You are on page 1of 17

MAKALAH TAFSIR TARBAWI

AMAR MA’RUF NAHI MUNKAR DALAM TINJAUAN PENDIDIKAN

(Tafsir Surat Al-Nahl, 16:125 dan Ali ‘Imran, 3: 104,110, 114)

Disusun Oleh Kelompok 9:

Atila Ledia Putri (2010204062)

Madu Regia (2010204065)

Dosen Pengampu:

Dr. Nicolas Habibi, M.A

JURUSAN TADRIS BIOLOGI

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK)

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KERINCI

2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia,
serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik meskipun
terdapat kekurangan didalamnya, dan juga kami berterima kasih pada dosen mata kuliah
TAFSIR TARBAWI IAIN kerinci yang telah memberikan tugas ini kepada kami.

Semoga makalah ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya makalah yang
telah disusun ini dapat berguna bagi kami maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami
mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami mohon kritik
dan saran yang membangun.

Kerinci, 16 April 2022

Penyusun

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................................... 1


DAFTAR ISI................................................................................................................................... 2
BAB I .............................................................................................................................................. 3
PENDAHULUAN .......................................................................................................................... 3
1.1.Latar Belakang ...................................................................................................................... 3
1.2.Rumusan Masalah ................................................................................................................. 3
1.3.Tujuan Pembahasan............................................................................................................... 3
BAB II............................................................................................................................................. 4
PEMBAHASAN ............................................................................................................................. 4
2.1.Pengertian Amar Ma‟ruf ....................................................................................................... 4
2.2. afsir Surat Al-Nahl, 16:125 .................................................................................................. 4
2.3.Tafsir Surat Ali „Imran, 3: 104,110, 114 ............................................................................... 5
2.4.Hubungan Dakwah Dengan Pendidikan ............................................................................. 12
BAB III ......................................................................................................................................... 15
PENUTUP..................................................................................................................................... 15
3.1.Kesimpulan.......................................................................................................................... 15
3.2.Saran .................................................................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 16

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Umat yang paling baik didunia yaitu umat yang mempunyai dua macam sifat. Yaitu sifat
yang mengajak kebaikan serta mencegah kemungkaran dan senantiasa beriman kepada Allah
SWT. Semua sifat itu telah dimiliki oleh kaum muslimin pada masa Nabi, dan telah menjadi
darah daging dalam diri mereka karena itu mereka menjadi kuat dan jaya. Dalam waktu yang
singkat mereka mampu menjadikan tanah arab tunduk dan patuh pada naungan Islam.

Kalian adalah umat yang paling baik di alam wujud sekarang, karena kalian adalah orang-
orang yang melakukan amar ma‟ruf nahi munkar, kalian adalah orang-orang yang iman dengan
cara yang benar, yang bekasnya tampak pada jiwa kalian, sehingga terhindarlah kalian dari
kejahatan, dan kalian mengarah pada kebaikan, padahal sebelumnya kalian umat yang dilanda
kejahatan dan kerusakan, kalian tidak melakukan amar ma‟ruf nahi munkar, bahkan tidak iman
secara benar.

Gambaran dengan sifat ini memang cocok dengan keadaan orang-orang yang mendapatkan
khitab ayat ini pada masa permulaan. Mereka adalah Nabi SAW, dan para sahabat yang bersama
beliau yang pada sewaktu Al-Qur‟an di turunkan. Pada masa sebelumnya, mereka ialah orang-
orang yang saling bermusuhan, kemudian hati mereka dirukunkan, mereka berpegang pada tali
agama Allah SWT, melakukan amar ma‟ruf nahi munkar. Orang-orang yang lemah diantara
mereka tak takut terhadap orang-orang kuat. Sebab iman telah masuk dalam kalbu dan perasaan
mereka, sehingga dapat ditundukan untuk mencapai tujuan Nabi SAW, disegala keadaan dan
kondisi.

1.2.Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Amar Ma‟ruf?
2. Tafsir Surat An-Nahl Ayat 125?
3. Tafsir Surat Ali Imran Ayat 104, 110, Dan 114?
4. Hubungannya Dengan Pendidikan?

1.3. Tujuan Pembahasan


1. Untuk mengetahui apa Pengertian Amar Ma‟ruf
2. Untuk mengetahui Tafsir Surat An-Nahl Ayat 125
3. Untuk mengetahui Tafsir Surat Ali Imran Ayat 104, 110, Dan 114
4. Untuk mengetahui Hubungannya Dengan Pendidikan

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Amar Ma‟ruf


Kata ‫ األم ر‬adalah bentuk yang bisa dipahami bahwasanya itu menandakan adanya
perintah, seperti yang dikatakan kepada orang lain seperti ‫ إف عل‬, kata ini memberi isyarat agar
perintah tersebut harus dikerjakan.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan di dalam kitabnya Majmu‟ Fatawa


mengatakan pengertian dari ‫ األم ر‬adalah “Sesungguhnya perintah (al-amr) yaitu menuntut dan
kehendak untuk melakukan sesuatu perbuatan”.

Makna dari ma‟ruf secara bahasa kebanyakannya bermakna „semua perkara yang
diketahui dan dimaklumi oleh manusia satu dengan yang lainnya dan mereka tidak
mengingkarinya‟. Sedangkan secara istilah, ma‟ruf bermakna „semua perkara yang diketahui,
diperintahkan, dan dipuji pelakunya oleh syari‟at, maka masuk di dalamnya semua bentuk
ketaatan, dan yang paling utama ialah beriman kepada Allah -Ta‟ala- dan mentauhidkan-Nya‟.

