakat masyarakatnya. Masyarakat yang sudah mampu
adalah masyarakat itu sendiri, community worker mendayagunakan potensi yang dimiliki perlu
lebih bersifat menggali dan mengembangkan didekati dengan pendekatan nondirektif, tetapi
potensi masyarakat. Masyarakat diberikan bagi masyarakat yang relatif "belum berkembang"
kesempatan untuk membuat analisis dan (terbelakang), pilihan pendekatan pada awalnya
mengambil keputusan yang berguna bagi mereka lebih diarahkan pada pendekatan direktif. Pada
sendiri, serta diberi kesempatan penuh dalam pelaksanaan kegiatan lapangan yang terkait
penentuan cara-cara untuk mencapai tujuan yang dengan pengembangan masyarakat, ada kelompok
diinginkan. Peran community worker berubah masyarakat yang memang berhasil berkembang
menjadi katalisator, pemercepat perubahan yang dengan pendekatan nondirektif, tetapi ada
membantu mempercepat terjadinya perubahan pula yang mengalami kegagalan. Karena untuk
dalam suatu masyarakat. Dengan menggunakan mengembangkan pendekatan nondirektif,

Pengembangan Masyarakat Islam Berbasis Suku di Kenagarian Sungai Nanam... 75


juga dibutuhkan kondisi tertentu, antara lain Tahapan pengem bangan masyarakat
adalah adanya keinginan warga untuk bertindak Islam merujuk pada upaya yang dilaku kan
(self-directed action). Batten meyakini bahwa Nabi Muhammad Saw dalam membentuk
jika keinginan untuk melakukan perubahan masyarakat Islam. Secara umum ada tiga tahapan
dalam masyarakat tersebut sudah cukup kuat pengembangan masyarakat Islam yang diterapkan
dan berbagai kondisi yang diinginkan di atas Rasulullah SAW, yaitu: 1) Takwin,. yakni tahap
sudah terpenuhi, pada dasarnya mereka dapat pembentukan masyarakat Islam. Kegiatan pokok
mengembangkan diri mereka tanpa bantuan pada tahap ini adalah dakwah bil lisan sebagai
pihak luar. Akan tetapi, dalam kenyataan, kondisi ikhtiar sosialisasi akidah, ukhuwah, dan ta’awun.
yang diinginkan tersebut sering kali belum Semua aspek tersebut ditata menjadi instrumen
muncul sehingga diperlukan adanya community sosiologis. Proses sosialisasi dimulai dari unit
worker yang dapat membantu mereka. terkecil dan terdekat sampai kepada perwujudan
Dalam menjalankan pendekatan nondirektif, kesepakatan (bai’at). Bai’at I, (memorandum of
community worker dapat dihadapkan pada understanding), dan bai’at II (memorandum of
munculnya konflik-konflik di antara sesama agreement). Pada tahap ini telah terwujud jamaah
anggota masyarakat. Konflik yang tidak dapat Islam dan swadaya yang menjadi community
dikendalikan dan diatasi dapat mengakibatkan base kegiatan dakwah; 2) Tanzim, pada tahap ini
perpecahan. Oleh karena itu, community worker dilakukan penataan dakwah dengan proses hijrah,
harus mampu mengenali adanya konflik ini artinya komunitas Islam diajak untuk hijrah ke
dan mengambil tindakan untuk mengatasinya. kehidupan yang islami. Di antara langkah-langkah
Berdasarkan data yang ditemukan, selama ini yang dilakukan Rasulullah pada tahapan ini adalah
proses pengembangan msyarakat di Kenagarian membangun masjid sebagi pusat ukhuah Islamiyah
Sungai Nanam lebih pada pendekatan direktif yang dan membuat “Piagam Madinah (memorandum
bersifat insruktif. Segala bentuk pembangunan of agreement)” yang disepakati antara komunitas
atau pun program pengembangan masyarakat muslim dan non muslim. Di samping itu, adanya
ditentukan dan dilaksanakan oleh pemerintahan memorandum of agreement antara da’i dan mad’u
formal (Wali Nagari dan jajarannya). Segala sebagai landasan membangun masyarakat islami;
potensi yang ada di Kenagarian merupakan 3) Taudi’ (masyarakat madani), yakni tahap
hak milik suku, dan suku mengikat seluruh kemandirian. Umat pada tahap ini sudah siap
masyarakat secara terstruktur dan terorganisasi menjadi masyarakat yang mandiri, terutama
dengan rapi, serta lengkap dengan aturan-aturan secara manajerial (Kilun, 2007).
adat mengikat seluruh anggotanya. Dengan Jack Rothman sebagaimana dikutip
demikian, suku merupakan medium yang paling Edi Suharto, mengembangkan tiga model
tepat dalam menjalankan proses pengembangan Pengorganisasian masyarakat yaitu: Pertama,
masyarakat Islam di Kenagarian Sungai Nanam. pengembangan masyarakat lokal, yakni
proses yang ditujukan untuk menciptakan
kemajuan sosial dan ekonomi bagi masyarakat

