Professional Documents
Culture Documents
Jurnal Polisi Indonesia Edisi 7
Jurnal Polisi Indonesia Edisi 7
Awaloedin Djamin
Sejarah dan Keadaan Pendidikan Tinggi Kepolisian di Indonesia:
Masalah dan Prospek. ........................................................................... 6
Mardjono Reksodiputro
Ilmu Kepolisian dan Perkembangannya di Indonesia............................... 15
Satjipto Rahardjo
Perubahan Pardigrna Pemolisian di Indonesia. ......................................... 24
E. Winarto H.
Membangun Polri Sebagai PolisiSipil yang Profesional dan Demokratis. ... 31
Farouk Muhamad
lmplementasi Ilmu OrganisasiSebagai Cabang dari Ilmu Kepolisian Dalam
Menganalisa Organisasi Polri ....... ... ....... ........................... .... ................. 42
Parsudi Suparlan
Polisi Dalam Masyarakat Majemuk Indonesia......................................... 51
Awaloedin Djamin
TNI dan Reforrnasi: Tanggapan Atas RUU TNI ..................................... 61
AriefSulistyanto
Membangun Kepercayaan masyarakat ................................................... 66
Chryshnanda DL
(, Fungsi lntelijen Pada Tingkat Polres....................................................... 99
Pelindung J URNAL POLISI INDONESIA diterbitkan dengan
Ketua Program KIK tujuan ikut mengembangkan ilmu kepolisian, ilmu
sosial dan budaya. Redaksi menerima sumbangan
Pemimpin Redaksi artikel baik yang bersifat teoritis, hasil penelitian
Parsudi Suparlan maupun studi kasus. Karangan tidak harus
sejalan dengan pendapat Redaksi.
Redaktur Pelaksana
Bambang Hastobroto Kriteria artikel yang dapat dimuat dalam jurnal ini:
Aries Budiman • Hasil-hasil penelitian llmu Kepolisian menganai
Edy Murbowo satu masalah masyarakat, keamanan dan
F. Sidikah R. ketertiban masyarakat, khususnya
kriminalitas (patologi sosial) terutama di
Redaktur Usaha Indonesia.
Chryshnanda DL.
Hasil penelitian terapan di bidang llmu
Dewan Redaksi Kepolisian, Administrasi, Hukum Kepolisian
Parsudi Suparlan dan Teknologi Kepolisian yang berguna bagi
Awaloedin Djami n pembangunan Polri sebagai lembaga.
Mardjono Reksodiputro Pembahasan diskusi mengenai teori/
Farouk M uhammad metedologi dalam llmu Kepolisian atau ilmu
K unarto ilmu sosial lainnya; dan tinjauan buku terhadap
Koesparmono lrsan buku teks kepolisian atau ilmu-ilmu sosial
lainnya.
Bendahara
Edy Murbowo Mohon agar disertakan abstrak maksimal 200 kata
dalam bahasa lnggris untuk artikel berbahasa
Sirkulasi Indonesia atau sebaliknya. Semua catatan dalam
Nurhadi Yuwono artikel hendaknya tersusun rapi dengan ketentuan
Budi Yuniarsa penulisan ilmiah yang berlaku. Catalan kaki agar
Fitri S. Rachman ditulis dibagian bawah artikel. Daftar Pustaka
Prabowo Argo agar dibuat menurut abjad nama pengarang
dengan contoh sebagai berikut:
Lay Out & Cetak Geerts, C.
Effendy Soenaryo 1984 'Tihingan: Sebuah Desa di Bali', dalam
Kontjaraningrai (ed.). Masyarakat desa
ISSN 1441-0962 di Indonesia, Jakarta: Ekonomi Universitas
�larang menggandakan, menyalin, atau Indonesia, h. 246-274.
menerbitkan ulang artikel atau bagian Koentjaraningrat.
bagian artikel dalam jurnal ini tanpa seijin
Redaksi 197 4 Manusia dan Kebudayaan di Indonesia,
J;:ikarta" Penerbit Djambatam.
Alamat Redaksi:
Program Pascasarjana KIK-UI Sertakan nama lengkap. organisasi/lnstitusi,
JI. T irtayasa Raya No. 6 biodata singkat, alamat dan nomor telepon/fax/
Telp.: 021 - 726 5414; 728 01762 e-mail.
Fax.: 021 - 725 8374 Tulisan agar menyertakan disket atau dikirim via
e-mail: JPl@vision.net.id e-mail
Jurnal Polisi lntlonesia terbit 2 kali setahun Harga langganan Rp. 50.000,00 pertahun. Harga
sudah termasuk ongkos kirim, dibayar di muka.
