You are on page 1of 40

RESUME BUKU

HUKUM ISLAM
NAMA ANGGOTA
1. Muhammad Qodri Al Fahmi
2. Daffa Rizki Putra
3. M. Adhitya Nugraha
4. Ryo Dean Syah
5. Aditia Izzaturziyan
6. Amanda Putri Damayanti
7. Ayu Nabila
8. Gabriella J.E.P
9. Putri Vionalita
10. Meyrio Libello
01
PENDAHULUAN
A.Pengertian hukum islam
Hukum Islam adalah bagian dari agama Islam. Islam adalah agama hukum
dalam arti kata yang sebenarnya. Ini berarti bahwa selain dari agama Islam
mengandung norma-norma hukum baik kaidah-kaidah hukum yang
mengatur hubungan manusia dengan Allah, Tuhan Yang Maha Esa yang
sepenuhnya dapat dilaksanakan oleh pemeluk agama Islam secara pribadi
maupun kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan manusia dengan
manusia lain dan benda dalam kehidupan masyarakat yang memer lukan
bantuan penyelenggara negara untuk dapat dilaksanakan oleh pemeluk
agama Islam dengan sempurna, juga bermakna bahwa agama Islam dan
hukum Islam tidak dapat diceraipisahkan.
B. Hk.islam dalam kurikulum Fh
Sebagaimana kita ketahui bahwa dalam Kurikulum Inti Program Pendidikan
Sarjana Hukum (1983) mata kuliah ini merupakan mata kuliah keahlian hukum
yang menjadi mata kuliah wajib fakultas Setelah Indonesia merdeka,
kurikulum RH atau Rechts Hogeschool itu diambil oleh Pemerintah Indonesia.
Demikianlah, misalnya pada Fakultas Hukum dan Pengetahuan Masyarakat
Universitas Indonesia yang didirikan oleh Pemerintah Republik Indonesia
Serikat pada tahun 1950, Hukum Islam dan Lembaga-lembaga Islam diajarkan
juga di Fakultas tersebut. Hukum Islam tetap menjadi bagian dan berada di
dalam Kurikulum Fakultas Hukum.
C.Ruang lingkup dan asas ajaran islam
Mengenal ruang lingkup ajarannya, Islam tidak hanya mengatur hubungan
manusia dengan Tuhan, tetapi juga mengatur hubungan manusia dengan
masyarakat, hubungan manusia dengan dirinya sendiri dan hubungan
manusia dengan lingkungan hidupnya (dengan alam dan makhluk lainnya).
Tentang kerangka ajarannya. juga berbeda Sebagai agama wahyu terakhir,
Islam merupakan sata kesatuan yang sempurna mengenai sistem akidah,
syariah, dan akhlak yang mengatur berbagai tata kehidupan.
D.Ciri-ciri hukum islam
Ciri-ciri (utama) hukum Islam, yakni
(1) merupakan bagian bersumber dari agama Islam
(2) mempunyai hubungan yang erat dan tidak dapat dipisahkan dari iman atau akidah dan
kesusilaan atau akhlak Islam
(3) mempunyai dua istilah kunci yakni
(a) Syari'at Muhammad dan fikih adalah pemahaman dan hasil pemahaman manusia
(4) terdiri dari dua bidang utama yakni (a) ibadat dan (b) dalam arti yang luas.
Ibadat bersifat tertutup karena telah sempurna untuk dikembangkan oleh manusia yang
memenuhi dari masa ke masa
(5) strukturnya berlapis, terdiri dari
(a) nas atau teks Alquran,
(b) sunnah nabi Muhammad (untuk syari'at),
(c) hasil ijtihad manusia yang memenuhi syarat tentang Alquran dan as sunnah,
(d) pelaksanaan dalam praktik baik (1) berupa keputusan hakim, maupun (ii) berupa amalan-
amalan umat Islam dalam masyarakat (untuk fikih)
E. Tujuan Hukum Islam
Abu Ishaqal Shatibi (m.d.790/1388) merumuskan lima tujuan hukum Islam, yakni memelihara
(1) agama, (2) jiwa, (3) akal,(4) keturunan dan, (5) harta, yang (kemudian) disepakati oleh
ilmuwan hukum Islam lainnya. Kelima tujuan hukum Islam itu di dalam kepustakaan disebut al
maqasid al-magasid atau al-shari'ah (tujuan-tujuan hukum Islam).