76 Turãst: Jurnal Penelitian & Pengabdian Vol. 4, No. 1, Januari - Juni 2016
itu sendiri, yang difasilitasi oleh pekerja sosial pengembangan komunikasi dan informasi yang
yang berorientasi pada process goal bukan pada bermanfaat bagi masyarakat, pengembangan
product goal; Kedua, perencanaan sosial, yakni relasi dilakukan dengan cara mengundang
proses pragmatis menentukan keputusan dan beberapa pengelola lembaga dengan harapan
menetapkan tindakan dalam memecahkan lembaga tersebut dapat memberi dukungan
masalah sosial tertentu seperti kemiskinan, keuangan , keahlian dan pelayanan (Kilun,
pengangguran, kenakalan remaja, buta huruf dan 2007). Kegiatan pengembangan masyarakat
kesehatan masyarakat. Perencanaan, keputusan Islam terdiri dari kegiatan pokok berupa
dan kebijakan tersebut dibuat oleh lembaga transformasi dan pelembagaan ajaran Islam ke
formal seperti Departemen Sosial atau kementrian dalam realitas Islam. Rinciannya: 1) Penyampaian
lain atau lembaga lain seperti Lembaga Swadaya konsepsi Islam mengenai kehidupan sosial,
Masyarakat; Ketiga, aksi sosial, yang bertujuan ekonomi dan pemeliharaan lingkungan; 2)
untuk membuat perubahan-perubahan dalam Penggalangan uhkuwah Islamiyah lembaga
kelembagaan atau struktur masyarakat melalui umat dan kemasyarakatan pada umumnya
proses pendistribusian kekuasaan, pendistribusian dalam rangka mengembangkan komunitas
sumber, dan pendistribusian pengambilan kelembagaan Islam; 3) Menjalin dan mewujudkan
keputusan. Aksi sosial didasarkan pada asumsi berbagai MoU (Memorandum of Understanding)
bahwa msyarakat sebagai korban ketidakadilan dengan berbagai kekuatan masyarakat; 4) Riset
struktur. Mereka miskin karena dimiskinkan, potensi lokal dakwah, pengembangan potensi
lemah karena dilemahkan, tidak berdaya karena lokal, dan pengembangan kelompok swadaya
tidak diberdayakan oleh kelompok elit masyarakat masyarakat; 5) Katalisasi aspirasi kebutuhan umat;
yang menguasai sumber-sumber ekonomi, politik 6) Konsultasi dan dampingan teknis kelembagaan;
dan kemasyarakatan. (Suharto, 2009). 7) mendampingi penyusunan rencana dan
Proses Pengembangan Masyarakat yang aksi sosial pelaksanaan rencana dalam rangka
dilakukan mencakup tiga aspek: Pertama, pengembangan komunitas dan institusi Islam; 8)
community services, yaitu pelayanan masyarakat Memandu pemecahan masalah sosial, ekonomi
untuk memenuhi kepentingan masyarakat dan lingkungan umat; 9) melaksanakan stabilisasi
seperti pembangunan sarana dan pelayanan di kelembagaan dan menyiapkan masyarakat untuk
bidang pendidikan, kesehatan dan sarana-sarana membangun secara mandiri dan berkelanjutan
umum; Kedua, community empowerment, yaitu (Machendrawati, 2001). Secara umum program-
pemberdayaan masyarakat dengan maksud sebagai program pengembangan masyarakat seringkali
usaha pemberian akses kepada masyarakat untuk diimplementasikan dalam bentuk proyek-proyek
mendukung kemandirian serta peningkatan Pembangunan Kesejahteraan Sosial (PKS), yang
kapasitas masyarakat yang berbasis sumberdaya memungkinkan anggota masyarakat memperoleh
setempat, pemberian akses dilakukan dengan dukungan dalam memenuhi kebutuhannya,
pengembangan jaringan dengan lembaga-lembaga dan melalui kampanye dan aksi-aksi sosial yang
yang terkait; Ketiga, community relation, yaitu memungkinkan kebutuhan-kebutuhan tersebut

Pengembangan Masyarakat Islam Berbasis Suku di Kenagarian Sungai Nanam... 77


dapat dipenuhi oleh pihak-pihak lain yang Kitabullah. Syarak Mangato, Adat Mamakai. Alam
bertanggung jawab (Soharto, 2009). Takambang Jadi Guru”, maka pembangunan
suku Minangkabau mestilah diarahkan untuk
Dilema Suku Sebagai Lembaga Pengembangan
Masyarakat Islam menjadikan orang Minangkabau mengamalkan
Suku yang dimaksud dalam penelitian ini ajaran Islam dalam semua aspek kehidupannya.
adalah suku yang ada dalam masyarakat adat Hal tersebut memerlukan pembangunan suku
Minangkabau, yaitu kelompok kaum yang berasal benar-benar berasaskan ajaran Islam. Artinya, harus
dari seorang niniek perempuan. Sesuku artinya terus dilakukan islamisasi terhadap semua aspek
semua keturunan dari niniek ini ke bawah yang kehidupan orang-orang Minangkabau.
dihitung menurut garis keturunan ibu, yaitu Salah satu khas dari Minangkabau adalah
niniek menurunkan gaek, gaek menurunkan nagari, yaitu sebuah kesatuan masyarakat yang
nenek (uo), nenek menurunkan mande, mande mengikat anak-anak nagari. Anak nagari bagaikan
menurunkan anak (laki-laki & perempuan). satu keluarga. Mereka sehina semalu, kelurah sama
Semua keturunan niniek disebut sepesukuan. menuruni, kebukit sama mendaki, tertelentang
Setiap suku di Minangkabau memiliki sistem sama makan embun, tertelungkup sama makan
kepemimpinan secara tersruktur yang diatur tanah, sehingga ada pepatah menyatakan,”Tagak
di dalam adat dengan jelas. Masing-masing basuku mamaga suku, tagak banagari mamaga
suku dipimpin oleh ninik mamak. Orang yang nagari” artinya, setiap anak Nagari di Minangkabau
mengepalai suku yang punya jabatan sebagai ninik di manapun tinggal harus tolong-menolong,
mamak disebut dengan datuak atau penghulu ingat-mengingatkan, nasehat-menasehati, dan
(Arrasuli, 2003). Dalam menjalankan tugas- ajar-mengajari dengan tidak memandang tinggi-
tugasnya sebagai pemimpin suku, penghulu rendahnya martabat. Anak nagari terikat dalam
dibantu oleh tiga orang pembantunya. Ketiga kesatuan suku menurut garis keturunan ibu.
pembantu tersebut adalah manti, malin dan Satu suku besar terbagi atas beberapa kampung.
dubalang (Hakimy, 1994). Kampung terbagi pada beberapa kaum, dan kaum
Falsafah adat Minangkabau yang menjadi terdiri dari beberapa paruik. Satu paruik biasanya
acuan kegiatan dalam hidup dan kehidupan menghuni satu atau beberapa rumah gadang.
masyarakatnya terdiri dari tiga bagian. Pertama, Adat Rumah gadang dipimpin oleh seorang laki-laki
Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah; Kedua, tertua dan terampil yang disebut Tungganai
Syarak Mangato, Adat Mamakai; Dan ketiga, Alam (Nizar, 2003).
Takambang Jadi Guru. Dengan begitu lengkapnya Nagari Sungai Nanam merupakan salah
falsafah adat Minangkabau tersebut adalah Adat satu Nagari yang ada di Minangkabau, yang
Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah, Syarak masyarakatnya beragama Islam. Nagari Sungai
Mangato Adat Mamakai, Alam Takambang Jadi Nanam memiliki 72 buah sarana ibadah, dengan
Guru (Nizar, 2003). Bila anggota suku konsekuen 15 buah masjid dan 57 buah surau. Banyaknya
dengan visi “Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi jumlah sarana peribadatan, terutama dalam

