You are on page 1of 399
t.me/mfebby_angga ISBN 979-592-165-7 Judul As! Aalukl 5 pall ad Penulis: Syaikth Hasan Ayyub Penerbit: Dar At-Tauji wa An-Nashr Al-Islamiyyah, 1419 H/1999M. Penerjemah Penyunting Pewajah Isi dudul Indonesia: FIKIH KELUARGA : M. Abdul Ghoffar, EM. : Iman Sulaiman, Le. H. Abduh Zulfidar Akaha, Le : Taufiq Sholehudin Pewajah Sampul: DEA Grafis Cetakan Penerbit E-mail Website +-Pertama, Mei 2001 Kelima, Mei 2006 : PUSTAKA AL-KAUTSAR dl. Cipinang Muara Raya No.63 Rt.014 Rw.03 Jakarta Timur 13420 Telp. (021) 8514923 - 8515059, Fax. (021) 85912403 : kautsar@centrin.net.id : http://www.kautsar.co.id Anggola IKAPI DKI Hak Cipta dilindungi Undang-undang Dilarang memperbanyakatau memindahkan sebagian atau seluruh isi buku ini ke dalam bentuk apa pun, secara elektronik mau pun mekanis, tanpa izin tertulis dari penerbit. All Rights Reserved DUSTURILAHY ST Oh 85 6 2S DS Kae Gull Gales ie “bse Sh ele Boedt ony [vers] “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperitahkan-Nya kepada mereka dan selalu ‘mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. AtTahrim: 6). 3 Dustur Ilahy vil DAFTAR ISI Dustur Ilahy ..... Pengantar Penerbit Pendahuluan. Sekapur Sirih Pertama BAB NIKAH Pengertian Nikah..... Hukum Nika .. Anjuran menikah Wanita yang Disunnahkan untuk Dilamar Melihat Wanita yang Dilamar atau Sebaliknya .. Bagian-bagian yang Boleh Dilihat dari Wanita Mahram Penjelasan Tentang Aurat .... Aurat Wanita bagi Anak-anak Hukum Anak Perempuan bagi Laki-laki Hukum Wanita yang Sudah Tua Larangan bagi Laki-laki Berkhulwah dengan Wanita yang Bukan Mahram .. Perihal Kufu’ dalam Pernikahan Dalam Apa Saja Kafa’ah itu? ..... i Hukum Meminta Pendapat kepada Wanita alas Lamaran. Seorang | Laki-laki ... Hukum Menikahkan Anak Perempuan’ Yatim Hukum Akad Nikah Tanpa Adanya Wali ... Hukum Anak Laki-Laki menikahkan Ibunya SURBNBEK vine Bee Doftar Isi # Hukum Orang Kafir Menikahkan Wanita Muslimah atau Sebaliknya ... Hukum Mewakilkan kepada Wanita dalam Akad Nikah .. Menikahi Wanita yang la Sendiri adalah Walinya .. Syarat Sahnya Perwalian... Hukum Wasiat dalam Perwalian Hukum Perwakilan dalam Pernikahan Hukum Menikahkan Anak Laki-laki yang Masih Kecil, Orang Gila dan Orang Idiot Qabul Pernikahan Bagi Anak Kecil, Orang Tidak Waras, dan Orang Idiot. Hukum Seorang Laki-laki Menceraikan Istrinya Melalui Wal Hukum Wanita yang Dinikahkan oleh Dua Orang Wali Hukum Menghadirkan Saksi dalam Akad Nikah ‘Tentang Mahar ... Hukum Pernikahan yang Tidak Menyebutkan Mahar Hukum Suami Mencampuri Isteri Sebelum Ia Memberi Sesuai Huktim Meninggalnya Suami yang Maharnya Tidak Disebut Sebelum Bercampur... Hukum Berkhulwah Setelah Akad Nikah .. Hukum Orang yang Bersenang-senang Selain Bercampur .............. 79 Hukum Isteri Memaafkan Suaminya atas Mahar yang Belum Dibayarnya . Hukum Isteri yang Tidak ‘Sesuai dengan yang Disyaratkan Suami Beberapa Lafazh Akad Nikah Hukum Akad Nikah dengan Tidak Menggunakan | Bahasa Aral Hukum Akad Nikah dengan Menggunakan Bahasa Isyarat .. Hukum Didahulukannya Qabul atas Ijab dalam Pernikahan Hukum Akad Nikah Main-main dan Nikah Paksaai Hukum Adanya Tenggang Waktu Antara Ijab dan Qabul .. Beberapa Hal yang Disunnahkan dalam Pernikahan .. Hukum Walimah Waktu Walimah Yang Boleh Dikerj Hukum Membuat Patung dan Gambar Hukum Memasuki Rumah yang di Dalamnya Terdapat dan Gambar ............. Hukum Menutupi Dinding Beberapa Hukum yang Berkenaan dengan Pernikahan .. Beberapa Syarat dalam Pernikahan ..... xi Fikih Keluarga Beberapa Larangan dalam Nikah.... Beberapa Wanita yang Hararh Dinikahi .. Yang Haram Dinikahi Karena Nasab .. Yang Haram Dinikahi karena Penyusuan Yang Haram Dinikahi Karena Perkawinat Konsekuensi Hukum Akibat Perzinaan Perzinaan Seorang Wanita Tidak Membatalkan Pernil Yang Haram Dikumpulkan dalam Satu Perkawinan .. Diharamkan Menikahi Lebih dari Empat Wanita Apakah Seorang Budak Boleh Menikahi Lebih dari Dua Wanita... 139 Larangan Menikah dengan Saudara Perempuan Isteri yang Diceraikan Pada Saat Menjalani Iddah ... Hukum Seorang Laki-laki yang Melamar Seorang Wanita Namun Ia Dinikahkan dengan Perempuan yang Tidak Dilamarnya . Hukum Menikahi Anak yang Masih di dalam Rahim . Hukum Menikah dengan Non-Muslim..... Hukum Budak Laki-laki yang Menikahi Majikannya .. Hukum Menikahi Wanita yang Sedang Menjalani Iddal Tentang Iddah Wanita yang Berzina .... Mengenai Pernikahan yang Diadakan oleh Orang-orang Musyril 151 Hukum dika Salah Seorang dari Kedua Pasangan Suami Isteri Masuk Islam Sebelum Bercampur .... ern Hukum Masuk Islamnya Pasangan Suami Isteri Secara Bersamaan.... Masuk Islamnya Setelah Bercamput.......... dJika Telah Habis Masa Iddah, Maka Rusakah Nikahnya Tentang Pernikahan Orang-orang Kafir .. Hukum Murtadnya Salah Seorang Pasangan Suami Isteri Hukum Bercampur Setelah Salah Satu Pihak Murtad Pergaulan yang Baik dan Hak Suami Isteri Larangan Menyebarluaskan Berbagai Hal yang Terjadi Antara Suami dan Isteri Hak Isteri ... Berdoa Ketika ‘Akan Bercampui ah Seorang dari Pasangan Suami Isteri Kewajiban Isteri Taat Kepada Suami 168 Hukum ‘Az! .... 171 Hukum Pembagian Giliran di Antara Beberapa Isteri 174 Perselisihan Suami Isteri . 177 Hukum Pengabdian Isteri kepada Suaminy: . 181 Doftar Isi xiii Kedua BAB PENYUSUAN Arti Penyusuan... a Jumlah Penyusuan yang Menjadikan Seseorang Haram Menikah atau Dinikahi Tentang Kesaksian Wanita yang Menyusui Pengharaman Menikah Karena Penyusuan Berlaku pada Penyusuan yang Dilakukan Sebelum Dua Tahun Sempurna ......... 201 Ketiga BAB TALAK Hikmah Talak .. 205 Pengertian Talak.. Hukum Talak .. Lima Macam Talak .. Talak Sunnah .. Hukum Talak Bid’al Hukum Talak Tiga dengan Satu Kat Secara Terpisah-pisah ...........s0c000 Hukum Talak Orang yang Hilang Akal Karena Mabuk atau Sebab Lainnya... Hukum Talak yang Dijatuhkan Anak-anak . Hukum Talak Orang yang Bodoh..... Talak Orang yang Berada dalam Paksaan Beberapa Sebab yang Karenanya Seseorang Dinyatakan dalam Keadaan Dipaksa ... Syarat Paksaan Talak Suami dalam Keadaan Marah . Talak Secara Terus Terang dan dengan Kata Kiasan Beberapa Kata Kiasan dalam Talak ..........00-.00:00+ Kata Kiasan Dapat Dipergunakan untuk Menjatuhkan Talak Tiga Beberapa Kata Kiasan dalam Talak Beberapa Kata yang Tidak Dapat Menjatuhkan Talak. Hukum Niat dalam Talak Sharih .. f Beberapa Permasalahan Mengenai Talak Menyerahkan Talak Kepada Isteri .. Hukum Orang yang Menyerahkan Talak ke Tangan Orang Li Hukum Penjatuhan Talak dengan Menggunakan Sumpah Hukum Talak dengan Menggunakan Isyarat atau Tulisan . Menggantungkan Talak pada Kehendak Allah .... xiv Fikih Keluarga Hukum Talak Mu’allaq Beberapa Macam Penggantungan Talal Hukum Mengaitkan Talak dengan Waktu dan Suatu Hal Tertenti Hukum Pengingkaran Talak Hukum Memberikan Kuasa kepada Anak- anak, Orang Tidak Waras, Orang Kafir dan Budak untuk Menolak.........:cssesesesesee 261 Hukum Suami yang Mengharamkan Isterinya atau Budak Perempuannya .... Fatwa Ibnu Taimiyah Tentang Hukum ‘Sumpah dengan Menggunakan Kata Haram... Hukum Sumpah dengan Menggunakan Kata Talak. Hukum Orang yang Melanggar Sumpah Karena Lupa Beberapa Kaidah Penting dalam Sumpah Keempat BAB RUJUK Pengertian ... . 281 Hukum Rujuk - 281 Rukun Rujul . 281 Kelima BAB ILA’ Pengertian Ila’ 289 Hukum Ila’ 289 Syarat Ila’ .. Hukum Ila’ Terhadap Isteri Non-Muslimah Suami yang Sah lla’nya ..... lla’ Ketika dalam Keadaan Maral Hak Isteri atas Suami yang Mery Pengertian Fai’ah ...... ‘Yang Harus Dilakukan Suami Karena Fai'ah Kapankah Orang yang Mengila’ itu Boleh Dituntut untuk Mentalak .. 295 295 295 “302 Hukuim Meninggallan Hubungan Badan Tanpa Sumpah Keenam BAB KHULU’ Pengertian Khulu’ - 305 Hukum Khulu’ Syarat Khulu’ . Doftar Isi xv Berapakah Tebusan yang Harus Dibayar Isteri Kepada Suaminya?..... Bolehkah Setelah Khulu’ Rujuk Kembali Hukum Khulu’ Pada Saat Isteri Sedang Hai Dalam Khulu' Isteri Boleh Memberi Tebusan Berdasarkan Kesepakatan .... 7 Hukum Khulu’ Tanpa Sebab ...... Hukum Menzhalimi Isteri dengan Maksud Agar Membayar Tebusan atas Dirinya ....... Apakah Khulu’ itu Fasakh atau Talak. Lafazh Khulu’.... Hukum Talak yang Dijatuhkan Kepada Isteri yang Sedang Menjalani Iddah Karena Khulu’ sso 820 Hukum Rujuk Kepada Wanita yang Tengah Menjalani Iddah Karema Khulu’ ..........ssss-scssseeseeseeesceneeeensessecsnnsseeennnmesecgonnsaennnssen 320 Khulu’ dengan Tebusan Isteri ‘Haras Menyusui Anaknya Selama Dua Tahun Penuh Khulu’ Dengan Tebusan Memelihara Ani Tahun ..... - Hukum Khulu’ ‘Tanpa Adany Iddah Wanita yang Berkhulu’ . elama Sepuluh 321 322 oo B22, Ketujuh BAB ZHIHAR Pengertian dan Asal Kata Zhihar . . 327 . 327 . 331 Awal Mula Timbutnya Zhihar ..... Kapankah Pembayaran Kafarat itu Diwajibkan’ Kedelapan BAB LI'AN Pengertian Lian ..scessssees Hukum Lian £8 Kesembilan BAB IDDAH Pengertian Iddah . Hukum Iddah... Hak Wanita dalam Iddah Beberapa Pendapat Sekitar Masalah Iddah REBE xvi Fikih Keluarga Kesepuluh BAB IHDAD Pengertian Ihdad ... 369 Hukum Ihdad..... 369 Kesebelas BAB ISTIBRA’ 375 Hukum Istibra’ 375 Hukum Seorang Wanita yang Kehilangan Suami .. 377 Bersatunya Dua Iddah ..... 379 Bab Keduabelas BAB NAFKAH Pengertian Nafkah Hukum Nafkah . Nafkah yang Harus Diberikan kepada Isteri Pemberian Nafkah Kepada Anak dan Kaum Kerabat Ketigabelas BAB HADHANAH Pengertian Hadhanah . 391 Syarat Hadhanah . 391 Siapakah yang Lebih Berhak Memelihara Anak 391 PENUTUP a Doftarlsi xvii PENDAHULUAN Segala puji bagi Allah yang telah menyinari jalan orang-orang yang bertauhid, menunjukkan hati orang-orang Mukmin kepada kebenaran dan kebaikan, serta menjadikan pernikahan sebagai upaya memelihara kesucian jiwa dan menjaga kehormatan sertamempertahankan setengah dari agama. Shalawat dan salam semoga selalu dilimpahkan kepada Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam, keluarga dan para sahabatnya yang shalih lagi mulia akhlaknya, serta orang-orang yang mengikuti mereka sampai hari kiamat kelak, Sengaja kami menyajikan buku Figih Keluarga ini ke hadapan para pembaca yang budiman. Buku ini khusus memuat berbagai masalah yang berkenaan dengan perkawinan, perceraian, iddah, nafkah, dzihar, ila’, khulu’ dan masalah-masalah figih lainnya yang memang dibutuhkan oleh keluarga muslim. Dan hal itu tidak dapat dielakkan jika sebuah keluarga muslim menghendaki keridhaan Tuhannya dan hidup dengan baik yang diliputi kebahagiaan, ketenangan, mawaddah wa rahmah. Mungkin para pembaca akan menemukan beberapa pengertian yang sulit dipahami bagi yang bukan spesialis. Penulis telah menggunakan uslub (gaya bahasa) yang mudah dipahami oleh kaum cendikiawan, khususnya pada saat membaca beberapa kongklusi yang kami sajikan dalam kitab ini. Sebagaimana yang lainnya, penulis telah berusaha sekuat tenaga untuk menyajikan pembahasan ini disertai dengan dalil-dalil, dilengkapi dengan pendapat para fugaha’ tentang berbagai permasalahan yang sulit dan sempat membingungkan banyak orang yang mempunyai perhatian terhadap masalah-masalah fiqih. Penulis telah berusaha mempermudah Pemahaman hukum-hukum yang dibahas sejalan dengan kemudahan, keindahan dan kesempurnaan Islam, yang didukung dan didasari dengan dalil-dalil yang kongkret. Pendahuluan xix Selain itu, disebutkan pula beberapa pendapat fuqaha’ tentang masalah tersebut, Insya Allah Anda akan mendapatkan semuanya itu di dalam kitab