Tujuan hukum Islam tersebut di atas dapat dilihat dari dua segi yakni
(1) dari segi pembuat hukum Islam itu sendiri yaitu Allah dan rasul-Nya
(2) dari segi manusia yang menjadi pelaku dan pelaksana hukum Islam itu.

Dilihat dari
(1) pembuat hukum Islam, tujuan hukum Islam itu adalah: pertama untuk memenuhi
keperluan hidup manusia yang bersifat primer, sekunder dan tertsier
(2) pelaku hukum yakni manusia sendiri, tujuan hukum Islam adalah untuk mencapai
kehidupan yang bahagia dan mempertahankan kehidupan yang bahagia dan
mempertahankan kehidupan itu
F.Kerangka Dasar
Tentang kerangka dasar ajaran Islam, beberapa penulis telah mengemukakan pendapatnya
(antara lain E.S. Anshari, 1983: 24) Dengan mengikuti sistematika iman, Islam, dan ihsan, yang
berasal dari Hadist Nabi Muhammad, dapat dikemukakan bahwa kerangka dasar agama Islam
terdiri dari:
(1) akidah
pengertian teknis makna akidah, adalah iman atau keyakinan. Akidah pula umumnya ditautkan
dengan rukun iman yang merupakan asas seluruh ajaran Islam.
(2) syari'ah
Secara etimologi, syari'ah adalah jalan yang harus ditempuh. (oleh setiap umat Islam). Dalam arti
teknis, syari'ah adalah seperangkat norma illahi yang mengatur hubungan manusia dengan Allah,
hubungan manusia dengan manusia lain dalam kehidupan sosial, hubungan manusia dengan
benda dan alam lingkungan hidupnya,
(3) akhlak
ajaran Islam meliputi juga akhlak Akhlak berasal dari kata Khuluq yang berarti perangai, sikap,
tingkah laku, watak, budi pekerti. Perkataan itu mempunyai hubungan dengan sikap, perangai,
tingkah laku atau budi pekerti manusia terhadap Khalik (pencipta alam semesta) dan makhluk
(yang diciptakan),
G. Sistem ajaran islam
ajaran mempunyal sistem sendiri yang bagian-bagiannya saling bekerja sama
untuk mencapai suatu tujuan. Sumbernya adalah tauhid, yang berkembang
melalui akidah. Dari akidah itu mengalir syari'at dan akhlak Islam. Ketiga-
tiganya laksana bejana yang berhubungan. Melalui syari'ah serta akhlak,
dikembangkan sistem-sistem ajaran Islam dalam lembaga keluarga,
masyarakat, pendidikan, hukum, ekonomi, budaya, filsafat, dan sebagainya.
02
SUMBER HUKUM ISLAM METODE BERIJTIHAD
DAN PEMBAGIAN HUKUM ISLAM
A. Sumber Hukum Islam
Bahwa sumber hukum islam itu adalah (1) Al-Qur'an dan (2) As-Sunnah serta
(3) akal
pikiran manusia yang memenuhi syarat untuk berijitihad karena pengetahuan
dan pengalamannya, dengan menggunakan berbagai jalan (metode) atau
cara, di antaranya adalah (a) ijina, (b) qiyas , (c) istidal, (d) al mursalah, (e)
istihsan, (f) istishhab, (g)'urf
B. Metode-Metode Berijtihad
Ada beberapa metode atau cara untuk melakukan Ijtihad, baik ijtihad itu
dilakukan sendiri-sendiri maupun bersama dengan orang lain. Di antara lain
metode atau cara berijtihad adalah (1) ijina,(2) qiyas ,(3) istidal,(4) al
mursalah,(5) istihsan,(6) istishhab,(7)'urf dan lain-lain.