78 Turãst: Jurnal Penelitian & Pengabdian Vol. 4, No. 1, Januari - Juni 2016
bentuk surau menunjukkan tingginya semangat Sejalan dengan perkembangan ilmu
keberagamaan masyarakat. Namun, secara pengetahuan dan teknologi saat ini, masyarakat
substansi dan realitas yang diungkapkan Misardi kenagarian Sungai Nanam juga memang
Malin Sampono selaku Walinagari Sungai Nanam mengalami kemajuan secara ekonomi dibanding
(2010), sosial kehidupan beragama masyarakat beberapa tahun sebelumnya (Sopian, 2010).
masih jauh dari yang diharapkan, karena sebagian Akan tetapi, secara sosial dan budaya masyarakat
besar masyarakat masih memahami agama Kenagarian Sungai Nanam mengalami
sebatas ritualitas (ibadah mahdhah). Hal tersebut kemerosotan (Syahril, 2010). Dahulu sangat
terlihat dari penggunaan sarana dan prasarana kental budaya tolong-menolong yang dalam
ibadah yang ada oleh masyarakat. Masjid hanya bahasa masyarakat Sungai Nanam disebut
digunakan untuk pelaksanaan shalat dan tempat dengan “balambai ari” antar sesama masyarakat
mengaji anak-anak, bahkan ada masjid yang baik dalam bekerja (kesawah) maupun dalam
hanya digunakan untuk shalat jum’at dan shalat acara perhelatan. Tapi sekarang budaya tolong-
magrib serta subuh secara berjamaah. Sementara menolong sudah mulai menghilang dan mulai
itu, pada umumnya surau hanya digunakan untuk muncul budaya “maupah” (memberi upah). Sikap
pelaksanaan shalat tarwih di bulan Ramadhan dan hidup individualis telah mulai berkembang dalam
tempat mengaji anak-anak. Namun, kenyataannya masyarakat. Munculnya sikap hidup individualis,
di luar bulan Ramadhan surau-surau yang ada menyeret masyarakat pada paham sekuler,
umumnya dikunci saja (tidak ada kegiatan). khususnya generasi muda. Hal tersebut terlihat
Hanya sebagian kecil dari surau-surau tersebut dari ungkapan masyarakat, “kok kabacaramah di
yang aktif di luar bulan Ramadhan. Dari 73 masajik buya, kalau ndak di surau.” Ungkapan
jumlah masjid dan surau yang ada di Kenagarian tersebut menunjukkan bahwa menurut mereka
Sungai Nanam, hanya ada 9 masjid dan surau agama adalah urusan para ulama dan tempat
yang memiliki lembaga pendidikan agama dalam membicarakannya adalah di masjid atau surau.
bentuk Madrasah Diniyah Awaliyah (MDA). Paham sekuler ini telah membagi masyarakat
Selain belum maksimalnya dalam memfungsikan pada dua kelompok, yaitu kelompok orang alim
masjid dan surau yang ada, kehidupan beragama dan orang biasa. Dalam bahasa masyarakat Sungai
masyarakat juga masih diselimuti oleh perbuatan Nanam lebih dikenal dengan istilah, “Urang Siak
yang masuk dalam kategori syirik, tahayul, jo Urang Biaso”. Paham tersebut mengisyaratkan,
khurafat, dan bid’ah. Dalam observasi penulis, seolah-olah aturan agama itu hanyalah untuk
tingkat kepercayaan masyarakat pada perdukunan, urang siak dan tempatnya hanya di masjid atau
bahkan guru tarikat juga berperan ganda sebagai surau, sedangkan kelompok kedua merasa bebas
dukun sangat tinggi serta masih berkembangnya dari aturan agama, sehingga merasa kurang
kebiasaan-kebiasaan masyarakat yang tidak ada terpanggil hatinya untuk menjalankan ibadah dan
dalilnya dalam al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah kurang marasa terbebani hatinya untuk berbuat
Saw, seperti upacara kematian dengan sistem dosa. Akibatnya, urang siak hanya sibuk di masjid
manigo hari sampai manyaratuih hari dan lain-lain. atau surau melakukan shalat dan membaca al-