2.2. Tafsir Surat Al-Nahl, 16:125


‫ض َّل ع َْي َسبِ ْيلِ ٖه َوهُ َى اَ ْعلَ ُن‬ َ َّ‫ك بِ ْال ِح ْك َو ِة َو ْال َوىْ ِعظَ ِة ْال َح َسٌَ ِة َو َجا ِد ْلهُ ْن بِالَّحِ ْي ِه َي اَحْ َس ُۗيُ اِ َّى َسب‬
َ ‫ك هُ َى اَ ْعلَ ُن بِ َو ْي‬ َ ِّ‫ع اِ ٰلى َسبِ ْي ِل َسب‬
ُ ‫اُ ْد‬
َ‫بِ ْال ُو ْهحَ ِذ ْيي‬

Serulah (manusia) kepada jalan Tubanmu dengan hikmah, dan pelajaran yang baik dan bantablab
mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tubanmu Dialah yang lebih mengetahui ten tang
siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebib mengetahui orang-orang yang mendapat
petunjuk. (QS. al-Nahl, 16:125).

َ ِّ‫ع اِ ٰلى َسبِ ْي ِل َسب‬


Potongan ayat yang bertbunyi:‫ك‬ ُ ‫اُ ْد‬

Maksudnya ialah serulah umatmu wahai para Rasul dengan seruan agar mereka
menjalankan syari'at yang telah ditetapkannya berdasarkan wahyu yang telah diturunkannya,
dengan melalui ibarat dan nasehat yang terdapat di dalam Kitab yang diturunkannya, dan hadapi
lah mereka dengan cara yang lebih baik dari lainnya sekalipun mereka menyakitimu, dan
sadarkanlah mereka dengan cara yang baik.

َ ‫ اِ َّى َسبَّكَ هُ َى اَ ْعلَ ُن بِ َو ْي‬maksudnya adalah bahwa


Selanjutnya potongan ayat ‫ض َّل ع َْي َسبِ ْيلِ ٖه‬
sesungguhnya Tuhanmu wahai pará Rasul adalah lebih mengetahui dengan apa yang berjalan
dan di perselisihkan, dan juga lebih mengetahui cara yang harus ditempuh sesuai yang hak.

Ringkasnya ayat tersebut menghendaki agar Rasulullah menempuh cara berdakwah dan
berdiskusi dengan cara yang baik. Sedangkan petunjuk (al-hidayah) dan kesesatan (al dlalal)
serta hal-hal yang ter jadi di antara keduanya sepenuhnya dikembalikan kepada Allah SWT,

4
karena Dia-lah yang lebih mengetahui keadaan orang-orang yang tidak dapat terpelihara dirinya
dari kesesatan, dan mengemba likan dirinya kepada petunjuk.1

2.3. Tafsir Surat Ali „Imran, 3: 104,110, 114


ٰۤ
ِ ْ‫َو ْلحَ ُك ْي ِّه ٌْ ُك ْن اُ َّهةٌ يَّ ْذ ُعىْ ىَ اِلَى ْالخَ ي ِْش َويَأْ ُهشُوْ ىَ بِ ْال َو ْعشُو‬
َ‫ف َويَ ٌْهَىْ ىَ ع َِي ْال ُو ٌْ َك ِش ُۗ َواُو ٰلىِكَ هُ ُن ْال ُو ْفلِحُىْ ى‬

Dan bendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh
kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalab orang-orang yang beruntung.
(QS. Ali 'Imran, 3:104).

Maksud dari ayat tersebut adalah hendaknya terdapat suatu go longan yang memilih tugas
menegakkan dakwah, memerintahkan ke baikan dan mencegah kemunkaran. Sasaran dari
perintah ayat ini yaitu seluruh orang mukmin yang mukallaf, yaitu hendaknya menyiapkan suatu
kelompok yang akan melaksanakan perintah ini. Hal yang de mikian didasarkan pada pandangan
bahwa pada setiap orang terdapat kehendak dan aktivitas di dalam melaksanakan tugas tersebut,
dan mendekatkan caranya dengan penuh ketaatan, sehingga jika mereka melihat kesalahan
segera mereka kembali ke jalan yang benar. Orang orang Islam generasi pertama melaksanakan
tugas itu dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan melaksanakan kegiatan
sosial pada umumnya. Mereka telah berkhutbah di atas mimbar. Mereka mengatakan, jika
engkau melihat orang yang menyimpang, maka segera meluruskannya.

Namun demikian, pada setiap orang yang melaksanakan tugas tersebut agar memiliki
syarat-syarat sehingga ia dapat melaksanakan tugasnya dengan baik dan menjadi contoh teladan
(amal salih) yang menyebabkan mereka diikuti dan diteladani ilmu dan amalnya. Syarat-syarat
itu adalah:

Pertama, orang tersebut mengetahui kandungan dari al-Qur'an dan al-Sunnah, riwayat
hidup Nabi Muhammad SAW dan para Khulafaur Rasyidun.

Kedua, mengetahui keadaan orang yang menjadi sasaran dakwahnya, kesiapan mereka
untuk menerima dakwah, serta akhlaknya Tegasnya mengetahui keadaan masyarakat.

Ketiga, mengetahui agama dan mazhab yang dianut oleh masya rakat. Dengan cara
tersebut dapat diketahui dengan mudah hal-hal yang batil. Hal yang demikian didasarkan pada
pandangan bahwa manusia, sekalipun tidak tampak padanya kesesatan, tidak berarti ia akan
berpaling pada kebenaran yang disampaikan kepada yang lainnya.

kesimpulannya dapat dikatakan bahwa kegiatan dakwah tidak dapat dilaksanakan kecuali
oleh kelompok tertentu (Khawash al-Ummah), yaitu orang-orang yang mengetahui rahasia dan
hikmah hukum serta memahaminya. Dan itulah yang dimaksud dengan ayat yang berbunyi:

1
'Ahmad Mushtafa al-Maraghiy, Tafsir al Maragbiy, Jilid V, (Beirut: Dar al-Fikr, tp. th.), hal 161.

