You are on page 1of 10
Air Mata Kejujuran Ka’ab ——} uep visnp uvsepE fesequog UeSu9p eyoLOW Y Iseqog URL Ny NUT Ue] Sued tung ynpnpuod urdepe Jv two 14 eieoiqieg r ppes mye Y AU | Sey UA, {quarvluow Nyy {SNLUULENOSOY suou yejor ney yesueynal uerodiog wnye yepa mv eduing Alr Mata Kejujuran Kaab Mereka terus saja menyalahkan tindakanku hingga ingin rasanya aku kembali menghadap Rasullah 32, untuk membawa alasan palsu. Bukankah orang lain juga melakukan hal itu. Aku tanyai mereka, “Apakah ada orang yang bernasib sama denganku?” Mereka menjawab, “Ya! Ada dua orang yang menjawab sama denganmu. Sekarang mereka berdua juga mendapat keputusan yang sama denganmu dari Rasulullah!” “Siapa mereka?” Tanyaku. “Murarah bin Rabi’ah Al-Amiri dan Hilal bin Umayah Al- Waqifi,” jawab mereka. Dua nama lelaki shalih yang pernah ikut dalam perang Badar. Begitu kudengar dua nama itu, aku bergegas pergi menemui mereka. Tak lama berselang, aku mendengar Rasulullah melarang kaum muslimin untuk berbicara dengan kami bertiga. Pada saat itu ada delapan puluhan orang yang tidak ikut dalam perang tersebut. Kami pun mengucilkan diri dari masyarakat umum. Mereka bersikap lain kepada kami. Pada waktu itu seakan aku hidup di suatu negeri yang berbeda dari negeri yang aku kenal sebelumnya. Sedangkan kedua temanku tadi mendekam di rumah masing-masing. Mereka menangisi nasib dirinya masing-masing. Aku termasuk orang yang paling kuat dan tabah di antara mereka. Aku tetap keluar untuk shalat jamaah dan keluar masuk pasar meski tak seorang pun yang mau berbicara denganku atau Menanggapi ucapanku. Aku juga datang ke majelis Rasulullah #5. Sesudah beliau shalat, aku mengucapkan salam sembari hati kecilku terus bertanya dan memperhatikan bibir beliau. Apakah 7 beliau mau menggerakkan bibirnya untuk menjawab salamku atau tidak. Aku juga shalat dekat sekali dengan beliau. Aku mencuri pandang melihat ke arah beliau. Kalau aku bangkit hendak shalat, ia melihat kepadaku. Namun, apabila aku melihat kepadanya, ia segera memalingkan mukanya. Belum lagi sikap dingin masyarakat kepadaku terasa lama sekali. Pada suatu hari, aku mengetuk pintu pagar rumah Abu Qatadah, saudara misanku. la saudara yang paling aku cintai. Aku mengucapkan salam kepadanya, tetapi demi Allah, ia tidak menjawab salamku. Aku menegurnya, “Abu Qatadah! Aku mohon dengan nama Allah, apakah kau tahu bahwa aku mencintai Allah dan Rasul- Nya?” Aku mengulangi permohonanku itu, namun ia tetap diam. Aku mengulanginya sekali lagi, tapiia hanya menjawab, “Allah dan Rasul-Nya lebih tahu!” Air mataku pun meleleh. Aku kembali dengan penuh rasa kecewa. Pada suatu hari, aku berjalan-jalan ke Pasar kota Madinah. Tiba-tiba datang orang awam dari negeri Syam. Orang itu biasanya mengantarkan dagangan pangan ke kota Madinah. la bertanya, ‘Siapakah yang mau menolongku menemui Ka’ab bin Malik?’ —— Orang-orang di pasar Menunjuk ke arahku. Lalu orang itu menemuiku dan menyerahkan sepucuk surat dari raja Ghassan. Setelah kubuka, isinya sebagai berikut, /.,. Selain itu, sahabatmu telah bersikap dingin terhadapmu. Allah tidak menjadikan kau hidup terhina dan sirna. Maka, jkutlah dengan kami di Ghassan. Kami akan menghiburmu!” Hatiku berkata ketika membaca surat itu, “Ini juga salah satu ujian!” Lantas aku masukkan surat itu ke dalam tungku dan membakarnya.! 