Pengembangan Masyarakat Islam Berbasis Suku di Kenagarian Sungai Nanam... 79


Qur’an serta berzikir dan berdo’a. Selain itu, nagari, khususnya anak kemenakannya seakan-
urang siak hanya untuk penyelenggaraan jenazah akan menutup mata terhadap kondisi tersebut.
dan pelaksanaan acara babilang hari, dari manigo Mereka bagaikan “Harimau Ngunguah” yang tak
hari sampai manyaratuih hari (Suardi, 2010). mampu berbuat apa-apa. Karena dalam kehidupan
Kelompok kedua yang menyebut dirinya “urang banagari mereka tidak lagi memeliki wewenang
biaso-biaso se”, kurang peduli dengan masjid dan untuk memberikan sanksi atas pelanggaran hukum
kegiatan-kegiatan keagamaan yang diadakan. yang dilakukan oleh anak nagari. Mereka hanya
Mereka hanya sibuk dengan urusan keduniaan dilibatkan dalam acara baralek dan acara kenduri
yang dipandang perlu dan menyenangkan. kematian. Di luar urusan baralek ninik mamak
Mereka sibuk untuk mengumpulkan uang dan tidak begitu dilibatkan dan diindahkan oleh anak
memperbanyak harta. Sasaran utama mereka kemenakanya (Parlis, 2010). Aturan adat yang
hanyalah dua hal, yaitu berharta dan berkeluarga. dijalankan ninik mamak tidak lagi dianggap sebagai
Setiap hari mereka sibuk bekerja di ladang atau aturan yang membawa kepada kemaslahatan dan
pun berdagang. Kelompok ini umumnya hadir melindungi masyarakat, tapi malah sebaliknya
ke masjid hanya sekali seminggu, ketika jum’atan. yang terjadi, aturan itu dianggap melanggar hak
Dan ada yang dua kali setahun, ketika shalat asasi manusia (HAM) dan kebebasan berekspresi.
hari raya idul fitri dan idul adha. Bahkan ada Bila ninik mamak menjalankan sanksi adat kepada
yang tidak pernah hadir di masjid. Ironisnya ada anak kemenakannya, dia bisa dilaporkan keaparat
dari kalangan ninik mamak yang masuk dalam penegak hukum (hukum nasional) dan dijebloskan
kategori kelompok ini (Lukman, 2010). ke penjara (Zubir, 2010). Kondisi tersebut membuat
Kondisi di atas menimbulkan berbagai ninik mamak tidak berani mengambil tindakan atas
perilaku dan perbuatan yang bertentangan dengan pelanggaran hukum adat oleh anak kenakannya,
aturan-aturan adat dan agama. Minum-minuman kecuali dalam bentuk teguran secara lisan.
keras yang dulu dianggap tabu oleh masyarakat Po te n s i S u ku S e b a ga i Pe n ge m b a n ga n
sekarang sudah mulai muncul di dalam acara pesta Masyarakat Islam di Kenagarian Sungai Nanam
pernikahan. Perjudian masih menjadi hal yang Berdasarkan uraian di atas, temuan khusus
biasa bagi masyarakat. Sebagian generasi muda dalam penelitian Pengembangan Masyarakat
tidak malu lagi untuk berpakaian you can see (tidak Islam Berbasis Suku di Kenagarian Sungai
menutup aurat) di depan umum. Berpacaran pun Nanam dapat dibagi dalam dua aspek, yaitu,
menjadi tren para anak muda, sehingga berpergian faktor-faktor pendukung dan bentuk-bentuk
berpasangan yang bukan muhrimnya dan belum pengembangan masyarakat Islam berbasis suku
diikat oleh ikatan pernikahan sudah menjadi suatu di Kenagarian Sungai Nanam Kecamatan Lembah
yang biasa saja. Keadaan ini mendorong generasi Gumanti Kabupaten Solok. Faktor pendukung
muda untuk masuk dalam dunia pergaulan bebas yang dimaksud adalah suku sebagai lembaga
(Misardi, 2010). Alim ulama dan pemangku kemasyarakatan mempunyai potensi besar
adat yang secara hukum adat adalah pemimpin sebagai faktor pendukung pengembangan
yang bertanggun jawab atas pembinaan anak

80 Turãst: Jurnal Penelitian & Pengabdian Vol. 4, No. 1, Januari - Juni 2016
masyarakat Islam di Sumatera Barat, khususnya dan Kutianyie. Jika masing-masing suku memiliki
Nagari Sungai Nanam. Merujuk pada bentuk luas tanah yang sama, maka masing-masing suku
pembangunan secara umun, yaitu pembangunan memiliki luas tanah 1.243,8 Ha dalam berbagai
fisik dan nonfisik, maka potensi suku sebagai bentuknya, seperti; sawah, ladang, gurun.
faktor pendukung dalam pengembangan Ditinjau dari penggunaannya, secara umum tanah
masyarakat Islam secara garis besar juga dapat pusako yang dimiliki suku di Kenagarian Sungai
dilihat dalam dua hal: Pertama, faktor fisik. Faktor Nanam digunakan untuk bangunan perkantoran,
fisik merupakan harato pusako yang dimiliki sekolah, pertokoan, pasar, terminal, tempat
suku sebagai kekayaan suku. Pusako (harta peribadatan, dan kuburan 63 Ha. Jalan 59 Km.
pusaka) merupakan segala kekayaan berwujud Sawah 1.033 Ha. Ladang / tegalan 3.100 Ha.
(materil), yang diwariskan nantinya kepada anak Perkebunan 150 Ha. Padang rumput / alang-alang
kemenakan. Pusako berbentuk sawah-ladang, 690 Ha. Sarana rekreasi dan olah raga 12 Ha.
kolam ikan, rumah gadang, pandam pekuburan, Perikanan darat / air tawar 4 Ha. Rawa 15 Ha.
tanah ulayat, balai, masjid, surau (langgar/ Tanah kritis/ tandus 1. 040 Ha. Padang ilalang
mushalla), dan peralatan atau perlengkapan 25 Ha, dan perbukitan / pegunungan 150 Ha
penghulu (Edison, 2010). Jadi secara umum (Dokumentasi Walinagari Sungai Nanam, 2010).
pusako tersebut memiliki dua bentuk, yaitu tanah Dengan demikian sebagian besar tanah tersebut
dan bangunan; Kedua, faktor non fisik. Faktor digunakan dalam bentuk ladang, sawah dan
nonfisik merupakan sistem dan norma-norma perkebunan. Hal tersebut menunjukkan bahwa
atau tata nilai yang berlaku dalam masyarakat atau mayoritas masyarakat Kenagarian Sungai Nanam
anggota suku. Minimal ada dua faktor dalam hal berprofesi sebagai petani. Menurut penulis kondisi
tersebut, yaitu sistem kepemimpinan suku dalam tersebut minimal didorong oleh tiga faktor utama.
adat Minangkabau, dan falsafah hidup anggota Pertama, karena kondisi alam Kenagarian Sungai
suku sebagai pegangan dan pandangan hidup. Nanam yang merupakan daerah pegunungan
Memperhatikan potensi yang dimiliki yang subur, sehingga cocok untuk bertani. Kedua,
di Kenagarian Sungai Nanam, maka bentuk- karena rendahnya tingkat pendidikan sebagian
bentuk pengembangan masyarakat Islam berbasis besar masyarakat sehingga tidak memiliki skill
suku dapat diklasifikasikan kepada dua bentuk: dan kurang mendapatkan akses untuk melakukan
pertama,pengembangan ekonomi masyarakat pekerjaan lain. Ketiga, konsepsi masyarakat
melalui pamanfaatan tanah pusako atau tanah Minangkabau tentang asas manfaat tanah. Dalam
ulayat yang dimiliki suku di Kenagarian Sungai konsepsi masyarakat Minangkabau semua tanah
Nanam. Sesuai analisis tentang kondisi umum memiliki manfaat ekonomi, tidak ada sepetak
Kenagarian Sungai Nanam yang dipaparkan tanah pun yang dipandang tidak memiliki
sebelumnya tanah ulayat atau tanah pusako yang kegunaan, seperti diungkapkan pepatah adat;
dimiliki kaum secara keseluruhan seluas 6.219 “Nan lereang tanami padi, nan tunggang tanami
Ha. Kenagarian Sungai Nanam terdiri dari lima bambu, nan gurun jadikan parak, nan padek
suku, yaitu; Tanjuang, Panai, Malayu, Caniago, kaparumahan, nan munggu jadikan pandam, nan

