Professional Documents
Culture Documents
Perjanjian Kawin
Perjanjian Kawin
a. Pengertian Perjanjian
dipahami pengertian dan hukum perjanjian pada umumnya.dari perjanjian dan dari
perkawinan itu sendiri. Jika diuraikan satu persatu maka sebagaimana yang terdapat dalam
dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau
lebih”.
KUHPerdata tersebut sebagai “suatu persetujuan dimana dua orang atau lebih saling
mengikatkan diri untuk melaksanakan sesuatu hal dalam lapangan harta kekayaan”. 57
seseorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji kepada orang
lain atau dimana dua orang berjanji untuk melaksanakan sesuatu yang dari peristiwa ini
Dari pengertian perjanjian inilah maka timbul suatu hubungan antara dua pihak
57 Abdul Kadir Mohammad, Hukum Perikatan, (Bandung: Citra Aditya Bhakti, 1992),
hal. 78.
58 R. Subekti, Op. Cit., hal. 1.
U
ni
v
er
si
ta
s
32
yang dikenal dengan istilah perikatan. Perjanjian menimbulkan perikatan di antara dua
pihak yang membuatnya. Perikatan dan perjanjian merupakan suatu hubungan yang tidak
bisa dipisahkan satu sama lain, di mana suatu perikatan tidak dapat dilihat dengan kasat
mata, hanya dapat dibayangkan dalam alam fikiran kita, sedangkan perjanjian dapat dilihat
dengan kasat mata dan dapat didengar juga. Sehingga dapat dikatakan bahwa perikatan
adalah suatu pengertian yang abstrak sedangkan perjanjian adalah suatu hal yang konkret. 59
Hubungan hukum antara dua pihak yang terikat di dalam suatu perjanjian inilah
yang juga terlihat dari perjanjian perkawinan yang dibuat setelah perkawinan, di mana
adanya perjanjian yang dibuat oleh suami istri setelah perkawinan mereka menjadi dasar
hukum bagi suami istri tersebut untuk mematuhi isi perjanjian perkawinan yang mereka
buat untuk dipatuhi dan dilaksanakan sebagai undang- undang bagi keduanya dan juga bagi
pihak ketiga yang terkait di dalam perjanjian perkawinan setelah perkawinan tersebut.
b. Unsur-Unsur Perjanjian
Dalam perkembangan ilmu hukum dikenal adanya tiga unsur dalam perjanjian
yang merupakan perwujudan dari asas kebebasan berkontrak yang diatur dalam Pasal 1320
KUHPerdata dan Pasal 1339 KUHPerdata60, di mana rumusan Pasal 1339 KUHPerdata
menyatakan bahwa : “perjanjian-perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang secara
tegas dinyatakan di dalamnya, melainkan juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat
59 Sri Soesilowati Mahdi, Surini Ahlan Sjarif dan Akhmad Budi Cahyono, Hukum Perorangan
dan Kekeluargaan Perdata Barat, (Jakarta: Gitama Jaya, 2005), hal. 129.
60 Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Op. Cit., hal. 84.
Universitas Sumatera
Utara
33
1) . Unsur Esensialia
Unsur esensialia ini merupakan sifat yang harus ada di dalam perjanjian, sifat yang
karena itu unsur ini dapat dianggap penting keberadaannya karena bertujuan agar para
pihak dapat membuat dan menyelenggarakan sesuai dan sejalan dengan kehendak
semula. Jadi dapat dikatakan bahwa unsur ini adalah conditio sine quanon dari suatu
perjanjian, yaitu di mana tanpa adanya keberadaan unsur ini perjanjian itu menjadi
Jadi jelaslah bahwa unsur esensialia ini adalah unsur yang wajib ada dalam
suatu perjanjian karena tanpa unsur ini maka perjanjian yang dibuat oleh para 61 62 63
pihak menjadi berbeda dan tidak sejalan dengan kehendak para pihak, sehingga unsur
ini dapat dianggap sebagai pembeda antara suatu perjanjian dengan perjanjian
lainnya.64
2) . Unsur Naturalia
Unsur naturalia adalah unsur yang pasti ada dalam suatu perjanjian tertentu,
Universitas Sumatera
Utara
34
setelah unsur esensialianya diketahui secara pasti. 65 Unsur naturalia ini berbeda
dengan unsur esensialia, di mana bila suatu perjanjian tidak mengandung unsur
naturalia, maka perjanjian tersebut tetap sah dan tidak mengakibatkan perjanjian
tersebut menjadi tidak mengikat. Hal ini dikarenakan unsur naturalia berbentuk
kemudian, ternyata tidak dimuat atau tidak diatur dalam perjanjian, sehingga undang-
undang akan berperan untuk mengisi kekosongan tersebut sesuai dengan sifat hukum
3) . UnsurAksidentalia
pihak, sesuai dengan kehendak para pihak, yang merupakan persyaratan khusus yang
melekat pada perjanjian yang secara tegas diperjanjikan oleh para pihak.
oleh para pihak sebelum perjanjian yang dibuat menjadi perikatan yang mengikat bagi para
pihak, oleh KUHPerdata diberikan berbagai asas umum, yang merupakan pedoman atau
patokan, serta menjadi batas atau rambu dalam mengatur dan membentuk perjanjian yang
akan dibuat hingga pada akhirnya menjadi perikatan yang berlaku bagi para pihak, yang
Universitas Sumatera
Utara
35
Dalam KUHPerdata Pasal 1338 ayat (1) dinyatakan bahwa: “semua perjanjian yang
dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”,
yang dalam hal ini dapat diartikan bahwa setiap orang dapat secara bebas membuat
Asas kebebasan berkontrak ini tidak mempunyai arti tidak terbatas, akan tetapi
terbatas oleh tanggung jawab para pihak, sehingga kebebasan berkontrak sebagai asas
diberi sifat sebagai asas kebebasan berkontrak yang bertanggung jawab. Asas ini
mendukung kedudukan yang seimbang di antara para pihak, sehingga sebuah kontrak
2) . Asas Personalia
Asas personalia ini diatur dalam Pasal 1315 jo Pasal 1340 KUHPerdata. Dalam
Pasal 1315 KUHPerdata disebutkan bahwa: “pada umumnya tak seorangpun dapat
mengikatkan diri atas nama sendiri atau meminta ditetapkannya suatu janji daripada
dirinya sendiri”, dan dalam Pasal 1340 KUHPerdata disebutkan bahwa : “suatu
perjanjian hanya berlaku antara pihak- pihak yang membuatnya”. Dari rumusan itu
Universitas Sumatera
Utara
36
dapat kita ketahui bahwa pada dasarnya suatu perjanjian yang dibuat oleh seseorang
dalam kapasitasnya sebagai individu, subyek hukum pribadi, hanya akan berlaku dan
Asas konsensualisme berarti perjanjian sudah terjadi atau lahir pada saat
tercapainya kata sepakat di antara para pihak. Sehingga suatu perjanjian sudah ada dan
mempunyai akibat hukum dengan sudah adanya kata sepakat mengenai hal-hal yang
pokok dalam perjanjian tersebut. Perjanjian itu telah melahirkan kewajiban bagi salah
satu atau lebih pihak dalam perjanjian tersebut, segera setelah orang-orang tersebut
Asas ini terdapat dalam Pasal 1338 KUHPerdata yang berbunyi : “Semua
perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang
membuatnya”. Sehingga perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-
undang dan mengikat kepada para pihak yang membuat perjanjian tersebut dan pihak
Di samping 4(empat) asas-asas umum hukum perjanjian yang disebut di atas, juga
Universitas Sumatera
Utara
37
Asas itikad baik ini terkandung dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata, yaitu :
“perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik”. Prinsip itikad baik ini maksudnya
adalah bahwa perjanjian harus dilaksanakan secara pantas dan patut. Itikad baik ini ada
bukan pada saat pelaksanaan perjanjian saja tetapi juga pada saat dibuat atau
2) . Asas Kepercayaan
Asas ini mengandung arti bahwa seorang yang mengadakan perjanjian dengan
pihak lain harus menumbuhkan kepercayaan di antara kedua belah pihak bahwa satu
sama lain akan memenuhi prestasinya di kemudian hari. Sehingga terlihat adanya
Kekuatan mengikat dalam perjanjian maksudnya bahwa dengan adanya asas ini
maka para pihak tidak semata-mata terikat pada apa yang diperjanjikan, dan juga
terhadap beberapa unsur lain sepanjang yang dikehendaki oleh kebiasaan dan
Asas ini menempatkan para pihak dalam persamaan derajat, tidak ada perbedaan,
walaupun ada perbedaan kulit, bangsa, kepercayaan, kekuasaan, jabatan dan lain-lain.