Dicetak oleh:
Cv Adicipta Grafinda Harga eceran Rp. 25.000.00/US $ 25.00
PENGANTAR REDAKSI
JURNAL POLISI INDONESIA NO. 7, 2005
Sajian utama dalam jumal POLIS! INDONESIA No. 7 ini adalah kumpulan
tulisan yang disampaikan dalam Seminar Sewindu Program Pascasarjana Kajian
Ilmu Kepolisian, Universitas Indonesia (KIK-U.l.), yang diselenggarakan pada
tanggal 2 September 2004 di Jakarta. Disamping itu juga disajikan tulisan-tulisan
yang menurut pertimbangan Redaksi berisikan pendapat atau tesis yang langsung
atau tidak langsung mendukung atau mempunyai kaitan dengan tema yang ditekankan
pada tulisan-tulisan yang disampaikan dalam tulisan-tulisan menyambut Sewindu
berdirinya KIK- U .I.
Terna utama yang ditekankan dalam tulisan-tulisan menyambut Sewindu KIK
U.I. adalah fungsi polisi dalam masyarakat Indonesia sebagai pengayom, pelindung
dan pelayan masyarakat; sebagaimana yang dinyatakan secara eksplisit dalam visi
dan misi Polri. lni adalah sebuah visi yang merupakan sebuah paradigma baru dari
Polri yang menggeser dan mengubur paradigma Polri yang Jama, yang penekanannya
pada pola-pola tindakan represif, yang merupakan produk dari dijadikannya Polri
sebagai hagian dari ABRI selama 32 tahun di bawah pemerintahan presiden Suharto.
Penekanan pada pengayoman, perlindungan, dan pelayanan masyarakat dengan
kata-kata Jain adalah menjadikan Polri sebagai Polisi sipil.
Polisi sipil adalah polisi yang secara organisasi merupakan sebuah pranata
atau institusi publik, bukan institusi militer. Sebagai sebuah institusi yang diberi
kewenangan menggunakan kekuatan dan kekuasaan untuk menciptakan keamanan
dalam masyarakat dan menciptakan serta memantapkan rasa aman dalam kehidupan
warga masyarakat, melalui program-program pengayoman, perlindungan, dan
pelayanan oleh petugas polisi, maka polisi di satu pihak adalah alat negara dan
pemerintah yang sah tetapi di pihak lain juga alat publik atau bagian dari masyarakat.
Karena polisi bekerja untuk kepentingan masyarakat, yaitu menjamin kesejahteraan
warga masyarakat secara umum melalui penciptaan dan pengendalian rasa aman
dan keamanan. Sehingga polisi mempunyai ciri-ciri seperti militer atau para-militer,
tetapi di pihak lain tidak bertindak seperti militer. Karena fungsi pelayanan adalah
fungsi utama dalam pemolisian dan bukannya penggunaan kekuatan kekuasaan
dengan kekerasan. Sebagai kekuatan sipil, maka polisi sebagai sebuah pranata
atau institusi publik juga harus memiliki akuntabilitas publik. Akuntabilitas publik ini
yang merupakan ciri utam_a dari polisi dan yang membedakannya dari pranata atau
institusi militer.
. • v
JURNAL POLIS! INDONESIA 7, JULI 2005
Kata Sambutan
Kapolri Jendral Polisi Da'i Bachtiar
Pada Seminar Kajian Ilmu Kepolisian
Sewindu Program Pasca Sarjana Ilmu Kepolisian,
Universitas Indonesia
2 September 2005
YSH. Ketua Program Pasca Sarjana VI
Ketua Program KIK
Para Peserta Seminar
Para hadirin dan undangan sekalian yang berbahagia
.
Peserta seminar dan hadirin sekalian yang saya hormati.
Dari uraian singkal di atas, ingin kembali saya tegaskan bahwa untuk
mencapai profesionalismc Polri tidak cukup hanya dengan meningkatkan ilmu
I. Pendahuluan
Beda dengan dunia kemiliteran, yang banyak persamaan antar negara,
Kepolisian antar negara sangat beraneka ragam, tergantung dari sejarah, sistim
ketatanegaraan, landasan perundang-undangan dan sebagainya.
Tulisan-tulisan mengenai tujuan,peran, fungsi,tugas, pengorganisasian dan
sistim manajemen personil kepolisian,juga bermacam-macam, tidak hanya tulisan
tulisan pakar luar negeri, tapi juga pakar dalam negeri.
Tulisan ini mengambil rumusan, visi,misi,tujuan,peran,fungsi,tugas pokok
dan tugas-tugas kepolisian negara RI, dari rumusan resmi berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku di Indonesia,terntama UU NO. 2. 2002 tentang
Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Sekilas Sejarah
Perkembangan ilmu kepolisian di Indonesia tentunya tidak dapat dipisahkan
dari pendidikan kepolisian di Polri. Pendidikan dalam masa Republik Indonesia
dapat dimulai dari pembentukan Akademi Polisi tanggal 17 Juni 1946. Setelah
pengakuan kedaulatan Desember 1949, maka Akademi Polisi pindah ke Jakarta
dan sejak 1 September 1950 diganti namanya menjadi Perguruan Tinggi Ilmu
Kepolisian. Kalau sebelumnya para mahasiswa berasal dari anggota polisi dan dari
umum (luar organisasi polisi), maka sejak 1951 dinyatakan bahwa hanya pegawai
kepolisian yang diterima sebagai mahasiswa (sejarah Kepolisian, 1999, h. 74-75;
122-124; Harsya W. Bachtiar, 1994, h. 51, 57).