C. Pembagian Hukum Islam


Dalam pembahasan sebelumnya telah dipaparkan bahwa ketentuan syari’
terhadap para mukallaf itu ada tiga bentuk, yaitu tuntutan pilihan dan wadhi.
Ketentuan yang dinyatakan dalam bentuk tuntunan disebut hukum taklifi,
yang dalam bentuk pilihan disebut takhyiri, sedang yang memengaruhi
perbuatan taklifi disebut hukum wadh’i .
03
ANTARA RASIONALIS, TRADISIONALIS, DAN
MODERNIS DALAM BERIJTIHAD
A. Munculnya Mazhab-mazhab
Mazhab fiqh yang dimaksud di sini tidak terbatas pada empat Mazhab yang terkenal saja; Abu Hanifah,
Malik bin Anas, Syafi’i, Dan Ahmad ibn Hambal, melainkan meliputi semua mazhab Islam Yang ada, baik
dari golongan Ahlussunah, Syiah, maupun golongan Dan aliran-aliran lainnya. Ilmu fiqh muncul dalam
Islam sebagai jawaban atas tuntutan hidup Kaum muslimin. Menurut kaum muslimin syari’at adalah
aturan-aturan Allah yang disampaikan melalui Nabi-Nya. Allah SWT. Adalah Pembuat undang-undang
Islam yang di dalamnya mengandung aturan-
Aturan keagamaan dan keduniaan. Tetapi sesudah beliau meninggal Dunia kaum muslimin menghadapi
berbagai problema sosial yang Baru yang belum pernah terjadi pada masa Nabi. Di sinilah lalu Lahir para
ahli fatwa.

Ada tiga faktor yang memengaruhi munculnya para ahli fatwa Sesudah meninggalnya Rasulullah saw.:
1) Semakin luasnya daerah Kekuasaan Islam mencakup wilayah-wilayah di Semenanjung Arab, Irak,
Syam, Persi, Mesir, dan lain-lain. 2) Pergaulan kaum Muslimin Dengan bangsa-bangsa yang
ditaklukkannya. Mereka terpengaruh Oleh budaya, adat istiadat Serta tradisi bangsa-bangsa tersebut.
3) Akibat jauhnya negara-negara yang ditaklukkan itu dengan ibu
Kota Khilafah (Pemerintahan) Islam, membuat para gubernur, para Hakim, dan para ulama harus
melakukan ijtihad guna memberikan Jawaban terhadap problema dan masalah-masalah baru yang
dihadapi.
B. Abu Hanifah, Imam Kaum Rasionalis
Latar belakang kecenderungan Abu Hanifah kepada ijtihad dan Pemakaian rasio adalah karena
beberapa faktor yang dapat diketahui Dengan menelusuri kehidupan ulama Semua faktor ini akan
kembali Kepada pengaruh kehidupan masyarakatnya yang pada akhirnya Membentuk fikiran dan
mazhabnya.