5
‫َو َها َكاىَ ْال ُو ْؤ ِهٌُىْ ىَ لِيَ ٌْفِشُوْ ا َك ٰۤافَّ ُۗة فَلَىْ ََل ًَفَ َش ِه ْي ُكلِّ فِشْ قَ ٍة ِّه ٌْهُ ْن طَ ٰۤا ِىفَةٌ لِّيَحَفَقَّهُىْ ا فِى ال ِّذ ْي ِي َولِيُ ٌْ ِزسُوْ ا قَىْ َههُ ْن اِ َرا َس َجع ُْْٓىا اِلَ ْي ِه ْن لَ َعلَّهُ ْن‬
َ‫يَحْ َزسُوْ ى‬

Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka be berapa orang untuk
memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada
kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat men jaga dirinya
(QS al-Taubah, 9:122)

Orang-orang yang dimaksud dengan ayat tersebut adalah orang yang dapat menegakkan
hukum Allah untuk kemaslahatan hamba pada setiap zaman dan berdasar pada pengetahuan
mereka pada masjid dan tempat ibadah serta hal-hal yang dianggap menguntungkan masyarakat
umum. Jika mereka melakukan semua itu, maka terciptalah kebaikan pada ummar dan akan
jarang terjadi keburukan, akan lembut hatinya, sehingga mereka saling ber wasiat dengan
kebenaran dan kesabaran, serta berbahagia kehidupan di dunia dan akhirat. Mereka itu seperti
diluluskan dalam ayat:

‫ب لَ َكاىَ خَ يْشا لَّهُ ْن ُۗ ِه ٌْهُ ُن‬ ّ ٰ ِ‫ف َوجَ ٌْهَىْ ىَ َع ِي ْال ُو ٌْ َك ِش َوجُ ْؤ ِهٌُىْ ىَ ب‬
ِ ‫اّللِ ُۗ َولَىْ ٰا َهيَ اَ ْه ُل ْال ِك ٰح‬ ِ ْ‫اس جَأْ ُهشُوْ ىَ بِ ْال َو ْعشُو‬ ْ ‫ُك ٌْحُ ْن خَ ْي َش اُ َّه ٍة اُ ْخ ِش َج‬
ِ ٌَّ‫ث لِل‬
َ‫ْال ُو ْؤ ِهٌُىْ ىَ َواَ ْكثَ ُشهُ ُن ْال ٰف ِسقُىْ ى‬

Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf
dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman,
tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman dan kebanyakan mereka
adalah orang-orang fasik (QS. Ali Imran, 5:110)

Maksudnya adalah bahwa kamu sekalian adalah ummat yang terbaik dalam keadaan
wujud sekarang, karena mereka telah me merintahkan yang baik dan mencegah perbuatan buruk,
memiliki ke imanan yang benar yang bekasnya tampak pada dirinya, sehingga mereka menjauhi
keburukan dan mendorong berbuat kebaikan. Sedangkan yang lainnya telah dikalahkan oleh
keburukan dan ke rusakan, sehingga mereka tidak dapat menyuruh kebaikan, tidak mencegah
kemunkaran dan tidak memiliki keimanan yang benar.

Itulah orang-orang yang termasuk kategori orang yang baik yang telah diperintahkan
untuk berdakwah. Mereka itu adalah para nabi dan sahabat yang menyertainya pada saat ayat
tersebut diturunkan. Mereka itulah orang-orang yang semula saling bermusuhan kemu dian
menyatu hatinya, berpegang pada tali Allah, memerintah keba ikan dan mencegah kemunkaran,
tidak takut karena kelemahannya terhadap yang kuat, tidak hilang keberaniannya karena
kekecilan nya terhadap yang benar, sementara keimanan telah menguasai diri dan perasaannya.2

Kekokohan iman yang telah mereka miliki itu dilukiskan pada ayat yang berbunyi:
ٰٰۤ ُ ّ ٰ
ٰ ‫ول ِىكَ هُ ُن‬ ّ ٰ ِ‫اًَِّ َوا ْال ُو ْؤ ِهٌُىْ ىَ الَّ ِز ْييَ ٰا َهٌُىْ ا ب‬
َ‫الّّٰ ِذقُىْ ى‬ ‫اّللِ َو َسسُىْ لِ ٖه ثُ َّن لَ ْن يَشْ جَابُىْ ا َو َجاهَ ُذوْ ا بِاَ ْه َىالِ ِه ْن َواَ ًْفُ ِس ِه ْن فِ ْي َسبِي ِْل ّللِ ُۗ ا‬

2
'Ahmad Mushthafa al-Maraghi, Tafsir al-Marabiy, Jilid II, (Beirut: Dar al-Fikr, tp. th.), hal. 29.

6
Sesungguhnya orang-orang yang beriman banyalab orang-orang yang beriman kepada Allah dan
Rasul-Nya kemudian mereka ti dak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka
pada jalan Allah, mereka itulah orang-orang yang benar. (QS. al Hujurat, 49:15).

َ‫ث َعلَ ْي ِه ْن ٰا ٰيحُهٗ صَ ا َد ْجهُ ْن اِ ْي َواًا َّوع َٰلى َسبِّ ِه ْن يَحَ َى َّكلُىْ ى‬
ْ َ‫ث قُلُىْ بُهُ ْن َواِ َرا جُلِي‬ ّ ٰ ‫اًَِّ َوا ْال ُو ْؤ ِهٌُىْ ىَ الَّ ِز ْييَ اِ َرا ُر ِك َش‬
ْ َ‫ّللُ َو ِجل‬

Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut Allah,
gemetarlah hati mereka, dan apabila diba cakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, bertambahlah
iman mereka (karenanya) dan kepada Tuhannya mereka bertawakkal (QS. al Anfal, 8:2).
ٰٰۤ ُ ُۗ ّ ٰ ِ‫ي ُْؤ ِهٌُىْ ىَ ب‬
ّ ٰ ‫ولىِكَ ِهيَ ال‬
َ‫ّٰلِ ِح ْيي‬ ِ ‫اس ُعىْ ىَ فِى ْال َخي ْٰش‬
‫ت َوا‬ ِ ْ‫اَل ِخ ِش َويَأْ ُهشُوْ ىَ بِ ْال َو ْعشُو‬
ِ ‫ف َويَ ٌْهَىْ ىَ َع ِي ْال ُو ٌْ َك ِش َويُ َس‬ ٰ ْ ‫اّللِ َو ْاليَىْ ِم‬

Mereka beriman kepada Allah dan bari pengbabisan, mereka menyuruh kepada yang ma'ruf, dan
mencegah dari yang munkar dan bersegera kepada (mengerjakan) pelbagai kebajikan; mereka itu
termasuk orang-orang yang saleb. (QS. Ali Imran, 3:114).