Pengembangan Masyarakat Islam Berbasis Suku di Kenagarian Sungai Nanam... 81


gauang ka tabek ikan, nan padang tampek gubalo, terutama kalangan yang duduk di pemerintahan
nan lacah kubangan kabau, nan barawa ranangan dan berpendidikan tinggi. Sebab, orang yang
itiek.” bisa mengurus persyaratan secara administrasi
Keterbatasan modal dan sumber daya dan yang mempunyai akses ke pihak-pihak
masyarakat membuat masyarakat belum mampu terkait dengan program tersebut tentulah kedua
mengoptimalkan pemanfaatan tanah pusako yang kalangan tersebut. Sementara itu, sebagian
dimilikinya. Hanya sebagian kecil dari masyarakat besar masyarakat Kenagarian Sungai Nanam
yang telah mampu mengelola sebagian tanahnya adalah orang-orang yang berpendidikan rendah,
dengan agak lebih baik. Umumnya yang masuk bahkan masih ada yang buta huruf. Karena itu,
dalam kategori tersebut adalah para pedagang yang kelompok yang kedua ini tidak punya kemampuan
menjual berbagai keperluan pertanian dan orang- untuk mengurus hal-hal yang menyangkut
orang yang dekat dengan pemerintahan formal administrasi dan membangun akses dengan
serta pegawai negeri sipil yang juga ikut bertani pihak-pihak terkait. Akibatnya, apa pun bentuk
(Bahar, 2010). Adanya kelompok kecil masyarakat program peningkatan ekonomi yang diterapkan
memiliki kondisi ekonomi yang cukup baik pemerintah belum menyentuh masyarakat kecil,
digeneralisasi oleh pihak pemerintah dan orang kecuali bantuan langsung berupa bantuan beras
luar nagari Sungai Nanam bahwa masyarakat miskin, dan subsidi BBM. Bahkan kadang-kadang
Kenagarian Sungai Nanam telah kaya-raya dengan bantuan langsung pun masih dipandang kurang
memberikan label Nagari Sungai Nanam daerah tepat sasaran. Karena petugas yang mengelola
dolar. Padahal, sebagian besar masyarakat masih penyaluran bantuan tersebut lebih mementingkan
berada pada status kurang mampu (Sopito, orang-orang yang dekat dengannya (Sopito,
2010). Kondisi tersebut terus berlanjut karena 2010). Selain itu, program pembangunan
model pembangunan ekonomi yang diterapkan yang dilaksanakan oleh pemerintah khususnya
oleh pemerintah bersifat top-down. Segala bentuk dalam bentuk investasi dari pihak luar, seperti
kebijakan ekonomi diatur dan dilaksanakan oleh perkebunan, selalu menuntut adanya pembebesan
pemerintah sesuai selera pemerintah dari atas tanah masyarakat yang merupakan tanah pusako
ke bawah (Suharjo, 2010). Pemerintah nagari milik suku (Misardi, 2010). Dalam hal tersebut
hanya menjadi penyalur ke masyarakat bila ninik mamak sebagai pemimpin suku dengan
ada program pembangunan dari pemerintah aturan adat yang dipegang anggota suku dianggap
kabupaten, provinsi, maupun pemerintah pusat. sebagai penghalang pembangunan (Letter, 2010).
Seperti program pengembangan pertanian dari Karena menurut aturan adat Minangkabau tanah
Dinas Pertanian. Masyarakat yang bisa mendapat yang merupakan aset suku tidak boleh diperjual
kesempatan untuk ikut dalam program tersebut belikan.
adalah masyarakat yang punya persyaratan seperti Harta pusaka merupakan amanah yang
yang ditentukan oleh dinas terkait (Misardi, diterima dari orang tua-tua dan nenek-moyang
2010). Dengan dimikian program tersebut hanya yang harus dijaga dan diteruskan kepada generasi
akan menyentuh kalangan menengah ke atas, selanjutnya sesuai dengan ketentuan hukum

82 Turãst: Jurnal Penelitian & Pengabdian Vol. 4, No. 1, Januari - Juni 2016
adat yang berlaku. Untuk itu, adat memberikan (Syahril, 2010). Akhirnya perkebunan tersebut
ketentuan dengan hukum tanah pusaka (ulayat tidak jalan dan ditinggalkan begitu saja. Namun,
tersebut),“ Manah jan pupuih, bangso jan saat ini sebagian tanah perkebunan tersebut telah
hilang, suku jan baranjak, jua indak dimakan diolah kembali oleh sebagian masyarakat untuk
bali, sando indak dimakan gadai” (Misardi, dijadikan lading (Suharjo, 2010). Oleh sebab
2010). Maksudnya, penghulu-penghulu haruslah itu, model pembangunan yang mesti dibangun
berusaha sejauh mungkin agar tidak menggadaikan, dalam mengembangkan masyarakat Sungai
apalagi menjual atau memberikan kepada orang Nanam adalah dengan memadukan antara
lain harta pusakanya (ulayatnya). Karena hal yang pendekatan direktif yang bersifat top-down
demikian akan mengakibatkan hilangnya manah dengan pendekatan non direktif yang bersifat
dari orang tua, baranjak (berpindah) suku ke suku bottom-up. Broker mensinergikan antara kekuatan
lain. Seorang pemimpin harus mempertahankan pemerintahan formal dengan potensi lokal
hak ulayatnya (wilayahnya) yang merupakan yang ada melalui kelembagaan suku yang ada.
daerah kekuasaan agar jangan berpindah ke Dengan kata lain, setiap program pengembangan
suku (bangsa) lain. Sebab berpindah suku akan ekonomi yang dijalankan pemerintah formal
menghilangkan nama bangsa, dan hilangnya mesti disesuaikan dengan potensi yang ada
amanah dari orang tua karena berpindahnya dalam masyarakat dan melibatkan masyarakat
hak milik kepada orang lain. Akibatnya anak- sebagai subjek pelaksanaan program. Jadi, semua
kemenakan akan kehilangan daerah tempat dia tanah ulayat yang dimiliki suku dikembangkan
diam dan berkembang, bersawah-berladang, secara terencana dan sistematis sehingga menjadi
berumah tangga, dan berkubur. Karena itu, produktif tanpa harus menghilangkan asset yang
menjual harta pusaka suku dilarang keras dalam dimiliki suku. Dengan begitu, strategi ekonomi
aturan adat Minangkabau. Ketika program itu yang diterapkan adalah ekonomi kerakyatan yaitu
dipaksakan oleh pemerintah, hasilnya bukan ekonomi yang berkeadilan dan menghilangkan
lagi mewujudkan kesejahteraan masyarakat, tapi friksi-friksi sosial seperti yang dirasakan dewasa
malah sebaliknya. Hubungan sosial masyarakat ini secara nasional. Memperhatikan kondisi alam
menjadi rusak dan rasa tanggung jawab serta rasa Kenagarian Sungai Nanam yang merupakan
memiliki dari masyarakat menjadi hilang. Hal daerah pegunungan yang subur (Observasi,
tersebut bisa dilihat dari program pembukaan 2010), maka pemanfaatan tanah ulayat dalam
perkebunan manyua di Kenagarian Sungai Nanam pengembangan ekonomi masyarakat adalah
di akhir tahun 80-an. Tanah masyarakat seluas dalam sektor pertanian, perkebunan rakyat dan
500 Ha diambil alih oleh Pemerintah Daerah peternakan.
Kabupaten Solok untuk diserahkan kepada pihak Sektor per tanian memiliki potensi
swasta dan dijadikan perkebunan (Misardi, 2010). besar dikembangkan di Kenagarian Sungai
Penyerahan tanah tersebut oleh ninik mamak yang Nanam karena secara historis masyarakat telah
sampai saat ini tidak jelas statusnya menimbulkan melakukan walaupun belum optimal. Sebagai
gejolak dari masyarakat karena merasa dirugikan daerah pegunungan Kenagarian Sungai Nanam