C. Malik Ibn Anas, Imam Kaum Tradisionalis


Dapat dipastikan bahwa fiqh Malik berbeda dengan fiqh Abu Hanifah, sebagaimana dapat dilihat
dalam uraian berikut. Imam Malik ibn Anas (93 H-179 H) dilahirkan di Medinah, dari dua orang tua
keturunan Arab Yaman (Berbeda dengan Abu Hanifah, seorang keturunan Parsi). Sebagian besar
hidup Malik dilalui di Medinah dan sepanjang riwayat yang ada ia tidak pernah meninggalkan kota
itu. Karenanya ia ihidup sesuai dengan lingkungan masyarakat Medinah dan masyarakat Hijaz,
suatu kehidupan yang sederhana dan jauh dari pengaruh kebudayaan berikut berbagai
problemanya. Kehidupan ilmiah Imam Malik dimulai dengan menghafal Alquran, kemudian
menghafal hadist-hadist. Masa hidup Imam Malik di Medinah inilah yang menjadi faktor penting
mengapa ia lebih cenderung memakai hadist dan menjauhi
sampai batas tertentu pemakaian rasio.
D. Syafi’i, Imam Kaum Moderat
Imam Syafi'i dalam banyak masalah mempunyai kesamaan-kesamaan, baik
dengan madhzab ahli Hadist maupun dengan madhzab ahli ra'yi. Lebih dari
itu, ia membawa sebuah mazhab baru yang bukan ahli hadist dan bukan pula
ahli ra'yi, melainkan perpaduan antara keduanya. Dengan demikian, Syafi'i
dalam fiqhnya mengambil dasar Alquran, Sunnah, Ijtihad, qiyas dan rasio.
Karena itu ia berhak mendapat predikat Mujaddid kedua dalam Islam, sesudah
Khalifah Umar ibn Abdul Aziz.
E. Ahmad Ibn Hambal , Imam Kaum Fundamentalis
Jika Malik ibn Anas imam kaum tradisionalis , Abu Hanifah imam kaum rasionalis dan Syafi'i
imam kaum moderat , maka Ahmad ibn Hambal adalah imam kaum propagandis gerakan
kembali kepada sumber - sumber Islam yang pertama , Alquran dan Sunnah secara ketat (
fundamentalis ) . Dan meskipun mirip dengan mazhab Malik namun mazhab Imam Ahmad
tetap berbeda yakni lebih keras dan lebih kurang luwes daripada mazhab Imam Malik .
Ahmad ibn Hambal sangat keras dalam memvonis aliran - aliran Islam yang menyalahi
Alquran dan Sunnah . Misalnya ia mengafirkan golongan Jahmiyah . Ia berpendapat bahwa
jika mereka tidak ber taubat , mereka harus dihukum mati . Jelas bahwa tak ada seorang ahli
hukum Islam mana pun yang sependapat dengan Imam Ahmad ibn Hambal itu , karena
mengafirkan seorang muslim bukanlah hal mudah . Ia juga keras dalam soal - soal Thaharah (
bersuci ) dan Najasah ( najis ) . Menurutnya najis karena anjing tidak bisa dihilangkan kecuali
dengan delapan kali cucian . Ia mewajibkan berkumur - kumur tangan ketika bangun tidur ,
mewajibkan berkumur - kumur dan membersihkan hidung dalam berwudhu . Bahkan juga ia
mewajibkan wudhu sesudah makan daging unta . Sementara menurut mazhab lain hal hal
tersebut hanyalah sunnah saja .
F. Sebab-Sebab Perbedaan Madzhab
Sebab perbedaan munculnya perbedaan antara Sunni - Syi'I, lebih banyak dipenga ruhi oleh
pemikiran teologi dan politik yang berkembang saat itu . Tokoh - tokoh Syi'ah yang amat
fanatis dengan keluarga Rasulullah dan keutamaannya , hanya menerima hadist - hadist yang
disampaikan boleh keluarganya . Sedang yang disampaikan oleh para sahabat. Olehkarena
itu , Islam hanya membenarkan rasionalitas , yaitu menggunakan akal pikiran oleh manusia
dalam menemukan kebenaran - kebenaran insani , dan karena itu terkena sifat relatifnya
manusia. Untuk itu , Allah pun memberikan pengajaran kepada manusia tentang kebenaran
terakhir (ultimate truth ) yakni melalui nabi - nabi dan rasul - rasul yang dipilih di antara
manusia.
G. Peranan Mazhab dalam Pengembangan Hukum Islam
Walaupun mazhab itu telah membuat umat Islam terkotak kotak , dan bahkan bisa
menimbulkan konflik sosial, tapi di satu sisi mempunyai peran yang besar dalam
pengembangan hukum Islam . Mazhab - mazhab fiqh telah mampu melahirkan rumusan -