ini, Semoga Allah menjadikan buku ini bermanfaat dan penuh dengan keberkahan. Hasan Ayyub xx Fikih Keluarga SEKAPUR SIRIH Dengan Nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Segala puji bagi Allah, Tuhan pemelihara seluruh alam semesta, Shalawat dan salam semoga senantiasa terlimpahkan kepada Rasul yang paling utama, Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam, keluarga dan para sahabatnya secara keseluruhan. Jika setiap orang yang berakal terbebas dari kungkungan hawa nafsu yang menyesatkan, syahwat yang mempunyai potensi merusak dan berbagai kedengkian yang menutupi hati serta membutakan pandangan, lalu dia memperhatikan sistem Rabbani dan tata aturan llahi dalam segala keadaan dan kondisi, niscaya ia akan mendapatkan kesempurnaan syariat dan keagungan kreativitas, karena umat manusia tidak akan pernah mampu mengetahui secara sempurna manfaat dan akibatnya. Sehingga Mahabenar Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah berfirman, Tuy 6 Hall LS Tae fo G ob aT Darel yl ed HOS Sh “Dan Kami turunkan dari al-Qur’an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan al-Qur'an itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian.” (al-Isra’: 82). Dan di antara hal tersebut adalah masalah pernikahan. Seseorang, jika sudah menginjak usia dewasa dan tubuhnya sudah semakin kuat serta pintu kehidupan pun telah terbuka baginya, maka ia akan pergi sebagaimana lepasnya singa dari kandangnya. SekapurSirih xxi laakan memenuhi semua keinginan yang membangkitkan kekuatan mudanya dan memahami makna kehidupan. Selain itu, ia mempunyai kecenderungan untuk berdandan, berpenampilan rapi dan bersenang-senang. Dan kesenangan terdepan adalah keinginan seksual. Pada usiatersebut, para remaja mempunyai kecenderungan untuk bebas dan melepaskan segala macam bentuk ikatan, menghancurkan semua halangan, untuk selanjutmengarah ke segala hal yang dikehendakinya atau sesuatu yang disenanginya. dJika anda perhatikan secara seksama, ketentuan hukum positif dalam menghadapi keinginan seksual remaja, niscaya anda akan mendapatkannya laksana dinding yang rapuh yang didirikan untuk menghadang laju air yang mengalir deras dari atas gunung yang tinggi. Sehingga tidak ada dinding yangmampu bertahan menghadang derasnya air tersebut dan tidak ada juga pihak yang peduli terhadap bendungan tersebut, dan tidak seorang pun yang bisa melarikan diri setelah sebelumnya terjerat dengan berbagai ujian dan cobaan. Lalu muncullah penyakit jiwa, wabah penyakit, dekadensi moral, kekacauan sosial, sehingga banyak materi yang terbuang hanya untuk menangani berbagai penyakit tersebut. dika anda memperhatikan manhaj Allah dan syariat-Nya yang khusus berkaitan dengan pemeliharaan manusia dari kerawanan tabi’at yang buruk tersebut, niscaya anda akan mendapatkan syariat-Nya itu benar-benar menjadikan umat manusia selalu memperoleh cahaya yang memberinya petunjuk pada setiap saat dan berbagai pelajaran yang membimbing dan mendidiknya serta berbagai hal yang memberikan perhatian terhadap semua sisi kehidupannya. Yang di dalamnya terdapat sentuhan kasih sayang, penjagaan dan perhatian yang sangat besar dan pemenuhan terhadap berbagai kebutuhan naluriah dan perasaan manusia dengan segala kemuliaan, kesucian dan kesempurnaannya, disertai dengan pantauan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala yang tiada sesuatu pun yang tersembunyi dari-Nya. Perhatian terhadap remaja putera maupun puteri akan menjadikan dirimu mengetahui bahwa Allah Ta’ala adalah Dzat yang sangat sayang kepada hamba-hamba-Nya, bahkan lebih sayang dari kasih sayang seorang ibu kepada anak-anaknya. Syariat Allah Azza wa Jalla telah membuat sistem pertahanan keluarga dari faktor eksternal dan internal. Tatanan keluarga mempunyai etika yang harusselalu dijunjung tinggi dan bimbingan yang harus senantiasa diikuti serta ajaran yang harus selalu dipelihara dari segala hal yang akan xxii Fikih Keluarga merusak kemuliaan dan kehormatannya. Dan semua itu harus senantiasa dijaga dan dilindungi dari kegoncangan, kerusakan dan penyimpangan, serta menghiasinya dengan keindahan, kemuliaan dan kehidupan yang baik lagi mulia. Dalam hubungannya dengan masyarakat, keluarga mempunyai ajaran, petunjuk dan aturan yang menjadikannya berada dalam ruangan yang terlindungi dari segala hal yang bersifat destruktif dan berbagai kesalahan yang hanya akan menimbulkan kesulitan dan kesengsaraan. Ajaran-ajaran ini akan mengantarkan keluarga dengan penuh hikmah dan menunjukkan kepadanya berbagai bahaya yang mengancam. Juga menyuruhnya menikahkan anak laki-laki dan juga anak perempuan pada saat menginjak dewasa. Ajaran dan aturan ini memberikan hak kepada suami dan isteri yang menjadikan kehidupan rumah tangga benar-benar harmonis dan bahagia, penuh dengan kedamaian dan kerukunan, yang dihiasi dengan anak keturunan yang baik, shalih dan shalihah, yang mencintai Allah Azza wa Jalla. Dengan kecintaan mereka kepada-Nya, mereka akan selalu mencintai semua makhluk- Nya. Tidak ada sebuah keluarga pun yang mengikuti dan menapaki jalan dan syariat Allah Ta’ala tersebut kecuali ia akan mendapatkan kebahagiaan dan ketenangan, serta di masyarakat ia pun akan menjadi pelita bagi orang-orang di sekelilingnya, dan bagi anggotanya, ia akan menjadi kebanggaan tersendiri. Sebaliknya, keluarga yang menolak dan menjauhi jalan-Nya dan enggan mengikuti petunjuk Nabi-Nya pasti akan memperoleh kesulitan, kesedihan dan kesengsaraan. Hingga orang-orang yang mengikuti dan berinteraksi dengannya pun akan mengalami nasib yang sama. Cukuplah bagi sebuah keluarga untuk berpegang kepada firman Allah Subhanahu wa Ta’ala yang secara jelas menegaskan hal tersebut, EN I5S ABs Se Wh 9G 6 3 oe ol 9 ol “Barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit. Dan Kami akan menghimpun- kannya pada hari kiamat kelak dalam keadaan buta.” (Thaaha: 124). Melalui buku ini. para pembaca akan mendapatkan pembahasan tentang syariat Allah Azza wa Jalla dalam hal pernikahan dan Sekapur Sirih xxiii [vy sb] perceraian, juga perhatiannya yang sangat besar terhadap keluarga muslim yang sakinah. Suatu hal yang jika anda benar-benar bijak akan mengatakan, “Demikianlah, Allah itu Mahaindah, Mahasempurna lagi Mahaperkasa.” seks xxiv Fikih Keluarga pa Lat eb ide Gi g's rab f, “Wahai para pemuda, barangsiapa di antara kalian telah mampu serta berkeinginan untuk menikah, maka hendaklah ia menikah. Karena sesungguhnyo pernikahan itu dapat menundukkan pandangan mata dan ‘memelihara kemaluan.” (Muttafaqun Alaih).. © BAB NIKAH Pengertian Nikah Menurut bahasa, nikah berarti penggabungan dan percampuran. Sedangkan menurutistilah syariat, nikah berarti akad antara pihaklaki-laki dan wali perempuan yang karenanya hubungan badan menjadi halal. Nikah berarti akad dalam arti yang sebenarnya dan berarti hubungan badan dalam arti majazi (metafora). Demikian itu berdasarkan firman Allah Azza waJalla berikut ini, [vores Sablon “Karena itu, nikahilah mereka dengan seizin tuan mereka.” (an- Nisa’: 25). Jadi, hubungan badan itu tidak boleh dilakukan hanya dengan izin semata. Di pihak yang lain, Abu Hanifah berpendapat, nikah itu berarti hubungan badan dalam arti yang sebenarnya, dan berarti akad dalam arti majazi. Hal itu didasarkan pada sabda Rasulullah Shallailahu Alaihi wa Sallam, “Saling menikahlah kalian, sehingga kalian akan melahirkan banyak keturunan.” Selain itu, ada juga pendapat yang lain. Dalil yang menjadi landasan pendapat pertama adalah ayat al-Qur’an, bahwa kata nikah itu tidak diartikan kecuali akad, sebagaimana yang ditegaskan az-Zamakhsyari dalam kitabnya, al-Kasysyaaf, pada pembahasan awal surat an-Nuur. Namun hal tu bertolak belakang dengan firman Allah Ta’ala ini, a [vrai 55 255 Bab Nikah 3 “Sehingga ia menikah lagi dengan lakt-aki yang lain.” (al-Bagarah, 30). 230), Dan menurut ijma’, yang adalah al-wath’u (hubungan ba Nailul Authar. . Yang menjadi dasar pensyariatannya adalah al-Qur’an, al-Hadits dimaksud dengan ayat yang teralthir in; dan). Demikian yang dikutip dari kita dan ijma’, . . "Dal al-Qur'an yang membahas tentang hal itu adalah firman-Nya ini, “ tbe wees CF UL oes Sifu ney bihy ot ITE Sb GL Sas “Maka nikahilah wanita-wanita yang | kalian senangi: dua, tiga, atau empat. Kemudian jika kalian takut tidak akan dapat berlaku adil, maka nikahilah seorang saja, atau budak-budak yang kalian miliki, Demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya,” (an-Nisa’:3). Juga firman-Nya yang ain, “Dan nikahilah orang-orang yang sendirian di antara kalian, dan orang-orang yang layak menikah dari hamba-hamba sahaya kalian yang laki-laki dan juga yang perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Mahaluas pemberian-Nya lagi Maha Mengetahui.” (an-Nuur: 32), Sedangkan dalil dari hadits Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam adalah sabda beliau, de oie) All cer ly “Wahai para pemuda, barangsiapa di antara kalian telah mampu serta berkeinginan untuk menikah, maka hendaklah ia menikah. Karena sesungguhnya pernikahan itu dapat menundukkan pandangan mata dan memelihara kemaluan.” (Muttafaqun Alaih) Dan mengenai masalah nikah ini, banyak ayat al-Qur’an dan juga hadits yang mengutarakannya. Dan kaum muslimin secara keseluruhan telah sepakat bahwa nikah itu merupakan suatu hal yang disyariatkan. 4 Fikih Keluarga Hukum Nikah Penulis kitab al-Mughni mengatakan berkenaan dengan pernikahan ini, manusia terbagi menjadi tiga macam: Pertama, orang yang takut terjerumus dalam pelanggaran jika ia tidak menikah. Menurut para fuqaha’ secara keseluruhan, keadaan seperti itu menjadikan seorang wajib menikah, demi menjaga kesucian dirinya. Dan jalannya adalah dengan cara menikah. Kedua, orang yang disunnahkan untuk menikah. Yaitu orang yang syahwatnya bergejolak, yang dengan pernikahan tersebut dapat menyelamatkannya dari berbuat maksiat kepada Allah Azza wa Jalla. Menurut pendapat ashabur ra’yi, menikah dalam keadaan seperti itu adalah lebih utama daripada menjalankan ibadah sunnah. Dan itu pula yang menjadi pendapat para sahabat. Tbnu Mas’ud pernah mengungkapkan, “Seandainya ajalku hanya tinggal sepuluh hari dan aku tahu bahwa aku akan meninggal pada hari yang kesepuluh, sedang pada saat itu aku mempunyai kesempatan untuk menikah, niscaya aku akan menikah karena takut fitnah.” Tonu Abbas pernah berkata kepada Sa’id bin Jubair, “Menikahlah, karena sebaik-baik umat ini adalah yang paling banyak isterinya.” Ibrahim bin Maisarah menceritakan, Thawus pernah berkata kepadaku, “Engkau akan menikah atau akan aku katakan kepadamu apa yang dikatakan Umar kepada Abu Zawaid, ‘Tidak ada yangmenghalangimu menikah kecuali usia tua atau kesenangan berbuatzina.” Dalam sebuah riwayat al-Marwadzi, Imam Ahmad mengemukakan, “Membujang itu bukan perintah Islam sama sekali.” Lebih lanjut ia mengatakan, “Barangsiapa menyerumu untuk tidak menikah berarti ia telah menyerumu kepada selain Islam.” Sedangkan Imam Syafi’i berpendapat, “Mengasingkan diri untuk beribadah kepada Allah Ta’ala adalah lebih baik daripada menikah, karena Allah telah memuji Yahya bin Zakaria Alaihissalam melalui firman-Nya, [resol pe JT) By Gyad5 5 iT ip a Ue “Yang membenarkan kalimat yang datang dari Allah, menjadi ikutan, menahan diri dari hawa nafsu.” (Ali Imran: 39). Kata al-hashur dalam ayat terakhir