Mereka yang dimaksud oleh ayat tersebut adalah Ahli Kitab. Di antara mereka itu ada
yang berpegang teguh kepada kebenaran, menegakkan keadilan, tidak berbuat zalim kepada
orang lain, tidak menyalahi perintah agama, membaca ayat-ayat Qur'an bersujud dengan tahajud
di malam hari. Mereka juga beriman kepada Allah, memerintahkan yang baik dan menjauhi
perbuatan yang buruk.

Berdasarkan uraian ayat tersebut, maka yang dapat melakukan amar ma'ruf nabi munkar
bukan hanya dari kalangan ummat Islam, melainkan dari kalangan ummat lain-pun bisa
melakukan.

Kembali kepada masalah pokok di atas, yaitu tentang amar ma'ruf nabi munkar. Menurut
al-Maraghi yang dimaksud dengan al-ma'ruf adalah ma istabsanabu al-syar' wa al-'aql (sesuatu
yang dipandang baik menurut agama dan akal). Sedangkan yang al-mun kar adalah dliddubu
(lawan atau kebalikan dari yang ma'ruf).3 Selan jutnya dalam Mu'jam Mufradat AlFadz al-
Qur'an, yang dimaksud dengan al-ma'ruf adalah ism li kull fi'l yu'rafu bi al-'aql aw al-syar'
busnubu (nama bagi setiap perbuatan yang diakui mengandung ke baikan menurut pandangan
akal dan agama). Sedangkan, al-munkar adalah ma yunkiru bibima (sesuatu yang ditentang oleh
akal dan agama).4 Dalam pada itu Muhammad Abduh mengatakan fa-al-amr bi al-ma'ruf wa al-
nabyu an al-munkar buffadz al-jama'ah wa siyaj al-wahdab (amar ma'ruf nahi munkar adalah
benteng pemelihara ummat dan pangkal timbulnya persatuan).5

3
'Imam Mushthafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghiy, (Beirut: Dar al-Fikr, tp.th.),hal. 21.
4
al-Raghib al-Asfahani, Mu'jam Mufradat Alfadz al-Qur'an, (Beirut: Dar al Fikr, tp. th.). hal. 343.
5
al-Ustadz al-Imam al-Sayikh Muhammad 'Abduh, Tafsir al-Manar, Juz IV, (Mesir.tp..pn.tp. th.), hal. 26.

7
Dalam pada itu Abul 'Ala al-Maududi berpendapat bahwa kata ma'ruf yang jamaknya
ma'rufar adalah nama untuk segala kebajikan atau sifat-sifat baik yang sepanjang masa telah
diterima dengan baik oleh hati nurani manusia.6 Dengan mengikuti pendapat yang terakhir

Ini dapat diketahui bahwa amar ma'ruf dapat diartikan sebagai setiap usaha mendorong
dan menggerakkan ummat manusia untuk mene nma dan melaksanakan hal-hal yang sepanjang
masa telah diterima sebagai suatu kebaikan berdasarkan penilaian hati nurani manusia, dalam
kehidupan sehari-hari. Hal ini berbeda dengan pendapat yang dikemukakan para pakar terdahulu
yang menilai bahwa amar ma'ruf bukan hanya dinilai baik berdasarkan hati nurani, melainkan
berda sarkan pula pada syari'at atau wahyu.

Sementara itu ada pula yang berpendapat bahwa kebaikan yang terdapat pada kata al-
ma'ruf adalah kebaikan yang didasarkan pada nilai agama semata-mata. Pendapat seperti ini
misalnya dapat dijumpai pada pendapat As-Syahid Abdul Kadir 'Audah yang mengatakan bah
wa amar ma'ruf adalah menggerakkan orang sehingga tertarik untuk melakukan segala apa yang
sewajarnya harus dikatakan atau dilakukan yang cocok dengan nas-nas syariat islam.7

Adapun nabiy munkar mengandung pengertian hal-hal yang munkar, yang menurut al-
Maududi adalah nama untuk segala dosa dan kejahatan-kejahatan yang sepanjang masa telah
dikutuk oleh watak manusia sebagai jahat.8

Sebagaimana halnya yang ma'ruf yang munkar pun banyak macamnya yang meliputi
kejahatan dalam bidang sosial, pendidikan, ekonomi, kebudayaan, politik dan sebagainya, seperti
memperbodoh, menyengsarakan dan menzalimi masyarakat, berbuat curang, berzina, korupsi,
manipulasi, memfitnah, memusuhi, menindas, menjatuhkan nania baik, menyudutkan,
memalsukan, dusta dan lain sebagainya.