Dalam staf pengajar PTIK ini terdapat sejumlah gurubesar yang tergabung
dalam dewan gurubesar dengan ketua Prof. Mr. Djokosoetono, gurubesar llmu
Negara, Tatanegara dan Filsafat Hukum di Universitas Indonesia. Disamping PTIK
tentunya ada berbagai macam pendidikan kepolisian yang lebih rendah tingkatnya,
yaitu Sekolah Palisi Negara (SPN; dalam tahun 1961 ada 23 sekolah, diseluruh
Indonesia) dan pendidikan lainnya, misalnya Balai Latihan Brimob (diberi nama
Sekolah Angkatan Kepolisian, dalam tahun 1961 ada 4 sekolah). Terdapat pula
Akademi Ilmu Kepolisian, yang dalam tahun 1965 diubah namanya menjadi Akademi
Angkatan Kepolisian, untuk pendidikan tahap bakaloreat (Sarjana Muda). Akademi
ini kemudian menjadi AKABRI (Akademi Angkatan Bersenjata R.l.). Bagian
Kepolisian (terjadi tahun 1965 dalam rangka integrasi Polri dengan TNI-AD, AL
dan AU) (Sejarah Kepolisian, h. 170-172; Harsya W. Bachtiar, 1994, h. 59).
Dari lintasan sejarah ini kita dapat menarik kesimpulan bahwa istilah "ilmu
kepolisian" mulai dikenal di Indonesia pada tahun 1950 dan hanya dipergunakan
18 JURNALP0L1SIINDONESIA7. JULl2005
kenyataan di Indonesia". Pembentukan kerangka teori ini diharapkan juga membantu
dalam pemecahan secara efektif (tepat guna) permasalahan yang kini banyak timbul
dalam masyarakat Indonesia. Program doktor ini telah dimulai dalam tahun 200 I,
setelah lima tahun lamanya program magister berjalan.
Sekarang, sepuluh tahun setelah terbitnya buku Harsya Bachtiar dan sewindu
setelah berjalannya pendidikan Magister Ilmu Kepolisian di Universitss Indonesia,
dapatlah kita mulai lebih mengembangkan lagi dan mengisi Ilmu Kepolisi,an Indo
nesia melalui pemikiran Parsudi Suprlan. Suparlan melihat ilmu kepolisian sebagai
ilmu pengetahuan yang mempergunakan pendekatan antar bidang dan mempelajari
"... masalah-masalah sosial dan isyu-isyu penting serta pengelolaan keteraturan
sosial dan moral dari masyarakat, ... upaya-upaya penegakan hukum dan keadilan,
dan ... teknik-teknik penyidikan dan penyelidikan berbagai tindak kejahatan serta
cara-cara pencegahannya" (TOR, Seminar Ilmu Kepolisian, h. 4)
Daftar Pustaka
1. Bachtiar, Harsya M.
1994 /!mu Kepolisian. Suatu Cabang llmu Kepolisian yang Baru. Grasindo
2. Fijnaut, Muller, Rosenthal (editor).
1999 Politie. Studies over haar werking en organisatie. Samson.
3. Klockars, Carl B.
1988 "The Rhetoric of Community Policing", dalam Klockars, Stephen D.
mastrofski. 2000. Thinking about Police. Contemporary Readings.
4. Radelet, Louis A.
1973 The Police and the Community. Glencoe Press.
5. Reiner, Robert
2000 The Politics ofthe Police. Oxford University Press.
Foot note:
(I) Prof. Dr. Hazairin adalah gurubesar hukumAdat; Proff. Dr. Tjan Tjoe Siem adalah gurubesar
Islam dan Kesusasteraan Jawa; Prof. Dr. R. Prijono adalah gurubesar Bahasa dan Sastra
Indonesia.
(2) Dalam kurikulum (2003) Program Studi Kajian llmu Kepolisian terdapat antara lain
(untuk semua mahasiswa) matakuliah: llmu kepolisian Indonesia, Sejarah Kepolisian,
filsafat dan Etika Kepolisian, Masalah Sosial di Indonesia, Perbandingan Sistim kepolisian.
Pcrubahan Sosial dan Pernbangunan, serta Masalah dan lsu HAM.