ini berarti tidak mencampuri wanita. Seandainya nikah itu lebih baik, niscaya Dia tidak akan memuji Yahya karena telah meninggalkannya. Dalam ayat yanglain, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, Bab Nikah 5 “Dijadikan indah pada pandangan manusia kecnigan kepada ap, yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang anya darijenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang.” (Ali Imran: 14). , Yang demikian itu karena nikah merupakan akad timbal bali ” sehingga menyibukkan diri dengan ibadah adalah lebih baik daripads menikah, sevagelmanshalnys ahd ue be txoamibbai peg Dalil yang menjadi landasan pendapat pertam Perint Allah Subhanchu wa Taola dan sabda Resululah Shalallahu Alot ing Sallam, yaitu beliau telah bersabda, ete gn Fee BE Ba Sb tg “ Ee BS I sil Bly Lely hily ppl Sj tat ay (SS I) Ht onl “Tetapiaku berpuasa dan juga berbuka (tidak berpuasa), mengerjakan shalat dan juga tidur serta menikahi wanita. Barangsiapa yang tidak mengikuti sunnahku, maka ia tidak termasuk golonganku.” (HR, Bukhari dan yang lainnya). Sa’ad berkata, “Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam pernah melarang Utsman bin Mazh’un untukmembujang Seandainya beliaumembolehkannya, niscaya kami juga akan bervasektomi (dikebiri).” Hadits tersebut Muttafaqun Alaih, Dari Anas, ia berkata, Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam telah menyuruh untuk menikah bagi yang sudah ba’ah (mampu), dan dengan keras beliau melarang tindakan membujang seraya bersabda, Lidl, oslo yf aly) AWS BEL AB 3 Sy 335) ley AO ones pStly “Menikahlah dengan wanita-wanita yang penuh cinta kasih dan banyak melahirkan keturunan, Karena sesungguhni ya aku merasa bangga dengan banyaknya jumlah kalian pada hari kiamat kelak.” Demikian hadits yang diriwayatkan Abu Dawud, Nasa’, al-Hakim, dan dishahihkan oleh al-Albani. Demikian itulah perintah menikah secara tegas. Dan larangan meninggalkannya hampir mendekati kepada haram. Seandainya membujangitu lebih baik daripada: menikah, maka halitu jelas bertentangan dengan perintah tersebut. Selain itu, Rasulullah Shallallahu Alain; wa Sallam sendiri telah menikahi wanita dan bahkan lebih dari satu orang. Hal itu 6 Fikih Keluarga juga dilakukan oleh para sahabat beliau. Sedangkan beliau dan juga para sahabatnya tentu tidak akan menyibukkan diri kecuali dengan hal-hal yang lebih baik. Anehnya, orang-orang yang mengutamakan membujang, mereka tidak mempraktekkannya. Bagaimana mungkin mereka bisa sepakat untuk mengerjakannya, sementara mereka menolak keutamaannya? Sesungguhnya nikah itu lebih dari sekadar kepentingan pribadi, tetapi ia juga mencakup pemeliharaan agama, perlindungan terhadap wanita, pengembangan keturunan, serta memperbanyak umat dan merealisasikan harapan Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam. Dan masih banyak lagi kemaslahatan lainnya. ‘Adapun mengenai Yahya, maka yang demikian itu merupakan syariat yang berlaku pada zamannya, sedangkan pada kita berlaku syariat yang berbeda dengannya. Ketiga, orang yang tidak mempunyai nafsu birahi, baik karena lemah syahwat atau sebenarnya ia mempunyai nafsu birahi tetapi hilang karena penyakit atau karena hal lainnya. Dan mengenai hal tersebut terdapat dua pendapat: Pertama, ia tetap disunnahkan menikah, karena universalitas alasan yang telah dikemukakan diatas. Kedua, tidak menikah adalah lebih baik baginya, karena ia tidak dapat mewujudkan tujuan nikah dan bahkan menghalangiisterinya untuk dapat menikah dengan laki-laki lain yang lebih memenubhi syarat. Dengan demikian, berarti ia telah memenjarakan wanita tersebut. Pada sisi yang lain, ia telah menghadapkan dirinya pada ketidakmampuan memenuhi hak dan menunaikan kewajiban. Auyjuran menikah Dari Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu Anhu, ia menceritakan, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Wahai para pemuda, barangsiapa di antara kalian telah mampu serta berkeinginan untuk menikah, maka hendaklah ia menikah. Karena sesungguhnya pernikahan itu dapat menundukkan pandangan dan memelihara kemaluan. Dan barangsiapa tidak mampu, maka hendaklah ia berpuasa, karena sesungguhnya puasa itu dapat menjadi tameng baginya (melemahkan syahwat).” (Muttafaqun Alaih). Dari Ayyub Radhiyallahu Anhu, ia bercerita, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, Bab Nikah 7 De ye og gh ab eg’ Nee fea eat +4 ayy ii 1) Mipedly ely eld Cola ul MAP rm Cte dbs iy 4 th para Nabi, yaitu: Memakaj ‘Ada empat hal yang temasuk sunnah a ' ; pacar latin nah memakai wangi-wangian, bersiwak don menikah.” (HR. Tirmidzi. la mengemukakan, hadits ini berstatus hasan gharib). ; Dan dari Abdullah bin Umar bin al-’Ash Radhiyallahu Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam telah bersabda, wa “Dunia iniadalah kenikmaton, dan sebaik-boik kenikmatannyaadooh wanita shalihah.” (HR. Muslim, Nasa’i, dan Tbnu Majah). Dalam lafazhnya disebutkan, “Sesungguhnya dunia ini adalah kenikmaton, dan tidok ada kenikmatan dunia yang lebih baik dari wanita shalihah, Dari lbnu Abbas Radhiyallahu Anhu, bahwa Nabi Shallallahu Alaihi Sallam bersabda, Shy i 5 bl a Saal sy wl SEV E Se SO Lb ua rei ee Yael shel kee Sy 9S) tall yy) valley “Ada empat perkara, yang barangsiapa diberi keempat-empatnya, berart ia telah diberi kebaikan dunia dan akhirat, yaitu: hati yang senantiasa bersyukur, lidah yang senantiasa berdzikir, badan yang senantiasa bersabar atas cobaan ‘yang menimpa, dan isteri yangtidak menjerumuskannya ke dalam dosa, baik dalam menjaga dirinya ‘™maupun harta kekayaannya.” (HR. Thabrani). Menurut Muhammad bin Sa’ad bin Abi Waagash, dari ayahnya, bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, 8 “Tiga hal yang termasuk kebahagiaan, yaitu: wanita shalihah yang jika engkau melihatnya selalu menyenangkanmu dan jika engkau tidak berada disisinya ia selalu memelihara diri an juga harlamu Kedua, binatang yang menjadi kendaraan yang mengantarkanmu menemui sahabat-sahabatmu. Serta, tempat tinggal yang luas yang banyak penjaganya. Dan tigahal yang termasuk kesengsaraan, yt: wanita yang jika engkau melihatnya membuatmu, ijengkel dan yang menggunakan lidahnya untuk mencacimu, jika engkau tidak di Fikih Keluarga sisimu, ia tidak menjaga dirinya dan hartamu, dan binatang yang membangkang, jika engkau memukulnya la akan mengikullmu dan jika engkau membiarkannya maka ia tidak akan mengantarkanmu menemuisahabat-sahabatmu, serta tempat tinggal yang sempit yang sedikit penjaganya.” *Demikian hadits yang diriwayatkan al-Hakim, la mengemukakan, diriwayatkan sendiri oleh Muhammad Ibnu Bakir al-Hadhrami, al-Hafizh mengatakan, Muhammad ini seorang yang dapat dipercaya dan dipercayai oleh banyak orang. Menurut riwayat Anas bin Malik Radhiyallahu Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam pernah bersabda, i ti bo Ub ef ad Bue Oy an G5) ty Saal oy.) ST pe “Barangsiapa yang dikaruniai seorang isteri yang shalihah, berarti Dia telah membantunya menyempurnakan setengah dari agamanya, Maka hendaklah ia bertakwa kepada Allah pada setengah lainnya.” Demikian yang diriwayatkan Thabrani dalam kitab al-Ausath dan jugaal-Hakim. Mengenai hadits ini, al-Hakim mengemukakan, “Fladits ini sanadnya shahih.” Sedangkan Ibnu Hajar mengatakan, “Sanad hadits tersebut dha’if (lemah).” Dalam riwayat Baihaqi disebutkan, bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, ayy) oth tat gs ‘Sika seorang hamba telah menikah, berarti ia telah menyempurnakan setengah dari agamanya. Maka hendaklah ia bertakwa kepada Allah pada setengah lainnya.” (HR. Baihaqi). Mengenai hadits yang terakhir ini, Al-Albani mengatakan, “Hadits ini hasan karena jalannya.” Dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu, ia bercerita, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Ada tiga kelompok yang pasti akan dibantu oleh Allah, yaitu: Mujahid di jalan Allah, mukatib (hamba sahaya) yang bermaksud untuk memerdekakan dirinya dan orang yang menikah dengan niat untuk menjaga kesucian.” Bab Nikah 9 Demikian hadits yang ditiwayatkan Tirmidzi. Lafazh tersebut darinya, Tamengemukakan, haditstersebut berstatus hasan shahih. Juga diriwayatkan Ibnu Hibban dan al-Hakim. Al-Hakim mengatakan, “Hadits ini shahih dengan syarat Muslim.” Sedangkan al-Albani mengemukakan, “Sanad hadits ini hasan.” Dari Anas bin Malik Radhiyallahu Anhu, ia bercerita, “Ada sekelompok ‘orang yang datang ke rumah isteri Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam yang menanyakan tentang ibadah beliau. Ketika diberitahukan kepada mereka, seolah-olah mereka menganggap kecil ibadah mereka masing-masing seraya berucap, ‘Jika dibandingkan dengan beliau, maka dimanakah posisi kita. Sedang beliau telah diampuni dosa-dosa yang akan datang dan yang telah lalu.” Salah seorang di antara mereka berkata, ‘Aku akan senantiasa mengerjakan shalat malam terus menerus.’ Yang lainnya berkata, ‘Aku akan berpuasa sepanjang masa dan tidak pernah berbuka,” Dan yang lain berkata, ‘Aku akan menjauhi wanita dan tidak akan menikah selamanya.’ Kemudian Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam datang dan bersabda, oat 15518 bh eC J allt, uh S, Vis 928 Gt at SoVinleldte8 i fae tye tedoate tb bath ot ser SS Bl cS Bayly Lely SBN pel SS KS) es Gb he “Kalian ini orang yang mengatakan begini dan begitu. Ketahuilah, demi Allah, sesungguhnya aku adalah orang yang paling takut dan bertakwa kepada Allah daripada kalian, tetapi aku berpuasa dan berbuka (tidak berpuasa), mengerjakan shalat dan juga tidur serta menikahi wanita. Barangsiapa yang tidak mau mengikuti sunnahku, maka ia bukan termasuk golonganku.” (HR. Bukhari). Dari Abu Sa’id al-Khudri Radhiyallahu Anhu, ia bercerita, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, hy BE Gs WN Gd WI GN a GSE Ole Ny de laly Mwlyaat aly) IS EF Sa “Wanita itu dinikahi karena empat perkara: karena kecantikannya, hartanya, akhlaknya dan agamanya. Hendaklah kamu memilih 10 Fikih Keluarga wanita yang taat beragama dan berakhlak, niscaya kamu beruntung.” Hadits tersebut juga diriwayatkan Ahmad dengan sanad shahih, al-Bazzar, Abu Ya’la dan Ibnu Hibban. Sedangkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, cs Fab Gal WES Geddy Ute et ath 458 ul ole pebettalyy BI Ey “Wanita itu dinikahi karena empat hal: karena hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan karena agamanya. Maka pilihlah wanita yang taat beragama, niscaya kamu beruntung.” (HR. Bukhari, Muslim dan yang lainnya). Taribat yadaaka merupakan kalimat yang berarti perintah dan penekanan. Dari Ma’qil bin Yasar Radhiyallahu Anhu, ia bercerita, pernah ada seorang yang datang kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam seraya berkata, “Ya Rasulullah, aku mendapatkan seorang wanita yang mempunyaisilsilah keturunan yang baik, memiliki kedudukan dan harta kekayaan, namun ia tidak dapat melahirkan keturunan, apakah aku boleh menikahinya?” Maka Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam melarangnya menikahi wanita tersebut. Kernudian beliau juga didatangi orang yang kedua dan mengatakan halyangsama. Lalu didatangi oleh orang yang ketiga, maka beliau berkata kepadanya, “Menikahlah dengan wanita yang penuh cinta kasih dan yang banyak memberikan keturunan, karena sesungguhnya aku merasa bangga dengan jumlah kalian yang banyak.” Demikian