Selanjutnya di kalangan para ahli tafsir pada khususnya dan pa ra pakar dakwah pada
umumnya kerapkali menghubungkan amar ma'ruf nabiy munkar dengan kegiatan dakwah,
sebagaimana telah diuraikan di atas. Bahkan lebih khusus lagi amar ma'ruf naby mun kar ini
digunakan sebagai dasar bagi perumusan pengertian dan tu juan dakwah Islamiah. Syaikh Ali
Mahfudz, sebagaimana dikutip oleh Anwar Masy'ari misalnya mengatakan bahwa definisi
dakwah ada lah bats al-nas 'ala al-khair wa al-buda wa al-amr bi al-ma'ruf wa al-naby 'an al-
munkar li yafudzu bi sa'adah al-'ajil wa al-ajal (dakwah adalah menyeru, mengajak atau
mendorong manusia dengan kuat agar berpedoman kepada kebaikan dan petunjuk Tuhan, menyu

6
'Lihat Abul A'la al-Maududi, Pokok-pokok Pandangan Hidup Muslim, (terj.) Osman Raliby dari judul asli Islam is
Way of Life, (Jakarta: Bulan Bintang, 1967), hal. 32
7
As-syahid abdul kadir ‘audah, islam dan perundang-undangan, (international Islamic federation of
organizations,1970), hal.17.
8
Abul A’la al-maududi, op.citr,. hal. 32.

8
ruh kepada kebaikan dan mencegah dari kemunkaran agar mereka memperoleh kebahagiaan
hidup di dunia dan akhirat.9

Dengan demikian, kegiatan dakwah pada intinya menggerakkan orang lain agar tertarik
melakukan hal-hal yang ma'ruf dan menjauhi yang munkar. Hal hal yang ma'ruf itu mencakup
segi-segi yang amat luas. la meliputi tingkah laku yang oleh manusia dan syari'at dinilai baik
sepanjang masa. Baik tingkah laku itu dilakukan oleh perseorang an maupun oleh kolektif
masyarakat secara keseluruhan. Hal-hai yang baik seperti keadilan, keberanian, kepahlawanan,
kejujuran, ketaatan, persaudaraan, kasih sayang, kesabaran dan sifat-sifat terpuji lainnya yang
sewajarnya dimiliki oleh manusia sebagai makhluk yang dimuliakan oleh Allah SWT.

Demikian pula hal-hal yang baik itu juga mencakup usaha-usaha perawatan orang tua,
penyantunan terhadap orang miskin, perawatan terhadap anak yatim, orang jompo, pemeliharaan
kesehatan masya rakat. Termasuk pula hal-hal yang baik itu adalah usaha menyediakan dan
memperluas lapangan kerja, usaha meningkatkan penghasilan masyarakat, usaha memperbaiki
dan memelihara sarana-sarana yang diperlukan untuk kecerdasan dan pengetahuan masyarakat,
memper siapkan dan memberi perbekalan kepada anak-anak dengan ilmu, ke cakapan dan sifat-
sifat yang baik, juga usaha mengadakan dan meme lihara sarana yang diperlukan untuk kegiatan-
kegiatan pembentukan akhlak dan peningkatan kecerdasan masyarakat. Amar ma'ruf ter masuk
pula usaha-usaha menciptakan ketenangan, perdamaian, tidak saling mengganggu serta usaha-
usaha menciptakan situasi yang favourable bagi tumbuh dan berkembangnya hal-hal yang baik
itu.10

Dengan demikian bahwa kegiatan dakwah dalam konteks amar ma'ruf ini mencakup
segenap aspek kehidupan masyarakat, baik dalam bidang sosial, pendidikan, ekonomi,
kebudayaan, politik dan sebagainya Seluruh bidang kehidupan itu harus ditumbuhkan dan
dibangun untuk kepentingan serta kesejahteraan ummat manusia.

Selain itu kegiatan dakwah juga harus dibarengi dengan usaha usaha memusnahkan hal-
hal yang munkarat sebagaimana disebut kan di atas. Usaha dakwah dalam bidang ma'rufat yakni
menyuruh orang lain melakukan kebaikan jauh lebih ringan resiko dan baha yanya dibandingkan
dengan usaha dakwah dalam bidang mencegah yang munkarat, karena kemunkaratan disertai
hawa nafsu dan bu jukan syaitan, sedangkan ma'rufat didasarkan pada agama dan akal sehat.
Tidak semua orang mampu mencegah kemunkaran. Kemam puan orang dalam mencegah
kemunkaran ini bertingkat-tingkat. Untuk itulah Nabi Muhammad SAW mengingatkan dalam
hadisnya: man ra'a min kum al-munkarat fa al-yugbayyir bi yadibi, wa man lam yastati' pa bi
lisanibi, wa man lam yastati' fa bi qalbibi wa zalika ad'af al-iman (Barangsiapa yang
menyaksikan kemunkaran maka cegahlah dengan tanganmu, jika kamu tidak sanggup dengan

9
'Anwar Masy'ari, Study Tentang Ilmu Da'wab, (Surabaya: Bina Ilmu, 1981), cet. I, hal. 38.
10
Partai Persatuan Pembangunan (PPP) sebagai salah satu partai Islam di Indonesia menamakan gerakan politiknya
sebagai politik amar ma'ruf nahi munkar. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa yang mereka perjuangkan
adalah berbagai hal yang terkait dengan kebaikan dalam arti yang luas.

9
tangan, lakukanlah dengan ucapan, dan jika tidak sanggup dengan ucapan, maka lakukanlah
dengan hati (doa), namun yang demikian itu (dengan hati/doa) termasuk iman yang lemah.11

Perintah menegakkan yang ma'ruf dan mencegah yang munkar yang merupakan agenda
utama kegiatan dakwah itu harus ada yang melakukannya di masyarakat. Ayat 104 Surat Ali
Imran sebagai telah diuraikan di atas adalah menunjukkan kepada kewajiban berdakwah atas
semua manusia, baik secara fardlu kifayah maupun fardlu 'ain. Demikian pula mengenai da'i dan
kemampuan serta hal-hal apa saja yang harus didakwahkannya. Terkadang kemampuan da'i itu
hanya di sekitar masalah-masalah pokok dan tidak mengetahui hukum-hukum Islam. Oleh
karena itu, Abu Zahrah berpendapat agar setiap kaum Muslimin mengetahui apa yang
diperintahkan dan apa yang dilarang Allah, kemudian manusia mengikutinya (menjalankannya
apa yang diperintahkan dan menjauhi apa yang dilarang Allah itu).