5) . Asas Keseimbangan
Asas keseimbangan ini merupakan lanjutan dari asas persamaan hak. Pada asas ini
Universitas Sumatera
Utara
38
dijelaskan bahwa para pihak dalam perjanjian harus memenuhi dan melaksanakan
perjanjian secara seimbang dan tidak ada unsur paksaan. Asas keseimbangan dapat
dipahami sebagai asas yang layak dan adil, di mana hal ini berarti janji yang dibuat
pihak mengharapkannya.
6) . Asas Kepatutan
Asas kepatutan ini terkandung dalam Pasal 1339 KUHPerdata yang berbunyi:
“suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan di
pasal ini jelaslah bahwa perjanjian itu haruslah dilaksanakan berdasarkan kepatutan,
moral.
Kepastian hukum disini maksudnya bahwa perjanjian itu tidak hanya mengikat
untuk hal yang diatur secara tegas saja, tetapi juga hal-hal yang berada dalam keadaan
dan kebiasaan para pihak. Asas kepastian hukum ini terlihat dari adanya kekuatan
mengikat dari perjanjian itu yaitu sebagai undang-undang bagi para pihak yang
Universitas Sumatera
Utara
39
Suatu perjanjian baru dapat berlaku dan mengikat bagi para pihak apabila telah
memenuhi syarat-syarat sahnya suatu perjanjian, sebagaimana yang diatur dalam Pasal
Universitas Sumatera
Utara
40
Keempat syarat di atas merupakan syarat pokok bagi setiap perjanjian, yang dapat
a) . Kesepakatan.
kesesuaian tersebut adalah pernyataan yang dapat diketahui, dilihat oleh pihak
lainnya.73
b) . Kecakapan.
Dalam hal ini undang-undang beranggapan bahwa setiap orang adalah cakap untuk
ini diatur dalam Pasal 1329 sampai dengan Pasal 1331 KUHPerdata. 74
tertentu.
Mengenai syarat suatu hal tertentu telah ditegaskan dalam Pasal 1333
KUHPerdata75, yang pada intinya menyatakan bahwa syarat itu tidak hanya mengenai
Universitas Sumatera
Utara
41
objek yang jenisnya tertentu saja, tetapi juga meliputi benda-benda yang jumlahnya
pada saat dibuatnya belum ditentukan, asalkan jumlah itu kemudian dapat ditentukan
Syarat perjanjian ‘sebab yang halal’ dalam KUHPerdata dijelaskan dalam Pasal
1335 sampai dengan Pasal 13 3 7. 77 Sebab yang halal maksudnya isi dari perjanjian
e. Jenis-Jenis Perjanjian
Dalam masyarakat kita dikenal berbagai macam bentuk atau jenis perjanjian. Jenis-
Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang menimbulkan kewajiban pokok bagi
76 R.M. Suryodiningrat, Asas-Asas Hukum Perikatan, (Bandung: Tarsito, 1982), hal. 18.
77 Lihat Pasal 1335-1337 KUHPerdata.
78 Hardijan Rusli, Hukum Perjanjian Indonesia dan Common Law, (Jakarta: Pustaka
Sinar Harapan, 1993), hal. 74.
79 Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, Op. Cit., hal. 19-22.
Universitas Sumatera
Utara
42
(onbenoemd, unspecified)
Maksudnya ialah perjanjian-perjanjian tersebut diatur dan diberi nama oleh pembentuk
undang-undang, berdasarkan tipe yang paling banyak terjadi sehari- hari. Perjanjian
bernama terdapat dalam Bab V sampai dengan XVIII KUHPerdata. Di luar perjanjian
diatur dalam KUHPerdata, tetapi terdapat di masyarakat. Jumlah perjanjian ini tidak
perjanjian atau partij otonomi yang berlaku di dalam hukum perjanjian. Misalnya:
Misalnya: pemilik hotel yang menyewakan kamar (sewa menyewa), tetapi juga
5) . Perjanjian obligatoir
mengikatkan diri untuk melakukan penyerahan kepada pihak lain. Disebut perjanjian
Universitas Sumatera
Utara
43
a) . Perjanjian liberatoir, yaitu perjanjian para pihak yang membebaskan diri dari
KUHPerdata.
KUHPerdata.
oleh hukum publik karena salah satu bertindak sebagai penguasa (pemerintahan).
a. Pengertian Perkawinan
Universitas Sumatera
Utara
44
1) . Kawin (nikah) menurut arti asli ialah hubungan seksual tetapi menurut arti
hukum ialah aqad atau perjanjian yang menjadikan halal hubungan seksual sebagai
seorang laki-laki dan seorang perempuan yang memenuhi syarat-syarat yang termasuk
dalam peraturan.81
4) . Ahmad Azhar Basyir dalam sebuah bukunya yang berjudul Hukum Perkawinan
perkawinan menurut hukum Islam adalah suatu akad atau perikatan untuk
menghalalkan hubungan kelamin antara laki-laki dan perempuan dalam rangka
mewujudkan kebahagiaan hidup keluarga, yang diliputi rasa ketentraman serta
kasih sayang dengan cara yang diridhoi Allah SWT. 83
yang sangat kuat atau “miitsaaqon goliidhan” untuk mentaati perintah Allah dan
80 M. Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam (Suatu Analisis dari Undang-Undang No.
1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam), (Jakarta: Bumi Aksara, 1966), hal. 1.
81Soedharyo Soimin, Hukum Orang dan Keluarga, (Jakarta: Sinar Grafika, 2004), hal. 3.
82 Ibid., hal. 6.
83 Ahmad Azhar Basyir, Op. Cit., hal. 14.
84 Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: Direktorat Pembinaan Badan Peradilan
Agama, 1992/1993).
Universitas Sumatera
Utara
45
“Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita
sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia
soal perkawinan hanya dalam hubungan perdata”, dan dalam Pasal 81 KUHPerdata
dikatakan bahwa “tidak ada upacara keagamaan yang boleh diselenggarakan, sebelum
Perkawinan tidak hanya sebagai ikatan perdata tetapi juga merupakan ‘Perikatan
Keagamaan’.85
tetapi terdapat satu unsur yang merupakan kesamaan dari seluruh pendapat, yaitu bahwa
perkawinan itu merupakan suatu perjanjian perikatan antara seorang laki-laki dengan
seorang wanita. Perjanjian di sini bukan sekedar perjanjian seperti jual beli atau sewa
menyewa tetapi perjanjian dalam perkawinan adalah merupakan suatu perjanjian yang suci
85
Hilman Hadikusuma, Op. Cit.,
hal. 7.
46
adanya pertentangan tetapi lebih memperlihatkan keinginan setiap pihak perumus mengenai
perkawinan itu. Perkawinan tersebut haruslah diatur sesuai hukum perkawinan yang
tersebut.
keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha
menyatakan “Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing- masing
agamanya dan kepercayaannya itu”. Hal ini berarti Perkawinan adalah sah apabila
dilakukan menurut tata tertib aturan hukum yang berlaku dalam agama Islam,
86
M. Idris Ramulyo, Op. Cit., hal.
1.
47
Katolik, Protestan, Hindu dan Budha. Kata “hukum masing-masing agamanya”, berarti
hukum dari salah satu agama itu masing-masing bukan berarti “hukum agamanya masing-
masing” yaitu hukum agama yang dianut kedua mempelai atau keluarganya.
Keabsahan suatu perkawinan dalam Pasal 2 ayat 1 itu, dipertegas lagi dalam
Dari penjelasan itu dapat diambil kesimpulan bahwa sah atau tidaknya
perkawinan itu tergantung daripada ketentuan agama dan kepercayaan dari masing-
Syarat-syarat perkawinan ini merupakan suatu hal yang sangat penting, sebab
dua yaitu syarat materil dan syarat formil , sebagaimana disebutkan dalam Pasal 6
Universitas Sumatera
Utara
48
(dua puluh satu) tahun harus mendapat izin kedua orang tua.
3) .Dalam hal salah seorang dari kedua orang tua telah meninggal dunia atau
dalam keadaan tidak mampu menyatakan kehendaknya, maka izin cukup diperoleh
dari orang tua yang masih hidup atau dari orang tua yang mampu menyatakan
kehendaknya.
4) . Dalam hal kedua orang tua telah meninggal dunia atau dalam keadaan tidak
mampu untuk menyatakan kehendaknya, maka izin diperoleh dari wali, orang yang
memelihara atau keluarga yang mempunyai hubungan darah dalam garis keturunan
lurus ke atas selama mereka masih hidup dan dalam keadaan dapat menyatakan
kehendaknya.
