You are on page 1of 21

HISTORIOGRAFI DAN BIBLIOGRAFI ISLAM

Kajian Teks Kitab Tarikh Al-Umam Wa Al-Muluk Karya Imam Al-Thabari

Ajid Thohir, Ajid Hakim, Alfa Dini Savitri

Pascasarjana, Sejarah Peradaban Islam, UIN Sunan Gunung Djati

alfadinisavitri19@gmail.com

Abstrak
Tarikh al-Umam wa al-Muluk karya al-Tabari adalah salah satu karya monumental dari
ciptaan cerdas dan imajinatif yang menjungkirbalikkan citra jenis al-Tarikh al-Aam.
Kejeniusan Al-Tabari terlihat dari kemampuannya mengumpulkan berbagai referensi dan
kemudian menyempurnakannya menjadi sebuah diskusi besar tentang apa yang terlihat dan
apa yang tidak terlihat dalam sejarah. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian
kepustakaan, yaitu studi kepustakaan. Penelitian kepustakaan adalah kegiatan yang berkaitan
dengan pengumpulan data pustaka penelitian yang menggunakan sumber pustaka untuk
memperoleh data penelitian dengan melakukan kegiatan yang berkaitan dengan membaca,
mengolah, dan merekam bahan penelitian. kehadiran karya Al-Thabari kian menambah kajian
sejarah di dunia Islam. Al-Thabari membedah dengan komprehensif dan factual agar dapat
menemukan factor pendorong keberhasilan dan kegagalan dari bangsa serta komunitas
muslim, Dalam karyanya ini, Al-Thabari menitik beratkan pada penyebab dari kemajuan dan
kemuduran suatu bangsa ditentukan oleh pemimpinnya. Meskipun karya Al-Thabari ini tidak
lepas dari kecaman dan kritik, layaklah untuk diakui bahwa Tarikh al-Umam wa al-Muluk ini
merupakan buah tangan dari seorang master, yang menunjukkan kehalusan intelektual yang
dimungkinkan oleh metode-metode orang-orang syari'ah pada tingkatnya yang terbaik.
Meskipun karya al-Tabari ini masih belum mengikuti kaidah atau metodologi modem dalam
kajian ilmu sejarah, namun secara informatif, kajian sejarah Islam sepatutnya menjadikan
Tarikh al-Umam wa al-Muluk sebagai referensi utama.

Kata Kunci: Historiografi, Bibliografi, Tarikh, Kitab Tarikh Al-Umam wa Al-Muluk, ibn
Jarir al-Thabari

i
ISLAMIC HISTORIOGRAPHY AND BIBLIOGRAPHY
Text Study of the Book of Tarih Al-Umam Wa Al-Muluk by Imam Al-Tabari
Ajid Thohir, Ajid Hakim, Alfa Dini Savitri

Postgraduate, History of Islamic Civilization, UIN Sunan Gunung Djati


alfadinisavitri19@gmail.com

Abstract
Tarikh al-Umam wa al-Muluk by al-Tabari is one of the monumental works of
intelligent and imaginative creations that overturns the type image of al-Tarikh al-Aam. Al-
Tabari's genius can be seen from his ability to collect various references and then perfect
them into a big discussion about what is seen and what is not seen in history. The research
method used is library research, namely library research. Library research is an activity
related to collecting research library data that uses library sources to obtain research data by
carrying out activities related to reading, processing, and recording research materials. the
presence of Al-Tabari's work is increasingly adding to the study of history in the Islamic
world. Al-Tabari dissects comprehensively and factually in order to find factors driving the
success and failure of the nation and Muslim community. In this work, Al-Tabari focuses on
the causes of the progress and decline of a nation determined by its leaders. Although Al-
Tabari's work is not free from condemnation and criticism, it is worth admitting that this
Tarikh al-Umam wa al-Muluk is the handiwork of a master, which shows the intellectual
refinement made possible by the methods of the Shari'ah in the best level. Although al-
Tabari's work still does not follow modern principles or methodologies in the study of
history, in an informative way, the study of Islamic history should make Tarikh al-Umam wa
al-Muluk the main reference.

Keywords: Historiography, Bibliography, Dates, Book of Chronicles of Al-Umam wa Al-

Muluk, ibn Jarir al-Tabari

ii
A. Pendahuluan
Tarikh al-Umam wa al-Muluk (sejarah bangsa dan raja) oleh al-Tabari, juga dikenal
sebagai Tarikh al-Rusul wa al-Muluk (sejarah para nabi dan raja), atau lebih akrab disebut
Tarikh al-Tabari, merupakan salah satu karya historiografi Islam tradisional (Islamic
Traditional Historiography) yang tidak lekang dengan gelombang zaman, bahkan masih
menjadi rujukan utama dalam pembicaraan sejarah klasik di kelompok intelektual muslim
(sejarawan Islam) juga non-muslim (sejarawan orientalis). Dengan multi disipliner, karya ini
telah menerima ragam pujian maupun kecaman dalam aspek penulisan atau juga pada pola
interpretasinya. Bahkan beberapa pendapat mengatakan bahwa tidak ada satupun argumentasi
yang rasional dalam penuangan gagasan historisnya.

Kehadiran pendapat-pendapat tersebut berdampak pada menjamurnya kajian islam


yang merasa “gagah” ketika merujuk pada karya dari kalangan orientalis yang dianggap lebih
kritis, logis dan rasional disbanding kajian para sejarawan muslim yang dominan dengan
apologetika “kewahyuan” agama. Hal ini di buktikan dengan lebih banyaknya penggunaan
literatur The History of Islamic Peoples, The Venture of Islam, History of Islamic Societies,
bahkan Islam: A Short History. Tarikh al-Umam wa al-Muluk dapat dikatakan jarang justru
tidak tersentuh (untouchable) oleh kalangan akademisi.

Hadirnya tulisan ini ingin mengajak pembaca umumnya untuk melihat lebih dekat
karya besar Al-Thabari dan terkhusus bagi penulis agar lebih hati hati serta komprehensif dan
mendalam. Supaya memahami sistematika penulisan, pola interpretasi, referensi, metode, dan
representasi peristiwa historis sejak masa pra-Islam hingga masa sejaarah Islam. Sekaligus
mencoba melakukan kritik dan penilaian.

B. Metode
Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kepustakaan, yaitu studi
kepustakaan. Penelitian kepustakaan adalah kegiatan yang berkaitan dengan pengumpulan
data pustaka penelitian yang menggunakan sumber pustaka untuk memperoleh data penelitian
dengan melakukan kegiatan yang berkaitan dengan membaca, mengolah, dan merekam bahan
penelitian.1 Jenis penelitian literatur yang tidak perlu terjun langsung ke lapangan; hanya
mengumpulkan beberapa buku referensi yang diperlukan untuk penelitian.

1
Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan (Jakarta: Yayasan Pustaka obor Indonesia, 2004), hlm. 2.