Pengembangan Masyarakat Islam Berbasis Suku di Kenagarian Sungai Nanam... 83


memiliki banyak perbedaan agroklimat yang serta dipertanggungjawabkan tidak hanya
memungkinkan pengembangan komuditi hasil kepada pemerintah yang memberikan bantuan
pertanian. Hal tersebut sangat menguntungkan modal dalam bentuk apa pun, tapi juga
sehingga dapat dipilih komuniti yang paling dipertanggungjawabkan kepada Allah SWT dan
sesuai dan dikelola persuku yang ada. Inilah alam lingkungannya. Rasa tanggung jawab yang
pekerjaan yang paling pokok dan pertama untuk demikian akan membuat program pembangunan
disepakati bersama oleh masyarakat. Adanya berjalan secara efektif dan efesien. Kondisi
pengkhususan pengelolaan pertanian melalui tersebut juga dapat mendorong pemerintah
kelompok suku yang ada akan memudahkan menjalankan fungsinya sebagai regulator dengan
pemerintah dalam melakukan koordinasi dan baik melalui kebijakan pertanian. Sehingga bisa
pengawasan terhadap proyek pegembangan mengatur keimbangan biaya produksi pertanian
ekonomi kerakyatan. Karena suku telah memiliki dengan hasis produksi yang dicapai. Begitu
sturuktur keorganisasian yang jelas dan membumi juga dengan proses pemasaran hasil pertanian.
“Indak lakang dek paneh, indak lapuak dek hujan.” Melalui program dan upaya kerjasama yang
Pemimpin suku sebagai broker merupakan orang- dibangun pemerintah dengan daerah lain yang
orang yang mempunyai kapabilitas yang tinggi, membutuhkan, hasil pertanian tersebut dapat
sebab dalam dirinya tertanam tiga prinsip yang didisribusikan dengan lancar. Jadi, masyarakat
merupakan pilar pembangunan paripurna yaitu; pertanian tidak lagi menjadi kudo palajang bukik
beradat, beragama, dan berilmu. Karena itu, yang bekerja susah-payah selama berbulan-
sistem kepemimpinannya dikenal dengan, “Tali bulan, tapi yang memperoleh untung besar
tigo sapilin, tungku tigo sajarangan.” dan merasakan nikmatnya adalah pihak lain,
Setiap pemimpin dan anggota suku dalam seperti para pedagang. Oleh sebab itu, model
melakukan setiap aktifitas kehidupannya selalu pembangunan yang mesti dikembangkan ke
berpegang teguh pada falsafah hidupnya, “Adat depan adalah dalam bentuk Islamic Community
Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah, Syarak Development. Pembangunan masyarakat Sungai
Mangato Adat Mamakai, Alam Takambang Jadi Nanam didekati dengan pengembangan ekonomi
guru.” Konsepsi tata kehidupan pemimpin dan kerakyatan melalui pendayagunaan tanah
anggota suku tersebut, setidaknya melahirkan pusako yang dimiliki suku (bottom up). Usaha
tiga dimensi kesadaran tanggung jawab. Pertama, pengembangan ekonomi baik berupa pertanian,
tanggung jawab kepada Allah SWT. Kedua, perkebunan, maupun perikanan dan lain-lain
tanggung jawab kepada sesama manusia. Dan dilaksanakan oleh masyarakat sendiri secara
ketiga, tanggung jawab kepada alam semesta. bersama-sama dengan mendayagunakan harta
Tiga kesadaran tanggung jawab tersebut akan pusaka sukunya sendiri. Pemerintah benar-benar
melahirkan komitmen dan konsisten dari sebagai pelindung dan pengayom masyarakat
masyarakat dalam menerima dan menjalankan dengan berperan sebagai regulator dan katalisator
amanah. Karena amanah yang diterimanya pembangunan untuk mewujudkan masyarakat
merupakan untuk kebaikan dirinya sendiri yang sejahtera dan mandiri, khususnya di bidang