rumusan metodologi kajian hukum yang amat luas dan komprehensif , sehingga fiqh Islam
tidak hanya mampu menjawab persoalan persoalan kontemporer yang dihadapi mujtahid ,
tapi juga melahirkan fatwa - fatwa hukum yang sifatnya teoritis Dan ini memudahkan umat
Islam yang lahir sesudahnya, baik yang berperan sebagai qadhi maupun mufti . Selain itu ,
berkembangnya mazhab - mazhab fiqh itu membuat hukum Islam menjadi amat fleksibel.
Kaidah - kaidah fiqh yang telah terumuskan secara sempurna pada tiap - tiap mazhab ,
memberi peluang kepada para ulama sesudahnya untuk menerapkan kaidah - kaidah
tersebut dalam kajian fiqh mereka , atau mengembangkannya sehingga lahir kaidah - kaidah
baru . Kemudian , produk - produk pemikiran fiqhnya juga telah banyak memberi kemudahan
bagi umat Islam untuk menjalankan ketentuan ketentuan syariah , karena fiqh mampu
menguraikan ketentuan ketentuan hukum tersebut secara rinci.
H. Modernisasi Islam
Tujuan akhir ( ultimate goal ) hidup manusia ialah kebenaran akhir (ultimate truth) yaitu
Tuhan itu sendiri , atau boleh juga disebut Kebenaran Ilahi . Hal ini berarti tidak seorang
manusia yang berhak mengklaim sesuatu kebenaran mutlak , kemudian dengan sekuat
tenaga mem pertahankan kebenaran yang dianutnya itu dari setiap perombakan. Sebaliknya
, karena menyadari ( sifat ) kerelatifan manusia , maka setiap orang harus bersedia dengan
lapang dada menerima dan men dengarkan sesuatu kebenaran dari orang lain . Dengan
demikian , terjadilah proses kemajuan yang terus menerus dari kehidupan manusia , sesuai
dengan fitrah ( kejadian asal yang suci ) manusia itu sendiri , dan sejalan dengan wataknya
yang hanif ( mencari dan merindukan kebenaran ) .
04
KEDUDUKAN HUKUM ISLAM
DALAM TATA HUKUM INDONESIA
Dari uraian tersebut dapatlah disimpulkan, bahwa kini, di Indonesia (1) Hukum
Islam yang disebut dan ditentukan oleh para peraturan perundang-undangan
dapat berlaku langsung tanpa harus melalui hukum Adat, (2) Republik
Indonesia wajib mengatur sesuatu masalah sesuai dengan hukum Islam,
sepanjang pengaturan ini hanya berlaku bagi pemeluk agama Islam, (3)
kedudukan hukum Islam dalam sistem hukum Indonesia adalah sama dan
sederajat dengan hukum Adat dan hukum Barat, karena itu (4) Hukum Islam
juga menjadi sumber pembentukan hukum Nasional yang akan datang di
samping hukum Adat, hukum Barat dan hukum lainnya yang tumbuh dan
berkembang dalam Negara Republik Indonesia.
05
HUBUNGAN HUKUM ISLAM DENGAN HUKUM
ADAT DI INDONESIA
Hubungan hukum adat dengan hukum islam dalam makna “kontak” antara kedua system hukum itu
telah lama berlangsung. Hubungannya akrab dalam masyarakat.
Dalam buku-buku hukum yang ditulis oleh para penulis Barat/Belanda ,Hubungan hukum adat dengan
hukum islam di Indonesia, digambarkan sebagai dua unsur yang bertentangan.
Menurut Van Vollenhoven hukum adat harus dipertahankan sebagai hukum bagi golongan bumi
putera,tidak boleh didesak oleh hukum barat.
ada yang mengatakan bahwa apa yang disebut sebagai konflik antara hukum islam dengan hukum adat
itu pada hakikatnya adalah isu buatan politikus hukum kolonial.
Syarat yang harus dipenuhi agar dapat dijadikan hukum , menurut Sobhi Mahmassani :
1.Adat dapat diterima oleh perasaan dan akal sehat serta diakui oleh pendapat umum
2.sudah berulangkali terjadi dan telah berlaku umum dalam masyarakat yang bersangkutan
3. telah ada pada waktu transaksi dilangsungkan
4. Tidak ada persetujuan atau pilihan lain antara kedua belah pihak
5. Tidak bertentangan dengan nash (kata,sebutan yang jelas dalam) Al-qur’an dan sunnah nabi
Muhammad,atau dengan kata lain,tidak bertentangan dengan syariat islam.