1
C. Hasil dan Pembahasan
1. Riwayat Hidup Ibn Jarir Al-Thabari
Abu Ja’far Muhammad bin Jarir bin Yazid bin Katsir al-Tabari 2 lahir di kota
Amul, daerah pantai selatan laut Kaspia atau sebelah utara Persia.3 pada akhir tahun
224 H atau awal tahun 225/839 M.4 Ayahnya bernama Jarir, merupakan saudagar
yang mencintai ilmu dan ulama.5 Dalam penuturan Al-Thabari, kecintaan sang ayah
terhadap ilmu dan ulama kian bertambah ketika ia bermimpi melihat puteranya
berhadapan dengan Rasulullah dan di tangan Al-Thabari sambil menggenggam
sekantung batu yang kemudian di lemparkan ke hadapannya. Ketika mendatangi ahli
tabir dikatakan padanya (Jarir) bahwa, ketika dewasa anak mu (Al-Thabari) nanti
menjadi ‘alim yang bertakdzim pada agama. Mendengar penuturan tersebut kin
mendukung Al-Thabari agar menuntut ilmu dalam usianya yang masih belia.6

Al-Thabari kecil senantiasa taat pada sang ayah dalam menuntut ilmu, ia tumbuh
dalam lingkungan keluarga yang memiliki minat lebih terhadap ilmu utamanya ilmu
agama, hal ini sangat berpengaruh terhadap karakter Al-Thabari. 7 Al-Thabari
diketahui memiliki kecerdasan yang istimewa, hingga sang ayah senantiasa
mendukung dan memberikan peluang padanya untuk menuntut ilmu pengetahuan.
Dapat disebut jika Al-Thabari tumbuh dengan cakap dalam asuhan orang tuanya.8

Dalam usianya yang belia Al-Thabari telah mampu menuliskan hadist serta hafal
Al-Qur’an. Keterangan ini didapatkan dari Ibnu Kamil yang merupakan murid Al-
Thabari, hal ini diketahuinya ketika sang guru menegurnya karena melarang
puteranya mempelajari hadist di usia Sembilan tahun. Ketika itu At-Thabari
menyebutkan “Aku telah hapal al-Quran ketika umurku tujuh tahun, menjadi imam
shalat ketika umurku delapan tahun, dan menulis hadits di usia Sembilan tahun.”9

2
Muhammad Amhazun, Fitnah Kubro (Tragedi Pada Masa Sahabat-Kalrifikasi Sikap Serta Analisis
Historis Dalam Perspektif Ahli Hadits Dan Imam Al-Thabary), ed. Daud Rasyid (terj), Cet I (Jakarta: LP2SI
Al-Haramain, 1999), hlm. 98.
3
Muhammad Bakar Ismā’il, Ibnu Jarir Wa Manhājuhu Fi Al-Tafsir (Kairo: Dār al-Manār, 1991), hlm. 10.
4
Berkaitan dengan tahun kelahiran Al-Thabari ini ada “kesimpang-siuran” atau ketidakjelasan, sebagian
pendapat mengatakan pada tahun 224 H dan sebagian lain berpendapat pada tahun 225 H. Al-Mausu’ah
AlArabiyyah Al-Muyassarah (Kairo: Dar al-Sya’b, 1965), hlm. 1153.
5
Frans Rosenthal, The History of Al-Tabari, Vol. 1 (New York: State University of New York Press, 1989),
hlm. 13-14.
6
Ahsan Askan, Tafsir Ath-Thabari/Abu Ja’far Muhammad Bin Jarir Ath-Thabari, terjemahan, n.d., hlm. 8-9.
7
Abu Ja’far Muhammad Ibn Jarir Al-Tabāri, Jami Al-Bayān an Ta’wil Ay Al-Qur’ān, n.d., hlm. 3.
8
Amhazun, Fitnah Kubro (Tragedi Pada Masa Sahabat-Kalrifikasi Sikap Serta Analisis Historis Dalam
Perspektif Ahli Hadits Dan Imam Al-Thabary), hlm. 98.
9
Syuaib Al-Arnaut, Syar A’lam Al-Nubala, j. 14 (Beirut: Muasasah al-Risalah, 1992), hlm. 267.

2
Penjelajahan keilmuan Al-Thabari bermula dari tanah kelahirannya, kota Amul.
kecerdasan dan tingginya antusiasme menuntut ilmu yang dimiliki, membawanya ke
negeri tetangga. Beberapa kiat yang dilakukan Al-Thabari ketika menuntut ilmu
diantaranya, dengan mendengarkan tutur sang guru, menghafal, kemudian
menuliskannya. Giatnya usaha yang dilakukan Al-Thabari ini dikisahkannya “Kami
pernah menulis di sisi Muhammad bin Humaid ar-Razi, lalu dia menemui kami
beberapa kali dalam satu malam dan menanyakan apa yang telah kami tulis, kemudian
dia mengulangi bacaannya kepada kami.”10

Rihlah pertama yang dilakuakan At-Thabari adalah ketika usia menginjak 12


tahun ke kota Ray,11 dekat Tabaristan. Kesaksian ini dituturkan oleh Musalamah Ibnu
al-Kasim, sebetulnya Al-Thabari berangkat pada tahun 236 H.12 Al-Thabari tinggal di
Ray untuk belajar pada Abu Abdillāh Muhammad bin Hāmid al-Rāzi dan al-Musanna
bin Ibrāhim al-Ubulli dalam kurun waktu 5 tahun.13

Di usianya yang ke-17 Al-Thabari melanjutkan penjelajahan keilmuwannya ke


kota Baghdad untuk mempelajari ilmu hadist, ilmu fikih dan ilmu Al-Qur’an. Basrah
dan Kuffah menjadi rumah menuntut ilmu baginya. Beberapa guru yang
mendampingin Al-Thabari dalam masa studinya selama di Kuffah yakni, Syaikh Abu
Kuraib Muhammad bin Ala’ Al-Hamdani,14 selain memepelajari tiga bidang keilmuan
di atas Al-Thabari juga belajar qiraat pada Sulaimān bin Abd. Al-Rahmān bin Hamad
(w. 252 H).15

Saat Al-Thabari melanjutkan perjalanannya ke Mesir, ia sempat singgah di


wiliayah Damasyq (Damaskus) untuk mempelajari hadist pada Ibrahim Al-Juzani.
Kemudian singgah Kembali di daerah Bairut untuk belajar Al-Qur’an pada ‘Abbas
Ibn al-Walid al-‘Azy.16 Penjelajahan keilmuan ke Mesir dilanjutkan Al-Thabari di
tahun 253 H, dalam perjalanannya hingga ia sampai di Fusthat, 17 ia sembari

10
Askan, Tafsir Ath-Thabari/Abu Ja’far Muhammad Bin Jarir Ath-Thabari, hlm. 9.
11
Kota kelahiran Khalifah Harun Ar-Rasyid berada di sampig Iran. Dikenal pula dengan nama Kota Kuno
Rages
12
Amhazun, Fitnah Kubro (Tragedi Pada Masa Sahabat-Kalrifikasi Sikap Serta Analisis Historis Dalam
Perspektif Ahli Hadits Dan Imam Al-Thabary), hlm. 98-99.
13
Labib Said dari Ibnu Al-Jazari, “Kitab Gāyāt Al-Nihāyah,” in Kitab Gāyāt Al-Nihāyah, J. 1, n.d., hlm. 172.
14
Askan, Tafsir Ath-Thabari/Abu Ja’far Muhammad Bin Jarir Ath-Thabari, hlm. 10.
15
Labib Said, Difa’ ‘an Al-Qirā at Al-Mutawātirah: Fi Muwajihah Al-Tabāri Al-Mufasir (Kairo: Dār al -
Ma’ārif, n.d.), hlm. 10-11.
16
Amhazun, Fitnah Kubro (Tragedi Pada Masa Sahabat-Kalrifikasi Sikap Serta Analisis Historis Dalam
Perspektif Ahli Hadits Dan Imam Al-Thabary), hlm. 99.
17
Askan, Tafsir Ath-Thabari/Abu Ja’far Muhammad Bin Jarir Ath-Thabari, hlm. 11.