(3) Polisi din:imakan juga ''tangan kuat penguasa" (de sterke arm van de overheid). Karena
itu harus diterima bahwa kepolisian (sebagai organisasi) adalah bagian dari pcmerintah
(penguasa). Dan kalau dipergunakan pembagian "tiga-kekuasaan politik" (trias politica),
maka kepolisian adalah bagian dari eksekutif'. Sebagai bagian dari eksekutif (yang
mencerminkan kekuasaan partai politik), kepolisian tidak lepas dari "pengaruh politik".
karena itu "polisi yang netral dan independen" hanya berarti bahwa polisi tidak boleh
menjadi "alat politik" satu atau lebih partai politik. Dengan kata lain kepolisian sebagai
organisasi tidak bolch bertindak "partisan" dalam "konflik politik".
(4) Menurut Robert Reiner (2000, h.2.) pengendalian sosial oleh sejumlah teori sosiologi,
sebagai segala scsuatu yang menyumbang pada tcrciptanya ketertiban dalam masyarakat
, {sosial order). Namun demikian, ia ingin membatasinya pada: ".. . 1/ie orga11izcrl ,var. s i11
wich socie1,r respo11s lo hehm·ior a11d people ii regards as rlevia111. prohle111u1ic. ivon:1·
.
i11g, 1hrea1hc11111g. 1ro11hle.1·0111e ro wtdl'rsirahle . .
(6) Harsya Bachtiar (h. 15) mengatakan bahwa memang "... cabang ilmu pengetahuan yang
baru cenderung memanfaatkan pengetahuan ... cabang ilmu pengetahuan yang telah lebih
dahulu diakui ... sehingga (akan) ... bersifat antar cabang ilmu pengetahuan (interdiscipli
nary), sering juga disebut pengetahuan antar bidang". Beliau juga membedak'annya dari
"pengetahuan multidisiplin, pengetahuan yang diperoleh melalui sejumlah pengkajian
yang sesungguhnya terpisah satu dari yang lain, meskipun memusatkan perhatian pada
permasalahan yang sama". Prof. Parsudi Suparlan mengeritik pendapat Harsya Bachtiar
bahwa Jlmu Kepolisian yang baru cenderung mempergunakan pendckatan multi bidang
(multidisiplin), beliau (Suprlan) berpendapat bahwa ilmu kepolisian pendekatannya sudah
an tar bidang (sudah dan harus mempergunakan interdisciplinary approac/1).
(7) Dalam penelitian ini selalu harus diperhatikan apakah ada perrnasalahan yang bemilai
(worthwhile subject), disamping tentunya apakah ada metode penelitian yang mutahir
(up-to-date methods of investigation) yang dapat dipergunakan. Aspek lain yang harus
mendapat perhatian adalah kesulitan khusus yang akan ditemui dalam penelitian di bidang
ilmu kepolisian: akses terhadap data penelitian (responden takut memberi inforrnasi) dan
"bias" yang ada pada si-peneliti (menghayati nilai-nilai dalam kebudayaan kepolisian).
(8) Ambivanlensi masyarakat terdapat pula dalam hal diskresi kepolisian. Dalam bidang
pencgakan hukum (penyelidikan dan penyidikan) masyarakat lebih percaya bahwa polisi
akan memperhatikan prosedur resmi (atau sekurang-kurangnya berlindung dibaliknya).
Namun dalam bidang non-penegakan hukum (pemecahan masalah; conflict management,
"peace-keeping"), penggunaan diskresi ini lebih "kabur" sebagaimana terlihat dalam bunyi
pasal 19 UU Kepolisian 2002: "Untuk kepentingan umum· ... bertindak menurut
penilaiannya sendiri".
Perubahao-perubahao paradigmatis
Dewasa ini pemolisian (policing) di Indonesia boleh dikatakan menghadapi
suatu perubahan yang bersifat paradigrnatis. Kalau kita merenungkan, maka proses
yang terjadi dan yang dikehendaki oleh masyarakat, khususnya golongan menengah,
adalah pemolisian Indonesia yang mengalami perubahan nilai serta wawasan yang
sangat mendasar. Itulah sebabnya disini dipergunakan istilah suatu "perubahan
paradigmatis" (paradigmshift).
Berbicara mengenai perubahan paradigmatis dalam Polri, sesungguhnya
perubahan mendasar seperti itu telah terjadi pula lebih dari limapuluh tahun yang
lalu. Pada waktu itu Komisaris Besar Palisi Soekanto, Kepala Kepolisian Indone
sia yang pertama, pemah mencanangkan perlunya dilakukan perubahan paradigrnatis
dalam kepolisian Indonesia, yaitu dari polisi kolonial menjadi polisi dari suatu negara
merdeka. Ini sungguh perubahan yang mendasar, karena akan menyangkut struktur
dan kultur polisi Indonesia dalam alam kemerdekaan. Tetapi, pada hemat saya, ide
perubahan tersebut belum dapat diwujudkan dengan baik, bahkan mungkin sampai
hari ini.
Sehubungan dengan ide tersebut, pantaslah kita mempertanyakan, "Apakah
karakteristik polisi dari/dalam suatu negara merdeka?". Apakah polisi kita sekarang
sudah benar-benar mampu mencerminkan watak kepolisian suatu negara merdeka?.