hadits yang diriwayatkan Abu Dawud, Nasai, dan al-Hakim. Al-Hakim mengemukakan, “Hadits tersebut sanadnya shahih.” Sedangkan al-Albani mengatakan, “Hadits tersebut shahih karena jalannya.” Dari Abu Umamah, dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, beliau bersabda, Ai dy ois oa sau or abt wef Abs spl aly) MCs Gail gb Bes 5 gis Bab Nikah if “ La sesuiatu yang lebth balk bagi. seorang setelah takwa. kepada Ala rect ister I shalihah, Jika ia menyuruhn va, oe #4 (ister) akan menaatinya, jikamelihatnya, mmabateolen meth eee , Jika dia bersumpah, past! dia akan mmemenuniie ns fa (suamy) tidak berada di sisinya (Isler!), maka {a akan selalu menjaga diriny, dan juga harta suaminya.” ; ai Demikian hadils yang diriwayatkan Ibnu Majah, dan hadits inj termasuk hadits dha'if. Wanita yang Disunnalikan untuk Dilamar Dalam melamar, seorang muslim dianjurkan untuk: memperhatikan beberapa sifat yang ada pada wanita yang akan dilamar, di antaranya; 1. Wanita itu disunnahkan seorang yang penuh cinta’ kasih. Maksudnya, ia harus selalu menjaga kecintaan terhadap suaminya, sementara sang suami pun memilikikecenderungan dan rasa cinta kepadanya, Selain itu, ia juga harus berusaha menjaga keridhaan suaminya, mengerjakan apa yang disukai suaminya, menjadikan suaminya merasa tenteram hidup dengannya, membuatnya tidak suka jauh dari dirinya, kalau toh jauh darinya, maka ia akan segera kembali dan mendekatinya, senang berbincang dan berbagi kasih sayang dengannya. Dan hal itu jelas sejalan dengan firman Allah Ta’ala, GS Re Gost al [yvses dll es “Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya adalah Dia menciptakan untuk kalian isteri-isteri dari jenis kalian sendiri, supaya kalian cenderung dan merasa tentram kepadanya. Dan Dia jadikan di antara kalian rasa kasih dan sayang.” (ar-Ruum: 21). Wanita yang penuh rasa cinta dan sayang akan selalu berdandan untuk suaminya, memenuhi keinginan suaminya, dan menyediakan dirinya untuk mengerjakan segala yang dapat membahagiakan ‘suaminya. Sebagaimana wanita dituntut untuk mempunyai cinta dan kasih sayang, maka laki-laki pun demilian, karena cinta dan kasth sayeng antara kedua belah pihak akan mendatangkan kesempurnaan hidup, mengabadikan hubungan antarsuami isteri, serta memberikan kebahagiaan hidup berumah tangga. Wanita tidak akan memelihara dan mempertahankan sifat ini kecuali jika ia mempunyai karakter yang baik, berbadan schat, 12 Fikih Keluarga berkelakuan baik, tumbuh dalam keluarga yang harmonis dan jauh dari kejahatan. 2. Disunnahkan pula agar wanita yang akan dilamar itu seorang yang banyak memberikan keturunan, karena ketenangan, kebahagian dan keharmonisan keluarga akan terwujud dengan lahirnya anak-anak yang menjadi harapan setiap pasangan suami isteri. Anak-anak yang dapat membahagiakan hati mereka dan yang dapat mengembangkan keturunan. Berkenaan dengan hal tersebut, Allah Ta’ala berfirman, ey Ln Sif GCS US) BS Dall [ve:o8 a] Us gay vis “Dan orang-orang yang berkata, ‘Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati kami, dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa’.” (al-Furqan: 74). Sedangkan Nabi Zakaria ‘laihi Salam juga pernah berkata melalui firman-Nya, ot be I eiey el oe DE he) 5 NS Oh Se HOG SS “Dan sesungguhnya aku khawatir terhadap mawaliku sepeninggalku, sedang isteriku adalah seorang yang mandul, maka anugrahkanlah kepadaku dari sisi-Mu seorang putera yang akan mewarisi aku dan mewarisi sebagian keluarga Ya’qub, dan jadikanlah ia, ya Tuhanku, seorang yang diridhai.” (Maryam: 5-6). Dalam sebuah hadits, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, a Spl 2905) 1 55 (gS “Menikahlah dengan wanita-wanita yang penuh cinta dan yang banyak melahirkan keturunan. Karena sesungguhnya aku merasa bangga dengan banyaknya jumlah kalian pada hari kiamat kelak.” Bab Nikah 13 ; pebade myer ine I DLAty ay platy) pA! me AS gt Demikian hadits yang diriwayatkan Abu Dawud, Nasa’i, al-Hakim, dan ia mengatakan, “Hadits tersebut ea cae hisinaay H anita yang akan dinikahi itu se , i . baat cane m vida Flal itu sebagaimana yang ditegaskan dalam kitab Shahthain dan juga kitab-kitab lainnya dari hadits Jabir, bahwa Nabi Shallallahu Alathi wa Sallam pernah bertanya kepadanya, “Apakah kamu menikahi seorang gadis atau janda?” Diamenjawab, “Seorangjanda.” Lalu beliau bersabda, “Mengapa kamu tidak menikahi seorang gadis yang kamu dapat bercumbu dengannya dan ia pun dapat mencumbuimu? ; / Karena seorang gadis akan mengantarkan pada tujuan pernikahan, Selain itu seorang gadis juga akan lebih menyenangkan dan membahagiakan, lebih menarik untuk dinikmati akan berprilaku lebih menyenangkan, lebih indah dan lebih menarik untuk dipandang, lebih lembut untuk disentuh dan lebih mudah bagi suaminya untuk membentuk dan membimbing akhlaknya."! Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam sendiri telah bersabda, are Per a wet ga wars OF 20 i, (SiN olyy) YE “Hendaklah kalian menikahi wanita-wanita muda, karena mereka mempunyai mulut yang lebih segar, mempunyai rahim yang lebih subur dan mempunyai cumbuan yang lebih menghangatkan, ” Demikian hadits yang diriwayatkan asy-Syirazi, dari Basyar bin Ashim, dari ayahnya, dari kakeknya. Dalam kitab Shahih al-Jami” ash-Shaghir, al-Albanimengemukakan, “Hadits ini shahih, Dari Ibnu Mas'ud Radhiyallahu Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Nikahilah para gadis, karena mereka mempunyai mulut yang lebih jemnih, mempunyai rahim yang lebih subur, dan lebih ridha terhadap sesuatu yang sedikit,” Demikian yang diriwayatkan Thabrani. Dalam kitab Shahih al-Jami’ ash-shaghir, al-Albani mengemukakan, “Hadits hasan,” 4. Dianjurkan untuk tidak menikahi wanita yang masih termasuk Keluarga dekat, karena Imam Syafi'i pernah mengatakan, ‘Jika seseorang menikahi wanita dati kalangan keluarganya senditi, (1). Lihat Kitab Syarh an-Nowote! ‘olaa Muslim. hal. 9, 14 Fikih Keluarga maka kemungkinan besar anaknya mempunyai daya pikir yang temah.” Dalam ilmu dan teknologi ditetapkan bahwa di antara sebab musnahnya etnis adalah pembatasan hubungan (menikah) dalam satu kelompok saja, karena hal itu dapat mengakibatkan rusaknya silsilah dan Jemahnya keturunan.!! i 5, Disunnahkan bagi seorang muslim untuk menikahi wanita yang mempunyaisilsilah keturunan yang jelas dan terhormat, karena halituakan berpengaruh pada dirinya dan juga anak keturunannya. Berkenaan dengan hal tersebut, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Wanita itu dinikahi karena empat hal: karena hartanya, keturunannya, kecantikannya dan karena agamanya. Maka pilihlah wanita yang taat beragama, niscaya kamu beruntung.” (HR. Bukhari, Muslim dan juga yang lainnya). 6. Hendaklah wanita yang akan dinikahi itu taat beragama dan berakhlak mulia. Karena ketaatan menjalankan agama dan akhlaknya yang mulia akan menjadikannya pembantu bagi suaminya dalam menjalankan agamanya, sekaliqus akan menjadi pendidik yang baik anak-anaknya, akan dapat bergaul dengan keluarga suaminya dengan baik. Selain itu, ia juga akan senantiasa menaati suaminya jika ia menyuruh, ridha dan lapang dada jika suaminya member, seria menyenangkan suaminya jika suaminya berhubungan atau melihatnya. [a juga akan selalu memelihara dirinya dan harta suaminya jika suaminya tidak sedang disisinya, serta tidak akan mengabaikan kehormatan suaminya. Wanita yang demikian adalah seperti yang difirmankan Allah Ta’ala, “Sebab itu, maka wanita-wanita yang shalih adalah yang taat kepada Allah lagi memelihara dir ketika suaminya tidak berada di tempat, oleh karena Allah telah memelihara mereka.” (an-Nisa: 34). Sedangkan dalam sebuah hadits, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Dunia ini adalah kenikmatan, dan sebaik-baik kenikmatannya adalah wanita shalihah.” (HR. Muslim, Nasa’i dan Ibnu Majah). 7. Selain itu, hendaklah wanita yang akan dinikahi adalah seorang yang cantik, karena kecantikan akan menjadi dambaan setiap insan dan selalu diinginkan oleh setiap orang yang akan menikah, dan kecantikan itu pula yang akan membantu menjaga kesucian (1). Lihotkitab Maimu Al Fatowa, hal. 16 Bab Nikah 15 dan kehormatan. Dan halitu telah disebutan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dalam hadits tentang hal-hal yang disukai dari kaum wanita. Kecantikan itu bersifat relatif. Setiap orang mempunyai gambaran tersendiri tentang kecantikan ini sesuai dengan selera dan keinginannya. Sebagian orang ada yang melihat bahwa kecantikan itu terletak pada wanita yang pendek, sementara sebagian lainnya memandang ada pada wanita yang tinggi. Sedangkan sebagian lainnya memandang kecantikan terletak pada warna kulit, baik coklat, putih, kuning dan seterusnya Sebagian lainnya memandang bahwa kecantikan itu terletak pada keindahan suara dan kelembutan ucapannya. Demikianlah, yang jelas disunnahkan bagi setiap orang untuk menikahi wanita yang ia anggap cantik sehingga ia tidak tertarik dan tergoda pada wanita lain, sehingga tercapailah tujuan pernikahan, yaitu kesucian dan kehormatan bagi tiap-tiap pasangan. Melihat. Wanita yang Dilamar atau Sebaliknya Disunnahkan bagi seorang laki-laki yang hendak melamar melihat wanita yang dilamarnya, demikian juga sebaliknya jika keduanya tidak pernah melihat sebelumnya. Karena penglihatan akan menenangkan hati kedua pihak, dimana mereka akan melihat bahwa pada masing-masing dari keduanya terdapat hal yang menarik untuk dinikahi dan membangun mahligai kehidupan rumah tangga untuk selamanya. Berkenaan dengan hal itu, telah diriwayatkan dari Mughirah bin Syu'bah, ia bercerita, “Aku pernah melamar seorang wanita, lalu Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bertanya, ‘Apakah engkau telah melihatnya? ‘Tidak,’ jawabku. Maka Rasulullah Shallaliahu Alaihi wa Sallam bersabda, ‘Lihatlah ia, karena yang demikian itu akan melanggengkan kasih sayang diantara kalian berdua.” Diriwayatkan Tirmidzi dan Nasa’i dan sanadnya shahih. Dan mengenai hal itu, al-Baghawi mengatakan, “hadits tersebut hasan.” Dari Jabir, ia bercerita, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, ay of ¢ UE c Se Pi Saf bs 5 ot GG ‘Tika salah seorang di antara kalian melamar seorang wanita,sekiranya ia dapat melihat sesuatu darinya yangmampu menambah keinginan untuk menikahinya, maka hendaklah ia melihatnya.” 