Masalah hubungan hukum adat dan hukum islam ini mungkin pula dapat dilihat dari sudut al-ahkam al-
khamsah yakni lima kategori kaidah islam,yang mengatur semua tingkah laku manusia. Kaidah-kaidah
haram (larangan),Fard(kewajiban), makruh ( celaan ), dan sunnat (anjuran).
06
HUKUM ISLAM DAN PEMBINAAN HUKUM
NASIONAL
Hukum Islam adalah hukum yang bersifat universal, Menjadi sumber bahan baku penyusunan
universal sifatnya Sebagaimana halnya dengan hukum nasional. dengan kedudukan sebagai salah
agama Islam yang itu, hukum Islam berlaku bagi satu sumber bahan baku dalam
orang Islam di manapun ia berada. Hukum nasional pembentukan hukum nasional, hukum islam sesuai
adalah hukum yang dengan kemauan darn kemampuan yang ada
berlaku bagi bangsa tertentu di suatu negara padanya, dapat berperan aktif dalam proses
nasional tertentu. pembinaan hukum nasional.

Wawasan yang dianut dalam pembinaan hukum Dengan beberapa masalah yang đapat
nasional dipecahkan, jelas prospek hukum Islam dalam
adalah wawasan nuSantara yang menginginkan pembinaan hukum nasional dan karena ia telah
adanya satu kesatuan diterima sebagai salah satu sumber bahan baku
hukum nasional, maka usaha unifikasi di bidang dalam pembangunan hukum nasional, maka jelas
hukum harus sejauh pula kedudukan dan peranannya dalam proses
mungkin dilaksanakan. pembangunan hukum nasional tersebut.

Dalam pembangunan hukum nasional, hukum


Islam, di samping hukum hukum yang lain akan
07
PERADILAN AGAMA
Peradilan Agama adalah proses pemberian keadilan Susunannya
berdasarkan hukum agama Islam kepada orang- Mengenai susunannya diatur dalam tiga bagian di
orang Islam yang dilakukan di Pengadilan Agama dan Bab II. Bagian Pertama atau bagian umum menyebut
Pengadilan Tinggi Agama. susunan Pengadilan Agama ang terdiri dari pimpinan
Sebagai lembaga peradilan, peradilan agama dalam yakni seorang ketua dan seorang Wakil tua, hakim
bentuknya yang sederhana berupa tahkim yaitu anggota, panitera, sekretaris, dan juru sita. Susunan
lembaga penyelesaian sengketa antara orang-orang engadilan Tinggi Agama terdiri dari pimpinan yaitu
Islam yang dilakukan oleh para ahli agama, seorang ketua dan seorang wakil ketua, hakim tinggi.
terdiri dari VII bab, 108 pasal dengan sistematika dan Peradilan agama terdiri dari (1) Pengadilan Agama
garis-garis besar isinya sebagai berikut: Bab Itentang sebagai pengadilan tingkat pertama dan (2)
ketentuan umum, Bab II sampai dengan Bab III Pengadilan Tinggi Agama sebagai pengadilan tingkat
mengenai susunan dan kekuasaan Peradilan Agama, banding.
Bab IV tentang hukum acara, Bab V tentang C. Dasar Hukum Peradilan Islam di Indonesia
ketentuan-ketentuan lain, Bab VI ketentuan Undang-undang No. 14 Tahun 1970 dalam Pasal 10
peralihan dan Bab VII ketentuan penutup (Undang- Ayat (1) dan Pasal 12 Pasal 24 Ayat (2) Undang-
undang Nomor 7: 1989). undang Dasar 1945
dimuat dalam Lembaran Negara Nomor 4 Tahun Undang-undang No 50 tahun 2009
1989. Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006
pada Kamis 14 Desember 1989 Rancangan Undang- Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004
undang Peradilan Agama disetujui DPR B.
08
KOMPILASI HUKUM ISLAM MEMOSITIFKAN
ABSTRAKSI HUKUM ISLAM
A.Compendium Freijer Upaya Memositifkan Hukum Islam
Ciri awal perkembangan Islam seperti yang dikatakan H.J. Benda merupakan gejala
terbentuknya kota pesisir yang berpenduduk pemeluk Islam, yang terdiri dari para
pedagang. Dalam perkembangan selanjutnya, pemeluk Islam bukan hanya terdiri dari
pedagang kota, tapi segera meluas dipeluk oleh penduduk lain di sekitar kota baik dari
lapisan bangsawan maupun lapisan masyarakat rendah.