5) .Dalam hal perbedaan pendapat atau salah seorang atau lebih di antara mereka tidak
menyatakan pendapatnya, maka Pengadilan dalam daerah hukum tempat tinggal
orang yang akan melangsungkan perkawinan atas permintaan orang tersebut dapat
memberikan izin setelah terlebih dahulu mendengar orang- orang tersebut yang
memberikan izin.
6) .Ketentuan tersebut berlaku sepanjang hukum masing-masing agama dan
kepercayaannya itu dari yang bersangkutan tidak menentukan lain.
harus memenuhi syarat formil, yang secara formil diuraikan menurut Pasal 12 UU
dilangsungkan. Dilakukan secara lisan oleh calon mempelai atau orang tua atau wakilnya
yang memuat nama, agama/kepercayaan, pekerjaan, tempat kediaman calon mempelai dan
Universitas Sumatera
Utara
49
nama isteri/suami terdahulu bila salah seorang atau keduanya pernah kawin. 86 87
apabila telah cukup meneliti apakah syarat-syarat perkawinan sudah dipenuhi dan apakah
tidak terdapat halangan perkawinan. Pengumuman dilakukan dengan suatu formulir khusus
untuk itu, ditempelkan pada suatu tempat yang sudah ditentukan dan mudah dibaca oleh
umum dan ditandatangani oleh Pegawai pencatat Perkawinan. Pengumuman memuat data
pribadi calon mempelai serta hari, jam dan tempat akan dilangsungkan perkawinan.
Sementara itu untuk orang Tionghoa dari agama apapun, juga untuk orang
Indonesia yang beragama Kristen, pencatatan dilakukan oleh pegawai pencatat nikah dari
kantor catatan sipil setempat, sedangkan orang-orang yang beragama Islam pencatatan
dilakukan oleh pegawai pencatat nikah, talak dan rujuk dari Kantor
89
Urusan Agama.
86 Lihat Pasal 3, 4 dan 5 PP. No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan UU No. 1 Tahun
1974 tentang Perkawinan.
87 Martiman Prodjohamidjojo, Op. Cit., hal. 9.
Universitas Sumatera
Utara
50
Dalam hal ini asas monogami yang dimaksud dalam KUHPerdata adalah asas yang
berlaku dalam perkawinan dalam KUHPerdata. Perkawinan monogami berarti setiap suami
hanya diperbolehkan mempunyai seorang istri saja, begitu pula sebaliknya sebagaimana
88 Libertus Jehani, Tanya Jawab Hukum Perkawinan Pedoman Bagi (Calon) Suami Istri,
(Jakarta: Rana Pustaka, 2012), hal. 6.
Universitas Sumatera
Utara
5
1
perdata.91
Ke semua syarat-syarat sahnya perkawinan ini adalah demi terwujudnya tujuan dari
perkawinan itu sendiri yang pada dasarnya adalah untuk memperoleh keturunan yang sah
dalam masyarakat, dengan mendirikan sebuah kehidupan rumah tangga yang damai dan
“Perkawinan ialah ikatan lahir dan batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai
suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal
berdasar Ketuhanan Yang Maha Esa”. Dari rumusan tersebut dapat dimengerti bahwa
tujuan pokok perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. Untuk itu
Sahnya suatu perkawinan sudah pasti akan menimbulkan akibat hukum dari
perkawinan tersebut yaitu timbulnya hak dan kewajiban yang seimbang atau sama dalam
kehidupan berumah tangga bagi kedua belah pihak. Di mana hak yang dimaksud adalah
suatu yang merupakan milik atau dapat dimiliki oleh suami atau istri yang diperoleh dari
hasil perkawinan. Hak ini juga dapat dihapus apabila yang berhak
91
Ibid, hal. 5.
Universitas Sumatera
52
rela haknya tidak dipenuhi atau dibayar oleh pihak lain. 89 Sedangkan kewajiban yang
dimaksud adalah hal-hal yang wajib dilakukan atau diadakan oleh salah seorang dari suami
Menurut KUHPerdata, hak dan kewajiban suami istri diatur dalam Pasal 103 sampai
dengan Pasal 118, yang secara ringkas dapat disebutkan sebagai berikut : 91
1) . suami dan istri harus setia dan tolong menolong (Pasal 103 KUHPerdata);
2) . suami dan istri wajib memelihara dan mendidik anaknya (Pasal 104
KUHPerdata);
3) . setiap suami adalah kepala dalam persatuan suami istri (Pasal 105 ayat 1
KUHPerdata);
4) . suami wajib memberi bantuan kepada istrinya (Pasal 105 ayat 2
KUHPerdata);
5) . setiap suami harus mengurus harta kekayaan milik pribadi istrinya (Pasal
105 ayat 3 KUHPerdata);
6) . setiap suami berhak mengurus harta kekayaan bersama (Pasal 105 ayat 4
KUHPerdata);
7) . suami tidak diperbolehkan memindahtangankan atau membebani harta
kekayaan tak bergerak milik istrinya tanpa persetujuan istrinya (Pasal 105 ayat 5
KUHPerdata);
8) . setiap istri harus tunduk dan patuh kepada suaminya (Pasal 106 ayat 1
KUHPerdata);
9) . setiap istri wajib tinggal bersama suaminya (Pasal 106 ayat 2 KUHPerdata)
10) . setiap suami wajib membantu istrinya di muka hakim (Pasal 110
KUHPerdata);
11) . setiap istri berhak membuat suart wasiat tanpa izin suaminya (Pasal 118
KUHPerdata);
Dalam Pasal 111 KUHPerdata, kewajiban seorang suami dalam memberi bantuan
Universitas Sumatera
Utara
53
suami istri dan hanya bertitik tolak dari hubungan perdata suami istri semata, maka lain
istri dalam rumah tangga dan kehidupan bermasyarakat. Hal ini sebagaimana tercantum
dalam Pasal 30 sampai dengan Pasal 34 UU Perkawinan, yang intinya adalah sebagai
berikut :93
1) . Suami istri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah tangga
yang menjadi sendi dasar dari susunan masyarakat;
2) . hak dan kewajiban istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami
dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam
masyarakat;
3) . masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum;
4) . suami adalah kepala keluarga dan istri adalah ibu rumah tangga;
5) . suami istri harus mempunyai tempat kediaman yang tetap dan rumah/tempat
kediaman ini ditentukan secara bersama-sama;
6) . suami istri wajib saling cinta mencintai, hormat menghormati, setia dan
memberi bantuan lahir batin yang satu kepada yang lain;
7) . suami wajib melindungi istrinya dan memberikan segala sesuatu keperluan
hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya;
8) . istri wajib mengatur urusan rumah tangga sebaik-baiknya;
9) . jika suami atau istri melalaikan kewajibannya masing-masing dapat
Di samping hak dan kewajiban tersebut di atas, masih terdapat hak dan kewajiban
lainnya yang juga merupakan akibat hukum dari perkawinan, yaitu terhadap harta benda
yang ada dalam perkawinan, sebagaimana tercantum dalam Pasal 35 sampai dengan Pasal
Universitas Sumatera
Utara
54
Akibat hukum yang lainnya juga diatur dalam UU Perkawinan adalah terhadap
mereka berdua sebagai orang tua (ayah dan ibu) nantinya dengan anak-anak yang dilahirkan
dari perkawinan mereka yang berupa hak dan kewajiban antara orang tua dan anak (Pasal 45
sampai dengan Pasal 49), tentang kedudukan anak (Pasal 42 sampai dengan Pasal 44), dan
Bila dilihat dari istilah katanya, maka “perjanjian perkawinan jika diuraikan secara
Universitas Sumatera
Utara
55
menurut bahasanya berarti perkawinan antara seorang laki-laki dan seorang perempuan, 98
sedangkan “voorwaard’ berarti syarat.99 Istilah perjanjian perkawinan ini juga terdapat di
Hukum Islam.102
Dalam UU Perkawinan tidak terdapat pengertian yang jelas dan tegas tentang
perjanjian perkawinan termasuk tentang isi dari perjanjian perkawinan. Hanya pada Pasal 29
ayat (2) diterangkan tentang batasan yang tidak boleh dilanggar dalam membuat perjanjian
perkawinan yaitu yang berbunyi : “Perjanjian tersebut tidak dapat disahkan bilamana
Demikian juga dengan KUHPerdata yang tidak ada memberikan definisi tentang
perjanjian perkawinan. Menurut Pasal 139 KUHPerdata, calon suami isteri sebelum
melakukan perkawinan dapat membuat perjanjian perkawinan. Dari pengertian Pasal 139
Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) juga tidak ditemukan defenisi perjanjian
perkawinan dalam pasal-pasalnya. Namun dalam Pasal 45 KHI ditentukan bahwa “Kedua
calon mempelai dapat mengadakan perjanjian perkawinan dalam bentuk taklik talak dan
perjanjian lain yang tidak bertentangan dengan hukum Islam”. Dalam Pasal 1 huruf e taklik
98 Martias Gelar Imam Radjo Mulano, Penjelasan Istilah-Istilah Hukum Belanda
Indonesia, (Jakarta: Ghalia, 1982), hal. 107.