16 Fikih Keluarga dabir menceritakan, “Saya melamar seorang wanita, lalu secara sembunyi-sembunyi melihatnya sehingga saya melihat sesuatu yang mendorongku untuk menikahinya, dan kemudian saya pun menikahinya.” Demikian hadits yang diriwayatkan Ahmad, Abu Dawud, dan di-hasan-kan oleh al-Hafizh, Dalam kitab Bulughul Maram disebutkan bahwa rijal hadits ini tsiqah. Demikianlah pendapat jumhur ulama. Tetapi masih terdapat perbedaan pendapat mengenai bagian yang boleh dilihat dari wanita yang dilamar. Mayoritas ulama berpendapat bahwa seorang pelamar dibolehkan melihat wajahnya dan kedua telapak tangannya saja, karena bagian-bagian tersebut bukan termasuk aurat. Sedangkan al-Auza’i berpendapat, bahwa ia boleh melihat bagian-bagian daging. Dan Dawud azh-Zhahiri mengemukakan, “la dibolehkan melihat seluruh bagian tubuhnya.” Yang terakhir ini jelas ditolak karena bertentangan dengan sebuah ayat dalam surat an-Nuur. Diperbolehkan pula melihat wanita yang dilamarnya itu baik dengan izinnya maupun tidak, Imam Malik mengemukakan “Seorang yang melamar wanita tidak boleh melihatnya kecuali dengan seizinnya.” Tetapi hadits Jabir di atas menolak pendapat tersebut. Bagi wanita yang dilamar juga mempunyai hak yang sama, yaitu melihat laki-laki yang hendak menikahinya. Umar Radhiyallahu Anhu pernah berkata, ‘Janganlah kalian menikahkan anak perempuan kalian dengan laki-laki yang berperangai jahat, karena ia akan menarik hati mereka melalui apa yang akan menjadikan dirinya tertarik kepada mereka.” Berkenaan dengan hal tersebut, di sini penulis (Hasan Ayyub), “Pada zaman sekarang ini tidak ada larangan bagi orang yang melamar untuk duduk di suatu tempat dalam batas tertentu dengan wanita yang hendak dilamarnya, supaya mereka saling melihatdan mengenal, dengan disertai oleh beberapa orang keluarga mereka. Hendaklah wanita itu mengenakan pakaian yang disyariatkan, yaitu tidak terlihat darinya kecuali wajah dan kedua telapak tangan. Yang dimaksud dengan duduk-duduk disini adalah untuk mengenali kebudayaan dan beberapa pandangannya, akhlak dan gaya bahasanya, dan lain-lain dari tuntutan zaman. Duduk berkumpul dalam pertemuan semacam itu tidak perlu dilakukan berkali-kali, karena si pelamar wanita tersebut masih dianggap ajnabi (asing/bukan mahram). Seringkali, si pelamar meminta pertemuan berkali-kali, dan itu jelas sebagai bentuk pemuasan nafsu semata dan menikmati hal-hal yang tidak dihalalkan baginya.” BabNikah 17 hal 7 fonuCuamahmembaespaa, i id untuk menukil a lebar mengenai hal ini. Di sini ana ene ts ian untuk m é Qu Ee ateedalon: kami tidak meee oe ee di Ialangén para ulama mengenai dibo! a laksa melihat wanita yang akan dinikahinya. Jabir telah ee eatkan, ig thi. ;allam bersabda, bercerita, Rasulullah Shallallahu a a Sa orsnhendrtkny ‘Tikasalah seorang di antarakal mampu rename neg? ia dapat melihat sesuatu: Se jammelihainga.” untuk menikahinya, maka hen 7 dabir menceritakan, “Laluaku mnelama sera vente dens sembunyi-sembunyi melihatnya, sehingga aku meli Aan ar mendorongku untuk menikahinya, kemudian als pun menikahinya, Mengenai hal tersebut telah banyak hadits yang mengangkalnya Karena pernikahan itumerupakan akad yang berakibat pada kepemil maka bagisi pelaku akad berhak untuk melihat pihak yang menjadi Fewan akadnya, seperti melihat barang yang dibeli. Diperbolehkan bagi si pelamaruntukmelihat wanita yang dilamarnya, baik dengan zinnyamaupun tidak, karena Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam telah memerintahkan hal itu secara global. Dalam hadits Jabir disebutkan, “Aku secara sembunyi- sembunyi melihatnya.” Sedangkan dalam hadits Syu’bah disebutkan: bahwaiameminta izin terlebih dahulu kepada kedua orang tuanya untuk Dalam kitabnya, a-Mughni, ‘Tetapitidak diperbolehkan baginya untuk ber-khulwah (berdua-duaan) fengan wanita yang dilamarnya, karenaiamasih berstate ainabi (orang lain), sehingga tidak akan bisa terhindar dari hal-hal yang diharamkan, Berkenaan dengan hal tersebut Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, Ske lalyy tbs) gs Mi ion eo jb Y “Tidaklah seorang laki-laki berkhulwal melainkan ketiganya adalah syaitan.” (HR. Tirmidzi dengan sanad shahih). Tidak diperbolehka dinikahinya yang disertai dengan perasaan nikmat dan nafsu birahi. Dalam riwayat Shahih, Imam Ahmad mengatakan, “Diperbolehkan baginya melihat bagian wajah dengan tidak disertai nafsu birahi, Selain itu, iajuga boleh melihatnya berkali-kali dan memperhatikan kebaikan yang ada padanya, karena tujuan tidak akan tercapai kecuali dengan cara sepertiitu.” Tidak ada perbedaan pendapat di antara para ulama mengenai dibolehkannya melihat bagian wajah ini. Yang demikian itu karena wajah bukan termasuk aurat, sekaligus sebagai tempat bersatunya kebaikan dan fokus perhatian. Tetapi tidak diperbolehkan baginya melihat apa yang tidak biasa tampak darinya. Diceritakan dari al-Auza’i, bahwa seorang laki-laki dibolehkan melihat bagian daging. Sedangkan dari Dawud, ia berpendapat dibolehkan melihat seluruh bagian tubuhnya. Hal itu didasarkan pada sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. Dalil yang menjadi landasan pendapat yang pertama adalah firman Allah Ta’ala, [rv sal cay Ge GB GW G45 Ga “Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali yang biasa tampak darinya.” (an-Nuur: 31). Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, ia mengemukakan, “Yakni wajah dan telapak tangan saja. Karena melihat kepada wanita itu diharamkan, dan diperbolehkan karena suatu kebutuhan, sehingga penglihatan itu dikhususkan pada bagian-bagian yang dibutuhkan saja, seperti yang telah kami kemukakan. Dan hadits itu bersifat mutlak. Sedangkan mengenai bagian-bagian yang biasa tampak selain wajah, misalnya dua telapak tangan dan kaki serta yang semisalnya yang biasa tampak pada wanita di rumahnya, maka terdapat dua pendapat: Pertama, tidak diperbolehkan melihatnya, karena hal itu merupakan aurat. Bagian-bagian tersebut tidak boleh dilihat sebagaimana bagian- bagian yang tidak tampak. Abdullah bin Mas’ud pernah meriwayatkan, bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam pernah bersabda, “Wanita itu adalah aurat.” Karena yang dibutuhkan adalah melihat wajah sehingga bagian- bagian lainnya tetap haram untuk dilihat. Kedua, dibolehkan baginya melihat bagian-bagian tersebut. Imam Ahmad mengatakan, “Dibolehkan baginya melihatnya dan bagian-bagian yang diperlukan untuk menikahinya, seperti tangan, badan dan lain- lain.” Abu Bakar, seorang pengikut madzhab Hanbali, mengatakan, “Pada saat melamar, dibolehkan baginya melihat bagian-bagian yang sudah biasa terlihat ketika bekerja, seperti: kepala, leher, lengan dan bagian bawah kedua betis.” Bab Nikah 19 Sedangkan Imam Syafi’i mengemukakan, “la hanya dibolehkan melihat wajah dan kedua telapak tangan saja.” Dibolehkannya melihat bagian-bagian yang biasa terlihat itu didasarkan bahwa ketika Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam memberikan izin kepada kaum laki-laki melihat wanita yang dilamarnya tanpa sepengetahuan dirinya (wanita yang dilamar), beliau mengetahui bahwa beliau memberi izin untuk melihat kepada apa yang biasa terlihat. Karena tidak mungkin melihat bagian wajah saja dengan adanya bagian lain yang tampak. Dan karena bagian tersebut biasa terlihat, misalnya, bagian wajah, sehingga hal itu diperbolehkan untuk dilihat. Selain itu, karena ia adalah seorang wanita yang boleh dilihat menurutketentuan syariat, maka dibolehkan sebagian dari tubuhnya untuk dilihat, sebagaimana wanita yang mahram. Sa’id telah meriwayatkan dari Sulyan, dari Amrbin Dinar, dari Abu Ja’far, ia bercerita, Umar bin Khaththab pernah melamar anak perempuan Ali. Kemudian Ali berkata, “Akan kami kirim utusan untuk membawanya kepadamu sehingga engkau dapat melihatnya dan meridhainya.” Lalu tersingkap bagian kedua betisnya, sehingga puterinya itu berkata, “Kalau bukan karena engkau seorang amirul mukminin, niscaya aku akan memukul kedua matamu.” Demikian yang diriwayatkan Abdurrazak dan Sa’id bin Mansur. Bagian-bagian yang Boleh Dilihat dari Wanita Mahram Diperbolehkan bagi seorang laki-laki melihat wanita mahramnya pada bagian-bagian yang biasa tampak, misalnya leher, kepala, telapak tangan, kedua kaki dan lain-lain yang semisalnya. Dan tidak diperbolehkan baginya melihat bagian-bagian yang tidak biasa tampak darinya, misalnya dada, punggung dan lain-lain. AL-Atsram pernah bercerita, aku pernah bertanya kepada Abu Abdullah mengenai seorang laki-laki yang melihat rambut ister ayahnya atau isteri anaknya. Maka ia pun menjawab, hal itu di dalam al-Qur'an telah disebutkan, “Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali yang biasa tampak darinya,” (an-Nuur: 31). Lalu kutanyakan kepadanya, “Apakah ia boleh melihat betis dan dada isteri ayahnya?” Iamenjawab, “Tidak.” Lebih lanjut ia mengemukakan, “Aku tidak suka ia melihat bagian- bagian seperti itu dari ibu dan saudaranya dan juga pada bagian-bagian yang membangkitkan birahi.” 20 Fikih Keluarga Al-Qadhi mengatakan, “Hukum yang berlaku pada seorang laki-laki dengan wanita mahramnya adalah sama seperti hukum yang berlaku pada seorang laki-laki dengan seorang laki-laki lainnya, atau seorang wanita dengan wanita lainnya.” Abu Bakar menyebutkan, “Ketidaksukaan Ahmad (memakruhkan) terhadap penglihatan seseorang kepada betis dan dada ibunya itu disebabkan karena bagian-bagian itu dapat membangkitkan syahwat. Dalam hal ini, ia memakruhkan dan tidak mengharamkan.” Al-Hasan, asy-Sya’bi, dan adh-Dhahak melarang melihat rambut wanita mahram. Telah diriwayatkan dari Hindun, puteri al-Muhallab, ia bercerita, aku pernah berkata kepada Hasan, “Apakah seorang laki-laki boleh melihat anting atau leher saudara perempuannya?” Ia menjawab, “Tidak.” Yang benar, dibolehkan baginya melihat bagian-bagian yang biasa tampak. Yang demikian itu didasarkan pada firman-Nya, [rvs] By GE ab GS Set “Dan janganiah mereka menampakkan perhiasannya kecuali yang biasa tampak darinya.” (an-Nuur: 31). Sahlah binti Suhail pernah berkata, “Ya Rasulullah, sesungguhnya kami memandang Salim sebagai anak (yakni anak melalui adopsi). Ia tinggal satu rumah bersamaku dan juga Abu Hudzaifah. Ia biasa melihatku memakai pakaian santai di rumah, bagaimanakah hal itu menurutmu?” Maka Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam berkata kepadanya, “Susuilah ia.” Maka Sahlah pun menyusuinya lima kali susuan. Sehingga ia berkedudukan_ sebagai anaknya. Demikian yang diriwayatkan Abu Dawud dan perawi lainnya. Hal itu menjadi dalil bahwa Salim melihat bagian-bagian yang biasa tampakpada diri Sahlah, yalmi ketika ia sedang berada di dalam rumahnya. Dia berkata, “Ia melihatku ketika aku sedang memakai pakaian santai.” Imam Syafi’i meriwayatkan dari Zainab binti Abi Salamah, bahwa ia pernah menyusu pada Asma’, isteri Zubair. Zainab berkata, “Aku melihat Zubair sebagai ayah sendiri. Suatu hari, ia pernah masuk menemuiku ketika aku sedang menyisir rambutku. Lalu ia memegang ujung rambutku seraya berucap, ‘Menghadaplah padaku.”” Dan karena menghindar dari yang demikian itu suatu yang tidak mungkin, sehingga yang hal itu diperbolehkan seperti misalnya wajah dan bagian-bagian yang sudah biasa tampak. Sedangkan bagian-bagian yang tidak biasa tampak, maka tidak diperbolehkan untuk dilihat, karena hal itu tidak diperlukan dan tidak pula dijamin terlepas dari nafsu birahi dan BabNikah 21 terjatuh ke dalam hal-hal yang diharamkan. Dengan demikian, bagian. bagian tersebut diharamkan sebagaimana halnya bagian di bawah Pusar, Mahram adalah wanita-wanita yang haram dinikahi baik karena nasab maupun karena susuan. Demikian yang diringkaskan dari kitab al-Mughni. Penjelasan Tentang Aurat Dari Abdurrahman bin Abi Sa’id al-Khudri, dari ayahnya, dari Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, beliau bersabda, Vy chs, s Ji, ponte Seo ew AE BG oh FBP AS ot gee ly) et A oH “Tidak diperbolehkan laki-laki melihat aurat laki-laki, dan tidak, ‘pula Perempuan melihat aurat perempuan. Dan tidak pula diperbolehkan bagi seorang laki-laki bergumul dengan laki-laki lain dalam satu selimut. Dan seorang perempuan tidak boleh bergumul dengan perempuan lain dalam satu selimut.” (HR. Muslim). Imam al-Baghawi mengatakan, “Tidak diperbolehkan bagi seorang laki-laki melihat aurat orang laki-laki. Dan aurat orang laki-laki itu adalah bagian tubuh antara pusar dan lutut. Demikian halnya wanita dengan wanita lainnya. Dan diperbolehkan melihat seluruh bagian badan jika tidak dikhawatirkan adanya fitnah atau bangkitnya nafsu syahwat.” Imam Malik dan Ibnu Abi Dzi’ib m engatakan, “Paha itu bukan termasuk aurat.” Halitu didasarkan pada apa ‘yang diriwayatkan dari Abdul Aziz bin Shuhaib, dari Anas, ia bercerita, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam pernah berlaridijalan-jalan sempit di Khaibar, dan sesunaguhnva lututku menyentuh paha beliau. Kemudian kain beliau terbuka dari menutupi paha beliau sehingga aku benar-benar melihat warna putih paha Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam. (Muttafaqun Alaih). Mayoritas ulama berpendapat bahwa: Paha itu adalah aurat, Hal itu didasarkan pada apa yang diriwayatkan dari Muhammad bin Jahsy, ia bercerita, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam Pernah berjalan melewati Mu’ammar sedang kedua pahanya dalam keadaan terbuka, maka beliau bersabda, “Hai Mu’ammar, tutuplah keduapahamuitu Karena sesungguhnya paha itu termasuk aurat.” Demikian yang diriwayatkan Ahmad dan Bukhari yang berstatus shahih. 