Dimana letak perbedaan antara pemolisian suatu negara koloni dan negara merdeka
dalam menghadapi rak:yat?.
1-lari-hari sesudah reformasi, kembali Polri dihadapkan pada suasana
perubahan paradigmatis. Perubahan paradigmatis yang terjadi sekarang ini
sesungguhnya bemuansa mendekonstruksi suatu perubahan "semi-paradigmatis"
Penutup.
Makalah ini tidak berpretensi untuk memberikan resep final, melainkan
lebih mengajak publik untuk memikirkan berbagai masalah yang diangkat di
dalamnya. Seperti dikatakan pada awal tulisan, ia hanya mencoba untuk
memetakan persoalan yang sekiranya akan dihadapi oleh pemolisian di negeri
ini di waktu mendatang. Akhimya terpulang kepada pembaca untuk
menanggapi gagasan-gagasan yang dituangkan dalam makalah secara kritis.
Penutup
Dari uraian di atas telah saya gambarkan bahwa membangun polisi sipil
yang profesional dan demokratis, memang bukan pekerjaan yang mudah , tetap i
proses itu telah kami mulai lakukan. Bahwa disadari perubahan di Polri harus
dilakukan, untuk dapat menjadi polisi sipil dan demokratis. Palisi harus dapat bekerja
secara profesional . Untuk menjadi profesional dalam melaksanakan tugas polisi
harus mempunyai ilmu pengetahuan dan dasar-dasar berfikir secara teoritikal dan
konseptual yang memadai, ha! tersebut dapat dicapai bila anggota Polri direkrut
dengan baik, dididik dengan baik dan diberikan gaji yang baik serta didukung oleh
sarana dan prasarana yang cukup. disamping itu menata sistem birokrasi yang
transparan, dan dapat di pertanggungjawabkan kepada masyarakat.
Daftar Pustaka
Djamin, Awaloedin,
1999 Menuju Polri Mandiri yang profesional, Jakarta, Yayasan Tenaga Kerja.
Finlay mark dan Ugljesa Zvekic,
1993 Alternatif Gaya Kegiatan Palisi masyarakat (diterj'emahkan dan disadur
oleh Kunarto), Jakarta, Cipta Manunggal.
Friedmann Robert,
1992 Community Policing, (diterjemahkan dan disadur oleh Kunarto), Jakarta,
Cipta manunggal.
Meliala, Adrianus,
2002 Problem Reformasi Polri, Jakarta, Trio repro.
Rahardjo, Satjipto,
1998 Mengkaji Kembali Peran dan Fungsi Polri dalam Mmyarakat di Era
Refonnasi, makalah Seminar Nasional tentang Polisi dn Masyarakat dalam
Era Refom1asi.
masing individu dalam hubungan informal satu sama lain (informal social con
trol). Kepolisian sebagai suatu kekuatan dibentuk setelah pranata informal tidak
mampu mengatasi masalah-masalah, gangguan keamanan dan ketertiban serta
pelanggaran hukum sehingga merupakan kendala bagi upaya pencapaian
kesej ahteraan masyarakat.
Dalam perkembangannya, pekerjaan kepolisian mencakup dua aspek fu gsi n
V. Penutup
Daftar Pustaka
Bachtiar, Harsya W,
1994 Ilmu Kepolisian : Suatu Cabang Ilmu Pengetahuan Yang Baru : Jakarta :
PTIK Press dan Gramedia
Huseini, Martani,
1999 Teori Organisasi. Jakarta : Universitas Indonesia Press.
Muhammad, Farouk,
2003 Menuju Reformasi Polri, Jakarta: PTIK Press dan Restu Agung.
2002 Tinjauan dan Penataan Kembali Organisasi Polri, Mabes Polri, Jakarta
Masalah yang kita hadapi di Indonesia adalah adanya dan mantapnya jenjang
sosial dan kelas sosial berdasarkan atas kesukubangasaan, keyakinan keagamaan,
gender, dan berkembang serta mantapnya stereotip dan prasangka diantara
1. Pendahuluan
Sangat menarik ungkapan Kapolri Jenderal Polisi Da 'i Bachtiar yang
disampaikan dalam briefing kepada seluruh jajaran Kapolda, Kapolwil dan Kapolres
se-Indonesia yang dilaksanakan melalui teleconference pada tanggal 19 Mei 2004,
yang menyatakan bahwa target Polri untuk dicintai oleh rakyat adalah sesuatu
yang terlalu tinggi dan muluk untuk dapat dicapai, karena dengan tugas kepolisian
sebagai pengayom, pelindung dan pelayan masyarakat di dalamnya termuat kegiatan
penegakan hukum yang sudah barang ten tu akan menimbulkan rasa ketidak puasan
bagi anggota masyarakat yang ditindak karena melanggar hukum. Dengan keadaan
yang demikian ini maka tidak mungkin Polri akan dapat memuaskan semua pihak
karena pasti ada ketidak puasan yang akan timbul dalam masyarakat terhadap
Polri. Oleh karena itu menurut Kapolri, Kepolisian itu hendaknya menjadi sosok
yang dapat dipercaya oleh masyarakat dengan demikian maka apapun tindakan
yang dilakukan oleh Polri selama memenuhi standard prosedur operasional,
proporsional dan profesional sesuai dengan kaidah hukum yang berlaku maka akan
menumbuhkan kepercayaan bagi masyarakat baik yang menjadi korban maupun
pelaku / pelanggar kejahatan. Dalam spektrum yang lebih luas lagi menjadi polisi
yang dipercaya masyarakat adalah merupakan suatu pengakuan atau tumbuhnya
rasa kepastian didalam diri tiap individu dalam masyarakat bahwa harapannya dalam
bidang pelayanan kepolisian akan terpenuhi secara profesional.