3
menuliskan kisah para syaikh di daerah sekitaran Syam. Setibanya di Mesir, Al-
Thabari segera bertemu dengan Abu al-Hasan al-Siraj al-Masri, seorang ahli yang
merupakan panutan ulama adab masa itu. Ketika menjumpai Abu Hasan Al Thabari
mempertanyakan tentang ilmu fikih, hadits, bahasa, dan sair. Al-Thabari dibuat
terkesima ketika Abu Hasan menjawab seluruh pertanyaannya dengan baik.18

Selang beberapa waktu tinggal di Mesir, Al-Tahabri meneruskan rihlahnya ke


Syam untuk belajar qiraat pada Abbās bin Walid al-Biruti qiraat yang diriwayatkan
orang-orang Syam.19 Pada tahun 256 Al-Thabari Kembali ke Mesir untuk beberapa
waktu dengan keilmuannya yang kian mantap dalam bidang ilmu al-Quran, fikih,
hadits, bahasa, nahwu dan syair, hingga banyak ulama yang mengunjungi untuk
kemudian mengujinya.20 Kemampuannya pun diakui dalam bidang sejarah.21

Di kali kedua Al-Thabari kembali ke Mesir, ia menggunakan kesempatannya itu


untuk memepelajari madzhab Syafi’I ke al-Rābi bin Sulaiman al-Marādi. 22 Disebutkan
dalam Riwayat lainnya, Al-Thabari belajar pula pada Abi Ibrahim al-Muzani.
Madzhab lain yang dipelajari Al-Thabari adalah madzhab Maliki kepada Sa’ad Ibn
Abdillah Ibn Abd al-Hakam dan –Yunus Ibn ‘Abd al-A’la al-Shadafy. 23 Selama masa
studinya ini Al-Thabari tinggal di madinat al-Salām. Al-Thabari menjadi sosok
pembelajar yang produktif dalam pendampingan gurunya, diantara guru yang
mengajari Al-Thabari adalah Ismail bin Ibrahim, Muhammad bin Abdullāh bin
Hakam, dan Abd. Al-Rahmān. Al-Tabāri juga belajar qiraat kepada Hamzah dan
Warsy.24 Ketika di daerah Basrah al-Tabari belajar kepada Muhammad bin Abdul al-
A’la al-Sin’āni, Bisyri bin Mu’az, Abi al-Asy’as, Muhammad bin Basyar Bundar,
Muhammad bin Mu’anna dan lainnya.25

Sosok Al-Thabari dikenal dengan kezuhudannya, hal ini diungkap oleh beberapa
karib dekat serta murid nya, salah satunya adalah Al-Khany yang ketika tu menjabat
menteri, disaat yang sama Al-Thabari menerima beberapa tawaran, dalah satunya
menjadi Qadhi sembari dikirimi sejumlah uang, ditolaknya oleh Thabari tawaran
18
Abi Abdillah Yāqut bin Abdillah, Mu’jam Al-Udaba, j. 5, n.d., hlm. 249-250.
19
Ahmad Muhammad Al-Hufi, Al-Tabāri (Kairo: Muhammad Taufiq Uwaidah, 1970), hlm. 4.
20
Askan, Tafsir Ath-Thabari/Abu Ja’far Muhammad Bin Jarir Ath-Thabari, hlm. 11.
21
Mannā Al-Qattān, Mabāhits Fi ‘Ulumil Qur’Ān (Mansur’atul Asril Hadits, 1973), hlm. 385.
22
Muhammad ‘Arif Usman Al-Hardi, Al-Qirā Al-Mutawātirah, n.d., hlm. 39.
23
Amhazun, Fitnah Kubro (Tragedi Pada Masa Sahabat-Kalrifikasi Sikap Serta Analisis Historis Dalam
Perspektif Ahli Hadits Dan Imam Al-Thabary), hlm. 100.
24
Al-Hufi, Al-Tabāri, hlm. 33.
25
Abdillah, Mu’jam Al-Udaba, hlm. 248.

4
tersebut sebagian teman dan karib menyayangkan dan mempertanyakan keputusan
Thabari itu, “Anda mendapat pahala dengan menduduki posisi ini dan Anda dapat
menghidupkan Sunnah yang anda pelajari.” Namun disergahnya pernyataan tersebut
“Aku pikir jika aku menerima posisi ini, kalian justru melarangku!”26

Sikap dari Al-Thabari dalam timbangan Ibnu Katsir dinilai sebagaimana orang
ahli ibadah, zuhud, wara’, menegakkan kebenaran dan tidak memperdulikan hinaan.
Sementara murid Al-Thabari, Abd al-‘Aziz al-Thabari menyebut sang guru adalah
sosok yang zuhud, bersikap wara’, khusuyu’, berintegritas tinggi,suci perbuatan, lurus
niat, dan secara menyeluruh terlaksana dalam kesehariannya.27

Meskipun tidak ada yang meragukan kepintaran dan keshalehannya, Al-Thabari


tetap melibatkan sahabatnya untuk bermusyawarah. Dikisahkan, satu masa Al-
Thabari bertanya pada sahabatnya “Apakah kalian siap mempelajari sejarah dunia,
mulai Nabi Adam sampai sekarang?” sahabatnya menjawab “Berapa tebalnya?” Al-
Thabari menyahut “Tiga puluh ribu halaman.” Para sahabatnya berkata “Itu akan
menghabiskan umurkita sebelum dapat menyelesaikannya.” Lalu Al-Thabari berkata
“Inna lillah….sungguh kemauan kalian telah mati.”28

Tidaklah mudah bagi Al-Thabari menempuh jalan demi meraih cita-citanya


bahkan tidak jarang dihadapkan dengan musibah, diantaranya diceritakan ia
mengalami kelaparan hingga harus melepaskan pakaiannya untuk di jual. Menurut
kesaksian dari Furghany menyatakan “Al-Tabari pergi meninggalkan kota Amil
ketika ayahnya mengizinkannya. Sepanjang hidupnya dia terus menelusuri kota demi
kota hingga aku mendengar ucapannya, kiriman nafkah dari orang tuaku mengalami
keterlambatan, karenanya terpaksa saya melepas baju dan menjualnya.”29

Dalam menjalani kesehariannya, Al-Thabari merupakan sosok yang pandai


mengatur dan memanfaatkan waktu. Seluruh waktunya ia gunakan demi kepentingan
agama, orang sekitar dan dirinya. Sejak pagi hingga Ashar Al-Thabari menggunakan
waktunya menulis di rumah. setelahnya ia lantas shalat berjamaah, menunggu waktu
maghrib tiba ia menyempatkan diri becengkrama sambil mengamati masyarakat.

26
Askan, Tafsir Ath-Thabari/Abu Ja’far Muhammad Bin Jarir Ath-Thabari, hlm. 13.
27
Amhazun, Fitnah Kubro (Tragedi Pada Masa Sahabat-Kalrifikasi Sikap Serta Analisis Historis Dalam
Perspektif Ahli Hadits Dan Imam Al-Thabary), hlm. 99.
28
Askan, Tafsir Ath-Thabari/Abu Ja’far Muhammad Bin Jarir Ath-Thabari, hlm. 16.
29
Amhazun, Fitnah Kubro (Tragedi Pada Masa Sahabat-Kalrifikasi Sikap Serta Analisis Historis Dalam
Perspektif Ahli Hadits Dan Imam Al-Thabary), hlm. 100.