99 S. Wojowasito, Kamus Umum Belanda Indonesia, (Jakarta: Ikhtiar Baru, 1990), hal. 771.
100 Bab VII dan Bab VIII, Pasal 139-185, KUHPerdata.
101 Bab V Pasal 29 UU Perkawinan.
102 Bab VII Pasal 45-52 Kompilasi Hukum Islam.
Universitas Sumatera
Utara
56
talak diartikan sebagai perjanjian yang diucapkan mempelai pria setelah akad nikah yang
dicantumkan dalam akta nikah berupa janji talak yang digantungkan kepada suatu keadaan
tentang perjanjian perkawinan yang pada umumnya mengarah kepada ketentuan yang
beberapa ahli :
harta benda suami-istri selama perkawinan mereka yang menyimpang dari asas atau
kawin’ itu adalah perjanjian yang diadakan oleh bakal atau calon suami-istri dalam
mengatur (keadaan) harta benda atau kekayaan sebagai akibat dari perkawinan
mereka.105
Universitas Sumatera
Utara
57
perkawinan” adalah perjanjian (persetujuan) yang dibuat oleh calon suami istri
perjanjian perkawinan hanyalah mengatur mengenai harta kekayaan suami istri dalam
perkawinan saja, di mana dalam perjanjian perkawinan tersebut calon suami atau
calon istri dapat menyatakan kehendak mereka terhadap harta perkawinan, apakah
mereka akan bersepakat untuk menyatukan harta mereka atau mereka melakukan
penyatuan harta hanya secara terbatas atau mereka memutuskan untuk tidak
melakukan penyatuan harta sama sekali dalam perkawinan yang mereka jalani.
Adanya akta perjanjian perkawinan ini, akan menjamin calon suami isteri tersebut
dari sifat-sifat negatif pasangannya. Misalnya calon suami bersifat boros, maka harta calon
isteri akan terlindungi oleh sifat boros tersebut karena harta masing- masing calon suami
isteri tersebut terpisah. Atau calon isteri mempunyai hutang dengan pihak ketiga, maka
dalam hal pelunasan tersebut harta suami tidak dapat diikutsertakan, hanya dengan harta
calon isteri saja pembayaran hutang dapat dilakukan dengan adanya perjanjian perkawinan
106 R. Soetojo Prawirohamidjojo dan Asis Safioedin, Hukum Orang dan Keluarga, Cetakan
V (Bandung: Alumni, 1987), hal. 57.
107 Martiman Prodjohamidjodjo, Op. Cit., hal. 29.
Universitas Sumatera
Utara
58
tersebut.
Oleh karenanya dapat dikatakan bahwa mereka yang mengikatkan diri dalam
maupun sesudahnya mengenai kepentingan para pihak dalam kepengurusan harta masing-
masing pihak calon suami atau isteri. Bilamana salah satu pihak ingkar terhadap perjanjian
perkawinan tersebut, maka pihak lain dapat melakukan penuntutan ke Pengadilan atas
Universitas Sumatera
Utara
59
ditentukan lain. Adapun persyaratan umum tersebut adalah tentang syarat-syarat sahnya
Selain hal yang tercantum dalam Pasal 1320 KUHPerdata, perjanjian perkawinan
juga harus dilaksanakan dengan itikad baik, sesuai dengan ketentuan Pasal 1338, karena
perjanjian yang dibuat secara sah, berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang
memberikan kemungkinan bagi mereka yang belum mencapai usia dewasa untuk membuat
2). Syarat-syarat mengenai cara pembuatan dan mulai berlakunya perjanjian perkawinan.
harus dibuat dengan akta Notaris dengan ancaman kebatalan. Hal itu dimaksudkan
besar sekali. Pasal 147 KUHPerdata juga menyebutkan, perjanjian perkawinan harus
108 Lihat Pasal 1320 KUHPerdata yang menyatakan bahwa untuk sahnya suatu perjanjian
diperlukan empat syarat:
a. sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
b. kecakapan untuk membuat suatu perikatan
c. suatu hal tertentu
d. suatu sebab yang halal
Universitas Sumatera
Utara
60
perkawinan dibuat dengan akta di bawah tangan, maka ada kemungkinan bisa back date
(tanggal mundur) diubah isi perjanjian perkawinan dan syaratnya sehingga dapat merugikan
pihak ketiga. Syarat tersebut juga dimaksudkan, agar perjanjian perkawinan mempunyai
kekuatan pembuktian dan kepastian hukum tentang hak dan kewajiban calon pasangan
menentukan dengan terperinci beberapa ketentuan yang tidak boleh dijadikan persyaratan
Universitas Sumatera
Utara
61
dalam perjanjian perkawinan, maka calon suami isteri oleh undang-undang diberikan
kebebasan untuk memilih bentuk perjanjian perkawinan yang dikehendakinya. Hal ini
sesuai pula dengan ketentuan Pasal 29 UU Perkawinan yang tidak mengatur bentuk
perjanjian perkawinan secara rinci. Pasal 29 UU Perkawinan tersebut hanya mengatur dari
segi waktu pembuatan perjanjian perkawinan, keabsahan, masa berlaku dan tentang dapat
Pada umumnya bentuk perjanjian perkawinan yang dibuat oleh pasangan calon
suami isteri ada dua yaitu; persatuan untung rugi dan persatuan hasil dan pendapatan.
Namun dengan adanya asas kebebasan berkontrak, maka dalam ketentuan Pasal 139
KUHPerdata memberikan kebebasan kepada calon suami isteri untuk menentukan bentuk
kesusilaan masyarakat.
Universitas Sumatera
Utara
62
konsekuensi bagi calon suami isteri yang mengadakan perjanjian perkawinan untuk
memilih bentuk selain perjanjian perkawinan seperti tersebut di atas (persatuan untung rugi
atau persatuan hasil dan pendapatan). Oleh karenanya diperbolehkan jika calon suami isteri
Tiga bentuk perjanjian perkawinan yang dapat dipilih oleh calon suami isteri
tersebut, yaitu :
Ketentuan mengenai persatuan untung rugi ini tidak semua harta kekayaan suami
isteri dicampur menjadi harta persatuan, tetapi hanya sebagian dari harta kekayaan suami
selama perkawinan dan merupakan persatuan harta terbatas, yaitu persatuan untung
rugi. Dalam perjanjian perkawinan dengan persatuan untung dan rugi ini tidak
112 Benyamin Asri dan Thabrani Asri, Dasar-Dasar Hukum Waris Barat, Suatu
Pembahasan Teoritis dan Praktek, (Bandung: Tarsito, 1988), hal. 99.
Universitas Sumatera
Utara
63
Perjanjian perkawinan dengan persatuan untung rugi terjadi apabila calon pasangan
suami isteri menyatakan dengan tegas di dalam akta perjanjian perkawinan bahwa di antara
mereka mengehandaki perjanjian perkawinan dengan bentuk persatuan untung rugi atau
dalam perjanjian perkawinan mereka menyatakan bahwa di antara mereka tidak diadakan
persatuan harta perkawinan, sehingga secara otomatis akan terjadi persatuan untung rugi.
Perjanjian perkawinan dengan bentuk persatuan hasil dan pendapatan ini, yaitu selama
memperoleh keuntungan, maka keuntungan tersebut dibagi dua antara suami isteri, akan
tetapi jika dalam persatuan tersebut timbul suatu kerugian, maka kerugian itu hanya
ditanggung oleh suami dalam kedudukannya sebagai kepala rumah tangga. Isteri hanya
bertanggung jawab atas kerugian yang timbul sebagai akibat perbuatannya sendiri. Hal ini
sesuai dengan Pasal 105 KUHPerdata yang menentukan bahwa: “Setiap suami adalah
113 J. Satrio, Hukum Harta Perkawinan, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1993), hal. 175.
114 Soeroso Wigjodipoero, Pengantar dan Asas-Asas Hukum Adat, (Jakarta: Haji
Masagung, 1990), hal. 151.
Universitas Sumatera
Utara
64
kepala dalam persatuan suami isteri. Ia (suami) harus mengurus harta kekayaan itu laksana
seorang bapak rumah yang baik, dan karenanyapun bertanggung jawab atas segala kealpaan
Dari pasal tersebut dapat dilihat bahwa KUHPerdata menempatkan suami berperan
lebih besar dalam keluarga, sehingga kerugian yang timbul dalam praktek perjanjian
perkawinan dalam bentuk persatuan hasil dan pendapatan ini adalah menjadi tanggungan
suami.115 Maka dengan perjanjian perkawinan dengan persatuan hasil dan pendapatan jika
dalam persatuan tersebut terjadi kerugian, maka kerugian tersebut akan ditanggung oleh
suami sebagai kepala rumah tangga, sedangkan dalam perjanjian perkawinan persatuan
untung rugi kerugian yang timbul menjadi tanggung jawab bersama suami isteri.