Untuk menjadikan pol isi yang dipercaya masyarakat sebenamya merupakan
pekerjaan yang mudah bilamana polisi mau dan mampu menjalankan profesinya
I
masa lalu kegiatan ini pemah dilakukan dan bukan sesuatu yang baru.
Tetapi setelah cukup lama tidak pernah diterapkan maka untuk
mengembalikan dan memulihkan eksistensi Polri maka kegiatan itu �
dilaksanakan lagi dengan pola yang berbecla dan lebih simpatik. Variasi
dalam pelaksanaan tugas tersebut dilakukan dengan jalan petugas tidak
hanya berdiri saja mengawasi masyarakat penggunajalan, tetapijuga aktif
memberikan arahan kepada masyarakat .pada saat pengendara berhenti
di lampu merah (traffict light) petugas mendatangi pengemudi sepeda
motor yang tidak menggunakan helm atau tidak lengkap instrumen
kendaraannya dengan memberikan peringatan dan mencatat identitas
pengemudi serta kendaraannya agar lain kali menggunakan helm.
Disamping itu juga menempatkan petugas polisi di tempat parkir perkantoran
bank dll, untuk menunggu pegawai / karyawan pengendara sepeda motor
yang tidak menggunakan helm ataupun tidak lengkap instrumennya
diberikan peringatan agar dilengkapi pada hari berikutnya. Semua kegiatan
tersebut dilakukan melalui komunikasi yang sopan dan ramah serta jauh
dari sikap arogan dan lebih bersifat mengajak.
Pada lokasi-lokasi sekolahan polisi membantu para pelajar sekolah
untuk menyeberangjalan dan menghentikan kendaraan yang akan lewat
ketika anak-anak sekolah akan menyeberang. Dengan cara demikian maka
masyarakat merasakan adanya perubahan sikap polisinya dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat, disamping itu dengan t.urunnya
polisi ke lapangan telah mampu memberikan suasana aman karena
masyarakat tidak merasa dibiarkan lagi oleh Polisi. Dampak positif yang
dirasakan adalah adanya surat simpati dan dukungan dari sebuah LSM
Pemantau Otonomi yang memberikan dukungan dan ucapan terima kasih
kepada Polres lnhil atas berbagai upaya yang telah dilakukan.
3) Penerapan patroli jalan kaki dan bersepeda
Adanya keluhan masyarakat khususnya para pedagang dan pemilik
toko terhadap ulah para preman yang sering meminta uang dengan cara
memaksa dan dalam keadaan mabuk kemudian marah kalau hanya
diberikan sedikit. Bahkan ada yang mengeluh karena dalam satu hari
diminta uang sampai Rp. 500.000,- (lima ratus ribu rupiah), padahal
keuhtungan berjualan dalam sehari tidak sebesar itu. Keadaan ini sangat
meresahkan masyarakat dan tidak ada keberanian untuk menolak apalagi
4. Kesimpulan
Membangun kepercayaan masyarakat terhadap polisi pada dasarnya adalah sukare
sebuah visi yang harus diwujudkan dalam bentuk profesionalisme polisi dalam secara
melaksanakan tugasnya dalam masyarakat. Karena didalam profesionalisme itu
sendiri terkandung kemampuan dalarn melaksanakan tugas, kejujuran, kebenaran pemoli
dan kepastian terhadap keberhasilan pencapaian tujuan sebuah organisasi dalam untuk r
ha! ini kepolisian untuk dapat memenuhi harapan masyarakat untuk mendapatkan dan me
perlindungan, pengayoman dan pelayanan yang maksimal agar dapat diterima dan paling
dipercaya masyarakat melalui upaya pemolisian yang dilakukannya.
Upaya pemolisian yang efektif dan efisien dapat dicapai bilamana polisi serta rr
mampu m'emahami masyarakat dan lingkungan dimana polisi bertugas dengan untuk
melakukan analisis terhadap kondisi yang ada dihadapkan clengan sumber daya sepa n.P
DAFIARBACAAN
Berkley George,
1%9 The Democratic Policeman, Beacon Press.