Upaya paksa melenyapkan peran tata hukum Islam; terakhir ditetapkan dalam Stb. 1937-
116. Aturan ini merupakan hasil usaha komisi Ter Haar. Antara lain memuat rekomendasi:
-Hukum warisan Islam belum diterima sepenuhnya oleh masyarakat,
-Mencabut Wewenang Peradilan Agama (Raad Agama) untuk mengadili masalah
warisan, dan Wewenang itu dialihkan kepada Landraad.
-Pengadilan Agama ditempatkan di bawah pengawasan Landraad.
-Putusan Pengadilan Agama tidak bisa dilaksanakan tanpa executoir ver klaring dari
ketua Landraad.
B.Tujuan Kompilasi
Seperti yang sudah dikatakan, tema utama Kompilasi ialah “mempositifkan” hukum Islam
di Indonesia.
1. Melengkapi Pilar Peradilan Agama
a. Adanya Badan Peradilan yang Terorganisir Berdasarkan Kekuatan Undang-undang
b. Adanya Organ Pelaksana
c. Adanya Sarana Hukum sebagai Rujukan

2. Menyamakan Persepsi Penerapan Hukum


Dengan lahirnya Kompilasi Hukum Islam, telah jelas dan pasti nilai-nilai tata hukum Islam
di bidang perkawinan, hibah, wasiat, wakaf, dan warisan.
Kompilasi hukum Islam sebagai bagian dari keseluruhan tata hukum Islam, sudah dapat
ditegakkan dan dipaksakan nilai-nilainya bagi masyarakat Islam Indonesia melalui
kewenangan lingkungan Peradilan Agama.
C. Inmpilasi Merupakan Jalan Pintas
Lingkungan Peradilan Agama sebagai salah satu kekuasaan kehakiman, belum
memenuhi persyaratan. Pilarnya masih pincang karena belum ditopang oleh
kitab hukum yang resmi secara otoritatif.
Untuk membenahi dan menyempurnakan kekurangan yang dialami
Lingkungan Peradilan Agama tersebut, ada beberapa sikap. Ada yang
berpendirian, untuk melengkapi adanya hukum materil yang positif dan
unikatif, sebaiknya ditempuh jalur formil perundang- undangan yang sesuai
dengan ketentuan Pasal 5 Ayat 1 jo Pasal 20 UUD 1945.
D. Pendekatan perumusan K.H.I. bisa juga disebut metode yang dilakukan
dalam penyusunan perumusan.
1. Sumber Utama Qur’an dan Sunnah
a. Alquran dan Sunnah bukan Kitab Hukum
b. Pendekatan Eksperimental Alquran dan Sunnah Dijadikan Dasar
Pembenaran Perumusan Tekstual secara Kontekstual
c.Syari’at Ibarat Spiral dalam Batasan Qath’i
2. Mengutamakan Pemecahan Problema Masa Kini
-Menjauhkan diri dari pengkajian perbandingan fiqh yang berlarut larut,
-Mengutamakan sikap memilih alternatif yang lebih rasional, praktis, dan
aktual yang mempunyai potensi ketertiban dan kemaslahatan umum yang
luas Serta lebih aman dalam persamaan (egaliterian).
E. Selintas Informasi Materi Pokok KHI
Keseluruhan K.H.I terdiri atau dibagi dalam tiga kitab hukum dengan urutan
sebagai berikut: Buku I Hukum Perkawinan, terdiri dari:
-19 bab, dan
-170 pasal (Pasal 1-170)
Buku II Hukum Kewarisan, terdiri dari:
-6 bab, dan
-43 pasal, (Pasal 171-214)
Buku III Hukum Perwakufan, terdiri dari:
-5 bab, dan
-12 pasal (Pasa1215-228)
F. Materi Pokok Hukum Perkawinan
1. Penegasan dan Penjabaran terhadap UU No. 1 Tahun 1974 dan PP No. 9
Tahun 1975
Secara umum, ketentuan-ketentuan yang diatur dalam K.H.I dalam bidang
Hukum Perkawinan, pada pokoknya merupakan penegasan ulang tentang
hal-hal yang telah diatur dalam UU No. 1 Tahun 1974. Akan tetapi sekaligus
penegasan ulang itu langsung dibarengi dengan “penjabaran” lanjut atas
ketentuan-ketentuan UU No. 1 Tahun 1974 dan PP No. 9 Tahun 1975.
Bertujuan membawa ketentuan-ketentuan UU No. 1 Tahun 1974 ke dalam
ruang lingkup yang bernafas dan bernilai syari’at Islam.
G. Pokok-pokok Materi Hukum Kewarisan
1. Secara Umum Mirip dengan Faraid
Ketentuan mengenai masalah hukum kewarisan yang diatur dalam K.H.I secara garis besar
tetap memedomani garis-garis hukum faraid. Warna alam pikiran asas qath'i agak dominan
dalam perumusannya: Seluruhnya hampir memedomani garis rumusan nash yang terdapat
dalam Alquran.