22 Fikih Keluarga Dirlwayatkan dart Ibnu Abbas dan durhud, bahwa Nabi Shallallahu Alathi wa Sallam bersabda, “Paha itu adalah aural.” AI-Qurthubi mengatakan, hadits Jurhud mencakup pemberian hukum komprehensif dan penampakan syariat yang universal, Mengamalkannya adalah lebih baik, Dan tidak diperbolehkan seorang lelaki berbaring di atas laki-laki lainnya, Demikian pula seorang wanita, tidak diperbolehkan melakukan haltersebut, meskipun dengan mahramnya. Dan yang dimaksudkan adalah tidurbersama dalam keadaan telanjang, karena dikhawatirkan aurat masing- masing akan saling bersentuhan, Dianjurkan agar anak-anak yang sudah mencapai usia sepuluh tahun untuk dipisahkan tempat tidurnya. Diriwayatkan bahwa Rasulullah Shallallahu Alathi wa Sallam bersabda, 8s a Ue Ayal): “Perintahlah anak-anak kalian mengerjakan shalat pada usia tujuh tahun dan pukullah mereka pada usia sepuluh tahun jika meninggalkannya. Pisahkanlah mereka dalam tempat tidur.” Sedangkan bagi ki, seluruh tubuh wanita ajnabi yang merdeka adalah aurat, sehingga tidak diperbolehkan baginya melihat sedikit pun dari tubuhnya kecuali wajah dan kedua telapak tangan sampai pergelangan. Hal itu berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala, “Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali yang biasa tampak darinya.” (an-Nuur: 31). Imam Baihagi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa yang dimaksud dengan apa yang biasa tampak adalah wajah dan dua telapak tangan. Hal yang sama juga diriwayatkan oleh Baihagi dari Aisyah. Demikian halnya yang diriwayatkan Thabrani, juga dari Aisyah. Dan diriwayatkan pula oleh Thabrani dari Ibnu Abbas, ia mengatakan, “Yaitu kelopak mata.” Hal yang sama juga diriwayatkan Baihagi, juga dari Tonu Abbas. Mengenai firman Allah Azza wa Jalla, “Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali yang biasa tampak darinya,” penulis kitab al-Kasysyaf mengemukakan, “Yang dimaksud perhiasan adalah segala sesuatu yang dipergunakan wanita sebagai perhiasan, seperti celak Bab Nikah 23 dan pacar, Dan apa yang biasa tampak darinya adalah cincin, celakdan pacar maka semuanya itu boleh diperlihatian bagi orang asing. Sedangkan hal-hal yang biasa tersermbunyi, misalnya gelang tangan, gelang kaki, kalung, anting, dan sebagainya, maka semuanyaitu tidak boleh diperlihathan kepada orang-orang yang bukan mahramnya. Penyebutan perhiasan tanpa disertai penyebutan tempat-tempatnya dimaksudkan untuk menegaskan perintah menutupi, karena perhiasan- perhiasan tersebut terdapat pada beberapa bagian tubuh yang tidak boleh dilihat sama sekali kecuali bagi mahramnya, yakni, lengan, betis, leher, kepala dan telinga. Walhasil, bahwa wanita itu boleh memperlihatkan perhiasan (anggota badannya) kepada ajnabijika hal itu diperlukan pada saat berobat dan jual beli. Dalam kitab Syarh as-Sunnah, penulisnya mengatakan, diharuskan baginya menudukkan pandangan dari wajah dan kedua tangan wanita jika dikhawatirkan adanya fitnah. Yang demikian itu didasarkan pada firman Allah Subhanahu wa Ta’ala, Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman, hendaklah mereka menahan pandangan mereka dan memelihara kemaluan mereka. Yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.” (an-Nuur: 30). Qatadah mengemukakan, “Yakni bagian-bagian yang tidak boleh mereka lihat.” Lebih lanjut, Qatadah mengatakan, “Kha’inatul a’yun berarti melihat kepada apa yang dilarang.” Imam al-Baghawi berkata, ‘Jika suatu pandangan tertuju kepada suatu tanpa sengaja, maka hendaklah ia tidak mengulanginya secara sengaja. Hal itu didasarkan pada apa yang diriwayatkan dari Jarir bin Abdullah, ia bercerita, aku pernah bertanya kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam mengenai pandangan seketika dan tidak sengaja, maka beliau menjawab, “Palingkanlah pandanganmu.” Demikian yang diriwayatkan Muslim dan Abu Dawud. Diriwayatkan dari Buraidah, ia becerita, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam pernah berkata kepada Ali, “Wahai Ali, janganlah engkau mengikuti pandangan dengan pandangan, karena yang ‘pertama adalah hakmu dan yang berikutnya adalah dosa atasmu.” Demikian yang diriwayatkan Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi, al-Hakim, dan hadits tersebut hasan. Imam al-Baghawi menuturkan, hadits yang pertama menunjukkan bahwa pandangan yang pertama menjadi haknya jika hal itu berlangsung 24 Fikih Keluarga tiba-tiba dan tidak sengaja. Sedangkan pandangan yang disengaja sama sekali tidak diperbolehkan tanpa adanya tujuan dan maksud yang diperbolehkan, yaitu ketika seorang laki-laki hendak menikahi seorang wanita atau hendak membeli budak wanita atau meminta kesaksian seorang wanita. Dan jika pada aurat seorang wanita tetdapat penyakit, maka diperbolehkan bagi seorang dokter yang terercaya untuk mengobatinya, sebagaimana dokter khitan boleh melihat kemaluan orang yang dikhitan. Mengenai wanita yang terdapat luka atau penyakit pada tubuhnya, al-Hasan dan asy-Sya’bi mengatakan, maka pakaian yang menutupi bagian yang luka itu dirobek, kemudian dokter boleh melihat bagian yang luka tersebut. Menurut sebagian ahlifiqih, dalam hal memandang laki-laki ajnabi, kaum wanita berkedudukan sama seperti seorang lakiaki terhadap wanita ajnabi. Hal itu didasarkan pada apa yang diriwayatkan dari Ummu Salamah Radhiyallahu Anha, bahwa ia dan Maimunah pernah berada di sisi Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, tiba-tiba datang Ibnu Ummi Maktum, lalu ia masuk ke tempat mereka berdua, dan hal itu terjadi setelah turun perintah hijab kepada kaum wanita, maka Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Berhijablah kalian berdua darinya.” Lalu kutanyakan kepada beliau, “Ya Rasulullah, bukankah ia seorang yang buta dan tidak melihat kita?” Beliau menjawab, “Apakah kalian juga buta, bukankah kalian dapat melihatnya?” Demikian hadits yang diriwayatkan Ahmad dan Tirmidzi. Tirmidzi mengatakan, hadits tersebut hasan shahih. Asy-Syaukani mengemukakan, hadits Ummu Salamah di atas dipergunakan sebagai dalil oleh orang yang mengharamkan wanita melihat laki-laki, sebagaimana diharamkannyalaki-laki melihat wanita. Ini adalah salah satu pendapat Imam Syafi’i, Ahmad dan al-Hadawiyah. An-Nawawi mengemukakan, hal itu adalah yang lebih shahih. Demikian itu didasarkan pada firman Allah Ta’ala, “Katakanlah kepada kaum wanita yang beriman, hendaklah mereka menahan pandangan mereka dan memelihara kemaluannya,” (an-Nuur: 30). Karena kaum wanita adalah satu jenis dari anak cucu Adam sehingga mereka pun diharamkan melihat lawan jenisnya sebagai analogi atas pengharaman terhadap laki-laki. Pengharaman bagi kaum wanita tersebut lebih didasarkan pada kekhawatiran timbulnya fitnah. Fitnah itu lebih dikhawatirkan pada diri wanita, karena mereka lebih bernafsu dan lebih dangkal pemikirannya sehingga lebih cepat terjerumus ke dalam fitnah daripada laki-laki. Bab Nikah 25 Orang-orang yang membolehkan wanita melihat bagian tubuh laki- laki selain antara pusar dan lutut menggunakan dalil hadits Aisyah Radhiyallahu Anha, ia bercerita, “Demi Allah, aku pernah menyaksikan Nabi Rasulullah Alaihi wa Sallam berdiri di pintu kamarku, sedang orang-orang Habasyah bermain-main di masjid, dan beliau menghalangi pandanganku dengan jubahnya, sedang aku tengah melihat permainan mereka dari antara kedua telinga dan bahu beliau. Kemudian beliau berdiri untukku sehingga aku sendiri yang merasa bosan. Maka perkirakanlah dengan perkiraan seorang anak kecil yang masih suka permainan.” (HR. Bukhari dan Muslim). Dari Aisyah Radhiyallahu Anha, ia berkata, “Aku pernah menyaksikan Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam menutupiku dengan sorbannya dan saya melihat ke arah orang-orang Habasyah yang sedang bermain-main di masjid sehingga aku yang bosan. Oleh karena itu, perkirakanlah dengan perkiraan seorang anak wanita belia yang masih berkeinginan sekali untuk bermain.” An-Nawawi menegaskan bahwa pada saat itu Aisyah masih kecil dan belum balig, atau ketika itu belum turun ayat hijab. Al-Hafizh Ibnu Hajar menyebutkan bahwa pada sebagian jalan hadits disebutkan bahwa hal itu terjadi setelah datang utusan Habasyah, dan kedatangan mereka itupada tahun ke tujuh, dan pada saatitu Aisyah Radhiyallahu Anha berusia enam belas tahun. Selain itu mereka juga berdalilkan hadits Fatimah binti Qais, bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam pernah menyuruhnya untuk menjalankan iddah di rumah Ibnu Ummi Maktum seraya berkata, “Sesungguhnya ia adalah seorang yang buta. Kamu dapat menaruh pakaianmu di tempatnya. Namun hal itu disanggah bahwa hal itu mungkin dilakukan dengan disertai penundukan pandangan dari Fatimah. Namun bantahan tersebut sangat lemah. Selain itu, mereka juga menggunakan dalil dengan hadits shahih yang membahas tentang kedatangan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam kepada kaum wanita pada hari raya pada saat khutbah, lalu beliau mengingatkan mereka, dan bersama beliau terdapat Bilal, kemudian beliau menyuruh mereka bersedekah. Yang terakhir ini pun dibantah dengan mengungkapkan bahwa hal itu tidak mengharuskan penglihatan kaum wanita kepada mereka berdua (Rasululah dan Bilal), karena adanya kemungkinan mereka mendengar peringatan dan nasihat beliau, dan membayar sedekah itu dapat dilakukan dengan memejamkan pandangan. Abu Dawud telah memadukan antara hadits-hadits tersebut, laluia menjadikan hadits Ummu Salamah khusus berkenaan dengan isteri-isteri 26 FikihKeluarga Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, sedangkan hadits-hadits lainnya menyangkut seluruh kaum wanita. Dalam kitab at-Talkhish, al-Hafizh menyebutkan, “Yang demikian merupakan pemaduan yang baik.” Dalam kitab al-Fath penulisnya memadukan bahwa perintah berhijab dari Ibnu Ummi Maktum disebabkan karena mungkin saja ada bagian yang tersingkap dari tubuhnya, sedang ia tidak menyadarinya, sehingga hal itu tidak mengharuskan larangan melihat kepada laki-laki secara mutlak. Pembolehan bagi laki-laki itu diperkuat dengan dibolehkannya kaum wanita pergi ke masjid, pasar atau bepergian dengan menggunakan cadar agar mereka tidak dilihat laki-laki, sedangkan laki-laki sama sekali tidak diperintahkan memakai cadar supaya tidak dilihat kaum wanita. Dan demikianlah hujjah yang dikemukakan oleh al-Ghazali (asy-Syaukani). Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, menurut sebagian fuqaha, aurat budak wanita itu adalah seperti aurat laki-laki, yakni antara pusar dan lutut, Demikian juga dengan aurat antar-sesama mahram. Diperintahkan menundukkan pandangan kecuali untuk suatu maksud tertentu. Dan dimakruhkan bagi seseorang memandang budak-budak wanita kecuali jika hendak membelinya. Dan diperbolehkan bagi seorang suami melihat seluruh badan isterinya dan budak perempuannya yang dihalalkan baginya. Demikian sebaliknya, kecuali pada bagian kemaluan, karena hal itu dimakruhkan. Dan jika seorang laki-laki hendak mencampuri budak perempuannya. maka diharamkan baginya melihat aurat budaknya tersebut. Telah diriwayatkan dari Amrbin Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya, bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, ‘Tika salah seorang diantara kalian menikahkan budak perempuannya dengan budak laki-lakinya atau pembantunya, maka hendakiah ia tidak melihat pada bagian di bawah pusar dan di atas lutut.” Dan diriwayatkan, “Maka hendaklah ia tidak melihat auratnya.” Dimakruhkan bagi seorang laki-laki membuka auratnya bukan untuk suatu keperluan meskipun ia sedang sendirian. Berkenaan dengan hal tersebut, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda. 1 ee tenes ae SY ol St Bab Nikah 27 “Allah, (dimana seseorang) lebih berhak untuk merasa malu kepada-Nya.” Demikian yang diriwayatkan Bukhari, Abu Dawud dan Timridzi. Hadits tersebut di-hasan-kan Imam Tirmidzi dan di-shahih-kan oleh al-Hakim.” Aurat Wanita bagi Anak-anak, Penulis kitab al-Mughni mengemukakan, selama seorang anak itu belum dapat membedakan sesuatu, maka tidak ada kewajiban menutup aurat darinya. Dan jika ia sudah dapat membedakan, maka terdapat dua pendapat. Pertama, hukum yang berlaku padanya adalah sama seperti hukum yang berlaku terhadap mahram, yakni boleh melihat bagian-bagian yang biasa tampak darinya. Kedua, dibolehkan baginya melihat bagian di atas pusar dan di bawah lutut, karena Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, hendaklah budak-budak (laki-laki dan wanita) yang kalian miliki, dan nak-anak yang belum balig di antara kalian, meminta izin kepada kalian tiga kali (dalam satu hari), yaitu: sebelum shalat subuh, ketika kalian menanggalkan pakaian kalian di tengah hari dan sesudah shalat Isya’. Itulah tiga aurat bagi kalian. Tidak ada dosa atas kalian dan tidak pula atas mereka selain dari (tiga keperluan) kepada sebagian yang lain. Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat bagi kalian. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana, Dan apabila anak-anak telah sampai umur balig, maka hendaklah mereka meminta izin seperti orang-orang yang sebelum mereka meminta izin. Demikianlah Allah menjelaskan ayat- ayat-Nya. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana.” (an-Nuur: 58-59). Dengan demikian, ayat-ayat tersebut menunjukkan adanya pemisahan antara anak-anak yang sudah balig dengan yang belum balig. Abu Abdullah mengatakan, “Abu Thaibah pernah membekam isteri-isteri Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, sedang ketika itu saya masih anak- anak.” (HR. Muslim). Yang menjadi landasan pertama adalah firman Allah Azza wa dalla, (1). Lihat kitab Syarh As-Sunnah, hal. 9. 28 Fikih Keluarga “Atau anak laki-laki yang belum mengerti tentang aurat wanita,” (an-Nuur: 31). Dikatakan kepada Abu Abdullah, “Kapan seorang wanita harus menutup kepalanya dari anak-anak?” la menjawab, ‘Jikasudah mencapai umur sepuluh tahun.” Hukum Anak Perempuan bagi Laki-laki Anak perempuan yang belum boleh menikah, dibolehkan bagi laki- laki melihatnya. Dalam riwayat al-Atsram, Imam Ahmad berbicara mengenailaki-laki yang membawa anak perempuan yang masih kecil ke kamarnya dan menciumnya, ‘“Jika disertai dengan nafsu syahwat, maka tidak diperbolehkan baginya melakukan hal itu, dan diperbolehkan jika tidak disertai dengan syahwat.” Abu Bakar meriwayatkan, dari Umar bin Hafsh al-Madini, bahwa Zubair bin Awam mengutus puterinya kepada Umar bin Khaththab bersama beberapa budak miliknya, lalu Umar menarik tangan anak itu dengan tangannya seraya berkata, “Ini puteri Abu Abdullah.” Lalu terdengar suara kerincing pada kakinya. Kemudian Umar mengambil kerincing tersebut dan memotongnya seraya berkata, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Bersama setiap kerincing itu terdapat syaitan.” Tetapi jika anak perempuan itu telah mencapai umur boleh menikah, sepertiia telah berusia sembilan tahun, maka auratnya sama dengan anak perempuan yang sudah balig, berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam ini, 2 ok le oe Wate Be a eY “Allah tidak akan menerima shalat wanita yang sudah haid kecuali dengan menggunakan penutup kepala.” (Riwayat Imam yang lima kecuali Nasa’i). Yang demikian itu menunjukkan dibenarkan shalat bagi wanita yang belum haid dengan kepala terbuka. Hal itu berarti bahwa hukum anak Pperempuan yang belum layak menikah itu sama seperti wanita-wanita mahram, sebagaimana yang kami kemukakan mengenai anak laki-laki yang sudah puber bersama dengan perempuan. Abu Bakar telah meriwayatkan dari Ibnu Juraij, ia menceritakan, Aisyah bercerita, “Anak perempuan saudaraku (keponakan) masuk dalam keadaan berhias, lalu Nabi Shallaliahu Alaihi wa Sallam masuk menemui, maka aku menghalanginya dan kukatakan, ‘Ya Rasulullah, sesungguhnya ia adalah anak perempuan saudaraku.’ Lalu beliau bersabda, Bab Nikah 29 i it i ja tidak boleh menampakkan “Jika seorang wanita telah haid, maka ia tidak bol nampakkay kecuali wajahnya, dan jika tidak, maka yang lebih sempit dari itu. Demikian juga dengan hadits yang diriwayatkan Asma, Basululsh Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Sika seorang ania telah haid, maka tidak boleh terlihat darinya kecuali ini dan ini.” Beliau menunjuk kepada wajah dan kedua telapak tangannya. ; Kedua hadits terakhir di atas dha’if (lemah). Sebagian ulama menganggap shahih karena banyaknya jalan periwayatannya, Imam Ahmad sendiri pernah menggunakan hadits ini sebagai dalil. Hukum Wanita yang Sudah Tia / Wanita yang sudah lanjut usia, yang sudah tidak: mengundang birahi, maka tidak ada dosa jika terlihat darinya bagian-bagian yang biasa terlihat. Demikian ini berdasarkan firman Allah, ie Bewasn Ysa cos wd, gt PR [ne “Dan perempuan-perempuan tua yangsudah terhenti (dari haid dan mengandung) yang tiada ingin kawin lagi, tiada dosa atas mereka menanggalkan pakaian*! mereka dengan tidak bermaksud menampakkan perhiasan dan berlaku sopan adalah lebih baik bagi mereka.” (an-Nuur: 60). Firman Allah Azza waJalla, “Katakanlah kepada laki-laki yang beriman, hendaklah mereka menahan pandangan mereka dan memelihara kemaluan mereko. Yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.” (an-Nuur: 30). Dan juga firman-Nya, ““Katakanlah kepada perempuan yang beriman, hendaklah mereka manahan pandangan mereka.” Mengenai kedua firman Allah Ta’ala di atas, Ibnu Abbas mengemukakan, “Hal itu dikhususkan bagi wanita-wanita tua yangsudah tidak punya hasrat lagi untuk menikah. Dan termasuk di dalamnya adalah wanita-wanita yang sudah tidak lagi diminati oleh laki-laki.” [1]. Maksudnya: Pakaian luar yang jika dibuka tidak memperlihatkan aurat 30 Fikih Keluarga Larangan bagi Laki-laki Berkfiulwah dengan Wanita yang Bukan Mahram Berkenaan dengan hal ini, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, 5 38 oe 15 9 oll cus seat [vcore] “Maka janganiah kalian tunduk dalam berbicara sehingga orang yang ada penyakit di dalam hatinya berkeinginan, dan ucapkanIah perkataan yang baik.” (al-Ahzab: 32). Artinya, jangan kalian, hai kaum wanita, berbicara dengan nada yang mengundang birahi atau menunjukkan kelemahan. Dikatakan, seorang laki-laki berhasil menundukkan seorang wanita jika ia berhasil menundukkannya melalui ucapannya. Dari Ugbah bin Amir, bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, ‘Janganlah kalian masuk (ke tempat) wanita.” Lalu salah seorang Anshar bertanya, “Ya Rasulullah, bagaimana pendapatmu tentang al-hamwyu (ipar) ?” Beliau menjawab, “Ipar itu maut (berkhulwah dengannya bagaikan bertemu dengan kematian).” (Muttafaqun Alaih). Imam al-Baghawi mengemukakan, “Yang dimaksud dengan sabda beliau itu adalah, hindarilah ipar, sebagaimana engkau menghindari kematian.” Diriwayatkan, bahwa Umar bin Khaththab pernah berdiri di al-Jabiyah seraya berkhutbah dan berkata, “Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam pernah berdiri di tengah-tengah kami seperti berdiriku ini di tengah-tengah kalian. Beliau bersabda, “Muliakan para sahabatku, kemudian orang-orang yang setelahnya, lalu yang sesudahnya lagi. Kemudian kedustaan akan merajalela sehingga orang-orangakan bersumpah sendiritanpa diminta, bersaksi tanpa diminta bersaksi, Ketahuilah, barangsiapa yang merasa bahagia dengan tempat di tengah-tengah surga, maka hendaklah ia senantiasa berjama’ah, karena syaitan bersama orang yang sendirian, dan syaitan itu jauh dari dua orang. Dan janganlah seorang laki-laki berkhulwah (berdua-duaan) dengan seorang wanita, karena syaitan akan menejadi pihak ketiga bagi mereka berdua. Dan barangsiapa yang merasa senang dengan kebaikannya dan merasa sedih dengan 31 keburukannya, maka ia termasuk orang mukmin.” (HR. Ahmad dan Tirmidzi). Imam al-Baghawi menyebutkan, berkuhlwah atau bepergian dengan wanita yang bukan mahram adalah perbuatan yang haram. Dan jika wanita itu mahramnya, maka tiada dosa baginya bepergian atau masuk menemuinya dan tetap harus meminta izin terlebih dahulu kepadanya, khususnya pada tiga waktu saat kaum wanita sering menanggalkan pakaian, yaitu: sebelum shalat Subuh, setelah shalat Isya dan pada waktu istirahat di siang hari. Demikian juga anak-anak yang sudah memasuki masa puber, maka para wanita tidak diperkenankan membuka pakaian bagi mereka. Berkenaan dengan hal tersebut di atas, Allah Azza waJalla berfirman, jill Saal Sb Galt ate Ubi call le Hf aie fs gp tots Sa ah BIT ils 2 “Hai orang-orang yang beriman, hendaklah budak-budak (laki-laki dan wanita) yang kalian miliki, dan anak-anak yang belum balig di antara kalian, meminta izin kepada kalian tiga kali (dalam satu hari), yaitu: sebelum shalat subuh, ketika kalian menanggalkan pakaian kalian di tengah hari dan sesudah shalat Isya’.” (an-Nuur: 58). Az-Zuhri mengungkapkan, “Para budak dan anak-anakyang belum pernah mimpi basah (belum balig) tetap harus memintaizin terlebih dahulu pada ketiga waktu tersebut. Dan jika seorang anak sudah mencapai usia balig, maka mereka harus meminta izin terlebih dahulu pada setiap saat. Dan tidak diperkenan bagi seorang anak memasuki tempat orang tuanya kecuali dengan meminta izin terlebih dahulu. Hal itu berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala berikut ini, “Dan apabila anak-anak telah sampai umur balig, maka hendaklah mereka meminta izin seperti orang-orang yang sebelum mereka meminta izin.” (an-Nuur: 59). Hudzaifah pernah ditanya, “Apakah seorang laki-laki diharuskan meminta izin terlebih dahulu jika hendak memasuki tempat ibunya ?” “Ya,” jawabnya. Lebih lanjutiamengatakan, ‘Jika kamu tidak melakukannya, niscaya kamu akan