5
Ba’da Maghrib Al-Thabari melanjutkan kegiatan dengan membaca, beribadah,
mengarang, mengarang, mengajar dan melepaskan diri dari jabatan kenegaraan.
Selama hidupnya Al-Thabari tidak menikah dan memiliki anak karena sibuk dengan
ilmu. Segenap riwayat menyebut Al-Thabari dikebumikan di kediamannya, di Rahbah
Ya’qub.30

2. Tela’ah Bibliografi Tarikh Al-Umam wa Al-Muluk


Dalam Karya Tarikh Al-Umam wa Al-Muluk tulisan Al-Thabari ini terbagi ke
dalam 5 juz diantaranya:
Juz I menelisik lebih jauh konteks mengenai macrocosmos dan microcosmos.
Pada bagian ini juga dibicarakan tentang sejarah nabi dan Rasul sedari Nabi Adam AS
sampai Nabi Muhammad SAW.31
Juz II memaparkan mengenai Sejarah Islam mulai sejak tahun pertama hijriah
hingga tahun 35 hijriah. Mencakup proses Nabi Muhammad mendirikan pemerintahan
Islam di Madinah sampai dengan masa Khulafaurrasyidin, wafatnya Utsman bin
Affan sebagai khulafa al- Rasyidin ke tiga (tsalist al khulafa al- Rasyidin). 32
Juz III mengulas sejarah Islam tahun 36 hijriah sampai dengan tahun 90 hijriah.
Sejak masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah ke-4 (Rabi’ al-Khulafa
al-Rasyidin) hingga akhir masa kekuasaan Dinasti Amawiyah di Damaskus. 33
Juz IV membahas sejarah Islam tahun 92 sampai dengan 190 hijriah, diawali
dengan pembahasan cikal bakal pemerintahan Islam di Spanyol (Andalusia),
dilanjutkan ke pembahasan masa awal Dinasti Abbasiyah sampai dengan pendudukan
kekaisaran Romawoi (Raja Heraklitos). 34
Juz V membicarakan sejarah Islam tahun 192 hijriah hingga 302 hijriah,
melingkupi pembahasan pelepasan umat Islam dari genggaman kekuasaan Romawi
oleh Tsabit ibn Nasr Ibn Malik sampai hadirnya Torsus.35
Berdasarkan sistematika di atas dapat dikatakan garis besar dari karya Al-Thabari
ini terbagi dalam dua segmen, yakni periode pra-Islam yang dimulai sejak masa para
nabi dan rasul (awal masa kenabian berikut system pemerintahannya), Sejarah
30
Askan, Tafsir Ath-Thabari/Abu Ja’far Muhammad Bin Jarir Ath-Thabari, hlm. 17-19.
31
Al-Tabari, Tarikh Al-Tabari; Tarikh Al-Rasul Wa Al-Muluk, ed. Muhammad Abu Fadl and Ibrohim (Mesir:
Darul Ma’arif, n.d.), hlm. 133-452 Di samping bahasan mengenai Nabi dan Rasul Dari Adam AS hingga 
Mul;lammad SAW sebagai aktor historis, juga diungkapkan peristiwa-peristiwa  penting lain yang
mengitarinya, seperti keberadaan raja-raja asing, cerita  pembangunan Ka’bah, peristiwa penyembelihan
Nabi Ismail AS, cerita Qarun,  raja-raja Babilonia (baca: Persia) pasca Manu Sahr, pertempuran Thalut dan 
Jalut; peperangan Nabi Sulaiman; Keberadaan Bait al-Muqaddas; cerita Bani  Israil; kekuasaan Raja
Dzulqomain sebagai raja IskanDariyah beserta raja-raja  kecil, serla raja-raja Persia pasca Yasdajir bin
Malik. Bahkan juga cerita  kelahiran Nabi Mul:]ammad SAW hingga pra hijrah.
32
Al-Tabari, hlm. 7-70 Juz II.
33
Juz III Al-Tabari, hlm. 5-680.
34
Juz IV Al-Tabari, hlm. 11-677.
35
Al-Tabari, hlm. 3-680. Juz V.

6
kebudayaan Persia (Sasnia) dalam penuturan Ibn Muqaffa menurut sumber buku raja-
raja Persia, sayangnya tidak terdapat analisis dari peristiwa satu ke peristiwa lain,
sejarah bangsa Romawi, Yahudi dan Arab sebelum Islam yang dibahas dalam kisah-
kisah yang memiliki relevansi kuat dengan Islam, seperti Peran Nabi Ibrahim terhadap
asal mula ritual haji dalam Islam.36 Kedua, melingkupi sejarah Nabi SAW, mengenai
peristiwa penting yang dialami berikut peperangan yang dipimpinnya; sejarah Khulafa
al-Rasyidin dengan ekspansi-ekspansi yang dilakukan, sejarah Dinasti Amawiyah dan
Abbasiyah hingga tahun 302 H (915 m).37 Pada paruh kedua karya ini, peristiwa yang
terjadi dipaparkan lebih detail secara kronis (dari tahun ke tahun) 38 dibanding paruh
pertama.

Ringkasnya karya ini mengelaborasi dengan terperinci aspek agama, hukum,


peristiwa poitik pada masa pra-Islam yang dibatasi pada sejarah Arab dan Persia,
Sejarah Nabi SAW menggunakan pola Sirah.39

Mengenai jumlah keseluruhan jilid karya Al-Thabari ini, dalam hemat ahli
sejarah Islam Muhamammad Idris Abd Somad, diduga 10 kali lipatnya. Sementara
jumlah yang ada saat ini merupakan hasil editing para editor. 40 Meski begitu “karya
yang masih tersisa ini merupakan warisan yang sangat berharga.

Terkait penggunaan rujukan sumber (reference) kitab ini, pada pembahasan


sejarah Nabi dan rasul menggunakan Sirah Ibn Ishaq, al-Mubtada'-nya Wahb ibn
Munabih, sejarah bangsa-bangsa menggunakan kilab-kitab Persia yang berbahasa
Arab (terj) karya Ibn Muqaffa dan Hisyam al-Kalbi, mengutip dari kaum Nasrani
Syria; juga mengadopsi dari kitab-kitab orang Yahudi (Israiliyat); penjelasan kondisi
Arab pra-Islam diambil dari tulisan-tulisan Ubaid ibn Syariyyah al-Jurhumi,
Muhammad ibn Ka'ab ibn Munabbih, Hisyam al-Kalibi dan Ibn Ishaq; untuk
pembahasan sejarah Nabi SAW mengutip tulisan-tulisan n Aban ibn Usman ibn
'Affan, Urwah ibn Zubair ibn al-'Awwanah, Syurahbil ibn Sa'ad, Musa ibn Qutaibah,
Ibn Syihab al-Zuhri dan Muhammad ibn Ishaq. Untuk pembahasan peperangan dan

36
Andrew Rippin & Jan KnappcrL, Tektual Sources for the Study of Islam (Manchester: University Press,
1986), hlm. 5.
37
Al-Hufi, Al-Tabāri, hlm. 117.
38
John L. Esposito, The Oxford Encyclopedia of the Modern Islamic World, VI (Oxford: Oxford Univercity
Press, 1995), hlm. 232.
39
H.A. Muin Umar, Histariografi Islam (Jakarta: Rajawali Pers, 1988), hlm. 88-89.
40
Muhammad Idris Abd. Somad, “Ceramah Dalam Mata Kuliah Studi Naskah Sejarah (Bahasa Arab),” 4
April, 2002.