Bentuk ini adalah bagi calon suami isteri yang menginginkan adanya pemisahan
harta sama sekali atas kekayaan mereka sepanjang perkawinan, maka dalam perjanjian
perkawinan yang dibuat harus menyatakan bahwa antara calon suami isteri tersebut tidak
akan ada percampuran harta dan secara tegas dinyatakan tidak adanya persatuan untung
rugi. Hal ini ditentukan dalam Pasal 144 KUHPerdata yang menentukan bahwa “Ketiadaan
persatuan harta kekayaan tidak berarti tak ada persatuan untung rugi, kecuali jika inipun
Dari isi Pasal 144 KUHPerdata maka pasangan calon suami isteri yang membuat
perjanjian perkawinan dengan pemisahan harta sama sekali ini, masing- masing pihak
menjadi pemilik dari barang-barang yang mereka bawa masuk dalam perkawinan. Selain itu
Universitas Sumatera
Utara
65
mengingat tidak ada persatuan harta di antara mereka, maka hasil yang mereka peroleh
sepanjang perkawinan tetap menjadi milik masing-masing pribadi suami isteri yang
bersangkutan.
KUHPerdata dimaksudkan agar calon suami isteri pada saat membuat perjanjian
perkawinan dapat memilih bentuk perjanjian yang disepakati cukup dengan merujuk pada
salah satu dari ketiga macam bentuk perjanjian perkawinan tersebut. 116
calon suami istri bebas untuk isi perjanjian perkawinan yang dibuatnya. Isi perjanjian
perkawinan diserahkan pada pihak calon pasangan yang akan menikah dengan syarat isinya
tidak boleh bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, hukum dan agama.
Universitas Sumatera
Utara
66
perjanjian perkawinan itu kedua calon suami istri dapat menyimpangi ketentuan- ketentuan
yang ditetapkan dalam harta bersama, asal saja penyimpangan- penyimpangan tersebut
tidak bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum (openbare orde) dengan
mengindahkan pula isi ketentuan yang disebutkan setelah pasal 139 KUHPerdata itu. 118
yaitu :119
Dalam hal ini yang dilarang bukanlah mencantumkan isi hukum asing dengan
perincian pasal demi pasal, tetapi menunjuk secara umum pada hukum asing itu.
Larangan ini dimaksudkan agar terdapat kepastian hukum mengenai hak-hak suami
istri, terutama untuk kepentingan pihak ketiga yang mungkin tidak menguasai hukum
Universitas Sumatera
Utara
67
Sementara itu dalam UU Perkawinan tidak menjelaskan hal-hal apa saja yang
masalah harta perkawinan saja, tetapi dapat juga mengatur hal lain.
Dalam perjanjian tersebut juga dapat diperjanjikan hanya hal-hal tertentu saja
yang dipisahkan. Sebagai akibat hukumnya, maka apabila suatu saat terjadi
perceraian antara suami isteri maka tidak diperlukan lagi pembagian harta bersama.
Dengan demikian isi perjanjian perkawinan tersebut pada intinya adalah perjanjian
antara calon suami dan isteri untuk memisahkan harta yang diperoleh oleh mereka selama
berlangsungnya perkawinan. Jadi hasil pendapatan suami dan hasil pendapatan isteri
dipisahkan satu sama lain, dan masing-masing dapat mengurus hartanya sendiri-sendiri.
peraturan yang mengatur tentang perkawinan, di mana perkawinan yang dilakukan oleh
120 Iskandar Bakrie, Surat Perjanjian Dulu, Baru Kawin, http://www.tnol.co.id/id /
spiritual/spiritual/3 332 -seberapa-pentingkah-membuat-perj anj ianperkawinan.html, dipublikasikan
tanggal 21 Maret 2010, diakses tanggal 22 Agustus 2013.
Universitas Sumatera
Utara
68
suami isteri secara sah akan membawa konsekuensi dan akibat-akibat di bidang hukum,
salah satunya dalam bidang hukum kekayaan. Suami isteri yang terikat dalam perkawinan
sah, akan mempunyai harta benda baik yang diperoleh sebelum perkawinan maupun selama
perkawinan, di mana harta benda yang diperoleh dalam masa perkawinan itu akan menjadi
harta bersama atau terjadi percampuran harta perkawinan. Hal inilah yang biasanya banyak
menjadi dasar timbulnya permasalahan di kemudian hari dalam kehidupan rumah tangga
suami istri, sehingga dibuatnya perjanjian perkawinan akan menjadi salah satu solusi untuk
atau berlaku percampuran harta perkawinan. Hal ini dapat dilihat dari adanya ketentuan
dalam Stb. 1924/556 Pasal 2 ayat (1) “Bepalingen betreffende het Burgerlijk en
Handelsrecht der Vreemde Oosterlingen, andere dan Chineezen ”, yang mulai berlaku 1
Maret 1925, yang menyatakan bahwa dengan perkawinan bagi golongan yang tunduk
kepada Timur Asing Bukan China ini tidak mengakibatkan di antara mereka yang kawin itu
terdapat harta bersama, dan keadaan ini berakhir saat mulai berlakunya Pasal 35 UU No. 1
Tahun 1974.121 Hal ini artinya bagi WNI turunan Timur Asing bukan China yang kawin
setelah berlakunya UU No. 1 Tahun 1974 maka akibat hukum perkawinannya terhadap
harta yang diperoleh selama perkawinannya mengacu kepada Pasal 35 UU No. 1 Tahun
1974.122
Universitas Sumatera
Utara
69
berlaku lagi. Penjelasan lebih lengkap mengenai tidak berlakunya lagi ketentuan hukum
berbunyi :123
“Untuk perkawinan dan segala sesuatu yang berhubungan dengan perkawinan
berdasarkan Undang-Undang ini, maka dengan berlakunya Undang-Undang ini
ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
(Burgerlijk Wetboek), Ordonansi Perkawinan Indonesia Kristen (Huwelijks
Ordonantie Christen Indonesiers S.1933 No.74), Peraturan Perkawinan Campuran
(Regeling op de gemengde Huwelijken S.1898
Universitas Sumatera
Utara
70
belum berlaku secara efektif. Ketentuan-ketentuan yang belum berlaku secara efektif,
adalah harta benda perkawinan, hak dan kewajiban antara orang tua dan anak,
kedudukan anak dan perwalian. Oleh karenanya mengenai ketentuan yang belum
atau KUHPerdata bagi mereka yang dikuasai atau tunduk pada peraturan tersebut
yaitu warga negara Indonesia keturunan Cina dan Eropa, hukum adat bagi golongan
12
7
Universitas Sumatera
Utara
71
124Zain Badjeber, Tanya Jawab Hukum Perkawinan, (Jakarta: Sinar Harapan, 1985), hal. 45.
Universitas Sumatera
Utara
72
sama sekali tidak diatur dalam BW, WvK atau undang- undang lain. Untuk persetujuan-
persetujuan ini dapat berlaku dalam BW sebagaimana dalam buku I n Title I-IV.125 126
Hal ini juga kita ketahui dengan adanya jenis perjanjian yang disebut dengan
perjanjian yang diatur dan diberi nama oleh pembentuk undang-undang, berdasarkan tipe
yang paling banyak terjadi sehari-hari, dan jenis perjanjian tidak bernama (onbenoemd
contracten atau innominaat contracten), yaitu perjanjian-perjanjian yang tidak diatur dalam
KUHPerdata, tetapi terdapat di masyarakat. Jumlah perjanjian ini tidak terbatas. Lahirnya
perjanjian ini adalah berdasarkan asas kebebasan mengadakan perjanjian atau partij
perjanjian.
Universitas Sumatera
Utara
73
Perjanjian Tidak Bernama ini ada diatur dalam Pasal 1319 KUHPerdata, yang
menyebutkan, bahwa “semua perjanjian, baik yang mempunyai nama khusus maupun yang
tidak dikenal dengan suatu nama tertentu, tunduk pada peraturan umum yang termuat dalam
bab ini dan bab yang lain”. Dari pasal ini dapat kita ketahui bahwa perjanjian yang belum
ada pengaturannya namun terdapat di dalam masyarakat harus tunduk pada peraturan umum
yang termuat dalam KUHPerdata. Hal ini dapat menjelaskan kepada kita bahwa perjanjian
khusus tidak ada ditemukan dalam KUHPerdata maupun peraturan lainnya, namun karena
perjanjian perkawinan ini ada ditemukan dalam masyarakat maka perjanjian ini juga harus
Dalam KUHPerdata perjanjian perkawinan yang diatur secara khusus dalam Pasal
perkawinan dilangsungkan. Hal ini jelas tercantum dalam Pasal 147 KUHPerdata yang
dibuat dengan akta notaris sebelum perkawinan berlangsung. Perjanjian mulai berlaku
semenjak saat perkawinan dilangsungkan; lain saat untuk itu tak boleh ditetapkannya”.