4k Sampailah aku pada hari yang ke-40, di pengasingan dalam kampung halamanku sendiri. Aku terus menantikan turunnya wahyu dari Allah. Namun tiba-tiba datanglah seorang pesuruh Rasulullah #8 menyampaikan pesannya, “Rasulullah memerintahkan kamu untuk menjauhi istrimu!” kata utusan tadi. Aku semakin sedih mendengar hal ini, namun aku tetap pasrah kepada Allah. Aku tanya dia, “Apakah aku harus menceraikannya atau apa yang harus aku lakukan?” la menjelaskan, “Tidak, tetapi kamu harus menjauhinya dan menjauhkannya darimu!” Ternyata Rasulullah juga mengirimkan pesan senada kepada dua sahabatku yang bernasib sama denganku. Aku langsung memerintahkan istriku, “Pergilah kepada keluargamu sampai Allah memutuskan hukum-Nya kepada kita!” Adapun istri Hilal bin Umaiyah, ia datang menghadap Rasulullah #% memohon keringanan. “Wahai Rasulullah, sebenarnya Hilal bin Umaiyah sudah Sangat tua dan ia tidak memiliki seorang pembantu. Apakah engkau keberatan kalau aku melayaninya di rumah?” tanyanya. “Tetapi ia tidak boleh mendekatimu!” jawab Rasulullah, Istri Hilal menjelaskan, “Ya Rasulullah! ta sudah tidak bersemangat pada yang itu lagi, Demi Allah, yang dilakukanny, hanya menangisi dosanya sejak saat itu hingga kini!” Salah seorang saudaraku juga mengusulkan kepadaky, “Cobalah minta ijin kepada Rasulullah supaya istrimu melayaj dirimu seperti halnya istri Hilal bin Umayah!” Aku jawab dengan tegas, “Tidak, aku tidak akan meminta ijin kepada Rasulullah. Apa yang akan beliau bilang nanti, padahal aku masih muda.” Hari-hari pun berlalu. Aku hidup seorang diri di rumah, Hingga lengkaplah bilangan malam sejak orang-orang dicegah berbicara denganku menjadi 50 hari 50 malam. ek Subuh menjelang pada hari ke-50 pengasinganku. Ketika tengah berzikir memohon ampunan dan mohon dilepaskan dari kesempitan hidup dalam alam yang luas ini, tiba-tiba terdengar teriakan orang-orang memanggil namaku. ‘Wahai Ka’ab bin Malik, bergembiralah! Wahai Ka’ab bin Malik, bergembiralah!” Mendengar berita itu aku langsung bersujud memanjatkan syukur kepada Allah. Aku yakin pembebasan hukuman telah dikeluarkan. Aku yakin, Allah telah menurunkan ampunan-Nya. Rasulullah menyampaikan berita kepada para shahabatnya usai shalat Subuh bahwa Allah telah Mengampuni aku dan dua Orang shahabatku, Orang-orang pun berlomba mendatangi kami, perc Menceritakan berita germbira itu. Ada yang datang dengan erkuda, ada pula yang datang dengan berlari mendahului yang Air Mata Kejujuran Kab berkuda. Sesudah keduanya sampai di hadapanku, aku berikan kepada dua orang, itu kedua pakaian yang aku miliki. Demi Allah, saat itu aku tidak memiliki pakaian kecuali yang dua itu. Aku segera mencari pinjaman pakaian untuk menghadap Rasulullah. Ternyata aku telah disambut banyak orang dan mereka mengucapkan selamat kepadaku. Demi Allah, tidak seorang pun dari muhajirin yang berdiri dan memberi ucapan selamat selain Thalhah. Sikap Thalhah itu tak mungkin aku lupakan. Sesudah aku mengucapkan salam kepada Rasulullah, mukanya tampak cerah dan gembira. “Bergembiralah kau atas hari ini! Inilah hari yang paling baik bagimu sejak kau dilahirkan oleh ibumu!” kata Thalhah haru. “Apakah dari Allah ataukah dari engkau ya Rasulullah?” aku bertanya sambil berupaya menyabarkan diri. “Bukan dariku! Pengampunan itu datang dari Allah!” jawab Rasulullah. Demi Allah, belum pernah aku merasakan besarnya nikmat Allah kepadaku sesudah Dia memberi hidayah Islam kepadaku, lebih besar bagi jiwaku daripada sikap jujurku kepada Rasulullah #8. Ka’ab lalu membaca ayat pengampunannya itu dengan penuh haru dan syahdu. Sementara air matanya terus berderai membasahi kedua pipinya. “Dan terhadap tiga orang yang ditangguhkan (penerimaan taubat) mereka, hingga apabila bumi telah menjadi sempit bagi mereka, padahal bumi itu luas, dan jiwa mereka pun telah sempit (pula terasa) oleh mereka, serta telah mengetahui bahwa tidak ada tempat lari dari (siksa) Allah melainkan kepada-Nya saja. Kemudian, Allah menerima taubat mereka agar mereka tetap dalam taubatnya, Sesungguhnya Allah-lah Yang Maha Menerima taubat lagi Maha Penyayang.” (At-Taubah:118).

You might also like