7
ekspansi yang terjadi di masa Khulafa al-Rasyidin menggunakan tulisan Sayf ibn
'Umar al-Asaeli dan al-Mada'ini; Abu Mihnaf, Sejarah Bani Umayyah dari 'Awwanab
ibn al-I:Iakam, Abu Minhaf, al-Madaini, al-Waqidi, 'Umar ibn Syaikh al-Basari dan
Hisyam al-Kalibi; kemudian sejarah Bani 'Abbas diambil dari Ahmad ibn Abi al-
Khaysamah, Ahmad ibn Zubair, al-Mada'ini, 'Umar ibn Rasid, al-Haysam ibn 'Adi
dan al-Waqidi. Mul;iammad Idris Abd. Somad pun menuturkan bahwa dalam
pembahasan sejarah pra Islam, Al-Thabari banyak merujuk kisah-kisah Israiliyat dan
buku-buku Persia terjemahan Romawi terlebih telaah al-Thabari terhadap Raja
Fisydadiyah, Kiyaniyah, Asgariyah, begitupun Jawad Ali – dalam kutipan Abd Somad
merujuk dari cerita-cerita rakyat berupa mitos dan khurafat.41

Dalam merujuk karyanya ini, para ahli yang dipilih Al-Thabari berasal dari latar
belakang, tingkat intelegensi, kualitas personal serta profesi yang beragam.
Penggunaan metode dan gaya penulisannya beragam pula, masing- masing rujukan
didorong oleh keadaan sosial-politik serta latar belakang religio-kultural yang
berbeda-beda. Dapat disimpulkan karya ini adalah bagian dari seluruh karya yang ada
(part of the same overall effort).42

Al-Thabari sendiri dalam penulisan kitab ini menggunakan metode periwayatan, 43


yaitu menyebutkan peristiwa yang ada dengan menyebut sanad sampai sandar pada
pemiliknya penguraian sanad biasanya berbentuk "haddatsana", ''akhbarana", atau
"kataba". Perihal peristiwa yang sanadnya tidak jelas, ditulis dengan "qiila", ''iakara'',
"rawa", "hudisu".44 Menurut hemat Anis Ahmad historiografi Islam tidak dapat lepas
dari major issues, sesuai kaitannya pada al-Sunnah; selain major issues, adalah
pengertian tradisionalisme versus modernisme, juga reformisme versus revivalisme. 45
Bahkan dengan keberaniannya Al-Thabari mengungkap dari kitab dengan namanya
saja atau dari mu’alif tanpa menyebut kitab yang dinukil. Cara ini menimbulkan kritik
di beberapa peneliti mereka berpendapat bahwa merekonstruksi sejarah tanpa seleksi

41
Somad.
42
Nisar Ahmed Faruqi, Early Muslim Historiography: A Study of Early Transmitter of Arab History from
the Rise of Islam up to the End of Umayyad Period (612-750AD) (Delhi: IDarah-I Adabiyat-1, 1979), hlm.
xviii.
43
Dalam penuangan gagasan pada karya historisnya, Thabari sama seperti usaha yang dilakukan olch
Bukhari dan Muslim dalam bidang hadis. Referensi yang dijadikan bahan historiografinya memilih bahan-
bahan yang ditulis dala.m buku historis sebelumnya.
44
Fuad Sazkin, Tarikh Al-Turats Al-Araby: Al-Tadwin Al-Tarikhy, Jilid I Dari Juz II, ed. Jamiah al-Imam
Mubammad ibn Saud Al-lslamiyyah (Idarah al-Tsyaqofah wa al-Nasr bi al-Jamiah, 1983), hlm. 160.
45
Anis AJ.unad, “‘Reorientation of Islamic History: Some Methodological Issues,’” in Islam and Source
and Purpose of KnowleIdge (Virgina: International lnstitut of lslamic Thought, 1988), hlm. 289-302.

8
bukanlah hal yang layak bagi sejarawan alim kritis. Apalagi dalam penulisannya
terdapat hadist palsu dan karangan bohong seperti Israiliyat. 46

Gambar 1 Sample Penggunaan Redaksi 'Hadatsana' pada Jilid X halaman 548

Gambar 2 Sample Penggunaan redaksi 'Kataba' pada Jilid X halaman 574

Berdasarkan analisis di atas dapat disebut bahwa metode penulisan karya yang
dilakukan oleh Al-Thabari terdiri dari lima tahapan yaitu. Pertama, bersumberkan
riwayat; Kedua sangat teliti terhadap sanad; Ketiga sistematika penulisan sifatnya
kronologis dari tahun ke tahun; Keempat garis besarnya berdasarkan tema; Keempat
digenapkan dengan teks-teks sastra (syair) berkenaan dengan syair khitiibah (pidato),
surat-surat dan perbincangan-perbincangan.

3. Pola Rekonstruksi Tarikh Al-Umam wa Al-Muluk


Al-Thabari dalam merekonstruksi karya ini berdasarkan pendapat Ahmed Hasan
Dani, pola yang dipakainya adalah pola (pattern) sejarah universal (universal history
46
Al-Tabari, Tarikh Al-Tabari; Tarikh Al-Rasul Wa Al-Muluk.

9
atau al-Tarikh al-Amm), penulisan peristiwa-peristiwa yang ada disusun berdasarkan
kronologi dari tahun ke tahun maka akan tampak terstruktur secara historis.47 Kitab ini
memaparkan peristiwa dari tahun ke tahun bukan menggunakan pola cerita panjang
yang bersambung. Al-Thabari lebih fokus pada rantai periwayatan dan rujukan
(maraji’) sejarahnya. Bila sebuah peristiwa ditemukan dalam beragam riwayat, ia
akan bergantian menyebutkan seluruhnya sembari mengutip nash riwayat yang ada
sama dengan yang asli tidak diubah sama sekali. Ini bertujuan untuk menggabungkan
semua hadist tentang Sejarah Arab pada karyanya berdasarkan sumber paling awal.
Selayaknya pengumpulan seluruh hadist terkait Al-Qur’an dalam tafsirnya. Tapi pada
kajian sejarah, langka Al-Thabari melakukan kritik maupun memberikan penjelasan
riwayat terhadap riwayat yang lain. Tidaklah mengherankan kalau karya ini dikatakan
masih ada kekurangannya (Tafakkuk).

al-Tarikh al-Amm merupakan pola yang menjadi pedoman untuk karya sejarah
melingkupi seluruh dunia Islam dengan hasil utuh yang komprehensif pada
pengolahan data historisnya. Namun ketersediaan materi sejarah belum luas
jangkauannya. Keterbatasan jangkauan ini disebabkan adanya subjektivitas, selain itu
pencantuman sumber dari sebuah juga memiliki kausalitas dengan keadaan zaman.48

47
Al-Tamhid Wa Al-Bayan Ji Maqtul Al-Syahid Utsman., n.d.; Di samping pola perta.ma yang diperkcnalkan
oleh Al-Tabliri bcrkenaan dengan tipe rekonstruksi sejarah, menurut Ghani, masih ada enam lagi, yaitu yang
kedua, koleksi seluruh data berkenaan dengan hadis. Literalur hadis yang merujuk · pada masa kehidupan
Rasulullah. Tegasnya. untuk mendapatkan gambaran total (total picture) tentang kehidupan sosial sebagaimana
yang tennaktub dalam al-Qur'an. Konstruksi sosiologis sangat jauh Dari persepsi mereka. Pola ini dapat juga
disebut sebagai model al-Sirah al-Nabawiyah, Sirah Ibn Hisyam misalnya. Ketiga, Pola sejarah ctnologi
(ethnological history) seperti yang diperkenalkan oleh al-Mas'udi dalam Muruj al-Dhahab atau al-Biruni dalam
Kitab al-Hind. Keempat, Pola sejarah geografis yang dicapai melalui koleksi infonnasi geografis {geographical
infonnation) tentang negara-negara dan pada saat yang sama ditopang juga dengan data sejarah, sekaligus juga
keterkaitannya Dari sejarah geografi melalui deskripsi kota dan rute, seperti karya Ibn Khurdadhbah dalam
Kitab al-Masalik wa a/-Mamalik dan karya al-Biladhzuri dalam Futuh al-Buldan. Kelima. Pola laporan
pcrjalanan yang tcrdokumentasi lewat karya-karya sejarah {historical works), seperti Rihlah Ibn Batutah:
Tukhfah al-Nudzar Ji Gharaib ai-Amshar wa Ajaib al-Asfar (2 Juz), yaitu pcrjalanan Ibn Batutah kctika
mendatangi beberapa tempat penting. Keenam, Pola sejarah regional atau sejarah dinasti (regional or dynastic
history). Metodologi narasinya bersifat kronologis, dengan aktor utamanya adalah sultan atau dinasti, bahkan
terkadang prestasi gemilang militer sebagai instrurnen /bagain Dari kemajuan Islam (the progress of Islam). Dan
ketujuh, pola sejarah sosial dengan rekonstruksi yang interpretatif. Seperti karya Muqaddimah Ibn Khaldun
dalam Kitab al-'/bar yang melakukan pendekatan scjarahnva secara sosiologis. Lihat Ahmed Hasan Dani. "A
Typology of Muslim Historiography from the Perspective of the Muslim Philosophy of History", dalam Islam:
Source and Purpose of Knowledge, hal. 318-322. Di samping ketujuh tipe di atas, nampaknya sejarah tematis
(Mawadhi' al-Tiirikhiyyah) juga merupakan salah satu pola historiografi, seperti dapat dilihat pada karya
Muallif Andalus Muassir dalam Nabdah al-Asyr Ji lnqhithoi Daulah Bani Nasr dan karya MUQa.lil1D.ad ibn
Yahya ibn Abi Bakr al-Maqaliqy al-Andalusy (W. 741 H); lihat juga Tarikh Al-HaDarah Al-Islamiyyah, n.d.
48
Al-Tamhid Wa Al-Bayan Ji Maqtul Al-Syahid Utsman.