Selain keterangan di atas, masih pula terdapat perbedaan pen dapat di kalangan ummat di
sekitar kedudukan hukum berdakwah yang bertolak dari pemahaman terhadap ayat 104 surat Ali
Imran tersebut. Menurut Abu Zahrah bahwa ayat ini mengandung penger tian bahwa kewajiban
berdakwah itu adalah kewajiban atas seluruh individu manusia, khususnya bagi suatu kelompok
da'i yang dapat memberikan penjelasan-penjelasan tentang hukum Islam secara sempurna.
Seseorang tidak dapat disebut Muslim kecuali apabila dia melaksanakan setiap kewajiban Islam
dan memberikan penerangan penerangan terhadap yang lainnya. Para ulama yang memberilam
penjelasan itu harus melalui studi Islam. Dengan demikian, dalam Islam tidak ada istilah rabib
(pendeta sebagai satu-satunya yang me miliki otoritas agama) sebagaimana terdapat dalam
agama Nasrani yang mengambil rabib-rabib itu sebagai Tuhan di samping Allah. Orang pandai
itu tidaklah berhak mengeluarkan pendapat kecuali pendapat-pendapatnya bersumber kepada al-
Qur'an al-Karim dan al Sunnah atau berdasarkan ittiba (mengikuti) kepada orang-orang yang
bersyahadat dan bertemu dengan Rasulullah SAW secara lang sung serta mengetahui dan
mengerti isi kandungan al-Qur'an dari Rasulullah SAW.12

Timbulnya pendapat sebagaimana tersebut di atas didasarkan pada pemahaman ayat


tersebut sebagai berikut.

Kata-kata ‫ ِّه ٌْ ُك ْن‬di sini menunjukkan kepada salah satu dan kedua makna Pertama an
takuna bayaniyyatan dalam pengertian min untuk penjelasan Dengan demikian, pengertian ayat
tersebut adalah hendaknya semua kaum Muslimin menjadi umat umat yang mengajak kepada
kebaikan dan melarang kemunkaran Hal ini me rupakan dasar pokok kebahagiaan. Pengertian ini
mempunyai rele vansi dengan firman Allah dalam surat Ali Imran, ayat 110 yang arti nya:
"Kalian adalah sebaik-baik umat yang diutus kepada manusia guna memberikan perintab
kebaikan dan melarang perbuatan munkar, dan mengajak supaya kalian beriman kepada Allah"
Selain itu min juga menunjukkan perintah untuk menyeru kepada umat manusia seluruhnya
untuk menyampaikan risalah Muhammad SAW Akan tetapi, hal itu tidaklah menolak adanya
11
"Hadis riwayat Ibn Umar dari Ali
12
"Abu Zahrah, Dakwah Islamiyab, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1994), cet. 1, hal. 50.

10
spesialisasi seba gian para kaum Muslimin untuk memberikan penjelasan-penjelasan mengenai
Islam kepada orang-orang yang telah masuk Islam. Atas dasar perintah itu, boleh saja dakwah itu
dilaksanakan secara berja ma'ah dan individu sesuai dengan kemampuannya. Kemudian ja ma'ah
dapat membentuk orang-orang yang patut menjadi da'i dan mengadakan studi Islam bagi para
generasi setelah Nabi Muhammad SAW Dan harus ada pula orang yang meminta fatwa kepada
orang yang lebih tahu tentang agama yang tidak diketahuinya.

Kedua, dalam kata minkum menunjukkan min lit tab'idl, ya itu min yang menunjukkan
untuk sebagian. Dalam pengertian ini, maka terjemahan ayat 104 surat Ali Imran tersebut di atas
adalah "bendaknya ada di antara kamu yang secara khusus melaksana kan dakwah Islamiah
memerintahkan ma'ruf dan melarang yang munkar." Hal ini sejalan dengan firman Allah dalam
surat al-Taubah ayat 122 yang artinya: Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang ber iman itu
pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara
mereka untuk memperdalam tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya
apabila mereka telah kembali kepadanya supaya mereka dapat menjaga diri.13

Abu Zahrah lebih lanjut menjelaskan bahwa makna ayat itu menunjukkan bahwa min di
situ menjelaskan perintah yang me nyeru supaya umat manusia menjadi da'i, sebagaimana
pendapat yang mengatakan bahwa hendaknya ada orang yang terhormat di antaramu yang
mengajak kepada Islam dan memberikan petunjuk kepadanya. Dan mereka itulah yang dimaksud
dengan orang-orang yang berbahagia sebagaimana dijumpai pada akhir ayat 104 Ali Imran
sebagaimana telah disebutkan di atas.14

Dengan menggunakan dlamir yang mengkhususkan atau de ngan kata lain bahwa
kebahagiaan itu hanyalah akan diterima oleh mereka dan tidak bagi selainnya, maka hal itu lebih
tepat menjadi indikasi bagi seluruh umat.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, dapat diketahui adanya dua hal. Pertama, kewajiban
yang dilaksanakan setiap orang dalam ber dakwah kepada Islam, memberikan petunjuk dan
berita yang meng gembirakan. Kedua, hendaknya ada tenaga ahli yang khusus dari kalangan
umat Islam yang mendakwahkan Islam. Mereka itu harus orang-orang yang mempunyai
kelebihan dalam memahami al-Qur'an dan dapat menjelaskannya secara representatif, arif dan
bijaksana sebagaimana halnya Nabi Muhammad SAW yang pada saat beliau me milih Mus'ab
bin Amir guna menjadi guru membaca al-Qur'an bagi orang-orang Madinah. Juga sebagaimana
halnya kepada Bani Quraish pada Fathul Makkah, beliau mengirim orang yang mengajari hukum
hukum Islam dan menyelamatkan mereka dari alam kesesatan dan kegelapan kepada alam yang
penuh cahaya terang benderang serta kepada petunjuk-Nya.