84 Turãst: Jurnal Penelitian & Pengabdian Vol. 4, No. 1, Januari - Juni 2016
ekonomi, sesuai tuntunan adat Minangkabau. surau, tapi kembali menjalankan fungsi-fungsi
Dengan demikian paradigma lama, bahwa; surau menurut adat seperti yang diterapkan pada
“Kepemilikan tanah oleh suku di Minangkabau masa lalu. Di samping berfungsi sebagai tempat
menjadi penghalang pembangunan dan shalat berjamaah dan mengaji, surau juga berfungsi
masuknya investor ke Sumatera Barat,” dapat sebagai tempat musyawarah. Surau digunakan
dirubah menjadi paradigma baru bahwa, “ sebagai tempat membicarakan segala persoalan
Tanah pusako yang dikuasai suku merupakan yang dihadapi anggota suku secara bersama
potensi besar pembangunan Sumatera Barat dan (Syahril, 2010). Tidak hanya membicarakan
investasi.” Melalui pendekatan pembangunan tentang urusan-urusan keagamaan secara khusus
Islamic Community Development, pemerintah (ibadah mahdhah), tapi juga membicarakan
dapat menjalankan pembangunan ekonomi tentang adat dan sosial, ekonomi serta persoalan
di Kenagarian Sungai Nanam dan tidak perlu kemasyarakatan lainnya (Syaripudin, 2010).
lagi melakukan pembebasan tanah masyarakat, Masyarakat Minangkabau masa lampau selalu
baik untuk pengembangan pertanian maupun berunding untuk memutuskan sesuatu, seperti
perkebunan dan lain-lain. dikatakan dalam pepatah adat, “Bulek aia dek
Kedua, pembinaan mental spiritual masyarakat pambuluah, bulek kato dek mufakat.” Tempatnya
melalui pemanfaatan surau yang dimiliki suku di adalah di surau suku (Kaidi, 2010). Jadi, setelah
Kenagarian Sungai Nanam. Seperti uraian di atas dimusyawarahkan dan didapatkan kata sepakat
bahwa Kenagarian Sungai Nanam memiliki banyak tentang suatu urusan, baru dilaksanakan secara
sarana ibadah dan pembinaan mental spiritual bersama oleh masyarakat.
masyarakat berupa masjid dan surau. Banyaknya Jumlah surau yang banyak di Kenagarian
jumlah surau menunjukkan secara prinsip anggota Sungai Nanam, masih belum difungsikan seperti
suku memiliki semangat dan perhatian yang tinggi diuraikan di atas. Pada umumnya surau-surau
terhadap pembinaan mental spiritual anggotanya. tersebut hanya aktif pada bulan Ramadhan untuk
Perubahan sistem kepemimpinan dari nagari tempat shalat tarawih. Di luar bulan Ramadhan
ke desa mempengaruhi eksistensi surau sebagai sebagian besar surau tersebut dikunci saja, karena
sarana pembinaan masyarakat suku. Karena, tidak ada kegiatan. Hal tersebut diantaranya
urang ampek jinih yang menjadi penanggung disebabkan belum berjalannya sistem pemeintahan
jawab dan pengelola surau tidak lagi berfungsi nagari menurut semestinya (adat lamo pusako
(Syahril, 2010). Adanya otonomi daerah memberi using). Kembali ke pemerintahan nagari kesannya
peluang pada pemimpin suku untuk kembali baru sebatas pergantian nama dari desa ke nagari
mengfungsikan surau yang ada di sukunya. (Lukman, 2010). Sehingga antara pemerintah
Apalagi dengan keluarnya Perda Nomor 9 tahun dengan urang ampek jinih sebagai pengelola surau
2000 tentang Ketentuan Pokok Pemerintahan suku masih belum terjalin hubungan komunikasi
Nagari. Salah satu program dari pemerintah yang inten. Dan program kembali ke surau masih
daerah adalah kembali ke surau (Misardi, 2010). belum diikuti dengan langkah-langkah strategis
Kembali ke surau bukan hanya kembali tidur di dari pemerintah. Tapi, masih dalam proses

Pengembangan Masyarakat Islam Berbasis Suku di Kenagarian Sungai Nanam... 85


sosialisasi dalam bentuk ajakan-ajakan secara lisan surau, maka akan membawa perubahan yang luar
baik oleh pemerintah maupun pemangku adat. biasa. Jika 57 buah surau dan 15 masjid yang ada
Belum bisanya dibuat program-program strategis semuanya aktif dalam mengembangkan program-
tersebut oleh pemerintah nagari juga disebabkan program pembinaan mental spiritual anak nagari
belum adanya alokasi anggaran yang diberikan atau anggota suku, tentu aturan-aturan adat dan
pemerintah (Misardi, 2010). Menindaklanjuti agama akan bisa diterapkan kembali di tengah-
program pemerintah kembali ke surau, realitasnya tengah masyarakat Kenagarian Sungai Nanam.
baru sebatas menggiatkan kegiatan belajar Falsafah “Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi
mengaji bagi anak-anak dalam bentuk MDA dan Kitabullah, Syarak Mangato Adat Mamakai, Alam
TPA/TPSA (Zulkifli, 2010). Kegiatan belajar Takambang Jadi guru,” akan kembali bersinar
bagi anak-anak tersebut pun hanya terpusat dalam diri setiap anak nagari.
di masjid-masjid (Observasi, 2010). Itupun
tidak setiap masjid yang menyelenggarakan KESIMPULAN
kegiatan pembinaan terhadap anak-anak tersebut.
Berdasarkan data yang telah dipaparkan,
Buktinya Kenagarian Sungai Nanam memiliki
bahwa suku memiliki banyak potensi yang
15 masjid, sementara MDA yang ada baru 9
dapat dikembangkan sebagai faktor pendukung
buah. Walaupun demikian, sudah ada di antara
pengembangan masyarakat Islam di Kenegarian
suku yang mencoba mengembangkan surau suku
Sungai Nanam. Secara umum faktor pendukung
dengan ala surau lamo. Yaitu, surau suku malayu
tersebut memiliki dua sifat. Pertama, bersifat
yang ada di Panggang Batu Jorong Parak Tabu.
materi, yaitu pusako milik suku dalam bentuk
Selain menjalankan kegiatan ibadah dan mengaji,
tanah, seperti; sawah, ladang, dan gurun.
di surau tersebut juga dilaksanakan kegiatan
Dan pusako dalam bentuk bangunan, seperti;
belajar tentang adat, seperti; pidato pasambahan,
surau, dan masjid; Kedua, bersifat nonmateri,
sejarah adat, dan seni tradisional berupa randai.
yaitu berupa sistem kepemimpinan suku yang
Namun, kegiatan tersebut masih belum bisa
membumi yang dikenal dengan kepemimpinan
dikelola secara maksimal karena kendala keuangan
“tungku tigo sajarangan, tali tigo sapilin” yang
dan sumber daya manusia. Dalam hal sumber
dijalankan oleh urang ampek jinih. Dan falsafah
daya manusia, tidak banyak yang bisa untuk
hidup anggota suku “adat basandi syarak, syarak
menjadi guru atau pengasuh kegiatan tersebut
basandi kitabullah, syarak mangato adat mamakai,
(Lisman, 2010). Kondisi tersebut mungkin
alam takambang jadi guru” yang merupakan
merupakan konsekuensi logis dari pemasungan
tuntunan dan pegangan setiap anggota suku
kepemimpinan adat selama 30 tahun lebih.
dalam bersikap, bertindak dan bertingkah laku.
Meskipun belum bisa optimal dalam
Bentuk usaha yang dapat dikembangkan
pengelolaannya, bila pemerintah Kenagarian
dalam pengembangan masyarakat Islam berbasis
Sungai Nanam mampu mensupport urang ampek
suku di Kenegarian Sungai Nanam, setidaknya ada
jinih melalui lembaga KAN untuk mengikuti
dua bentuk. Pertama, pengembangan ekonomi
langkah suku Malayu dalam pengembangan