Collin Finn,
1991 Social Reality. Rutledge, New York.
Edwards Charles,
1999 Changing Policing Theories, The Federation Press London.
Findly Mark & Zvekic,
1993 Alternative Policing Style, Kluwer, Netherland.
FreidmanR,
1991 Community Policing, Georgia State University, Atlanta .
Keru1y John,
1975 Police Administration, Charles Thom.. s, Illinois.
.................,
2002 Kepolisian R .l, UU R.I No. 2 & 3 ta/11111 2002, BP. Panca Usaha, Jakarta.
Lynch G Ronald,
1998 The Police Manager 5'h Edition. Anderson Publishing Co, Cincinati.
RobergRoy & Key Kendall,
1997 Police Management, Roxbury Publishing Co., L.A.
Suparlan P,
2004 /-/11bu11ga11 An tar Suku Ba11g.1·a. YPKlK. Jakarta.
Pendahuluan
Tulisan ini berupaya menunjukan fungsi intelejen kepolisian pada tingkat polres,
untuk mengidentifikasi individu-individu atau organisasi-or ganisasi yang
menyebabkan timbulnya gangguan kamtibmas, menganalisa dan menuangkan dalam
produk tertulis yang dapat digunakan sebagai acuan atau dasar pertimbangan
penentuan kebijakan pemolisian. Kegiatan intelejen kepolisian merupakan
penanganan informasi yang berkaitan dengan gejala-gejala sosial beserta
perubahannya yang dituangkan ke dalam produk intelejen. Yang bermanfaat untuk
menciptakan maupun memelihara kamtibmas 1
Intelejen kepolisian difokuskan pada gejala-gejala sosial yang dapat
mengganggu kamtibmas seperti : kerusuhan masa, demonstrasi mahasiswa,dan
mogok kerja para karyawan dan para buruh, kegiatan politik, terorisme, maupun
penyimpangan sosial lainnya yang dapat meresahkan masyarakat. Gangguan
kamtibmas meliputi tindakan bermotif pelanggaran hukum yang menyebabkan Iuka
tubuh atau kerusakan properti yang mengganggu operasi leml:,aga-lembaga
pemerintah atau aktivitas hukum yang dilakukan oleh organisasi atau individu-individu
atau mengancam keamanan gedung-gedung pemerintah, akses-akses publik sampai
fasilitas-fasilitas publik atau kemanan publik. Intelejen kepolisian bukan semata
mata untuk mencari ancaman-ancaman yang ada dan mungkin terjadi tetapi juga
untuk mencari potensi-potensi sumberdaya yang dapat membantu atau mendukung
polisi untuk memelihara keteraturan sosial, melindungi warga masyarakat maupun
untuk menegakan hukum. Intelejen merupakan mata dan telinga bagi institusi
kepolisian yang digunakan sebagai acuan dalam menentukan kebijakan
pemolisiannya.
Pemolisian (Policing), pada dasamya adalah segala usaha upaya untuk
memelihara keamanan, pencegah dan penanggulangan kejahatan, melalui
pengawasan atau penjagaan dan tindakan untuk memberikan sangsi atau ancaman
hukum (Garmire dalam Steadman : 1972, Spitzer 1987; Shearing 1992 dalam Reiner
2000). Menurut Kenney ( 1975) menyatakan : "basical�)' policing is concerned
with acts against the safety persons or property". Pemolisian dilaksanakan
berdasarkan hukum. aturan-atu ran. petunjuk-petunjuk pelaksanaan. dan
Fungsi Intelejen
Intelijen merupakan pengetahuan terhadap kondisi masyarakat,
permasalahan potensial, dan aktivitas kriminal di masa lalu, dan yang diusulkan.
Intelejen mungkin tidak lebih dari sekedar infomasi yang dapat dipercaya dan
peringatan atas bahaya potensial; intelejen juga merupakan produk uari sebuah
proses rumit yang mencakup penilaian yang diinformasikan, keadaan sesuatu, atau
sebuah fakta tunggal. "Proses Intelejen" menggambarkan penanganan informasi
dan perubahannya ke dalam materi yang bermanfaat bagi penegakan hukum
(DeLadurantey: 1995).
Fungsi intelejen kepolisian adalah untuk mengumpulkan infonnasi tentang:
aktivitas-aktivitas individu atau kelompok yang terkait dengan kejahatan, situasi
dan kondisi daerah maupun masyarakatnya. Yang dituangkan dalam produk intel.
Proses mengalihkan infom1asi sebagai intel dasar ke dalam data yang berguna
untuk evaluasi, analisa, dan penyebaran materi yang dihasilkan ke satuan fungsi
lairmya maupun unit-unit utama dalam institusi kepolisian. lnformasi yang dihasilkan
digunakan untuk referensi dan sebagai sebuah peringatan terhadap sesuatu yang
akan datang, maupun sebagai sebuah indikasi aktivitas kejahatan dalam tahap
pengembangan penyidikan.
Kategori-kategori dalam tindakan intelijen mencakup taktik dan strategis.