Dengan penjelasan tersebut, maka pendapat yang mengatakan bahwa dakwah sebagai
kewajiban umum, atau fardlu 'ain (tiap indivi du) dan kewajiban khusus atau fardlu kifayah

13
Ibid., hal. 5-52.
14
Ibid., hal. 52.

11
(hanya bagi kelompok khusus) dapat dipertemukan. Dalam hubungan ini Imam Syafi'i ber
pendapat bahwa kewajiban-kewajiban itu mencakup kewajiban umum dan khusus. Ummat
manusia terkena seruan dakwah Islamiah berdasarkan ayat tersebut. Jika ditinggalkan, dosalah
semuanya. Oleh karena itu, wajiblah ada suatu kelompok khusus yang melakukan dakwah
Islamiah dan tentu saja semuanya akan mendapatkan dosa manakala para ulama lainnya tidak
melakukan hal itu.15

Dakwah Islamiah itu menjadi kewajiban manusia. Oleh karena itu, diminta atau tidak, ia
berkewajiban melakukan dakwah Islamiah sesuai dengan kemampuan ilmu dan upayanya,
kemudian dengan meminta bantuan dari kalangan kaum Muslimin. Dengan dakwah mereka itu
akan tampak lebih tegas lagi kemampuan yang mereka miliki dalam berdakwah dan lebih
mengetahui hukum hukum Islam, mengetahui pokok-pokok kebenaran Islam, mengerti benar
akan seruan kepada Islam, sebagai penggugah jiwa (pembang kit semangat juang). Dia pun
mengetahui bahasa orang-orang yang mereka ajak masuk Islam. Mereka mengalami berbagai
kesulitan lalu lintas baik di daratan maupun di lautan.

Dalam kaitan tersebut jelaslah bahwa hukum berdakwah ada yang sifatnya fardlu 'ain,
yaitu dakwah dalam arti mengajak orang lain mengikuti ajaran Allah dan Rasul-Nya menurut
kadar kesanggupan yang dimiliki masing-masing. Dakwah dalam arti yang demikian itu
dilaksanakan di mana saja, kapan saja, oleh siapa saja, dan dalam bentuk apa saja (lisan, tulisan
perbuatan) sepanjang mempunyai kesem patan dan peluang. Dan ada yang sifatnya fardhu
kifayah, yaitu dakwah dalam arti yang terorganisir dengan rapi, terprogram secara siste matik
dan berkesinambungan dan dilaksanakan oleh para ahli yang memiliki pengetahuan dan
keterampilan khusus.

2.4. Hubungan Dakwah Dengan Pendidikan


Sekalipun ayat-ayat tersebut berbicara tentang sasaran, ruang lingkup, tujuan, cara dan
hukum berdakwah, namun ayat tersebut berhubungan erat dengan pendidikan Islam. Hubungan
antara pen didikan dan dakwah dapat dilihat dari analisis sebagai berikut.

Pertama, dilihat dari segi sasarannya, dakwah dan pendidikan memiliki sasaran yang
sama, yaitu manusia. Bedanya, dalam berdak wah sasarannya terkadang ada yang
dikelompokkan dan terkadang ada yang tidak dikelompokkan. Dalam berdakwah terkadang
dilaku kan ke dalam kelompok sasaran dari berbagai latar belakang jenis kelamin, usia, tingkat
kecerdasan, dan lainnya yang berbeda-beda men jadi satu, seperti yang terlihat pada acara
dakwah di masjid-masjid, majelis ta'lim dan lain sebagainya. Sedangkan dalam pendidikan, sa
sarannya lebih terklasifikasi berdasarkan perbedaan usia, kecerdasan dan lain sebagainya.
Namun demikian ayat-ayat tersebut mengingat kan tentang pentingnya memahami psikologi
kelompok sasaran dak wah, yaitu ada kelompok awam, khawas dan khasil khawas.

15
Ibid., hal. 53.

12
Kedua, dilihat dari segi ruang lingkup atau materi yang disampai kan dalam dakwah dan
pendidikan, tampak memiliki persamaan dan perbedaan. Persamaannya adalah bahwa ruang
lingkup atau materi dakwah dan pendidikan pada intinya harus sejalan dengan al-Qur'an dan al-
Sunnah. Bedanya bahwa ruang lingkup atau materi dalam ber dakwah lebih umum atau tidak
terperinci dan lebih menggambarkan motivasi secara global. Sedangkan dalam pendidikan, ruang
lingkup atau materi berdakwah lebih terperinci sebagaimana dituangkan da lam kurikulum dan
silabi yang harus dicapai pada setiap semester, triwulan dan setiap kali tatap muka. Perbedaan
dakwah dan pendi dikan dapat diumpamakan dengan makan obat/vitamin dan makan nasi.
Berdakwah lebih diarahkan kepada motivasi agar setiap orang terdorong untuk melaksanakan
ajaran, seperti orang yang makan obat atau vitamin agar timbul nafsu makan, dan setelah nafsu
makan, maka orang tersebut jangan diberi obat atau vitamin terus, tetapi harus diberi nasi,
makanan, minuman dan sebagainya.

Ketiga, dilihat dari segi tujuannya, antara dakwah dan pendidikan juga memiliki
persamaan dan perbedaan. Dakwah dan pendidikan sama-sama bertujuan mengubah sikap
mental manusia cara diberikan motivasi dan ajaran-ajaran, agar orang tersebut mau melak
sanakan ajaran Islam dalam arti yang seluas-luasnya, sehingga ia dapat melaksanakan fungsi
kekhalifahannya dalam rangka beribadah ke pada Allah SWT. Namun demikian dalam
pendidikan terdapat pe rumusan tujuan yang bertingkat-tingkat. Yaitu rumusan tujuan yang
bersifat universal, nasional, institusional, kurikuler, mata pelajaran, pokok bahasan, dan
subpokok bahasan. Khirarkis tujuan serupa ini tidak dijumpai dalam rumusan tujuan berdakwah.
Dengan kata lain, di dalam pendidikan di samping terdapat tujuan universal yang ber jangka
panjang dan sulit diukur dalam waktu yang singkat, juga ter dapat tujuan khusus yang berjangka
pendek dan dapat dengan mudah diukur pada setiap selesai akhir pelajaran. Dalam berdakwah,
tujuan yang direncanakan tampak bersifat umum, bahkan dalam berdakwah yang tradisional,
tidak terdapat rumusan tujuan sama sekali.