menyaksikan apa yang tidak sukai darinya.” Imam al-Baghawi menyebutkan, Menurut mayoritas ulama, budak laki-laki milik seorang wanita adalah mahram baginya. Hal itu didasarkan pada firman-Nya, 32 Fikih Keluarga “Atau budak-budak yang mereka miliki.” (an-Nuur: 31). Diriwayatkan dari Abu Jumai Salim bin Dinar, dari Tsabit, dari Anas, bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam pernah mendatangi Fatimah dengan membawa seorang budak laki-laki yang dihadiahkan kepadanya, sedang pada saat itu Fatimah tengah mengenakan pakaian yang jika ia gunakan untuk menutup kepalanya, maka bagian kaki akan kelihatan, dan jika dipergunakan untuk menutup kedua kakinya, maka kepalanya akan terbuka. Ketika Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam menyaksikan yang dialaminya itu, beliau bersabda, “Sesungguhnya tiada mengapa bagimu, sesungguhnya ia ini adalah ayahmu dan anakmu.” (HR. Abu Dawud dengan sanad hasan). Perihal Kufu’ dalam Pernikahan Telah terjadi perbedaan besar di antara para ahli figih mengenai masalah kufu’ dalam pernikahan, Yang dimaksud dengan kufu’ adalah bahwa seorang laki-laki harus kufu’ (seimbang) dengan wanita, di mana wanita itu tidak dinikahi seorang laki-laki yang akan menyebabkan dirinya (wanita itu) atau keluarganya menjadi terhina menurut kebiasaan atau tradisi masyarakat. ‘Sedangkan laki-laki yangmenikahi wanita yang tidak kufu’dengannya, maka hal itu tidak akan membahayakannya, karena seorang suami akan mengangkatnya ke posisi yang sederajat dengannya. Selain itu, wanita tersebut tidak akan menyebabkan dirinya terhina atau ternoda. Dan anak- anak yang dilahirkan dari wanita itu pun akan mempunyai kedudukan sosial yang dimiliki ayahnya, dan kedudukan ibunya yang tidak sederajat dengan ayah mereka itu tidak berpengaruh pada mereka. Demikian itu yang berlaku pada kehidupan banyak orang. Oleh sebagian orang, kufu’ ini dianggap sebagai salah satu syarat sahnya akad nikah. Sedangkan sebagian lainnya menganggap persetujuan wali dan calon pengantin wanita sebagai syarat sahnya akad nikah, dan jika tidak ada persetujuan dari keduanya maka akad nikah itu dianggap batal. Dan masih banyak lagi pendapat yanglain. ‘ Berkenaan dengan kufu (keseimbangan) ini, terdapat banyak ‘pendapat. Berikut ini beberapa pendapat menyangkut masalah kufu: Diriwayatkan dari mam Ahmad dalam sebuah riwayat bawha kafa’ah (kufu) merupakan syarat sahnya nikah. Dan orang non-Arab yang akan menikah dengan orang Arab harus dipisahkan (diceraikan) antara keduanya. Demikian menurut pendapat Sufyan. Bab Nikah 33 Mengenal orang yang meminum khamer, Imam Ahmad mengat, “Orang yang demikian {tu harus dipisahkan dari wanita yang akan dintkahinya.” ‘ Domikian halnya dengan laki-lakl yang menjadi tukang sampah atau tukang sapu, Imam Ahmad mengatakan, ‘Juga harus dipisahkan arena tidak adanya kafa’ah dalam pekerjaan. Dalam pendapat yang kedua, Imam Ahmad mengemukakan, bahia kafa’ah itu meskipun diperlukan, tetapl ia bukan. sebagai syarat sahnya nilkah, Pernikahan akan tetap sah tanpa adanya kafa'ah, Dan yang terakhir ini merupakan pendapat mayoritas ulama, sebagaimana yang disebutkan di dalam kitab Al-Mughni. Dan hal itu juga diriwayatkan dari Umar, Ibnu Mas'ud, Umar bin Abdul Aziz, Ubaid bin Umair, Hamad bin Abi Sulaiman, Ibnu Sirin, Ibnu Aun, Malik, Abu Hanifah dan Syafi’i. Aisyah Radhiyallahu Anha menyebutkan, bahwa Abu Hudcaifah bin Utbah bin Rabi’ah pernah mengadopsi Salim dan menikahkannya dengan anak perempuan saudaranya, yang bernama Hindun binti al-Walid bin Utbabh, ia adalah seorang budak milik seorang wanita dari kaum Anshar.” Demikian yang diriwayatkan Bukhari. Dalam sebuah hadits juga disebutkan, “Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam pernah menyuruh Fatimah binti Qais menikahi Usamah bin Zaid, anak dari budak beliau. Lalu Usamah menikahi Fatimah atas perintah beliau.” (Muttafaqun Alaih). Tbnu Mas’ud pernah berkata kepada saudara perempuannya, “Demi Allah, aku memohon kepadamu untuk tidak menikah dengan lak- laki kecuali seorang muslim meskipun ia seorang berkulit merah dari bang Romawi maupun berkulit hitam dari bangsa Habasyah.” Karena kafa’ah tidak keluar dari fungsinya yang merupakan hakbasi wanita, atau para wall, atau bagi keduanya, maka keberadaannyatidak disyaratkan jika sudah ada persetujuan dan kesepakatan. Diriwayatkan bahwa Abu Hindun pernah membekam Nabi Shallallht Alaihi wa Sallam di Yafukh, lalu beliau bersabda, “Wahai Bani Bayadhah, nikahilah Abu Hindun, dan nikahlah kepadanya,” Didalam kitab Bulughul Maram, hadits tersebut diriwayatkan, Ab Dawud dan al-Hakim dengan sanad jayyid. Yang benar, kafa’ah iti tidak disyaratkan, Riwayat yang menyebula" masalah itu menunjukkan bahwa secara global, kafa’ah itu diperluke"» tetapi tidak dianggap sebagai syarat. Yang demikian itu, karena pense” wanita dan para walinya mempunyai hak, Bagi siapayang, tidakmenyetul 34 Fikth Keluarga - ad maka boleh membatalkan. Oleh karena itu, ketika ada seseorang yang akan menikahkan puterinya dengan anak laki-laki saudaranya dengan tujuan agar laki-laki mengangkat dirinya dari kehinaan melalui anak perempuannya, maka Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam memberikan pilihan kepada puterinya itu, hingga akhirnya ia mengizinkan apa yang dilakukan ayahnya tersebut. Seandainya tidak ada syarat, niscaya ia tidak akan mempunyai hak pilih. dika kami katakan, kafa’ah bukan sebagai syarat. Sehingga jika seorang wanita dan para walinya secara keseluruhan menyetujui pernikahan itu, maka pernikahan itu sah, Tetapi jika ada sebagian dari mereka yang tidak setuju, maka apakah akad nikah itu batal ataukah tetap sah? Mengenai hal tersebut terdapat dua riwayat dari Imam Ahmad dan dua pendapat dari Imam Syafi’: Pertama, akad nikah itu batal, karena kafa’ah merupakan hak bagi mereka semuanya. Kedua, akad nikah tersebut tetap sah. Hal itu berdasarkan dalil, bahwa pernah ada seorang wanita melapor kepada Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bahwa ayahnya telah menikahkan dirinya dengan laki- laki yang tidak se-kufu’ dengannya. Lalu Nabi memberikan pilihan kepadanya dan tidak membatalkan pernikahan tersebut. Dan karena akad terjadi dengan adanyaizin, dan kekurangan yang ada di dalamnya tidak menghalangi sahnya nikah. Demikian pendapat Syafi’i dan Malik. Sedangkan Abu Hanifah mengatakan, “Jika seorang wanita dan sebagian walinya telah setuju, maka sebagian wali yang tidak setuju tidak mempunyai hak untuk membatalkannya, karena hal itu merupakan hak yang utuh yang tidak dapat dipecah-pecah. Dalam Apa Saja Kafa’ah itu? Dalam hal apa sajakah kafa’ah itu menurut para ahli figih? Imam Malik berpendapat, kafa’ah itu dalam hal agama saja. Imam Syafi’i juga mempunyai pendapat yang sama dengan Imam Malik. Pendapat lain menyebutkan, bahwa kafa’ah itu dalam enam hal, yaitu: keturunan, agama, kebebasan, pekerjaan, usia dan terlepas dari empataib, yakni: pernyakit kusta, penyakit sopak, gila dan impoten. Demikian juga pendapat Abu Hanifah, ats-Tsauri, al-Hasan bin Hayyi kecuali dalam hal pekerjaan dan kebebasan dari keempataib tersebut. Sedangkan ulama penganut madzhab Hanbali berpendapat bahwa kafa’ah itu dalam hal-hal selain keempat aib di atas. Dalam kitabnya, Subulussalam, ash-Shan’ani telah menguraikan masalah tersebut secara panjang lebar, dan ia memilih kafa’ah itu dalam BabNikah 35 hal agama saja jika seorang wanita dan juga para walinya telah menyetujuinya. Jika mereka masih berpegang pada adat dan tradisi terutama menyangkut keturunan, materi, pekerjaan dan lainnya dengan tetap memperhatikan agama, maka yang demikian itu boleh-boleh saja, karena Islam membolehkan hal itu. * Berikut ini, petikan dari apa yang dikatakan oleh penulis kitab Subulussalam, Para ulama telah berbeda pendapat, dan yang kuat adalah pendapat Zaid bin Ali, Malik dan riwayat dari Umar, Ibnu Mas’ ud, Ibnu Sirin, Umar. bin Abdul Aziz, dan hal itu merupakan salah satu pendapat an-Nashir, bahwa yang paling diutamakan adalah agama. Yang demikian itu berdasarkan firman Allah Ta’ala, had Sg kil “Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa di antara kalian.” (al-Hujurat: 13). Didasarkan pula pada sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, [recut & ob oe Wy es tt “Manusia ini secara keseluruhan adalah anak Adam, danAdam itu tercipta dari tanah.” Demikian yang diriwayatkan Ibnu Sa’ad dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu tanpa terdapat kata, “kulluhum (secara keseluruhan).”” Demikian juga sabdanya, aay 6a 2 go ad oth BEE ASS y! (dee cpl aly) 22 “Manusia itu adalah seperti gigi-gigi sisir, tidak ada keutamaan atas satu dengan yang lainnya kecuali karena ketakwaan.” Demikian itulah hadits yang diriwayatkan Ibnu Laal dengan lafazh yang berdekatan dengan lafazh hadits Sahal bin Sa’ad. Imam Bukhari memberikan isyarat yang mengarah pada dukungan terhadap pendapatini, dimana ia mengatakan, masalah kafa'ah itu hanya dalam agama berdasarkan firman Allah Ta’ala, “Dan Dialah yang menciptakan manusia dari air,” Kesimpulan dari ayat tersebut adalah persamaan di antara anak cucu Adam, Kemudian diikuti dengan tindakan 36 © FikihKeluarga Abu Hudzaifah dalam menikahkan Salim dengan anak perempuan saudaranya, Hindun binti al-Walid bin Utbah bin Rubai’ah, dan Salim adalah salah seorang budak milik seorang wanita dari kaum Anshar. Sebagaimana di depan telah dikemukakan sebuah hadits yang menyebutkan, “Hendaklah engkau memilih wanita yang taat beragama.” Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallarn pernah berkhutbah pada saat pembebasan kota Mekah, beliau bersabda, GALS Bbw, doch Ze: CSF ili bs Bt pt a GES te yy he) ey Kuli AD fe 3 “Segala puji bagi Allah yang telah menghilangkan perangai dan kesombongan kaum Jahiliah dari diri kalian. Wahai sekalian manusia, sesungguhnya manusia ini ibarat dua orang laki: orang yang beriman dan bertakwa yang mulia di hadapan Allah, dan orang yangjahat dan sengsara, yang hina di hadapan-Nya.” Lebih lanjut, beliau bersabda, “Barangsiapa yang ingin menjadi orang yang paling mulia, maka hendaklah ia bertakwa kepada Allah.” Dengan demikian, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam telah menjadikan berpegang pada keturunan termasuk salah satu perangai dan kesombongan Jahiliyah. Lalu bagaimana mungkin orang mukmin akan berpegang kepadanya dan menjadikannya sebagai ketetapan syariat? Dan dalam hadits disebutkan, “Ada empat hal yang termasuk perangai kaum Jahiliyah yang tidak ditinggalkan manusia.” Kemudian beliau menyebutkan, “Di antaranya adalah membanggakan nasab.” Demikian yang diriwayatkan Ibnu Jarir dari hadits Ibnu Abbas. Dalam hadits-hadits yang lain disebutkan pula hal-hal yang menyangkut celaan terhadap sikap berbangga-bangga dengan nasab. Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam pernah menyuruh Bani Bayadhah untuk menikahi Abu Hindun, seorang tukang bekam. Lebih lanjut, beliau bersabda, “Sesungguhnya ia tidak lain adalah salah seorang dari kaum muslimin.” Dengan demikian, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam telah mengingatkan bahwa Abu Hindun itu sama dan sederajat dengan kaum muslimin. Dalam masalah ini, terdapat berbagai keanehan dan keganjilan di kalangan beberapa orang, dimana banyak wanita-wanita beriman yang BabNikah 37

You might also like