10
lebih rinci dalam penuturan Dani49 ini di dorong oleh kekhasan dari sejarawan
muslim. Meski begitu tidak ada metode yang optimal untuk menetapkan apakah itu
merupakan gerak mutakhir kekuatan sosio-politik atau bukan. Kondisi zaman adalah
bagian tapi bukan penyebab apalagi tempat sebagai ruang historis dalam beberapa
aspek kehidupan manusia. Sebab betapapun sejarawan menjadi faktor penting dalam
mengelola manusia dan masyarakat.50

Dengan demikian menjadi jelas jika disebutkan sejarah universal menyimpan


detail soal sejarah dunia pra-islam berikut perkembangan Islam di tiga benua, tetapi
secara tegas dicatat munculnya kekuasan sosial baru menjadi tanda diterimanya
(acceptance) Islam oleh berbagai kalangan.

Beberapa karya lain yang juga berpola al-Tarikh al-Amm yaitu, 'Aja'ib al-Atar fi
al-Tarajih wa al-Akhbar (3 Juz) karya 'Abdurrahman ibn Hasan al-Jabarti; Syidrat al-
Dahab fi Akhbar min Dahab karya Abd al-Hayya ibn Ahmad al-Akra al-Dimasyqi
(W. 1089 H); Tarikh Khalifah ibn Khoyyat karya khalifah ibn Khoyyat al-Laisy al-
Asfary Abu Amr (W 240 H), Tukmilah Tarikh al-Tabari karya Muhammad ibn 'Abd
al-Malik ibn Ibrahim al-Hamdany Abu Fadl (W. 521 H); al-Bidayah wa al-Nihayah
(14 Juz) karya Isma'Il ibn Amir ibn Kasir al-Qursy Abu Fida' (W. 774 H); al-Bida wa
al-Tari'ikh karya Muthahhar ibn Tohir al-Maqdisy ( W . 507 H); al-Mustadhim fi at
Tarikh al-Muluk wa al-Umam (6 Juz) karya 'Abdurrahman ibn Ali ibn Muhammad
ibn Jauzy Abu Faraj (W/. 597 H); al-Tarikh Al-.Mansury Talkhisil al-Kasyf wa a-
Bayan fi Hawadist karya Abi Fada' il Muhammad ibn 'Ali lbn Nazif al-Hammy; al-
Abrafi Khabar min Ghabar karya Muhammad-ibn Ahmad ibn Usman ibn Qaimas al
Dahaby (W. 748 H); al-Tulkmilah al-Kitab al-Silah karya Abi 'Ubaidillah
Muhammmad ibn 'Abdullah ibn Abi Bakr al-Qadary, Tar'ikh Ya'quby (2 Juz) karya
Ahmad ibn Abi Ya'qub ibn Ja'far al-'Abbasy, Najkh al-T'ibb min Gasni al-Andalusy
al-Ratib karya Amad ibn Muhammad al-Muqry al-Tilmisany, dan al-Kamil fi Tar'ikh
karya Muhammad ibn Muhammad ibn 'Abdul Wal).id al-Sibani(W. 630 H).51

49
Al-Tamhid Wa Al-Bayan Ji Maqtul Al-Syahid Utsman.
50
Al-Tamhid Wa Al-Bayan Ji Maqtul Al-Syahid Utsman.
51
Tarikh Al-HaDarah Al-Islamiyyah.

11
4. Peristiwa -Peristiwa Monumental
1. Muhammad Diangkat Menjadi Nabi: Peristiwa Supra Rasional
Kenabian Muhammad di buktikan dengan mukjizat ketika Nabi
memerintahkan setandan kurma datang kepadanya dari tempatnya bergantung
hanya dengan jentikan jari manisnya tandan kurma itu menghampirinya lalu
kemudian menyatu Kembali dengan asalnya atas perintah Nabi Muhammad.

Satu waktu unta nabi hilang tersesat, akan tetapi berkat kemampuan Nabi
Muhammad unta itu bisa kembali dan nabi berkata "Allah telah memperlihatkan
kepadaku. Untaku ada di lembah kecil anu, tali unta itu terikat pada sebuah
pohon.

Bukti lainnya terjadi ketika dalam peperangan kelompok penggali kesusahan


menyingkirkan batu besar, melihat itu Nabi datang dan meludahi batunya lalu
kemudian hancur lebur lah batu itu.

Gambar 3 Salah satu mukjizat Nabi Muhammad saat membantu pasukan Penggalu Parit
dalam Jilid II Halaman 567-568

Nabi juga menyediakan makan siang berlimpah dari beberapa buah kurma
yang kemudian menjadi belipat ganda jumlahnya. Mukjizat kenabian Muhammad
juga terjadi ketika ia melakukan kampanye terakhir, diusapnya sebuah batu besar
sembari berdoa. Tak lama kemudian memancarlah air bagi pasukannya yang
kehausan. Kisah ini menarik kembali pembaca pada cerita Musa yang

12
menciptakan sumber air di gurun hanya dengan memukul batu dengan sebuah
tangkai.

Peristiwa-peristiwa tersebut di atas dalam sudut pandang ilmu akan disebut


kejadian irrasional, tetapi bila ditelisik dengan sudut pandang filsafat, peristiwa
tersebut dapat disebut sesuatu yang bersifat supra rasional, yakni sesuatu diluar
jangkauan akal manusia. Dalam bahasa Islam disebut mukjizat, adalah kekuatan
yang dianugerahkan Allah SWT kepada Rasulnya.

2. Muhammad Menikahi Zainab: Menaggalkan Warisan Budaya Jahiliyyah

Gambar 4 Peristiwa Pernikahan Nabi Muhammad Dengan Zainab Binti Jahsy dalam Jilid II
halaman 562

Pernikahan Muhammad dengan Zainab binti Jahsy merupakan peristiwa yang


dipotret dalam ragam riwayat. Salah satu riwayat dalam kutipan kitab ini
menyebutkan, perninkahan ini terjadi karena keterkejutan Nabi Muhammad
ketika mendatangi rumah Zainab, yang ketika itu buru-buru mengenakan pakaian.
Berpijak dari peristiwa ini kemudian kalangan orientalis menimpakan tuduhan
terhadap nabi yang mengatakan Muhammad adalah sosok “bernafsu” lebih
parahnya disebut hypersex. Namun Montgomary Watt menegaskan tuduhan ini
lebih lemah dari yang orang banyak kira.