Keempat, dilihat dari segi caranya, terdapat persamaan dan per bedaan antara dakwah dan
pendidikan. Persamaannya dalam berdak wah sebagaimana dikemukakan di atas paling kurang
dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu dengan hikmah, mau'idzah hasanah dan mujadalah. Di
dalam pendidikanpun ketiga cara tersebut dapat pula dilakukan. Perbedaannya dalam pendidikan
cara atau metode yang digunakan di samping tiga cara tersebut masih banyak lagi variasinya,
seperti ceramah, diskusi, keteladanan, kisah, sosio-drama, simulasi, problem solving, karya
wisata, penugasan, dan lain sebagainya. De ngan kata lain metode dalam pendidikan, jauh lebih
bervariasi dan berkembang dibandingkan dengan metode yang terdapat dalam dakwah. Hal ini
sebagai akibat dari keadaan di mana penelitian, uji coba (percobaan) dan pengembangan metode
dalam pendidikan jauh lebih banyak dilakukan ketimbang dengan apa yang terdapat dalam
bidang dakwah.

Kelima, dilihat dari segi hukumnya, terdapat pula persamaan antara dakwah dan
pendidikan, yaitu ada yang termasuk ke dalam kategori yang hukuninya wajib bagi semua
(fardlu'ain) dan ada yang hukumnya fardlu kifayah. Dakwah dan pendidikan hukumnya wajib

13
dilakukan oleh setiap orang, manakala yang dimaksud dengan dakwah dan pendidikan tersebut
dalam arti umum, yaitu dilakukan kapan saja, di mana saja, dengan cara apa saja, oleh siapa saja
sesuai keadaan dan kemampuan yang bersangkutan. Dakwah dan pendidikan hukum fardlu
kifayah, manakala yang dimaksud dengan dakwah dan pendi dikan tersebut dalam arti yang
khusus, yaitu dakwah dan pendidikan yang terprogram secara sistematis dan berkesinambungan,
ruang lingkup, sasaran dan tujuan yang khusus, serta memerlukan keahlian khusus pula bagi
orang yang melakukannya.

Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka perlu adanya kerja sama yang baik dan
seerat mungkin antara kegiatan dakwah de ngan pendidikan. Dakwah harus mendorong
masyarakat agar mau meningkatkan kualitas dirinya dengan cara meningkatkan kemam puannya
melalui pendidikan dalam arti yang luas. Demikian pula pendidikanpun harus mendorong
masyarakat agar mau melakukan dakwah dan mengamalkan ajaran amar ma'ruf nahi munkar.

Pendidikan Islam menempati posisi sentral dalam upaya men sosialisasikan ajaran-ajaran
Islam, baik secara individu maupun sosial di berbagai aspek kehidupan manusia. Pendidikan
Islam berkepen tingan menginternalisasikan nilai-nilai iman, takwa dan moral kepada anak didik
agar memiliki komitmen religius yang tinggi dalam me ngembangkan pengetahuan dan
keterampilannya untuk beramal dan berkarya yang pada gilirannya melahirkan budaya yang
agamis.16 Dengan demikian hubungan dakwah dengan pendidikan tampak erat.

16
L. Suyuthi Pulungan, Universalisme Islam, (Jakarta: Moyo Segoro Agung, 2002) cet. I, hal.110

14
BAB III

PENUTUP

3.1.Kesimpulan
Dalam mengarungi lautan kehidupan di dunia ada dua hal yang tidak pernahkita sunyi
darinya, dimana kita mempunyai pilihan atas dua hal tersebut yaitu kebaikan dan disisi lain yang
disebut kemunkaran.

Mengingat bahwa kebaikan merupakan idaman bagi semua manusia karena dengan
kebaikan itu berujung kepada kebahagian, sedangkan kemujnkaran merupakan pangkal dari
penderitaan dan kesengsaraan, maka Allah Yang Maha Pencipta dan Maha Pengatur telah
memberikan akal dan pikiran bagi manusia untuk memilih satu diantara keduanya dengan
menggunakan tolok ukur syari'at. Dimana umat muslim, untuk itu mendapatkan perintah untuk
berbuat baik dan menjauhi perbuatan munkar. Untuk bagaimana dapat terciptanya kebaikan dan
dijauhinya kemunkaran tersebut, lahirlah perintah untuk melakukan anjuran untuk berbuat baik
dan meninggalkan kemunkaran yang dikenal sebagai amar ma'ruf nahi munkar.

Dengan adanya peran amar ma‟ruf nahi munkar yang dialamatkan kepada setiap individu
maupun kepada masyarakat secara luas, maka keburukan, kerusakan dan kemudharatan tersebut
dapat ditiadakan atau diminimalisir serta sebaliknya kebaikan dan kemaslahatan akan dapat
diciptakan. Sehingga peran amar ma‟ruf nahi munkar ini sangatlah besar dirasakan manfaatnya
bagi seluruh hamba Allah Yang Maha Pemurah.

3.2. Saran
Penulis mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun dari pembaca agar
sekiranya dapat menjadi bahan perbaikan dalam pembuatan makalah dikemudian hari.

15
DAFTAR PUSTAKA
Nata, Abuddin. Tafsir Ayat-ayat Pendidikan/H. Abuddin Nata -Ed. 1,-Cet. 7.-Jakarta: Rajawali
Pers, 2017. Hal. 171-189

Hidayani, Nurul. Tafsir ayat-ayat tentang amar ma’ruf dan nahi mungkar. 2014

16

You might also like