86 Turãst: Jurnal Penelitian & Pengabdian Vol. 4, No. 1, Januari - Juni 2016
kerakyatan melalui pendayagunaan tanah pusako Aziz, Moh. Ali dkk. (2005). Dakwah Pemberdayaan
milik suku berupa pengembangan pertanian, dan Masyarakat, Paradigma Aksi Metodolgi
perkebunan; Kedua, pembinaan mental spiritual (Ed.).Yogyakarta: Pustaka Pesantren.
masyarakat melalui pemanfaatan surau suku sesuai
Hakimy, H. Idrus Dt. Rajo Panghulu. (1994).
fungsi-fungsi surau menurut adat yang pernah
Pegangan Penghulu, Bundo Kandung dan Pidato
ditrerapkan pada masa lalu. Namun, secara umum
Alua Pasambahan Adat di Minangkabau.
potensi besar yang dimiliki suku di kenagarian
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Sungai Nanam masih belum dikembangkan
secara optimal. Ditinjau dari perspektif ilmu Kilun, Yusra. (2007). Pengembangan Komunitas
dakwah dan pengembangan masyarakat Islam, Muslim; Pemberdayaan Masyarakat Kampung
belum optimalnya pendayagunaan potensi Badak Putih dan Kampung Satu Duit (Ed.).
tersebut disebabkan pendekatan pembangunan Jakarta : UIN Syarif Hidayatullah.
yang dikembangkan pemerintahan formal sebagai Machendrawati, Nanih dan Ahmad Safei, Agus.
pemimpin masyarakat adalah pendekatan direktif (2001). Pengembangan Masyarakat Islam.
yang bersifat instruktif. Akibatnya, pemimpin Bandung: PT. Rosdakarya.
dan masyarakat suku sebagai pemilik semua
MS, Edison.(2010). Tambo Minangkabau, Budaya
potensi tersebut kurang dilibatkan dalam proses
dan Hukum Adat di Minangkabau. Bukit
pembangunan, sehingga masyarakatpun kurang
Tinggi: Kristal Multimedia.
memiliki rasa tangggung jawab dan kepedulian
rerhadap program-program pembangunan yang Nizar, Hayati. (2003). Reaktualisasi Adat
dilaksanakan. Belum termanajemennya secara Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah
profesional, usaha pengembangan masyarakat (Ed.). Padang: Pusat Pengkajian Islam dan
yang dilakukanpun belum mampu memenuhi Minangkabau (PPIM).
kebutuhan masyarakat secara umum untuk hidup
Soharto, Edi. (2009). Membangun Masyarakat,
sejahtera dan mandiri.
Memberdayakan Rakyat, Kajian Strategis
Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan
DAFTAR PUSTAKA
Pekerjaan Sosial. Bandung: PT. Refika Aditama.
Adi,Iswandi Rukminto. (2008). Intervensi
Sumber Lain
Komunitas Pengembangan Masyarakat Sebagai
Upaya Pemberdayaan Masyarakat. Jakarta : Letter, M. Bagindo. (2010, Juni 8). Harian Umum
PT. Rajagrafindo Persada. Singgalang.

Arrasuli, Syekh Sulaiman. (2003). Pertalian Adat Dt. Pituan Rajo, Syahril. (2010, Februari 11).
dan Syarak. Jakarta: Ciputat Press. Wawancara Pribadi.

A s n a n , Gu s t i . ( 2 0 0 3 ) . K a m u s Se j a ra h Dt. Sampono Batuah, Parlis. (2010, November


Minangkabau. Padang: Pusat Pengkajian 24). Wawancara Pribadi.
Islam dan Minangkabau (PPIM).

Pengembangan Masyarakat Islam Berbasis Suku di Kenagarian Sungai Nanam... 87


Dt. Sutan Bandaro, Zubir. (2010, November 18). Malin Sampono, Misardi. (2010, November 18).
Wawancara Pribadi. Wawancara Pribadi.

Imam, Suharjo Dt. Rajo Nan Sati. (2010, Mandaro Sati, Saidina Umar Bahar. (2010,
Oktober 2). Wawancara Pribadi. November 22). Wawancara Pribadi.

Malin Bonsu, Syarupudin. (2010, Oktober 17). Rajo Bujang, Sopito. (2010, November 28).
Wawancara Pribadi. Wawancara Pribadi.

Malin Mangkuto, Lukman. (2010, November Rajo Embang, Sopian. (2010, November 22).
19).Wawancara Pribadi. Wawancara Pribadi.

Malin Marajo, Suardi. (2010, November 21). Siak Marajo, Lisman. (2010, Oktober 4).
Wawancara Pribadi. Wawancara Pribadi.

Malin Sailan, Kaidi. (2010, Oktober 29). Zulkifli Dt. Sinaro Sati, Zubir. (2010, Oktober
Wawancara Pribadi. 16). Wawancara Pribadi.

88 Turãst: Jurnal Penelitian & Pengabdian Vol. 4, No. 1, Januari - Juni 2016

You might also like