Dalam pasal itu dapat diketahui bahwa calon suami isteri yang akan membuat
dilangsungkan dengan suatu akta notaris. Apabila tidak dibuat dengan akta notaris,
perjanjian perkawinan tersebut dapat dibatalkan. Perjanjian perkawinan baru berlaku setelah
Universitas Sumatera
Utara
74
Dari ketentuan ini dapat dilihat bahwa KUHPerdata tidak menetapkan jangka waktu
perkawinan.
Selain itu juga sebelum perkawinan dilangsungkan, calon suami istri masih dapat
dilakukan dengan akta notaris, dan dalam hal perjanjian perkawinan dibuat dengan bantuan
orang tua atau wali, maka orang tua atau wali tidak menyetujui perubahan yang akan
tersebut disambung kembali setelah terputus karena perceraian, bentuk harta perkawinan
harus tetap tidak berubah. Hal tersebut dimaksudkan demi perlindungan terhadap pihak
Universitas Sumatera
Utara
75
yang berubah-ubah, yang dapat merugikan dirinya (dalam arti jaminan harta debitur atas
piutang kreditur).128
Hal ini sesuai dengan ketentuan sebagaimana yang terdapat dalam Pasal 149
Dari rumusan pasal tersebut, dapat diartikan bahwa menurut ketentuan yang terdapat
dilangsungkan calon suami istri masih dapat merubah perjanjian perkawinan yang
dibuatnya.
perkawinan ditentukan dan dibuat atas persetujuan bersama dari kedua belah pihak, dalam
hal ini yang dimaksud ialah bahwa persetujuan terhadap pembuatan perjanjian perkawinan
adalah kata sepakat yang bebas serta tidak terdapat paksaan dari pihak manapun, juga tidak
Asas tidak dapat diubahnya perjanjian perkawinan ini berkaitan dengan sistem harta
benda perkawinan yang dipilih oleh suami istri pada saat berlangsungnya perkawinan yang
menyadarkan pada pokoknya akan kekhawatiran, bahwa semasa perkawinan sang suami
dapat memaksa istri untuk mengadakan perubahan yang tidak diinginkan oleh istrinya. 130
Universitas Sumatera
Utara
76
KUHPerdata juga ada mengatur tentang harta bersama menyeluruh atau bulat
adalah akibat normal dari suatu perkawinan, sedangkan pembatasan atau penutupan setiap
kebersamaan harta menyeluruh atau bulat hanya dapat dilakukan dengan suatu perjanjian
perkawinan.131
Dalam Pasal 140 KUHPerdata ditentukan bahwa perjanjian itu tidak boleh
mengurangi hak-hak yang bersumber pada kekuasaan si suami sebagai suami, dan pada
kekuasaan sebagai bapak, tidak pula hak-hak yang oleh undang-undang diberikan kepada
Pengadilan Negeri di wilayah hukum di mana suami istri tersebut berdomisili. Pendaftaran
perjanjian perkawinan dilakukan agar dapat diketahui oleh umum terutama pihak ketiga
yang tersangkut langsung dengan isi yang terkandung dalam perjanjian tersebut.
131 Ibid.
Universitas Sumatera
Utara
77
Perkawinan ditentukan lebih luas dengan memberikan dua macam waktu untuk membuat
perjanjian perkawinan, yaitu sebelum dan pada saat perkawinan dilangsungkan. 132 Maka,
dengan telah adanya atau ditentukannya saat pembuatan perjanjian perkawinan tersebut
apabila sebelum atau pada saat perkawinan tidak telah diadakan perjanjian perkawinan. 133
tidak ada dijumpai dalam berbagai ketentuan yang mengatur tentang perkawinan. Namun
Pengadilan Negeri, karena kenyataannya ada pasangan suami istri yang karena alasan
Banyaknya peristiwa hukum yang timbul di kalangan masyarakat di mana dalam hal
ini belum ada pengaturan yang jelas mengenai peristiwa hukum tersebut sehingga hakim
sebagai salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman diberikan kewenangan untuk melakukan
masyarakat.
Hal ini sesuai dengan Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 Pasal 10 ayat (1) tentang
Universitas Sumatera
Utara
78
memeriksa, mengadili, memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalil hukum tidak ada
atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya”. Ketentuan pasal ini
memberi makna bahwa hakim sebagai organ utama Pengadilan dan sebagai pelaksana
kekuasaan kehakiman wajib hukumnya bagi Hakim untuk menemukan hukumnya dalam
suatu perkara meskipun ketentuan hukumnya tidak ada atau kurang jelas. 134
Penemuan hukum oleh hakim dianggap suatu hal yang mempunyai wibawa sebab
penemuan hukum oleh hakim merupakan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat
sebagai hukum karena hasil penemuan hukum itu dituangkan dalam bentuk putusan. Hakim
sungguh-sungguh dan mendasar apabila alasan yang diajukan benar dan sesuai dengan
ketentuan undang-undang yang berlaku dan alasan yang dikemukakan didukung oleh fakta
kaedah atau peraturan hukum yang mengikat pihak-pihak yang bersangkutan. Hal ini
ditempuh karena Pengadilan Negeri sebagai instansi hukum yang dijunjung tinggi, di mana
produk hukumnya harus dipatuhi oleh siapapun. Oleh karena itu, penetapan tersebut dapat
penetapan Pengadilan Negeri ini pada dasarnya tetap mengacu kepada pengaturan perjanjian
134 Abdul Manan, Penemuan Hukum oleh Hakim dalam Praktek Hukum Acara di Peradilan
Agama, Makalah Disampaikan pada Acara Rakernas Mahkamah Agung RI tanggal 10 s/d 14 Oktober
2010, di Balikpapan, Kalimantan Timur.
Universitas Sumatera
Utara
79
perkawinan yang dibuat sebelum atau pada saat berlangsungnya perkawinan sebagaimana
telah diuraikan sebelumnya yang mana mengacu kepada ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku yaitu hukum perjanjian, hukum perkawinan di Indonesia dan juga
berlandaskan kepada azas kebebasan berkontrak yang ada terkandung dalam KUHPerdata
berdasarkan kesepakatan dan itikad baik dari kedua belah pihak suami istri, sebagai mana
Berdasarkan asas ini maka siapa saja yang dalam hal ini adalah para pemohon
diperbolehkan untuk menyusun dan membuat kesepakatan atau perjanjian yang melahirkan
kewajiban apa saja, sepanjang hal tersebut bukanlah sesuatu hal yang
dilarang. Konsekuensi hukum dari Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata tersebut adalah bahwa
setiap orang/pihak yang telah mengikatkan dirinya ke dalam suatu perjanjian harus
mematuhi perjanjian tersebut karena telah berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak
Pembuatan perjanjian sesudah perkawinan ini juga tidak terlepas dari persyaratan
mendasar untuk sahnya suatu perjanjian yang harus dipenuhi oleh kedua belah pihak suami
Universitas Sumatera
Utara
80
Notaris maka untuk pembuatan pembuatan perjanjian perkawinan sesudah perkawinan ini
harus dilakukan dengan mengajukan permohonan kepada pengadilan negeri setempat untuk
perkawinan.
Pengadilan Negeri ini dapat diketahui dengan adanya beberapa penetapan Pengadilan Negeri
data adanya 2 (dua) Penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Timur mengenai pembuatan
Kedua penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Timur ini adalah penetapan mengenai
pembuatan perjanjian perkawinan yang dibuat setelah perkawinan dengan didasarkan atas
pertimbangan Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur yang diputuskan berdasarkan azas
Universitas Sumatera
Utara
81
itu juga berlandaskan pada ketentuan yang berlaku secara universal bahwa Pengadilan
Negeri dilarang untuk menolak setiap permohonan dan/atau perkara yang masuk.
diberikan rambu-rambu yaitu harus tetap mengacu kepada ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku yaitu hukum perjanjian, hukum perkawinan di Indonesia dan juga
tidak boleh melanggar atau bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum.