Pertanyaan yang seharusnya muncul itu apakah perkawinan Nabi dengan


Za1nab itu karena dorongan nafsu seksual ataukah suatu tindakan hukum untuk
merombak tradisi jahiliyah tentang anak angkat? Sebab sebelum diperistri Nabi
Muhammad Zainab adalah istri dari Zaid bin Haritsah (mantan anak angkat nabi)
yang kemudian bercerai bertolak dari kejadian di atas, sekaligus bentuk bakti
Zaid sebagai anak meskipun nabi sudah berusaha menahannya dari perbuatan itu.

13
Islam memberikan jawaban atas peristiwa tersebut, pernikahan Muhammad
dengan Zainab tidaklah terjadi karena dorongan nafsu seksual, melainkan lebih
merupakan perintah Allah Swt (QS. Al-Abziib [33]: 37) bertujuan merombak
sistem budaya Jahiliyah tentang "prosedur pengangkatan anak" (anak angkat).
Dalam pandangan Sayyid Qutub, ayat ini memang diperuntukkan agar
memudahkan Nabi Saw dalam merombak struktur dan sistem pengambilan anak
angkat. Dalam kebiasaan Arab Jahiliyyah sendiri, seorang tidak dibenarkan
mengawini bekas istri anak angkatnya, sama seperti larangan mengawini bekas
istri anak kandungnya. Dapat disimpulkan bahwa pernikahan antara Muhammad
dengan Zainab dijadikan Allah sebagai salah satu tugas risalahnya sebagai
seorang nabi.

Sementara Abdullah Yusuf Ali berpendapat perceraian Zainad dengan Zaid


dilatarbelakangi ketidakbahagiaan Zainab membina rumah tangga dengan Zaid,
ini dikarenakan Zainab yang berasal dari kalangan bangsawan merendahkan Zaid
yang hanya seorang budak belian yang bahkan tidak tampan. Dalam pandangan
Islam sendiri, bila rumah tangga tidak membawa kebahagiaan diperbolehkan
bahkan dikatakan pernikahan seperti itu harus diakhiri agar dua pihak
bersangkutan selamat.

Sudut pandang sosiologis beranggapan keputusan yang diambil Zaid adalah


Tindakan altrustik (al-isar) sebab ketika Zaid menceraikan Zainab dengan tujuan
agar Zainab bisa dinikahi Nabi demi kebahagiaan Zainab.

3. Utsman bin Affan Mangkat: Permulaan Terpecahnya Ummat


Dugaan yang mencuat ke khalayak atas meninggalnya Utsman bin affan
selaku tsalist al-Khulafa al-Rasyidin disebabkan karena ketidakpuasan selama
masa kepemimpinannya. Seperti yang dituturkan Al-Thabari dalam kitab ini,
beberapa factor yang menimbulkan ketidaksukaan terhadap kepemimpinan
Utsman yaitu: "Usman memberi beberapa unta yang dikirim sebagai zakat kepada
anggota tertentu dari keluarga Umayyah”, yang ketika kabar ini menyebar ke
tengah masyarakat, Usman dikabarkan oleh Abdurrahman bin Auf tinggal di
rumah tanpa melakukan apapun.

14
Dikisahkan dari Sauf ibn Umar tindakan Utsman ini membuat dirinya dihina
oleh kalangan yang tidak simpati terhadapnya. Sauf juga menyebutkan Utsman
mendapat dukungan dan juga penjagaan dari para sahabat nabi lainnya, bahkan
Muhammad bin Abu Bakar, putra khalifah pertama dan musuh Usman yang
fanatik, dibuat bertobat atas permusuhannya. Utsan tutup usia bertepatan dengan
waktu ashar tepat di hari jum’at.

Gambar 5 berita waktu kematian Utsman bin affan Jilid IV halaman. 415

Kematian Utsman menjadi peristiwa fitnah pertama dalam komunitas


muslim, yang kemudian menimbulkan perpecahan umat Islam kedalam beberapa
aliran. Sunni dan Syiah diantaranya. Kehadiran dua aliran ini menjadi aset
sekaligus “bumerang” bagi pertumbuhan Islam di masa selanjutnya.

4. Ekspansi ke Andalusia: Uraian Singkat

Gambar 6 Ekspansi Andalusia dalam Jilid 6 Halaman 468

Tidak berhenti di masa al Khulafa al-Rasyidin saja, Al-Tahabari juga


memotret peristiwa ekspansi Islam ke wilayah Andalusia. Dalam bingkai Al-
Thabari dikisahkan 12.000 pasukan/tentara muslim melintas dari Afrika Utara ke
Andalus dan pertarungan/pertempuran keras terjadi hingga tewasnya Raja
Roderick yang Kristen.

15
Pemaparan Al-Thabari mengenai peristiwa ini memang terbilang singkat,
cenderung dominan membicarakan mengenai Sejarah Persia kuno dan sejarah
mula pertumbuhan Islam. Bernard Lewis berpendapat mengenai pendudukan
Afrika Utara juga Spanyol. Al-Thabari sama sekali mengulas soal pertempuran
Tours dan Poiters, dan tidak tahu menahu mengenai Charles Martel. Padahal
pertempuran tersebut dikenal dengan Ba/ath asy-Syuhada (perjalanan para
pahlawan).

bahasan singkat Al-Thabari mengenai ekspansi terhadap wilayah Andalusia


ini berdasarkan pada riwayat yang ada padanya. Utamanya sebagai salah satu
penulis Tarikh al-Am, tentu al-Tabari akan menuangkan semua riwayat yang
dimilikinya, terlepas riwayat itu status sanadn ya masih lemah.

5. Kajian Teks Tarikh al- Umam wa al-Muluk


Dari kacamata penulis, kehadiran karya Al-Thabari kian menambah kajian
sejarah di dunia Islam. Al-Thabari membedah dengan komprehensif dan factual agar
dapat menemukan factor pendorong keberhasilan dan kegagalan dari bangsa serta
komunitas muslim, tidak cukup di sana, sebagai salah satu sarjana syari’ah ia secara
khusus mengkaji tentang tingkah laku individu yang bertanggung jawab dan bukan
kepada kerja institusi, bahkan bukan pula ditujukan kepada kemegahan raja-raja. Hal
ini didasarkan atas keputusan-keputusan jiwa-jiwa kaum muslimin dalam serangkaian
pilihan yang berbadapan dengan komunitas muslim

Dalam karyanya ini, Al-Thabari menitik beratkan pada penyebab dari kemajuan
dan kemuduran suatu bangsa ditentukan oleh pemimpinnya. Dari titik tersebut,
terlihat bahwa Al-Thabari menggunakan teori The Great Man. Yang dalam teori ini
dinyatakan bahwa alur gerak sejarah sebuah kelompok masyarakat ditentukan oleh
orang-orang besar yang terdapat di dalamnya.

Tetapi Hodgson masih beranggapan bahwa teori yang dikembangkan Al-Thabari


ini jauh dari kecanggihan prinsip historis, karena menurutnya masih terdapat
interpretasi yang tidak berdasarkan pada data. Al-Thabari langka memberikan
pemaparan terhadap fakta historis di bagian-bagian besar maupun pembahasan
transisi. Pemaapran yang ada hanya merupakan hasil. seleksi, penyusunan, dan
dokumentasi yang cermat dari · riwayat-riwayat secara "harfiah" (verbatim) yang
telah ia terima. Sebagaimana pandangan dari Muliammad Idris Abd. Somad bahwa

16
periwayatan/sanad historiografinya, al-Tabari tidak memperhatikan kredibilitas sanad-
sanadnya. Bahkan tidak semua sumber perawinya dapat dilacak dengan sesuai. Dapat
dikatakan metode yang diterapkan dalam karya ini baru sampai di tahap deskriptif
naatif belum pada taraf deskriptif analitis. Maka pantas jika Al-Thabari digelari oleh
Ali Syariati sebagai Sejarawan Besar (Famous Historian) namun bukan seorang
filsuf sejarah.