Intelijen taktik memberi konstribusi langsung pada pencapaian tujuan-tujuan
penegakan hukum tertentu. Di dalamnya mungkin berupa petunjuk sebuah arah
Penutup
Keberadaan dan fungsi polisi dalam masyarakat adalah sesuai dengan
tuntutan kebutuhan dalam masyarakat yang bersangkutan untuk adanya pelayanan
polisi. Fungsi polisi adalah untuk menjaga agar keamanan dan ketertiban dalam
masyarakat yang diharapkan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai, dan menjaga
agar individu, masyarakat, dan negara yang merupakan unsur-unsur utama dalam
proses produktivitasnya tidak dirugikan. Yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas
hidup masyarakat. Disamping itu fungsi kepolisian dalam struktur kehidupan
masyarakal scbagai pengayom masyarakat, penegakan hukum, yaitu: mempunyai
Daftar Pustaka
DeLadurantey,
1995 Dalam The Encyclopedia of Police Science (second edition) Bayley
William G, (ed), New York & London, Garland Publishing.
Bayley David H,
1994 Police for the Future (diterjemahkan dan disadur oleh Kunarto), Jakarta,
Cipta Manunggal.
More,
1998 Special topics in policing, Cincinati, Andreson Publishing.
Rahardjo, Satjipto,
2002 Palisi Sipil, Jakarta, Gramedia
Reiner, Robert,
2000 The Politic ofThe Police, Oxford University Press.
Reksodiputro, Mardjono,
1996 Catatan kuliah Seminar masalah peradilan Pidana S3 KIK UI angk. II, tidak
diterbitkan
Saronto, Yohanes Wahyu,
2001 lntelejen, Teori, aplikasi dan modernisasi, Jakarta, PT. Ekalaya Saputra
Secapa Polri,
1996 Vademikum Polri Tingkat I, Sukabumi, Secapa Polri
Suparlan Parsudi,
1999a Makalah sarasehan "Etika Publik Palisi Indonesia", tanpa penerbit.
(Footnotes)
1
keamanan berasal dari kata dasar "aman" dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan
sebagai : bebas dari bahaya, bebas dari gangguan; terlindung atau tersembunyi; tidak
dapat diambil orang; tidak meragukan; tidak mengandung resiko; tidak merasa takut atau
khawatir. Keamanan masyarakat dalam rangka kamtibmas adalah suasana yang menciptakan
pada individu manusia dan masyarakat perasaan-perasaan : I) bebas dari gangguan baik
fisik maupun psikis, 2) Adanya rasa kepastian dan rasa bebas dari kekhawatiran, keragu
raguan dan ketakutan, 3) dilindungi dari segala macam bahaya, 4) Kedamaian lahiriah dan
batiniah. Di sini terlihat bahwa yang menentukan keadaan aman atau tidak adalah perasaan
dari individu dan masyarakat dan bukan semata-mata dari kaca mata polisi.
Ketertiban berasal dari kata dasar "tertib". Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan:
teraturan; menurut aturan; rapi. Tertib dapat diartikan adanya keteraturan, situasinya
berjalan secara teratur sesuai dan menurut norma-nom,a serta hubm yang berlaku. Terdapat
dua macam nom,a yang mengatur ketertiban masyrakat yaitu norma yang sudah dijadikan
norma hukum dan norma non hukum. Kedua macam nom1a ini disebut norma ketertiban.
Pasal I butir 5 dan 6 UUD No.2 tahun 2002 dijelaskan bahwa : Keamanan dan ketertiban
masyarakat adalah suatu kondisi dinamis masyarakat sebagai salah satu prasyarat
terselenggaranya proses pembangunan nasional dalam rangka tercapainya tujuan nasionl
yang ditandai oleh terjaminnya keamanan, ketertiban dan tegaknya hukum, serta terbinanya
ketentraman, yang mengandung kemampuan membina serta mengembangkan potensi dan
kekuatan rnasyarakat dalam rnenangkal, mencegah dan menanggulangi segala bentuk
pelanggaran hukurn dan bentuk-bentuk gangguan lainnya yang dapat meresahkan
masyarakat. Butir 6 menjelaskan : keamanan Dalam Negeri adalah suatu keadaan yang
ditandai dengan terjaminnya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya
hukum, serta terselenggaranya perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada
masyarakat.
kebudayaan dalam hal ini mengacu pendapat Profesor Suparlan, yang dilihat dari
fungsinya bagi kehidupan manusia. Yaitu sebagai pedoman bagi kehidupan manusia,
sebagai pedoman maka isinya adalah pengetahuan-pengetahuan, keyakinan-keyakinan
yang menjadi acuan bagi para pendukungnya untuk menginterprestasi, memahami dan
memanfaatkan lingkungannya gejala-gejala yang terjadi maupun untuk menghadapinya
yang berkaitan dengan upaya pcmenuhan kebutuhan hidup sebagai manusia.