C. Dasar Hukum Pertimbangan Hakim Pengadilan Negeri Memutus Permohonan
Penetapan Perjanjian Perkawinan Setelah Perkawinan
setelah perkawinan maka perlu diketahui pula apa yang menjadi dasar hakim Pengadilan
Negeri dalam memutuskan pembuatan perjanjian perkawinan sesudah perkawinan. Hal ini
dapat diketahui dari adanya dua penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Timur Nomor:
Universitas Sumatera
Utara
82
Universitas Sumatera
Utara
83
Dari kedua penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Timur di atas, maka dapat
diketahui yang menjadi dasar hukum dan pertimbangan hakim dalam memutuskan
berikut:
perkawinan.
Dalam hal ini diketahui bahwa salah satu pertimbangan hakim adalah karena kealpaan
sebelum perkawinan berlangsung dan harus dibuat dengan akta notaris, sebagaimana
yang tercantum dalam permohonan Penetapan Pengadlan Negeri Jakarta Timur Nomor:
akan tetapi oleh karena kealpaan dan ketidaktahuan Para Pemohon sehingga baru
sekarang, Para Pemohon berniat membuat perjanjian status harta bersama”. 138
Universitas Sumatera
Utara
84
pembuatan perjanjian perkawinan masih lemah karena tidak ada dasar hukumnya.
KUHPerdata dan Undang-Undang Perkawinan itu sendiri adalah hukum, karena berisi
kaedah hukum untuk melindungi kepentingan manusia. Agar kepentingan manusia itu
seberapa dapat terlindungi, maka undang-undang harus diketahui oleh setiap orang.
Bahkan setiap orang dianggap tahu akan undang-undang (iedereen wordt geacht de wet
te kennen, nemo ius ignorare consetur). Bahwa setiap orang mengetahui setiap undang-
Dalam hal ini seharusnya para pemohon sudah mengetahui akan adanya ketentuan
masyarakat itu sendiri. Para pemohon (Syam Lal Uttam dan Kavita Uttam dalam
sebagai warga negara Indonesia seharusnya sudah tahu atau berkewajiban untuk
tidaklah menjadi suatu alasan bagi para pemohon bahwasanya mereka tidak mengetahui
akan adanya ketentuan perjanjian perkawinan yang dapat mengatur tentang akibat
hukum dari harta kekayaan dan hutang piutang yang ada atau timbul dari perkawinan
139 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, (Yogyakarta: Liberty,
2003),
hal. 88.
Universitas Sumatera
Utara
85
mereka.
masyarakat di mana dalam hal ini belum ada pengaturan yang jelas mengenai peristiwa
hukum tersebut sehingga hakim sebagai salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman
Hal ini sesuai dengan Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 Pasal 10 ayat (1) tentang
memeriksa, mengadili, memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalil hukum tidak
ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya”. Ketentuan
pasal ini memberi makna bahwa hakim sebagai organ utama Pengadilan dan sebagai
hukumnya dalam suatu perkara meskipun ketentuan hukumnya tidak ada atau kurang
jelas.140
Penemuan hukum oleh hakim dianggap suatu hal yang mempunyai wibawa sebab
penemuan hukum oleh hakim merupakan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat
sebagai hukum karena hasil penemuan hukum itu di tuangkan dalam bentuk putusan.
pemohon harus sungguh-sungguh dan mendasar apabila alasan yang diajukan benar dan
sesuai dengan ketentuan undang-undang yang berlaku dan alasan yang dikemukakan
Universitas Sumatera
Utara
86
berisi kaedah atau peraturan hukum yang mengikat pihak-pihak yang bersangkutan. Hal
ini ditempuh karena Pengadilan Negeri sebagai instansi hukum yang dijunjung tinggi,
di mana produk hukumnya harus dipatuhi oleh siapapun. Oleh karena itu, penetapan
tersebut dapat dipergunakan oleh Notaris sebagai landasan hukum untuk dibuatnya
Hal ini sebagaimana yang disebutkan dalam KUHPerdata Pasal 147 yang
semenjak saat perkawinan dilangsungkan, lain saat untuk itu tak boleh ditetapkannya”
Demikian juga yang tercantum dalam UU Perkawinan Pasal 29 ayat (1) yang pada
intinya mengatur tentang pembuatan perjanjian perkawinan yaitu pada waktu atau
Adanya kealpaan dan ketidaktahuan para pemohon ini dianggap sebagai suatu hal
yang wajar dikarenakan kedua belah pihak adalah masyarakat umum yang tidak
Namun dikarenakan perjanjian ini didasarkan pada kesepakatan dan itikad baik kedua
belah pihak untuk mengatur tentang harta benda perkawinan mereka dan telah
Universitas Sumatera
Utara
87
memenuhi syarat-syarat dari sahnya suatu perjanjian sebagaimana yang diatur dalam
Pasal 1320 KUHPerdata yaitu sepakat mereka yang mengadakan perjanjian, kecakapan
untuk membuat perjanjian, suatu hal tertentu dan suatu sebab yang halal, sehingga hal
ini dibenarkan dan disetujui oleh majelis hakim yang memutuskan permohonan
penetapan tersebut.
Pasal 1320 KUHPerdata tersebut di atas merupakan landasan hukum bagi legalitas
dengan sepakat antara kedua belah pihak yang mengikatkan dirinya ke dalam suatu
perjanjian adalah suatu kesepakatan atas dasar suka sama suka tanpa adanya paksaan
ataupun tekanan dari pihak manapun juga. Hal ini juga harus didukung dengan
kecakapan para pihak yang membuat perjanjian sesuai dengan ketentuan perundang-
undangan yang berlaku, kewenangan bertindak untuk membuat perjanjian tersebut, hal
yang diperjanjikan harus jelas dan tertentu dan obyek yang diperjanjikan merupakan
obyek yang halal, legal dan tidak bertentangan dengan undang-undang. 141
Hal ini juga tidak bertentangan bila ditinjau dari asas-asas dalam perjanjian yang
harus dipenuhi oleh para pihak dalam membuat suatu perjanjian, yaitu asas kebebasan
berkontrak (freedom of contract) yang terkandung dalam Pasal 1338 ayat (1)
KUHPerdata, “semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang
bagi mereka yang membuatnya” Pasal ini mengandung asas kebebasan yang
menyatakan bahwa setiap orang leluasa untuk membuat perjanjian mengenai apa saja
141Salim HS, Hukum Kontrak (Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak), (Jakarta: SinarGrafika,
2001), hal. 14.
Universitas Sumatera
Utara
88
Berdasarkan asas ini maka siapa saja yang dalam hal ini adalah para pemohon
melahirkan kewajiban apa saja, sepanjang hal tersebut bukanlah sesuatu hal yang
dilarang. Konsekuensi hukum dari Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata tersebut adala
bahwa setiap orang/pihak yang telah mengikatkan dirinya ke dalam suatu perjanjian
harus mematuhi perjanjian tersebut karena telah berlaku sebagai undang-undang bagi
Selain asas kebebasan berkontrak, hal ini juga sesuai dengan asas personalia yang
terkandung dalam Pasal 1315 juncto Pasal 1340 KUHPerdata, yang pada intinya
menyatakan bahwa, “setiap orang mengikatkan dirinya dalam suatu perjanjian atau
perikatan dikarenakan kehendaknya sendiri, atas namanya sendiri, dan hanya berlaku
bagi pihak-pihak yang membuatnya, tanpa adanya paksaan dari pihak manapun”
sebagaimana asas itikad baik (good faith) yang terkandung dalam Pasal 1338 ayat (3)
KUHPerdata, yaitu: “Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik”. Dalam hal ini
perjanjian perkawinan yang dibuat harus dilaksanakan secara pantas dan patut oleh para
pihak atau para pemohon. Itikad baik itu bukan hanya ada pada saat pelaksanaan
perjanjian tapi juga pada saat dibuat atau ditandatanganinya perjanjian perkawinan
tersebut.
Universitas Sumatera
Utara
89
Dari hal-hal yang telah diuraikan di atas maka dapat diketahui bahwa perjanjian
perkawinan yang dibuat setelah perkawinan oleh para pemohon adalah dibuat
berdasarkan kesepakatan, kehendak sendiri, dan dengan itikad sehingga dapat dianggap
pemohon akan adanya risiko pekerjaan mereka terhadap harta bersama mereka
harta yang didapat bisa tetap menjadi milik harta pribadi pemohon. Khususnya
para pemohon yang menjabat sebagai direksi atau direktur Perseroan Terbatas, di
Resiko dari jabatan pekerjaan terhadap harta bersama ini dapat saja terjadi
dalam kehidupan rumah tangga para pemohon yang dalam hal ini adalah Para
Universitas Sumatera
Utara
90
jawab sampai kepada harta-harta pribadi, sehingga hal ini dikhawatirkan dapat
Bila hal ini kita tinjau dari Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas dalam Pasal 97 ayat (3) yang berbunyi : “Setiap anggota Direksi
bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian Perseroan apabila yang
sebagaimana dimaksud pada ayat (2)”, maka jelas terlihat resiko pekerjaan yang
pribadi apabila Direksi atau Direktur bersalah atau lalai dalam menjalankan jabatannya
untuk tidak menghancurkan biduk rumah tangga maka suami istri yang dalam hal ini
adalah para pemohon yang belum membuat perjanjian perkawinan akhirnya membuat
perjanjian perkawinan untuk melindungi harta benda masing-masing pihak suami istri
Negeri.