Selain dari minimnya kritik dan interpretasi, karya ini juga dianggap kurang
selektif dalam penggunaan sumber Al-Thabari dianggap berhasil menyajikan menu
sejarah yang komplit dan jelas. Namun kehadiran menu komplit dan jelas ini terdapat
fakta-fakta yang tidak valid sanadnya, celah ini kemudian menjadi lahan bagi
kalangan orientalis untuk mengkritisi bahkan menjatuhkan Islam.

Meskipun karya Al-Thabari ini tidak lepas dari kecaman dan kritik, layaklah
untuk diakui bahwa Tarikh al-Umam wa al-Muluk ini merupakan buah tangan dari
seorang master, yang menunjukkan kehalusan intelektual yang dimungkinkan oleh
metode-metode orang-orang syari'ah pada tingkatnya yang terbaik. Karena bagaimana
pun, dalam ulasan Al-Tabari yang masih kental dengan kisah-kisah Israiliyat, namun
tidak dapat ditemukan "ayat-ayat setan" (satanic verses) seperti halnya dalam novel
karya Salman Rusdi.

Meskipun karya al-Tabari ini masih belum mengikuti kaidah atau metodologi
modem dalam kajian ilmu sejarah, namun secara informatif, kajian sejarah Islam
sepatutnya menjadikan Tarikh al-Umam wa al-Muluk sebagai referensi utama. Karena
karya al-Tabari dapat dikatakan sebagai karya terlengkap dan terkomplit bagi kajian
sejarah pra dan sejarah Islam hingga tahun 302 H/915 M.

D. Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Tarikh al-Umam wa al-Muluk karya al-
Tabari adalah salah satu karya monumental dari ciptaan cerdas dan imajinatif yang
menjungkirbalikkan citra jenis al-Tarikh al-Aam. Kejeniusan Al-Tabari terlihat dari
kemampuannya mengumpulkan berbagai referensi dan kemudian menyempurnakannya
menjadi sebuah diskusi besar tentang apa yang terlihat dan apa yang tidak terlihat dalam
sejarah. Dalam artian, sejarah mencakup “universitas” (makrokosmos dan mikrokosmos),
yaitu dari perdebatan metafisik hingga sejarah manusia, khususnya kemunculan Islam di
panggung sejarah.

17
Sebagai saran dan sebagai tawaran yang membangun
Para cendekiawan dan cendekiawan dan cendekiawan Islam, khususnya historiografi Islam
klasik, hendaknya melihat kembali “mutiara ilmu” yang sekarang terlupakan, yaitu Tarikh al-
Umam wa al-Muluk karya al-Tabari. Bagaimanapun, karya ini adalah salah satu karya
komprehensif paling awal tentang sejarah Islam. Dengan kata lain, tidak lengkap mempelajari
Islam klasik sambil mengabaikan karya agung. Apalagi, catatan peristiwa dalam buku
tersebut masih gamblang dan “disalahartikan”, memberikan ruang dan kesempatan serta
kebebasan bagi para sarjana baru yang Mereka memiliki "kecerdasan intelektual dan
emosional" untuk melakukan analisis kritis dan komparatif. 

E. Referensi
Abdillah, Abi Abdillah Yāqut bin. Mu’jam Al-Udaba. J. 5., n.d.
Abu Ja’far Muhammad Ibn Jarir Al-Tabāri, Jami Al-Bayān an Ta’wil Ay Al-Qur’ān, n.d.
AJ.unad, Anis. “‘Reorientation of Islamic History: Some Methodological Issues.’” In Islam
and Source and Purpose of KnowleIdge, 289–302. Virgina: International lnstitut of
lslamic Thought, 1988.
Al-Arnaut, Syuaib. Syar A’lam Al-Nubala. J. 14. Beirut: Muasasah al-Risalah, 1992.
Al-Hardi, Muhammad ‘Arif Usman. Al-Qirā Al-Mutawātirah, n.d.
Al-Hufi, Ahmad Muhammad. Al-Tabāri. Kairo: Muhammad Taufiq Uwaidah, 1970.
Al-Jazari, Labib Said dari Ibnu. “Kitab Gāyāt Al-Nihāyah.” In Kitab Gāyāt Al-Nihāyah, J. 1.,
172, n.d.
Al-Mausu’ah Al_Arabiyyah Al-Muyassarah. Kairo: Dar al-Sya’b, 1965.
Al-Qattān, Mannā. Mabāhits Fi ‘Ulumil Qur’Ān. Mansur’atul Asril Hadits, 1973.
Al-Tabari. Tarikh Al-Tabari; Tarikh Al-Rasul Wa Al-Muluk. Edited by Muhammad Abu Fadl
and Ibrohim. Mesir: Darul Ma’arif, n.d.
Al-Tamhid Wa Al-Bayan Ji Maqtul Al-Syahid Utsman., n.d.
Amhazun, Muhammad. Fitnah Kubro (Tragedi Pada Masa Sahabat-Kalrifikasi Sikap Serta
Analisis Historis Dalam Perspektif Ahli Hadits Dan Imam Al-Thabary). Edited by Daud
Rasyid (terj). Cet I. Jakarta: LP2SI Al-Haramain, 1999.
Askan, Ahsan. Tafsir Ath-Thabari/Abu Ja’far Muhammad Bin Jarir Ath-Thabari.
Terjemahan., n.d.
Esposito, John L. The Oxford Encyclopedia of the Modern Islamic World,. VI. Oxford:
Oxford Univercity Press, 1995.
Faruqi, Nisar Ahmed. Early Muslim Historiography: A Study of Early Transmitter of Arab
History from the Rise of Islam up to the End of Umayyad Period (612-750AD). Delhi:
IDarah-I Adabiyat-1, 1979.
Ismā’il, Muhammad Bakar. Ibnu Jarir Wa Manhājuhu Fi Al-Tafsir. Kairo: Dār al-Manār,

18
1991.
KnappcrL, Andrew Rippin & Jan. Tektual Sources for the Study of Islam. Manchester:
University Press, 1986.
Rosenthal, Frans. The History of Al-Tabari, Vol. 1. New York: State University of New York
Press, 1989.
Said, Labib. Difa’ ‘an Al-Qirā at Al-Mutawātirah: Fi Muwajihah Al-Tabāri Al-Mufasir.
Kairo: Dār al -Ma’ārif, n.d.
Sazkin, Fuad. Tarikh Al-Turats Al-Araby: Al-Tadwin Al-Tarikhy, Jilid I Dari Juz II. Edited
by Jamiah al-Imam Mubammad ibn Saud Al-lslamiyyah. Idarah al-Tsyaqofah wa al-
Nasr bi al-Jamiah, 1983.
Somad, Muhammad Idris Abd. “Ceramah Dalam Mata Kuliah Studi Naskah Sejarah (Bahasa
Arab).” 4 April, 2002.
Tarikh Al-HaDarah Al-Islamiyyah, n.d.
Umar, H.A. Muin. Histariografi Islam. Jakarta: Rajawali Pers, 1988.
Zed, Mestika. Metode Penelitian Kepustakaan. Jakarta: Yayasan Pustaka obor Indonesia,
2004.

19

You might also like