2. Tetap Menempatkan Status Anak Angkat di Luar Ahli Waris dengan Modifikasi Melalui
"Wasiat Wajibah"
Meskipun hukum adat menyamakan hak dan kedudukan anak angkat sama dengan status
anak kandung, K.H.I tidak meng-adaptasi dan mengompromikannya menjadi nilai hukum
Islam. Hal itu dapat dibaca dalam Pasal 171 huruf h yang menegaskan:
- Status anak angkat terbatas pada peralihan:
a. Pemeliharaan hidup sehari-hari,
b. Tanggung jawab biaya pendidikan.
- Keabsahan statusnya pun harus berdasar putusan Pengadilan,
- Namun Pasal 209 memberi hak "wasiat wajibah" 1/3 kepada anak angkat.
H. Pokok-pokok Hukum Perwakafan
1. Pokok Materi secara Umum
a. Mensejajarkan dengan peraturan perwvakafand bidang pertanahan
b. Menertibkan administrasi perwakafan

2. Pertanggungjawaban yang jelas


Pada Pasal 220 K.H.I diatur mengenai kewajiban dan hak Nazir. Hal ini bertujuan
untuk menghindari praktik ketidakpastian pengelolaan dan pemanfaatan benda
wakaf. Seolah-olah benda wakaf berubah meniadi milik pribadi Nazir.

3. Pelenturan Benda dan Tujuan Wakaf


Suatu hal yang dapat digolongkan sebagai modifikasi yang bersifat melenturkan
nilai-nilai wakaf yang dipahami selama ini adalah mengenai kebolehan untuk
melakukan perubahan atas wakaf.
I. KHI Langsung Konservatif dan Belum Sempurna
Ada beberapa hal yang mesti dipahami dan disadari. Tujuannya agar dapat
secara realistik melihat dan mengetahui apa dan bagaimana K.H.I itu
sebenarnya.
Juga agar kita semua ikut merenung dan memikirkan sika dan upaya apa yang
sebanding dan potensial untuk mengembangkan dan menyempurnakan K.H.I
supaya benar-benar lebih rasional, praktis, dan aktual menyejajari gerak
dinamika laju perkembangan masyarakat Islam pada khususnya, Indonesia
pada umumnya.
J. KHI Langsung Konservatif Sejak Dirumuskan
Suatu hal yang perlu diperingatkan untuk disadari oleh semua lapisan terutama kepada
aparat pelaksana penegak hukum ialah kebenaran hipotesa yang mengajarkan sifat
"konservatisme" yang langsung melekat kepada suatu ketentuan sejak saat perangkat
ketentuan hukum itu dirumuskan dan dinyatakan berlaku. Sejak saat itu, perangkat hukum
yang bersangkutan langsung menjadi rumusan kalimat dan huruf mati dan kaku. Seperti
itulah nasib yang melekat pada setiap perangkat hukum; tidak terkecuali K.H.I
Sejak siap dirumuskan K.H.I Konservatif.

K. KHI (Masih) Jauh dari Sempurna


Terima dan sadarilah K.H.I dengan segala kekurangan dan ketidaksempuraan.
Pengkaji dan perumusannya adalah manusia biasa dengan segala sifat "empemiral" yang
melekat pada diri mereka. Oleh karena yang membuatnya terdiri dari manusia-manusia yang
bersifat empemiral, sudah pasti K.H.I banyak sekali mengandung kelemahan dan
ketidaksempurnaan.
K.H.I merupakan warisan generasi sekarang untuk ditinggalkan dan disempurnakan bentuk
formil dan substansi materilnya oleh angkatan selanjutnya.

You might also like