Seorang suami atau istri bekerja dalam jabatannya sebagai Direksi suatu perusahaan
Perseroan Terbatas bertanggung jawab penuh atas kerugian Perseroan Terbatas sampai
harta kekayaan pribadi jika yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan
Universitas Sumatera
Utara
91
tugasnya. Keadaan ini mulai dirasakan oleh para pasangan suami istri sangat merugikan
bagi harta bersama mereka, sehingga memberikan implikasi terhadap pasangan suami
Dari gambaran di atas pasangan suami-istri ini mengkhawatirkan akan adanya risiko
dari perilaku suami-istri atau risiko pekerjaan suami-istri selama perkawinan terhadap
harta bersama mereka, hal ini berkaitan dengan pihak ketiga yang menjadi kreditur agar
kepastian terlunasinya piutang. Jika suami-istri kawin dengan persatuan bulat harta
kekayaan perkawinan, maka utang yang dibuat oleh suami atau istri dapat dituntut
perkawinan pisah mutlak harta kekayaan perkawinan maka utang suami hanya dapat
ditagih dari harta pribadi suami, demikian pula utang yang dibuat oleh istri.
Dari keadaan tersebut di atas membawa dampak terhadap pasangan suami istri
membuat perjanjian perkawinan setelah perkawinan dengan tujuan yaitu pertama, jika
terjadi pemberian hibah atau testamen dari orang tua kepada suami atau istri dengan
maksud agar tidak dimasukan dalam pencampuran harta bersama selama perkawinan
mereka. Kedua, melindungi perekonomian keluarga. Jika bisnis suami atau istri hancur,
maka bisnis si istri atau suami tak perlu ikutan jadi korban, sehingga masih ada modal
untuk membiayai pendidikan anak serta menata ulang kehidupan. Ketiga, sebagai
tindakan preventif untuk mencegah terjadinya kerugian lebih besar. Terutama kepada
pihak suami atau istri yang bekerja dalam jabatannya sebagai direktur suatu perseroan
terbatas yang mempunyai utang kepada pihak bank sehingga apabila terjadi kesalahan
Universitas Sumatera
Utara
92
atau kelalaian maka hanya harta pribadi suami atau harta pribadi istri dapat ditagih
pelunasannya.
tersebut nantinya sudah pasti akan berakibat hukum pula terhadap harta benda para
Penetapan Pengadilan Negeri maka harta benda masing-masing pihak suami istri akan
menjadi semakin kuat pula secara hukum. Masing-masing pihak suami maupun istri
Pengadilan Negeri tersebut sebab segala hal yang menyangkut pemisahan harta sudah
jelas dipisahkan, juga terhadap harta-harta lain yang kemudian hari timbul setelah
tanggal penetapan tersebut tetap terpisah satu dengan yang lainnya, sehingga tidak ada
lagi berstatus harta bersama. Sebagaimana yang dinyatakan dalam Pasal 164
KUHPerdata bahwa apabila dijanjikan suatu persatuan hasil dari pendapatan, maka
tidak akan terjadi persatuan harta kekayaan secara bulat dan persatuan untung rugi.
Demikian juga halnya dengan hutang piutang yang ditimbulkan akibat perbuatan
berdasarkan penetapan Pengadilan Negeri, maka hal tersebut menjadi tanggung jawab
sepenuhnya dari pihak yang melakukan perbuatan hukum tersebut tanpa dapat
perjanjian perkawinan ini dapat melindungi secara hukum harta benda kekayaan yang
dimiliki oleh masing-masing pihak suami istri meskipun resiko pekerjaan dari masing-
Universitas Sumatera
Utara
93
Keinginan untuk memiliki hak milik atas tanah ini dikarenakan salah satu dari para
pemohon adalah bukan Warga Negara Indonesia yaitu Pemohon II (Kavita Uttam)
ketentuan dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-
Dari bunyi pasal 21 UUPA yang menyebutkan bahwa hanya Warga Negara
Indonesia yang bisa memegang sertipikat hak milik atas tanah dan apabila yang
dengan eks patriat (bukan WNI), maka dalam jangka waktu 1 tahun setelah
Universitas Sumatera
Utara
94
harus melepaskan hak milik atas tanah dalam jangka waktu 1 (satu) tahun setelah
pernikahannya itu. Ia harus melepaskan hak milik atas tanah tersebut kepada subyek
hukum lain yang berhak dan jika sesudah jangka waktu tersebut lampau maka hak milik
atas tanah hapus karena hukum dan tanahnya jatuh pada Negara.
Hal ini jelas menimbulkan kekhawatiran bagi para pemohon akan hilangnya
kepemilikan dari harta benda perkawinan mereka dikarenakan adanya ketentuan dalam
Pasal 21 UUPA tersebut, di mana pasangan kawin para pemohon dalam hal ini
pemohon Kavita Uttam dan pemohon Dubagunta Ramesh adalah Warga Negara Asing
(WNA) sebagaimana dapat diketahui dari adanya bukti tertulis Foto Copy Kartu Izin
Tinggal Tetap atas nama Kavita Uttam (P-4) dalam Penetapan Nomor:
207/Pdt/P/2005/PNJkt.Tmr dan Foto Copy Kartu Izin Tinggal Tetap Terbatas atas nama
Dubagunta Ramesh (P-4) serta Foto Copy Passport India atas nama Dubagunta Ramesh
hilangnya hak kepemilikan dari harta benda perkawinan tersebut maka diperlukan
pemisahan harta benda perkawinan dari masing-masing pihak para pemohon dengan
Negeri.
Universitas Sumatera
Utara
95
sehingga para pemohon tidak memerlukan bantuan di bidang ekonomi atau keuangan
antara satu dengan yang lainnya. Namun demikian dalam urusan keluarga pihak suami
kesepakatan bersama yang dibuat berdasarkan kehendak sendiri, dengan itikad dan
tanpa adanya paksaan dari pihak manapun sehingga hal ini juga dapat dianggap tidak
Hal ini juga sesuai dengan asas personalia yang terkandung dalam Pasal 1315 jo
Pasal 1340 KUHPerdata, yang pada intinya menyatakan bahwa setiap orang
sendiri, atas namanya sendiri, dan hanya berlaku bagi pihak-pihak yang membuatnya,
tanpa adanya paksaan dari pihak manapun. Sehingga perjanjian perkawinan yang dibuat
Dalam hal ini kesepakatan para pemohon untuk memisahkan harta benda
Universitas Sumatera
Utara
96
pada penetapan Pengadilan Negeri adalah juga dikarenakan para pemohon merasa
masing-masing mempunyai penghasilan yang cukup dan sangat memadai bagi kedua
belah pihak untuk menopang kehidupan ekonomi rumah tangganya tanpa harus saling
berketergantungan satu sama lainnya, di mana dalam hal urusan ekonomi keluarga para
Penetapan Pengadilan Negeri, maka dapat diketahui di mana dalam isi suatu perjanjian
ada asas kebebasan berkontrak yang bisa dipakai untuk memperjanjikan apa saja dan
tentang apa saja perbuatan hukum yang perlu bagi suami isteri ketika perkawinan
berlangsung dengan adanya itikad baik kedua belah pihak terhadap apa isi dari hal-hal
yang berlaku.
Perjanjian perkawinan yang dibuat oleh suami isteri itu harus berdasarkan
undang-undang”. Setiap kewajiban perdata dapat terjadi karena dikehendaki oleh pihak-
pihak yang terkait dalam perikatan, ataupun karena ditentukan oleh peraturan
Universitas Sumatera
Utara
97
ketertiban umum.
diartikan bahwa terjadinya pemisahan harta kekayaan para pemohon terhadap harta
kekayaan mereka yang diperoleh adalah setelah tanggal penetapan dan telah
memperoleh kekuatan hukum tetap, sedangkan harta-harta yang telah ada sebelum
Adanya penetapan Pengadilan Negeri tersebut menjadi pedoman dan dasar hukum
bagi kedua belah pihak suami istri untuk mengurus dan mengatur harta kekayaan
yang berisi kaedah atau peraturan hukum yang mengikat pihak- pihak yang
bersangkutan. Hal ini ditempuh karena Pengadilan Negeri sebagai instansi hukum yang
Universitas Sumatera
Utara